• Tidak ada hasil yang ditemukan

Miskonsepsi IPA Fisika kelas V semester 2 SD Negeri Se-Kecamatan Seyegan Kabupaten Sleman.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Miskonsepsi IPA Fisika kelas V semester 2 SD Negeri Se-Kecamatan Seyegan Kabupaten Sleman."

Copied!
215
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

MISKONSEPSI IPA FISIKA SISWA KELAS V SEMESTER 2 SD NEGERI SE-KECAMATAN SEYEGAN KABUPATEN SLEMAN

Marcelina Riski Yunita Jayanti Universitas Sanata Dharma

2016

Latar belakang penelitian ini adalah rendahnya pemahaman siswa terhadap konsep IPA Fisika siswa kelas V yang menyebabkan adanya miskonsepsi. Salah satu yang menjadi faktor penyebab miskonsepsi adalah kemampuan siswa dilihat dari perbedaan jenis kelamin siswa yang memiliki tingkat intelegensi berbeda. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan miskonsepsi IPA Fisika siswa kelas V semester 2 SD Negeri se-Kecamatan Seyegan dan mengetahui ada atau tidaknya miskonsepsi IPA Fisika dilihat dari jenis kelamin siswa.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif survei. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Seyegan Kabupaten Sleman. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 217 siswa yang diambil dengan cara random sampling. Teknik yang digunakan untuk memperoleh data adalah dengan teknik tes. Instrumen tes yang digunakan berbentuk instrumen pilihan ganda sebanyak 20 butir soal.

Hasil penelitian ini adalah ditemukannya miskonsepsi IPA Fisika pada siswa SD Negeri se-Kecamatan Seyegan. Dari 20 butir soal pilihan ganda yang dianalisis, miskonsepsi yang terbesar terjadi pada butir soal nomer 14 tentang materi sifat bayangan yang terbentuk pada kaca spion mobil atau motor. Dalam hal ini sebanyak 106 siswa atau 48,85 % mengalami miskonsepsi. Hipotesis penelitian ini dianalisis menggunakan uji Mann-Whitney U-Test yang bertujuan untuk mengetahui apakah dua sampel yang bebas berasal dari populasi yang sama.

Nilai signifikansi yang diperoleh 0,264 dengan α = 0,05, hasil tersebut

menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan miskonsepsi IPA Fisika siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Seyegan dilihat dari jenis kelamin.

(2)

ABSTRACT

STUDENT’S MISCONCEPTION OF SCIENCE PHYSICS IN THE SECOND SEMESTER OF THE FIFTTH GRADER IN STATE ELEMENTARY

SCHOOLS IN SEYEGAN DISTRIC OF SLEMAN REGENCY

Marcelina Riski Yunita Jayanti Sanata Dharma University

2016

The background of this research is the low student’s understanding about Science Physics concept for students of 5th grader that caused there are misconception. The one of all that become a factor caused misconception is

student’s ability refer to student’s gender contrast that has the difference

intelegensi level. The aim of this research is to describe misconception of Science Physics in the second semester of the fifth grader in State Elementary School in multiple choice to test instrument as many as 20 items question.

This research’s result is found the misconception of Science Physiscs in student’s of the State Elementary Schools in Seyegan Distric. From 20 items

which analyzed, the bigest misconception occur in the 14th item about shadow characteristic in car or motorcycle mirror. In this matter, as many as 106 students

or 48,85 % experience misconception. This research’s hypothesis analyzed use

Mann-Whitney Test method, which the aim to know what the two independent samples source from the same population. From the analysis, get significant value

0,264 with α = 0,05, talk about result show that there is not contrast student’s

(3)

MISKONSEPSI IPA FISIKA SISWA KELAS V SEMESTER 2 SD NEGERI SE-KECAMATAN SEYEGAN KABUPATEN SLEMAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh :

Marcelina Riski Yunita Jayanti NIM: 121134139

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)

i

MISKONSEPSI IPA FISIKA SISWA KELAS V SEMESTER 2 SD NEGERI SE-KECAMATAN SEYEGAN KABUPATEN SLEMAN

SKRIPSI

Diajukaan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh :

Marcelina Riski Yunita Jayanti NIM: 121134139

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(5)
(6)
(7)

iv

PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan untuk :

1. Tuhan Yesus Kristus, Allah yang mahamurah, serta Bunda Maria, yang selalu memberkati dan mendampingi setiap langkahku hingga sampai sejauh ini dan sepanjang hidupku nanti.

2. Bapakku Heribertus Sukirman dan ibuku Chatarina Suparti yang telah membesarkan, mendidikku dan mencurahkan seluruh kasih sayangnya untukku, untuk selalu mendoakan, mendukung serta memberiku semangat untuk terus maju menjadi lebih baik dan menyelesaikan skripsi ini.

3. Adikku Venantius Riski Mei Aditama dan Lucky Bintang Hardiansyah yang memberikan warna ceria dengan penuh canda tawa dalam hari-hariku.

4. Semua keluarga, sahabat-sahabat baikku, teman-teman payungku, teman-teman PPL, dan semua orang yang telah mendukung sehingga karya skripsiku ini dapat aku selesaikan.

(8)

v

MOTTO

Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari,

mendapat dan setiap orang yang mengetuk, baginya pintu dibukakan.

(Matius 7:8)

Aku bersyukur kepada Dia yang menguatkan aku, yaitu Kristus Yesus, Tuhan

kita.

(1 Timotius 1:12)

Itulah sebabnya kita berjerih payah dan berjuang, karena kita menaruh

pengharapan kita kepada Allah yang hidup, Juru Selamat semua manusia,

terutama mereka yang percaya.

(1 Timotius 4:10)

Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu

menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apapun.

(9)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini

tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan

dalam kutipan dan daftar referensi, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 4 Maret 2016

Penulis

(10)

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

Nama : Marcelina Riski Yunita Jayanti

Nomor Mahasiswa : 121134139

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

MISKONSEPSI IPA FISIKA SISWA KELAS V SEMESTER 2 SD NEGERI SE-KECAMATAN SEYEGAN KABUPATEN SLEMAN

beserta perangkat yang digunakan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti, selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal : 4 Maret 2016 Yang menyatakan,

(11)

viii

ABSTRAK

MISKONSEPSI IPA FISIKA SISWA KELAS V SEMESTER 2 SD NEGERI SE-KECAMATAN SEYEGAN KABUPATEN SLEMAN

Marcelina Riski Yunita Jayanti Universitas Sanata Dharma

2016

Latar belakang penelitian ini adalah rendahnya pemahaman siswa terhadap konsep IPA Fisika siswa kelas V yang menyebabkan adanya miskonsepsi. Salah satu yang menjadi faktor penyebab miskonsepsi adalah kemampuan siswa dilihat dari perbedaan jenis kelamin siswa yang memiliki tingkat intelegensi berbeda. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan miskonsepsi IPA Fisika siswa kelas V semester 2 SD Negeri se-Kecamatan Seyegan dan mengetahui ada atau tidaknya miskonsepsi IPA Fisika dilihat dari jenis kelamin siswa.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif survei. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Seyegan Kabupaten Sleman. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 217 siswa yang diambil dengan cara random sampling. Teknik yang digunakan untuk memperoleh data adalah dengan teknik tes. Instrumen tes yang digunakan berbentuk instrumen pilihan ganda sebanyak 20 butir soal.

Hasil penelitian ini adalah ditemukannya miskonsepsi IPA Fisika pada siswa SD Negeri se-Kecamatan Seyegan. Dari 20 butir soal pilihan ganda yang dianalisis, miskonsepsi yang terbesar terjadi pada butir soal nomer 14 tentang materi sifat bayangan yang terbentuk pada kaca spion mobil atau motor. Dalam hal ini sebanyak 106 siswa atau 48,85 % mengalami miskonsepsi. Hipotesis penelitian ini dianalisis menggunakan uji Mann-Whitney U-Test yang bertujuan untuk mengetahui apakah dua sampel yang bebas berasal dari populasi yang sama.

Nilai signifikansi yang diperoleh 0,264 dengan α = 0,05, hasil tersebut

menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan miskonsepsi IPA Fisika siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Seyegan dilihat dari jenis kelamin.

(12)

ix ABSTRACT

STUDENT’S MISCONCEPTION OF SCIENCE PHYSICS IN THE SECOND SEMESTER OF THE FIFTTH GRADER IN STATE ELEMENTARY

SCHOOLS IN SEYEGAN DISTRIC OF SLEMAN REGENCY

Marcelina Riski Yunita Jayanti Sanata Dharma University

2016

The background of this research is the low student’s understanding about Science Physics concept for students of 5th grader that caused there are misconception. The one of all that become a factor caused misconception is

student’s ability refer to student’s gender contrast that has the difference

intelegensi level. The aim of this research is to describe misconception of Science Physics in the second semester of the fifth grader in State Elementary School in multiple choice to test instrument as many as 20 items question.

This research’s result is found the misconception of Science Physiscs in student’s of the State Elementary Schools in Seyegan Distric. From 20 items

which analyzed, the bigest misconception occur in the 14th item about shadow characteristic in car or motorcycle mirror. In this matter, as many as 106 students

or 48,85 % experience misconception. This research’s hypothesis analyzed use

Mann-Whitney Test method, which the aim to know what the two independent samples source from the same population. From the analysis, get significant value

0,264 with α = 0,05, talk about result show that there is not contrast student’s

(13)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Pemurah, atas berkah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya skripsi ini dengan baik. Skripsi

yang berjudul “MISKONSEPSI IPA FISIKA SISWA KELAS V SEMESTER 2

SD NEGERI SE-KECAMATAN SEYEGAN KABUPATEN SLEMAN” ini

disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan dalam Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar.

Penulis menyadari bahwa selesainya skripsi ini tidak lepas dari banyak dukungan, bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih dengan segala ketulusan hati kepada :

1. Rohandi, Ph.D., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.

2. Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd., Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma.

3. Apri Damai Sagita Krissandi, M.Pd., Wakil Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma.

4. Maria Melani Ika Susanti, S.Pd., M.Pd. dan Kintan Limiansih, S.Pd., M.Pd., sebagai dosen pembimbing I dan dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam pembuatan karya ilmiah ini.

5. Semua kepala sekolah dan guru kelas V SD Negeri se-Kecamatan Seyegan, Kabupaten Sleman yang telah bersedia bekerja sama dengan baik dalam pelaksanaan penelitian ini.

6. Semua siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Seyegan, Kabupaten Sleman yang telah bersedia bekerja sama dan mendukung terlaksananya penelitian ini.

(14)

xi

selalu memberikan doa, dukungan, kasih sayang serta perhatian kepada penulis.

8. Teman-teman Payung Miskonsepsi IPA Fisika (Ardi, Annas, Lukas, Ones, Rani, Asri, Ratna, Mbak Pipin, Puput, Vero, Luky, Aldika, Dita, Pungky) yang selalu mau untuk bekerja sama, berbagi pengetahuan dan canda tawa.

9. Teman-teman PPL SD Kanisius Kenteng (Dewi, Tri, Johan) yang selalu memberi dukungan dan inspirasi serta penguatan.

10. Teman-teman kelas A, D, E angkatan 2012 yang selalu memberikan semangat, inspirasi dan banyak pengalaman.

11. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung dalam bentuk apapun, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ini.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Penulis mengharapkan segala bentuk kritik dan saran dari pembaca demi sempurnanya karya ilmiah ini.

(15)

xii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Batasan Masalah ... 6

D. Rumusan Masalah ... 7

E. Tujuan Penelitian ... 7

F. Manfaat Penelitian ... 8

G. Definisi Operasional ... 8

BAB II LANDASAN TEORI ... 10

A. Kajian Pustaka ... 10

(16)

xiii

BAB III METODE PENELITIAN ... 46

A. Jenis Penelitian ... 46

1. Variabel Terikat (Dependent Variabels) ... 52

2. Variabel Bebas (Independent Variabels) ... 52

E. Teknik Pengumpulan Data ... 52

1. Studi Dokumentasi ... 52

2. Wawancara ... 53

3. TesTertulis ... 53

F. Instrumen Penelitian ... 54

1. Instrumen Tes ... 54

2. Daftar Cek ... 56

G. Teknik Pengujian Instrumen ... 57

1. Uji Validitas ... 57

2. Uji Reliabilitas ... 65

H. Teknik Analisis Data ... 66

1. Analisis Deskriptif ... 66

2. Uji Hipotesis Perbedaan Miskonsepsi Siswa Dilihat Dari Jenis Kelamin ... 69

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 73

A. Hasil Penelitian ... 73

1. Deskripsi Pelaksanaan Penelitian ... 73

(17)

xiv

3. Deskripsi Miskonsepsi IPA Fisika Siswa Kelas V

SD Negeri se-Kecamatan Seyegan... 77

4. Uji Perbedaan Miskonsepsi Siswa Kelas V SD Negeri se-Kecamatan Seyegan Dilihat dari Jenis Kelamin Siswa ... 109

B. Pembahasan Hasil Analisis Data ... 116

BAB V PENUTUP ... 125

A. Kesimpulan ... 125

B. Keterbatasan Penelitian ... 126

C. Saran ... 126

DAFTAR REFERENSI ... 127

(18)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 2.1. Tabel Perbedaan Emosional dan Intelektual ... 35

Tabel 3.1. Populasi Siswa Kelas V SD N Se-Kecamatan Seyegan ... 48

Tabel 3.2. Sampel Penelitian yang Dihitung dengan Rumus Krejcie ... 50

Tabel 3.3. Kisi-kisi Soal Pilihan Ganda ... 55

Tabel 3.4. Ketentuan Pelaksanaan Revisi Instrumen ... 59

Tabel 3.5. Tabel Hasil Uji Validasi Ahli ... 61

Tabel 3.6. Validitas Soal Pilihan Ganda ... 64

Tabel 3.7. Kualifikasi Reliabilitas ... 65

Tabel 3.8. Reliabilitas Soal Pilihan Ganda ... 66

Tabel 4.1. Jenis Kelamin Siswa di SD Negeri Se-Kecamatan Seyegan ... 76

Tabel 4.2. Soal dan Kunci Jawaban KD 5.1 ... 79

Tabel 4.3. Soal dan Kunci Jawaban KD 5.2 ... 85

Tabel 4.4. Soal dan Kunci Jawaban KD 6.1 ... 94

Tabel 4.5. Soal dan Kunci Jawaban KD 6.2 ... 101

Tabel 4.6. Soal dan Kunci Jawaban KD 7.1 ... 103

Tabel 4.7. Soal dan Kunci Jawaban KD 7.3 ... 108

Tabel 4.8. Hasil Uji Normalitas ... 112

Tabel 4.9. Hasil Uji Homogenitas ... 113

Tabel 4.10. Peringkat Nilai Siswa Laki-Laki dan Perempuan ... 115

(19)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

Gambar 2.1. Literatur Map Penelitian ... 42

Gambar 3.1. Rumus Krejcie ... 50

Gambar 4.1. Pie Chart Jenis Kelamin Siswa ... 76

Gambar 4.2. Persentase Miskonsepsi Secara Umum ... 78

Gambar 4.3. Miskonsepsi Pada Butir Soal No. 1 ... 81

Gambar 4.4. Miskonsepsi Pada Butir Soal No. 2 ... 82

Gambar 4.5. Miskonsepsi Pada Butir Soal No. 3 ... 83

Gambar 4.6. Miskonsepsi Pada Butir Soal No. 4 ... 84

Gambar 4.7. Miskonsepsi Pada Butir Soal No. 5 ... 87

Gambar 4.8. Miskonsepsi Pada Butir Soal No. 6 ... 88

Gambar 4.9. Miskonsepsi Pada Butir Soal No. 7 ... 89

Gambar 4.10. Miskonsepsi Pada Butir Soal No. 8 ... 91

Gambar 4.11. Miskonsepsi Pada Butir Soal No. 9 ... 92

Gambar 4.12. Miskonsepsi Pada Butir Soal No. 10 ... 93

Gambar 4.13. Miskonsepsi Pada Butir Soal No. 11 ... 96

Gambar 4.14. Miskonsepsi Pada Butir Soal No. 12 ... 97

Gambar 4.15. Miskonsepsi Pada Butir Soal No. 13 ... 98

Gambar 4.16. Miskonsepsi Pada Butir Soal No. 14 ... 99

Gambar 4.17. Miskonsepsi Pada Butir Soal No. 15 ... 100

Gambar 4.18. Miskonsepsi Pada Butir Soal No. 16 ... 102

Gambar 4.19. Miskonsepsi Pada Butir Soal No. 17 ... 104

Gambar 4.20. Miskonsepsi Pada Butir Soal No. 18 ... 106

(20)

xvii

Gambar 4.22. Miskonsepsi Pada Butir Soal No. 20 ... 109

Gambar 4.23. Histogram Data Jenis Kelamin Siswa ... 111

(21)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

Lampiran 1a. Surat Pernyataan Bersedia Menyerahkan Hasil Penelitian ... 130

Lampiran 1b. Surat Ijin Penelitian dari Kantor Kesatuan Bangsa ... 131

Lampiran 1c. Surat Ijin dari BAPPEDA ... 132

Lampiran 1d. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian ... 133

Lampiran 1e. Surat Ijin Penelitian Dari Universitas/FKIP ... 134

Lampiran 2. Data SD Di Kecamatan Seyegan ... 135

Lampiran 3a. Rekap Hasil Expert Judgment Ahli ... 136

Lampiran 4. Prosedur Pengerjaan Soal ... 145

Lampiran 5. Identitas Siswa dan Orang Tua Siswa ... 146

Lampiran 6. Soal Uji Empiris ... 147

Lampiran 7. Hasil Uji Validasi Soal Empiris ... 153

Lampiran 8. Hasil Uji Reliabilitas Soal Empiris ... 154

Lampiran 9. Instrumen Soal Penelitian ... 155

Lampiran 10. Hasil Pengerjaan Salah Satu Sampel Penelitian ... 160

Lampiran 11a. Jawaban dan Miskonsepsi Siswa pada KD.5.1 ... 165

Lampiran 11b. Jawaban dan Miskonsepsi Siswa pada KD.5.2 ... 166

Lampiran 11c. Jawaban dan Miskonsepsi Siswa pada KD.6.1 ... 168

Lampiran 11d. Jawaban dan Miskonsepsi Siswa pada KD.6.2 ... 170

Lampiran 11e. Jawaban dan Miskonsepsi Siswa pada KD.7.1 ... 171

Lampiran 11f. Jawaban dan Miskonsepsi Siswa pada KD.7.3 ... 172

Lampiran 12. Hasil Pengerjaan Soal Pilihan Ganda ... 173

Lampiran 13. Hasil Uji Normalitas ... 185

(22)

xix

Lampiran 15. Hasil Uji Hipotesis ... 187

Lampiran 16. Hasil Uji Validitas Muka ... 188

Lampiran 17. Hasil Wawancara ... 189

Lampiran 18. Daftar Cek Jenis Kelamin ... 190

Lampiran 19. Foto Penelitian ... 191

Lampiran 20. Tabel Krejcie ... 192

(23)

1

BAB I PENDAHULUAN

Dalam Bab I menjelaskan tentang berbagai landasan dari penelitian ini,

yang memberikan informasi kepada pembaca. Bab I ini membahas tentang latar

belakang masalah, identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah,

tujuan penelitian, manfaat penelitian dan definisi operasional.

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan hal yang tidak terpisahkan dari kehidupan

manusia. Mulai dari manusia lahir hingga manusia menjadi dewasa tentunya

tidak lepas dari pendidikan. Hal tersebut didukung dengan hakikat

pendidikan yang menjadikan arah pendidikan kokoh dan kuat untuk bisa

memuliakan manusia (Triwiyanto, 2014: 19).

Pendidikan ini menjadi sumber untuk manusia memperoleh

pengetahuan yang dapat meningkatkan kesejahteraan serta kemakmuran

dalam hidup (Triwiyanto, 2014: 19). Pengetahuan tidak begitu saja bisa

langsung muncul, tetapi seperti yang diungkapkan oleh Keraf dan Dua

(dalam Triwiyanto, 2014: 19) bahwa gejala yang menyebabkan pengetahuan

terbentuk adalah melalui dua sumber yaitu kutub si pengenal dan kutub

yang dikenal, atau dapat juga diantara subjek serta objek. Pengetahuan

sendiri memiliki arti sebagai segala sesuatu yang diketahui oleh manusia

(24)

Pendidikan yang wajib ditempuh siswa di Indonesia adalah

pendidikan dasar, salah satunya sekolah dasar (SD). Di SD terdapat

berbagai mata pelajaran, salah satunya Ilmu Pengetahuan Alam. Secara

umum hakikat IPA adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari segala

sesuatu tentang alam, termasuk berbagai peristiwa yang terjadi di alam

(Samatowa, 2011: 3). Dalam IPA ini dibahas tentang berbagai gejala serta

kejadian-kejadian di alam yang disusun secara sistematis. Hal tersebut

dilaksanakan berdasarkan pada percobaan dan hasil pengamatan yang telah

dilakukan oleh para ahli. Dalam IPA ini bukan semata-mata membahas

tentang benda dan makhluk hidup saja, tetapi juga mempelajari tentang

bagaimana cara kerja, cara berpikir atau menalarnya serta mempelajari

bagaimana cara untuk memecahkan setiap persoalan yang ada di dalamnya.

Materi dasar-dasar IPA sudah mulai disampaikan di tingkat SD, sedangkan

materi yang lebih tinggi akan disampaikan di tingkat sekolah menengah

hingga ke perguruan tinggi.

Di SD materi IPA yang disampaikan lebih menjurus pada IPA secara

umum, belum diajarkan IPA secara spesifik pada fisika, biologi maupun

kimia. Namun meskipun demikian, materi tersebut tetap dapat dibedakan

pada setiap cabangnya. Dalam IPA di SD ini, siswa diberikan kesempatan

untuk berlatih berbagai keterampilan yang telah disesuaikan dengan

perkembangan kognitifnya (Samatowa, 2011: 5). Dalam keterampilan

proses berarti siswa belajar untuk mengamati, mencoba memahami apa

(25)

yang terjadi dan menguji hasil tebakan atau ramalan berdasarkan kondisi

untuk melihat apakah hal tersebut benar (Paolo dalam Samatowa, 2011: 5).

IPA penting disampaikan sebagai pembelajaran karena memiliki

tujuan untuk membantu perkembangan suatu bangsa, yang mana dalam hal

ini IPA menjadi dasar suatu teknologi, sedangkan teknologi sendiri

dianggap sebagai tulang punggung pembangunan suatu bangsa. Kemudian

selain itu IPA juga bertujuan untuk bisa membentuk kepribadian siswa

secara keseluruhan dengan menggunakan nilai-nilai pendidikannya. Selain

itu siswa dapat juga menjadi berpikir kritis, sehingga ia bisa berlatih

menemukan dan menyelidiki pengetahuan yang baru atau dengan kata lain

siswa bisa mengikuti metode “inkuiri”. Di samping itu, IPA juga

mengajarkan ilmunya kepada siswa dengan kegiatan-kegiatan percobaan,

sehingga anak tidak melulu harus menghafalkan materi yang disampaikan

(Samatowa, 2011: 4). Pentingnya konsep IPA dipahami oleh siswa adalah

untuk bekal pada nantinya ketika mereka menerapkan dan

mengimplementasikan ilmunya tersebut pada kehidupannya sehari-hari,

baik itu dalam pendidikan yang lebih lanjut maupun di dalam dunia kerja.

Hasil pembelajaran IPA di Indonesia saat ini seakan jauh berbeda

dengan tujuan dari IPA itu sendiri. Berdasarkan hasil pengamatan yang

dilakukan oleh peneliti pada beberapa sekolah, IPA merupakan ilmu

hafalan. Sehingga pada waktu ada tes atau ujian, siswa belajar untuk

menghafalkan materi yang diujikan tersebut. Padahal sesuai dengan

(26)

ingin tahu yang tinggi, mengembangkan kemampuan bertanya dan

kemudian akan membuat siswa tersebut berusaha sendiri untuk mencari

jawaban dari suatu pertanyaan tersebut serta mengembangkan

kemampuannya dalam berpikir ilmiah (Samatowa, 2011: 2).

Di Indonesia pada saat sekarang ini, peneliti melihat dari hasil

International Mathematics and Science Study (TIMSS) tahun 2007 yang menyatakan bahwa siswa Indonesia khususnya pada literasi Sains terletak di

urutan 35 dari 49 negara, dengan pencapaian skor 433 yang masih di bawah

skor rata-rata internasional yaitu 500. Hal ini membuktikan bahwa prestasi

IPA siswa di Indonesia rendah.

Rendahnya prestasi IPA didukung data wawancara dengan salah satu

guru SD di kecamatan Seyegan, keadaan yang dialami siswa kelas V di SD

Negeri seluruh Kecamatan Seyegan terutama pada mata pelajaran IPA

kurang baik. Dikatakan oleh guru tersebut bahwa pemahaman siswa

terhadap materi IPA masih kurang. Hal tersebut berpengaruh pada hasil

belajar yang mereka peroleh. Menurut guru tersebut, kurangnya pemahaman

siswa terhadap materi IPA disebabkan oleh beberapa faktor seperti

kurangnya kreatifitas guru ketika mengajar dan minimnya alat peraga yang

tersedia di sekolah.

Rendahnya prestasi seseorang atau siswa, salah satunya disebabkan

oleh miskonsepsi (Suparno, 2005: 40). Miskonsepsi adalah suatu konsep

yang tidak sesuai dengan konsep yang diakui oleh para ahli (Suparno, 2005:

(27)

terus ada dalam pikiran siswa, sehingga dengan hal tersebut siswa dapat

membentuk pengetahuannya dengan lebih tepat dan benar (Suparno, 2005:

136) sesuai dengan konsep yang sebenarnya dan kemudian dapat

menggunakan pengetahuan tersebut dengan tepat dan benar pula.

Miskonsepsi juga perlu diteliti agar dapat diketahui penyebab dan cara

untuk bisa mengatasi miskonsepsi tersebut, sehingga dengan hal tersebut

para ahli maupun guru dapat membantu siswa keluar dari miskonsepsi dan

pendidikan pun dapat menjadi maju serta lebih berkembang (Suparno, 2005:

131).

Kemampuan siswa juga menjadi pengaruh dalam terjadinya

miskonsepsi. Suparno (2005: 40) mengatakan bahwa siswa yang memiliki

intelegensi matematis-logis yang kurang tinggi, maka ia akan mengalami

kesulitan dalam memahami konsep pelajaran, khususnya fisika, terlebih

yang abstrak. Di antara siswa laki-laki dan perempuan terdapat perbedaan

secara biologis dan juga psikologis. Dari segi biologis, siswa laki-laki dan

perempuan dapat dilihat dari fisiknya, seperti perbedaan alat reproduksi dan

bentuk badannya. Dari segi psikologis, seperti yang dikatakan Unger (dalam

Amanah, 2012: 32) siswa laki-laki memiliki tingkat pemikiran logis yang

lebih tinggi daripada siswa perempuan. Namun perbedaan jenis kelamin

tersebut, bukan menjadi jaminan ada atau tidaknya perbedaan miskonsepsi

antara siswa laki-laki dan perempuan, karena selain hal tersebut juga masih

(28)

Berdasarkan dari uraian di atas, maka peneliti melakukan penelitian

tentang “Miskonsepsi IPA Fisika Siswa Kelas V Semester 2 SD Negeri se

Kecamatan Seyegan Kabupaten Sleman”. Hal ini peneliti pilih sebagai

penelitian, karena peneliti tertarik dan berharap agar tidak terjadi lagi

miskonsepsi, terutama dalam mata pelajaran IPA Fisika di SD.

B. Identifikasi Masalah

Dalam penelitian ini mengungkapkan beberapa masalah yang menjadi

dasar penelitian. Masalah tersebut adalah sebagai berikut :

1. Prestasi belajar IPA di Kecamatan Seyegan yang tergolong rendah.

2. Penguasaan siswa tentang konsep IPA yang masih sempit.

3. Penguasaan keterampilan dan kreatifitas guru dalam mengajar IPA

yang masih kurang atau minim.

C. Batasan Masalah

Batasan masalah yang diungkapkan peneliti dalam penlitian ini adalah

sebagai berikut :

1. Penelitian ini dilaksanakan pada siswa kelas V di seluruh SD Negeri

yang berada di Kecamatan Seyegan, semester genap tahun pelajaran

2014/2015 yang menggunakan KTSP 2006.

2. Penelitian ini adalah tentang miskonsepsi IPA Fisika untuk siswa SD

(29)

energi (KD 5.1), pesawat sederhana (KD 5.2), sifat-sifat cahaya (KD

6.1) serta pelapukan (KD 7.1).

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan batasan masalah yang telah

diungkapkan oleh peneliti, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah

sebagai berikut :

1. Bagaimanakah miskonsepsi IPA Fisika siswa kelas V SD semester

genap se-Kecamatan Seyegan?

2. Apakah ada perbedaan miskonsepsi IPA Fisika dilihat dari jenis

kelamin siswa kelas V SD semester genap se-Kecamatan Seyegan?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah diungkapkan, maka tujuan penelitian

ini adalah untuk :

1. Mendeskripsikan miskonsepsi IPA Fisika siswa kelas V SD semester

genap se-Kecamatan Seyegan.

2. Mengetahui adanya perbedaan miskonsepsi IPA Fisika dilihat dari jenis

kelamin kelas V SD semester genap se-Kecamatan Seyegan.

F. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang

(30)

1. Guru

Dengan penelitian ini diharapkan guru dapat memperbaiki caranya

dalam menyampaikan materi pelajaran, terutama dalam materi IPA

Fisika untuk kelas V SD, sehingga setidaknya guru bisa mengurangi

atau bahkan menghilangkan miskonsepsi pada siswa. Selain itu, guru

juga bisa mengetahui faktor apa saja yang dapat mempengaruhi

terjadinya miskonsepsi pada siswa.

2. Siswa

Dengan penelitian ini, siswa dapat lebih memahami konsep materi

IPA Fisika yang benar, sehingga tidak terjadi miskonsepsi lagi. Selain

itu siswa juga dapat meningkatkan prestasi belajarnya.

3. Peneliti

Dengan penelitian ini, peneliti dapat mengetahui berbagai faktor

yang menyebabkan timbulnya miskonsepsi terutama pada materi IPA

Fisika untuk kelas V SD, sehingga pada nantinya peneliti dapat

mengurangi terjadinya miskonsepsi ini ketika menjadi guru.

G. Definisi Operasional

Definisi operasional ini memuat tentang jabaran singkat mengenai

istilah-istilah yang terdapat dalam penelitian ini. Istilah-istilah tersebut

antara lain adalah sebagai berikut :

1. Miskonsepsi dapat diartikan sebagai suatu konsep yang tidak sesuai

(31)

2. Miskonsepsi IPA adalah miskonsepsi yang terjadi pada semua bidang

IPA atau sains, baik dalam bidang biologi, kimia dan juga fisika.

3. Miskonsepsi IPA Fisika adalah miskonsepsi yang terjadi dalam semua

bidang fisika, seperti mekanika, optika dan gelombang, panas dan

termodinamika, listrik dan magnet, fisika modern, dan tata surya.

4. Siswa kelas V SD adalah siswa yang menempuh pendidikan dasar dan

berada pada tingkat yang kelima, berusia sekitar 10 tahun.

5. Kecamatan Seyegan merupakan salah satu kecamatan yang terletak di

Kabupaten Sleman, Provinsi DIY. Di sebelah Barat berbatasan

langsung dengan Kecamatan Minggir, batas sebelah Timur adalah

Kecamatan Mlati, kemudian di sebelah Selatan berbatasan dengan

Kecamatan Godean, dan di sebelah Utara berbatasan dengan

Kecamatan Tempel.

6. Jenis kelamin adalah suatu sifat yang dibagikan ke dalam dua jenis

kelamin manusia, yang mana sifat tersebut ditentukan dengan cara

biologis, yang mana sifat tersebut sudah melekat pada jenis kelamin

tertentu, yaitu laki-laki dan perempuan. Selain perbedaan biologis,

antara siswa laki-laki dan perempuan juga terdapat perbedaan secara

(32)

10

BAB II

LANDASAN TEORI

Dalam landasan teori dalam Bab II ini akan membahas tentang kajian

pustaka, hasil penelitian yang relevan, kerangka berpikir serta hipotesis penelitian.

Dalam bagian kajian teori akan membahas beberapa teori yang berkaitan dengan

penelitian, yaitu konsep, konsepsi, miskonsepsi, hakikat pembelajaran IPA,

pembelajaran IPA untuk kelas V SD, miskonsepsi dalam IPA, dan jenis kelamin.

A. Kajian Pustaka 1. Konsep

a. Definisi Konsep

Konsep adalah suatu abstraksi mental yang mewakili satu

kelas stimulus atau rangsangan, yang mana konsep tersebut

sudah dipelajari bila siswa atau yang diajar sudah dapat

menampilkan perilaku tertentu atau umpan balik (Dahar, 2006:

64). Selain itu seperti yang diungkapkan oleh Soejadi (dalam

Ramadhani, 2015: 9) bahwa konsep adalah sebuah ide yang

abstrak, yang digunakan dalam penggolongan maupun

klasifikasi dari beberapa objek.

Berdasarkan dari kedua pendapat ahli tersebut, maka

peneliti dapat menyimpulkan bahwa konsep merupakan suatu

(33)

dalam penggolongan beberapa objek sehingga dapat

memberikan umpan balik.

b. Ciri-ciri Konsep

Pada dasarnya, konsep yang merupakan suatu ide abstrak

yang diharapkan dapat memberikan umpan balik dari setiap

orang, yang mana setiap orang tersebut kemudian dapat

mengartikan konsep tersebut. Ciri-ciri konsep yang dipaparkan

oleh Hamalik (dalam Ramadhani, 2015: 10) dapat digolongkan

ke dalam tiga kategori, seperti berikut ini :

1) Memiliki hal yang membedakan konsep satu dengan

konsep yang lainnya yaitu adalah atribut konsep. Hal

tersebut membuat munculnya kekhasan dari setiap konsep.

2) Banyaknya atribut dalam konsep disebut dengan jumlah

atribut. Hal ini yang menyebabkan jumlah setiap atribut

dalam satu konsep dengan konsep yang lainnya berbeda.

3) Penunjuk lebih dominannya bebebapa atribut daripada

atribut yang lain adalah kodominan atribut.

Contoh sederhana atribut suatu konsep adalah atribut

konsep suatu buku tulis. Atributnya adalah kertas, sampul buku,

(34)

c. Jenis-jenis Konsep

Selain memiliki ciri-ciri, konsep juga memiliki beberapa

jenis seperti yang diungkapkan Amien (dalam Risqi, 2015: 10).

Jenis-jenis konsep dalam hal ini dibagi menjadi 3, yaitu :

1) Konsep klasifikasional, merupakan jenis konsep yang

bentuknya berdasarkan pada klasifikasi beberapa fakta

yang kemudian dimasukkan ke dalam suatu bagan yang

terorganisir.

2) Konsep korelasional, jenis konsep ini berisi tentang

berbagai kejadian yang saling berhubungan.

3) Konsep teoritik, merupakan jenis konsep yang membantu

setiap orang agar lebih mudah ketika mempelajari

berbagai fakta, kejadian ataupun peristiwa yang memiliki

sistem terorganisir.

d. Perolehan Konsep

Konsep dapat diperoleh atau didapatkan melalui dua cara,

yaitu dengan pembentukan konsep dan asimilasi konsep sesuai

dengan yang diungkapkan Ausubel (dalam Dahar 2011: 64).

Selain itu, yang disampaikan oleh Gagne (dalam Dahar 2011:

64) bahwa pembentukan dari suatu konsep tersebut sama dengan

belajar konsep yang konkret atau nyata. Yang terutama dalam

pembentukan konsep ini adalah bentuk yang telah didapatkan

(35)

asimilasi konsep adalah suatu cara yang dilakukan untuk

mendapatkan konsep ketika sekolah dan sesudah sekolah.

Berikut ini adalah cara yang digunakan dalam perolehan

konsep :

1) Pembentukan Konsep

Pembentukan konsep ini merupakan suatu proses

induktif, di mana anak akan mengabtraksi atribut tertentu

yang sama dengan stimulus, apabila anak tersebut

dihadapkan pada stimulus lingkungan tertentu. Dalam hal

ini, pembentukan konsep merupakan bentuk dari belajar

penemuan. Tidak hanya pada anak-anak saja, namun

orang tua juga mengalami hal tersebut dalam proses

kehidupannya tetapi tingkat kerumitannya akan lebih

tinggi. Pola yang diikuti dalam pembentukan konsep ini

adalah pola contoh atau pola “egrule” (eg = example = contoh).

Contoh pembentukan konsep yang terjadi pada anak

adalah ketika sebelum ia memasuki dunia sekolah, ia

sudah memperoleh tentang konsep-konsep mengenai meja,

tas, sepatu, berjalan, dan konsep-konsep sederhana lain

yang mereka temui di kehidupannya.

Misalnya konsep induktif tentang meja. Anak

(36)

memiliki empat kaki, memiliki permukaan datar,

kemudian memahami bahwa benda tersebut merupakan

benda padat. Dari proses tersebut, siswa mengetahui

bahwa benda tersebut adalah meja.

2) Asimilasi Konsep

Asimilasi konsep ini berlawanan dengan

pembentukan konsep yang sifatnya induktif. Asimilasi

konsep bersifat deduktif. Hal tersebut dikarenakan dalam

hal ini anak akan memperoleh nama konsep dan juga

atribut konsep. Sesuai dengan pendapat dari Ausubel

(dalam Dahar, 2011: 65) hal ini berarti bahwa siswa

belajar tentang konsep baru, sehingga pada akhirnya

mereka bisa menghubungkan setiap atribut dengan ide-ide

yang telah ada di dalam kemampuan kognitif yang telah

mereka miliki sebelumnya.

Untuk memperoleh konsep secara asimilasi ini,

siswa yang belajar haruslah sudah mempunyai pengertian

atau definisi yang formal terlebih dahulu dari konsep itu

sendiri. Contohnya adalah siswa harus mengetahui dulu

konsep tentang binatang zebra. Zebra adalah hewan yang

memiliki garis hitam putih di badannya. Dengan hal

tersebut siswa akan mengetahui perbedaan antara hewan

(37)

berbeda atributnya. Hal ini biasanya disebut dengan

belajar konsep atau “rule-eg”. 2. Konsepsi

Konsepsi berdasarkan yang diungkapkan oleh Berg (dalam

Ramadhani, 2015: 15) adalah suatu penafsiran setiap individu

terhadap suatu konsep. Setiap individu sebelum ia memasuki dunia

sekolah tentu saja sudah memiliki bekal pemahaman tentang suatu

konsep yang ia pahami dengan caranya sendiri. Konsepsi tersebut ia

dapatkan bisa dari pengalaman-pengalamannya sendiri maupun dari

apa yang disampaikan oleh lingkungan di sekitarnya. Konsep yang ia

pahami tersebut bisa memiliki dua kemungkinan, bisa salah atau juga

bisa benar.

Dari uraian tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa konsepsi

merupakan pemahaman seseorang terhadap suatu konsep yang ia

jabarkan berdasarkan pemahamannya sendiri sesuai dengan

pemikirannya.

3. Miskonsepsi

a. Pengertian Miskonsepsi

Tentunya istilah miskonsepsi sudah banyak dikenal

diberbagai kalangan pendidikan. Namun mungkin pada dasarnya

setiap orang belum mengetahui benar definisi atau pengertian

dari miskonsepsi itu sendiri. Miskonsepsi atau salah konsep

(38)

memang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah yang telah

diterima oleh pakar yang memang mengetahui mengenai bidang

tersebut (Suparno, 2005: 4).

Miskonsepsi adalah suatu pandangan yang masih naif atau

gagasan yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah yang

sekarang sudah diterima, hal tersebut merupakan ungkapan dari

Brown (dalam Suparno, 2005: 4). Selain itu miskonsepsi yang

diungkapkan oleh Novak (dalam Suparno, 2005: 4) adalah suatu

interpretasi atau penerapan berbagai konsep yang ada dalam

suatu pernyataan yang tidak dapat diterima.

Berdasarkan dari beberapa definisi yang telah

diungkapkan oleh sejumlah ahli tersebut, peneliti menyimpulkan

miskonsepsi adalah ketidaksesuaian suatu konsep yang diterima

oleh seseorang dengan konsep yang sebenarnya dan yang telah

didasarkan pada suatu pengertian ilmiah.

b. Faktor Penyebab Miskonsepsi

Suparno (2005: 34) menjelaskan beberapa hal yang

menyebabkan terjadinya miskonsepsi dalam diri siswa.

penyebabnya adalah sebagai berikut :

1) Mahasiswa atau Siswa

Penyebab ini biasanya yang sering menjadi hal utama

munculnya miskonsepsi pada siswa. Hal ini dikarenakan

(39)

tertanam dalam pikirannya, yang berasal dari orang tua,

teman atau lingkungan sekitarnya. Namun, dalam hal ini

sesuatu yang ada di pikiran siswa akan terus berkembang

sesuai dengan situasi yang dihadapinya, menurut Piaget

(dalam Suparno, 2005: 35), (2) pemikiran asosiatif pada

siswa juga dapat menyebabkan miskonsepsi, karena siswa

sudah mempunyai suatu konsep yang memiliki arti

tertentu sebelum ia ikut dalam pembelajaran di kelas dan

menurut Marshall dan Gilmour (Suparno, 2005: 36)

biasanya konsep tersebut akan mereka asosiasikan secara

berbeda dengan apa yang telah disampaikan oleh guru.

Kemudian (3) pemikiran humanistik atau pandangan

manusiawi menjadi penyebab lain munculnya

miskonsepsi. Pemikiran humanistik ini berarti bahwa

siswa memandang benda-benda di sekitarnya secara

manusiawi atau menganggap benda tersebut hidup seperti

manusia. Lalu (4) penalaran atau reasoning siswa yang tidak lengkap/salah juga dapat menyebabkan miskonsepsi,

hal ini terjadi karena alasan bahwa informasi yang siswa

dapatkan tidak lengkap, selain itu karena adanya penarikan

kesimpulan yang salah. Selanjutnya (5) intuisi atau

perasaan dalam diri siswa yang salah juga dapat

(40)

biasanya muncul dari hasil pengamatan suatu benda,

kegiatan, atau kejadian yang terus-menerus, yang

kemudian menghasilkan pengertian secara spontan. Hal

tersebut yang bisa menyebabkan munsulnya miskonsepsi,

karena siswa tidak berpikir secara kritis. Ada juga

penyebab miskonsepsi yang lain, yaitu (6) tahap

perkembangan kognitif siswa. Jika materi yang

disampaikan tidak sesuai dengan tingkat perkembangan

kognitif siswa, maka hal tersebut dapat menyebabkan

terjadinya miskonsepsi karena siswa belum bisa mencerna

apa yang ia dapatkan. Ada di mana saatnya siswa belum

mengerti sesuatu hal yang abstrak, sehingga ia perlu

contoh yang nyata untuk dia bisa memahami dan mengerti

suatu konsep dengan benar. Hal lain yang dapat

menyebabkan miskonsepsi adalah (7) kemampuan siswa

dan (8) minat belajar dari siswa itu sendiri. Jika seorang

siswa kurang memiliki kemampuan dalam suatu bidang

pelajaran, maka biasanya ia akan sulit untuk mengikuti

proses pembelajaran dan sulit untuk menangkap

konsep-konsep materi pelajaran yang disampaikan. Selain itu,

beberapa siswa memang tidak berminat pada mata

pelajaran tertentu. Siswa tidak mau mendengarkan ketika

(41)

belajar, sehingga hal tersebut menimbulkan miskonsepsi

dalam diri siswa tersebut.

2) Guru

Miskonsepsi juga dapat terjadi karena pengaruh dari

guru. Hal tersebut dapat terjadi karena guru sendiri

memiliki pemahaman yang kurang atau salah mengenai

bahan yang disampaikannya kepada siswa, sehingga

pemahaman yang salah tersebut akan diteruskan kepada

siswa (Suparno, 2005: 42).

3) Buku Teks

Suparno (2005: 44) menerangkan bahwa buku teks

panduan pembelajaran suatu mata pelajaran dapat saja

menyebabkan miskonsepsi. Hal ini bisa terjadi karena

bahasa yang digunakan dalam buku tersebut sulit dan bisa

juga karena memang penjelasannya kurang atau bahkan

salah, tetapi hal itu masih terus menerus dilanjutkan.

4) Konteks

Miskonsepsi yang terjadi karena konteks ini dapat

berasal dari beberapa hal, seperti pengalaman siswa yang

menyebabkan adanya pengertian yang terbatas, bahasa

sehari-hari yang digunakan menimbulkan kebiasaan

penggunaan istilah yang salah. Selain itu ada juga karena

(42)

dominansi dari seseorang dapat menyebabkan miskonsepsi

tersebut karena jika seseorang yang dominan tersebut

sudah berbicara dan yakin benar, padahal kenyataannya

salah, tetap saja orang lain atau siswa lain mempercayai

kata-kata orang tersebut. Hal lain yang menyebabkan

miskonsepsi adalah ajaran agama terkadang sulit

disambungkan dengan ilmu pengetahuan secara ilmiah

(Suparno, 2005: 49).

5) Metode Mengajar

Seorang guru yang hanya menggunakan satu metode

saja dalam mengajar memang baik, hanya saja juga akan

menimbulkan efek yang tidak baik terhadap pemahaman

siswa. Maka, guru perlu untuk membuka diri untuk

menggunakan metode mengajar yang lain (Suparno, 2005:

50).

6) Filsafat Konstruktivisme

Filsafat konstruktivisme menyatakan bahwa ilmu

pengetahuan yang diperoleh siswa berasal dari

lingkungan, tantangan atau materi yang dipelajari. Dalam

hal ini, siswa membangun sendiri pengetahuannya

sehingga bisa saja terjadi kesalahan pemahaman yang

kemudian menimbulkan miskonsepsi dalam pemikiran

(43)

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor

penyebab miskonsepsi dapat berasal dari berbagai macam hal.

Mulai dari diri siswa sendiri, pembentukan pengetahuan awal

seseorang, guru yang mengajarkan materi, konteks kehidupan

seseorang, buku pelajaran yang digunakan dan metode mengajar

yang dilakukan oleh guru.

4. Hakikat Pembelajaran IPA

a. Hakikat IPA

Hakikat IPA menurut pernyataan Darmojo (dalam

Samatowa, 2011: 2) adalah ilmu pengetahuan yang objektif dan

rasional mengenai alam semesta beserta seisinya. Selain hal

tersebut, IPA juga merupakan suatu cara untuk mengamati apa

saja yang berhubungan dengan alam. Dalam hal ini perspektif

IPA terbentuk dari hubungan antara fenomena satu dengan

fenomena yang lain yang pengamatannya bersifat analisis,

lengkap, dan cermat. Pada umumnya, IPA adalah ilmu

pengetahuan yang mempelajari mengenai berbagai kejadian dan

peristiwa yang terjadi di alam.

IPA ini mengkaji mengenai berbagai gejala alam yang

didasarkan dari pengamatan dan berbagai percobaan, yang

kemudian hasilnya disusun secara sistematis. Karena IPA ini

merupakan ilmu yang berhubungan dengan ilmu alam yang

(44)

disebutkan Samatowa (2011: 3) bahwa IPA adalah ilmu

pengetahuan yang memiliki objek serta dalam pengamatannya

menggunakan metode secara ilmiah.

Pada hakikatnya IPA ini disusun berdasarkan IPA sebagai

produk, IPA sebagai proses dan IPA sebagai dimensi sikap,

seperti pernyataan Iskandar (dalam Berek, 2015: 9) berikut ini:

1) IPA sebagai produk

IPA sebagai produk ini adalah ilmu pengetahuan

tentang alam yang mana ilmu ini mempelajari tentang

berbagai kejadian atau peristiwa yang terjadi di alam. IPA

sebagai produk ini kemudian akan menghasilkan berbagai

fakta, konsep, prinsip dan teori-teori (hukum) yang ada di

dalam IPA.

2) IPA sebagai proses

IPA bukanlah ilmu yang hanya merupakan

kumpulan dari pengetahuan tentang berbagai benda atau

makhluk yang hidup saja, namun IPA ini juga

memerlukan cara untuk bekerja, cara untuk berpikir serta

cara untuk menemukan pemecahan suatu permasalahan.

Proses IPA ini dilakukan oleh para ahli atau ilmuwan

dengan cara yang sistematis.

(45)

Selain IPA bisa dinyatakan sebagai suatu produk

dan proses dalam hal perkembangan pengetahuan, IPA ini

juga dinyatakan sebagai suatu dimensi sikap. Dimensi

sikap ini dikarenakan IPA dapat mengembangkan rasa

ingin tahu siswa, mengajarkan ketelitian serta

mengajarkan tanggung jawab kepada siswa.

b. Hakikat Pembelajaran IPA

Hakikat pembelajaran IPA secara umum adalah ilmu yang

berhubungan dengan bagaimana cara untuk mencari tahu

tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan alam secara

sistematis. Hal ini dilakukan agar pengetahuan yang diperoleh

tidak hanya sebatas pada penguasaan berbagai fakta, konsep

ataupun prinsip saja tetapi juga diharapkan bisa digunakan

sebagai suatu proses penemuan atau sering disebut dengan

inkuiri (Standar Isi SK/KD KTSP, 2006: 161).

Pembelajaran IPA ini pada dasarnya melaksanakan

prosesnya dengan memberikan pengalaman langsung kepada

siswa untuk mengenal, memahami serta mengeksplorasi alam di

sekitarnya. Pembelajaran IPA yang paling tepat menurut

Samatowa (2011: 5) adalah pembelajaran mengenai latihan

berbagai keterampilan proses IPA yang telah disesuaikan dan

dibentuk kembali sesuai dengan tahap perkembangan kognitif

(46)

Paolo dan Marten (dalam Samatowa, 2011: 5) terdiri dari

mengamati, memahami apa yang diamati, meramalkan apa yang

terjadi dengan pengetahuan baru yang dimiliki dan menguji

tebakan atau ramalan, apakah itu benar atau tidak.

Dalam pembelajaran IPA ini siswa perlu untuk melakukan

coba-coba, sehingga jika terjadi kesalahan atau kegagalan maka

siswa tersebut bisa untuk mencoba lagi. IPA juga tidak selalu

menyediakan jawaban untuk setiap masalah secara instan,

sehingga berdasarkan hal berikut seorang guru harus selalu siap

untuk memodifikasi pembelajaran tentang alam ini sesuai

dengan perkembangan penemuan yang baru.

Samatowa (2011: 6) menyatakan bahwa pembelajaran IPA

yang dimasukkan ke dalam kurikulum memiliki tujuan untuk:

1) Membantu suatu bangsa dalam perkembangan

pembangunan melalui teknologi yang semakin mutakhir.

2) Membantu siswa untuk belajar berpikir secara kritis,

dengan metode inkuiri.

3) Mematahkan anggapan IPA sebagai mata pelajaran

hafalan dengan mengajarkan berbagai eksperimen yang

dilakukan oleh siswa.

4) Membentuk kepribadian siswa secara menyeluruh dengan

adanya nilai-nilai pendidikan yang terkandung di

(47)

Pembelajaran IPA memiliki ciri khusus yaitu adanya

interaksi langsung siswa dengan lingkungan di sekitarnya.

Dengan demikian IPA mengambangkan nilai yang bermanfaat

dalam kehidupannya secara pribadi maupun masyarakat

sekarang maupun di masa depan. Hal lain adalah bahwa

pembelajaran IPA juga akan mempengaruhi konsepsi pada

siswa. Jika siswa memperoleh suatu konsep dasar yang

sederhana, maka dengan pembelajaran IPA anak akan semakin

mengembangkan pemahaman yang lebih jauh tentang kosep

tersebut. Kemudian dengan pembelajaran IPA secara hafalan

dan pemahaman suatu konsep, siswa perlu diberikan

kesempatan untuk mengambangkan rasa ingin tahunya dan

bagaimana ia mengungkapkan penjelasannya secara logis.

Pembelajaran IPA adalah pembelajaran yang sifatnya

aktif, karena menekankan kegiatan siswa dari pada gurunya.

Pembelajaran IPA juga memiliki aspek pokok yaitu siswa

menyadari keterbatasan pengetahuan yang mereka miliki, siswa

memiliki rasa ingin tahu terhadap pengetahuan baru dan

kemudian siswa bisa menerapkannya dalam kehidupan secara

nyata.

Aspek penting menurut Samatowa (2011: 10) yang perlu

diperhatikan guru untuk mengembangkan pembelajaran IPA

(48)

1) Guru perlu memahami konsepsi dan pengetahuan relevan

yang telah dimiliki oleh siswa sejak sebelum pembelajaran

dimulai.

2) Hal utama dalam pembelajaran IPA adalah aktivitas siswa

di alam secara nyata.

3) Yang menjadi bagian penting dan utama dalam

pembelajaran IPA adalah kegiatan bertanya.

4) Pembelajaran IPA memberikan kesempatan untuk siswa

dalam mengembangkan kemampuannya berpikir dan

menjabarkan suatu masalah.

5. Pembelajaran IPA untuk Kelas V SD

Dalam penelitian ini, pembelajaran kelas V SD yang digunakan

adalah materi semester 2 tentang gaya, gerak dan energi, pesawat

sederhana, cahaya, serta bumi dan alam semesta khususnya struktur

bumi, pelapukan dan jenis tanah.

a. Gaya, Gerak dan Energi

Gaya adalah gerakan mendorong atau menarik yang

menyebabkan benda menjadi bergerak (Sulistyanto, 2008: 89).

Gaya yang dikerjakan pada suatu benda akan mempengaruhi

benda tersebut, sehingga benda dapat bergerak, berubah bentuk

maupun berubah arah. Kekuatan yang dikeluarkan untuk

(49)

2009:99). Berdasarkan sumbernya, gaya dapat dibedakan

menjadi gaya gesek, gaya magnet, dan gaya gravitasi.

1) Gaya gesek

Gaya gesek merupakan gaya yang timbul atau

muncul pada dua permukaan benda yang saling

bersinggungan (Priyono, 2009:100). Akibat dari dua benda

yang bersinggungan tersebut maka salah satu benda akan

bergerak. Gaya gesek ini dipengaruhi oleh permukaan

bidang sentuh. Semakin licin permukaan bidang sentuh,

maka semakin kecil gaya geseknya. Selain itu, gaya gesek

juga dipengaruhi oleh luas permukaan bidang singgung.

Semakin luas bidang singgungnya, maka semakin besar

gaya geseknya.

Contoh gaya gesek dalam kehidupan sehari-hari

yang mudah ditemui adalah gaya gesek antara jalan

dengan roda kendaraan. Selain itu, gaya gesek antara

sepatu sepak bola dan lapangan.

2) Gaya Magnet

Gaya magnet adalah tarikan atau dorongan yang

disebabkan oleh magnet (Sulistyanto, 2008:90). Benda

yang dapat ditarik oleh gaya magnet disebut benda

magnetis, sedangkan benda yang tidak dapat ditarik oleh

(50)

Contoh penggunaan magnet dalam kehidupan

sehari-hari adalah pada pengunci kotak pensil atau tas,

kompas, speaker radio, dll.

3) Gaya Gravitasi

Gaya gravitasi bumi disebut juga dengan gaya tarik

bumi (gravitasi bumi). Gravitasi merupakan gaya

tarik-menarik yang terjadi antara semua partikel yang memiliki

massa atau berat di alam semesta (Sulistyanto, 2008:98).

Gravitasi menyebabkan benda selalu bergerak ke

bawah. Contohnya adalah bola yang dilempar ke atas

maka akan kembali ke bawah lagi, air mengalir dari

tempat yang tinggi ke tempat yang lebih rendah, dan juga

buah yang jatuh dari pohon.

b. Pesawat Sederhana

Pesawat sederhana adalah alat teknik yang digunakan

untuk mempermudah atau meringankan pekerjaan maupun

usaha manusia (Priyono, 2009:111). Pesawat sederhana dibagi

menjadi tiga jenis, yaitu tuas, bidang miring, dan katrol.

1) Tuas

Sistem kerja sebuah tuas terdiri dari beban, titik

tumpu dan kuasa. Tuas jenis pertama contohnya jungkat-jungkit dengan titik tumpu berada di antara beban dan

(51)

tumpu dan kuasa, contohnya gerobak pasir dan pemecah

kemiri. Tuas jenis ketiga letak kuasanya di antara titik tumpu dan beban, contohnya sekop.

2) Bidang Miring

Bidang miring merupakan permukaan rata yang

menghubungkan dua tempat yang berbeda ketinggiannya

(Sulistyanto, 2008: 115). Keuntungan menggunakan

bidang miring adalah lebih mudah untuk memindahkan

suatu benda ke tempat yang tinggi dengan gaya yang lebih

kecil. Namun ada juga kelemahan bidang miring, yaitu

jarak yang ditempuh untuk memindahkan benda akan

semakin jauh.

Contoh benda yang menggunakan prinsip kerja

bidang miring adalah sekrup, pisau, dan kapak. Selain itu,

jalan di pegunungan yang dibuat berkelok-kelok juga

merupakan penerapan bidang miring.

3) Katrol

Katrol adalah roda yang berputar pada porosnya

(Priyono, 2009: 117). Katrol juga merupakan jenis

pengungkit karena memiliki titik tumpu, kuasa dan beban.

Terdapat tiga jenis katrol, yaitu katrol tetap, katrol bebas

(52)

Katrol tetap adalah katrol yang posisinya tidak

berubah atau berpindah ketika digunakan. Misalnya katrol

yang digunakan pada sumur timba. Katrol bebas

merupakan katrol yang posisinya dapat berubah atau

berpindah ketika digunakan, biasanya terdapat pada

alat-alat pengangkat peti kemas di pelabuhan. Katrol majemuk

adalah perpaduan antara katrol tetap dan katrol bebas.

c. Sifat-sifat Cahaya

Kita dapat melihat suatu benda karena adanya cahaya.

Cahaya yang mengenai benda akan dipantulkan kembali menuju

ke mata kita sehingga benda dapat terlihat. Cahaya memiliki

beberapa sifat, seperti (1) merambat lurus, (2) menembus benda

bening, dan (3) dapat dipantulkan, (4) dapat dibiaskan dan (5)

dapat diuraikan (Priyono, 2009: 123-128).

Selain ketiga sifat tersebut, terdapat juga sifat cahaya

berdasarkan bentuk cermin. Sifat cahaya yang mengenai cermin

datar memiliki sifat (1) bayangan benda tegak dan semu, (2)

besar dan tinggi bayangan sama dengan tinggi dan besar benda

sebenarnya, (3) jarak benda dengan cermin sama dengan jarak

bayangan, (4) arah benda dan arah bayangan berkebalikan.

Sifat bayangan jika suatu benda dekat dengan cermin

cekung adalah semu, diperbesar, dan tegak. Jika benda berada

(53)

Sedangkan sifat bayangan yang dihasilkan oleh cermin cembung

adalah semu, tegak, dan diperkecil.

d. Bumi dan Alam Semesta

Alam semesta menyimpan semua kebutuhan yang kita

butuhkan dalam kehidupan sehari-hari. Kekayaan yang

disediakan oleh alam memberikan banyak manfaat.

1) Proses Terbentuknya Tanah

Bumi terdiri atas berbagai macam batuan yang

berada di lapisan paling atas bumi atau kerak bumi.

Batuan tersebut lama-kelamaan akan mengalami

pelapukan. Pelapukan adalah hancurnya batuan dari

bentuk yang besar menjadi butiran yang kecil, hingga

menjadi sangat halus atau menjadi tanah (Priyono, 2009:

137). Pelapukan dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu

pelapukan mekanik (fisika), pelapukan biologi, dan

pelapukan kimia.

Pelapukan mekanik adalah pelapukan yang terjadi

karena adanya proses fisika. Pelapukan ini hanya

mengubah bentuk atau wujud dari suatu benda. Pelapukan

ini disebabkan oleh perubahan suhu, angin, air, dan

gelombang laut.

Pelapukan kimia merupakan pelapukan yang

(54)

ini dapat terlihat jelas pada besi yang berkarat. Besi yang

warnanya berubah menjadi coklat kemerahan akan

menjadi sangat rapuh. Perkaratan ini terjadi karena

oksigen di alam bersenyawa dengan air. Selain itu, hujan

asam dari hasil kegiatan industri yang mengandung asam

sulfur dan asam nitrat juga dapat menyebabkan pelapukan

pada logam dan asam.

Pelapukan biologi adalah pelapukan yang terjadi

karena adanya aktivitas makhluk hidup. Misalnya

tumbuhnya lumut pada permukaan batuan akan

menyebabkan batuan tersebut menjadi lapuk.

2) Jenis Tanah dan Jenis Batuan

Tanah yang berada di suatu tempat dengan tempat

yang lain tersusun dari bahan yang berbeda-beda, sehingga

jenis tanahnya berbeda pula. Jenis tanah di suatu tempat

bergantung pula pada jenis batuan yang mengalami

pelapukan. Jenis tanah dapat dibedakan menjadi jenis

tanah berpasir, tanah liat, tanah berhumus dan tanah

berkapur.

Jenis batuan berbeda-beda tergantung pada jenis

kandungannya. Selain itu jenis batuan juga berbeda-beda

karena proses pembentukkannya. Ada batuan beku yang

(55)

batuan endapan (batuan sedimen) yang terbentuk dari

endapan hasil pelapukan. Selanjutnya ada juga batuan

malihan (batuan metamorf) yang terbentuk dari batuan

sedimen yang mengalami perubahan.

6. Miskonsepsi dalam IPA

Miskonsepsi dalam IPA terjadi atau terdapat pada semua bidang

IPA tanpa ada pengecualian (Suparno, 2005: 9). Miskonsepsi tersebut

terjadi pada bidang biologi, kimia astronomi dan fisika.

Dalam penelitian ini yang disoroti adalah miskonsepsi tentang

fisika. Bidang-bidang fisika yang sering ditemui mengalami

miskonsepsi adalah bidang mekanika, listrik, panas, optika, sifat-sifat

materi, bumi dan antariksa, serta fisika modern. Dalam bidang

mekanika terdapat banyak miskonsepsi yang terjadi, terutama pada

materi gerak, vektor, gaya, massa dan berat, hukum Newton, kerja,

kekekalan energi dan momentum, serta mekanika fluida. Seperti yang

dingkapkan Suparno (2005:11) dalam bidang fisika, materi mekanika

ini memiliki masalah miskonsepsi yang terbanyak menurut penelitian,

jumlah studinya sekitar 300. Selain materi mekanika, yang paling

sering ditemukan miskonsepsinya adalah materi panas dan

termodinamika, gelombang dan optika, listrik dan magnet, fisika

(56)

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa

miskonsepsi IPA adalah miskonsepsi yang terjadi di semua cabang

ilmu IPA, baik fisika, biologi maupun kimia.

7. Jenis Kelamin

Dalam penelitian ini menggunakan jenis kelamin sebagai

variabel yang akan dilihat perbedaannya tentang miskonsepsi IPA

Fisika, Fakih (dalam Nuruzzaman, 2005: 17) menyatakan bahwa jenis

kelamin adalah suatu sifat yang dibagikan ke dalam dua jenis kelamin

manusia, yang mana sifat tersebut ditentukan dengan cara biologis,

yang mana sifat tersebut sudah melekat pada jenis kelamin tertentu.

Misalnya seorang laki-laki adalah manusia yang dapat menghasilkan

sel sperma, sedangkan perempuan adalah manusia yang memiliki

ovarium atau rahim yang nantinya bisa melahirkan, dan juga memiliki

kelenjar susu untuk menyusui. Hal ini sifatnya permanen dan

merupakan anugerah dari Tuhan YME. Jenis kelamin pada masa

sekarang ini juga dikenal dengan istilah gender. Gender yang memiliki

arti seks atau jenis kelamin, dpat juga diartikan sebagai suatu sifat

maupun karakter yang terdapat dan melekat pada kedua jenis kelamin

yang dibentuk secara sosial dan budaya (Amanah, 2012: 30).

Sesuai dengan Kementrian Pemberdayaan Perempuan (dalam

Amanah 2012: 30) definisi gender mengacu pada berbagai peran yang

dibentuk dan dibebankan kepada perempuan dan laki-laki oleh

(57)

dan dipelajari dalam setiap budaya yang berbeda. Gender ini mengacu

pada perilaku seseorang yang dipelajari dan berbagai harapan

masyarakat yang kemudian membedakan antara femininitas dan

maskulinitas, artinya gender ini tidak seperti seks yang dibedakan

berdasarkan perbedaan biologis antara laki-laki dan perempuan.

Terdapat perbedaan secara emosional dan intelektual antara

laki-laki dan perempuan seperti yang diungkapkan Unger (dalam Amanah,

2012: 32). Pada tabel 2.1 berikut ini akan disajikan perbedaan

emosional dan intelektual antara laki-laki dan perempuan menurut

Unger.

Tabel 2.1. Tabel Perbedaan Emosional dan Intelektual

Laki-laki (Masculine) Perempuan (Feminin)

1. Sangat agresif 2. Independen 3. Tidak emosional

4. Dapat menyembunyikan emosi

5. Lebih objektif

6. Tidak mudah terpengaruh 7. Tidak submisif

8. Tidak mudah goyah terhadap krisis

9. Lebih aktif 10. Lebih logis

11. Lebih ambisius, dll.

1. Tidak terlalu agresif 2. Lebih emosional

3. Sulit menyembunyikan emosi 4. Mudah terpengaruh

5. Lebih pasif

6. Kurang rasa percaya diri 7. Kurang ambisi

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa jenis kelamin

adalah ciri biologi yang sifatnya permanen yang dimiliki oleh seorang

laki-laki maupun perempuan. Dari tabel 2.1 di atas juga dapat

(58)

perempuan. Selain itu, terdapat juga berbagai perbedaan antara

laki-laki dan perempuan, baik dari segi emosional ataupun psikologi.

Dagun (dalam Amanah, 2012: 31) mengatakan bahwa pada sekolah

campuran (laki-laki & perempuan) ternyata siswa perempuan kurang

berminat dan memiliki prestasi rendah dalam bidang Matematika dan

IPA. Biasanya siswa perempuan lebih menonjol pada bidang Biologi

saja dan dibandingkan dengan bidang Fisika hanya sedikit.

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian relevan yang pertama merupakan penelitian yang dilakukan

oleh Bati (2015). Penelitian ini berjudul “Identifikasi Miskonsepsi

Pembelajaran Matematika Materi Volume Bangun Ruang (Tabung, Balok,

Kubus) Pada Siswa Kelas V Sekolah Dasar, dengan jenis penelitiannya

adalah kualitatif deskriptif. Tujuan dari penelitian yang dilakukan Alan

tersebut adalah untuk mendeskripsikan miskonsepsi yang dialami oleh siswa

kelas V SD Negeri Tempak 1 pada tahun pelajaran 2014/2015 tentang

materi menghitung volume bangun ruang khususnya balok, kubus dan

tabung serta menemukan berbagai faktor yang menyebabkannya. Hasil yang

diperoleh dari penelitian ini adalah: (1) siswa mengalami miskonsepsi dalam

materi menghitung balok yakni siswa salah dalam menentukan rumus yang

tepat untuk menghitung volume balok, (2) miskonsepsi dalam menghitung

Gambar

Tabel 2.1. Tabel Perbedaan Emosional dan Intelektual
Gambar 2.1 Literatur Map Penelitian
tabel 3.1 berikut ini.
Gambar 3.1. Rumus Krejcie
+7

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu skripsi ini dibuat dengan tujuan untuk menciptakan aplikasi remote mikrotik yang dilengkapi dengan kemampuan setting hotspot otomatis dan menyediakan menu

In terms of influencing factors, members of cluster 2 show no significant factors that influence them to watch art performances. However, they tend to be more influenced by the

Pndiio hi etuj@.

Perkembangan ilmu dan teknologi saat ini telah berkembang begitu pesat dalam segala aspek kehidupan, khususnya di bidang teknologi informasi dan komunikasi. Salah satunya

[r]

sMdsu@gedld tumfdin!.

yang berhubungan dengan aktivitas yang dilakukan dalam kesekretariatan.. Di dalam lingkup aktivitasnya, unit sekretariat diharuskan untuk

EKONOMICS FACULTY ANDALAS UNIVERSITV. OTVNERSHIP CONCENTL{TION AND DIVIDEND