PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIKA SISWA MELALUI MODEL
PEMBELAJARAN STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD)
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan pada
Program Studi Pendidikan Matematika
OLEH :
LOVROVA SARAGIH NIM : 8106172035
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN MEDAN
PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIKA SISWA MELALUI MODEL
PEMBELAJARAN STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD)
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan pada
Program Studi Pendidikan Matematika
OLEH :
LOVROVA SARAGIH NIM : 8106172035
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN MEDAN
i ABSTRAK
LOVROVA SARAGIH. Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Komunikasi Matematika Siswa Melalui Model Pembelajaran Student Teams Achievement Divisions (STAD). Tesis. Program Studi Pendidikan Matemtaika Pascasrjana Universitas Negeri Medan. Tesis. Medan: Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana Universitas Negeri Medan, 2013.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) Apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa melalui model pembelajaran Student Teams Achievement Divisions (STAD) lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. (2) Apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematika siswa yang memperoleh model pembelajaran STAD lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. (3) Bagaimana Aktivitas siswa selama pembelajaran menggunakan model pembelajaran STAD dan model pembelajaran konvensional. (4) Bagaimana penyelesaian masalah siswa pada masing-masing pembelajaran.
Populasi penelitian ini adalah siswa kelas VII SMP Negeri 6 Pematangsiantar. Secara acak, dipilih dua kelas sebagai subyek penelitian. Kelas eksperimen diberi model pembelajaran (STAD) dan kelas kontrol diberi perlakuan pembelajaran matematika secara biasa. Instrumen yang digunakan terdiri dari: tes kemampuan pemecahan masalah, tes kemampuan komunikasi matematika dan lembar observasi. Instrumen tersebut dinyatakan telah memenuhi syarat validitas serta koefisien reliabilitas untuk kemampuan pemecahan masalah matematika dan kemampuan komunikasi matematika.
Hasil utama dari penelitian ini adalah: (1) Secara keseluruhan siswa yang menggunakan model pembelajaran STAD secara signifikan rata-rata peningkatkan kemampuan pemecahan masalah lebih baik daripada rata-rata peningkatan pemecahan masalah siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional. (2) Secara keseluruhan siswa yang menggunakan model pembelajaran STAD secara signifikan rata-rata peningkatkan kemampuan komunikasi lebih baik daripada rata-rata peningkatan komunikasi siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional. (3) Aktivitas siswa dalam pembelajaran dengan model pembelajaran STAD secara kuantitas lebih baik dibandingkan dengan aktivitas siswa yang memperoleh pembelajaran matematika secara konvensioanl. (4) Proses penyelesaian masalah siswa yang menggunakan model pembelajaran STAD lebih bervariasi dan sistematis berdasarkan indikator kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematika dibandingkan dengan siswa yang menggunakan pembelajaran secara konvensional. Berdasarkan hasil penelitian, maka peneliti menyarankan agar model pembelajaran STAD pada pembelajaran matematika untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematika siswa dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif untuk menerapkan pembelajaran matematika yang inovatif, dapat menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan, dan memberi kesempatan pada siswa untuk mengungkapkan gagasannya dalam bahasa dan cara mereka sendiri.
ii ABSTRACT
LOVROVA SARAGIH. Upgrades Mathematical Problem Solving And Communication Students Through Learning Mode Student Teams Achievement Divisions. Thesis. Field: Mathematics Education Graduate Program, State University of Medan, 2013.
This study aimed to determine: (1) Is the increasing of students mathematics problem solving of students receiving learning model student teams achievement division better than students who receive the usual mathematical learning. (2) Do students improved communication skills received model students learning mathematics student teams achievement divisions better than students who receive learning ordinary mathematics (3) Is there the learning activities of students during learning used model student teams achievement divisions. (4) How Is there process of student’s problem solving in each learning.
This research is a semi-experimental research. The population of this research are the students of grade VII junior high school in the SMP Negeri 6 Pematangsiantar. Randomly, selected two classes. Threated experimental class learning model student teams achievement division and class control given ordinary Math learning. The instruments used are : the test problem solving skill, Math communication skill math and observation sheets. The instruments has been declared eligible validation, as well as the reliability coefficient respectively for mathematical problem solving skills and communication skill math.
The results showed that : (1) Totally, the students whose learning with STAD better in improving problem solving skills than students who use ordinary mathematical learning. (2) Totally, the students whose learning with STAD better in improving communication skills mathematics than students who use ordinary mathematical learning. (3) Students activity in learning by using STAD Math approaching are categorized well. (4) The process of students problem solving whose learning with STAD math approaching is more completely based on problem solving ability indicator and Math communication than the students who used ordinary math learning. Based on this research, the researcher suggests that the learning with model student teams achievement division math approaching in increasing of math problem solving ability and math communication can be used as an alternative for implementing innovatively math learning, can create an atmosphere of joyful learning, and provide opportunities for students to express their ideas in their own language and ways
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas kasihNya yang telah diberikan
kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul
“Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Komunikasi Matematika
Siswa Melalui Model Pembelajaran Student Teams Achievement Divisions (STAD)”. Penulisan tesis ini dilakukan dalam rangka memenuhi sebagian dari persyaratan untuk memperoleh gelar master kependidikan di Program Studi
Pendidikan Matematika Sekolah Pascasarjana Universitas Negeri Medan (UNIMED).
Dalam proses mulai dari penulisan dan seminar proposal, pembuatan
instrumen dan penyusunan bahan ajar dan rangkaian ujicobanya, penulis mendapat
banyak bantuan, bimbingan, nasihat, dorongan, saran, dan kritik yang sangat berharga
dari berbagai pihak.
1. Bapak Prof. Dian Armanto, M.Pd.,M.A.,M.Sc.,Ph.D selaku Dosen Pembimbing I
dan Prof. Dr. Asmin, M.Pd selaku Dosen Pembimbing II telah banyak
memberikan bimbingan serta motivasi yang kuat selama penyusunan tesis ini.
2. Ibu Ida Karnasih, M.Sc., Ph.D; Ibu Dr. Izwita Dewi, M.Pd dan Bapak Prof. Dr.
Mukhtar, M.Pd, selaku Narasumber yang telah banyak memberikan saran dan
masukan-masukan dalam penyempurnaan tesis ini.
3. Bapak Prof. Dr. Edi Syahputra, M.Pd dan Bapak Dr. Hasratuddin, M.Pd, selaku
Ketua dan Sekretaris Program Studi Pendidikan Matematika yang setiap saat
iv
4. Direktur, Asisten I, II dan III beserta Staf Program Pascasarjana UNIMED yang
telah memberikan bantuan dan kesempatan kepada penulis menyelesaikan tesis
ini.
5. Bapak Padiar Nainggola, S.Pd sebagai Kepala SMP Negeri 6, Bapak F. Bahagia
Girsang, S.Pd dan Ibu Ellen R. Siregar, S.Pd selaku Observer Penelitian serta
dewan guru yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan
penelitian lapangan
6. Ibunda tercinta Louisa Amahoru, Abang saya Lawrence Saragih, SE, adik saya
Herlina Theresya Saragih, S.Kom, Heince Raymoond Saragih, SE, Philips
Saragih, S.Par dan sekeluarga yang telah banyak memberikan sumbangan baik
secara moril dan materil, motivasi dan doa selama penulis mengikuti perkuliahan
dan penulisan tesis ini.
Semoga tesis ini benar-benar bermanfaat kepada penulis maupun rekan-rekan
lain terutama bagi rekan guru dalam meningkatkan wawasan dan kemampuan untuk
melaksanakan kegiatan pembelajaran matematika di depan kelas serta dapat menjadi
seorang guru yang berkompetensi dan professional.
Medan, September 2013 Penulis,
DAFTAR ISI
Halamn
Abstrak ... i
Kata Pengantar ... iii
Daftar Isi ... v
Daftar Table ... viii
Dafatr Gambar ... ix
Daftar Lampiran ... xiv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 13
C. Pembatasan Masalah ... 14
D. Rumusan Masalah ... 14
E. Tujuan Penelitian ... 15
F. Manfaat Penelitian ... 15
G. Definisi Operasional ... 16
BAB II KAJIAN PUSTAKA A.Pengertian Belajar dan Pembelajaran Matematika ... 18
1. Pengertian Belajar ... 18
2. Pengertian Mengajar ... 19
3. Pembelajaran Matematika ... 20
4. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika ... 22
5. Kemampuam Komunikasi Matematika ... 26
1. Tujuan Pembelajaran Kooperatif Tipe Student
Team Achievement Divisions (STAD) ... 32
2. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Divisions(STAD) ... 34
3. Langkah-langkah dalam Penerapan Teknik Student Teams Achievement Division (STAD)…………..…………. 40
4. Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Divisions(STAD)…… 43
C. Pembelajaran Konvensional ... 44
D. Perbedaan Pembelajaran Kooperatif dan Pembelajaran Konvensional ... 45
E. Teori Belajar Yang Mendasari Pembelajaran Kooperatif ... 47
F. Penelitian yang Relevan ... 51
G. Kerangka Konseptual ... 52
H. Hipotesis Penelitian ... 64
BAB. III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 65
B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 65
C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 65
D. Variabel Penelitian ... 68
E. Desain Penelitian ... 68
F. Instrumen Penelitian ... 70
G.Uji Coba Instrumen... 77
H.Teknik Analisis Data ... 82
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.Hasil Penelitian ... 104
1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika ... 104
2. Kemampuan Komunikasi Matematika ... 115
3. Aktivitas Siswa Dalam Proses Prembelajaran ... 125
4. Proses Penyelesaian Masalah Siswa ... 134
B.Pembahasan... 167
C.Keterbatasan ... 178
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan ... 181
B.Saran ... 182
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Pemberian Penghargaan Prestasi Kelompok ... 44
Tabel 2.2 Sintaks Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD ... 47
Tabel 2.3 Perbedaan Pembelajaran Kooperatif dan Pembelajaran Konvensional ... 52
Tabel 3.1 Kriteria Pengelompokan Siswa Berdasarkan KAM ... 73
Tabel 3.2 Rancangan Penelitian ... 76
Tabel 3.3 Tabel Weiner Tentang Keterkaitan Antara Variable Bebas, Terikat dan Kontrol ... 77
Tabel 3.4 Kisi-kisi Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik ... 79
Tabel 3.5 Pedoman Penskoran Soal-soal Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik ... 80
Tabel 3.6 Kisi-kisi Kemampuan Komunikasi Matematika ... 82
Tabel 3.7 Pedoman Penskoran Soal-soal Kemampuan Komunikasi Matematik ... 83
Tabel 3.8 Kriteria Proses Jawaban Pemecahan Masalah ... 92
Tabel 3.9 Kriteria Proses Jawaban Komunikasi Matematik ... 94
Tabel 3.10 Kriteria Skor Gain Ternormalisasi ... 95
Tabel 3.11 Keterkaitan Permasalahan, Hipotesis dan Jenis Uji Statistic Yang Digunakan ... 101
Tabel 4.1 Data Hasil Pretes ... 104
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Prosedur Penelitian ... 100
Gambar 4.1 Grafik Normalitas Skor Ideal Pretes... 105
Gambar 4.2 Grafik Normalitas Skor Ideal Postes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 108
Gambar 4.3 Grafik Normalitas gain Kemampuan pemecahan Masalah Matematika ... 111
Gambar 4.4 Grafik Normalitas Pretes Komunikasi... 116
Gambar 4.5 Grafik Normalitas Postes Kemampuan Komunikasi ... 119
Gambar 4.6 Grafik Normalitas Gain Komunikasi... 122
Gambar 4.7 Aktivitas Siswa Dalam Persiapan Pembelajaran Pada Kelas Eksperimen ... 127
Gambar 4.8 Aktivitas Siswa Dalam Persiapan Pembelajaran Pada Kelas Kontrol... ... 128
Gambar 4.9 Aktivitas Siswa Dalam Memperhatikan Penyammpaian Tujuan Pembelajaran Pada Kelas Eksperimen ... 128
Gambar 4.10 Aktivitas Siswa Dalam Memperhatikan Pynyampaian Tujuan Pembelajaran Pada Kelas Kontrol ... 129
Gambar 4.11 Aktivitas Siswa Dalam Menerima Masalah Pada Kelas Ekperimen... 129
Gambar 4.12 Aktivitas Siswa Dalam Menerima Masalah Pada Kelas Kontrol 130 Gambar 4.13 Aktivitas Siswa Dalam Proses Kontrubusi dan Produksi Siswa Pada Kelas Eksperimen ... 130
Gambar 4.14 Aktivitas Siswa Dalam Interaktif Dari Proses Pengajaran Pada Kelas Kontrol ... 131
Gambar 4.15 Aktivitas Siswa Dalam Interaktif Dari Proses Pengajaran Pada Kelas Eksperimen ... 131
Gambar 4.17 Aktivitas Siswa Dalam Membuat Kesimpulan Pembelajaran
Kelas Eksperimen ... 132
Gambar 4.18 Aktivitas Siswa Dalam Membuat Kesimpulan
Pembelajaran pada kelas control ... 133
Gambar 4.19 Ragam proses penyelesaian butir soal nomor 1 kelas
Eksperimen ... 136
Gambar 4.20 Ragam proses penyelesaian butir soal nomor 1 kelas
Control ... 137
Gambar 4.21 Ragam proses penyelesaian butri soal nomor 2 kelas
Eksperimen ... 139
Gambar 4.22 Ragam proses penyelesaian butri soal nomor 2 kelas
Control ... 140
Gambar 4.23 Ragam proses penyelesaian butri soal nomor 3 kelas
Eksperimen ... 141
Gambar 4.24 Ragam proses penyelesaian butir soal nomor 3 kelas
control ... 142
Gambar 4.25 Ragam proses penyelesaian butir soal nomor 4 kelas
Eksperimen ... 144
Gambar 4.26 Ragam proses penyelesaian butir soal nomor 4 kelas
Control ... 145
Gambar 4.27 Ragam proses penyelesaian butir soal nomor 5 kelas
Eksperimen ... 147
Gambar 4.28 Ragam proses penyelesaian butir soal nomor 5 kelas
Control ... 148
Gambar 4.29 Ragam proses penyelesaian butir soal nomor 6 kelas
Eksperimen ... 150
Gambar 4.30 Ragam proses penyelesaian butir soal nomor 6 kelas
Control ... 151
Gambar 4.31 Ragam proses penyelesaian butir soal nomor 1 kelas
Eksperimen ... 154
Control ... 155
Gambar 4.33 Ragam proses penyelesaian butir soal nomor 2 kelas
Eksperimen ... 156
Gambar 4.34 Ragam proses penyelesaian butir soal nomor 2 kelas
Control ... 157
Gambar 4.35 Ragam proses penyelesaian butir soal nomor 3 kelas
Eksperimen ... 158
Gambar 4.36 Ragam proses penyelesaian butir soal nomor 3 kelas
control ... 159
Gambar 4.37 Ragam proses penyelesaian butir soal nomor 4 kelas
Eksperimen ... 161
Gambar 4.38 Ragam proses penyelesaian butir soal nomor 4 kelas
Control ... 162
Gambar 4.39 Ragam proses penyelesaian butir soal nomor 5 kelas
Eksperimen ... 163
Gambar 4.40 Ragam proses penyelesaian butir soal nomor 5 kelas
control ... 164
Gambar 4.41 Ragam proses penyelesaian butir soal nomor 6 kelas
eksperimen ... 166
Gambar 4.42 Ragam proses penyelesaian butir soal nomor 6 kelas
Control ... 167
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN A
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Aktivitas siswa (LAS)
Kelas Eksperimen
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Aktivitas siswa (LAS)
Kelas Kontrol
LAMPIRAN B
Kisi-Kisi Intrument Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
Butir Soal Pre-test Kemampuan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
Butir soal Post-test Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
Kisi-Kisi Intrument Tes Kemampuan Komunikasi Matematika
Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Komunikasi Matematika
Butir Soal Pre-test Tes Kemampuan Komunikasi Matematika
Kriteria Proses Jawaban Pemecahan Masalah Matematika
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan dalam pengertian pengajaran di sekolah adalah suatu usaha
yang bersifat sadar, sistematis, dan terarah agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlaq mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya masyarakat, bangsa dan negara (UU Sisdiknas 2003:5).
Pada pembelajaran konvensional, guru mengajar sejumlah murid dalam
ruangan yang kemampuannya memiliki syarat minimum untuk tingkat itu.
Aktivitas guru dalam kegiatan belajar mengajar, cenderung masih sangat
menonjol dibandingkan dengan aktivitas siswa yang masih rendah. Guru pada
umumnya mendominasi kelas, sedangkan murid umumnya pasif dan hanya
menerima. Semua kegiatan belajar anak sepenuhnya ada pada tangan guru itu saja
(Ruseffendi, 1991). Guru pada umumnya menggunakan cara yang paling mudah
dan praktis bagi dirinya, bukan memilih cara bagaimana membuat siswa belajar.
embelajaran yang didapat oleh siswa selama di bangku sekolah seharusnya berupa
pengalaman yang dapat digunakan untuk bekal hidup dan untuk bertahan hidup.
Tugas seorang guru di sini bukan hanya sekadar mengajar (teaching) tetapi lebih
ditekankan pada membelajarkan (learning) dan mendidik. Pembelajaran tidak
hanya ditekankan pada keilmuannya semata. Arah pembelajaran seharusnya
Dari hasil evaluasi Trends in International Mathematics and Science Study
(TIMMS) tahun 2003 menunjukkan rangking 34 dari 38 negara peserta. Hal ini
sangat memprihatinkan bila dibandingkan dengan Negara tetangga kita seperti
Jepang menduduki rangking 3 setelah Korea menduduki rangking 2 dan Singpura
menempati peringkat ke-1(Nuraini, 2009).
Pelajaran matematika merupakan pelajaran pokok dalam setiap jenjang
pendidikan. Sehingga matematika sangat penting peranannya dalam
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun kenyataannya bahwa
matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang sulit dipahami oleh siswa.
Tidak heran kalau banyak siswa yang tidak senang terhadap pelajaran matematika
yang kemungkinan disebabkan sulitnya memahami pelajaran matematika
(Fakhruddin, 2010: 1).
Pada kurikulum berbasis kompetensi yang tertuang dalam lampiran
Permen 23 Tahun 2006 disebutkan bahwa tujuan pembelajaran matematika
adalah: (1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antara konsep
dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan
tepat, dalam pemecahan masalah. (2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat,
melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasim menyusun
bukti, atau menjelskan gagasan dan pernyataan matematika. (3) Memecahkan
masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model
matematika, menyelesaikan model matematika dan menafsirkan solusi yang
diperoleh. (4) Mengomunikasikan gagasan dengan symbol, tabel, diagram, atau
menghargai kegunaan mtematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin
tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta ulet dan percaya
diri dalam pemecahan masalah. (Puskur, 2007).
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Soejadi (dalam Saragih 2007: 5)
bahwa pendidikan matematika memiliki dua tujuan besar yaitu (1) tujuan yang
bersifat formal yaitu pemberian tekanan pada penalaran anak dan pembentukan
pribadi anak. (2) tujuan yang besifat material yang memberikan tekanan pada
penerapan matematika serta kemampuan memecahkan masalah matematika. Hal
ini sesuai dengan tujuan pembelajaran matematika yang dirumuskan oleh National
Council of Teachers of Mathematics yaitu (1) belajar untuk berkomunikasi
(mathematical communication), (2) belajar untuk bernalar ( mathematical
reasoning), (3) belajar untuk memecahkan masalah (mathematical problem
solving), (4) belajar untuk mengaitkan ide (mathematical conections), (5)
pembentukan sikap positif terhadap matematika ( positive attitudes toward
mathematics).
Untuk dapat memecahkan permasalahan, tentunya seseorang harus
memiliki kemampuan pemecahan masalah yang cukup. Menurut Utari-Sumarmo
(Soekisno, 2002: 3), pentingnya pemilikan kemampuan pemecahan masalah
matematik pada siswa adalah bahwa kemampuan pemecahan masalah merupakan
tujuan pengajaran matematika, bahkan sebagai jantungnya matematika.
Pemecahan masalah bukanlah sekadar tujuan dari belajar matematika, tetapi juga
merupakan alat utama untuk melakukannya (Wahyudin, 2003). Sedangkan dalam
pembelajaran matematika adalah untuk mengembangkan kemampuan pemecahan
masalah. Soedjadi (Soekisno, 2002: 4) juga menyatakan bahwa pemecahan
masalah perlu mendapat perhatian dalam pendidikan matematika.
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah
matematik siswa masih rendah. Hal ini didasarkan pada hasil penelitian
Fakhruddin (2010) dan Ernita Sari (2011), bahwa secara klasikal, kemampuan
pemecahan masalah matematik belum mencapai taraf ketuntasan belajar. Juga
hasil penelitian Nuraini (2010), yang menyimpulkan bahwa kegagalan menguasai
matematika dengan baik diantaranya disebabkan siswa kurang menggunakan nalar
dalam menyelesaikan masalah.
Dalam Kurikulum tahun 2004 – yang mengacu kepada standar kurikulum
National Council of Teachers of Mathematics (NCTM, 1989), dinyatakan bahwa
pemecahan masalah merupakan salah satu bagian dari standar kompetensi –
bagian dari kecakapan atau kemahiran matematika yang diharapkan. Oleh
karenanya diharapkan siswa dapat menunjukkan kemampuan strategik dalam
membuat atau merumuskan, menafsirkan, dan menyelesaikan model matematika
dalam pemecahan masalah. Hal ini jelas bahwa Kurikulum 2004 menekankan
pada pemecahan masalah sebagai salah satu standar yang harus dimiliki siswa.
NCTM juga menyatakan bahwa pemecahan masalah matematika dalam
pengertian yang lebih luas hampir sama dengan “bermatematika” – melakukan
matematika (doing mathematics). Menurut standar NCTM tahun 2000,
pemecahan masalah merupakan esensi dari daya matematik (mathematical
Untuk mendukung kemampuan pemecahan masalah ini tentu siswa harus
dapat memahami kemampuan komunikasi yang berkaitan dalam permasalahan
yang akan dipecahkan. Kemampuan komunikasi matematika menjadi modal yang
cukup penting dalam melakukan pemecahan masalah, karena dalam menentukan
strategi pemecahan masalah diperlukan penguasaan kemampuan komunikasi
matematika yang mendasari permasalahan tersebut.
Mengapa kemampuan komunikasi itu penting untuk dimiliki oleh siswa,
Baroody (Ansari. 2004:4) mengungkapkan sedikitnya ada dua alasan untuk
menjawab betapa pentingnya kemampuan komunikasi dimiliki oleh siswa.
Pertama, matematika adalah bahasa, artinya matematika bukan hanya sekedar alat
bantu berpikir, alat untuk menemukan pola, menyelesaikan masalah atau
mengambil kesimpulan, akan tetapi matematika merupakan perangkat yang tak
dapat dinilai, karena dapat mengkomunikasikan berbagai jenis ide secara jelas dan
ringkas. Kedua, belajar matematika merupakan kegiatan sosial; artinya, sebagai
aktifitas sosial dalam pembelajaran matematika sehingga tercipta wahana interaksi
antar siswa, dan juga komunikasi antara guru dan siswa.
Kurang memuaskannya kemampuan pemecahan masalah ini mungkin
berkaitan erat dengan kemampuan komunikasi matematika yang dimiliki siswa.
Siswa mungkin memahami konsep tetapi ia lemah dalam menemukan ide-ide
untuk pemecahan masalah, atau sebaliknya ia punya ide-ide pemecahan masalah
akan tetapi pemahaman konsepnya kurang, atau bahkan kedua-duanya kurang.
Oleh karena itu kemampuan komunikasi matematika siswa juga merupakan
Guru bidang studi matematika SMP Negeri 6 di Pematangsiantar (dalam
wawancara 12 September 2012), juga mengatakan bahwa ketika proses kegiatan
belajar berlangsung banyak siswa yang masih belum mampu mengungkapkan ide
matematikanya dengan baik, masih malu-malu dan takut jika diberikan
kesempatan berbicara menyampaikan ide maupun gagasannya mengenai
konsep-konsep matematika kepada khalayak ramai seperti rekan-rekan sebayanya , masih
banyak yang belum mampu menginterpretasikan data-data dalam
matematikadalam bentuk gambar atau grafik,seperti pada contoh kasus materi segi
empat.
Berdasarkan hal-hal yang telah disebutkan diatas dapat dikatakan bahwa
begitu pentingnya kemampuan matematika dikuasai. Akan tetapi, di sisi lain
kemampuan siswa dalam pemecahan masalah matematika ini masih kurang
memuaskan. Oleh karena itu, perlu dipikirkan upaya untuk meningkatkan
kemampuan ini.
Salah satu upaya yang dilakukan adalah bagaimana agar siswa memiliki
kecakapan dalam matematika. Oleh karena itu perlu disadarkan tentang
pengetahuan dan proses berpikir mereka. Mereka harus memiliki kesadaran
bahwa mereka tahu tentang komunikasi matematika yang melandasi untuk
memecahkan suatu masalah, mereka sadar akan kelebihan dan kekurangan yang
mereka miliki. Akibatnya dengan kesadaran ini diharapkan mereka mampu
menyusun strategi untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya.
Siswa yang bekerja secara kooperatif selalu mengingat dan menerapkan
bebas (individu). Hal ini juga didukung oleh Thorndike (Nasution, 2000: 150),
yang menyimpulkan tentang faedah “social problem solving” atau pemecahan
masalah secara berkelompok, yaitu: (1) kelompok lebih banyak membawa
pengalaman masing-masing dalam situasi problematis daripada seorang individu;
(2) kelompok lebih banyak memberikan bermacam-macam saran/pendapat
dibandingkan dengan seorang individu saja; (3) macam-macam pendapat yang
berbeda-beda lebih representatif daripada pendapat seseorang saja; (4) adanya
bermacam-macam latar belakang, minat, dan tujuan dalam kelompok, mungkin
mempersukar tercapainya suatu persetujuan yang riil. Tetapi perbedaan-perbedaan
tersebut akan menjadikan masalah itu lebih riil atau nyata; (5) kelompok lebih
produktif dalam memberikan kritik terhadap usul-usul; (6) anggota kelompok
sering merangsang dalam setiap usaha kelompok. Saran dari X yang dikritik oleh
Y merangsang Z yang kemudian memberi saran baru yang berbeda; (7) dinamika
interpersonal merupakan suatu unsur yang penting dalam pertukaran pendapat.
Kramarski (2000: 168) menyatakan bahwa, aktivitas siswa dalam
kelompok kecil memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan
komunikasi matematik melalui sejumlah pertanyaan metakognitif yang terfokus
pada: (1) sifat permasalahan; (2) membangun pengetahuan sebelumnya dengan
pengetahuan yang baru; (3) penggunaan strategi yang tepat dalam memecahkan
suatu permasalahan.
Ada yang berpendapat (Anonim, 1997a: 1), bahwa pemecahan masalah
secara berkelompok mempunyai keuntungan, antara lain: (1) strategi pemecahan
berkelompok memberikan siswa kesempatan untuk melatih strategi; (2) kelompok
dapat menyelesaikan permasalahan secara lebih kompleks dibandingkan
perseorangan; (3) setiap anggota dapat berlatih merencanakan dan memonitor
kemampuan-kemampuan yang mereka perlukan untuk menjadikan dirinya sebagai
problem solver yang lebih baik; (4) dalam diskusi, setiap anggota mendapat
giliran dalam berpendapat dan dapat mengecek ulang miskonsepsi mereka; (5)
ketika mendapat kesulitan, siswa tidak begitu takut menghadapinya, karena
hakikatnya mereka tidak sendiri tetapi berkelompok. Serta menurut Lie (2004:
31), bekerja secara kooperatif (pembelajaran kooperatif) sangat membantu siswa
dalam menumbuhkan kerjasama dan komunikasi. Dengan demikian, jelas bahwa
dalam pemecahan masalah secara berkelompok haruslah terjadi suatu kerjasama
dan komunikasi.
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa, kemampuan komunikasi siswa
masih rendah, belum sesuai dengan apa yang kita harapkan. Hal ini sebagaimana
hasil penelitian Situmorang (2010) dan Feri Tiona (2012), yang menyimpulkan
bahwa kemampuan komunikasi matematik siswa Sekolah Menengah Atas dan
Sekolah Menengah Pertama rendah.
Depdiknas (2003: 6) menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran matematika
adalah untuk mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau
mengkomunikasikan gagasan, antara lain melalui pembicaraan lisan, grafik, peta
diagram, dalam menjelaskan gagasan. Matematika berfungsi untuk
mengembangkan kemampuan mengkomunikasikan gagasan melalui model
grafik ataupun tabel. Sebagaimana Polla (1999: 1) menyebutkan bahwa,
komunikasi menjadi sesuatu yang utama dalam mengajar, menilai, dan
pembelajaran matematika. Lim dan Pugalee (2005: 1) juga menyatakan bahwa,
bahasa (komunikasi) merupakan komponen penting dalam pemahaman konsep
matematika siswa. Berpedoman pada pentingnya kemampuan pemecahan masalah
dan komunikasi matematik, tentunya kita selaku guru (pengajar) harus melakukan
suatu terobosan baru. Terobosan baru inilah yang nantinya dapat mengatasi
permasalahan tersebut.
Utari-Sumarmo (2005: 8) mengatakan bahwa, untuk mengembangkan
kemampuan komunikasi matematik, memupuk kerjasama dan saling menghargai
pendapat orang lain, siswa dapat diberi tugas belajar dalam kelompok kecil.
Dalam kelompok kecil ini, nantinya akan terjadi proses social problem solving.
Untuk memperoleh hasil belajar yang sesuai dengan tujuan pembelajaran
yang tepat dibutuhkan pemilihan strategi yang sesuai dengan metode, media dan
sumber belajar lainnya yang dianggap relevan dengan informasi yang
disampaikan, dan membimbing siswa agar terlibat secara optimal, sehingga siswa
dapat memperoleh pengalaman belajar dalam rangka menumbuh kembangkan
kemampuannya, seperti: mental, intelektual, emosional, dan sosial serta
keterampilan. Dengan demikian pemilihan strategi pembelajaran yang sesuai
dapat membangkitkan dan mendorong aktifitas siswa untuk meningkatkan
kemampuan dan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran tertentu.
Kooperatif yang dilakukan dalam kelompok kecil memungkinkan siswa
secara efektif. Pembelajaran kooperatif tidak hanya sekedar belajar bersama, lebih
dari itu melatih siswa bertanggungjawab terhadap kelompoknya dan pribadi.
Artinya antara siswa harus saling membantu dan memahami bahan yang
dipelajari, saling bertanya, mendiskusikan ide/gagasan, belajar mendengarkan,
member kritikan, menjelaskan, dan meyimpulkan dalam bentuk tulisan.
Menurut Johnson dan Johnson (Polla, 1999: 3), pembelajaran kooperatif
berpotensi membantu para siswa untuk mengembangkan: (1) permasalahan
matematik; (2) pemecahan masalah dan pengertian yang mendalam; (3) keyakinan
diri. Sehingga untuk tujuan ini, dapat dilakukan pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif. Menurut Karli dan
Yuliariatiningsih (2000b: 70),
Model Cooperative Learning adalah suatu strategi belajar mengajar yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri atas 2 orang atau lebih.
Slavin ( Rahmiyana: 2013) menyatakan bahwa salah satu tipe dalam
pembelajaran kooperatif adalah Student Teams Achievement Division
(STAD),yaitu suatu pembelajaran secara berkelompok yang beranggotakan 4 – 5
orang, mewakili seluruh bagian dari kelas dalam kinerja akademik, jenis kelamin,
ras dan etnis. Pada pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement
Division (STAD) siswa selalu diberi motivasi untuk saling membantu dan saling
membelajarkan teman kelompoknya dalsam memahami materi pelajarn serta
untuk meyelesaikan tugas akademik dalam rangka mencapai ketuntasam yang
Menurut Ibrahim, dkk (2000: 3), model pembelajaran kooperatif tipe
Student Teams Achievement Division (STAD),menuntut kerjasama siswa dan
saling ketergantungan dalam strukur tugas, tujuan, dan hadiah/penghargaan.
Struktur tugas mengacu kepada 2 hal, yaitu pada cara pembelajaran itu
diorganisasikan dan jenis kegiatan yang dilakukan oleh siswa di dalam kelas.
Struktur tujuan suatu pembelajaran adalah jumlah saling ketergantungan yang
dibutuhkan siswa pada saat mereka mengerjakan tugas. Struktur tujuan kooperatif
tipe Student Teams Achievement Division (STAD),terjadi jika siswa dapat
mencapai tujuan mereka hanya jika siswa lain dengan siapa mereka bekerja sama
mencapai tujuan tersebut. Tujuan kelompok akan tercapai apabila semua anggota
kelompok mencapai tujuannya secara bersama-sama. Sementara struktur
penghargaan dalam pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement
Division (STAD), ialah ibarat pemenang suatu pertandingan olah raga beregu,
seperti sepak bola. Meskipun regu tersebut harus bersaing dengan regu lain,
namun keberhasilan regu tidaklah akibat keberhasilan 1 atau 2 orang saja,
melainkan karena keberhasilan bersama, anggota regu tersebut.
Pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division
(STAD), dapat membantu para siswa meningkatkan sikap positif dalam
matematika. Para siswa secara individu membangun kepercayaan diri terhadap
kemampuannya untuk menyelesaikan masalah-masalah matematik. Hal ini akan
dapat mengurangi bahkan menghilangkan rasa cemas terhadap matematika
(mathematics anxiety) yang banyak dialami para siswa. Pentingnya hubungan
Pengaruh teman sebaya pada pembelajaran kooperatif yang ada di dalam kelas
dapat digunakan untuk tujuan-tujuan positif dalam pembelajaran matematika. Para
siswa menginginkan teman-teman dalam kelompoknya siap dan produktif di
dalam kelas. Dorongan teman untuk mencapai prestasi akademik yang baik adalah
salah satu faktor penting dari pembelajaran tersebut. Model ini telah terbukti dapat
meningkatkan berpikir kritis serta meningkatkan kemampuan siswa dalam
pemecahan masalah (Purba, 2010)
Pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division
(STAD), dapat membantu para siswa meningkatkan sikap positif dalam
matematika. Para siswa secara individu membangun kepercayaan diri terhadap
kemampuannya untuk menyelesaikan masalah-masalah matematika. Hal ini akan
dapat mengurangi dan bahkan menghilangkan rasa cemas terhadap matematika
(mathematics anxciety) yang banyak dialami para siswa. Pentingnya hubungan
antara teman sebaya di dalam ruang kelas dapat digunakan untuk tujuan-tujuan
positif dalam pembelajaran matematika.
Mengingat pentingnya keberadaan teman sebaya dalam kelompok belajar
yang dapat mendorong teman yang lain untuk saling aktif dan produktif di kelas,
maka dipilih pembelajaran kooperatif tipeStudent Teams Achievement
Divisions(STAD). Alasan peneliti untuk memilih pembelajaran tipe Student
Teams Achievement Divisions (STAD) karena menurut Slavin (2009) dalam
bukunya yang berjudul “Cooperatif Learning Teori, Riset dan Praktik”
guru yang baru menggunakan strategi kooperatif adalah tipe Student Teams
Achievement Divisions (STAD).
Selain itu tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) juga sesuai
dengan paradigm baru pendidikan matematika dimana guru adalah fasilitator.
Karena guru adalah sebagai fasilitator maka dalam pembelajaran koopertif tipe
Student Teams Achievement Divisions (STAD) ini, siswa akan dibimbing untuk
membangun pengetahuannya sendiri tentang kompetensi dasar yang hendak
dicapai. Alasan terakhir mengapa peneliti menggunakan pembelajaran kooperatif
tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) adalah karena tipe Student
Teams Achievement Divisions (STAD) lebih teratur dan terkontrol serta lebih
baik, terstuktur dalam pelaksanaannya. Jika dalam pembelajaran terjadi perluasan
pembahasan maka guru sebagai mediator akan lebih mudah mengontrol dan
membatasi jika dibandingkan dengan tipe pembelajaran lain yang lebih banyak
memungkinkan perluasan pembahasan yang tidak perlu. Dengan demikian waktu
yang terbatas dapat dimanfaatkan dengan lebih optimal. Pada pembelajaran
kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD), nilai kelompok
merupakan nilai rerata dari nilai kuis tiap-tiap anggota. Sehingga untuk dapat
memperoleh nilai kelompok yang baik, seorang siswa akan memotivasi siswa lain
(satu kelompok) untuk memperoleh nilai baik. Oleh karena itu, model
pembelajaran yang akan diteliti adalah pembelajaran matematika dengan strategi
kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD),untuk meningkatkan
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, beberapa masalah dapat
diidentifikasi sebagai berikut:
1. Rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.
2. Rendahnya kemampuan komunikasi matematika siswa.
3. Proses pembelajaran masih berpusat pada guru (teacher-centered).
4. Aktivitas siswa yang lebih banyak pasif selama pembelajaran berlangsung.
5. Guru masih menggunakan pendekatan pembelajaran secara konvensional
yaitu dominan menerapkan pembelajaran ceramah sehingga proses belajar
tidak berjalan optimal.
6. Pelajaran matematika lebih banyak bersifat hafalan
7. Respon siswa terhadap pembelajaran matematika masih kurang
8. Siswa beranggapan matematika merupakan pelajaran yang sulit.
9. Siswa kurang berminat mempelajari matematika.
10.Penggunaanan model pembelajaran yang kurang efektif dengan
karakteristik materi pelajaran dan pembelajaran mengajar, model atau
pendekatan yang kurang bervariasi.
11.Proses penyelesaian masalah atau soal-soal pemecahan masalah dan
komunikasi matematika di kelas tidak bervariasi.
C. Pembatasan Masalah
Sesuai dengan latar belakang dan identifikasi masalah di atas maka perlu
Masalah yang teridentifikasi di atas merupakan masalah yang cukup luas
dan kompleks, makayang menjadi batasan masalah dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.
2. Kemampuan komunikasi matematika siswa
3. Aktivitas siswa selama pembelajaran melalui pembelajaran kooperatif Student
Teams Achievement Division (STAD).
4. Proses penyelesaian masalah siswa pada masing-masing pembelajaran.
D. Rumusan Masalah
Dari uraian pada latar belakang masalah, maka peneliti merumuskan
permasalahannya sebagai berikut:
1. Apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang
mendapat pembelajaran kooperatif Tipe Student Teams Achievement Division
(STAD) lebih tinggi daripada siswa yang mendapat pembelajaran
konvensional?
2. Apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa yang mendapat
pembelajaran kooperatif Tipe Student Teams Achievement Division(STAD)
lebih tinggi daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional?
3. Bagaimana aktivitas siswa selama proses pembelajaran kooperatif Tipe
Student Teams Achievement Division (STAD)?
4. Bagaimana proses penyelesaian masalah siswa dalam menyelesaikan masalah
pada masing-masing pembelajaran?.
Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai:
1. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang
mendapat pembelajaran kooperatif Tipe Student Teams Achievement Division
(STAD) dan yang mendapat pembelajaran konvensional.
2. Peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa yang mendapat
pembelajaran kooperatif Tipe Student Teams Achievement Division(STAD)
dan yang mendapat pembelajaran konvensional.
3. Adanya aktivitas siswa selama pembelajaran kooperatif Tipe Student Teams
Achievement Division (STAD).
4. Deskripsi proses penyelesaian masalahsiswa dalam menyelesaikan masalah
pada masing-masing pembelajaran.
F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini penting untuk dilakukan, secara praktis hasil dari penelitian
ini dapat bermanfaat bagi sekolah (guru dan siswa), sedangkan secara teoritis akan
bermanfaat bagi penelitian dan pengembangan keilmuan. Adapun rincian manfaat
penelitian ini, adalah sebagai berikut.
1. Bagi siswa: pembelajaran kooperatif Tipe Student Teams Achievement
Division ( STAD) ini dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah
dan komunikasi matematik siswa.
2. Bagi guru: pembelajaran kooperatif Tipe Student Teams Achievement Division
(STAD) ini dapat menjadi pembelajaran pembelajaran alternatif yang dapat
3. Hasil penelitian ini nantinya dapat dijadikan sebagai acuan/referensi
(penelitian yang relevan) pada penelitian yang sejenis.
G. Definisi Operasional
Untuk menghindari kesalahan penafsiran terhadap apa yang akan diteliti,
maka peneliti akan mengajukan definisi operasional sebagai berikut:
1. Kemampuan pemecahan masalah matematik adalah kemampuan siswa untuk
dapat memahami masalah; merencanakan pemecahan masalah; menyelesaikan
masalah; dan melakukan pengecekan kembali.
2. Kemampuan komunikasi matematis dalam dalam penelitian ini adalah
kesanggupan mengekspresikan ide-ide matematis secara tulisan. Aspek
komunikasi matematis yang ingin diukur adalah kemampuan menuliskan ide
matematika ke dalam bentuk gambar (drawing),kemampuan menuliskan ide
matematika ke dalam model matematika (mathematical expression),dan
kemampuanmenjelaskan prosedur penyelesaian (explanations).
3. Pembelajaran kooperatif Tipe Student Teams Achievement Division (STAD)
adalah model pembelajaran kooperatif yang terdiri dari tahap-tahap:
pendahuluan, penyajian materi, pembagian kelompok, kerja kelompok,
pengujian penguasaan kelompok atas bahan ajar, pemberian penghargaan, dan
penutup. Pengujian penguasaan kelompok atas bahan ajar menggunakan kuis
individu berupa soal-soal pemecahan masalah dan komunikasi matematik,
setiap 1 minggu sekali. Pemberian penghargaan disini berupa pemberian skor
sesuai dengan klasifikasinya, sekaligus memberi nama kelompok atau tim
4. Pembelajaran konvensional adalah model pembelajaran yang digunakan oleh
guru dalam proses pembelajaran sedemikian hingga peranan siswa masih
kurang, pengajaran berpusat pada guru, proses belajar masih mengacu pada
hal-hal berikut: (1) menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin di capai,
(2) menyajikan informasi, (3) mengecek keberhasilan siswa dan memberikan
umpan balik, serta (4) memberi tugas tambahan dan penerapan. Bahan ajar
yang digunakan sama halnya dengan bahan ajar yang digunakan pada kelas
yang mendapat pembelajaran matematika dengan strategi kooperatif Tipe
Student Teams Achievement Division (STAD).
5. Aktivitas siswa adalah segala bentuk kegiatan belajar yang dilakukan oleh
siswa ketika proses pembelajaran berlangsung, meliputi: membaca/memahami
LAS, mendengar dan memperhatikan penjelasan guru, diskusi antar sesame
siswa, diskusi antara siswa dan guru, mengajukan pertanyaan, menyelesaikan
masalah, menyampaikan pendapat/ide, menyelesaikan PR atau tugas.
6. Bentuk/proses penyelesaian adalah suatu proses penyelesaian masalah
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan pada bab IV dan temuan
selama pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik, diperoleh
beberapa kesimpulan yang merupakan jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam rumusan masalah.
Kesimpulan-kesimpulan tersebut adalah :
1. Pada kemampuan pemecahan masalah matematika siswa menunjukkan angka
signifikansi juga berada di bawah 0,05. Hal ini berarti H0 ditolak. Dengan
demikian, rata-rata peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika
siswa menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams
Achievement Division (STAD)lebih baik daripada rata-rata peningkatan
kemampuan komunikasi matematika siswa dengan pembelajaran
konvensional.
2. Pada komunikasi matematika menunjukkan angka signifikansi juga berada di
bawah 0,05. Hal ini berarti H0 ditolak. Dengan demikian, rata-rata
peningkatan kemampuan komunikasi matematika siswa menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division
(STAD)lebih baik daripada rata-rata peningkatan kemampuan komunikasi
3. Gambaran aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung adalah
pada awal pembelajaran siswa nampak kebingungan mengikuti strategi
pembelajaran yang diterapkan. Aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran
baik dalam diskusi maupun kerja mandiri kurang memperlihatkan kinerja yang
memadai. Setelah beberapa kali pertemuan aktivitas siswa semakin
meningkat, siswa lebih antusias mengikuti pembelajaran. Siswa lebih berani
bertanya, mengemukakan pendapatnya serta antusias dalam berdiskusi dan
kerja mandiri. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan penilaian yang diberikan
observer untuk sekolah level tinggi dan sekolah level sedang secara
berturut-turut yaitu : 65,71; 74,29; 85,71; 80; 85,71; 91,43 dengan rata-rata 80,48
(kategori baik) dan 65,71; 71,43; 82,86; 80; 85,71; 91,43 dengan rata-rata
79,52 (kategori cukup). Dengan demikian siswa yang memperoleh
pembelajaran matematika berdasarkan model pembelajaran kooperatif tipe
Student Teams Achievement Division (STAD)secara kuantitas, kualitas dan
keaktifan memiliki aktivitas yang lebih baik dibandingkan dengan siswa yang
memperoleh pembelajaran matematika secar biasa.
4. Proses jawaban siswa pada kelompok yang memperoleh pembelajaran
dengan pendekatan matematika realistik lebih bervariasi dan sistematis
dibandingkan dengan kelompok yang memperoleh pembelajaran
dengan pendekatan matematika biasa .
5.2Saran
Penelitian mengenai penerapan pembelajaran dengan pendekatan
meningkatkan kompetensi dari guru, maupun kompetensi siswa. Namun
telah terasa dampaknya pada penampilan sikap dan aktivitas siswa. Oleh
karena itu, berkaitan dengan temuan dan kesimpulan dari studi ini
dipandang perlu agar rekomendasi-rekomendasi berikutnya dilaksanakan
oleh guru matematika SMP, lembaga dan peneliti lain yang berminat.
1. Kepada Guru
a. Pembelajaran denganmodel pembelajaran kooperatif tipe Student
Teams Achievement Division (STAD) merupakan salah satu alternatif
bagi guru matematika dalam menyajikan materi pelajaran
matematika.
b. Dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams
Achievement Division (STAD) hendaknya membuat suatu skenario
yang matang, sehingga tidak banyak waktu yang terbuang oleh
hal-hal yang tidak perlu, khususnya menentukan benda-benda
yang real disekitar agar tidak terjadi miskonsepsi.
c. Pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe Student
Teams Achievement Division (STAD) hendaknya diterapkan pada
materi yang esensial menyangkut benda-benda yang real disekitar
tempat belajar, agar siswa lebih cepat memahami pelajaran yang
sedang dipelajari.
d. Dalam setiap pembelajaran guru sebaiknya menciptakan suasana
mengungkapkan gagasan-gagasan matematika dalam bahasa dan
cara mereka sendiri, sehingga dalam belajar matematika siswa
menjadi berani beragumentasi, lebih percaya dan kreatif.
2. Kepada lembaga terkait
Pembelajaran denganmodel pembelajaran kooperatif tipe Student Teams
Achievement Division (STAD), masih sangat asing bagi guru dan siswa
terutama pada guru dan siswa di daerah, oleh karena itu perlu
disosialisasikan oleh sekolah dengan harapan dapat meningkatkan
kemampuan belajar siswa, khususnya meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah dan komunikasi matematika siswayang tentunya
akan berimplikasi pada meningkatnya prestasi siswa dalam penguasaan
materi matematika.
3. Kepada peniliti yang berminat
a. Bagi peneliti yang hendak melakukan penelitian dengan model
pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division
(STAD, hendaknya melakukan penelitian pada populasi yang lebih besar
yang terdiri dari beberapa sekolah agar hasilnya dapat mengenaralisir
penggunaan model pembelajaran pendidikan matematika realsitik secara
lebih luas pula.
b. Untuk penelitian lebih lanjut hendaknya penelitian ini dapat
dilengkapi dengan meneliti aspek lain secara terperinci yang
DAFTAR PUSTAKA
Anonim (1997a). Why Cooperative Group Problem Solving. [Online]. Tersedia: http://groups.physics.umn.edu/physed/Research/CGPS/CGPSintro.htm. [29 Januari 2006].
Anonim (1997b). Traditional versus Cooperative Groups. [Online]. Tersedia: http://groups.physics.umn.edu/physed/Research/CGPS/trdvscoop.html. [29 Januari 2006].
Depdiknas (2003). Kurikulum 2004Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Dorhayani,S (2009). Keefektivan Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Kontektual Pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2 Rantau Selatan Rantauprapat. Tesis tidak diterbitkan. Medan. Program Pascasarjana Unimed.
Ibrahim, M., Rachmadiarti, F., Nur, M., dan Ismono. (2000). Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: UNESA-University Press.
Johanes, Kastolan, dan Sulasim. (2005). Kompetensi Matematika Kelas 2 SMA Semester 1 (Program IPA). Jakarta: Yudhistira.
Kantowski, M.G. (1981). “Problem Solving”. Mathematics Education Research: Implications for the 80’s. Virginia: NCTM.
Karli, H dan Yuliariatiningsih, M.S. (2002a). Implementasi KBK 1. Jakarta: Bina Media Informasi.
Karli, H dan Yuliariatiningsih, M.S. (2002b). Implementasi KBK 2. Jakarta: Bina Media Informasi.
Lisanuddin(2013) Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Sebagai Upaya Meningkatkan Aktivitas Dan Kemampuan Komunikasi Siswa Kelas X A V3SMKN 4 Medan.Tesis tidak diterbitkan. Medan. Program Pasca Sarjana Unimed.
Lie, A. (2004). Cooperative Learning. Jakarta: Gramedia.
Nasution (2000). Didaktik Asas-asas Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
NCTM (2000). Defining Problem Solving. [Online]. Tersedia:
Noormandiri, B.K. (2004). Matematika untuk SMA Jilid 2 Kelas XI Program A IPA. Jakarta: Erlangga.
Pasaribu,Feri Tiona (2012). Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematika Siswa SMP Dengan Menggunakan Pendekatan Matematika Realistik. Tesis tidak diterbitkan. Medan. Program Pascasarjana Unimed.
Puspendik (2003). Hasil Ujian Nasional SMU/MA Tahun Pelajaran 2002/2003. [Online]. Tersedia: http://www.puspendik.com. [6 Desember 2006].
Purba, Glory Indira Diana (2010). Penerapan Strategi Pembelajaran Tipe STAD ( Student Teams Achievement Divisions)Yang Berorientasi Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa. Tesis tidak diterbitkan. Medan. Program Pascasarjana Unimed.
Ruseffendi, E.T. (1991). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.
Ruseffendi, E.T. (1998a). Dasar-Dasar Penelitian dan Bidang Non Eksakta Lainnya. Semarang: IKIP Semarang Press.
Ruseffendi, E.T. (1998b). Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: IKIP Bandung Press.
Slavin, R.E. (1995). Cooperative Learning Theory, Research, and Practice Needham Heigts. Massachusetcs: Allyn dan Bacon.
Soekisno, B.A. (2002). Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa dengan Strategi Heuristik. Bandung: Tesis SPs UPI. Tidak diterbitkan.
Sudijono, A. (2003). Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Sudjana (1992). Pembelajaran Statistika Edisi ke-5. Bandung: Tarsito.
Sudjana, N. (1989). Cara Belajar Siswa Aktif dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru.
Sujono (1988). Pengajaran Matematika untuk Sekolah Menengah. Jakarta: Depdikbud, Dikti P2LPTK.
Suherman, E., Turmudi, Suryadi, D., Herman, T., Suhendra, Prabawanto, S., Nurjanah, dan Rohayati, A. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: UPI.
Suherman, E. (2003). Evaluasi Pengajaran Matematika. Bandung: UPI.
Suparno, P. (1997). Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.
Undang-undang R.I. No 23 (2003), Tentang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003.