• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIKA SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIKA SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD)."

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIKA SISWA MELALUI MODEL

PEMBELAJARAN STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD)

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan pada

Program Studi Pendidikan Matematika

OLEH :

LOVROVA SARAGIH NIM : 8106172035

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN MEDAN

(2)

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIKA SISWA MELALUI MODEL

PEMBELAJARAN STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD)

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan pada

Program Studi Pendidikan Matematika

OLEH :

LOVROVA SARAGIH NIM : 8106172035

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN MEDAN

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

i ABSTRAK

LOVROVA SARAGIH. Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Komunikasi Matematika Siswa Melalui Model Pembelajaran Student Teams Achievement Divisions (STAD). Tesis. Program Studi Pendidikan Matemtaika Pascasrjana Universitas Negeri Medan. Tesis. Medan: Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana Universitas Negeri Medan, 2013.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) Apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa melalui model pembelajaran Student Teams Achievement Divisions (STAD) lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. (2) Apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematika siswa yang memperoleh model pembelajaran STAD lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. (3) Bagaimana Aktivitas siswa selama pembelajaran menggunakan model pembelajaran STAD dan model pembelajaran konvensional. (4) Bagaimana penyelesaian masalah siswa pada masing-masing pembelajaran.

Populasi penelitian ini adalah siswa kelas VII SMP Negeri 6 Pematangsiantar. Secara acak, dipilih dua kelas sebagai subyek penelitian. Kelas eksperimen diberi model pembelajaran (STAD) dan kelas kontrol diberi perlakuan pembelajaran matematika secara biasa. Instrumen yang digunakan terdiri dari: tes kemampuan pemecahan masalah, tes kemampuan komunikasi matematika dan lembar observasi. Instrumen tersebut dinyatakan telah memenuhi syarat validitas serta koefisien reliabilitas untuk kemampuan pemecahan masalah matematika dan kemampuan komunikasi matematika.

Hasil utama dari penelitian ini adalah: (1) Secara keseluruhan siswa yang menggunakan model pembelajaran STAD secara signifikan rata-rata peningkatkan kemampuan pemecahan masalah lebih baik daripada rata-rata peningkatan pemecahan masalah siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional. (2) Secara keseluruhan siswa yang menggunakan model pembelajaran STAD secara signifikan rata-rata peningkatkan kemampuan komunikasi lebih baik daripada rata-rata peningkatan komunikasi siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional. (3) Aktivitas siswa dalam pembelajaran dengan model pembelajaran STAD secara kuantitas lebih baik dibandingkan dengan aktivitas siswa yang memperoleh pembelajaran matematika secara konvensioanl. (4) Proses penyelesaian masalah siswa yang menggunakan model pembelajaran STAD lebih bervariasi dan sistematis berdasarkan indikator kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematika dibandingkan dengan siswa yang menggunakan pembelajaran secara konvensional. Berdasarkan hasil penelitian, maka peneliti menyarankan agar model pembelajaran STAD pada pembelajaran matematika untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematika siswa dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif untuk menerapkan pembelajaran matematika yang inovatif, dapat menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan, dan memberi kesempatan pada siswa untuk mengungkapkan gagasannya dalam bahasa dan cara mereka sendiri.

(8)

ii ABSTRACT

LOVROVA SARAGIH. Upgrades Mathematical Problem Solving And Communication Students Through Learning Mode Student Teams Achievement Divisions. Thesis. Field: Mathematics Education Graduate Program, State University of Medan, 2013.

This study aimed to determine: (1) Is the increasing of students mathematics problem solving of students receiving learning model student teams achievement division better than students who receive the usual mathematical learning. (2) Do students improved communication skills received model students learning mathematics student teams achievement divisions better than students who receive learning ordinary mathematics (3) Is there the learning activities of students during learning used model student teams achievement divisions. (4) How Is there process of student’s problem solving in each learning.

This research is a semi-experimental research. The population of this research are the students of grade VII junior high school in the SMP Negeri 6 Pematangsiantar. Randomly, selected two classes. Threated experimental class learning model student teams achievement division and class control given ordinary Math learning. The instruments used are : the test problem solving skill, Math communication skill math and observation sheets. The instruments has been declared eligible validation, as well as the reliability coefficient respectively for mathematical problem solving skills and communication skill math.

The results showed that : (1) Totally, the students whose learning with STAD better in improving problem solving skills than students who use ordinary mathematical learning. (2) Totally, the students whose learning with STAD better in improving communication skills mathematics than students who use ordinary mathematical learning. (3) Students activity in learning by using STAD Math approaching are categorized well. (4) The process of students problem solving whose learning with STAD math approaching is more completely based on problem solving ability indicator and Math communication than the students who used ordinary math learning. Based on this research, the researcher suggests that the learning with model student teams achievement division math approaching in increasing of math problem solving ability and math communication can be used as an alternative for implementing innovatively math learning, can create an atmosphere of joyful learning, and provide opportunities for students to express their ideas in their own language and ways

(9)

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas kasihNya yang telah diberikan

kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul

“Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Komunikasi Matematika

Siswa Melalui Model Pembelajaran Student Teams Achievement Divisions (STAD). Penulisan tesis ini dilakukan dalam rangka memenuhi sebagian dari persyaratan untuk memperoleh gelar master kependidikan di Program Studi

Pendidikan Matematika Sekolah Pascasarjana Universitas Negeri Medan (UNIMED).

Dalam proses mulai dari penulisan dan seminar proposal, pembuatan

instrumen dan penyusunan bahan ajar dan rangkaian ujicobanya, penulis mendapat

banyak bantuan, bimbingan, nasihat, dorongan, saran, dan kritik yang sangat berharga

dari berbagai pihak.

1. Bapak Prof. Dian Armanto, M.Pd.,M.A.,M.Sc.,Ph.D selaku Dosen Pembimbing I

dan Prof. Dr. Asmin, M.Pd selaku Dosen Pembimbing II telah banyak

memberikan bimbingan serta motivasi yang kuat selama penyusunan tesis ini.

2. Ibu Ida Karnasih, M.Sc., Ph.D; Ibu Dr. Izwita Dewi, M.Pd dan Bapak Prof. Dr.

Mukhtar, M.Pd, selaku Narasumber yang telah banyak memberikan saran dan

masukan-masukan dalam penyempurnaan tesis ini.

3. Bapak Prof. Dr. Edi Syahputra, M.Pd dan Bapak Dr. Hasratuddin, M.Pd, selaku

Ketua dan Sekretaris Program Studi Pendidikan Matematika yang setiap saat

(10)

iv

4. Direktur, Asisten I, II dan III beserta Staf Program Pascasarjana UNIMED yang

telah memberikan bantuan dan kesempatan kepada penulis menyelesaikan tesis

ini.

5. Bapak Padiar Nainggola, S.Pd sebagai Kepala SMP Negeri 6, Bapak F. Bahagia

Girsang, S.Pd dan Ibu Ellen R. Siregar, S.Pd selaku Observer Penelitian serta

dewan guru yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan

penelitian lapangan

6. Ibunda tercinta Louisa Amahoru, Abang saya Lawrence Saragih, SE, adik saya

Herlina Theresya Saragih, S.Kom, Heince Raymoond Saragih, SE, Philips

Saragih, S.Par dan sekeluarga yang telah banyak memberikan sumbangan baik

secara moril dan materil, motivasi dan doa selama penulis mengikuti perkuliahan

dan penulisan tesis ini.

Semoga tesis ini benar-benar bermanfaat kepada penulis maupun rekan-rekan

lain terutama bagi rekan guru dalam meningkatkan wawasan dan kemampuan untuk

melaksanakan kegiatan pembelajaran matematika di depan kelas serta dapat menjadi

seorang guru yang berkompetensi dan professional.

Medan, September 2013 Penulis,

(11)

DAFTAR ISI

Halamn

Abstrak ... i

Kata Pengantar ... iii

Daftar Isi ... v

Daftar Table ... viii

Dafatr Gambar ... ix

Daftar Lampiran ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 13

C. Pembatasan Masalah ... 14

D. Rumusan Masalah ... 14

E. Tujuan Penelitian ... 15

F. Manfaat Penelitian ... 15

G. Definisi Operasional ... 16

BAB II KAJIAN PUSTAKA A.Pengertian Belajar dan Pembelajaran Matematika ... 18

1. Pengertian Belajar ... 18

2. Pengertian Mengajar ... 19

3. Pembelajaran Matematika ... 20

4. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika ... 22

5. Kemampuam Komunikasi Matematika ... 26

(12)

1. Tujuan Pembelajaran Kooperatif Tipe Student

Team Achievement Divisions (STAD) ... 32

2. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Divisions(STAD) ... 34

3. Langkah-langkah dalam Penerapan Teknik Student Teams Achievement Division (STAD)…………..…………. 40

4. Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Divisions(STAD)…… 43

C. Pembelajaran Konvensional ... 44

D. Perbedaan Pembelajaran Kooperatif dan Pembelajaran Konvensional ... 45

E. Teori Belajar Yang Mendasari Pembelajaran Kooperatif ... 47

F. Penelitian yang Relevan ... 51

G. Kerangka Konseptual ... 52

H. Hipotesis Penelitian ... 64

BAB. III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 65

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 65

C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 65

D. Variabel Penelitian ... 68

E. Desain Penelitian ... 68

F. Instrumen Penelitian ... 70

G.Uji Coba Instrumen... 77

H.Teknik Analisis Data ... 82

(13)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.Hasil Penelitian ... 104

1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika ... 104

2. Kemampuan Komunikasi Matematika ... 115

3. Aktivitas Siswa Dalam Proses Prembelajaran ... 125

4. Proses Penyelesaian Masalah Siswa ... 134

B.Pembahasan... 167

C.Keterbatasan ... 178

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan ... 181

B.Saran ... 182

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Pemberian Penghargaan Prestasi Kelompok ... 44

Tabel 2.2 Sintaks Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD ... 47

Tabel 2.3 Perbedaan Pembelajaran Kooperatif dan Pembelajaran Konvensional ... 52

Tabel 3.1 Kriteria Pengelompokan Siswa Berdasarkan KAM ... 73

Tabel 3.2 Rancangan Penelitian ... 76

Tabel 3.3 Tabel Weiner Tentang Keterkaitan Antara Variable Bebas, Terikat dan Kontrol ... 77

Tabel 3.4 Kisi-kisi Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik ... 79

Tabel 3.5 Pedoman Penskoran Soal-soal Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik ... 80

Tabel 3.6 Kisi-kisi Kemampuan Komunikasi Matematika ... 82

Tabel 3.7 Pedoman Penskoran Soal-soal Kemampuan Komunikasi Matematik ... 83

Tabel 3.8 Kriteria Proses Jawaban Pemecahan Masalah ... 92

Tabel 3.9 Kriteria Proses Jawaban Komunikasi Matematik ... 94

Tabel 3.10 Kriteria Skor Gain Ternormalisasi ... 95

Tabel 3.11 Keterkaitan Permasalahan, Hipotesis dan Jenis Uji Statistic Yang Digunakan ... 101

Tabel 4.1 Data Hasil Pretes ... 104

(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Prosedur Penelitian ... 100

Gambar 4.1 Grafik Normalitas Skor Ideal Pretes... 105

Gambar 4.2 Grafik Normalitas Skor Ideal Postes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 108

Gambar 4.3 Grafik Normalitas gain Kemampuan pemecahan Masalah Matematika ... 111

Gambar 4.4 Grafik Normalitas Pretes Komunikasi... 116

Gambar 4.5 Grafik Normalitas Postes Kemampuan Komunikasi ... 119

Gambar 4.6 Grafik Normalitas Gain Komunikasi... 122

Gambar 4.7 Aktivitas Siswa Dalam Persiapan Pembelajaran Pada Kelas Eksperimen ... 127

Gambar 4.8 Aktivitas Siswa Dalam Persiapan Pembelajaran Pada Kelas Kontrol... ... 128

Gambar 4.9 Aktivitas Siswa Dalam Memperhatikan Penyammpaian Tujuan Pembelajaran Pada Kelas Eksperimen ... 128

Gambar 4.10 Aktivitas Siswa Dalam Memperhatikan Pynyampaian Tujuan Pembelajaran Pada Kelas Kontrol ... 129

Gambar 4.11 Aktivitas Siswa Dalam Menerima Masalah Pada Kelas Ekperimen... 129

Gambar 4.12 Aktivitas Siswa Dalam Menerima Masalah Pada Kelas Kontrol 130 Gambar 4.13 Aktivitas Siswa Dalam Proses Kontrubusi dan Produksi Siswa Pada Kelas Eksperimen ... 130

Gambar 4.14 Aktivitas Siswa Dalam Interaktif Dari Proses Pengajaran Pada Kelas Kontrol ... 131

Gambar 4.15 Aktivitas Siswa Dalam Interaktif Dari Proses Pengajaran Pada Kelas Eksperimen ... 131

(16)

Gambar 4.17 Aktivitas Siswa Dalam Membuat Kesimpulan Pembelajaran

Kelas Eksperimen ... 132

Gambar 4.18 Aktivitas Siswa Dalam Membuat Kesimpulan

Pembelajaran pada kelas control ... 133

Gambar 4.19 Ragam proses penyelesaian butir soal nomor 1 kelas

Eksperimen ... 136

Gambar 4.20 Ragam proses penyelesaian butir soal nomor 1 kelas

Control ... 137

Gambar 4.21 Ragam proses penyelesaian butri soal nomor 2 kelas

Eksperimen ... 139

Gambar 4.22 Ragam proses penyelesaian butri soal nomor 2 kelas

Control ... 140

Gambar 4.23 Ragam proses penyelesaian butri soal nomor 3 kelas

Eksperimen ... 141

Gambar 4.24 Ragam proses penyelesaian butir soal nomor 3 kelas

control ... 142

Gambar 4.25 Ragam proses penyelesaian butir soal nomor 4 kelas

Eksperimen ... 144

Gambar 4.26 Ragam proses penyelesaian butir soal nomor 4 kelas

Control ... 145

Gambar 4.27 Ragam proses penyelesaian butir soal nomor 5 kelas

Eksperimen ... 147

Gambar 4.28 Ragam proses penyelesaian butir soal nomor 5 kelas

Control ... 148

Gambar 4.29 Ragam proses penyelesaian butir soal nomor 6 kelas

Eksperimen ... 150

Gambar 4.30 Ragam proses penyelesaian butir soal nomor 6 kelas

Control ... 151

Gambar 4.31 Ragam proses penyelesaian butir soal nomor 1 kelas

Eksperimen ... 154

(17)

Control ... 155

Gambar 4.33 Ragam proses penyelesaian butir soal nomor 2 kelas

Eksperimen ... 156

Gambar 4.34 Ragam proses penyelesaian butir soal nomor 2 kelas

Control ... 157

Gambar 4.35 Ragam proses penyelesaian butir soal nomor 3 kelas

Eksperimen ... 158

Gambar 4.36 Ragam proses penyelesaian butir soal nomor 3 kelas

control ... 159

Gambar 4.37 Ragam proses penyelesaian butir soal nomor 4 kelas

Eksperimen ... 161

Gambar 4.38 Ragam proses penyelesaian butir soal nomor 4 kelas

Control ... 162

Gambar 4.39 Ragam proses penyelesaian butir soal nomor 5 kelas

Eksperimen ... 163

Gambar 4.40 Ragam proses penyelesaian butir soal nomor 5 kelas

control ... 164

Gambar 4.41 Ragam proses penyelesaian butir soal nomor 6 kelas

eksperimen ... 166

Gambar 4.42 Ragam proses penyelesaian butir soal nomor 6 kelas

Control ... 167

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Aktivitas siswa (LAS)

Kelas Eksperimen

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Aktivitas siswa (LAS)

Kelas Kontrol

LAMPIRAN B

Kisi-Kisi Intrument Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

Butir Soal Pre-test Kemampuan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

Butir soal Post-test Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

Kisi-Kisi Intrument Tes Kemampuan Komunikasi Matematika

Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Komunikasi Matematika

Butir Soal Pre-test Tes Kemampuan Komunikasi Matematika

Kriteria Proses Jawaban Pemecahan Masalah Matematika

(19)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan dalam pengertian pengajaran di sekolah adalah suatu usaha

yang bersifat sadar, sistematis, dan terarah agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlaq mulia, serta keterampilan yang

diperlukan dirinya masyarakat, bangsa dan negara (UU Sisdiknas 2003:5).

Pada pembelajaran konvensional, guru mengajar sejumlah murid dalam

ruangan yang kemampuannya memiliki syarat minimum untuk tingkat itu.

Aktivitas guru dalam kegiatan belajar mengajar, cenderung masih sangat

menonjol dibandingkan dengan aktivitas siswa yang masih rendah. Guru pada

umumnya mendominasi kelas, sedangkan murid umumnya pasif dan hanya

menerima. Semua kegiatan belajar anak sepenuhnya ada pada tangan guru itu saja

(Ruseffendi, 1991). Guru pada umumnya menggunakan cara yang paling mudah

dan praktis bagi dirinya, bukan memilih cara bagaimana membuat siswa belajar.

embelajaran yang didapat oleh siswa selama di bangku sekolah seharusnya berupa

pengalaman yang dapat digunakan untuk bekal hidup dan untuk bertahan hidup.

Tugas seorang guru di sini bukan hanya sekadar mengajar (teaching) tetapi lebih

ditekankan pada membelajarkan (learning) dan mendidik. Pembelajaran tidak

hanya ditekankan pada keilmuannya semata. Arah pembelajaran seharusnya

(20)

Dari hasil evaluasi Trends in International Mathematics and Science Study

(TIMMS) tahun 2003 menunjukkan rangking 34 dari 38 negara peserta. Hal ini

sangat memprihatinkan bila dibandingkan dengan Negara tetangga kita seperti

Jepang menduduki rangking 3 setelah Korea menduduki rangking 2 dan Singpura

menempati peringkat ke-1(Nuraini, 2009).

Pelajaran matematika merupakan pelajaran pokok dalam setiap jenjang

pendidikan. Sehingga matematika sangat penting peranannya dalam

pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun kenyataannya bahwa

matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang sulit dipahami oleh siswa.

Tidak heran kalau banyak siswa yang tidak senang terhadap pelajaran matematika

yang kemungkinan disebabkan sulitnya memahami pelajaran matematika

(Fakhruddin, 2010: 1).

Pada kurikulum berbasis kompetensi yang tertuang dalam lampiran

Permen 23 Tahun 2006 disebutkan bahwa tujuan pembelajaran matematika

adalah: (1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antara konsep

dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan

tepat, dalam pemecahan masalah. (2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat,

melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasim menyusun

bukti, atau menjelskan gagasan dan pernyataan matematika. (3) Memecahkan

masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model

matematika, menyelesaikan model matematika dan menafsirkan solusi yang

diperoleh. (4) Mengomunikasikan gagasan dengan symbol, tabel, diagram, atau

(21)

menghargai kegunaan mtematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin

tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta ulet dan percaya

diri dalam pemecahan masalah. (Puskur, 2007).

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Soejadi (dalam Saragih 2007: 5)

bahwa pendidikan matematika memiliki dua tujuan besar yaitu (1) tujuan yang

bersifat formal yaitu pemberian tekanan pada penalaran anak dan pembentukan

pribadi anak. (2) tujuan yang besifat material yang memberikan tekanan pada

penerapan matematika serta kemampuan memecahkan masalah matematika. Hal

ini sesuai dengan tujuan pembelajaran matematika yang dirumuskan oleh National

Council of Teachers of Mathematics yaitu (1) belajar untuk berkomunikasi

(mathematical communication), (2) belajar untuk bernalar ( mathematical

reasoning), (3) belajar untuk memecahkan masalah (mathematical problem

solving), (4) belajar untuk mengaitkan ide (mathematical conections), (5)

pembentukan sikap positif terhadap matematika ( positive attitudes toward

mathematics).

Untuk dapat memecahkan permasalahan, tentunya seseorang harus

memiliki kemampuan pemecahan masalah yang cukup. Menurut Utari-Sumarmo

(Soekisno, 2002: 3), pentingnya pemilikan kemampuan pemecahan masalah

matematik pada siswa adalah bahwa kemampuan pemecahan masalah merupakan

tujuan pengajaran matematika, bahkan sebagai jantungnya matematika.

Pemecahan masalah bukanlah sekadar tujuan dari belajar matematika, tetapi juga

merupakan alat utama untuk melakukannya (Wahyudin, 2003). Sedangkan dalam

(22)

pembelajaran matematika adalah untuk mengembangkan kemampuan pemecahan

masalah. Soedjadi (Soekisno, 2002: 4) juga menyatakan bahwa pemecahan

masalah perlu mendapat perhatian dalam pendidikan matematika.

Fakta di lapangan menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah

matematik siswa masih rendah. Hal ini didasarkan pada hasil penelitian

Fakhruddin (2010) dan Ernita Sari (2011), bahwa secara klasikal, kemampuan

pemecahan masalah matematik belum mencapai taraf ketuntasan belajar. Juga

hasil penelitian Nuraini (2010), yang menyimpulkan bahwa kegagalan menguasai

matematika dengan baik diantaranya disebabkan siswa kurang menggunakan nalar

dalam menyelesaikan masalah.

Dalam Kurikulum tahun 2004 – yang mengacu kepada standar kurikulum

National Council of Teachers of Mathematics (NCTM, 1989), dinyatakan bahwa

pemecahan masalah merupakan salah satu bagian dari standar kompetensi –

bagian dari kecakapan atau kemahiran matematika yang diharapkan. Oleh

karenanya diharapkan siswa dapat menunjukkan kemampuan strategik dalam

membuat atau merumuskan, menafsirkan, dan menyelesaikan model matematika

dalam pemecahan masalah. Hal ini jelas bahwa Kurikulum 2004 menekankan

pada pemecahan masalah sebagai salah satu standar yang harus dimiliki siswa.

NCTM juga menyatakan bahwa pemecahan masalah matematika dalam

pengertian yang lebih luas hampir sama dengan “bermatematika” – melakukan

matematika (doing mathematics). Menurut standar NCTM tahun 2000,

pemecahan masalah merupakan esensi dari daya matematik (mathematical

(23)

Untuk mendukung kemampuan pemecahan masalah ini tentu siswa harus

dapat memahami kemampuan komunikasi yang berkaitan dalam permasalahan

yang akan dipecahkan. Kemampuan komunikasi matematika menjadi modal yang

cukup penting dalam melakukan pemecahan masalah, karena dalam menentukan

strategi pemecahan masalah diperlukan penguasaan kemampuan komunikasi

matematika yang mendasari permasalahan tersebut.

Mengapa kemampuan komunikasi itu penting untuk dimiliki oleh siswa,

Baroody (Ansari. 2004:4) mengungkapkan sedikitnya ada dua alasan untuk

menjawab betapa pentingnya kemampuan komunikasi dimiliki oleh siswa.

Pertama, matematika adalah bahasa, artinya matematika bukan hanya sekedar alat

bantu berpikir, alat untuk menemukan pola, menyelesaikan masalah atau

mengambil kesimpulan, akan tetapi matematika merupakan perangkat yang tak

dapat dinilai, karena dapat mengkomunikasikan berbagai jenis ide secara jelas dan

ringkas. Kedua, belajar matematika merupakan kegiatan sosial; artinya, sebagai

aktifitas sosial dalam pembelajaran matematika sehingga tercipta wahana interaksi

antar siswa, dan juga komunikasi antara guru dan siswa.

Kurang memuaskannya kemampuan pemecahan masalah ini mungkin

berkaitan erat dengan kemampuan komunikasi matematika yang dimiliki siswa.

Siswa mungkin memahami konsep tetapi ia lemah dalam menemukan ide-ide

untuk pemecahan masalah, atau sebaliknya ia punya ide-ide pemecahan masalah

akan tetapi pemahaman konsepnya kurang, atau bahkan kedua-duanya kurang.

Oleh karena itu kemampuan komunikasi matematika siswa juga merupakan

(24)

Guru bidang studi matematika SMP Negeri 6 di Pematangsiantar (dalam

wawancara 12 September 2012), juga mengatakan bahwa ketika proses kegiatan

belajar berlangsung banyak siswa yang masih belum mampu mengungkapkan ide

matematikanya dengan baik, masih malu-malu dan takut jika diberikan

kesempatan berbicara menyampaikan ide maupun gagasannya mengenai

konsep-konsep matematika kepada khalayak ramai seperti rekan-rekan sebayanya , masih

banyak yang belum mampu menginterpretasikan data-data dalam

matematikadalam bentuk gambar atau grafik,seperti pada contoh kasus materi segi

empat.

Berdasarkan hal-hal yang telah disebutkan diatas dapat dikatakan bahwa

begitu pentingnya kemampuan matematika dikuasai. Akan tetapi, di sisi lain

kemampuan siswa dalam pemecahan masalah matematika ini masih kurang

memuaskan. Oleh karena itu, perlu dipikirkan upaya untuk meningkatkan

kemampuan ini.

Salah satu upaya yang dilakukan adalah bagaimana agar siswa memiliki

kecakapan dalam matematika. Oleh karena itu perlu disadarkan tentang

pengetahuan dan proses berpikir mereka. Mereka harus memiliki kesadaran

bahwa mereka tahu tentang komunikasi matematika yang melandasi untuk

memecahkan suatu masalah, mereka sadar akan kelebihan dan kekurangan yang

mereka miliki. Akibatnya dengan kesadaran ini diharapkan mereka mampu

menyusun strategi untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya.

Siswa yang bekerja secara kooperatif selalu mengingat dan menerapkan

(25)

bebas (individu). Hal ini juga didukung oleh Thorndike (Nasution, 2000: 150),

yang menyimpulkan tentang faedah “social problem solving” atau pemecahan

masalah secara berkelompok, yaitu: (1) kelompok lebih banyak membawa

pengalaman masing-masing dalam situasi problematis daripada seorang individu;

(2) kelompok lebih banyak memberikan bermacam-macam saran/pendapat

dibandingkan dengan seorang individu saja; (3) macam-macam pendapat yang

berbeda-beda lebih representatif daripada pendapat seseorang saja; (4) adanya

bermacam-macam latar belakang, minat, dan tujuan dalam kelompok, mungkin

mempersukar tercapainya suatu persetujuan yang riil. Tetapi perbedaan-perbedaan

tersebut akan menjadikan masalah itu lebih riil atau nyata; (5) kelompok lebih

produktif dalam memberikan kritik terhadap usul-usul; (6) anggota kelompok

sering merangsang dalam setiap usaha kelompok. Saran dari X yang dikritik oleh

Y merangsang Z yang kemudian memberi saran baru yang berbeda; (7) dinamika

interpersonal merupakan suatu unsur yang penting dalam pertukaran pendapat.

Kramarski (2000: 168) menyatakan bahwa, aktivitas siswa dalam

kelompok kecil memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan

komunikasi matematik melalui sejumlah pertanyaan metakognitif yang terfokus

pada: (1) sifat permasalahan; (2) membangun pengetahuan sebelumnya dengan

pengetahuan yang baru; (3) penggunaan strategi yang tepat dalam memecahkan

suatu permasalahan.

Ada yang berpendapat (Anonim, 1997a: 1), bahwa pemecahan masalah

secara berkelompok mempunyai keuntungan, antara lain: (1) strategi pemecahan

(26)

berkelompok memberikan siswa kesempatan untuk melatih strategi; (2) kelompok

dapat menyelesaikan permasalahan secara lebih kompleks dibandingkan

perseorangan; (3) setiap anggota dapat berlatih merencanakan dan memonitor

kemampuan-kemampuan yang mereka perlukan untuk menjadikan dirinya sebagai

problem solver yang lebih baik; (4) dalam diskusi, setiap anggota mendapat

giliran dalam berpendapat dan dapat mengecek ulang miskonsepsi mereka; (5)

ketika mendapat kesulitan, siswa tidak begitu takut menghadapinya, karena

hakikatnya mereka tidak sendiri tetapi berkelompok. Serta menurut Lie (2004:

31), bekerja secara kooperatif (pembelajaran kooperatif) sangat membantu siswa

dalam menumbuhkan kerjasama dan komunikasi. Dengan demikian, jelas bahwa

dalam pemecahan masalah secara berkelompok haruslah terjadi suatu kerjasama

dan komunikasi.

Fakta di lapangan menunjukkan bahwa, kemampuan komunikasi siswa

masih rendah, belum sesuai dengan apa yang kita harapkan. Hal ini sebagaimana

hasil penelitian Situmorang (2010) dan Feri Tiona (2012), yang menyimpulkan

bahwa kemampuan komunikasi matematik siswa Sekolah Menengah Atas dan

Sekolah Menengah Pertama rendah.

Depdiknas (2003: 6) menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran matematika

adalah untuk mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau

mengkomunikasikan gagasan, antara lain melalui pembicaraan lisan, grafik, peta

diagram, dalam menjelaskan gagasan. Matematika berfungsi untuk

mengembangkan kemampuan mengkomunikasikan gagasan melalui model

(27)

grafik ataupun tabel. Sebagaimana Polla (1999: 1) menyebutkan bahwa,

komunikasi menjadi sesuatu yang utama dalam mengajar, menilai, dan

pembelajaran matematika. Lim dan Pugalee (2005: 1) juga menyatakan bahwa,

bahasa (komunikasi) merupakan komponen penting dalam pemahaman konsep

matematika siswa. Berpedoman pada pentingnya kemampuan pemecahan masalah

dan komunikasi matematik, tentunya kita selaku guru (pengajar) harus melakukan

suatu terobosan baru. Terobosan baru inilah yang nantinya dapat mengatasi

permasalahan tersebut.

Utari-Sumarmo (2005: 8) mengatakan bahwa, untuk mengembangkan

kemampuan komunikasi matematik, memupuk kerjasama dan saling menghargai

pendapat orang lain, siswa dapat diberi tugas belajar dalam kelompok kecil.

Dalam kelompok kecil ini, nantinya akan terjadi proses social problem solving.

Untuk memperoleh hasil belajar yang sesuai dengan tujuan pembelajaran

yang tepat dibutuhkan pemilihan strategi yang sesuai dengan metode, media dan

sumber belajar lainnya yang dianggap relevan dengan informasi yang

disampaikan, dan membimbing siswa agar terlibat secara optimal, sehingga siswa

dapat memperoleh pengalaman belajar dalam rangka menumbuh kembangkan

kemampuannya, seperti: mental, intelektual, emosional, dan sosial serta

keterampilan. Dengan demikian pemilihan strategi pembelajaran yang sesuai

dapat membangkitkan dan mendorong aktifitas siswa untuk meningkatkan

kemampuan dan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran tertentu.

Kooperatif yang dilakukan dalam kelompok kecil memungkinkan siswa

(28)

secara efektif. Pembelajaran kooperatif tidak hanya sekedar belajar bersama, lebih

dari itu melatih siswa bertanggungjawab terhadap kelompoknya dan pribadi.

Artinya antara siswa harus saling membantu dan memahami bahan yang

dipelajari, saling bertanya, mendiskusikan ide/gagasan, belajar mendengarkan,

member kritikan, menjelaskan, dan meyimpulkan dalam bentuk tulisan.

Menurut Johnson dan Johnson (Polla, 1999: 3), pembelajaran kooperatif

berpotensi membantu para siswa untuk mengembangkan: (1) permasalahan

matematik; (2) pemecahan masalah dan pengertian yang mendalam; (3) keyakinan

diri. Sehingga untuk tujuan ini, dapat dilakukan pembelajaran dengan

menggunakan model pembelajaran kooperatif. Menurut Karli dan

Yuliariatiningsih (2000b: 70),

Model Cooperative Learning adalah suatu strategi belajar mengajar yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri atas 2 orang atau lebih.

Slavin ( Rahmiyana: 2013) menyatakan bahwa salah satu tipe dalam

pembelajaran kooperatif adalah Student Teams Achievement Division

(STAD),yaitu suatu pembelajaran secara berkelompok yang beranggotakan 4 – 5

orang, mewakili seluruh bagian dari kelas dalam kinerja akademik, jenis kelamin,

ras dan etnis. Pada pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement

Division (STAD) siswa selalu diberi motivasi untuk saling membantu dan saling

membelajarkan teman kelompoknya dalsam memahami materi pelajarn serta

untuk meyelesaikan tugas akademik dalam rangka mencapai ketuntasam yang

(29)

Menurut Ibrahim, dkk (2000: 3), model pembelajaran kooperatif tipe

Student Teams Achievement Division (STAD),menuntut kerjasama siswa dan

saling ketergantungan dalam strukur tugas, tujuan, dan hadiah/penghargaan.

Struktur tugas mengacu kepada 2 hal, yaitu pada cara pembelajaran itu

diorganisasikan dan jenis kegiatan yang dilakukan oleh siswa di dalam kelas.

Struktur tujuan suatu pembelajaran adalah jumlah saling ketergantungan yang

dibutuhkan siswa pada saat mereka mengerjakan tugas. Struktur tujuan kooperatif

tipe Student Teams Achievement Division (STAD),terjadi jika siswa dapat

mencapai tujuan mereka hanya jika siswa lain dengan siapa mereka bekerja sama

mencapai tujuan tersebut. Tujuan kelompok akan tercapai apabila semua anggota

kelompok mencapai tujuannya secara bersama-sama. Sementara struktur

penghargaan dalam pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement

Division (STAD), ialah ibarat pemenang suatu pertandingan olah raga beregu,

seperti sepak bola. Meskipun regu tersebut harus bersaing dengan regu lain,

namun keberhasilan regu tidaklah akibat keberhasilan 1 atau 2 orang saja,

melainkan karena keberhasilan bersama, anggota regu tersebut.

Pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division

(STAD), dapat membantu para siswa meningkatkan sikap positif dalam

matematika. Para siswa secara individu membangun kepercayaan diri terhadap

kemampuannya untuk menyelesaikan masalah-masalah matematik. Hal ini akan

dapat mengurangi bahkan menghilangkan rasa cemas terhadap matematika

(mathematics anxiety) yang banyak dialami para siswa. Pentingnya hubungan

(30)

Pengaruh teman sebaya pada pembelajaran kooperatif yang ada di dalam kelas

dapat digunakan untuk tujuan-tujuan positif dalam pembelajaran matematika. Para

siswa menginginkan teman-teman dalam kelompoknya siap dan produktif di

dalam kelas. Dorongan teman untuk mencapai prestasi akademik yang baik adalah

salah satu faktor penting dari pembelajaran tersebut. Model ini telah terbukti dapat

meningkatkan berpikir kritis serta meningkatkan kemampuan siswa dalam

pemecahan masalah (Purba, 2010)

Pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division

(STAD), dapat membantu para siswa meningkatkan sikap positif dalam

matematika. Para siswa secara individu membangun kepercayaan diri terhadap

kemampuannya untuk menyelesaikan masalah-masalah matematika. Hal ini akan

dapat mengurangi dan bahkan menghilangkan rasa cemas terhadap matematika

(mathematics anxciety) yang banyak dialami para siswa. Pentingnya hubungan

antara teman sebaya di dalam ruang kelas dapat digunakan untuk tujuan-tujuan

positif dalam pembelajaran matematika.

Mengingat pentingnya keberadaan teman sebaya dalam kelompok belajar

yang dapat mendorong teman yang lain untuk saling aktif dan produktif di kelas,

maka dipilih pembelajaran kooperatif tipeStudent Teams Achievement

Divisions(STAD). Alasan peneliti untuk memilih pembelajaran tipe Student

Teams Achievement Divisions (STAD) karena menurut Slavin (2009) dalam

bukunya yang berjudul “Cooperatif Learning Teori, Riset dan Praktik

(31)

guru yang baru menggunakan strategi kooperatif adalah tipe Student Teams

Achievement Divisions (STAD).

Selain itu tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) juga sesuai

dengan paradigm baru pendidikan matematika dimana guru adalah fasilitator.

Karena guru adalah sebagai fasilitator maka dalam pembelajaran koopertif tipe

Student Teams Achievement Divisions (STAD) ini, siswa akan dibimbing untuk

membangun pengetahuannya sendiri tentang kompetensi dasar yang hendak

dicapai. Alasan terakhir mengapa peneliti menggunakan pembelajaran kooperatif

tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) adalah karena tipe Student

Teams Achievement Divisions (STAD) lebih teratur dan terkontrol serta lebih

baik, terstuktur dalam pelaksanaannya. Jika dalam pembelajaran terjadi perluasan

pembahasan maka guru sebagai mediator akan lebih mudah mengontrol dan

membatasi jika dibandingkan dengan tipe pembelajaran lain yang lebih banyak

memungkinkan perluasan pembahasan yang tidak perlu. Dengan demikian waktu

yang terbatas dapat dimanfaatkan dengan lebih optimal. Pada pembelajaran

kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD), nilai kelompok

merupakan nilai rerata dari nilai kuis tiap-tiap anggota. Sehingga untuk dapat

memperoleh nilai kelompok yang baik, seorang siswa akan memotivasi siswa lain

(satu kelompok) untuk memperoleh nilai baik. Oleh karena itu, model

pembelajaran yang akan diteliti adalah pembelajaran matematika dengan strategi

kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD),untuk meningkatkan

(32)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, beberapa masalah dapat

diidentifikasi sebagai berikut:

1. Rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.

2. Rendahnya kemampuan komunikasi matematika siswa.

3. Proses pembelajaran masih berpusat pada guru (teacher-centered).

4. Aktivitas siswa yang lebih banyak pasif selama pembelajaran berlangsung.

5. Guru masih menggunakan pendekatan pembelajaran secara konvensional

yaitu dominan menerapkan pembelajaran ceramah sehingga proses belajar

tidak berjalan optimal.

6. Pelajaran matematika lebih banyak bersifat hafalan

7. Respon siswa terhadap pembelajaran matematika masih kurang

8. Siswa beranggapan matematika merupakan pelajaran yang sulit.

9. Siswa kurang berminat mempelajari matematika.

10.Penggunaanan model pembelajaran yang kurang efektif dengan

karakteristik materi pelajaran dan pembelajaran mengajar, model atau

pendekatan yang kurang bervariasi.

11.Proses penyelesaian masalah atau soal-soal pemecahan masalah dan

komunikasi matematika di kelas tidak bervariasi.

C. Pembatasan Masalah

Sesuai dengan latar belakang dan identifikasi masalah di atas maka perlu

(33)

Masalah yang teridentifikasi di atas merupakan masalah yang cukup luas

dan kompleks, makayang menjadi batasan masalah dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.

2. Kemampuan komunikasi matematika siswa

3. Aktivitas siswa selama pembelajaran melalui pembelajaran kooperatif Student

Teams Achievement Division (STAD).

4. Proses penyelesaian masalah siswa pada masing-masing pembelajaran.

D. Rumusan Masalah

Dari uraian pada latar belakang masalah, maka peneliti merumuskan

permasalahannya sebagai berikut:

1. Apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang

mendapat pembelajaran kooperatif Tipe Student Teams Achievement Division

(STAD) lebih tinggi daripada siswa yang mendapat pembelajaran

konvensional?

2. Apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa yang mendapat

pembelajaran kooperatif Tipe Student Teams Achievement Division(STAD)

lebih tinggi daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional?

3. Bagaimana aktivitas siswa selama proses pembelajaran kooperatif Tipe

Student Teams Achievement Division (STAD)?

4. Bagaimana proses penyelesaian masalah siswa dalam menyelesaikan masalah

pada masing-masing pembelajaran?.

(34)

Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai:

1. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang

mendapat pembelajaran kooperatif Tipe Student Teams Achievement Division

(STAD) dan yang mendapat pembelajaran konvensional.

2. Peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa yang mendapat

pembelajaran kooperatif Tipe Student Teams Achievement Division(STAD)

dan yang mendapat pembelajaran konvensional.

3. Adanya aktivitas siswa selama pembelajaran kooperatif Tipe Student Teams

Achievement Division (STAD).

4. Deskripsi proses penyelesaian masalahsiswa dalam menyelesaikan masalah

pada masing-masing pembelajaran.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini penting untuk dilakukan, secara praktis hasil dari penelitian

ini dapat bermanfaat bagi sekolah (guru dan siswa), sedangkan secara teoritis akan

bermanfaat bagi penelitian dan pengembangan keilmuan. Adapun rincian manfaat

penelitian ini, adalah sebagai berikut.

1. Bagi siswa: pembelajaran kooperatif Tipe Student Teams Achievement

Division ( STAD) ini dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah

dan komunikasi matematik siswa.

2. Bagi guru: pembelajaran kooperatif Tipe Student Teams Achievement Division

(STAD) ini dapat menjadi pembelajaran pembelajaran alternatif yang dapat

(35)

3. Hasil penelitian ini nantinya dapat dijadikan sebagai acuan/referensi

(penelitian yang relevan) pada penelitian yang sejenis.

G. Definisi Operasional

Untuk menghindari kesalahan penafsiran terhadap apa yang akan diteliti,

maka peneliti akan mengajukan definisi operasional sebagai berikut:

1. Kemampuan pemecahan masalah matematik adalah kemampuan siswa untuk

dapat memahami masalah; merencanakan pemecahan masalah; menyelesaikan

masalah; dan melakukan pengecekan kembali.

2. Kemampuan komunikasi matematis dalam dalam penelitian ini adalah

kesanggupan mengekspresikan ide-ide matematis secara tulisan. Aspek

komunikasi matematis yang ingin diukur adalah kemampuan menuliskan ide

matematika ke dalam bentuk gambar (drawing),kemampuan menuliskan ide

matematika ke dalam model matematika (mathematical expression),dan

kemampuanmenjelaskan prosedur penyelesaian (explanations).

3. Pembelajaran kooperatif Tipe Student Teams Achievement Division (STAD)

adalah model pembelajaran kooperatif yang terdiri dari tahap-tahap:

pendahuluan, penyajian materi, pembagian kelompok, kerja kelompok,

pengujian penguasaan kelompok atas bahan ajar, pemberian penghargaan, dan

penutup. Pengujian penguasaan kelompok atas bahan ajar menggunakan kuis

individu berupa soal-soal pemecahan masalah dan komunikasi matematik,

setiap 1 minggu sekali. Pemberian penghargaan disini berupa pemberian skor

sesuai dengan klasifikasinya, sekaligus memberi nama kelompok atau tim

(36)

4. Pembelajaran konvensional adalah model pembelajaran yang digunakan oleh

guru dalam proses pembelajaran sedemikian hingga peranan siswa masih

kurang, pengajaran berpusat pada guru, proses belajar masih mengacu pada

hal-hal berikut: (1) menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin di capai,

(2) menyajikan informasi, (3) mengecek keberhasilan siswa dan memberikan

umpan balik, serta (4) memberi tugas tambahan dan penerapan. Bahan ajar

yang digunakan sama halnya dengan bahan ajar yang digunakan pada kelas

yang mendapat pembelajaran matematika dengan strategi kooperatif Tipe

Student Teams Achievement Division (STAD).

5. Aktivitas siswa adalah segala bentuk kegiatan belajar yang dilakukan oleh

siswa ketika proses pembelajaran berlangsung, meliputi: membaca/memahami

LAS, mendengar dan memperhatikan penjelasan guru, diskusi antar sesame

siswa, diskusi antara siswa dan guru, mengajukan pertanyaan, menyelesaikan

masalah, menyampaikan pendapat/ide, menyelesaikan PR atau tugas.

6. Bentuk/proses penyelesaian adalah suatu proses penyelesaian masalah

(37)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan pada bab IV dan temuan

selama pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik, diperoleh

beberapa kesimpulan yang merupakan jawaban atas

pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam rumusan masalah.

Kesimpulan-kesimpulan tersebut adalah :

1. Pada kemampuan pemecahan masalah matematika siswa menunjukkan angka

signifikansi juga berada di bawah 0,05. Hal ini berarti H0 ditolak. Dengan

demikian, rata-rata peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika

siswa menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams

Achievement Division (STAD)lebih baik daripada rata-rata peningkatan

kemampuan komunikasi matematika siswa dengan pembelajaran

konvensional.

2. Pada komunikasi matematika menunjukkan angka signifikansi juga berada di

bawah 0,05. Hal ini berarti H0 ditolak. Dengan demikian, rata-rata

peningkatan kemampuan komunikasi matematika siswa menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division

(STAD)lebih baik daripada rata-rata peningkatan kemampuan komunikasi

(38)

3. Gambaran aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung adalah

pada awal pembelajaran siswa nampak kebingungan mengikuti strategi

pembelajaran yang diterapkan. Aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran

baik dalam diskusi maupun kerja mandiri kurang memperlihatkan kinerja yang

memadai. Setelah beberapa kali pertemuan aktivitas siswa semakin

meningkat, siswa lebih antusias mengikuti pembelajaran. Siswa lebih berani

bertanya, mengemukakan pendapatnya serta antusias dalam berdiskusi dan

kerja mandiri. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan penilaian yang diberikan

observer untuk sekolah level tinggi dan sekolah level sedang secara

berturut-turut yaitu : 65,71; 74,29; 85,71; 80; 85,71; 91,43 dengan rata-rata 80,48

(kategori baik) dan 65,71; 71,43; 82,86; 80; 85,71; 91,43 dengan rata-rata

79,52 (kategori cukup). Dengan demikian siswa yang memperoleh

pembelajaran matematika berdasarkan model pembelajaran kooperatif tipe

Student Teams Achievement Division (STAD)secara kuantitas, kualitas dan

keaktifan memiliki aktivitas yang lebih baik dibandingkan dengan siswa yang

memperoleh pembelajaran matematika secar biasa.

4. Proses jawaban siswa pada kelompok yang memperoleh pembelajaran

dengan pendekatan matematika realistik lebih bervariasi dan sistematis

dibandingkan dengan kelompok yang memperoleh pembelajaran

dengan pendekatan matematika biasa .

5.2Saran

Penelitian mengenai penerapan pembelajaran dengan pendekatan

(39)

meningkatkan kompetensi dari guru, maupun kompetensi siswa. Namun

telah terasa dampaknya pada penampilan sikap dan aktivitas siswa. Oleh

karena itu, berkaitan dengan temuan dan kesimpulan dari studi ini

dipandang perlu agar rekomendasi-rekomendasi berikutnya dilaksanakan

oleh guru matematika SMP, lembaga dan peneliti lain yang berminat.

1. Kepada Guru

a. Pembelajaran denganmodel pembelajaran kooperatif tipe Student

Teams Achievement Division (STAD) merupakan salah satu alternatif

bagi guru matematika dalam menyajikan materi pelajaran

matematika.

b. Dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams

Achievement Division (STAD) hendaknya membuat suatu skenario

yang matang, sehingga tidak banyak waktu yang terbuang oleh

hal-hal yang tidak perlu, khususnya menentukan benda-benda

yang real disekitar agar tidak terjadi miskonsepsi.

c. Pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe Student

Teams Achievement Division (STAD) hendaknya diterapkan pada

materi yang esensial menyangkut benda-benda yang real disekitar

tempat belajar, agar siswa lebih cepat memahami pelajaran yang

sedang dipelajari.

d. Dalam setiap pembelajaran guru sebaiknya menciptakan suasana

(40)

mengungkapkan gagasan-gagasan matematika dalam bahasa dan

cara mereka sendiri, sehingga dalam belajar matematika siswa

menjadi berani beragumentasi, lebih percaya dan kreatif.

2. Kepada lembaga terkait

Pembelajaran denganmodel pembelajaran kooperatif tipe Student Teams

Achievement Division (STAD), masih sangat asing bagi guru dan siswa

terutama pada guru dan siswa di daerah, oleh karena itu perlu

disosialisasikan oleh sekolah dengan harapan dapat meningkatkan

kemampuan belajar siswa, khususnya meningkatkan kemampuan

pemecahan masalah dan komunikasi matematika siswayang tentunya

akan berimplikasi pada meningkatnya prestasi siswa dalam penguasaan

materi matematika.

3. Kepada peniliti yang berminat

a. Bagi peneliti yang hendak melakukan penelitian dengan model

pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division

(STAD, hendaknya melakukan penelitian pada populasi yang lebih besar

yang terdiri dari beberapa sekolah agar hasilnya dapat mengenaralisir

penggunaan model pembelajaran pendidikan matematika realsitik secara

lebih luas pula.

b. Untuk penelitian lebih lanjut hendaknya penelitian ini dapat

dilengkapi dengan meneliti aspek lain secara terperinci yang

(41)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim (1997a). Why Cooperative Group Problem Solving. [Online]. Tersedia: http://groups.physics.umn.edu/physed/Research/CGPS/CGPSintro.htm. [29 Januari 2006].

Anonim (1997b). Traditional versus Cooperative Groups. [Online]. Tersedia: http://groups.physics.umn.edu/physed/Research/CGPS/trdvscoop.html. [29 Januari 2006].

Depdiknas (2003). Kurikulum 2004Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Dorhayani,S (2009). Keefektivan Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Kontektual Pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2 Rantau Selatan Rantauprapat. Tesis tidak diterbitkan. Medan. Program Pascasarjana Unimed.

Ibrahim, M., Rachmadiarti, F., Nur, M., dan Ismono. (2000). Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: UNESA-University Press.

Johanes, Kastolan, dan Sulasim. (2005). Kompetensi Matematika Kelas 2 SMA Semester 1 (Program IPA). Jakarta: Yudhistira.

Kantowski, M.G. (1981). “Problem Solving”. Mathematics Education Research: Implications for the 80’s. Virginia: NCTM.

Karli, H dan Yuliariatiningsih, M.S. (2002a). Implementasi KBK 1. Jakarta: Bina Media Informasi.

Karli, H dan Yuliariatiningsih, M.S. (2002b). Implementasi KBK 2. Jakarta: Bina Media Informasi.

Lisanuddin(2013) Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Sebagai Upaya Meningkatkan Aktivitas Dan Kemampuan Komunikasi Siswa Kelas X A V3SMKN 4 Medan.Tesis tidak diterbitkan. Medan. Program Pasca Sarjana Unimed.

Lie, A. (2004). Cooperative Learning. Jakarta: Gramedia.

Nasution (2000). Didaktik Asas-asas Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.

NCTM (2000). Defining Problem Solving. [Online]. Tersedia:

(42)

Noormandiri, B.K. (2004). Matematika untuk SMA Jilid 2 Kelas XI Program A IPA. Jakarta: Erlangga.

Pasaribu,Feri Tiona (2012). Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematika Siswa SMP Dengan Menggunakan Pendekatan Matematika Realistik. Tesis tidak diterbitkan. Medan. Program Pascasarjana Unimed.

Puspendik (2003). Hasil Ujian Nasional SMU/MA Tahun Pelajaran 2002/2003. [Online]. Tersedia: http://www.puspendik.com. [6 Desember 2006].

Purba, Glory Indira Diana (2010). Penerapan Strategi Pembelajaran Tipe STAD ( Student Teams Achievement Divisions)Yang Berorientasi Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa. Tesis tidak diterbitkan. Medan. Program Pascasarjana Unimed.

Ruseffendi, E.T. (1991). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

Ruseffendi, E.T. (1998a). Dasar-Dasar Penelitian dan Bidang Non Eksakta Lainnya. Semarang: IKIP Semarang Press.

Ruseffendi, E.T. (1998b). Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: IKIP Bandung Press.

Slavin, R.E. (1995). Cooperative Learning Theory, Research, and Practice Needham Heigts. Massachusetcs: Allyn dan Bacon.

Soekisno, B.A. (2002). Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa dengan Strategi Heuristik. Bandung: Tesis SPs UPI. Tidak diterbitkan.

Sudijono, A. (2003). Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Sudjana (1992). Pembelajaran Statistika Edisi ke-5. Bandung: Tarsito.

Sudjana, N. (1989). Cara Belajar Siswa Aktif dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru.

Sujono (1988). Pengajaran Matematika untuk Sekolah Menengah. Jakarta: Depdikbud, Dikti P2LPTK.

(43)

Suherman, E., Turmudi, Suryadi, D., Herman, T., Suhendra, Prabawanto, S., Nurjanah, dan Rohayati, A. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: UPI.

Suherman, E. (2003). Evaluasi Pengajaran Matematika. Bandung: UPI.

Suparno, P. (1997). Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.

Undang-undang R.I. No 23 (2003), Tentang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003.

Gambar

Gambar 4.33 Ragam proses penyelesaian butir soal nomor 2 kelas
grafik ataupun tabel. Sebagaimana Polla (1999: 1) menyebutkan bahwa,

Referensi

Dokumen terkait

Efektivitas insulasi termal dapat dilihat dari konduktivitas panasnya yang rendah karena hal itu dapat mempertahankan energi termal di dalam atau di luar sistem dengan

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa karya tulis ilmiah yang berjudul: ” Analisis Usahatani Perkebunan Kopi Rakyat Di Desa Gombengsari Kecamatan

(19) Yesus tahu, bahwa mereka hendak menanyakan sesuatu kepada-Nya, lalu Ia berkata kepada mereka: "Adakah kamu membicarakan seorang dengan yang lain apa yang Kukatakan

Sistem JPKM ini merupakan sistem asuransi bagi keluarga mampu sehingga kedepan diharapkan akan mengurangi beban Pemerintah daerah Kabupaten Polewali Mandar di bidang kesehatan

Putusan Hakim yang menggunakan atau mengaplikasikan prinsip hukum dalam PBM yang mengatur pendirian rumah ibadat dapat dilihat dalam Bab III Skripsi ini... Dalam skripsi

Untuk itu kami meminta kepada saudara untuk menunjukan asli dokumen yang sah dan masih berlaku ( beserta copynya ), sebagaimana yang terlampir dalam daftar

Sehubungan dengan telah dilakukannya evaluasi dokumen penawaran paket pekerjaan Peningkatan Jalan Dengan Konstruksi HRS-Base dalam kawasan Perumahan RSS Oesapa dan

Pada jalur lalu lintas terdiri dari beberapa lajur yang terletak memanjang, dibatasi oleh marka lajur jalan dan memiliki lebar yang cukup untuk dilewati suatu