• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KESIMPULAN. Runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1990an merubah konstelasi politik dunia. Rusia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB V KESIMPULAN. Runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1990an merubah konstelasi politik dunia. Rusia"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB V KESIMPULAN

Runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1990an merubah konstelasi politik dunia. Rusia berubah dari super power state menjadi middle-power state (negara dengan kekuatan menengah). Kebijakan luar negeri dari negara dengan karakteristik middle power sulit untuk diprediksi sebab mereka harus melalui proses pembuatan kebijakan yang tidak mudah. Pada era kepemimpinan Boris Yeltsin, kebijakan luar negeri Rusia mulai mengadopsi nilai-nilai Barat seperti demokrasi. Prinsip ini pula yang mendorong Rusia untuk mengakui kemerdekaan dan kedaulatan negara-negara pecahan Uni Soviet dan merangkul mereka dalam Commonwealth Independent States (CIS). Sejak dahulu, Ukraina dan Georgia merupakan dua negara yang memiliki hubungan diplomatik paling rumit dengan Rusia dibandingkan dengan negara CIS yang lain. Rusia sudah lama memberikan dukungan pada gerakan separatisme Abkhazia dan Ossetia Selatan yang ingin merdeka dari Georgia dan gerakan separatis Krimea yang ingin merdeka dari Ukraina. Alasan ini pula yang semakin memperuncing perseteruan Rusia-Georgia dan Rusia-Ukraina.

Jika mencermati sejarah Georgia, nasionalisme negara ini tumbuh pesat setelah mendeklarasikan kemerdekaannya pada 1918. Georgia berani menentang dengan Ossetia Selatan yang turut mendeklarasikan kemerdekannya pada tahun 1920. Bagi Georgia Ossetia Selatan tetap menjadi bagian kedaulatan negaranya. Akan tetapi hanya berselang

(2)

kemudian memberikan Ossettia Selatan dan Abkhazia kepada Georgia untuk meredam aksi nasionalisme Georgia.

Selama setidaknya enam dekade berada di bawah Uni Soviet, pertempuran berdarah antara pemerintah Georgia dan kelompok separatisme di Abkhazia dan Ossetia Selatan berhasil dihindari. Namun runtuhnya Uni Soviet kembali membangkitkan semangat nasionalisme di Georgia. Pada tahun 1991, Georgia menyatakan sebagai negara merdeka dan berdaulat. Ditahun yang sama pula, Georgia membentuk tentara nasional yang kemudian ditugaskan untuk mengepung Ossetia Selatan. Ossetia Selatan secara sepihak menyelenggarakan referendum yang menyatakan keinginan bergabung dengan Federasi Rusia. Momentum ini kemuudian menjadi akar permasalahan dari konflik berkepanjangan antara Georgia dan Oseetia selama periode dekade 90an. Hubungan Rusia dan Georgia mengalami pasang surut dalam rentang tahun 1997 hingga 2007.

Negosiasi damai antara pemerintah Georgia dan pihak Ossetia Selatan yang disponsori Rusia selalu sulit mencapai kata sepakat.

Belum selesai pertikaian politik antara Georgia dan Ossetia Selatan, pada 21 Mei 2008 terjadi insiden peledakan bus yang bertepatan dengan momen pemilu legislatif di Georgia. Pemerintah Gerogia menuduh militan Abkhazia adalah aktor dibalik serangan tersebut. Akan tetapi fokus Georgia pada manuver militan Abkhazia mulai terbagi karena tensi konflik dengan Ossetia Selatan juga kembali naik. Penegasan dukungan militer Rusia pada militan Ossetia Selatan dan Abkhazia membuat Georgia menuduh Moskow sedang berupaya menganggu proses negosiasi.

(3)

Dibandingkan dengan Georgia, Ukraina terlebih dahulu berjuang secara nyata demi kemerdekaannya sejak tahun 1914. Mereka secara konsisten mengkampanyekan gerakan anti-Kekaisaran Rusia dan mempromosikan semangat nasionalisme dan perjuangan self-determination. Akan tetapi setelah rampungnya Perang Dunia II, tepatnya tahun 1954,

pimpinan Uni Soviet yang memiliki darah Ukraina, Nikita Khrushchev, menyerahkan Krimea kepada Ukraina. Ketika berada di bawah otoritas Ukraina, semangat separatisme di Krimea sudah mulai muncul meskipun tidak bersifat anarkis.

Tahun 1992, fokus Ukraina terhadap Krimea berkurang akibat adanya euforia kemerdekaan paska bubarnya Uni Soviet. Situasi ini dimanfaatkan Krimea untuk menjalin kerjasama dengan Rusia. Demi mencegah meningkatnya esklasi konflik, Kiev setuju memberikan hak otonomi yang lebih besar bagi Krimea.

Di tahun-tahun berikutnya, Krimeapun menghadapi perseteruan Ukraina dan Rusia yag berkaitan dengan penempatan armada militer Laut Hitam Rusia. Pada akhir 2013 hingga awal 2014, ribuan massa turun ke Alun alun Maidan menuntut mundurnya Presiden Yanukovych. Saat kelompok oposisi berhasil memimpin pemerintahan sementara di Kiev, pro Rusia di Krimea menuntut untuk segera melepaskan diri dari Ukraina.

Rusia menerapkan kebijakan luar negeri dan instrumen yang berbeda dalam menangani gerakan separatis di Abkhazia dan Ossetia Selatan dan Krimea. Di Abkhazia dan Ossetia Selatan Rusia berusaha melakukan head to head dengan pasukan AS yang ditempatkan NATO untuk menjalani latihan bersana rutin dengan militer Georgia, dengan

(4)

kedauluatan dan penempatan pasukan perdamaian di kedua wilayah tersebut. Sedangkan dalam kasus Krimea, Rusia berusaha menguasai seluruh wilayah Krimea dengan cara politik damai dan non militer.

Berkaitan dengan gerakan separatis Abkhazia dan Osseitia Selatan pada tahun 2008 terdapat dua momen yang mempengaruhi kebijakan Rusia terhadap Georgia. Dua momen tersebut yaitu pengakuan Amerika atas kemerdekaan Kosovo dan tawaran keanggotaan NATO bagi Ukraina dan Georgia. Kondisi eksternal ini memiliki karakteristik aliansi bagi NATO dan Georgia akan tetapi bersifat konflik antara Georgia-Rusia dan Rusia-Barat.

Di dalam lingkup internal atau domestiknya, masyarakat Rusia memiliki kepercayaan bahwa pemerintahan Barat adalah “penghasut” dan mendorong Rusia untuk menunjukan pada Barat mengenai peran penting Rusia di Near Aboard. Opini publik tersebut didukung pula oleh kepercayaan para elit politik yang beraliran "hardliner" atau garis keras di Rusia yang menganggap Eduard Shevardnadze, presiden kedua Georgia dan mantan perdana menteri Uni Soviet, sebagai aktor yang berperan dalam runtuhnya Uni Soviet.

Latar eksternal dan internal kemudian mempengaruhi keberlanjutan proses learning yang berhubungan dengan kegagalan Rusia dalam perang Chechnya yang tidak dapat dilepaskan dari kegagalan Rusia mengkontrol perbatasan Georgia-Chechnya. Rusia juga kehilangan fokus pada manuver Georgia yang berkoalisi dengan pemberontak Chechnya dan mengizinkan masuknya pengaruh Amerika Serikat ke dalam wilayah Georgia.

(5)

Berdasarkan proses pembelajaran tersebut, Rusia menetapkan kebijakan luar negerinya dan menggunakan instrumen militer untuk membantu militan Abkhazia dan Ossetia Selatan untuk melawan militer Rusia. dalam perang 5 hari. Rusia sempat menggunakan instrumen diplomasi dengan Prancis (yang mewakili Uni Eropa) untuk memperjuangkan status kedua wilayah tersebut.

Intervensi militer dan upaya diplomasi Rusia demi membantu Abkhazia dan Ossetia Selatan merupakan strategi untuk menempatkan militernya yang berstatus pasukan perdamaian di Abkhazia dan Ossetia Selatan. Pasukan perdamaian inilah yang berperan sebagai penyeimbang bagi kehadiran pasukan Amerika Serikat di Georgia. Sedangkan pengakuan kedaaulatan oleh Rusia terhadap Abkhazia dan Ossetia Selatan adalah sebagai aksi tandingan atas pengakuan kemerdekaan Kosovo oleh Amerika Serikat.

Sementara itu, perseteruan antara massa Ukraina pro Barat dan pemerintah Ukraina yang pro Russia pada periode November 2013 hingga Maret 2014 tidak dapat dilepaskan dari kondisi internasional yang melibatkan NATO di beberapa negara Eropa Timur.

Rentang tahun 2013 hingga 2014 adalah fase saat Amerika Serikat akan mengimplementasikan kapabilitas operasional misil pertahanannya yang ditempatkan di Polandia dan Republik Ceko. Karakteristik dari latar eksternal ini memang bersifat aliansi.

Akan tetapi karena Polandia dan Ceko merupakan negara eks Soviet yang cukup dekat dengan Kaliningrad (masuk ke dalam Federasi Rusia) maka karakteristik latar eksternal tersebut dapat dikategorikan pula sebagai perlombaan senjata antara NATO dan Rusia.

Latar eksternal tersebut tidak bisa berdiri sendiri dalam mempengaruhi proses

(6)

cenderung tidak stabil di rentang tahun 2013-2014. Di saat itu, pemerintah Rusia membutuhkan suatu kebijakan yang menyatukan nassionalisme bangsa Rusia. Apalagi elit-elit politik dan masyarakat Rusiapun sampai hari ini percaya bahwa Ukraina merupakan bagian dari bangsa Rusia.

Latar eksternal dan internal ini kemudian mendorong adanya proses learning mengenai kesuksesan Rusia dalam mengaplikasikan instrumen non militer di Krimea.

Rusia menggunakan taktik gerilya melalui instrumen penyebaran informasi dan nilai-nilai pro Rusia. Aktivitas ini dilakukan oleh etnis Rusia yang ditunjuk oleh pemerintah seperti media massa, lembaga pendidikan dan kebudayaan, lembaga kemanusiaan, dan organisasi pemuda.

Instrumen non-militer yang digunakan Rusia di Krimea juga merupakan percobaan untuk melihat respon atau kebijakan tandingan dari pemerintah Ukraina. Dalam pelaksanaannya, penggunaan instrumen non militer ini dapat dikatagorikan berhasil melemahkan kapabilitas Ukrainianisasi di Krimea sejak 2005. Dari keberhasilan ini, Rusia dapat merumuskan kebijakan dan instrumen yang tepat dalam menghadapi gerakan separatisme di Krimea pada tahun 2014. Rusia berupaya mengamankan wilayah Krimea di dalam “orbit politik” Moskow tanpa terjadi pertumpahan darah. Selain itu proses aksesi Krimea merupakan alat pemersatu etnis Rusia demi mewujudkan cita-cita “Rusia Besar”.

Kedua kasus separatisme di Georgia dan Ukraina memiliki persamaan pada karakteristik latar eksternalnya yang bersifat adanya aliansi dan konflik atau perlombaan senjata. Namun di bagian latar internal dan kesuksesan dan / atau kegagalan di kebijakan

(7)

Rusia terdahulu terdapat perbedaan.

Dalam proses pengambilan kebijakan luar negeri Rusia terhadap Abkhazia dan Ossetia Selatan, kondisi internal Rusia lebih stabil. Meskipun begitu opini publik dan kepercayaan para elit masih menjadi bahan dalam prosses pembelajran. Sedangkan Rusia memiliki kegagalan dalam penerapan kebijakan berkaitan dengan penanganan separatisme Chechnya yang bersembunyi di Georgia pada periode tahun 1994-1996.

Opini publik, kepercayaan para elit politik, dan kegagalan Rusia menjadi bahan pembelajaran bagi Rusia untuk mengambil kebijakan luar negeri yang menunjukan peran Rusia sebagai negara yang memperhatikan nilai-nilai kemanusiaan melalui cara membantu militan Abkhazia dan Ossetia Selatan secara militer, diplomasi dan pengakuaan kedaluatan Abkhazia dan Ossetia Selatan.

Dalam prosses pengambilan kebijakan luar negeri terhadap Krimea, meskipun kondisi internal Rusia mengalami instabilitas, opini publik dan kepercayaan para elit politik yang solid berfungsi sebagai pemersatu sekaligus bahan pembelajaran. Sedangkan Rusia memiliki kebijakan kesuksesan dalam penerapan kebijakan pelemahan Ukrainaisasi di Krimea dari tahun 2005-2014 dengan pengunaan instrumen informasi (non-militer).

Faktor-faktor ini akhirnya mendorong Rusia menerapkan kebijakan pengamanan wilayah Krimea dengan penggunaan instrumen non militer, diplomasi dan aksesi Krimea ke dalam Federasi Rusia.

Selanjutnya, variasi kebijakan luar negeri Rusia terhadap Abkhazia dan Ossetia Selatan dan Krimea terjadi karena kegagalan kebijakan Rusia terdahulu terhadap Georgia

(8)

memperoleh kesuksesan dalam menerapkan kebijakan terhadap Krimea (Ukraina). Baik kegagalan dan kesusksesan kebijakan Rusia terdahulu yang dipertimbangkan melalui proses learning tidak dapat dilepaskan dengan tujuan nasional Rusia yaitu mewujudkan Great Russia (Rusia Besar).

Dapat dilihat pula bahwa Rusia tetap melakukan proses pembelajaran meskipun negaranya telah berhasil menjalankan kebijakan tertentu terhadap Ukraina di Krimea beberapa tahun sebelumnya. Proses pembelajaran atau learning Rusia selalu dilakukan saat negara tersebut menghadapi lingkungan eksternal yang tidak pasti. Namun saat kondisi negara dalam keadaan stabilpun Rusia akan melakukan proses learning sepanjang lingkungan eksternalnya selalu dalam keadaan tidak pasti dan terdapat kejadian luar biasa yang pernah membawa dampak luar biasa bagi Rusia di masa lalu. Selain itu dapat disimpulkan pula meskipun Rusia dikenal sebagai negara dengan sistem tertutup opini masyarakat merupakan salah satu faktor penting bagi proses pembelajaran kebijakan luar negeri Rusia sepanjang opini tersebut tidak bersifat melawan pemerintah.

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa kondisi optimum pengukuran Fe(III), Co(III) dan Ni(II) dengan simultan secara voltammetri stripping adsorptif

Nataga at napatay ni Tata Selo ang Kabesa sa kadahilanang pinaalis ito Nataga at napatay ni Tata Selo ang Kabesa sa kadahilanang pinaalis ito sa kanyang lupang sinasakahan

27 Apakah jenis tanih yang mempengaruhi tumbuhan semulajadi di kawasan berlorek dalam Peta 5.. Peta 5: MALAYSIA A Lumpur B Gambut C Laterit

Dari hasil penelitian yang dilakukan pada wanita usia 20-30 tahun di Puskesmas Mangkang Semarang, dapat disimpulkan bahwa jenis kontrasepsi hormonal yang paling

Bapak Slamet HW selaku Pembimbing Akademik yang telah memberikan arahan dan masukan dalam pengambilan mata kuliah serta bimbingan akademik selama penulis menempuh

Dari hasil pengamatan yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi suhu yang digunakan dan semakin lama waktu pemanasan maka nilai *b yang didapat semakin

Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh pembelajaran CORE dengan ekspositori dan Kemampuan Awal Matematika (KAM) dalam meningkatkan Kemampuan Berpikir

Dari permasalahan y ang ada maka perlu dipikirkan j alan keluar untuk meningkatkan tarap hidup mas y arakat dengan menggali potensi y ang dimiliki oleh mas y arakat desa