HUBUNGAN ANTARA KANDUNGAN IAA, GULA TOTAL, DAN GULA REDUKSI
DENGAN KEGAGALANFRUIT-SETPADA TANAMAN SALAK GULA PASIR*
Rai, I N**., C. G. A Semarajaya**, I W. Wiraatmaja**, dan K. Alit Astiari*** **) Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana, Denpasar ***) Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Warmadewa, Denpasar
Abstrak
Salak Gula Pasir merupakan salah satu buah tropika asli Indonesia yang sangat prospektif untuk dikembangkan. Permasalahan penting yang dihadapi petani salak Gula Pasir adalah belum terjaminnya kontinyuitas produksi dan tingginya fluktuasi produksi antar musim panen, karena kegagalan berkembangnya bunga menjadi buah (kegagalanfruit-set). Penelitian bertujuan untuk mengatahui hubungan antara kandungan IAA, gula total, dan gula reduksi dengan kegagalanfruit-setpada tiga musim pembungaan. Penelitian dilakukan di sentra produksi salak Gula Pasir (di Desa Sibetan, Kecamatan Bebandem, Kabupaten Karangasem, Bali) pada tiga musim pembungaan, yaitu musim pembungaan Sela I (April), Gadu (Juli), dan Sela II (Oktober), menggunakan rancangan lingkungan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Hasil penelitian menunjukkan dari tiga musim pembungaan yang diamati, tanaman salak Gula pasir berbunga dengan baik di ketiga musim pembungaan tersebut. Jumlah tandan bunga per tanaman berbeda tidak nyata antara musim pembungaan Sela I, Gadu dan Sela II (5,78; 5,36 dan 5,93 buah) tetapi jumlah tandan bunga yang dapat berkembang menjadi tandan buah berbeda sangat nyata sehingga memberikan persentase fruit-setberbeda sangat nyata. Fruit-setpada musim pembungaan Sela I, Gadu, dan Sela II masing-masing 54,16%, 47,00%, dan 70,10%. Persentase fruit-set yang rendah berhubungan dengan kandungan hormon IAA yang rendah, baik IAA pada daun maupun bunga. Pada musim pembungaan Gadu, kandungan IAA pada daun dan bunga yang rendah yaitu masing-masing 10,06 ppm dan 20,60 ppm menghasilkan persentase fruit-set terrendah (47,00%), sebaliknya pada musim pembungaan Sela II dengan kandungan IAA pada daun dan bunga yang nyata tertinggi yaitu masing-masing 29,67 ppm dan 52,56 pmm menghasilkan persentasefruit-set juga nyata tertinggi (70,10%). Persentase fruit-set yang rendah pada musim pembungaan Gadu berkorelasi dengan kandungan gula total dan gula reduksi daun yang juga rendah pada musim tersebut dengan nilai masing-masing 24,54% dan 6,56%, sebaliknya kandungan gula total dan gula reduksi daun yang lebih tinggi pada musim pembungaan sela I (35,22 ppm dan 15,59 ppm) dan Sela II (30,58 ppm dan 12,22 ppm) berkorelasi dengan lebih tingginyafruit-set pada kedua musim pembungaan tersebut. Berdasarkan hasil penelitian ini, kegagalan fruit-set pada salak gula pasir berhubungan dengan rendahnya kandungan hormon IAA pada daun dan bunga, dan rendahnya kandungan karbohidrat daun yang dicerminkan oleh rendahnya gula total dan gula reduksi.
Key Words: karbohidrat, bunga, hormon, musim panen
PENDAHULUAN
Salak Gula Pasir merupakan salah satu varietas salak yang menghasilkan buah
berkualitas dan telah dilepas oleh Menteri Pertanian pada tahun 1994. Keunggulan salak
Gula Pasir ialah buahnya sudah terasa manis sejak masih muda, daging buah tidak berasa
sepat, tidak masir, tebal dan tidak melekat pada biji.
Panen buah salak Gula pasir bersifat musiman, ada musim raya yang diikuti dengan
musim kecil atau tidak ada panen buah pada panen berikutnya sehingga terjadi fluktuasi
produksi yang tinggi antar musim. Hal tersebut antara lain berhubungan dengan kegagalan
fruit-setatau ketidakberhasilan berkembangnya bunga menjadi buah.
Keberhasilan mendapatkan buah pada tanaman buah-buahan tropika pada umumnya
sangat ditentukan oleh terjadinya induksi bunga (Bernieret al., 1985; Rouse, 2002; Saleem
et al.,2005; Thirugnanavelet al., 2007; Hanke, 2009), dengan kata lain keberhasilan upaya
menginduksi bunga sangat menentukan tanaman dapat menghasilkan buah atau tidak.
Namun berbeda dengan tanaman buah-buahan tropika lainnya, permasalahan pembuahan
salak Gula Pasir tidak terletak pada proses induksi pembungaan, karena secara alami
tanaman tersebut, seperti halnya kultivar salak Bali lainnya, berbunga empat kali dalam
setahun. Mogea (1990) menyebutkan bahwa tanaman salak tergolong famili palmae yang
dapat berbunga sepanjang tahun seperti halnya pohon kelapa. Dengan sifat berbunga
seperti itu, upaya yang diperlukan untuk pembuahan pada tanaman salak Gula Pasir ialah
membuat bunga pada setiap pembungaan dapat berkembang menjadi buah.
Rai at al. (2010) mendapatkan bahwa dari empat kali musim pembungaan salak Gula
Pasir dalam setahun, yaitu pada bulan Januari, April, Juli, dan Oktober, hanya dua musim
pembungaan yang bunganya dapat menghasilkan buah (musim pembungaan Oktober
menghasilkan panen raya pada Januari-Pebruari dan musim pembungaan April
menghasilkan panen Gadu pada Juli-Agustus). Menurut Bernieret al. (1985) pembungaan
dan pembuhaan tanaman buah-buahan dipengaruhi oleh faktor lingkungan tumbuh dan
faktor endogen tanaman, seperti kandungan karbohidrat, hormon tumbuh, air internal, dan
status nutrisi. Faktor lingkungan yang paling berpengaruh terhadap fruit-set ialah suhu
udara, kelembaban udara, curah hujan dan intensitas cahaya (Ogaya dan Penuelas, 2007).
Secara fisiologis gugurnya bunga pada tanaman buah-buahan sangat ditentukan
oleh kecukupan suplai fotosintat (Luis at al., 1995) dan regulasi hormonal khususnya
kecukupan hormon IAA (Koshita at al.,1999; Bangerth, 2000). Rai (2007) mendapatkan
bunga gugur pada tanaman manggis disebabkan oleh IAA rendah dan suplai fotosintat
rendah. Suplai fotosintat rendah ditunjukkan oleh gula total daun pada pucuk yang bunganya
gugur lebih rendah dibandingkan dengan gula total daun pada pucuk yang bunganya tidak
gugur. Bangerth (2000) menghipotesiskan IAA tinggi pada bunga meningkatkan kemampuan
organ tersebut untuk menarik asimilat, karena IAA merangsang aktivitas fotosintesis lebih
cepat sehingga suplai asimilat meningkat. Ketidakcukupan suplai asimilat menyebabkan
bunga gugur, dan hal itu disebabkan oleh terbatasnya produksi asimilat dan/atau alokasi
asimilat ke organ bunga rendah. Hal serupa dilaporkan oleh Baker et al. (1997) bahwa
bunga kakao yang penyerbukannya “compatible” memiliki konsentrasi IAA endogen tinggi
sehingga bunga tersebut tidak gugur, tetapi bunga yang penyerbukannya gagal
(unpollinated flowers) atau bunga yang diserbuk tetapi tidak “compatible” (incompatible
pollinations) mengalami gugur karena konsentrasi hormon IAA endogennya rendah.
Beradasarkan perubahan konsentrasi hormon IAA endogen pada bunga gugur yang
pada salak Gula Pasir disebabkan oleh kandungan IAA endogen rendah. Hasil penelitain
Aneja et al. (1999) membuktikan hal tersebut dimana dilaporkan bahwa kakao yang
diperlakukan dengan hormon golongan auksin yaitu naphtalene acetic acid (NAA) dapat
mencegah gugurnya bunga.
Penelitian ini bertujuan untuk mengatahui hubungan antara kandungan IAA, gula total,
dan gula reduksi dengan kegagalanfruit-setpada tiga musim pembungaan salak Gula Pasir.
BAHAN DAN METODE
Penelitian dilaksanakan di sentra produksi salak Gula Pasir di Bali yaitu di Desa
Sibetan, Kecamatan Bebandem, Karangasem, mulai Pebruari sampai Desember 2011.
Tanaman salak dipelihara sesuai dengan cara budidaya petani, yaitu tanaman tidak dipupuk
dengan pupuk buatan (anorganik) dan pengairan hanya dari curah hujan. Pemeliharaan
rutin hanya berupa pembersihan gulma di sekitar pohon dan pemangkasan pelepah daun
tua yang sudah mengering. Pelepah daun pangkasan tersebut dibenamkan di sekeliling
pohon sebagai pupuk organik.
Penelitian menggunakan rancangan lingkungan Rancangan Acak Lengkap (RAL),
dengan satu faktor sebagai peubah tak bebas dan 15 kali ulangan. Faktor sebagai peubah
tidak bebas tersebut ialah musim pembungaan, terdiri atas 3 (tiga) taraf yaitu: musim
pembungaan Sela I (April), Gadu (Juli), dan Sela II (Oktober).
Variabel yang diamati meliputi kandungan IAA daun dan IAA bunga (metode
Sandberg et al., 1987), kandungan gula total (metode Anthrone), gula pereduksi (metode
Nelson-Somogyi), kandungan sukrosa (dihitung dengan cara kandungan gula total dikurangi
gula pereduksi dikalikan 0,95), kandungan Air Relatif (KAR) daun (dihitung dengan rumus
berat segar dikurangi berat kering dibagi berat turgid dikurangi berat kering dikalikan 100%),
jumlah tandan bunga dan tandan buah pertanaman, persentase fruit-set (dihitung dengan
cara membagi jumlah tandan buah pertanaman dengan jumlah tandan bunga pertanaman),
dan berat buah per tanaman.
Data dianalisis dengan sidik ragam sesuai dengan rancangan yang digunakan.
Apabila uji F menunjukkan perbedaan perlakuan nyata, maka dilanjutkan dengan uji BNT.
Untuk mengetahui keeratan hubungan antar variabel, dilakukan uji korelasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan kandungan IAA daun, IAA bunga, kandungan
gula total daun dan gula reduksi daun, persentase fruit-set, kandungan air relatif daun,
I, Gadu dan Sela II, tetapi jumlah tandan bunga per tanaman dan kandungan sukrosa daun
berbeda tidak nyata antar musim pembungaan.
Tabel 1. Hasil pengamatan terhadap persentasefruit-set, jumlah tandan bunga dan tandan buah per tanaman, KAR Daun, serta jumlah dan berat buah panen pertanaman pada musim
pembungaan Sala I, Gadu dan Sela II
Musim Pembungaan Persentase Fruit-set (%) Jumlah Tandan Bunga per Tanaman (buah) Jumlah Tandan Buah per Tanaman (buah) KAR Daun (%) Jumlah Buah Panen per Tanaman (buah) Berat Buah Panen per Tanaman (gram)
Sela I (April) 54,16 b 5,78 a 3,16 b 86,01 b 29,17 b 1163,65 b
Gadu (Juli) 47,00 c 5,36 a 2,38 c 67,80 c 43,38 a 1934,17 a
Sela II (Oktober) 70,10 a 5,93 a 4,11 a 89,32 a 13,17 c 577,95 c
BNT 5% 6,21 0,66 0,52 1,74 11,60 523,40
Ketrangan: Pada kolom yang sama, angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji BNT taraf 5%.
Tabel 2. Hasil analisis kandungan IAA daun dan bunga, kandungan gula total, gula pereduksi dan sukrosa pada musim pembungaan Sela I, Gadu dan Sela II
Musim Pembungaan
Kandungan IAA (ppm) Kandungan Karbohidrat Daun (%) IAA Daun IAA Bunga Gula Total Gula Reduksi Sukrosa
Sela I (April) 16,32 b 25,50 b 35,22 a 15,59 a 18,65 a
Gadu (Juli) 10,06 c 20,60 b 24,54 c 6,56 c 17,08 a
Sela II (Oktober) 29,67 a 52,46 a 30,58 b 12,22 b 17,44 a
BNT 5% 5,82 6,52 4,23 2,00 3,10
Ketrangan:Pada kolom yang sama, angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji BNT taraf 5%.
Tabel 1 menunjukkan persentase fruit-set tertinggi diperoleh pada musim
pembungaan Sela II yaitu 70, 10%, berbeda nyata dengan persentasefruit-setpada musim
pembungaan Sela I dan Gadu dengan nilai masing-masing hanya 54,16% dan 47,00%.
Fruit-set yang tertinggi pada musim pembungaan Sela II disebabkan oleh jumlah tandan
bunga yang berkembang manghasilkan tandan buah nyata lebih tinggi dibandingkan dengan
musim Sela I dan Gadu. Pada musim pembungaan Sela I dari 5,78 tangkai tandan bunga,
yang berkembang menghasilkan tandan buah hanya 3,16 buah. Demikian pula pada musim
pembungaan Gadu dari 5,36 buah tandan bunga, yang berkembang maghasilkan tandan
buah hanya 2,38 buah, sedangkan pada pembunggan musim sela II dari 5,93 buah tandan
bunga, yang dapat berkembang manghasilkan tandan buah mencapai 4,119 buah.
Persentase fruit-set berkorelasi positip nyata dengan kandungan air relatif (KAR)
daun (r =0,93**) yang menunjukkan bahwa semakin tinggi kandungan air ralatif daun
semakin tinggifruit-setyang terjadi. Tabel 1 memperlihatkan bahwa KAR daun pada musim
pembungaan Gadu yang terrendah (67,80%) menghasilkan persentasefruit-set juga paling
rendah yaitu hanya 47,00%, sebaliknya KAR daun pada musim pembungaan Sela II tertinggi
menunjukkan bahwa kandungan air tananam memegang peranan sangat penting dalam
menentukan keberhasilan perkembangan bunga menjadi buah. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian Kowalska (2008) pada tanaman bunga matahari dan Chauhanet al.(2006) pada
tanaman apel.
Persentasefruit-setyang rendah berkaitan dengan kandungan IAA yang rendah, baik
IAA pada daun maupun bunga. Pada musim pembungaan Gadu, kandungan IAA pada
daun dan bunga yang rendah yaitu masing-masing 10,06 ppm dan 20,60 ppm menghasilkan
persentase fruit-set terrendah yaitu hanya 47,00%, sebaliknya pada musim pembungaan
Sela II dengan kandungan IAA pada daun dan bunga yang nyata tertinggi yaitu
masing-masing 29,67 ppm dan 52,56 pmm (Tabel 2) menghasilkan persentase fruit-setjuga nyata
tertinggi yaitu 70,10%. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan IAA pada tanaman salak
Gula Pasir berperanan sangat penting dalam mempengaruhi tinggi rendahnya persentase
fruit-set yang terjadi. Menurut Bangerth (2000), bunga yang polinasi dan fertilisasinya
berhasil, sintesis auksinnya (IAA) meningkat sehingga tidak mengalami absisi. Aneja et al.
(1999) melaporkan bahwa auksin yang terlibat dalam menstimulasi fruit-set kakao bisa
berasal dari polen setelah terjadi polinasi dan bisa juga tebentuk di ovari danfruit-set dapat
diinduksi dengan pemberian auksin eksogen sebagai pengganti penyerbukan. Rai (2007)
mendapatkan gugurnya bunga dan buah pada tanaman manggis terjadi karena menurunnya
kandungan IAA dan meningkatnya kandungan ABA. Sedangkan Baker et al. (1997)
melaporkan bahwa bunga kakao yang penyerbukannya “compatible” memiliki konsentrasi
IAA endogen tinggi sehingga bunga tersebut tidak gugur, tetapi bunga yang tidak diserbuk
(unpollinated flowers) dan bunga yang diserbuk tetapi tidak “compatible” (incompatible
pollinations) konsentrasi hormon endogennya yang tinggi adalah ABA dan etilen dan
bunga-bunga tersebut mengalami keguguran. Persentase absisi yang rendah pada bunga-bunga yang
penyerbukannya “compatible” dicerminkan oleh taraf ABA dan etilen rendah tetapi IAA
tinggi. Beradasarkan perbedaan kandungan IAA endogen pada daun maupun bunga antara
musim pebungaan Gadu dan Sela II dan hal tersebut mempengaruhi perbedaan fruit-set
maka sangat memungkinkan untuk mencegah kegagalanfruit-setpada tanaman salak Gula
Pasir dengan aplikasi IAA sintetik untuk meningkatkan kandungan IAA endogen.
Tinggi rendahnya persentase fruit-set pada salak Gula Pasir disamping dipengaruhi
oleh kandungan IAA pada daun dan bunga, juga berkaitan dengan kandungan gula total dan
gula reduksi pada daun. Persentasefruit-setyang rendah pada musim pembungaan Gadu
(47,00%) berkorelasi dengan kandungan gula total dan gula reduksi daun yang rendah.
Tabel 2 memperlihatkan kandungan gula total dan gula reduksi daun pada musim
pembungaan Gadu nyata terendah dengan nilai masing-masing 24,54% dan 6,56%.
Kandungan gula total dan gula reduksi daun yang lebih tinggi pada musim pembungaan
pembungaan tersebut. Hasil serupa didapatkan oleh Rai (2007) bahwa pada tanaman
manggis, kandungan gula total daun pada pucuk yang bunganya gugur nyata lebih rendah
dibandingkan dengan gula total daun pada pucuk yang bunganya tidak gugur. Hal ini
menunjukkan bahwa persentasefruit-setyang rendah pada tanaman salak Gula Pasir atau
gugurnya bunga pada tanaman manggis berkaitan dengan rendahnya suplai fotosintat oleh
daun. Kandungan gula total dan gula reduksi daun yang rendah menunjukkan kemampuan
daun tersebut untuk menyokong perkembangan bunga kurang optimal sehingga
menyebabkan bunga gugur atau gagal mengalamifruit-set. Bangerth (2000) melaporkan
bahwa ketidakcukupan suplai asimilat menyebabkan buah gugur, dan hal itu disebabkan
oleh terbatasnya produksi asimilat dan/atau alokasi asimilat ke buah rendah. Namun
demikian Bonghi et al. (2000) menyatakan bahwa ketidakcukupan asimilat tidak secara
langsung menentukan absisi bunga, karena hal tersebut juga sangat ditentukan oleh tingkat
persaingan antar “sink” buah atau antar buah dengan pucuk serta kedekatan letak antara
“sink” dengan “source” (aproximity).
Rendahnya fruit-set pada musim pembungaan Gadu kemungkinan disebabkan oleh
tingginya kompetisi dalam memperebutkan hasil fotosintesis antar berbagai organ yang ada,
sehingga kandungan karbohidrat di daun menjadi rendah yang ditunjukkan oleh rendahnya
kandungan gula total dan gula reduksi. Dari data yang didapat, pada musim Gadu tanaman
dibebani oleh jumlah buah yang banyak yang berasal dari pembungaan Sela I, tandan
bunga yang gagal mengalamifruit-setyang tetap dibiarkan oleh petani/tidak dipangkas, dan
tandan bunga yang baru tumbuh. Rai (2007) mendapatkan bahwa bunga manggis yang
berlokasi dipangkal pohon dan pangkal cabang lebih peka mengalami gugur dari pada
bunga yang tumbuh pada bagian tengah dan atas pohon atau cabang. Hal tersebut terjadi
karena bunga yang tumbuh pada bagian pangkal pohon dan cabang merupakan bunga
yang didukung oleh daun-daun ternaungi. Daun-daun ternaungi merupakan daun “parasit”
sehingga fungsinya sebagai “source” untuk mensuplai kebutuhan “sink” bunga rendah.
Dalam keadaan tersebut terjadi ketidakseimbangan antara kebutuhan dan kekuatan
meminta “sink” (sink strenght) yang tinggi disatu pihak dengan kualitas “source” (source
activity) yang rendah dilain pihak sehingga kemampuannya mesuplai fotosintat terbatas.
Peranan “sink” buah sebagai “sink” yang kuat tergambar dari hasil penelitian yang
dilaporkan oleh Luis et al. (1995) bahwa buah jeruk yang dipetik saat masih muda
menyebabkan meningkatnya kandungan pati dan gula non-reduksi (non-reducing sugars) di
daun dan di cabang. Peningkatan tertinggi didaun terjadi 7 hari sejak buah dipetik,
sedangkan di cabang pada hari ke 17 sejak buah dipetik. Dilain pihak daun-daun yang
buahnya dibiarkan tumbuh terus sampai matang ternyata kandungan pati dan gula
non-reduksinya lebih rendah dari daun-daun yang buahnya dipetik. Stoy (1972) menyatakan
ditranslokasikan ke daun dan disana menyebabkan laju fotosintesis daun meningkat. Bila
“sink” terganggu maka jumlah hormon yang ditranslokasikan menurun sehingga laju
fotosintesis juga turun.
Hasil penelitian ini menunjukkan, dari tiga musim pembungaan yang diamati (Sela I,
Gadu, dan Sela II), panen buah salak Gula pasir terbanyak diperoleh pada musim Gadu
yaitu 1.934,17 g per tanaman. Panen buah yang relatif tinggi pada musim Gadu
diisebabkan persentasefruit-setyang relatif tinggi pada musim pembungaan Sela I. Diduga
bahwa panen buah pada Musim Raya (Januari) akan besar karena jumlah tandan buah
yang dihasilkan pada pembungaan Sela II (Oktober) tinggi dengan fruit-set yang paling
besar (bunga yang tumbuh pada pembungaan sela II buahnya dipanen pada musim
pembungaan Raya.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:
1. Persentasefruit-setrendah pada salak Gula Pasir berhubungan dengan kandungan IAA
daun dan IAA bunga rendah, kandungan karbohidrat (gula total dan gula reduksi daun)
rendah dan kandungan air internal tanaman rendah.
2. Persentasefruit-setberkorelasi positif dengan produksi salak Gula Pasir, semakin tinggi
persentasefruit-set, hasil/berat buah panen pertanaman semakin tinggi.
Saran
Perlu dilakukan penelitian pemberian air irigasi dan pemberian IAA eskogen untuk
meningkatkan persentase fruit-set agar setiap pembungaan bunganya dapat berkembang
menghasilkan buah panen.
DAFTAR PUSTAKA
Aneja, M., t. Gianfagna, N. Adward. 1999. The roles of abscisic acid and ethylene in the abscission and senescence of cocoa flowers. Plant Growth Regulation 27:149-155.
Baker, R.P., K.H. Hasenstein, M.S. Zavada. 1997. Hormonal changes after compatible and incompatible pollination inTheobroma cacaoL. Hort. Science 32(7):1231-1234.
Bangerth, F. 2000. Abscission and thinning of young fruit and their regulation by plant hormones and bioregulators. Plant Growth Regulation 31:43-59.
Bonghi, C., P. Tontti, A. Ramina. 2000. Biochemical and molecular aspects of fruitlet abscission. Plant Growth Regulation 31:35-42.
Chauhan, H., G. Sharma, K.K. Jindal. 2006. Studies on Flowering, Pollination andFruit-set in Some Apple Cultivars. Indian Journal of Agricultural Sciences 75(10):667-669.
Hanke, M.V., H. Flachowsky, A. Peil, and C. Hattasch. 2009. No Flower No Fruit-Genetic Potentials to Trigger Flowering in Fruit Trees. Genes, Genomes and Genomics 1(1):1-20.
Koshita Y, Takahara T, Ogata T, Goto A. 1999. Involvement of endogenous plant hormones (IAA, ABA, GAs) in leaves and flower bud formation of Satsuma Mandarin
(Citrus unshiuMarc.). Scientia Horticulturae 79:185-194.
Kowalska, G. 2008. Flowering Biology of Eggplant and Procedures Intensifying Fruit-set. Acta Scientiarum Polonorum, Hortorum Cultus 7(4):63-76.
Luis, A.G., F. Fornes, J.L. Guardiola. 1995. Leaf Carbohydrate and Flower Formation in Citrus. Journal American Society Horticulture Science 120(2):222-227.
Mogea, J.P. 1990. Pollination inSalacca edulis. Principles 22(2):56-63.
Ogaya, R., J. Penuelas. 2007. Drought Effects on Flower and Fruit Production in a Mediterranean Oak Forest. An International Journal of Forest Research 80(3):351-357.
Rai, I. N. 2007. Bunga dan Buah Gugur pada Tanaman Manggis (Garcinia mangostanaL.) Asal Biji dan Sambungan. AGRITROP. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Vol.26, No.2, 2007. ISSN : 0215 8620, Hal. 66-73.
Rai, I.N., C.G.A. Semarajaya, I W. Wiraatmaja. 2010. Studi Fenofisiologi Pembungaan Salak Gula Pasir untuk Produksi Buah di Luar Musim. J. Hort. 20(3):216-222.
Rouse, R.E. 2002. High Temperatures During Bloom Affect Fruit Set in Peach. Acta Horticulture 115:96-97.
Saleem, B.A., K. Ziaf, M. Farooq, and W. Ahmed. 2005. Fruit-set and Drop Patterns as Affected by Type and Dose of Fertilizaer Application in Mandarin Cultivars (Citrus reticulataBlanco). International Journal af Agriculture and Biology 7(6):962-965.
Sandberg, G., A. Crozier, A. Ernsteen, B. Sundberg. 1987. High performance liquid chromatography and the analysis of indole-3-acetic-acid, and some of its decarboxylated catabolites in Scots Pine (Pinus sylvestris L.). In. Lisnkens HF, Jackson JF. (Eds.). High performance liquid chromatography in plant sciences. London: Springer-Verlag.
Stoy, V. 1972. Interrelationships among Photosunthesis, respiration and movement of carbon in developing crops. In. RC. Dinauer (eds.): Physiological aspects of crop yield. p. 185-206.