ABSTRAK
MISKONSEPSI IPA FISIKA SISWA KELAS V SEMESTER 2 SD NEGERI SE-KECAMATAN SEYEGAN KABUPATEN SLEMAN
Marcelina Riski Yunita Jayanti Universitas Sanata Dharma
2016
Latar belakang penelitian ini adalah rendahnya pemahaman siswa terhadap konsep IPA Fisika siswa kelas V yang menyebabkan adanya miskonsepsi. Salah satu yang menjadi faktor penyebab miskonsepsi adalah kemampuan siswa dilihat dari perbedaan jenis kelamin siswa yang memiliki tingkat intelegensi berbeda. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan miskonsepsi IPA Fisika siswa kelas V semester 2 SD Negeri se-Kecamatan Seyegan dan mengetahui ada atau tidaknya miskonsepsi IPA Fisika dilihat dari jenis kelamin siswa.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif survei. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Seyegan Kabupaten Sleman. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 217 siswa yang diambil dengan cara random sampling. Teknik yang digunakan untuk memperoleh data adalah dengan teknik tes. Instrumen tes yang digunakan berbentuk instrumen pilihan ganda sebanyak 20 butir soal.
Hasil penelitian ini adalah ditemukannya miskonsepsi IPA Fisika pada siswa SD Negeri se-Kecamatan Seyegan. Dari 20 butir soal pilihan ganda yang dianalisis, miskonsepsi yang terbesar terjadi pada butir soal nomer 14 tentang materi sifat bayangan yang terbentuk pada kaca spion mobil atau motor. Dalam hal ini sebanyak 106 siswa atau 48,85 % mengalami miskonsepsi. Hipotesis penelitian ini dianalisis menggunakan uji Mann-Whitney U-Test yang bertujuan untuk mengetahui apakah dua sampel yang bebas berasal dari populasi yang sama.
Nilai signifikansi yang diperoleh 0,264 dengan α = 0,05, hasil tersebut
menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan miskonsepsi IPA Fisika siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Seyegan dilihat dari jenis kelamin.
ABSTRACT
STUDENT’S MISCONCEPTION OF SCIENCE PHYSICS IN THE SECOND SEMESTER OF THE FIFTTH GRADER IN STATE ELEMENTARY
SCHOOLS IN SEYEGAN DISTRIC OF SLEMAN REGENCY
Marcelina Riski Yunita Jayanti Sanata Dharma University
2016
The background of this research is the low student’s understanding about Science Physics concept for students of 5th grader that caused there are misconception. The one of all that become a factor caused misconception is
student’s ability refer to student’s gender contrast that has the difference
intelegensi level. The aim of this research is to describe misconception of Science Physics in the second semester of the fifth grader in State Elementary School in multiple choice to test instrument as many as 20 items question.
This research’s result is found the misconception of Science Physiscs in student’s of the State Elementary Schools in Seyegan Distric. From 20 items
which analyzed, the bigest misconception occur in the 14th item about shadow characteristic in car or motorcycle mirror. In this matter, as many as 106 students
or 48,85 % experience misconception. This research’s hypothesis analyzed use
Mann-Whitney Test method, which the aim to know what the two independent samples source from the same population. From the analysis, get significant value
0,264 with α = 0,05, talk about result show that there is not contrast student’s
MISKONSEPSI IPA FISIKA SISWA KELAS V SEMESTER 2 SD NEGERI SE-KECAMATAN SEYEGAN KABUPATEN SLEMAN
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh :
Marcelina Riski Yunita Jayanti NIM: 121134139
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
i
MISKONSEPSI IPA FISIKA SISWA KELAS V SEMESTER 2 SD NEGERI SE-KECAMATAN SEYEGAN KABUPATEN SLEMAN
SKRIPSI
Diajukaan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh :
Marcelina Riski Yunita Jayanti NIM: 121134139
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
PERSEMBAHAN
Karya ini kupersembahkan untuk :
1. Tuhan Yesus Kristus, Allah yang mahamurah, serta Bunda Maria, yang selalu memberkati dan mendampingi setiap langkahku hingga sampai sejauh ini dan sepanjang hidupku nanti.
2. Bapakku Heribertus Sukirman dan ibuku Chatarina Suparti yang telah membesarkan, mendidikku dan mencurahkan seluruh kasih sayangnya untukku, untuk selalu mendoakan, mendukung serta memberiku semangat untuk terus maju menjadi lebih baik dan menyelesaikan skripsi ini.
3. Adikku Venantius Riski Mei Aditama dan Lucky Bintang Hardiansyah yang memberikan warna ceria dengan penuh canda tawa dalam hari-hariku.
4. Semua keluarga, sahabat-sahabat baikku, teman-teman payungku, teman-teman PPL, dan semua orang yang telah mendukung sehingga karya skripsiku ini dapat aku selesaikan.
v
MOTTO
“
Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari,
mendapat dan setiap orang yang mengetuk, baginya pintu dibukakan.
”
(Matius 7:8)
“
Aku bersyukur kepada Dia yang menguatkan aku, yaitu Kristus Yesus, Tuhan
kita.
”
(1 Timotius 1:12)
Itulah sebabnya kita berjerih payah dan berjuang, karena kita menaruh
pengharapan kita kepada Allah yang hidup, Juru Selamat semua manusia,
terutama mereka yang percaya.
(1 Timotius 4:10)
Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu
menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apapun.
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan
dalam kutipan dan daftar referensi, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 4 Maret 2016
Penulis
vii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :
Nama : Marcelina Riski Yunita Jayanti
Nomor Mahasiswa : 121134139
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
MISKONSEPSI IPA FISIKA SISWA KELAS V SEMESTER 2 SD NEGERI SE-KECAMATAN SEYEGAN KABUPATEN SLEMAN
beserta perangkat yang digunakan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti, selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal : 4 Maret 2016 Yang menyatakan,
viii
ABSTRAK
MISKONSEPSI IPA FISIKA SISWA KELAS V SEMESTER 2 SD NEGERI SE-KECAMATAN SEYEGAN KABUPATEN SLEMAN
Marcelina Riski Yunita Jayanti Universitas Sanata Dharma
2016
Latar belakang penelitian ini adalah rendahnya pemahaman siswa terhadap konsep IPA Fisika siswa kelas V yang menyebabkan adanya miskonsepsi. Salah satu yang menjadi faktor penyebab miskonsepsi adalah kemampuan siswa dilihat dari perbedaan jenis kelamin siswa yang memiliki tingkat intelegensi berbeda. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan miskonsepsi IPA Fisika siswa kelas V semester 2 SD Negeri se-Kecamatan Seyegan dan mengetahui ada atau tidaknya miskonsepsi IPA Fisika dilihat dari jenis kelamin siswa.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif survei. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Seyegan Kabupaten Sleman. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 217 siswa yang diambil dengan cara random sampling. Teknik yang digunakan untuk memperoleh data adalah dengan teknik tes. Instrumen tes yang digunakan berbentuk instrumen pilihan ganda sebanyak 20 butir soal.
Hasil penelitian ini adalah ditemukannya miskonsepsi IPA Fisika pada siswa SD Negeri se-Kecamatan Seyegan. Dari 20 butir soal pilihan ganda yang dianalisis, miskonsepsi yang terbesar terjadi pada butir soal nomer 14 tentang materi sifat bayangan yang terbentuk pada kaca spion mobil atau motor. Dalam hal ini sebanyak 106 siswa atau 48,85 % mengalami miskonsepsi. Hipotesis penelitian ini dianalisis menggunakan uji Mann-Whitney U-Test yang bertujuan untuk mengetahui apakah dua sampel yang bebas berasal dari populasi yang sama.
Nilai signifikansi yang diperoleh 0,264 dengan α = 0,05, hasil tersebut
menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan miskonsepsi IPA Fisika siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Seyegan dilihat dari jenis kelamin.
ix ABSTRACT
STUDENT’S MISCONCEPTION OF SCIENCE PHYSICS IN THE SECOND SEMESTER OF THE FIFTTH GRADER IN STATE ELEMENTARY
SCHOOLS IN SEYEGAN DISTRIC OF SLEMAN REGENCY
Marcelina Riski Yunita Jayanti Sanata Dharma University
2016
The background of this research is the low student’s understanding about Science Physics concept for students of 5th grader that caused there are misconception. The one of all that become a factor caused misconception is
student’s ability refer to student’s gender contrast that has the difference
intelegensi level. The aim of this research is to describe misconception of Science Physics in the second semester of the fifth grader in State Elementary School in multiple choice to test instrument as many as 20 items question.
This research’s result is found the misconception of Science Physiscs in student’s of the State Elementary Schools in Seyegan Distric. From 20 items
which analyzed, the bigest misconception occur in the 14th item about shadow characteristic in car or motorcycle mirror. In this matter, as many as 106 students
or 48,85 % experience misconception. This research’s hypothesis analyzed use
Mann-Whitney Test method, which the aim to know what the two independent samples source from the same population. From the analysis, get significant value
0,264 with α = 0,05, talk about result show that there is not contrast student’s
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Pemurah, atas berkah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya skripsi ini dengan baik. Skripsi
yang berjudul “MISKONSEPSI IPA FISIKA SISWA KELAS V SEMESTER 2
SD NEGERI SE-KECAMATAN SEYEGAN KABUPATEN SLEMAN” ini
disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan dalam Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar.
Penulis menyadari bahwa selesainya skripsi ini tidak lepas dari banyak dukungan, bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih dengan segala ketulusan hati kepada :
1. Rohandi, Ph.D., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.
2. Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd., Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma.
3. Apri Damai Sagita Krissandi, M.Pd., Wakil Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma.
4. Maria Melani Ika Susanti, S.Pd., M.Pd. dan Kintan Limiansih, S.Pd., M.Pd., sebagai dosen pembimbing I dan dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam pembuatan karya ilmiah ini.
5. Semua kepala sekolah dan guru kelas V SD Negeri se-Kecamatan Seyegan, Kabupaten Sleman yang telah bersedia bekerja sama dengan baik dalam pelaksanaan penelitian ini.
6. Semua siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Seyegan, Kabupaten Sleman yang telah bersedia bekerja sama dan mendukung terlaksananya penelitian ini.
xi
selalu memberikan doa, dukungan, kasih sayang serta perhatian kepada penulis.
8. Teman-teman Payung Miskonsepsi IPA Fisika (Ardi, Annas, Lukas, Ones, Rani, Asri, Ratna, Mbak Pipin, Puput, Vero, Luky, Aldika, Dita, Pungky) yang selalu mau untuk bekerja sama, berbagi pengetahuan dan canda tawa.
9. Teman-teman PPL SD Kanisius Kenteng (Dewi, Tri, Johan) yang selalu memberi dukungan dan inspirasi serta penguatan.
10. Teman-teman kelas A, D, E angkatan 2012 yang selalu memberikan semangat, inspirasi dan banyak pengalaman.
11. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung dalam bentuk apapun, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ini.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Penulis mengharapkan segala bentuk kritik dan saran dari pembaca demi sempurnanya karya ilmiah ini.
xii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR GAMBAR ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xviii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 6
C. Batasan Masalah ... 6
D. Rumusan Masalah ... 7
E. Tujuan Penelitian ... 7
F. Manfaat Penelitian ... 8
G. Definisi Operasional ... 8
BAB II LANDASAN TEORI ... 10
A. Kajian Pustaka ... 10
xiii
BAB III METODE PENELITIAN ... 46
A. Jenis Penelitian ... 46
1. Variabel Terikat (Dependent Variabels) ... 52
2. Variabel Bebas (Independent Variabels) ... 52
E. Teknik Pengumpulan Data ... 52
1. Studi Dokumentasi ... 52
2. Wawancara ... 53
3. TesTertulis ... 53
F. Instrumen Penelitian ... 54
1. Instrumen Tes ... 54
2. Daftar Cek ... 56
G. Teknik Pengujian Instrumen ... 57
1. Uji Validitas ... 57
2. Uji Reliabilitas ... 65
H. Teknik Analisis Data ... 66
1. Analisis Deskriptif ... 66
2. Uji Hipotesis Perbedaan Miskonsepsi Siswa Dilihat Dari Jenis Kelamin ... 69
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 73
A. Hasil Penelitian ... 73
1. Deskripsi Pelaksanaan Penelitian ... 73
xiv
3. Deskripsi Miskonsepsi IPA Fisika Siswa Kelas V
SD Negeri se-Kecamatan Seyegan... 77
4. Uji Perbedaan Miskonsepsi Siswa Kelas V SD Negeri se-Kecamatan Seyegan Dilihat dari Jenis Kelamin Siswa ... 109
B. Pembahasan Hasil Analisis Data ... 116
BAB V PENUTUP ... 125
A. Kesimpulan ... 125
B. Keterbatasan Penelitian ... 126
C. Saran ... 126
DAFTAR REFERENSI ... 127
xv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Tabel 2.1. Tabel Perbedaan Emosional dan Intelektual ... 35
Tabel 3.1. Populasi Siswa Kelas V SD N Se-Kecamatan Seyegan ... 48
Tabel 3.2. Sampel Penelitian yang Dihitung dengan Rumus Krejcie ... 50
Tabel 3.3. Kisi-kisi Soal Pilihan Ganda ... 55
Tabel 3.4. Ketentuan Pelaksanaan Revisi Instrumen ... 59
Tabel 3.5. Tabel Hasil Uji Validasi Ahli ... 61
Tabel 3.6. Validitas Soal Pilihan Ganda ... 64
Tabel 3.7. Kualifikasi Reliabilitas ... 65
Tabel 3.8. Reliabilitas Soal Pilihan Ganda ... 66
Tabel 4.1. Jenis Kelamin Siswa di SD Negeri Se-Kecamatan Seyegan ... 76
Tabel 4.2. Soal dan Kunci Jawaban KD 5.1 ... 79
Tabel 4.3. Soal dan Kunci Jawaban KD 5.2 ... 85
Tabel 4.4. Soal dan Kunci Jawaban KD 6.1 ... 94
Tabel 4.5. Soal dan Kunci Jawaban KD 6.2 ... 101
Tabel 4.6. Soal dan Kunci Jawaban KD 7.1 ... 103
Tabel 4.7. Soal dan Kunci Jawaban KD 7.3 ... 108
Tabel 4.8. Hasil Uji Normalitas ... 112
Tabel 4.9. Hasil Uji Homogenitas ... 113
Tabel 4.10. Peringkat Nilai Siswa Laki-Laki dan Perempuan ... 115
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
Gambar 2.1. Literatur Map Penelitian ... 42
Gambar 3.1. Rumus Krejcie ... 50
Gambar 4.1. Pie Chart Jenis Kelamin Siswa ... 76
Gambar 4.2. Persentase Miskonsepsi Secara Umum ... 78
Gambar 4.3. Miskonsepsi Pada Butir Soal No. 1 ... 81
Gambar 4.4. Miskonsepsi Pada Butir Soal No. 2 ... 82
Gambar 4.5. Miskonsepsi Pada Butir Soal No. 3 ... 83
Gambar 4.6. Miskonsepsi Pada Butir Soal No. 4 ... 84
Gambar 4.7. Miskonsepsi Pada Butir Soal No. 5 ... 87
Gambar 4.8. Miskonsepsi Pada Butir Soal No. 6 ... 88
Gambar 4.9. Miskonsepsi Pada Butir Soal No. 7 ... 89
Gambar 4.10. Miskonsepsi Pada Butir Soal No. 8 ... 91
Gambar 4.11. Miskonsepsi Pada Butir Soal No. 9 ... 92
Gambar 4.12. Miskonsepsi Pada Butir Soal No. 10 ... 93
Gambar 4.13. Miskonsepsi Pada Butir Soal No. 11 ... 96
Gambar 4.14. Miskonsepsi Pada Butir Soal No. 12 ... 97
Gambar 4.15. Miskonsepsi Pada Butir Soal No. 13 ... 98
Gambar 4.16. Miskonsepsi Pada Butir Soal No. 14 ... 99
Gambar 4.17. Miskonsepsi Pada Butir Soal No. 15 ... 100
Gambar 4.18. Miskonsepsi Pada Butir Soal No. 16 ... 102
Gambar 4.19. Miskonsepsi Pada Butir Soal No. 17 ... 104
Gambar 4.20. Miskonsepsi Pada Butir Soal No. 18 ... 106
xvii
Gambar 4.22. Miskonsepsi Pada Butir Soal No. 20 ... 109
Gambar 4.23. Histogram Data Jenis Kelamin Siswa ... 111
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
Lampiran 1a. Surat Pernyataan Bersedia Menyerahkan Hasil Penelitian ... 130
Lampiran 1b. Surat Ijin Penelitian dari Kantor Kesatuan Bangsa ... 131
Lampiran 1c. Surat Ijin dari BAPPEDA ... 132
Lampiran 1d. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian ... 133
Lampiran 1e. Surat Ijin Penelitian Dari Universitas/FKIP ... 134
Lampiran 2. Data SD Di Kecamatan Seyegan ... 135
Lampiran 3a. Rekap Hasil Expert Judgment Ahli ... 136
Lampiran 4. Prosedur Pengerjaan Soal ... 145
Lampiran 5. Identitas Siswa dan Orang Tua Siswa ... 146
Lampiran 6. Soal Uji Empiris ... 147
Lampiran 7. Hasil Uji Validasi Soal Empiris ... 153
Lampiran 8. Hasil Uji Reliabilitas Soal Empiris ... 154
Lampiran 9. Instrumen Soal Penelitian ... 155
Lampiran 10. Hasil Pengerjaan Salah Satu Sampel Penelitian ... 160
Lampiran 11a. Jawaban dan Miskonsepsi Siswa pada KD.5.1 ... 165
Lampiran 11b. Jawaban dan Miskonsepsi Siswa pada KD.5.2 ... 166
Lampiran 11c. Jawaban dan Miskonsepsi Siswa pada KD.6.1 ... 168
Lampiran 11d. Jawaban dan Miskonsepsi Siswa pada KD.6.2 ... 170
Lampiran 11e. Jawaban dan Miskonsepsi Siswa pada KD.7.1 ... 171
Lampiran 11f. Jawaban dan Miskonsepsi Siswa pada KD.7.3 ... 172
Lampiran 12. Hasil Pengerjaan Soal Pilihan Ganda ... 173
Lampiran 13. Hasil Uji Normalitas ... 185
xix
Lampiran 15. Hasil Uji Hipotesis ... 187
Lampiran 16. Hasil Uji Validitas Muka ... 188
Lampiran 17. Hasil Wawancara ... 189
Lampiran 18. Daftar Cek Jenis Kelamin ... 190
Lampiran 19. Foto Penelitian ... 191
Lampiran 20. Tabel Krejcie ... 192
1
BAB I PENDAHULUAN
Dalam Bab I menjelaskan tentang berbagai landasan dari penelitian ini,
yang memberikan informasi kepada pembaca. Bab I ini membahas tentang latar
belakang masalah, identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian dan definisi operasional.
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan hal yang tidak terpisahkan dari kehidupan
manusia. Mulai dari manusia lahir hingga manusia menjadi dewasa tentunya
tidak lepas dari pendidikan. Hal tersebut didukung dengan hakikat
pendidikan yang menjadikan arah pendidikan kokoh dan kuat untuk bisa
memuliakan manusia (Triwiyanto, 2014: 19).
Pendidikan ini menjadi sumber untuk manusia memperoleh
pengetahuan yang dapat meningkatkan kesejahteraan serta kemakmuran
dalam hidup (Triwiyanto, 2014: 19). Pengetahuan tidak begitu saja bisa
langsung muncul, tetapi seperti yang diungkapkan oleh Keraf dan Dua
(dalam Triwiyanto, 2014: 19) bahwa gejala yang menyebabkan pengetahuan
terbentuk adalah melalui dua sumber yaitu kutub si pengenal dan kutub
yang dikenal, atau dapat juga diantara subjek serta objek. Pengetahuan
sendiri memiliki arti sebagai segala sesuatu yang diketahui oleh manusia
Pendidikan yang wajib ditempuh siswa di Indonesia adalah
pendidikan dasar, salah satunya sekolah dasar (SD). Di SD terdapat
berbagai mata pelajaran, salah satunya Ilmu Pengetahuan Alam. Secara
umum hakikat IPA adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari segala
sesuatu tentang alam, termasuk berbagai peristiwa yang terjadi di alam
(Samatowa, 2011: 3). Dalam IPA ini dibahas tentang berbagai gejala serta
kejadian-kejadian di alam yang disusun secara sistematis. Hal tersebut
dilaksanakan berdasarkan pada percobaan dan hasil pengamatan yang telah
dilakukan oleh para ahli. Dalam IPA ini bukan semata-mata membahas
tentang benda dan makhluk hidup saja, tetapi juga mempelajari tentang
bagaimana cara kerja, cara berpikir atau menalarnya serta mempelajari
bagaimana cara untuk memecahkan setiap persoalan yang ada di dalamnya.
Materi dasar-dasar IPA sudah mulai disampaikan di tingkat SD, sedangkan
materi yang lebih tinggi akan disampaikan di tingkat sekolah menengah
hingga ke perguruan tinggi.
Di SD materi IPA yang disampaikan lebih menjurus pada IPA secara
umum, belum diajarkan IPA secara spesifik pada fisika, biologi maupun
kimia. Namun meskipun demikian, materi tersebut tetap dapat dibedakan
pada setiap cabangnya. Dalam IPA di SD ini, siswa diberikan kesempatan
untuk berlatih berbagai keterampilan yang telah disesuaikan dengan
perkembangan kognitifnya (Samatowa, 2011: 5). Dalam keterampilan
proses berarti siswa belajar untuk mengamati, mencoba memahami apa
yang terjadi dan menguji hasil tebakan atau ramalan berdasarkan kondisi
untuk melihat apakah hal tersebut benar (Paolo dalam Samatowa, 2011: 5).
IPA penting disampaikan sebagai pembelajaran karena memiliki
tujuan untuk membantu perkembangan suatu bangsa, yang mana dalam hal
ini IPA menjadi dasar suatu teknologi, sedangkan teknologi sendiri
dianggap sebagai tulang punggung pembangunan suatu bangsa. Kemudian
selain itu IPA juga bertujuan untuk bisa membentuk kepribadian siswa
secara keseluruhan dengan menggunakan nilai-nilai pendidikannya. Selain
itu siswa dapat juga menjadi berpikir kritis, sehingga ia bisa berlatih
menemukan dan menyelidiki pengetahuan yang baru atau dengan kata lain
siswa bisa mengikuti metode “inkuiri”. Di samping itu, IPA juga
mengajarkan ilmunya kepada siswa dengan kegiatan-kegiatan percobaan,
sehingga anak tidak melulu harus menghafalkan materi yang disampaikan
(Samatowa, 2011: 4). Pentingnya konsep IPA dipahami oleh siswa adalah
untuk bekal pada nantinya ketika mereka menerapkan dan
mengimplementasikan ilmunya tersebut pada kehidupannya sehari-hari,
baik itu dalam pendidikan yang lebih lanjut maupun di dalam dunia kerja.
Hasil pembelajaran IPA di Indonesia saat ini seakan jauh berbeda
dengan tujuan dari IPA itu sendiri. Berdasarkan hasil pengamatan yang
dilakukan oleh peneliti pada beberapa sekolah, IPA merupakan ilmu
hafalan. Sehingga pada waktu ada tes atau ujian, siswa belajar untuk
menghafalkan materi yang diujikan tersebut. Padahal sesuai dengan
ingin tahu yang tinggi, mengembangkan kemampuan bertanya dan
kemudian akan membuat siswa tersebut berusaha sendiri untuk mencari
jawaban dari suatu pertanyaan tersebut serta mengembangkan
kemampuannya dalam berpikir ilmiah (Samatowa, 2011: 2).
Di Indonesia pada saat sekarang ini, peneliti melihat dari hasil
International Mathematics and Science Study (TIMSS) tahun 2007 yang menyatakan bahwa siswa Indonesia khususnya pada literasi Sains terletak di
urutan 35 dari 49 negara, dengan pencapaian skor 433 yang masih di bawah
skor rata-rata internasional yaitu 500. Hal ini membuktikan bahwa prestasi
IPA siswa di Indonesia rendah.
Rendahnya prestasi IPA didukung data wawancara dengan salah satu
guru SD di kecamatan Seyegan, keadaan yang dialami siswa kelas V di SD
Negeri seluruh Kecamatan Seyegan terutama pada mata pelajaran IPA
kurang baik. Dikatakan oleh guru tersebut bahwa pemahaman siswa
terhadap materi IPA masih kurang. Hal tersebut berpengaruh pada hasil
belajar yang mereka peroleh. Menurut guru tersebut, kurangnya pemahaman
siswa terhadap materi IPA disebabkan oleh beberapa faktor seperti
kurangnya kreatifitas guru ketika mengajar dan minimnya alat peraga yang
tersedia di sekolah.
Rendahnya prestasi seseorang atau siswa, salah satunya disebabkan
oleh miskonsepsi (Suparno, 2005: 40). Miskonsepsi adalah suatu konsep
yang tidak sesuai dengan konsep yang diakui oleh para ahli (Suparno, 2005:
terus ada dalam pikiran siswa, sehingga dengan hal tersebut siswa dapat
membentuk pengetahuannya dengan lebih tepat dan benar (Suparno, 2005:
136) sesuai dengan konsep yang sebenarnya dan kemudian dapat
menggunakan pengetahuan tersebut dengan tepat dan benar pula.
Miskonsepsi juga perlu diteliti agar dapat diketahui penyebab dan cara
untuk bisa mengatasi miskonsepsi tersebut, sehingga dengan hal tersebut
para ahli maupun guru dapat membantu siswa keluar dari miskonsepsi dan
pendidikan pun dapat menjadi maju serta lebih berkembang (Suparno, 2005:
131).
Kemampuan siswa juga menjadi pengaruh dalam terjadinya
miskonsepsi. Suparno (2005: 40) mengatakan bahwa siswa yang memiliki
intelegensi matematis-logis yang kurang tinggi, maka ia akan mengalami
kesulitan dalam memahami konsep pelajaran, khususnya fisika, terlebih
yang abstrak. Di antara siswa laki-laki dan perempuan terdapat perbedaan
secara biologis dan juga psikologis. Dari segi biologis, siswa laki-laki dan
perempuan dapat dilihat dari fisiknya, seperti perbedaan alat reproduksi dan
bentuk badannya. Dari segi psikologis, seperti yang dikatakan Unger (dalam
Amanah, 2012: 32) siswa laki-laki memiliki tingkat pemikiran logis yang
lebih tinggi daripada siswa perempuan. Namun perbedaan jenis kelamin
tersebut, bukan menjadi jaminan ada atau tidaknya perbedaan miskonsepsi
antara siswa laki-laki dan perempuan, karena selain hal tersebut juga masih
Berdasarkan dari uraian di atas, maka peneliti melakukan penelitian
tentang “Miskonsepsi IPA Fisika Siswa Kelas V Semester 2 SD Negeri se
Kecamatan Seyegan Kabupaten Sleman”. Hal ini peneliti pilih sebagai
penelitian, karena peneliti tertarik dan berharap agar tidak terjadi lagi
miskonsepsi, terutama dalam mata pelajaran IPA Fisika di SD.
B. Identifikasi Masalah
Dalam penelitian ini mengungkapkan beberapa masalah yang menjadi
dasar penelitian. Masalah tersebut adalah sebagai berikut :
1. Prestasi belajar IPA di Kecamatan Seyegan yang tergolong rendah.
2. Penguasaan siswa tentang konsep IPA yang masih sempit.
3. Penguasaan keterampilan dan kreatifitas guru dalam mengajar IPA
yang masih kurang atau minim.
C. Batasan Masalah
Batasan masalah yang diungkapkan peneliti dalam penlitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Penelitian ini dilaksanakan pada siswa kelas V di seluruh SD Negeri
yang berada di Kecamatan Seyegan, semester genap tahun pelajaran
2014/2015 yang menggunakan KTSP 2006.
2. Penelitian ini adalah tentang miskonsepsi IPA Fisika untuk siswa SD
energi (KD 5.1), pesawat sederhana (KD 5.2), sifat-sifat cahaya (KD
6.1) serta pelapukan (KD 7.1).
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan batasan masalah yang telah
diungkapkan oleh peneliti, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Bagaimanakah miskonsepsi IPA Fisika siswa kelas V SD semester
genap se-Kecamatan Seyegan?
2. Apakah ada perbedaan miskonsepsi IPA Fisika dilihat dari jenis
kelamin siswa kelas V SD semester genap se-Kecamatan Seyegan?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah diungkapkan, maka tujuan penelitian
ini adalah untuk :
1. Mendeskripsikan miskonsepsi IPA Fisika siswa kelas V SD semester
genap se-Kecamatan Seyegan.
2. Mengetahui adanya perbedaan miskonsepsi IPA Fisika dilihat dari jenis
kelamin kelas V SD semester genap se-Kecamatan Seyegan.
F. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang
1. Guru
Dengan penelitian ini diharapkan guru dapat memperbaiki caranya
dalam menyampaikan materi pelajaran, terutama dalam materi IPA
Fisika untuk kelas V SD, sehingga setidaknya guru bisa mengurangi
atau bahkan menghilangkan miskonsepsi pada siswa. Selain itu, guru
juga bisa mengetahui faktor apa saja yang dapat mempengaruhi
terjadinya miskonsepsi pada siswa.
2. Siswa
Dengan penelitian ini, siswa dapat lebih memahami konsep materi
IPA Fisika yang benar, sehingga tidak terjadi miskonsepsi lagi. Selain
itu siswa juga dapat meningkatkan prestasi belajarnya.
3. Peneliti
Dengan penelitian ini, peneliti dapat mengetahui berbagai faktor
yang menyebabkan timbulnya miskonsepsi terutama pada materi IPA
Fisika untuk kelas V SD, sehingga pada nantinya peneliti dapat
mengurangi terjadinya miskonsepsi ini ketika menjadi guru.
G. Definisi Operasional
Definisi operasional ini memuat tentang jabaran singkat mengenai
istilah-istilah yang terdapat dalam penelitian ini. Istilah-istilah tersebut
antara lain adalah sebagai berikut :
1. Miskonsepsi dapat diartikan sebagai suatu konsep yang tidak sesuai
2. Miskonsepsi IPA adalah miskonsepsi yang terjadi pada semua bidang
IPA atau sains, baik dalam bidang biologi, kimia dan juga fisika.
3. Miskonsepsi IPA Fisika adalah miskonsepsi yang terjadi dalam semua
bidang fisika, seperti mekanika, optika dan gelombang, panas dan
termodinamika, listrik dan magnet, fisika modern, dan tata surya.
4. Siswa kelas V SD adalah siswa yang menempuh pendidikan dasar dan
berada pada tingkat yang kelima, berusia sekitar 10 tahun.
5. Kecamatan Seyegan merupakan salah satu kecamatan yang terletak di
Kabupaten Sleman, Provinsi DIY. Di sebelah Barat berbatasan
langsung dengan Kecamatan Minggir, batas sebelah Timur adalah
Kecamatan Mlati, kemudian di sebelah Selatan berbatasan dengan
Kecamatan Godean, dan di sebelah Utara berbatasan dengan
Kecamatan Tempel.
6. Jenis kelamin adalah suatu sifat yang dibagikan ke dalam dua jenis
kelamin manusia, yang mana sifat tersebut ditentukan dengan cara
biologis, yang mana sifat tersebut sudah melekat pada jenis kelamin
tertentu, yaitu laki-laki dan perempuan. Selain perbedaan biologis,
antara siswa laki-laki dan perempuan juga terdapat perbedaan secara
10
BAB II
LANDASAN TEORI
Dalam landasan teori dalam Bab II ini akan membahas tentang kajian
pustaka, hasil penelitian yang relevan, kerangka berpikir serta hipotesis penelitian.
Dalam bagian kajian teori akan membahas beberapa teori yang berkaitan dengan
penelitian, yaitu konsep, konsepsi, miskonsepsi, hakikat pembelajaran IPA,
pembelajaran IPA untuk kelas V SD, miskonsepsi dalam IPA, dan jenis kelamin.
A. Kajian Pustaka 1. Konsep
a. Definisi Konsep
Konsep adalah suatu abstraksi mental yang mewakili satu
kelas stimulus atau rangsangan, yang mana konsep tersebut
sudah dipelajari bila siswa atau yang diajar sudah dapat
menampilkan perilaku tertentu atau umpan balik (Dahar, 2006:
64). Selain itu seperti yang diungkapkan oleh Soejadi (dalam
Ramadhani, 2015: 9) bahwa konsep adalah sebuah ide yang
abstrak, yang digunakan dalam penggolongan maupun
klasifikasi dari beberapa objek.
Berdasarkan dari kedua pendapat ahli tersebut, maka
peneliti dapat menyimpulkan bahwa konsep merupakan suatu
dalam penggolongan beberapa objek sehingga dapat
memberikan umpan balik.
b. Ciri-ciri Konsep
Pada dasarnya, konsep yang merupakan suatu ide abstrak
yang diharapkan dapat memberikan umpan balik dari setiap
orang, yang mana setiap orang tersebut kemudian dapat
mengartikan konsep tersebut. Ciri-ciri konsep yang dipaparkan
oleh Hamalik (dalam Ramadhani, 2015: 10) dapat digolongkan
ke dalam tiga kategori, seperti berikut ini :
1) Memiliki hal yang membedakan konsep satu dengan
konsep yang lainnya yaitu adalah atribut konsep. Hal
tersebut membuat munculnya kekhasan dari setiap konsep.
2) Banyaknya atribut dalam konsep disebut dengan jumlah
atribut. Hal ini yang menyebabkan jumlah setiap atribut
dalam satu konsep dengan konsep yang lainnya berbeda.
3) Penunjuk lebih dominannya bebebapa atribut daripada
atribut yang lain adalah kodominan atribut.
Contoh sederhana atribut suatu konsep adalah atribut
konsep suatu buku tulis. Atributnya adalah kertas, sampul buku,
c. Jenis-jenis Konsep
Selain memiliki ciri-ciri, konsep juga memiliki beberapa
jenis seperti yang diungkapkan Amien (dalam Risqi, 2015: 10).
Jenis-jenis konsep dalam hal ini dibagi menjadi 3, yaitu :
1) Konsep klasifikasional, merupakan jenis konsep yang
bentuknya berdasarkan pada klasifikasi beberapa fakta
yang kemudian dimasukkan ke dalam suatu bagan yang
terorganisir.
2) Konsep korelasional, jenis konsep ini berisi tentang
berbagai kejadian yang saling berhubungan.
3) Konsep teoritik, merupakan jenis konsep yang membantu
setiap orang agar lebih mudah ketika mempelajari
berbagai fakta, kejadian ataupun peristiwa yang memiliki
sistem terorganisir.
d. Perolehan Konsep
Konsep dapat diperoleh atau didapatkan melalui dua cara,
yaitu dengan pembentukan konsep dan asimilasi konsep sesuai
dengan yang diungkapkan Ausubel (dalam Dahar 2011: 64).
Selain itu, yang disampaikan oleh Gagne (dalam Dahar 2011:
64) bahwa pembentukan dari suatu konsep tersebut sama dengan
belajar konsep yang konkret atau nyata. Yang terutama dalam
pembentukan konsep ini adalah bentuk yang telah didapatkan
asimilasi konsep adalah suatu cara yang dilakukan untuk
mendapatkan konsep ketika sekolah dan sesudah sekolah.
Berikut ini adalah cara yang digunakan dalam perolehan
konsep :
1) Pembentukan Konsep
Pembentukan konsep ini merupakan suatu proses
induktif, di mana anak akan mengabtraksi atribut tertentu
yang sama dengan stimulus, apabila anak tersebut
dihadapkan pada stimulus lingkungan tertentu. Dalam hal
ini, pembentukan konsep merupakan bentuk dari belajar
penemuan. Tidak hanya pada anak-anak saja, namun
orang tua juga mengalami hal tersebut dalam proses
kehidupannya tetapi tingkat kerumitannya akan lebih
tinggi. Pola yang diikuti dalam pembentukan konsep ini
adalah pola contoh atau pola “egrule” (eg = example = contoh).
Contoh pembentukan konsep yang terjadi pada anak
adalah ketika sebelum ia memasuki dunia sekolah, ia
sudah memperoleh tentang konsep-konsep mengenai meja,
tas, sepatu, berjalan, dan konsep-konsep sederhana lain
yang mereka temui di kehidupannya.
Misalnya konsep induktif tentang meja. Anak
memiliki empat kaki, memiliki permukaan datar,
kemudian memahami bahwa benda tersebut merupakan
benda padat. Dari proses tersebut, siswa mengetahui
bahwa benda tersebut adalah meja.
2) Asimilasi Konsep
Asimilasi konsep ini berlawanan dengan
pembentukan konsep yang sifatnya induktif. Asimilasi
konsep bersifat deduktif. Hal tersebut dikarenakan dalam
hal ini anak akan memperoleh nama konsep dan juga
atribut konsep. Sesuai dengan pendapat dari Ausubel
(dalam Dahar, 2011: 65) hal ini berarti bahwa siswa
belajar tentang konsep baru, sehingga pada akhirnya
mereka bisa menghubungkan setiap atribut dengan ide-ide
yang telah ada di dalam kemampuan kognitif yang telah
mereka miliki sebelumnya.
Untuk memperoleh konsep secara asimilasi ini,
siswa yang belajar haruslah sudah mempunyai pengertian
atau definisi yang formal terlebih dahulu dari konsep itu
sendiri. Contohnya adalah siswa harus mengetahui dulu
konsep tentang binatang zebra. Zebra adalah hewan yang
memiliki garis hitam putih di badannya. Dengan hal
tersebut siswa akan mengetahui perbedaan antara hewan
berbeda atributnya. Hal ini biasanya disebut dengan
belajar konsep atau “rule-eg”. 2. Konsepsi
Konsepsi berdasarkan yang diungkapkan oleh Berg (dalam
Ramadhani, 2015: 15) adalah suatu penafsiran setiap individu
terhadap suatu konsep. Setiap individu sebelum ia memasuki dunia
sekolah tentu saja sudah memiliki bekal pemahaman tentang suatu
konsep yang ia pahami dengan caranya sendiri. Konsepsi tersebut ia
dapatkan bisa dari pengalaman-pengalamannya sendiri maupun dari
apa yang disampaikan oleh lingkungan di sekitarnya. Konsep yang ia
pahami tersebut bisa memiliki dua kemungkinan, bisa salah atau juga
bisa benar.
Dari uraian tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa konsepsi
merupakan pemahaman seseorang terhadap suatu konsep yang ia
jabarkan berdasarkan pemahamannya sendiri sesuai dengan
pemikirannya.
3. Miskonsepsi
a. Pengertian Miskonsepsi
Tentunya istilah miskonsepsi sudah banyak dikenal
diberbagai kalangan pendidikan. Namun mungkin pada dasarnya
setiap orang belum mengetahui benar definisi atau pengertian
dari miskonsepsi itu sendiri. Miskonsepsi atau salah konsep
memang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah yang telah
diterima oleh pakar yang memang mengetahui mengenai bidang
tersebut (Suparno, 2005: 4).
Miskonsepsi adalah suatu pandangan yang masih naif atau
gagasan yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah yang
sekarang sudah diterima, hal tersebut merupakan ungkapan dari
Brown (dalam Suparno, 2005: 4). Selain itu miskonsepsi yang
diungkapkan oleh Novak (dalam Suparno, 2005: 4) adalah suatu
interpretasi atau penerapan berbagai konsep yang ada dalam
suatu pernyataan yang tidak dapat diterima.
Berdasarkan dari beberapa definisi yang telah
diungkapkan oleh sejumlah ahli tersebut, peneliti menyimpulkan
miskonsepsi adalah ketidaksesuaian suatu konsep yang diterima
oleh seseorang dengan konsep yang sebenarnya dan yang telah
didasarkan pada suatu pengertian ilmiah.
b. Faktor Penyebab Miskonsepsi
Suparno (2005: 34) menjelaskan beberapa hal yang
menyebabkan terjadinya miskonsepsi dalam diri siswa.
penyebabnya adalah sebagai berikut :
1) Mahasiswa atau Siswa
Penyebab ini biasanya yang sering menjadi hal utama
munculnya miskonsepsi pada siswa. Hal ini dikarenakan
tertanam dalam pikirannya, yang berasal dari orang tua,
teman atau lingkungan sekitarnya. Namun, dalam hal ini
sesuatu yang ada di pikiran siswa akan terus berkembang
sesuai dengan situasi yang dihadapinya, menurut Piaget
(dalam Suparno, 2005: 35), (2) pemikiran asosiatif pada
siswa juga dapat menyebabkan miskonsepsi, karena siswa
sudah mempunyai suatu konsep yang memiliki arti
tertentu sebelum ia ikut dalam pembelajaran di kelas dan
menurut Marshall dan Gilmour (Suparno, 2005: 36)
biasanya konsep tersebut akan mereka asosiasikan secara
berbeda dengan apa yang telah disampaikan oleh guru.
Kemudian (3) pemikiran humanistik atau pandangan
manusiawi menjadi penyebab lain munculnya
miskonsepsi. Pemikiran humanistik ini berarti bahwa
siswa memandang benda-benda di sekitarnya secara
manusiawi atau menganggap benda tersebut hidup seperti
manusia. Lalu (4) penalaran atau reasoning siswa yang tidak lengkap/salah juga dapat menyebabkan miskonsepsi,
hal ini terjadi karena alasan bahwa informasi yang siswa
dapatkan tidak lengkap, selain itu karena adanya penarikan
kesimpulan yang salah. Selanjutnya (5) intuisi atau
perasaan dalam diri siswa yang salah juga dapat
biasanya muncul dari hasil pengamatan suatu benda,
kegiatan, atau kejadian yang terus-menerus, yang
kemudian menghasilkan pengertian secara spontan. Hal
tersebut yang bisa menyebabkan munsulnya miskonsepsi,
karena siswa tidak berpikir secara kritis. Ada juga
penyebab miskonsepsi yang lain, yaitu (6) tahap
perkembangan kognitif siswa. Jika materi yang
disampaikan tidak sesuai dengan tingkat perkembangan
kognitif siswa, maka hal tersebut dapat menyebabkan
terjadinya miskonsepsi karena siswa belum bisa mencerna
apa yang ia dapatkan. Ada di mana saatnya siswa belum
mengerti sesuatu hal yang abstrak, sehingga ia perlu
contoh yang nyata untuk dia bisa memahami dan mengerti
suatu konsep dengan benar. Hal lain yang dapat
menyebabkan miskonsepsi adalah (7) kemampuan siswa
dan (8) minat belajar dari siswa itu sendiri. Jika seorang
siswa kurang memiliki kemampuan dalam suatu bidang
pelajaran, maka biasanya ia akan sulit untuk mengikuti
proses pembelajaran dan sulit untuk menangkap
konsep-konsep materi pelajaran yang disampaikan. Selain itu,
beberapa siswa memang tidak berminat pada mata
pelajaran tertentu. Siswa tidak mau mendengarkan ketika
belajar, sehingga hal tersebut menimbulkan miskonsepsi
dalam diri siswa tersebut.
2) Guru
Miskonsepsi juga dapat terjadi karena pengaruh dari
guru. Hal tersebut dapat terjadi karena guru sendiri
memiliki pemahaman yang kurang atau salah mengenai
bahan yang disampaikannya kepada siswa, sehingga
pemahaman yang salah tersebut akan diteruskan kepada
siswa (Suparno, 2005: 42).
3) Buku Teks
Suparno (2005: 44) menerangkan bahwa buku teks
panduan pembelajaran suatu mata pelajaran dapat saja
menyebabkan miskonsepsi. Hal ini bisa terjadi karena
bahasa yang digunakan dalam buku tersebut sulit dan bisa
juga karena memang penjelasannya kurang atau bahkan
salah, tetapi hal itu masih terus menerus dilanjutkan.
4) Konteks
Miskonsepsi yang terjadi karena konteks ini dapat
berasal dari beberapa hal, seperti pengalaman siswa yang
menyebabkan adanya pengertian yang terbatas, bahasa
sehari-hari yang digunakan menimbulkan kebiasaan
penggunaan istilah yang salah. Selain itu ada juga karena
dominansi dari seseorang dapat menyebabkan miskonsepsi
tersebut karena jika seseorang yang dominan tersebut
sudah berbicara dan yakin benar, padahal kenyataannya
salah, tetap saja orang lain atau siswa lain mempercayai
kata-kata orang tersebut. Hal lain yang menyebabkan
miskonsepsi adalah ajaran agama terkadang sulit
disambungkan dengan ilmu pengetahuan secara ilmiah
(Suparno, 2005: 49).
5) Metode Mengajar
Seorang guru yang hanya menggunakan satu metode
saja dalam mengajar memang baik, hanya saja juga akan
menimbulkan efek yang tidak baik terhadap pemahaman
siswa. Maka, guru perlu untuk membuka diri untuk
menggunakan metode mengajar yang lain (Suparno, 2005:
50).
6) Filsafat Konstruktivisme
Filsafat konstruktivisme menyatakan bahwa ilmu
pengetahuan yang diperoleh siswa berasal dari
lingkungan, tantangan atau materi yang dipelajari. Dalam
hal ini, siswa membangun sendiri pengetahuannya
sehingga bisa saja terjadi kesalahan pemahaman yang
kemudian menimbulkan miskonsepsi dalam pemikiran
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor
penyebab miskonsepsi dapat berasal dari berbagai macam hal.
Mulai dari diri siswa sendiri, pembentukan pengetahuan awal
seseorang, guru yang mengajarkan materi, konteks kehidupan
seseorang, buku pelajaran yang digunakan dan metode mengajar
yang dilakukan oleh guru.
4. Hakikat Pembelajaran IPA
a. Hakikat IPA
Hakikat IPA menurut pernyataan Darmojo (dalam
Samatowa, 2011: 2) adalah ilmu pengetahuan yang objektif dan
rasional mengenai alam semesta beserta seisinya. Selain hal
tersebut, IPA juga merupakan suatu cara untuk mengamati apa
saja yang berhubungan dengan alam. Dalam hal ini perspektif
IPA terbentuk dari hubungan antara fenomena satu dengan
fenomena yang lain yang pengamatannya bersifat analisis,
lengkap, dan cermat. Pada umumnya, IPA adalah ilmu
pengetahuan yang mempelajari mengenai berbagai kejadian dan
peristiwa yang terjadi di alam.
IPA ini mengkaji mengenai berbagai gejala alam yang
didasarkan dari pengamatan dan berbagai percobaan, yang
kemudian hasilnya disusun secara sistematis. Karena IPA ini
merupakan ilmu yang berhubungan dengan ilmu alam yang
disebutkan Samatowa (2011: 3) bahwa IPA adalah ilmu
pengetahuan yang memiliki objek serta dalam pengamatannya
menggunakan metode secara ilmiah.
Pada hakikatnya IPA ini disusun berdasarkan IPA sebagai
produk, IPA sebagai proses dan IPA sebagai dimensi sikap,
seperti pernyataan Iskandar (dalam Berek, 2015: 9) berikut ini:
1) IPA sebagai produk
IPA sebagai produk ini adalah ilmu pengetahuan
tentang alam yang mana ilmu ini mempelajari tentang
berbagai kejadian atau peristiwa yang terjadi di alam. IPA
sebagai produk ini kemudian akan menghasilkan berbagai
fakta, konsep, prinsip dan teori-teori (hukum) yang ada di
dalam IPA.
2) IPA sebagai proses
IPA bukanlah ilmu yang hanya merupakan
kumpulan dari pengetahuan tentang berbagai benda atau
makhluk yang hidup saja, namun IPA ini juga
memerlukan cara untuk bekerja, cara untuk berpikir serta
cara untuk menemukan pemecahan suatu permasalahan.
Proses IPA ini dilakukan oleh para ahli atau ilmuwan
dengan cara yang sistematis.
Selain IPA bisa dinyatakan sebagai suatu produk
dan proses dalam hal perkembangan pengetahuan, IPA ini
juga dinyatakan sebagai suatu dimensi sikap. Dimensi
sikap ini dikarenakan IPA dapat mengembangkan rasa
ingin tahu siswa, mengajarkan ketelitian serta
mengajarkan tanggung jawab kepada siswa.
b. Hakikat Pembelajaran IPA
Hakikat pembelajaran IPA secara umum adalah ilmu yang
berhubungan dengan bagaimana cara untuk mencari tahu
tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan alam secara
sistematis. Hal ini dilakukan agar pengetahuan yang diperoleh
tidak hanya sebatas pada penguasaan berbagai fakta, konsep
ataupun prinsip saja tetapi juga diharapkan bisa digunakan
sebagai suatu proses penemuan atau sering disebut dengan
inkuiri (Standar Isi SK/KD KTSP, 2006: 161).
Pembelajaran IPA ini pada dasarnya melaksanakan
prosesnya dengan memberikan pengalaman langsung kepada
siswa untuk mengenal, memahami serta mengeksplorasi alam di
sekitarnya. Pembelajaran IPA yang paling tepat menurut
Samatowa (2011: 5) adalah pembelajaran mengenai latihan
berbagai keterampilan proses IPA yang telah disesuaikan dan
dibentuk kembali sesuai dengan tahap perkembangan kognitif
Paolo dan Marten (dalam Samatowa, 2011: 5) terdiri dari
mengamati, memahami apa yang diamati, meramalkan apa yang
terjadi dengan pengetahuan baru yang dimiliki dan menguji
tebakan atau ramalan, apakah itu benar atau tidak.
Dalam pembelajaran IPA ini siswa perlu untuk melakukan
coba-coba, sehingga jika terjadi kesalahan atau kegagalan maka
siswa tersebut bisa untuk mencoba lagi. IPA juga tidak selalu
menyediakan jawaban untuk setiap masalah secara instan,
sehingga berdasarkan hal berikut seorang guru harus selalu siap
untuk memodifikasi pembelajaran tentang alam ini sesuai
dengan perkembangan penemuan yang baru.
Samatowa (2011: 6) menyatakan bahwa pembelajaran IPA
yang dimasukkan ke dalam kurikulum memiliki tujuan untuk:
1) Membantu suatu bangsa dalam perkembangan
pembangunan melalui teknologi yang semakin mutakhir.
2) Membantu siswa untuk belajar berpikir secara kritis,
dengan metode inkuiri.
3) Mematahkan anggapan IPA sebagai mata pelajaran
hafalan dengan mengajarkan berbagai eksperimen yang
dilakukan oleh siswa.
4) Membentuk kepribadian siswa secara menyeluruh dengan
adanya nilai-nilai pendidikan yang terkandung di
Pembelajaran IPA memiliki ciri khusus yaitu adanya
interaksi langsung siswa dengan lingkungan di sekitarnya.
Dengan demikian IPA mengambangkan nilai yang bermanfaat
dalam kehidupannya secara pribadi maupun masyarakat
sekarang maupun di masa depan. Hal lain adalah bahwa
pembelajaran IPA juga akan mempengaruhi konsepsi pada
siswa. Jika siswa memperoleh suatu konsep dasar yang
sederhana, maka dengan pembelajaran IPA anak akan semakin
mengembangkan pemahaman yang lebih jauh tentang kosep
tersebut. Kemudian dengan pembelajaran IPA secara hafalan
dan pemahaman suatu konsep, siswa perlu diberikan
kesempatan untuk mengambangkan rasa ingin tahunya dan
bagaimana ia mengungkapkan penjelasannya secara logis.
Pembelajaran IPA adalah pembelajaran yang sifatnya
aktif, karena menekankan kegiatan siswa dari pada gurunya.
Pembelajaran IPA juga memiliki aspek pokok yaitu siswa
menyadari keterbatasan pengetahuan yang mereka miliki, siswa
memiliki rasa ingin tahu terhadap pengetahuan baru dan
kemudian siswa bisa menerapkannya dalam kehidupan secara
nyata.
Aspek penting menurut Samatowa (2011: 10) yang perlu
diperhatikan guru untuk mengembangkan pembelajaran IPA
1) Guru perlu memahami konsepsi dan pengetahuan relevan
yang telah dimiliki oleh siswa sejak sebelum pembelajaran
dimulai.
2) Hal utama dalam pembelajaran IPA adalah aktivitas siswa
di alam secara nyata.
3) Yang menjadi bagian penting dan utama dalam
pembelajaran IPA adalah kegiatan bertanya.
4) Pembelajaran IPA memberikan kesempatan untuk siswa
dalam mengembangkan kemampuannya berpikir dan
menjabarkan suatu masalah.
5. Pembelajaran IPA untuk Kelas V SD
Dalam penelitian ini, pembelajaran kelas V SD yang digunakan
adalah materi semester 2 tentang gaya, gerak dan energi, pesawat
sederhana, cahaya, serta bumi dan alam semesta khususnya struktur
bumi, pelapukan dan jenis tanah.
a. Gaya, Gerak dan Energi
Gaya adalah gerakan mendorong atau menarik yang
menyebabkan benda menjadi bergerak (Sulistyanto, 2008: 89).
Gaya yang dikerjakan pada suatu benda akan mempengaruhi
benda tersebut, sehingga benda dapat bergerak, berubah bentuk
maupun berubah arah. Kekuatan yang dikeluarkan untuk
2009:99). Berdasarkan sumbernya, gaya dapat dibedakan
menjadi gaya gesek, gaya magnet, dan gaya gravitasi.
1) Gaya gesek
Gaya gesek merupakan gaya yang timbul atau
muncul pada dua permukaan benda yang saling
bersinggungan (Priyono, 2009:100). Akibat dari dua benda
yang bersinggungan tersebut maka salah satu benda akan
bergerak. Gaya gesek ini dipengaruhi oleh permukaan
bidang sentuh. Semakin licin permukaan bidang sentuh,
maka semakin kecil gaya geseknya. Selain itu, gaya gesek
juga dipengaruhi oleh luas permukaan bidang singgung.
Semakin luas bidang singgungnya, maka semakin besar
gaya geseknya.
Contoh gaya gesek dalam kehidupan sehari-hari
yang mudah ditemui adalah gaya gesek antara jalan
dengan roda kendaraan. Selain itu, gaya gesek antara
sepatu sepak bola dan lapangan.
2) Gaya Magnet
Gaya magnet adalah tarikan atau dorongan yang
disebabkan oleh magnet (Sulistyanto, 2008:90). Benda
yang dapat ditarik oleh gaya magnet disebut benda
magnetis, sedangkan benda yang tidak dapat ditarik oleh
Contoh penggunaan magnet dalam kehidupan
sehari-hari adalah pada pengunci kotak pensil atau tas,
kompas, speaker radio, dll.
3) Gaya Gravitasi
Gaya gravitasi bumi disebut juga dengan gaya tarik
bumi (gravitasi bumi). Gravitasi merupakan gaya
tarik-menarik yang terjadi antara semua partikel yang memiliki
massa atau berat di alam semesta (Sulistyanto, 2008:98).
Gravitasi menyebabkan benda selalu bergerak ke
bawah. Contohnya adalah bola yang dilempar ke atas
maka akan kembali ke bawah lagi, air mengalir dari
tempat yang tinggi ke tempat yang lebih rendah, dan juga
buah yang jatuh dari pohon.
b. Pesawat Sederhana
Pesawat sederhana adalah alat teknik yang digunakan
untuk mempermudah atau meringankan pekerjaan maupun
usaha manusia (Priyono, 2009:111). Pesawat sederhana dibagi
menjadi tiga jenis, yaitu tuas, bidang miring, dan katrol.
1) Tuas
Sistem kerja sebuah tuas terdiri dari beban, titik
tumpu dan kuasa. Tuas jenis pertama contohnya jungkat-jungkit dengan titik tumpu berada di antara beban dan
tumpu dan kuasa, contohnya gerobak pasir dan pemecah
kemiri. Tuas jenis ketiga letak kuasanya di antara titik tumpu dan beban, contohnya sekop.
2) Bidang Miring
Bidang miring merupakan permukaan rata yang
menghubungkan dua tempat yang berbeda ketinggiannya
(Sulistyanto, 2008: 115). Keuntungan menggunakan
bidang miring adalah lebih mudah untuk memindahkan
suatu benda ke tempat yang tinggi dengan gaya yang lebih
kecil. Namun ada juga kelemahan bidang miring, yaitu
jarak yang ditempuh untuk memindahkan benda akan
semakin jauh.
Contoh benda yang menggunakan prinsip kerja
bidang miring adalah sekrup, pisau, dan kapak. Selain itu,
jalan di pegunungan yang dibuat berkelok-kelok juga
merupakan penerapan bidang miring.
3) Katrol
Katrol adalah roda yang berputar pada porosnya
(Priyono, 2009: 117). Katrol juga merupakan jenis
pengungkit karena memiliki titik tumpu, kuasa dan beban.
Terdapat tiga jenis katrol, yaitu katrol tetap, katrol bebas
Katrol tetap adalah katrol yang posisinya tidak
berubah atau berpindah ketika digunakan. Misalnya katrol
yang digunakan pada sumur timba. Katrol bebas
merupakan katrol yang posisinya dapat berubah atau
berpindah ketika digunakan, biasanya terdapat pada
alat-alat pengangkat peti kemas di pelabuhan. Katrol majemuk
adalah perpaduan antara katrol tetap dan katrol bebas.
c. Sifat-sifat Cahaya
Kita dapat melihat suatu benda karena adanya cahaya.
Cahaya yang mengenai benda akan dipantulkan kembali menuju
ke mata kita sehingga benda dapat terlihat. Cahaya memiliki
beberapa sifat, seperti (1) merambat lurus, (2) menembus benda
bening, dan (3) dapat dipantulkan, (4) dapat dibiaskan dan (5)
dapat diuraikan (Priyono, 2009: 123-128).
Selain ketiga sifat tersebut, terdapat juga sifat cahaya
berdasarkan bentuk cermin. Sifat cahaya yang mengenai cermin
datar memiliki sifat (1) bayangan benda tegak dan semu, (2)
besar dan tinggi bayangan sama dengan tinggi dan besar benda
sebenarnya, (3) jarak benda dengan cermin sama dengan jarak
bayangan, (4) arah benda dan arah bayangan berkebalikan.
Sifat bayangan jika suatu benda dekat dengan cermin
cekung adalah semu, diperbesar, dan tegak. Jika benda berada
Sedangkan sifat bayangan yang dihasilkan oleh cermin cembung
adalah semu, tegak, dan diperkecil.
d. Bumi dan Alam Semesta
Alam semesta menyimpan semua kebutuhan yang kita
butuhkan dalam kehidupan sehari-hari. Kekayaan yang
disediakan oleh alam memberikan banyak manfaat.
1) Proses Terbentuknya Tanah
Bumi terdiri atas berbagai macam batuan yang
berada di lapisan paling atas bumi atau kerak bumi.
Batuan tersebut lama-kelamaan akan mengalami
pelapukan. Pelapukan adalah hancurnya batuan dari
bentuk yang besar menjadi butiran yang kecil, hingga
menjadi sangat halus atau menjadi tanah (Priyono, 2009:
137). Pelapukan dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu
pelapukan mekanik (fisika), pelapukan biologi, dan
pelapukan kimia.
Pelapukan mekanik adalah pelapukan yang terjadi
karena adanya proses fisika. Pelapukan ini hanya
mengubah bentuk atau wujud dari suatu benda. Pelapukan
ini disebabkan oleh perubahan suhu, angin, air, dan
gelombang laut.
Pelapukan kimia merupakan pelapukan yang
ini dapat terlihat jelas pada besi yang berkarat. Besi yang
warnanya berubah menjadi coklat kemerahan akan
menjadi sangat rapuh. Perkaratan ini terjadi karena
oksigen di alam bersenyawa dengan air. Selain itu, hujan
asam dari hasil kegiatan industri yang mengandung asam
sulfur dan asam nitrat juga dapat menyebabkan pelapukan
pada logam dan asam.
Pelapukan biologi adalah pelapukan yang terjadi
karena adanya aktivitas makhluk hidup. Misalnya
tumbuhnya lumut pada permukaan batuan akan
menyebabkan batuan tersebut menjadi lapuk.
2) Jenis Tanah dan Jenis Batuan
Tanah yang berada di suatu tempat dengan tempat
yang lain tersusun dari bahan yang berbeda-beda, sehingga
jenis tanahnya berbeda pula. Jenis tanah di suatu tempat
bergantung pula pada jenis batuan yang mengalami
pelapukan. Jenis tanah dapat dibedakan menjadi jenis
tanah berpasir, tanah liat, tanah berhumus dan tanah
berkapur.
Jenis batuan berbeda-beda tergantung pada jenis
kandungannya. Selain itu jenis batuan juga berbeda-beda
karena proses pembentukkannya. Ada batuan beku yang
batuan endapan (batuan sedimen) yang terbentuk dari
endapan hasil pelapukan. Selanjutnya ada juga batuan
malihan (batuan metamorf) yang terbentuk dari batuan
sedimen yang mengalami perubahan.
6. Miskonsepsi dalam IPA
Miskonsepsi dalam IPA terjadi atau terdapat pada semua bidang
IPA tanpa ada pengecualian (Suparno, 2005: 9). Miskonsepsi tersebut
terjadi pada bidang biologi, kimia astronomi dan fisika.
Dalam penelitian ini yang disoroti adalah miskonsepsi tentang
fisika. Bidang-bidang fisika yang sering ditemui mengalami
miskonsepsi adalah bidang mekanika, listrik, panas, optika, sifat-sifat
materi, bumi dan antariksa, serta fisika modern. Dalam bidang
mekanika terdapat banyak miskonsepsi yang terjadi, terutama pada
materi gerak, vektor, gaya, massa dan berat, hukum Newton, kerja,
kekekalan energi dan momentum, serta mekanika fluida. Seperti yang
dingkapkan Suparno (2005:11) dalam bidang fisika, materi mekanika
ini memiliki masalah miskonsepsi yang terbanyak menurut penelitian,
jumlah studinya sekitar 300. Selain materi mekanika, yang paling
sering ditemukan miskonsepsinya adalah materi panas dan
termodinamika, gelombang dan optika, listrik dan magnet, fisika
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa
miskonsepsi IPA adalah miskonsepsi yang terjadi di semua cabang
ilmu IPA, baik fisika, biologi maupun kimia.
7. Jenis Kelamin
Dalam penelitian ini menggunakan jenis kelamin sebagai
variabel yang akan dilihat perbedaannya tentang miskonsepsi IPA
Fisika, Fakih (dalam Nuruzzaman, 2005: 17) menyatakan bahwa jenis
kelamin adalah suatu sifat yang dibagikan ke dalam dua jenis kelamin
manusia, yang mana sifat tersebut ditentukan dengan cara biologis,
yang mana sifat tersebut sudah melekat pada jenis kelamin tertentu.
Misalnya seorang laki-laki adalah manusia yang dapat menghasilkan
sel sperma, sedangkan perempuan adalah manusia yang memiliki
ovarium atau rahim yang nantinya bisa melahirkan, dan juga memiliki
kelenjar susu untuk menyusui. Hal ini sifatnya permanen dan
merupakan anugerah dari Tuhan YME. Jenis kelamin pada masa
sekarang ini juga dikenal dengan istilah gender. Gender yang memiliki
arti seks atau jenis kelamin, dpat juga diartikan sebagai suatu sifat
maupun karakter yang terdapat dan melekat pada kedua jenis kelamin
yang dibentuk secara sosial dan budaya (Amanah, 2012: 30).
Sesuai dengan Kementrian Pemberdayaan Perempuan (dalam
Amanah 2012: 30) definisi gender mengacu pada berbagai peran yang
dibentuk dan dibebankan kepada perempuan dan laki-laki oleh
dan dipelajari dalam setiap budaya yang berbeda. Gender ini mengacu
pada perilaku seseorang yang dipelajari dan berbagai harapan
masyarakat yang kemudian membedakan antara femininitas dan
maskulinitas, artinya gender ini tidak seperti seks yang dibedakan
berdasarkan perbedaan biologis antara laki-laki dan perempuan.
Terdapat perbedaan secara emosional dan intelektual antara
laki-laki dan perempuan seperti yang diungkapkan Unger (dalam Amanah,
2012: 32). Pada tabel 2.1 berikut ini akan disajikan perbedaan
emosional dan intelektual antara laki-laki dan perempuan menurut
Unger.
Tabel 2.1. Tabel Perbedaan Emosional dan Intelektual
Laki-laki (Masculine) Perempuan (Feminin)
1. Sangat agresif 2. Independen 3. Tidak emosional
4. Dapat menyembunyikan emosi
5. Lebih objektif
6. Tidak mudah terpengaruh 7. Tidak submisif
8. Tidak mudah goyah terhadap krisis
9. Lebih aktif 10. Lebih logis
11. Lebih ambisius, dll.
1. Tidak terlalu agresif 2. Lebih emosional
3. Sulit menyembunyikan emosi 4. Mudah terpengaruh
5. Lebih pasif
6. Kurang rasa percaya diri 7. Kurang ambisi
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa jenis kelamin
adalah ciri biologi yang sifatnya permanen yang dimiliki oleh seorang
laki-laki maupun perempuan. Dari tabel 2.1 di atas juga dapat
perempuan. Selain itu, terdapat juga berbagai perbedaan antara
laki-laki dan perempuan, baik dari segi emosional ataupun psikologi.
Dagun (dalam Amanah, 2012: 31) mengatakan bahwa pada sekolah
campuran (laki-laki & perempuan) ternyata siswa perempuan kurang
berminat dan memiliki prestasi rendah dalam bidang Matematika dan
IPA. Biasanya siswa perempuan lebih menonjol pada bidang Biologi
saja dan dibandingkan dengan bidang Fisika hanya sedikit.
B. Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian relevan yang pertama merupakan penelitian yang dilakukan
oleh Bati (2015). Penelitian ini berjudul “Identifikasi Miskonsepsi
Pembelajaran Matematika Materi Volume Bangun Ruang (Tabung, Balok,
Kubus) Pada Siswa Kelas V Sekolah Dasar, dengan jenis penelitiannya
adalah kualitatif deskriptif. Tujuan dari penelitian yang dilakukan Alan
tersebut adalah untuk mendeskripsikan miskonsepsi yang dialami oleh siswa
kelas V SD Negeri Tempak 1 pada tahun pelajaran 2014/2015 tentang
materi menghitung volume bangun ruang khususnya balok, kubus dan
tabung serta menemukan berbagai faktor yang menyebabkannya. Hasil yang
diperoleh dari penelitian ini adalah: (1) siswa mengalami miskonsepsi dalam
materi menghitung balok yakni siswa salah dalam menentukan rumus yang
tepat untuk menghitung volume balok, (2) miskonsepsi dalam menghitung