• Tidak ada hasil yang ditemukan

EKSPLORASI TUMBUHAN BERACUN DI KAWASAN HUTAN DIKLAT PONDOK BULUH KECAMATAN DOLOK PANRIBUAN KABUPATEN SIMALUNGUN PROVINSI SUMATERA UTARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "EKSPLORASI TUMBUHAN BERACUN DI KAWASAN HUTAN DIKLAT PONDOK BULUH KECAMATAN DOLOK PANRIBUAN KABUPATEN SIMALUNGUN PROVINSI SUMATERA UTARA"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

1

EKSPLORASI TUMBUHAN BERACUN DI KAWASAN HUTAN DIKLAT PONDOK BULUH KECAMATAN DOLOK PANRIBUAN KABUPATEN SIMALUNGUN

PROVINSI SUMATERA UTARA

SKRIPSI

OLEH:

MARTA LOVIANA OMPUSUNGGU 121201158

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2017

(2)

2

EKSPLORASI TUMBUHAN BERACUN DI KAWASAN HUTAN DIKLAT PONDOK BULUH KECAMATAN DOLOK PANRIBUAN KABUPATEN SIMALUNGUN

PROVINSI SUMATERA UTARA

SKRIPSI

OLEH:

MARTA LOVIANA OMPUSUNGGU 121201158 / Teknologi Hasil Hutan

Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Kehutanan

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2017

(3)

3

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Eksplorasi Tumbuhan Beracun Di Kawasan Hutan Diklat Pondok Buluh, Kecamatan Dolok Panribuan, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara

Nama : Marta Lovianna Ompusunggu

NIM : 121201158

Program Studi/ Minat : Kehutanan/ Teknologi Hasil Hutan

Disetujui, Komisi Pembimbing,

Ketua Anggota

Yunus Afifuddin, S.Hut, M.Si. Lamek Marpaung, M.Phil., Ph.D

Mengetahui,

Dekan Fakultas Kehutanan

Siti Latifah, S.Hut, M.Si, Ph.D.

(4)

i

ABSTRAK

MARTA LOVIANA OMPUSUNGGU: Eksplorasi Tumbuhan Beracun di Kawasan Hutan Diklat Pondok Buluh, Kecamatan Dolok Panribuan, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara. Dibawah bimbingan YUNUS AFIFUDDIN dan LAMEK MARPAUNG

Tumbuhan beracun merupakan tumbuhan yang mengandung racun yang dapat mengakibatkan kita mengalami rasa sakit ataupun kematian. Tumbuhan beracun dari hutan kurang dapat perhatian khusus padahal memiiki potensi yang cukup besar. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keanekaragaman jenis dan potensi tumbuhan beracun, serta analisis metabolit sekunder dari jenis- jenis tumbuhan beracun tersebut yang terdapat di Kawasan Hutan Diklat Pondok Buluh (HDPB), Kecamatan Dolok Panribuan, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini ada 3 tahap antara lain pengetahuan lokal dengan survei pengetahuan lokal, aspek keanekaragaman dengan pengumpulan data analisis vegetasi, dan kemudian aspek fitokimia dengan mendeteksi kandungan metabolit sekunder. Eksplorasi tumbuhan obat telah dilakukan di Kawasan Hutan Diklat Pondok Buluh diperoleh 8 jenis tumbuhan beracun.

Kata Kunci: Tumbuhan beracun, Potensi, Metabolit Sekunder

(5)

ii

ABSTRACT

MARTA LOVIANA OMPUSUNGGU: Exploration Poisonous Plants in Hutan Diklat Pondok Buluh, District Dolok Panribuan, Simalungun, North Sumatra Province. Supervised of YUNUS AFIFUDDIN and LAMEK MARPAUNG Poisonous plant was a plant that contains a toxin that can lead us to feel pain or death. Poisonous plants of the forest less attention that have considerable potential. The objective of this study is knowing the species diversity and potential of poisonous plants, as well as analysis of secondary metabolites of plant species that are toxic in Forest Areas Training Pondok Buluh (HDPB), District Dolok Panribuan, Simalungun, North Sumatra Province. The method used in this study there are three stages include local expertise with local knowledge surveys, data collection aspect of the diversity of the vegetation analysis, and then the aspect of phytochemicals to detect the content of secondary metabolites. Exploration of medicinal plants has been done in the Forest Zone Training Pondok Buluh obtained 8 kinds of poisonous plants.

Keywords: Poisonous plants, Potential, Secondary metabolic

(6)

iii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Pematang Cengkering, Kecamatan Medang Deras, Kabupaten Batu Bara, Provinsi Sumatera Utara. Pada tanggal 31 Desember 1994 dilahirkan sebagai anak ke tiga dari empat bersaudara, dari Ayah bernama Jonner Ompusunggu dan Ibu bernama Herlina Nainggolan.

Penulis memulai pendidikan formal dari Sekolah Dasar di SD Negeri 010240 Pematang Cengkering, pada tahun 2000 dan lulus tahun 2006. Pada tahun 2006 penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri II Medang Deras, dan lulus pada tahun 2009. Pada tahun yang sama, penulis diterima Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 SEI SUKA, Provinsi Sumatera utara dan lulus pada tahun 2012. Pada tahun 2012 penulis diterima dan terdaftar di Program studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara (USU) melalui Jalur UMB Reguler. Pada semester VII tahun 2015 penulis terdaftar sebagai mahasiswa minat Teknologi Hasil Hutan.

Penulis telah melaksanakan kegiatan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Hutan Mangrove Pulau Sembilan, Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat pada tahun 2014 yang dilaksanakan 10 hari. Penulis juga telah melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Barat KPH Suka Bumi pada tahun 2016 yang berlangsung selama 1 bulan.

Selain mengikuti perkuliahan, penulis merupakan anggota di organisasi kemahasiswaan di HIMAS (Himpunan Mahasiswa Silva USU). Di tahun 2016, penulis fokus mengerjakan skripsi sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana kehutanan.

(7)

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas berkat dan penyertaan-Nya penulis dapat melaksanakan penelitian ini. Judul dari penelitian ini adalah “Eksplorasi Tumbuhan Beracun di Kawasan Hutan Diklat Pondok Buluh, Kecamatan Dolok Panribuan, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara”.

Dan diharapkan dapat memberikan informasi mengenai tumbuhan beracun sehingga dapat memberikan masukan bagi pihak yang memerlukan.

Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Orang tua penulis, Ayah Jonner Ompusunggu dan Ibu Herlina Nainggolan beserta ke-tiga saudara penulis Charles Herizon Ompusunggu, Rolan Pahala Ompusunggu, Basar Immanuel Ompusunggu yang telah memberi dukungan materi, semangat, motivasi, dan doanya kepada penulis.

2. Bapak Yunus Afifuddin, S.Hut, M.Si. sebagai ketua komisi pembimbing dan Bapak Lamek Marpaung, M.Phil., Ph.D sebagai anggota komisi pembimbing yang telah memberi bantuan, arahan, bimbingan, serta masukan yang bermanfaat dalam penulisan skripsi ini.

3. Bapak Dr. Samsuri S.Hut, M.Si. dan Ibu Dr. Kansih Sri Hartini, S.Hut, M.P.

sebagai dosen penguji dalam ujian komprehensif/sidang meja hijau yang telah memberi bantuan, arahan, bimbingan, serta masukan yang bermanfaat dalam penulisan skripsi ini.

4. Ibu Siti Latifah, S.Hut, M.Si, Ph,D. selaku Dekan Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara beserta semua staf pengajar dan pegawai di fakultas kehutanan.

(8)

v

5. Kepada Bapak Kimin Saragih, Bapak Markus Horison Manik, Bapak Rudi Sastrawan, Bapak Borotan Panjaitan dan Bakti Rimbawan yang ada di BDK Pondok Buluh yaitu bang Andreas Hutasoit S.Hut, bang Fransisxo Tambunan S.Hut, kak Romasli Nadeak S.Hut, dan kak Febriana Rahayu S.Hut yang telah membantu di lapangan selama penelitian berjalan.

6. Teman-teman 1 tim penelitian yaitu Rona Maryani Silalahi, dan Elvi Siregar.

7. Teman-teman saya Adi Parsaoran Sitepu, Erni Dora Sihaloho, Novida Simorangkir, Vina Pratiwi Naiborhu, Santi Fiora Sinaga yang telah bersedia membantu di lapangan selama penelitian.

8. Teman-teman stambuk 2012 khususnya minat Teknologi Hasil Hutan 2012 yang tak dapat disebutkan satu per satu yang telah memberikan dukungan dan semangat selama penulis menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi perbaikan skripsi ini. Penulis berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Medan, September 2017

Penulis

(9)

vi

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTARCT ... ii

RIWAYAT HIDUP... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI... v

DAFTAR GAMBAR... vi

DAFTAR TABEL ... vii

PENDAHULUAN Latar Belakang... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Hutan Diklat Pondok Buluh ... 4

Kondisi Fisik dan Geografis ... 4

Topografi dan Iklim...5

Tumbuhan Beracun ... 5

Klasifikasi Bahan Senyawa Beracun dalam Tumbuhan... 5

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ... 10

Alat dan Bahan Penelitian ... 10

Metode Pengumpulan Data... 10

Aspek Pengetahuan Lokal...11

Aspek Keanekaragaman...11

Uji Fitokimia ... 12

HASIL DAN PEMBAHASAN Aspek Pengetahuan Lokal ... 17

Deskripsi Tumbuhan Beracun yang Ditemukan di HDPB ... 19

Tingkat Keanekaragaman Tumbuhan Beracun di HDPB... 30

Kandungan Metabolit Sekunder Tumbuhan Beracun di HDPB ... 32

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan... 39

Saran ... 40 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(10)

vii

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1. Desain Plot Tumbuhan Beracun... 12

2. Skema Pengujian Alkaloid ... 15

3. Skema Pengujian Terpen/Steroid ... 16

4. Skema Pengujian Flavonoid/Tanin ... 17

5. Skema Pengujian Saponin ... 17

6. Simartolu (Schima sp) ... 20

7. Apus Tutung (Miconica ceramicapa DC) ... 22

8. Api-api (Adinandra dumosa Jack) ... 23

9. Modang Landit (Perses rimosa)... 24

10. Tuba (Derris eliptica Benth)... 26

11. Birah (Alocasia arifolia Halier. F) ... 27

12. Aren (Arenga pinnata (Wurmb) Merr.) ... 28

13. Mata Kucing/Tolod (Leurentia langiflora (L.) Peterm.) ... 30

(11)

viii

DAFTAR TABEL

No Halaman

1. Hasil wawancara dengan masyarakat tentang tumbuhan beracun... 18 2. Analisis Tumbuhan beracun di Kawasan HDPB ... 31 3. Data Hasil Uji Metabolit Sekunder Tumbuhan Beracun di HDPB ... 33

(12)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1. Peta Lokasi Penelitian ... 44 2. Dokumentasi Kondisi Hutan di Hutan Diklat Pondok Buluh ... 45 3. Dokumentasi Kegiatan Penelitian di Hutan Diklat Pondok Buluh ... 45 4. Dokumentasi Wawancara Narasumber di Hutan Diklat Pondok Buluh ... 46 5. Dokumentasi Skrining Fitokimia dan Hasil Uji Metabolit Sekunder

Tumbuhan Beracun ... 46

(13)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia memiliki potensi sumber daya alam yang cukup besar dan beragam.

Salah satu keanekaragaman hayati yang dimiliki Indonesia adalah hutan yang tersebar di sebagian besar pulau-pulau yang ada di indonesia. Hutan sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa yang dianugerahkan kepada bangsa Indonesia merupakan kekayaan alam yang tak ternilai harganya yang patut disyukuri. Oleh sebab itu, karunia yang diberikan-Nya harus diurus dan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Hutan menjadi kekayaan alam yang berperan penting dalam berbagai lapisan masyarakat.

Salah satu sumber daya alam yang sangat melimpah di Indonesia yang memiliki prospek yang sangat baik untuk dikembangakan adalah Hasil Hutan Non Kayu (HHNK). Sebagai negara dengan budaya yang masih kental akan pemanfaatan ragam tanaman tradisional, masyarakat terutama di daerah pedesaan cenderung memakai tanaman sebagai obat tradisional untuk menyembuhkan penyakit yang diderita dan mereka umumnya bebas memungut dan memanfaatkan hasil hutan bukan kayu baik di dalam hutan produksi maupun hutan lindung sebagai obat tradisional.

Beranekaragamnya jenis tumbuhan yang ada di alam dimanfaatkan oleh manusia dimana sebagian diantaranya ada yang dikonsumsi secara langsung.

Namun ada beberapa yang tidak dimanfaatkan oleh manusia karena berbahaya terutama bagi kesehatan manusia. Tumbuhan tersebut berbahaya karena mengandung zat-zat tertentu yang bersifat toksik atau racun. Racun adalah zat atau senyawa yang dapat masuk ke dalam tubuh dengan berbagai cara yang dapat menghambat respon pada sistem biologi tubuh sehingga dapat menyebabkan

(14)

2

gangguan kesehatan, penyakit, bahkan kematian. Oleh sebab itu, tumbuhan beracun dari hutan kurang dapat perhatian khusus padahal memilki potensi yang cukup besar. Pemanfaatan tumbuhan beracun yang masih sangat kurang menyebabkan tumbuhan beracun tertinggal dari pemanfaatan tanaman obat.

Tumbuhan beracun memiliki potensi besar untuk memberikan manfaat bagi keperluan sehari-hari. Sebagai masyarakat yang dikenal dengan pengetahuan lokal yang tinggi, masyarakat Indonesia dapat memanfaatkan tumbuhan beracun sesuai dengan peruntukannya, salah satunya adalah pemanfaatan tanaman beracun untuk digunakan sebagai pestisida. Sebagian besar ini juga merupakan kekayaan yang diwariskan secara turun-temurun. Tumbuhan beracun jika dimanfaatkan oleh masyarakat dengan baik akan dapat menggantikan penggunaan pestisida yang berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan kita. Penggunaan tumbuhan beracun menjadi pestisida alami tidak menimbulkan efek residu pada kesehatan dan lingkungan kita.

Dengan strategi penggunaan yang tepat, kandungan metabolit skunder tumbuhan ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai pengendali hama tertentu yang akan menjadi pestisida alami. Penggunaan pestisida nabati dimaksudkan bukan untuk meninggalkan dan menganggap tabu penggunaan pestisida sintesis, tetapi hanya merupakan suatu cara alternatif dengan tujuan agar pengguna tidak hanya tergantung kepada pestisida sintetis. Tujuan lainnya adalah agar penggunaan pestisida sintetis dapat diminimalkan sehingga kerusakan lingkungan yang diakibatkannya pun diharapkan dapat dikurangi.

Kawasan Hutan Diklat Pondok Buluh dengan luas kawasan hutan sebesar 1. 272,70 Ha yang terletak di Kabupaten Simalungun merupakan tempat yang

(15)

3

dipilih peneliti untuk melakukan penelitiannya dikarenakan kawasan hutan ini belum pernah dilakukan penelitan mengenai tumbuhan beracun dan memiliki kekayaan sumber daya alam hayati, hutan ini juga memiliki tutupan hutan yang padat dan luas sehingga perlu diketahui keanekaragaman jenis tumbuhan beracun di dalamnya. Penelitian tumbuhan beracun ini diharapkan dapat membantu masyarakat untuk memperoleh informasi mengenai jenis-jenis tumbuhan beracun yang dapat dimanfaatkan dan dikembangkan terutama oleh masyarakat terkhusunya sebagai pestisida alami.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian di Kawasan Hutan Diklat Pondok Buluh ini adalah : 1. Identifikasi jenis-jenis tumbuhan beracun

2. Analisis Keanekaragaman jenis tumbuhan beracun

3. Analisis kandungan metabolit sekunder dari jenis-jenis tumbuhan beracun

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai sumber informasi untuk menjawab kekurangan pengetahuan masyarakat mengenai jenis-jenis tumbuhan beracun dan dapat dijadikan sebagai referensi bagi yang membutuhkan.

(16)

4

TINJAUAN PUSTAKA

Kondisi Umum Kawasan Hutan Diklat Pondok Buluh

Balai Pendidikan dan Pelatihan Kehutanan Pematang Siantar memiliki kawasan hutan diklat yang dikenal dengan Hutan Diklat Pondok Buluh (HDPB).

HDPB berada sekitar 25,8 km dari pusat kota Pematang Siantar dengan waktu tempuh ± 40 menit. Kawasan Hutan Diklat Pondok Buluh ditetapkan sebagai hutan pendidikan melalui Surat Keputusan Dirjen Kehutanan Nomor 34/Kpts/DJ/I/1983 tanggal 8 Februari 1983 tentang penunjukkan kompleks hutan Pematang Siantar yang terletak di Kabupaten Simalungun sebagai kawasan hutan pendidikan dengan luas 800 ha. Seiring dengan berjalannya waktu, terdapat penambahan luas areal HDPB seluas 300 hektar yang ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 398/Kpts-II/1988 tanggal 4 Agustus 1988.

Melalui SK Menteri Lingkungan Hidup Kehutanan Nomor 1030/Menhut- VII/KUH/2015 tanggal 20 April 2015 Tentang Kawasan Hutan Poduksi Tetap dan Hutan Lindung, ditetapkan sebagai Kawasan Hutan denan Tujuan Khusus (KHDTK) Hutan Pendidikan dan Pelatihan Pondok Buluh seluas 1. 272,70 ha.

Kondisi Fisik dan Geografis

Secara geografis HDPB terletak diantara 990 56' BT s/d 990 00' s/d 99000' BT dan antara 20 43' LU s/d 20 47' LU. Berdasarkan administratif pemerintahan, areal HDPB berada di Kecamatan Dolok Panribuan Kabupaten Simalungun Provinsi Sumatera Utara, sedangkan berdasarkan wilayah pemangkuan hutannya termasuk dalam pengelolaan wilayah Resort Polisi Hutan Tiga Dolok Dinas Kehutanan Kabupaten Simalungun. Dengan adanya penunjukan sebagai hutan pendidikan dan pelatihan ini, maka pengelolaannya berada di Balai Pendidikan

(17)

5

dan Pelatihan Kehutanan Pematang Siantar. Wilayah HDPB merupakan bagian hulu daerah Aliran Sungai (DAS). Sungai-sungai yang mengalir di wilayah ini adalah Sungai Panomburan, Sungai Pogos, Sungai Kasindir dan Sungai Lintong.

Sungai-sungai tersebut mengalir tersebar merata keseluruh wilayah hutan diklat dan selalu berair sepanjang tahun. Kawasan Diklat Pondok Buluh juga dekat dengan lokasi wisata Danau Toba, yaitu sekitar 15 km atau dapat ditempuh dalam waktu 20 menit (Dephut, 2008).

Topografi dan Iklim

Hutan Diklat Pondok Buluh (HDPB) terletak pada ketinggian 401-1250 meter di atas permukaan laut, dengan keadaaan topografi berada pada tingkatan kelerangan landai, agak curam dan curam dengan kemiringan antara 2- 15%, 15- 40%. Berdasarkan klasifikasi Schmith dan Ferguson, iklim HDPB termasuk dalam tipe iklim A dengan curah hujan rata-rata 14 hari hujan setiap bulan dengan suhu udara rata-rata yaitu 25,50 C berkisar antara 21,10-31,50 C. Menurut data curah hujan dan hari hujan Kabupaten Simalungun, curah hujan terbesar terjadi pada November yaitu sebanyak 21 hari, sedangkan curah hujan terkecil terjadi pada bulan Februari sebanyak 4 hari (Balai Diklat Kehutanan Pematang Siantar, 2015).

Tumbuhan Beracun

Racun adalah zat atau senyawa yang dapat masuk ke dalam tubuh dengan berbagai cara yang menghambat respons pada sistem biologis sehingga dapat menyebabkan gangguan kesehatan, penyakit, bahkan kematian. Umumnya berbagai bahan kimia yang mempunyai sifat berbahaya atau bersifat racun, telah diketahui. Namun, tidak demikian halnya dengan beberapa jenis hewan dan

(18)

6

tumbuhan, termasuk beberapa jenis tanaman pangan yang ternyata dapat mengandung racun alami, walaupun dengan kadar yang sangat rendah. Tanaman pangan seperti sayuran dan buah-buahan memiliki kandungan nutrisi, vitamin, dan mineral yang berguna bagi kesehatan manusia serta merupakan komponen penting untuk diet sehat. Meskipun demikian, beberapa jenis sayuran dan buah- buahan dapat mengandung racun alami yang berpotensi membahayakan kesehatan manusia. Racun alami adalah zat yang secara alami terdapat pada tumbuhan, dan sebenarnya merupakan salah satu mekanisme dari tumbuhan tersebut untuk melawan serangan jamur, serangga, serta predator (BPOM, 2012).

Kadar racun pada tanaman dapat sangat bervariasi. Hal itu dipengaruhi antara lain oleh perbedaan keadaan lingkungan tempat tanaman tumbuh (kelembaban, suhu atau kadar mineral) serta penyakit yang potensial. Varietas yang berbeda dari spesies tanaman yang sama juga mempengaruhi kadar racun dan nutrien yang dikandung.

Beberapa ciri tumbuhan beracun sebagai berikut (Ardianto, 2013):

1. Memiliki duri yang tajam dihampir semua bagian

2. Memiliki rambut atau bulu yang sangat lebat dibagian daun atau batang 3. Memiliki getah yang berasa pahit

4. Memiliki bunga atau buah yang berwarna kuat atau gelap 5. Beraroma tidak enak atau menyengat dan berasa pahit 6. Daun terlihat utuh tidak ada bekas-bekas serangga

Tanaman mengandung sejumlah besar zat kimia yang aktif secara biologis. Zat-zat pada tanaman dapat digunakan untuk mengobati berbagai penyakit yang menimpa ternak maupun manusia (contohnya adalah digitoksin,

(19)

7

kolcisin dan atropin). Widodo (2005) menyatakan bahwa zat kimia tertentu yang ada dalam tanaman dipercaya untuk memberi beberapa tingkat perlindungan dari predator tanaman seperti serangga. Grainge dan Ahmed (1988) menyatakan bahwa tanaman yang mengandung metabolit sekunder umumnya mengeluarkan zat-zat hasil metabolisme sekunder dengan cara pencucian air hujan (contohnya pada daun dan kulit tanaman), penguapan dari daun (contohnya kamper), ekskresi eksudat pada akar (contohnya alang-alang) dan dekomposisi bagian tanaman itu sendiri (jatuh ke tanah dan membusuk).

Klasifikasi Bahan Senyawa Beracun dalam Tumbuhan

Racun dapat diidentifikasi pada tumbuhan beracun dan kemungkinan dapat disebabkan oleh hasil metabolisme sekunder yang terkandung di dalam tumbuhan beracun tersebut. Setiap jenis tumbuhan beracun pada umumnya mengandung zat-zat atau senyawa kimia yang berbeda-beda. Senyawa racun yang bersifat alami dalam tumbuhan beracun belum sepenuhnya diketahui dan belum semuanya dimanfaatkan secara aplikatif. Beberapa jenis tumbuhan beracun mengandung dua atau lebih senyawa racun yang berbeda komponen kimianya satu dengan lainnya.

Hanenson (1980) menyatakan bahwa komponen-komponen kimia yang dihasilkan tumbuhan beracun melalui metabolisme sekunder terbagi atas beberapa macam seperti alkaloid, tanin, saponin, terpen/steroid, flavonoid.

Adapun senyawa metabolit sekunder yang umumnya diuji pada tanaman yaitu:

1. Flavonoid

Flavonoid adalah kelompok senyawa fenol terbesar yang ditemukan di alam terutama pada jaringan tumbuhan tinggi. Senyawa ini merupakan produk

(20)

8

metabolit sekunder yang terjadi dari sel dan terakumulasi dari tubuh tumbuhan sebagai zat racun (Robinson, 1991). Flavonoid juga senyawa polifenol yang bersifat terhidrolisa dan kental. Senyawa ini telah dikembangkan oleh tanaman sebagai bentuk pertahanan terhadap serangan eksternal dari predator yang memiliki rasa sangat pahit atau kelat. Jika terkonsumsi lebih dari 100 mg bisa menghasilkan masalah pada saluran pencernaan seperti diare, sakit perut, urin bercampur darah, sakit kepala, kurang nafsu makan dan lain-lain. Penelitian farmakologi terhadap senyawa flavonoid menunjukkan bahwa beberapa senyawa golongan flavonoid memperlihatkan aktivitas seperti fungi, diuretik, antihistamin, antihipertensi, insektisida, bakterisida, antivirus dan menghambat kerja enzim (Geissman, 1962).

2. Alkaloid

Alkaloid adalah suatu golongan senyawa yang tersebar luas hampir pada semua jenis tumbuhan. Semua alkaloid mengandung paling sedikit satu atom nitrogen yang biasanya bersifat basa dan membentuk cintin heterosiklik (Harbonrne, 1984). Alkaloid dapat ditemukan pada biji, daun, ranting dan kulit kayu dari tumbuh-tumbuhan. Kadar aklaloid dalam setiap tumbuhan dapat mencapai hingga 10-15%. Alkaloid kebanyakan bersifat racun, tetapi ada pula yang sangat berguna dalam pengobatan. Alkaloid merupakan senyawa tanpa warna, seringkali bersifat optik aktif, kebanyakan berbentuk kristal tetapi hanya sedikit berupa cairan (misalnya nikotin) pada suhu kamar (Sabirin et al., 1994).

Gejala yang ditimbulkan bagi manusia apabila terkontaminasi alkaloid adalah pupil yang semakin membesar, kulit terasa panas dan memerah, jantung berdenyut

(21)

9

kencang, penglihatan menjadi gelap dan menyebabkan susah buang air (Harborne, 1996).

3. Saponin

Saponin adalah glikosida tanaman yang ditandai dengan munculnya busa di permukaan air bila dicampur atau diaduk, yang telah dikenal serta diakui sebagai sabun alami dan telah menyebabkan beberapa tanaman seperti soapwort (Saponaria officinalis) umum digunakan sebagai sabun untuk waktu yang lama (Hanenson, 1980). Saponin ketika dikonsumsi dalam jumlah yang lebih besar daripada yang diizinkan, senyawa ini menjadi tergolong beracun. Menurut Robinson (1991), dari segi pemanfaatan, saponin sangat ekonomis sebagai bahan baku pembuatan hormon steroid, tetapi kadang-kadang juga menyebakan keracunan pada ternak. Saponin mempunyai aktivitas farmakologi yang cukup luas diantaranya meliputi: antitumor, antiinflamasi, antibakteri, antifungi, antivirus, hipoglikemik, molluscisida, insektisida, dan efek hipokolestrol (Hostettmann dan Marston, 1995).

4. Terpen

Terpen merupakan senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada bagian daun, buah, kulit, dan batang tumbuhan. Senyawa ini juga banyak digunakan sebagai obat tradisional, juga mempunyai aktivitas-aktivitas untuk hipertensi, anti bakteri, dan sebagai repelen (penolak serangga). Terpenoid mengandung banyak komponen aktif obat alam yang dapat digunakan sebagai penyembuh penyakit diabetes dan malaria. Bagi tumbuhan penghasil terpenoid berfungsi sebagai antipemangsa, antibakteri, antivirus, fungisida, insektisida (Harborne, 1996).

(22)

10

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada April sampai Mei 2016. Pengambilan sampel dilakukan di Kawasan Hutan Diklat Pondok Buluh (HDPB) yang terletak di wilayah desa Dolok Parmonangan, Kecamatan Dolok Panribuan, Kabupaten Simalungun, Propinsi Sumatera Utara. Analisis fitokimia dan identifikasi tumbuhan dilaksanakan di Laboratorium Pasca Sarjana, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara.

Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan untuk lapangan dalam penelitian antara lain: alat tulis, kalkulator, kamera, kantong plastik, kertas label kantung plastik, kertas label, kamera digital, kalkulator, kantung plastik, GPS (Global Position System), meteran, parang, tali rafia, alat tulis, sedangkan alat yang digunakan untuk pengujian fitokimia di laboratorium yaitu pisau, penangas air, pipet tetes, saringan, shaker, spatula, tabung reaksi, gelas ukur, dan timbangan analitik.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah antara lain : Pereaksi Bouchard, Pereaksi Maeyer, Pereaksi Dragendroff, Pereaksi Salkowsky, Cerium Sulfat (CeSO4) 1%, FeCl3 1 %, H2SO4 10%, HCl 10%, Mg-HCL cair, aquades dan metanol.

Metode Pengumpulan Data

Metode yang dilakukan dalam pengumpulan data vegetasi tumbuhan beracun di Hutan Diklat Pondok Buluh (HDPB) ini adalah dengan teknik observasi, yaitu survei langsung ke lapangan dengan bantuan masyarakat setempat yang ahli tanaman beracun.

(23)

11

Data yang dikumpulkan di lapangan, yaitu data primer seperti jumlah dan jenis tumbuhan beracun dan bagian tumbuhan yang beracun serta data sekundernya adalah data tentang keadaan umum daerah penelitian dan data-data yang diperoleh dari Balai Pendidikan dan Pelatihan Kehutanan Pematang Siantar.

Aspek Pengetahuan Lokal

Survei pengetahuan lokal dilakukan untuk mengetahui pengaruh adanya tumbuhan beracun bagi masyarakat yang diperoleh dari hasil wawancara.

Informan kunci yang dipilih dalam penelitian ini adalah ahli tanaman Hutan Diklat Pondok Buluh yang ahli dalam pengenalan jenis tumbuhan beracun. Data yang diperoleh dari hasil wawancara bersama informan kunci ditabulasikan dan dianalisa secara deskriptif.

Aspek Keanekaragaman

Metode pengumpulan tumbuhan beracun dilakukan dengan menggunakan metode sampling plot, dimana penentuan titik awal dilakukan dengan metode purposive sampling sampling pertimbangan, yaitu berdasarkan tempat yang dianggap banyak tanaman beracunnya (Soetarhardja, 1997).

Luas total dari kawasan Hutan Diklat Pondok Buluh adalah 1.272,7 Ha, intensitas sampling sebesar 1 % dan luas penelitian yang akan dilakukan adalah 12,7 Ha dimana penentuan luas penelitian dilakukan secara acak. Sampling plot yang dibuat adalah berbentuk lingkaran dengan diameter 25,2 m untuk petak lingkaran dengan luasan plot lingkaran sebesar 0,05 Ha tiap plotnya. Jumlah plot sebanyak 255 plot lingkaran. Pengamatan tanaman beracun dilakukan secara eksploratif di dalam plot sepanjang jalur pengamatan (PermenHut, 2006).

(24)

12

Berikut dapat dilihat desain plot yang digunakan dalam penelitian:

Gambar 1. Desain Plot Tumbuhan Beracun

Data untuk mendapatkan kerapatan suatu jenis (K) diperoleh dari perbandingan antar jumlah keseluruhan individu suatu jenis dengan luas petak contoh tersebut. Untuk mendapatkan data frekuensi suatu jenis (F) dapat diperoleh dari perbandingan jumlah keseluruhan sub petak ditemukan suatu jenis dengan jumlah seluruh sub petak (Indriyanto, 2006).

Uji Fitokimia

Uji fitokimia mengacu kepada pendeteksian kandungan senyawa metabolit sekunder yang aktif dalam tumbuhan yang memiliki banyak manfaat.

Jenis-jenis tumbuhan beracun dideteksi kandungan senyawanya yang tergolong metabolit sekunder yaitu senyawa alkaloid, terpen, tanin dan saponin. Prosedur pengujian fitokimia yang dilakukan berdasarkan penuntun Praktikum Kimia Bahan Alam (2010) adalah sebagai berikut:

a. Pengujian Alkaloid

Sampel diiris halus lalu dimasukkan ke dalam beaker glass sebanyak 10 gram. Selanjutnya direndam dengan HCL 2 N dan dipanaskan di atas pemanas air selama 2 jam pada suhu 600C. Hasilnya didinginkan dan disaring. Filtrat akan diujikan sebagai berikut:

D = 25,2 m

L= 0,05 Ha

L = 0,05 Ha

D= 25,5 m 50 m

(25)

13

• Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes pereaksi Meyer. Jika mengandung senyawa golongan alkaloid maka akan terbentuk endapan menggumpal berwarna putih kekuningan

• Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes pereaksi Dragendorff. Jika mengandung senyawa golongan alkaloid maka akan terbentuk endapan berwarna merah bata.

• Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes pereaksi Bouchardart. Jika mengandung senyawa golongan alkaloid maka akan terbentuk endapan berwarna coklat kehitaman.

(26)

14

Gambar 2. Skema pengujian alkaloid

b. Pengujian Terpen

Sampel diiris halus lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 50oC.

Selanjutnya ditimbang sebanyak 2-3 gram, dimasukkan ke dalam beaker glass dan diekstraksi dengan 10 mL metanol. Ekstrak dipanaskan selama 15 menit diatas penangas air kemudian disaring. Filtrat akan diujikan sebagai berikut:

• Filtrat sebanyak 1 tetes ditambah dengan 3 tetes pereaksi Salkowsky. Jika mengandung senyawa golongan terpen maka akan tampak perubahan warna larutan menjadi warna merah pekat

Filtrat

Filtrat (3 Tetes)

Filtrat (3 Tetes)

Filtrat (3 Tetes)

Pereaksi Maeyer (2 T )

Pereaksi Dragendorff (2 Tetes)

Pereaksi Bouchardart (2 Tetes)

Pengendapan Pengendapan Pengendapan

Endapan Putih Kekuningan

Endapan Coklat Kehitaman Endapan Merah

Bata HCL 2 N Pemanasan 2

Jam (600C

Pendinginan

Penyaringan

(27)

15

• Filtrat ditotolkan ke plat TLC, kemudian difiksasi dengan CeSO4 1% dalam H2SO4 10%, kemudian plat dipanaskan ke hot plate pada temperatur 1100C.

Bila noda berwarna coklat kemerahan maka adanya kandungan senyawa terpen.

Gambar 3. Skema pengujian terpen

c. Pengujian Flavonoid

Sampel diiris halus lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 50oC.

Selanjutnya ditimbang sebanyak 2-4 gram, dimasukkan ke dalam beaker glass dan diekstraksi dengan 20 mL metanol. Ekstrak dapat diekstraksi dalam kondisi panas maupun dingin kemudian disaring. Filtrat akan diujikan sebagai berikut:

• Filtrat sebanyak 1 tetes ditambah dengan 3 tetes larutan FeCL3 1%. Jika mengandung senyawa golongan tanin maka akan tampak perubahan warna larutan menjadi warna hitam.

Pemanasan (15 Menit)

Penyaringan Filtrat

Filtrat (1 Tetes) Filtrat (1 Tetes)

Pereaksi Salkowsky (3 Tetes)

CeSO4 1% Dalam H2SO4

Larutan Merah Pekat Bercak Merah Coklat

Sampel (2-3 gr) Ekstrak Metanol (10 mL)

(28)

16

Gambar 4. Skema pengujian flavonoid

d. Pengujian Saponin

sampel sebanyak 2-3 gram diekstraksi dengan metanol 10 mL di atas penangas air. Ekstrak dimasukkan kedalam tabung reaksi lalu dibiarkan hingga suhu semula. Hasilnya dikocok selama 2-3 menit kemudian busa yang terbentuk didiamkan selama 1 menit. Selanjutnya dilakukan pengujian busa permanen dengan penambahan 1-3 tetes HCL 10%.

Gambar 5. Skema pengujian saponin Penyaringan

Filtrat (1 Tetes)

FeCl3 1%

(3 tetes)

Warna Hitam

Sampel (2-3 gram) Ekstrak Metanol (20 mL)

Dikocok Busa didiamkan Pendinginan di tabung reaksi

Pemanasan (15 Menit)

Penambahan 1-3 tetes HCl Ekstrak Metanol (10 mL)

Sampel (2-3 gram)

(29)

17

HASIL DAN PEMBAHASAN

Aspek Pengetahuan Lokal

Penelitian tumbuhan beracun yang telah dilakukan di kawasan tersebut di analisis berdasarkan pengetahuan lokal dimana aspek pengetahuan lokal tersebut diperoleh dari hasil wawancara terhadap informan kunci sebanyak 3 orang.

Hasil wawancara yang diperoleh terhadap masyarakat/ informan kunci yang mereka anggap sebagai tumbuhan beracun yang ditemukan dilapangan pada saat penelitian disajikan pada Tabel 1 berikut ini.

Tabel 1. Hasil wawancara dengan masyarakat tentang Tumbuhan Beracun

No. Nama Ilmiah Nama Lokal Ciri Khusus Akibat Utama 1 Arenga pinnata Aren Memiliki tajuk yang rimbun,

terdiri dari kulit luar, daging buah, dan kulit biji.

Gatal-gatal

2 Alocasia arifolia Birah Daun berbentuk segitiga, berwarna hijau tua, akar serabut, tumbuh secara bergerombol.

Gatal-gatal

3 Derris eliptica Tuba Merayap yang membelit, sisi bawah daun berwarna hijau ke abu-abuan

Racun untuk ikan

4 Leurentia langifora

Mata Kucing Bergetah putih yang rasanya tajam dan mengandung racun.

Gatal-gatal

5 Persea rimosa Modang Landit Memiliki lendir, permukaan daun atas dan bawah halus dan mengkilat.

Pengusir Nyamuk

6 Schima wallichi Simartolu Bintik-bintik di batang Pohon

Gatal-gatal

(30)

18

Informan kunci yang dipilih dalam penelitian ini adalah petugas dan penjaga kawasan Hutan Diklat Pondok Buluh. Informan kunci tersebut merupakan masyarakat setempat yang bertempat tinggal disekitar Kawasan Hutan Diklat Pondok Buluh. Tabel 1 menunjukkan bahwa ada 6 jenis tumbuhan beracun yang diperoleh melalui wawancara dengan narasumber yang dianggap mengetahui jenis tanaman beracun berdasarkan pengetahuannya akan ciri- ciri tumbuhan tersebut dan efeknya, hal ini juga sesuai dengan pernyataan (Ardianto, 2013) yang mengatakan beberapa ciri-ciri tumbuhan beracun seperti memiliki duri yang tajam hampir pada semua bagian, memliki bulu di bagian daun atau batang, berwarna mencolok, memiliki bau menyengat, memiliki getah yang dapat membuat kulit gatal, dijauhi hewan, daun bergerigi, berwarna mengkilat, permukaannya kasar. Informan juga mengetahui informasi tumbuhan beracun tersebut jika memiliki efek langsung dengan tubuh dan informasi turun temurun dari nenek moyang di daerah tersebut. Nama lokal tumbuhan beracun yang ada adalah nama lokal yang telah ada sejak dahulu sehingga masyarakat setempat tetap menggunakan nama lokal tersebut sampai sekarang.

Dari hasil wawancara yang dilakukan diperoleh 6 jenis tumbuhan beracun, namun penulis menemukan 2 jenis tumbuhan beracun lainnya yang belum diketahui oleh masyarakat HDPB yaitu jenis Apus Tutung (Miconica ceramicapa DC) dan Api-api (Adinandra dumosa Jack) sesuai dengan penelitian Simanjorang (2014) sudah dibuktikan dengan uji fitiokimia di laboratorium bahwa jenis Apus Tutung (Miconica ceramicapa DC) dan Api-api (Adinandra dumosa Jack) juga bisa dikatakan sebagai indikator adanya senyawa metabolit yang bersifat racun.

(31)

19

Sehingga jumlah seluruh tumbuhan beracun yang ditemukan di kawasan HDPB adalah 8 jenis.

Pengujian fitokimia di laboratorium Pasca Kimia dilakukan pada 2 jenis tumbuhan saja yaitu Aren (Arenga pinnata (Wurmb) Merr), dan Tuba (Derris eliptica (Roxb). Benth). Keenam jenis tumbuhan beracun lainnya seperti Apus Tutung (Miconica ceramicapa DC), Api-api (Adinandra dumosa Jack), Simartolu (Schima wallichi), Birah (Alocasia arifolia), Modang Landit (Persea rimosa), Mata Kucing (Leurentia langifora) sebelumnya sudah pernah dilakukan pengujian fitokimia dilaboratorium. Hal ini penting karena dapat memberikan informasi kepada masyarakat jenis-jenis tumbuhan beracun sehingga masyarakat dapat memanfaatkannya sesuai peruntukannya terutama sebagai pestisida alami untuk kebutuhan sehari-hari yang dibutuhkan.

A. Deskripsi Tumbuhan Beracun yang ditemukan di HDPB

Jenis-jenis tumbuhan beracun yang telah ditemukan di Hutan Diklat Pondok Buluh (HDPB) Kabupaten Simalungun Kecamatan Panribuan ada 8 jenis.

Jenis tumbuhan beracun yang telah ditemukan di deskripsikan sebagai berikut:

1. Simartolu (Schima wallichii (D.C.) Korth.)

Simartolu (Schima wallichii) merupakan salah satu jenis tumbuhan yang ditemukan di HDPB. Tumbuhan ini merupakan tumbuhan yang selalu hijau dan memiliki ketinggian hingga mencapai 20 meter. Pohon ini mudah dikenali karena daun dan pucuk-pucuk batang yang masih mudah tampak kemerah-merahan, dan pada musim berbunga lantai hutan di bawah kanopi dipenuhi oleh rontokan bunga. Tumbuhan Simartolu (Schima wallichii) dapat dilihat pada Gambar 6.

(32)

20

Gambar 6. Simartolu (Schima wallichi)

Batang bulat dan tidak ada banir, kulit luar berwarna merah muda, merah tua hingga hitam. Kulit batangnya jika terkena kulit maka akan menimbulkan rasa gatal. Kulit batangnya juga mengandung alkaloid yang digunakan sebagai racun ikan (Orwa et al, 2009). Klasifikasi Simartolu (Schima wallichii) adalah sebagai berikut: kingdom: plantae, divisi: magnoliophyta, kelas: magnoliopsida, ordo:

ericales, famili: theaceae, genus: schima, spesies: schima wallichi.

Daun pada saat muda berwarna kemerahan dan ketika sudah dewasa daunnnya berwarna hijau. Daun tersebar spiral, ujung daun runcing atau meruncing dengan pertulangannya menyirip dan nampak jelas. Permukaan daun bagian bawah dan daun bagian atas halus. Panjang daun 7-24 cm, lebar 1,5-7 cm.

Buah berbentuk kapsul keras dengan suatu celah di ujung dimana biji bersayap dapat terbawa angin atau hujan (Steenis, 1972 et al). Kandungan metabolit sekunder yang terdapat pada tumbuhan ini adalah alkaloid dan terpen.

2. Apus Tutung (Miconia ceramicapa DC)

Apus Tutung (Miconica ceramicapa DC) adalah jenis tumbuhan bawah yang dapat hidup di daerah yang tidak mendapat cahaya yang cukup. Jenis ini merupakan jenis yang hidup berumpun. Tumbuh di tempat yang agak lembab. Di

(33)

21

tempat ternaung atau tidak mendapat cahaya yang cukup biasanya lebih besar dan lebih subur daripada di tempat yang terbuka.

Apus Tutung (Miconica ceramicapa DC) memiliki daun yang berbulu halus dan berwarna hijau. Jika daun tersentuh dengan kulit maka akan menimbulkan rasa gatal. Kandungan metabolit sekunder pada tumbuhan ini adalah saponin, terpen dan flavonoid. Flavonoid yang terkandung dalam tumbuhan ini dapat masuk ke dalam mulut serangga melalui sistem pernafasan berupa spirakel yang terdapat dipermukaan tubuh dan menimbulkan kelayuan syaraf, sehingga serangga tidak dapat bernafas dan akhirnya mati (Sihombing, 2016).

Akarnya tunggang berwarna coklat dengan biji kecil berwarna ungu.

Memiliki diameter 20-30 cm dan urat daunnya nampak dengan jelas dan besar.

Warna daun pada bagian atas berwarna hijau muda dan daun bagian bawah berwarna hijau tua. Apus Tutung (Miconica ceramicapa DC) dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Apus Tutung (Miconica ceramicapa DC)

Klasifikasi tumbuhan Apus Tutung adalah sebagai berikut: kingdom: plantae, divisi: spermatophyta, kelas: dycotiledoneae, ordo: myrtales, famili:

melastomataceae, genus: miconica, spesies: Miconica ceramicapa DC

(34)

22

Bunga Apus Tutung (Miconica ceramicapa DC) berwarna putih dan berbentuk bulat kecil dan banyak serta menarik. Bunganya halus dan dapat dimakan. Bunga Apus Tutung (Miconica ceramicapa DC) akan menggantung karena bunganya bisa mencapai ratusan pada satu rumpun dan menghadap ke bawah.

3. Api-api (Adinandra dumosa Jack)

Api-api (Adinandra dumosa Jack) adalah jenis pohon yang ditemukan di Hutan Diklat Pondok Buluh. Api-api (Adinandra dumosa Jack) merupakan famili dari Theaceae dan banyak ditemukan di daerah dataran tinggi. Daun Api-api (Adinandra dumosa Jack) berwarna kemerah-merahan pada waktu muda, ketika matang warnanya hijau, daunnya berbentuk bulat panjang. Tata daun adalah alternate dan permukaan daun halus, ujung daun runcing dan pertulangan daun menyirip. Berdasarkan Sim, dkk. (1992) Api-api (Adinandra dumosa Jack) tumbuh sebagai tumbuhan pionir pada hutan yang telah rusak karena Api-api (Adinandra dumosa Jack) dapat memperbaiki kondisi hutan yang telah rusak.

Api-api (Adinandra dumosa Jack) dapat hidup pada daerah tropis dengan baik.

Kandungan metabolit sekunder yang terdapat pada tumbuhan ini adalah flavonoid dan alkaloid. Api-api (Adinandra dumosa Jack) dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Api-api (Adinandra dumosa Jack)

(35)

23

Klasifikasi dari Api-api adalah sebagai berikut: kingdom: plantae, divisi:

magnoliophyta, kelas: magnoliopsida, ordo : theales, famili: theaceae, genus:

adinandra, spesies: Adinandra dumosa Jack

Batangnya keras berwarna kecokelatan dan agak licin. Akarnya adalah tipe akar tunggang dan termasuk dalam tumbuhan berkeping dua atau dikotil. Akarnya berwarna kehitaman. Bunga dan buah tidak ditemukan pada saat identifikasi di lapangan. Dalam penelitian Simanjorang, 2014 menyatakan bahwa Api-api termasuk salah satu tumbuhan yang mengandung tanin yang berpotensi sebagai bahan pestisida karena mengandung senyawa yang tidak disukai oleh hewan.

Tumbuhan yang banyak mengandung tanin pada umumnya dihindari oleh hewan pemakan tumbuhan, karena senyawa ini mempunyai rasa sepat dan dianggap sebagai penolak hewan.

4. Modang Landit (Perses rimosa)

Modang Landit (Persea rimosa) merupakan jenis pohon yang ditemukan di HDPB. Pohon tersebut memiliki tinggi sampai 20 meter dengan warna kayunya adalah kuning tua sampai kemerahan. Batangnya bertekstur halus dan agak mengkilap. Kulit batang memiliki ketebalan 1-1,5 cm. Modang Landit (Persea rimosa) memiliki daun berbentuk bulat lonjong, permukaan daun atas dan bawah halus dan mengkilat. Modang Landit (Persea rimosa) hidup tumbuh di tempat yang cukup mendapatkan cahaya. Daun memiliki lendir yang dapat digunakan sebagai pestisida (mengusir serangga). Kandungan metabolit sekunder yang terdapat pada tumbuhan ini adalah alkaloid, flavonoid, terpen dan saponin.

Modang Landit (Persea rimosa) dapat dilihat pada Gambar 9.

(36)

24

Gambar 9. Modang Landit (Perses rimosa)

Klasifikasi Modang Landit (Persea rimosa) adalah sebagai berikut:

kingdom: plantae, divisi: magnoliophyta, kelas: magnoliopsida, ordo: laurales, famili: lauraceae, genus: persea, spesies: Persea rimosa

Berdasarkan Anggraini (2010) Modang Landit dapat digunakan sebagai pengusir nyamuk dengan cara dibakar dan bagian yang digunakan adalah kulit batang dan daunnya yang habitusnya adalah pohon.

5. Tuba (Derris eliptica Benth)

Tuba (Derris eliptica) termasuk jenis yang banyak ditemukan di Hutan Diklat Pondok Buluh dan biasanya terdapat di tepi hutan ataupun dalam hutan.

Tumbuh merayap dan membelit dengan panjang 5-12 meter dengan panjang daun antara 15-30 cm. Sisi bawah daun berwarna hijau ke abu-abuan dan daun yang masih muda berwarna ungu. Panjang tangkai dan anak tangkai bunga 12-6 cm. Anak tangkai bunga berwarna ungu, panjangnya kurang lebih 1 cm.

Kelopak bunga berbentuk cawan, berambut coklat rapat. Ranting tumbuhan ini yang tua berwarna kecoklatan dengan bentolan kecil. Jumlah biji 1-3 dengan musim berbuah. Buah polong berbentuk oval sampai memanjang dengan ukuran (3,5-7 cm). Tumbuhan tuba ini sudah sangat diketahui oleh masyarakat akan kandungan racunnya yang dapat mematikan ikan serta dapat juga digunakan

(37)

25

pestisida. Kandungan metabolit sekunder pada tumbuhan ini adalah flavonoid, terpen dan saponin. Tuba (Derris eliptica Benth) dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Tuba (Derris eliptica Benth)

Klasifikasi Tuba (Derris eliptica Benth) adalah sebagai berikut: kingdom:

plantae, divisi: magnoliophyta, kelas: magnoliopsida, ordo: fabales, famili:

fabaceae, genus: derris, spesies: Derris eliptica

Tumbuhan tuba yang paling banyak dimanfaatkan adalah bagian akar, karena mengandung senyawa rotenone (C23H22O6) (0,3-12%) yang secara kimiawi digolongkan ke dalam kelompok flavonoid yang merupakan senyawa aktif untuk membunuh hama tanaman dan ikan liar (Maini dan Rejejus, 1993 ; Start et al, 2003). Rotenon adalah salah satu anggota dari senyawa isoflavon, sehingga rotenon termasuk senyawa golongan flavonoid. Rotenon cukup beracun untuk manusia dan hewan mamalia yang lain tetapi sangat beracun untuk serangga dan organisme laut termasuk ikan. Toksisitas ini lebih tinggi pada ikan dan serangga karena lipofilik rotenon mudah diambil melalui insang atau trakea, tetapi tidak mudah melalui kulit atau melalui saluran pencernaan (Sayono et al, 2016).

(38)

26 6. Birah (Alocasia arifolia Halier. F)

Birah (Alocasia arifolia Halier. F) merupakan jenis tumbuhan bawah yang ditemukan di Hutan Diklat Pondok Buluh. Lokasi tempat tumbuhnya tumbuhan di lokasi penelitian ini biasanya di jumpai pada area yang terkena sinar matahari. Ciri-ciri tumbuhan ini memiliki bentuk daun yang berbentuk hati dan permukaan daunnya licin. Dari hasil pemantauan di lapangan penampilan birah dengan daun berbentuk panah, warna hijau tua dengan striping tipis pada daun, daun besar tumbuh dengan panjang 20-90 cm pada tangkai panjang. Kandungan metabolit sekunder yang terdapat pada tumbuhan ini adalah flavonoid, terpen dan alkaloid Birah (Alocasia arifolia Halier. F) dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Birah (Alocasia arifolia Halier. F)

Klasifikasi tumbuhan Birah adalah sebagai berikut: kingdom: plantae, divisi:

angiospermae, kelas: monocots, ordo: alismatales, famili: araceae, genus:

alocasia, spesies: Alocasia arifolia Hallier. F

Tumbuhan ini bergerombol. Warna hijau tua dengan striping tipis. Biji dan bunganya tidak ditemukan pada saat dilakukan identifikasi. Tipe perakarannya merupakan tipe perakaran serabut. Menurut penelitian Sihombing, 2016 hasil pengujian fitokimia yang dilakukan terhadap birah menunjukkan bahwa kandungan kimia yang terkandung dalam tumbuhan ini adalah flavanoid,

(39)

27

terpen, dan alkaloid. Dengan banyaknya kandungan senyawa metabolit sekunder yang dimilikinya dapat disimpulkan bahwa Birah dapat dijadikan sebagai bahan pestisida alami. Birah dapat dijadikan bahan pestisida nabati yakni berfungsi sebagai pengusir serangga

7. Aren (Arenga pinnata (Wurmb) Merr.)

Aren merupakan jenis tanaman tahunan besar, berbentuk pohon soliter tinggi hingga 12 m, diameter setinggi dada (DBH) hingga 60 cm tanaman aren dapat tumbuh mencapa tinggi dengan diameter batang sampai 65 cm dan tinggi 15 m bahkan mencapai 20 m dengan tajuk daun yang menjulang di atas batang.

Aren mempunyai tajuk (kumpulan daun) yang rimbun. Daun aren muda selalu berdiri tegak di pucuk batang daun muda yang masih tergulung lunak seperti kertas. Pelepah daun melebar di bagian pangkal dan menyempit ke arah pucuk.

Kandungan senyawa metabolit sekunder yang terdapat dalam tumbuhan ini adalah terpen. Aren (Arenga pinnata (Wurmb) Merr.) dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Aren (Arenga pinnata (Wurmb) Merr.)

Klasifikasi Aren adalah sebagai berikut: kingdom: plantae, divisi:

magnoliophyta, kelas: liliopsida, ordo: arecales, famili: arecaceae, genus: arenga, spesies: Arenga pinnata (Wurmb) Merr.

(40)

28

Susunan anak daun pada pelepah seperti duri-suri dirip ikan, sehingga daun aren disebut bersirip. Bunga aren berbentuk dandan dan malai bunga yang menggantung. Bunga tersebut tumbuh pada ketiak-ketiak pelepah atau ruas-ruas batang bekas tempat tumbuh pelepah. Buah aren merupakan buah yang berbentuk bulat seperti peluru dengan diameter kira-kira 4 cm. Buah aren terdiri dari kuliat luar, daging buah, dan kulit biji. Kulit luar berwarna hijau dan menjadi kuning setelah tua. Daging buah berwarna putih kekuning-kuningan.

Kulit biji berwarna kuning dan tipis, lalu berwarna hitam dan keras setelah matang. Buah mudah dibakar atau direbus untuk mengeluarkan intinya lalu inti- inti biji itu direndam dalam air kapur beberapa hari untuk menghilangkan getahnya yang gatal dan beracun (Kurniasih, 2010 dalam Supriyadi et al 2014) . 8. Mata Kucing/Kitolod (Leurentia Langiflora (L.) Peterm.)

Mata Kucing/Kitolod tanpa disadari banyak tumbuh di lahan terbuka, sela- sela batu, tanah yang lembab dan terbuka serta pinggiran hutan. kitolod dapat ditemukan dari dataran rendah sampai 1.100 mdpl. Tinggi mencapai 60 cm, bercabang dari pangkalnya, bergetah putih yang rasanya tajam dan mengandung racun. Daun tunggal, bentuknya lanset, permukaan kasar, ujung runcing, pangkal menyempit, tepi melekuk ke dalam, bergigi sampai melekuk menyirip. Mata Kucing/Kitolod (Leurentia Langiflora (L.) Peterm.) dapat dilihat pada Gambar 13.

(41)

29

Gambar 13. Mata Kucing/Tolod (Leurentia Langiflora (L.) Peterm.)

Klasifikasi Mata Kucing adalah sebagai berikut: kingdom: plantae, divisi:

magnoliophyta, kelas: magnoliopsida, ordo: campanulales, famili:

campanulaceae, genus: leurentia, spesies: Leurentia Longiflora (L.) Peterm.

Panjang daun 5-17 cm, lebar 2-3 cm, warnanya hijau. Bunganya tegak, tunggal, keluar dari ketiak daun, bertangkai panjang, mahkota berbentuk bintang berwarna putih. Buahnya berupa buah kotak berbentuk lonceng, merunduk, merekah menjadi dua ruang, berbiji banyak. Berdasarkan Dalimartha (2008) metabolit sekunder pada Mata Kucing/Kitolod (Leurentia Longiflora (L.) Peterm.

adalah senyawa golongan alkaloid, saponin, dan flavonoid. Daun Tolod/Mata Kucing berkhasiat untuk obat luka, obat sakit gigi, asma, obat kanker. Tanaman ini juga bisa beracun, untuk setiap kali minum tidak boleh lebih dari 3 lembar daun. Sedangkan bunga Kitolod/Mata Kucing berkhasiat untuk obat tetes mata katarak sebagai antibakteri dalam membunuh kuman-kuman.

(42)

30

B. Tingkat Keanekaragaman Tumbuhan Beracun di Kawasan Hutan Diklat Pondok Buluh

Tumbuhan beracun yang ditemukan di Hutan Diklat Pondok Buluh ada sebanyak delapan jenis. Data analisis tumbuhan beracun telah ditunjukkan dalam tabel 2 berikut ini.

Tabel 2. Analisis Tumbuhan Beracun di Kawasan Hutan Diklat Pondok Buluh

Luas lokasi sampel penelitian adalah 12,7 Ha karena luas total dari Hutan Diklat Pondok Buluh adalah 1.272,70 Ha dengan intensitas sampling 1%.

Berdasarkan Tabel 2 diatas menunjukkan bahwa kerapatan tertinggi terdapat pada tumbuhan jenis Modang landit (Persea rimosa) dengan nilai 4180 individu per Ha sedangkan kerapatan terendah terdapat pada jenis Aren (Arenga pinnata (Wurmb) Merr.) dengan nilai 860 individu per Ha. Hal ini karena tumbuhan Modang Landit (Persea rimosa) banyak tumbuh di HDPB karena dapat beradaptasi dengan baik pada kondisi lahan hutan tersebut. Sedangkan jenis Aren (Arenga pinnata (Wurmb) sedikit tumbuh dan jarang di temukan di HDPB. Beragamnya nilai Kerapatan (K) dapat disebabkan oleh kondisi hutan yang memiliki beragam kondisi lingkungan sehingga jenis-jenis tertentu yang mampu beradaptasi

No Jenis Tumbuhan Klasifikasi Kerapatan (Ind/ha)

Frekuensi

1 Simartolu (Schima wallichi) Pohon 1800 0,16

2 Birah (Alocasia arifolia) Herba 2740 0,28

3 Aren (Arenga pinnata) Pohon 860 0,15

4 Tuba (Derris eliptica ) Pohon 2600 0,25

5 Apus Tutung (Miconica ceramicapa) Herba 3220 0,31

6 Api-api (Adinandra dumosa) Pohon 2880 0,38

7 Modang Landit (Persea rimosa) Pohon 4180 0,15

8 Mata Kucing/Tolod (Lurentia langifora) Herba 1700 0,02

Total 19.980 1,7

(43)

31

cenderung banyak yang tumbuh dan tersebar luas, serta tingginya kemampuan spesies tersebut dalam berkompetisi dengan spesies lain dalam memperoleh unsur hara dan cahaya untuk pertumbuhannya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Soerianegara dan Indrawan (1978) dalam Ambri (2015) menyatakan bahwa jenis- jenis yang dominan tersebut diduga memiliki batas toleransi yang lebih besar dibandingkan dengan jenis lain dan mampu beradaptasi dengan lingkungan sehingga dapat mengalahkan jenis lainnya dalam kompetisi memperoleh unsur- unsur pendukung dalam pertumbuhannya seperti: unsur hara, cahaya matahari, dan air.

Frekuensi merupakan besarnya intensitas ditemukannya suatu spesies dalam pengamatan keberadaannya pada suatu komunitas.

Frekuensi ini ditentukan oleh banyaknya jumlah plot suatu jenis ditemukan dari keseluruhan jumlah plot pengamatan Jenis tumbuhan yang memiliki frekuensi tertinggi adalah jenis Api-api (Adinandra dumosa Jack) dengan nilai 0,38 dan untuk frekuensi yang terendah dengan nilai 0,02 terdapat pada jenis tumbuhan Mata Kucing/Kitolod (Lurentia langifora (L). Hal ini dikarenakan perbedaan jumlah plot pengamatan pada saat penelitian dilapangan. Pada jenis Api-api (Adinandra dumosa Jack) ini terdapat jumlah plot pengamatan sebanyak 98 plot sedangkan jenis Mata Kucing/Kitolod (Lurentia langifora (L) hanya ditemukan pada 5 plot saja. Jenis Api-api (Adinandra dumosa Jack) ini juga dominan tumbuh dan penyebarannya paling luas di HDPB jenis, sedangkan Mata Kucing/Kitolod (Lurentia langifora (L) tumbuh tidak merata pada HDPB dan ditemukan di tempat-tempat tertentu dan terbuka seperti pinggiran hutan.. Hal ini menunjukkan penyebaran individu suatu jenis yang berbeda-beda pada suatu luasan areal lahan.

(44)

32

Jenis yang menyebar secara merata mempunyai nilai frekuensi yang besar, sebaliknya jenis-jenis yang mempunyai nilai frekuensi yang kecil mempunyai daerah sebaran yang kurang luas. Frekuensi kehadiran tumbuhan dapat dinyatakan sesuai dengan konstansinya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Suin (2002) yang menyatakan bahwa Konstansi atau frekuensi kehadiran organisme dapat dikelompokkan atas empat kelompok yaitu jenis aksidental (frekuensi 0- 25%), jenis assesori (25-50%), jenis konstan (50-75%), dan jenis absolut (diatas 75%). Berdasarkan hasil Frekuensi yang diperoleh pada Tabel 2, dapat dilihat bahwa tumbuhan yang terdapat di Hutan Diklat Pondok Buluh tergolong ke dalam jenis aksidental dengan frekuensi 0-25%. Hal ini menunjukkan bahwa jenis-jenis tersebut daerah penyebarannya terbatas pada daerah tertentu saja yang sesuai dengan syarat tempat tumbuhnya jenis tersebut.

C. Kandungan Metabolit Sekunder Tumbuhan Beracun di Hutan Diklat Pondok Buluh

Tumbuhan umumnya mengandung senyawa aktif dalam bentuk metabolit sekunder seperti alkaloid, flavonoid, terpen, dan saponin. Setiap tumbuhan perlu dilakukan pengujian fitokimia untuk mengetahui senyawa metabolit sekunder yang terdapat didalamnya sehingga dapat diketahui potensi tumbuhan tersebut.

Kandungan senyawa metabolit sekunder ini juga bisa dijadikan sebagai indikator adanya senyawa metabolit yang bersifat racun ataupun memberikan efek yang bermanfaat. Informasi kandungan senyawa metabolit sekunder ini akan sangat membantu untuk menentukan ciri senyawa aktif yang terdapat dalam masing- masing tumbuhan.

Tumbuhan yang diuji dalam penelitian ini adalah tumbuhan yang belum di temukan pada literatur dan informasi mengenai kandungan senyawa metabolit

(45)

33

sekundernya yaitu tumbuhan Aren (Arenga pinnata (Wurmb) Merr.) dan Tuba (Derris eliptica Benth.) Sedangkan 6 jenis tumbuhan lainnya seperti simartolu (Schima wallichii), Birah (Alocasia arifolia), Modang Landit (Persea rimosa), Mata Kucing/Kitolod (Leurentia langifora), Api-api (Adinandra dumosa Jack), Apus tutung (Miconica ceramicapa) diketahui berdasarkan literatur dan informasi penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya mengenai kandungan senyawa metabolit sekunder pada masing-masing jenis tumbuhan. Data yang diperoleh dari hasil pengujian metabolit sekunder pada tumbuhan beracun ditunjukkan pada Tabel 3 berikut ini.

(46)

34 Tabel 2. Data Hasil Uji Metabolit Sekunder Tumbuhan Beracun di HDPB No

. Spesies Metabolit sekunder Sumber

Terpen Flavonoid Alkaloid Saponin

1 Api-api (Adinandra dumosa) - + + - Simanjorang, 2014

2 Apus Tutung (Miconica ceramicapa) + + + + Sihombing, 2016

3 Aren (Arenga Pinnata) ** + - - - Laboratorium Pascasarjana MIPA

4 Birah (Alocasia arifolia) ** + + + - Shombing, 2016

5 Mata Kucing (Laurentia langifora) - + + + Dalimartha, 2008

6 Modang Landit (Persea rimosa) + + + + Hutauruk, 2014

7 Simartolu (Scima sp) + - + - Simanjorang, 2014

8 Tuba (Derris eliptica) + + - + Laboratorium Pascasarjana MIPA

Keterangan : + : Mengandung - : Tidak mengandung

** : Tumbuhan yang diuji di laboratorium Pascasarjana FMIPA USU

(47)

35

Terdapat 4 golongan senyawa metabolit sekunder yang diuji yaitu senyawa golongan Alkaloid, senyawa golongan Flavonoid, senyawa golongan Terpen, dan senyawa golongan Saponin.

1. Alkaloid

Alkaloid adalah senyawa golongan basa bernitrogen yang kebanyakan heterosiklik dan banyak terdapat pada tumbuhan. Fungsi Alkaloid yang dikenal sebagian besar terkait pada sistem perlindungan. Alkaloid seringkali beracun pada manusia dan banyak mempunyai kegiatan fisiologis yang menonjol sehingga banyak juga digunakan dalam pengobatan. Alkaloid dapat ditemukan pada tumbuhan tingkat tinggi dan tingkat rendah, bahkan pada hewan. Alkaloid sesungguhnya adalah racun, senyawa tersebut menunjukkan aktivitas fisologi yang luas. Fungsi aktivitas senyawa Alkaloid menurut Atta-ur-Rahman (1997) adalah sebagai antibakteri dan antifungi.

Pereaksi dalam pengujian alkaloid adalah Bouchardart, Maeyer dan Dragendroff. Uji skrining yang menunjukkan adanya kandungan alkaloid yaitu ditandai dengan munculnya endapan berwarna cokelat saat sampel tanaman direaksikan dengan senyawa pereaksi Bouchardart, endapan berwarna kuning saat sampel tanaman direaksikan dengan senyawa pereaksi Maeyer dan endapan berwarna coklat bata saat sampel tanaman direaksikan dengan senyawa pereaksi Dragendorff. Berdasarkan hasil data yang diperoleh pada tabel 3 dapat dilihat bahwa ada 6 jenis tanaman yang mengandung senyawa Alkaloid, karena tanaman tersebut yang mengalami reaksi jika direaksikan dengan senyawa pereaksi Bouchardart, Maeyer, dan Dragendorff yakni Simartolu (Schima wallichii), Birah (Alocasia arifolia), Modang Landit (Persea rimosa), Api-Api (Adinandra dumosa

(48)

36

Jack), Apus tutung (Miconica ceramicapa DC), Mata Kucing/Kitolod (Leurentia langifora). Jenis-jenis tumbuhan ini berpotensi sebagai tumbuhan beracun baik untuk memberikan efek kepada manusia ataupun hewan.

2. Flavonoid

Tanin merupakan senyawa metabolit sekunder yang diketahui mempunyai beberapa khasiat yaitu anti diare, anti bakteri, dan anti oksidan. Tanin merupakan komponen zat organik yang sangat kompleks, terdiri dari senyawa fenolik yang sukar dipisahkan dan sukar mengkristal, mengendapkan protein dari larutannya dan bersenyawa dengan protein tersebut (Desmiaty et al, 2008). Senyawa Tanin dan Flavonoid dan tanin adalah senyawa turunan fenolik. Struktur senyawa fenolik salah satu gugus pembentuknya adalah senyawa Tanin atau Flavonoid.

Fungsi aktivitas senyawa Tanin menurut Goldstein dan Swain (1965) adalah sebagai penghambat enzim hama. Pengujian Tanin daqn Flavonoid menggunakan pereaksi FeCl3. Kandungan Tanin yang terkandung dalam tumbuhan bereaksi dengan FeCl3 ditandai dengan perubahan warna hitam. Berdasarkan data yang diperoleh pada Tabel 3, Tumbuhan Birah (Alocasia arifolia), Modang Landit (Persea rimosa), Tuba (Derris eliptica), Api-api (Adinandra dumosa Jack), dan Mata Kucing /Kitolod (Leurentia langifora), Apus Tutung (Miconica ceramicapa) yang mengandung Flavonoid dan Tanin. Telah banyak penelitian yang menyatakan bahwa aktivitas pencernaan akan terganggu dengan adanya kandungan tanin pada tumbuhan salah satunya adalah pernyataan dari Narayanan (2004) melaporkan bahwa amylase larva Tecia solanivora aktifitas menurun sebesar 80% dengan adanya biji Amaranthus hypocondriacus. Mekanisme penghambatan tanin terhadap bakteri dan beberapa enzim belum diketahui secara

(49)

37

pasti. Reaksi penyamakan yang terjadi akan menyebabkan jaringan pada hewan akan rusak. Oleh karena itu, sebagian besar tumbuhan yang mengandung tanin dihindari oleh herbivora karena rasanya yang sepat dan dapat digunakan sebagai biopestisida.

3. Terpen

Terpen adalah suatu golongan hidrokarbon yang banyak dihasilkan oleh tumbuhan dan terutama tergantung pada getah serta vakuolanya selnya.

Modifikasi dari senyawa golongan terpen, yaitu terpenoid, merupakan metabolit sekunder tumbuhan. Salah fungsi aktivitas senyawa terpen adalah sebagai pestisida dan insektisida (Ragasa dkk, 1997). Pereaksi yang digunakan dalam pengujian terpen adalah dengan cara menotolkon sampel pada plat KLT (Kromatografi lapis tipis) lalu disemprotkan dengan larutan CeSO4 kemudian dipanaskan menggunakan hot plate, apabila terdapat bercak orange/merah maka terdapat kandungan terpen. Berdasarkan dari data yang diperoleh tumbuhan yang mengandung terpen yaitu Simartolu (Schima wallichii), Aren (Arenga pinnata), Tuba (Derris eliptica), Modang Landit (Persea rimosa), Apus Tutung (Miconica ceramicapa DC), Birah (Alocasia arifolia). Siddiqui (2002) menyebutkan bahwa salah satu fungsi aktifitas senyawa terpen adalah sebagai pestisida dan insektisida.

4. Saponin

Pengujian saponin dilakukan dengan menggunakan aquadest yang dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah berisi ekstrak tumbuhan, kemudian ketika larutan dikocok dan terdapat adanya busa/buih yang bertahan hingga beberapa menit merupakan bukti adanya kandungan senyawa saponin.

Berdasarkan dari hasil data yang diperoleh, tumbuhan Tuba (Derris eliptica),

(50)

38

Modang Landit (Persea rimosa), Mata Kucing/Kitolod (Leurentia langifora), Apus Tutung (Miconica ceramicapa). Jenis tanaman yang mengandung senyawa golongan saponin ini berpotensi sebagai pestisida.

Gambar. Tuba yang mengandung saponin

Senyawa saponin mempunyai aktivitas farmakologis yang cukup luas sebagai anti mikroba, fungisida, anti bakteri, anti virus, piscisida, molluscisida, dan insektisida. Senyawa ini bersifat amfipatik, disusun oleh satu atau lebih gugus glikosida hidrofilik yang dikombinasikan dengan turunan triterpen lipofilik dan menghasilkan buih saat diguncang dalam larutan air. Saponin yang umumnya larut dalam air beracun bagi ikan dan kebanyakan jenis tumbuhan beracun mematikan mengandung racun golongan senyawa saponin (Dewatisari, 2009).

(51)

39

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Jenis tumbuhan beracun yang ditemukan di Hutan Diklat Pondok Buluh adalah sebanyak 8 jenis, enam diantaranya merupakan tumbuhan yang telah diketahui oleh masyarakat yaitu Birah (Alocasia arifolia), Aren (Arenga Pinnata), Mata Kucing/Kitolod (Laurentia langifora), Modang Landit (Persea rimosa), Simartolu (Schima wallichi), Tuba (Derris eliptica) sedangkan dua jenis yang tumbuhan beracun yang belum diketahui masyarakat yaitu Api-api (Adinandra dumosa), Apus Tutung (Miconica ceramicapa).

2. Kerapatan tertinggi dengan nilai 4180 jenis individu/hektar terdapat pada jenis tumbuhan Modang Landit (Persea rimosa) sedangkan kerapatan terendah dengan nilai 860 individu/hektar terdapat pada jenis tumbuhan. Frekuensi tertinggi diperoleh dengan nilai 0,38 terdapat pada jenis tumbuhan Api-api (Adinandra dumosa Jack) dan frekuensi terendah dengan nilai 0, 02 terdapat pada jenis tumbuhan Mata Kucing/Kitolod (Leurentia langifora (L).

3. Kandungan metabolit sekunder yang terdapat pada tumbuhan berbeda-beda tiap jenisnya. Api-api mengandung flavonoid dan alkaloid. Apus Tutung mengandung terpen dan alkaloid. Aren mengandung terpen. Birah mengandung flavonoid dan alkaloid. Mata Kucing/Kitolod mengandung flavonoid, alkaloid dan saponin. Modang Landit mengandung terpen, flavonoid, alkaloid dan saponin. Simartolu mengandung terpen dan alkaloid. Tuba mengandung terpen dan flavonoid. Kedelapan jenis tumbuhan ini dikategorikan beracun karena memiliki kandungan yang dapat dijadikan sebagai biopestisida maupun racun lainnya.

(52)

40 Saran

1. Dibutuhkan eksplorasi lebih lanjut di kawasan yang berbeda agar menambah informasi jenis tumbuhan beracun lainnya yang belum diteliti.

2. Upaya budidaya terhadap jenis-jenis tumbuhan beracun yang diteliti pada Kawasan Hutan Diklat Pondok Buluh, Kecamatan Dolok Panribuan, Kabupaten Simalungun Sumatera Utara perlu dilakukan sehingga jenis-jenis ini dapat dimanfaatkan dan dilestarikan.

3. Penelitian lebih lanjut mengenai aplikasi pemanfaatan tumbuhan beracun sebagai biopestisida dan penanggulangan hama perlu dilakukan agar penerapannya tepat sasaran.

(53)

41

DAFTAR PUSTAKA

Ambri, K. 2015. Eksplorasi Tumbuhan Obat pada Taman Nasional Gunung Leuser Resort Sei Betung Sumatera Utara. Fakultas Kehutanan.

Universitas Sumatera Utara.

Atta-ur-Rahman.,M.I. Choudhary dan S. Naz.1997. New Sterodial Alkaloids from the Roots of Buxus sempervirens. Journal of Natural Products. 60 : 770- 774.

Arrijani. Dede, Edi, G. S. Dan Ibnul, Q. 2006. Analisis Vegetasi. Hulu DAS Cianjur Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango

Angraini, L. 2010. Pengenalan Tumbuhan Penghasil Pestsida Nabati Dan Pemanfataanya Secara Tradisional Badan Penelitian Dan Pengembangan Kehutanan ISBN: 978-602-98588-0-8.

Ardianto, R. 2013. Mengenali Tumbuhan Beracun atau Berbahaya.

www. ngerayap.com

Balai Diklat Kehutanan Pematangsiantar. 2015. Sampinur, Sarana Mengasah Pikiran dan Nurani. Vol.VII

BPOM. 2012. Standarisasi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia, Salah Satu Tahapan Penting dalam Pengembangan Obat Asli Indonesia. Info POM.

VOL 6 (4) :5

Dalimartha, S. 2008. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 3. Pustaka Bunda.

Jakarta

Dephut. 2008. Hutan Diklat Pondok Buluh Kabupaten Simalungun, http:// bbksda sumut.com/index.php/ kawasan/ hutan-diklat-pondok-buluhi-kabupaten- simalungun, [Januari. 17. 2016].

Desmiaty, Y.,H. Ratih., M.A. Dewi dan R. Agustin. 2008. Penentuan Jumlah Tanin Total pada Daun Jati (Guazuma ulmifolia Lamk) dan daun Sambang Darah (Excoecaria bicolor Hassk.) Secara Kolorimetri dengan Pereaksi Biru Prusia.Ortocarpus. 2008. 8 : 106-109.

Dewatisari, W. F., 2009, Uji Anatomi, Metabolit Sekunder dan Molekuler Sanseviera Trifasciata, Tesis, Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Geissman, T.A. 1962. Priciples of Organic Chemistry. Fourth Edition. San fransisco: W.H. freeman and company. P.61,108.

Gambar

Gambar 1. Desain Plot Tumbuhan Beracun
Gambar 3. Skema pengujian terpen
Gambar 5. Skema pengujian saponin Penyaringan
Gambar 6. Simartolu (Schima wallichi)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam materi senipatung guru mempersiapkan bahan materi selain dari buku juga dari sumber lain berupa gambar-gambar, rangkuman ataupun teoritis lain yang mendukung pada

Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 sampai dengan Pasal 116 diatur

182 concerning The Prohibition and Immediate Action for the Elimination of the Worst Forms of Child Labour (Konvensi ILO No. 182 mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera

[r]

Berdasarkan keputusan Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan Barang/Jasa Nomor: 015/Pokja-FAH/X/2016 tanggal 05 Oktober 2016 tentang Penetapan Pemenang Pengadaan

[r]

 Merupakan kesepakatan negara negara anggota WHO untuk memiliki kemampuan deteksi dini dan respons yang adekuat terhadap setiap ancaman kesehatan masyarakat yang

[r]