• Tidak ada hasil yang ditemukan

SANKSI PIDANA PENGRUSAKAN FASILITAS PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF. (Analisis Putusan Nomor: 305/Pid.B/2018/PN Smn) Skripsi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SANKSI PIDANA PENGRUSAKAN FASILITAS PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF. (Analisis Putusan Nomor: 305/Pid.B/2018/PN Smn) Skripsi"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

i

SANKSI PIDANA PENGRUSAKAN FASILITAS PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

(Analisis Putusan Nomor: 305/Pid.B/2018/PN Smn) Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah Dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pidana (S.H.)

Oleh:

Muhammad Reza 11170454000032

PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2021 M / 1442 H

(2)

i

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING

SANKSI PIDANA PENGRUSAKAN FASILITAS PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

(Analisis Putusan Nomor: 305/Pid.B/2018/PN Smn) Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah Dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pidana (S.H.)

Oleh:

Muhammad Reza 11170454000032 Di Bawah Bimbingan:

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. Alfitra, S.H., M.Hum.

NIP. 197202032007011034

Mara Sutan Rambe, S.Hi., M.H.

NIP. 198505242020121006

PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2021 M / 1442 H

(3)

ii

(4)

iii

(5)

iv Abstrak

Muhammad Reza NIM 11170454000032, SANKSI PIDANA PENGRUSAKAN FASILITAS PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF (Analisis Putusan Nomor:

305/Pid.B/2018/PN Smn). Program Studi Hukum Pidana Islam, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Tahun 2021 M/1442 H.

Studi ini bertujuan untuk menjelaskan putusan pertimbangan hakim dalam memutus perkara terhadap pelaku tindak pidana pengrusakan fasilitas publik dalam perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif. Guna terealisasinya tujuan tersebut maka penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif dengan teknik pengumpulan data library research (penelitian kepustakaan) serta menggunakan pendekatan yuridis dan kasus. Pengolahan data dilakukan berdasarkan teknik analisis komparatif dengan analisa menafsirkan dua objek.

Sumber dan teknik pengumpulan data pustaka berupa Al-Quran, Hadits, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), buku, jurnal, Peraturan Perundang- undangan dan lain sebagainya.

Hasil penelitian dalam putusan Nomor: 305/PID.B/2018/PN Smn menetapkan bahwa sanksi pidana yang dijatuhkan oleh Hakim terhadap para terdakwa yaitu hukuman pidana penjara selama 5 (lima) bulan 15 (lima belas) hari telah sesuai dengan pasal 170 ayat 1 KUHP tentang pengrusakan fasilitas umum. Hakim telah menimbang dari berbagai aspek, yaitu putusan hakim ditinjau dari aspek normatif yang berpacu kepada pasal 170 ayat 1 KUHP.

Hakim juga meninjau dari aspek filosofis, dimana terdapat kemanfaatan dengan adanya penjatuhan hukuman terhadap para terdakwa, yaitu sebagai suatu bentuk pembinaan agar terdakwa menjadi warga yang taat hukum. Selanjutnya hakim juga melihat dari aspek sosiologis berupa hal-hal yang meringankan maupun memberatkan, sebagaimana sesuai dengan pasal 197 KUHAP huruf f. Putusan hakim ditinjau dari Hukum Positif, bahwa sanksi yang diberikan oleh Hakim terhadap para terdakwa yaitu hukuman pidana penjara selama 5 (lima) bulan 15 (lima belas) hari sesuai dengan pasal 170 ayat 1 KUHP, dimana KUHP ini merupakan hukum pidana materil yang berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia dan telah sesuai dengan Hukum Pidana Islam yaitu hukuman takzir berupa pidana penjara. Hakim dalam hal ini, selain menjalankan Hukum Positif yang berlaku di Indonesia, Hakim juga menjalankan Hukum Pidana Islam sesuai dengan syariat Islam.

Kata Kunci: Tindak Pidana, Pengrusakan Fasilitas Publik, Pertimbangan Hakim

(6)

v

KATA PENGANTAR

ِمْيِحَّرلا ِنهْحَّْرلا ِهٰللّا ِمْسِب

Alhamdulillahirabbil ‘alamin segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan karunia, beribu beraneka ragam nikmat, taufiq dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam selalu tercurah limpahkan kepada baginda tercinta Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabat-Nya.

Dengan selesainya skripsi ini yang berjudul “SANKSI PIDANA PENGRUSAKAN FASILITAS PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF (Analisis Putusan Nomor:

305/Pid.B/2018/PN Smn)”, yang disusun sebagai salah satu syarat akademis untuk menyelesaikan program Strata Satu (S1) di Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis berharap skripsi ini mendapat keberkahan serta memberikan manfaat keilmuan. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak khususnya para pihak yang telah membantu serta memberikan dukungan sehingga penelitian ini dapat terselesaikan sebagaimana mestinya. Semoga senantiasa keberkahan, kebahagiaan serta rasa syukur atas nikmat yang telah Allah SWT berikan selalu menyertai kita semua. Oleh karena itu,dengan penuh rasa syukur penulis ingin menyampaikan terimakasi secara khusus kepada:

1. Bapak Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.Ag., S.H., M.H., M.A. Selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Qosim Arsadani, M.A. Selaku Ketua Program Studi Hukum Pidana Islam (Jinayah) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Mohammad Mujibur Rohman, M.A. Selaku Sekretaris Program Studi Hukum Pidana Islam (Jinayah) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

(7)

vi

4. Bapak Dr. Asmawi, M.Ag. Selaku Dosen Penasihat Akademik yang telah memperlancar tahapan menuju pembuatan skripsi ini.

5. Bapak Dr. Alfitra S.H., M.Hum. dan Bapak Mara Sutan Rambe S.Hi., M.H.

selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang senantiasa peduli, sabar, meluangkan waktu untuk membimbing serta selalu memberikan pengarahan yang begitu baik bagi penulis sehingga dapat menyelesaikan pembuatan skripsi ini.

6. Pimpinan dan karyawan Perpustakaan Umum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta serta Pimpinan dan karyawan Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum yang telah memberikan fasilitas dan pelayanan kepada penulis untuk mengadakan studi kepustakaan dan litetarur lainnya sehingga penulis dapat memperoleh informasi yang diperlukan.

7. Pimpinan dan karyawan akademik Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang senantiasa memberikan fasilitas dan pelayanan kepada penulis dalam menyelesaikan keperluan administrasi.

8. Para Bapak dan Ibu Dosen serta civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan berbagai ilmu pengetahuan kepada penulis baik di dalam perkuliahan maupun di luar perkuliahan.

9. Teruntuk teristimewa orang tua penulis, Mamah tercinta Ina Herlina, Ayahanda tercinta H. Asnawi Ishaq dan Ibunda tercinta Hj. Sa’wanah Arsyad yang telah mendidik, selalu memberikan kasih saying, dukungan, semangat, nasihat dan doa yang tiada hentinya selama penulis lahir sampai penulis dapat menempuh kuliah Strata Satu (S1). Semoga Allah selalu memberikan kesehatan yang banyak baik lahir maupun batin, umur panjang dan semoga selalu dalam keberkahan serta lindungan Allah SWT.

10. Saudara dan Saudari penulis, Kakak Hj. Neneng Rahmawati, Abang H.

Mochammad Fahmi, Abang Heryadi dan Kakak Meilda Wijayanti yang selalu memberikan dukungan serta doa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

(8)

vii

11. Para sahabat sahabati seperjuangan perkuliahan, terkhusus Sahabat M.

Ridho Ilahi S,H., Maulana Raka Pahlevi, Muhammad Farhan R.

Polhaupessy, Andhika Maulana Fikri, Ahmad Farhan, Deswir Saputra, Yasser A. Muhammad, M. Syarif Hidayatullah Akbar, Maulana Zubaidi Rachman, M. Izzul Aulia, Fahrul Ihsan, Amirullah J. Husaeni, Ahmad Mahrus, M. Syahreza Samad, Dhimas Widyananda, Dion Satria Putra, beserta Sahabati Nur Annisa Sholehah, Dian Ayu Refriani, Siti Halimah Sadiah, Amalina Zukhrufatul Bahriyah, dan Anisa Mufida yang telah memberikan berbagai beraneka ragam kenangan bersama penulis. Terima kasih atas segala suka, duka, tawa, bahagia, doa, dukungan, kritik dan saran sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

12. Seluruh rekan-rekan angkatan 2017 Hukum Pidana Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang selama ini telah menemani dalam proses belajar, terima kasih atas waktu kebersamaan yang telah kita alami.

13. Seluruh kader dan anggota Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Komisariat Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (PMII Komfaskyahum) terima kasih atas pengalaman serta ilmu keorganisasian.

14. Seluruh anggota Ikatan Alumni Warga Tanwiriyyah (Ikawarta) terima kasih atas semangat dan dukungan serta kenangan yang telah kita dijalani.

Jakarta, Juli 2021 Penulis

Muhammad Reza

(9)

viii DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ... i

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... viii

BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi dan Pembatasan Masalah ... 7

C. Perumusan Masalah ... 8

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

E. Metode Penelitian ... 8

F. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II: TINJAUAN UMUM TENTANG PIDANA DAN PEMIDANAAN DALAM HUKUM ISLAM DAN POSITIF A. Pengertian Fasilitas Publik ... 13

B. Pidana ... 14

1. Pengertian Hukum Pidana Perspektif Hukum Islam ... 14

2. Jenis-Jenis Hukum Pidana Dalam Hukum Islam ... 16

3. Pengertian Hukum Pidana Perspektif Hukum Positif ... 20

4. Jenis-Jenis Hukum Pidana Dalam Hukum Positif ... 25

C. Pemidanaan ... 26

1. Pengertian Pemidanaan Perspektif Hukum Islam ... 26

2. Jenis-Jenis Pemidanaan Dalam Hukum Islam ... 29

3. Pengertian Pemidanaan Perspektif Hukum Positif... 31

(10)

ix

4. Jenis-Jenis Pemidanaan Dalam Hukum Positif ... 33 BAB III: TINDAK PIDANA PENGERUSAKAN FASILTAS

PUBLIK

A. Tindak Pidana Pengrusakan Fasilitas Publik Dalam Hukum Islam ... 38 1. Pengertian Tindak Pidana Pengrusakan Fasilitas Publik. ... 38 2. Sanksi Pidana Pengrusakan Fasilitas Publik ... 40 B. Tindak Pidana Pengrusakan Fasilitas Publik Dalam Hukum

Positif ... 42 1. Pengertian Tindak Pidana Pengrusakan Fasilitas Publik. ... 42 2. Sanksi Pidana Pengrusakan Fasilitas Publik ... 44 BAB IV: SANKSI PIDANA PENGRUSAKAN FASILITAS

PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

A. Deskripsi Kasus, Putusan, dan Pertimbangan Majelis Hakim Dalam Putusan No: 305/Pid.B/2018/PN Smn ... 47 B. Analisis Putusan Hakim Dalam Hukum Positif dan Hukum

Islam ... 52 BAB V: PENUTUP

A. Simpulan ... 60 B. Saran ... 61 DAFTAR PUSTAKA ... 62

(11)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Kehidupan manusia merupakan suatu anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang harus dijalani oleh setiap manusia yang mana berdasarkan aturan kehidupan yang lazim atau yang biasa disebut dengan norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk menyebut segala sesuatu yang bersifat mengatur kehidupan manusia.1 Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat) dan tidak berdasarkan atas kekuasaan (machtstaat).2 Di negara kita, Indonesia menggunakan sistem norma atau sistem aturan yang terdiri dari 4 norma, yakni norma moral, norma agama, norma etika atau sopan santun, dan norma hukum.

Hukum adalah aturan yang berlaku di masyarakat yang bertujuan guna menyelesaikan suatu konflik yang terjadi di masyarakat.3 Konflik selalu ada dan merupakan bagian dari kehidupan masyarakat yang tidak dapat terpisahkan dari dunia ini, tentu sangat banyak berbagai konflik yang terjadi dalam masyarakat khususnya di Indonesia, macam-macam konflik tersebut seperti perbedaan pendapat, perbedaan selera, perbedaan idola, perbedaan kepentingan dan berbagai macam perbedaan lainnya yang mengakibatkan konflik itu muncul.

Konflik berarti perkelahian, peperangan, atau perjuangan yaitu berupa konfrontasi fisik antar beberapa pihak.4 Terjadinya konflik yang berupa perjuangan demonstrasi terhadap pemerintah sering kali terjadi pengrusakan fasilitas publik, karena dengan alasan unjuk rasa atau pendapat mereka tidak didengarkan dan diabaikan oleh pemerintah. Pengrusakan fasilitas publik pun merupakan salah satu tindak pidana.

1 Ilham Bisri, Sistem Hukum Indonesi Prinsip-Prinsip & Implementasi Hukum di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013), h. 1.

2 A. Rasyid Rahman, Pendidikan Kewarganegaraan, (Makassar: UPT MKU Universitas Hasanuddin Makassar, 2006), h. 74.

3 Tuti Haryanti, Hukum dan Masyarakat, Jurnal Tahkim Vol. 10. No. 2, 2014, h. 162.

4 Alfitra, Konflik Sosial dalam Masyarakat Modern, Penyelesaian Menurut Hukum Positif, Politik, dan Adat, (Jawa Timur: Wade Group, 2017), h. 55-56.

(12)

Istilah pidana dalam hukum Islam disebut dengan jinayah atau jarimah.

Adapun istilah jinayah berasal dari bahasa Arab, dari kata jana-yakni-janyan- jinayatan yang berarti adznaba (berbuat dosa).5 Menurut Wahbah Zuhaili istilah jinayah dan jarimah itu sama.

انلج ةي وا ةيمرلجا : يه بنذلا وا ةيصعلما وا املك نييج ارلما نم رش ا هبستكا

“Jinayah atau jarimah: secara bahasa berarti dosa, kemaksiatan, atau semua jenis perbuatan manusia berupa kejahatan yang dilakukan.”6

Dari definisi di atas dapat dipahami dari kata ةيانلجا وأ ةيمرلجا yang menggunakan kata hubung وا yang berarti “atau”. Dengan itu jinayah dan jarimah menurut Wahbah Zuhaili adalah sama.7 Menurut terminologi jinayah adalah hasil perbuatan seseorang yang terbatas pada perbuatan yang dilarang dan pada umumnya para fuqaha menggunakan istilah tersebut hanya untuk perbuatan-perbuatan yang mengancam keselamatan jiwa seperti pemukulan dan pembunuhan. Para fuqaha memakai istilah jinayah pada perbuatan-perbuatan yang berupa hukuman hudud dan kisas.8 Sedangkan jarimah menurut terminologi adalah perbuatan yang dilarang syarak dan pelakunya diancam hukuman had atau takzir.

Pidana dalam Hukum Positif berasal dari istilah Hukum Pidana Belanda yakni strafbaar atau delict. Menurut Moeljatno tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana, terhadap siapa saja yang melanggar larangan tersebut. Perbuatan tersebut harus dirasakan oleh masyarakat sebagai suatu hambatan tata pergaulan yang dicita-citakan oleh masyarakat.9 Adapun

5 M. Nurul Irfan, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Amzah, 2016), h. 4.

6 Wahbah Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, (Jakarta: Gema Insani, 2011), h. 5611.

7 M. Nurul Irfan, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Amzah, 2016), h. 8.

8 H.A Dzajuli, Fiqh Jinayah (Upaya Menanggulangi Kejahatan Dalam Islam), (Jakarta:

PT. Raja Grafindo Persada, 1997), h. 1.

9 Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana (Jakarta: Bina Aksara, 2005), h. 22.

(13)

3

hukuman yang telah diatur dalam pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terbagi menjadi 2 (dua) jenis hukuman, yaitu:

1. Hukuman pokok, yang terdiri : a. Hukuman mati.

b. Hukuman penjara.

c. Hukuman kurungan.

d. Hukuman denda.

e. Hukuman tutupan.

2. Hukuman tambahan, yang terdiri :

a. Pencabutan beberapa hak yang tertentu.

b. Perampasan barang yang tertentu.

c. Pengumuman keputusan hakim.

Di samping itu, terdapat ruang lingkup tindak pidana, seperti tindak pidana pembunuhan, tindak pidana perampokan, tindak pidana pencurian, tindak pidana pemberontakan, tindak pidana pengrusakan dan lain-lain sebagainya.

Pengrusakan merupakan salah satu tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok dan dapat dikenai sanksi. Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) pengrusakan berasal dari kata “rusak” yang berarti sudah tidak sempurna (baik atau utuh) lagi. Pengrusakan termasuk kata benda yang bermakna proses, perbuatan, cara merusakkan.10 Dalam hukum pidana perusakan adalah perbuatan terhadap barang orang lain atau fasilitas umum secara merugikan yang akibatnya membuat keresahan dan rasa tidak nyaman terhadap masyarakat lainnya. Penyebab adanya kerusakan tidak terlepas dari kaitannya seorang dengan seorang lainnya, masyarakat dengan masyarakat lainnya atau bahkan masyarakat dengan pemerintah yang mana hal tersebut pasti ada sebuah konflik yang mengakibatkan adanya kerusakan, baik itu konflik karena berbeda pendapat ataupun ketidaksesuaian antara masyarakat dengan pemerintah. Maka dari itu, peran dari pemerintah sangatlah penting untuk mengatasi permasalahan ini.

10 https://kbbi.web.id/rusak.html diakses pada tanggal 20 November 2020.

(14)

Asal mula kata fasilitas tidak terlepas dari kata sarana dan prasarana.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat dalam mencapai maksud atau tujuan. Sedangkan prasarana adalah segala sesuatu yang merupakan penunjang utama terselenggaranya suatu proses seperti usaha, pembangunan, proyek dan lain sebagainya. Perbedaan antara keduanya yaitu, sarana lebih kepada benda-benda bergerak seperti kereta, bus, sedangkan prasarana ditunjukan kepada benda tidak bergerak seperti bangunan, halte. Menurut penulis definisi fasilitas yaitu suatu sarana yang memudahkan upaya untuk memperlancar kehidupan sehari- hari. Sedangkan fasilitas publik atau umum merupakan sarana yang telah disediakan untuk kepentingan umum, seperti trotoar, halte, jalan raya, penyebrangan jalan raya, lampu penerangan jalan, dan lain sebagainya. Fasilitas publik harus dijaga, karena dengan adanya fasilitas publik tersebut memberikan kemudahan kepada masyarakat.

Tindak pidana pengrusakan fasilitas publik merupakan suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok yang membuat barang tersebut tidak sempurna lagi dan suatu pelanggaran atau kejahatan yang dapat dikenakan sanksi. Tindak pidana pengerusakan fasilitas publik dalam Islam biasa disebut jarimah, karena jarimah adalah perbuatan yang dilarang syarak dan pelakunya diancam hukuman had atau takzir. Perbuatan jarimah tidak hanya mengerjakan perbuatan yang jelas dilarang melainkan jika seseorang meninggalkan perbuatan yang mana harus dikerjakan maka seseorang tersebut dianggap sebagai jarimah.11 Di dalam Islam pun dijelaskan bahwa kita tidak boleh membuat kerusakan dimuka bumi ini, apalagi dapat merugikan banyak orang seperti pengrusakan fasilitas publik.

Adapun sanksi perusakan barang dalam Hukum Islam adalah uqubah atau hukuman takzir. Takzir merupakan suatu hukuman yang belum ditentukan oleh syarak, maksudnya yaitu hukuman takzir ini belum ada ketentuan jumlahnya, akan tetapi takzir ini dimulai dari hukuman paling ringan seperti

11 Rahmad Hakim, Hukum Pidana Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2000), h. 14.

(15)

5

teguran, nasehat, atau hukuman berat seperti dipenjara, dikurung, didenda, atau bahkan hukuman takzir ini bisa diberlakukan hukuman penjara selamanya, hukuman mati. Menurut Ulama Hanafiyah berpandangan bahwa unsur hak dalam takzir lebih dominan, karena itu kasus kejahatan dan ancaman hukuman takzir bisa dibuktikan dan ditetapkan berdasarkan bentuk-bentuk pembuktian yang bisa digunakan dalam memutus kasus yang menyangkut hak lainnya.12 Diberlakukannya sanksi takzir untuk memberikan kemaslahatan bersama, yaitu sebagai berikut:13

1. Preventif (pencegahan). Ditunjukan bagi orang lain yang belum melakukan jarimah.

2. Represif (membuat pelaku jera). Dimaksudkan agar pelaku tidak mengulangi perbuatan jarimah di kemudian hari.

3. Kuratif (islah). Takzir harus mampu membawa perbaikan perilaku terpidana di kemudian hari.

4. Edukatif (pendidikan). Diharapkan dapat mengubah pola hidupnya ke arah yang lebih baik.

Sama halnya dengan Hukum Islam, dalam KUHP itu sendiri pun tidak dijelaskan mengenai tindak pidana pengrusakan barang, akan tetapi penulis menggambil kutipan dari seorang ahli hukum. Menurut R. Soesilo pengrusakan dalam KUHP adalah tergolong dalam kejahatan. Pengrusakan barang fasilitas publik tentu sangat merugikan banyak orang, sehingga masyarakat tidak dapat menggunakan fasilitas tersebut, maka hal ini harus ada peraturan yang mengatur mengenai permasalahan ini. Sanksi tindak pidana pengrusakan fasilitas publik dapat dikenai hukuman denda atau hukuman penjara. Sebagaimana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pengrusakan diatur dalam buku II KUHP, dapat dilihat dari BAB V Tentang Kejahatan terhadap Ketertiban

12 Wahbah Al-Zuhaili, Fiqh Islam wa Adillatuhu, (Jakarta: Gema Insani, 2011), h. 721.

13 M. Nurul Irfan & Masyrofah, Fiqh Jinayah, (Jakarta: Amzah, 2013), h. 142.

(16)

Umum yaitu pasal 170 dan BAB XXVII Tentang Menghancurkan dan Merusakkan Barang yang dimulai dari pasal 406 sampai Pasal 412 KUHP.14

Pada penjelasan di atas, mengenai sanksi yang diberikan dalam perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif mempunyai perbedaan yang signifikan. Dalam Hukum Islam pengaturan sanksi nya berdasarkan al-Qur’an, Hadis, ijma dan kias, jika sanksinya tidak dijelaskan dalam al-Qur’an dan Hadis, maka sanksi nya dapat diambil dari ijma ataupun kias. Sedangkan dalam Hukum Positif bersumber pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Maka dari itu, penelitian ini penting guna mendapatkan titik temu perbedaan maupun persamaan antara Hukum Islam maupun Hukum Positif dalam memberikan sanksi terhadap tindak pidana pengrusakan fasilitas publik secara detail.

Fakta yang terjadi di Indonesia mengenai pengrusakan fasilitas publik menyatakan bahwa banyak sekali terdapat kerusakan fasilitas publik yang disebabkan oleh adanya konflik, perbedaan pendapat antara masyarakat dengan pemerintah, ketidak pedulian masyarakat terhadap efeknya dan lain sebagainya.

Sebagai bukti konkrit, terjadi tindak pidana pengrusakan fasilitas publik pada hari Selasa, 01 Mei 2018 sekitar jam 15.00 WIB yang mengakibatkan sebuah rabu-rambu lalu lintas, Baliho yang tertempel di Pos Polantas di Simpang tiga UIN Sunan Kalijaga, dan payung pos polisi di pertigaan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (UIN) Jl. Laksda Adisucipto Caturtunggal Depok Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta telah dirusak, dimusnahkan yang dilakukan oleh masa pendemo yang tidak dapat dikenal satu persatu termasuk diantaranya terdakwa dengan inisal MEA bin ASN, dan MI bin S.

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, penulis akan menalaah penelitian tindak pidana pengrusakan fasilitas publik, penulis akan menggunakan perspektif hukum Islam dan hukum positif atas sanksi atau

14 R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Dengan Penjelasannya (Bogor:

Politeia, 1995), h. 278.

(17)

7

hukuman yang diberikan terhadap tindak pidana pengrusakan fasilitas publik, dan selanjutnya penulis akan mengkomparasikan sanksi antara keduanya. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengkaji dalam skripsi ini dengan judul:

“SANKSI PIDANA PENGRUSAKAN FASILITAS PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF (Analisis Putusan No: 305/Pid.B/2018/PN Smn)”.

B. Identifikasi dan Pembatasan Masalah 1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan dengan latar belakang yang telah dipaparkan penulis diatas, maka penulis mengidentifikasi terkait pokok permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut:

a. Perbuatan pengrusakan fasilitas publik sebagai tindak pidana.

b. Tindak pidana pengrusakan fasilitas publik berdasarkan Hukum Islam dan Hukum Positif.

c. Sanksi pidana pengrusakan fasilitas publik dalam perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif.

d. Komparasi antara Hukum Islam dan Hukum Positif mengenai sanksi pidana pengrusakan fasilitas publik.

e. Adanya perbedaan pendapat antara Jaksa Penuntut Umum dengan Hakim mengenai sanksi pidana pengrusakan fasilitas publik.

f. Pertimbangan majelis hakim dalam memutuskan perkara putusan No: 305/Pid.B/2018/PN Smn.

2. Pembatasan Masalah

Pada umumnya begitu banyak pembahasan mengenai sanksi tindak pidana pengrusakan. Dengan adanya pembatasan masalah ini, maka penulis membatasi pembahasan masalah pokok secara mendetail agar penelitian yang akan dikaji lebih terfokus dan terarah:

a. Sanksi tindak pidana pengrusakan fasilitas publik dalam perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif.

b. Sanksi yang diberikan dalam putusan No: 305/Pid.B/2018/PN Smn.

(18)

C. Perumusan Masalah

Perumusan masalah memiliki arti yaitu suatu pertanyaan penelitian.

Agar dapat memberikan kejelasan dan tidak menyimpang dari penelitian ini, maka penulis memaparkan dan merumuskan suatu permasalahan agar dapat memfokuskan penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimana putusan pengadilan No: 305/Pid.B/2018/PN Smn dan pertimbangan hakim?

2. Bagaimana pandangan Hukum Islam dan Hukum Positif dalam putusan No: 305/Pid.B/2018/PN Smn?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Adanya penelitian ilmiah tentu memiliki tujuan, adapun tujuan yang hendak dicapai dalam skripsi ini, yakni:

a. Untuk mengetahui pertimbangan hakim terhadap perkara tindak pidana pengrusakan fasilitas publik dalam putusan No:

305/Pid.B/2018/PN SMN.

b. Untuk mengetahui putusan No: 305/Pid.B/2018/PN SMN dalam pandangan Hukum Islam dan Hukum Positif.

2. Manfaat Penelitian

Setiap karya tulis ilmiah diharapkan dapat memberikan manfaat, khusus untuk penulis dan bagi masyarakat pada umumnya, sebagai berikut:

a. Diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan mengenai sanksi tindak pidana pengrusakan fasilitas publik baik dalam perspektif Hukum Islam maupun Hukum Positif.

b. Diharapkan dapat meningkatkan wawasan informasi seputar permasalahan yang diteliti.

E. Metode Penelitian

Metode penelitian ini merupakan suatu seperangkat pengetahuan langkah sistematis dan logis dalam mencari data yang berkaitan dengan masalah

(19)

9

tertentu untuk diolah, dianalisis, diambil kesimpulan dan selanjutnya dicarikan cara pemecahannya.15 Adapun penulis dalam penelitian ini menggunakan beberapa metode penelitian sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah library research (penelitian kepustakaan), yaitu penelitian dengan cara menggunakan buku-buku, internet, dan lain sebagainya yang memuat mengenai serangkaian materi-materi terkait yang dibahas sebagai sumber datanya.16

2. Sifat Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian yang bersifat deskriptif komparatif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang menggambarkan objek tertentu dan menjelaskan hal-hal yang berhubungan dengan atau melukiskan secara sistematis.17 Dalam penelitian ini penulis berupaya mendeskripsikan penelitian ini yang berkaitan dengan sanksi pidana pengrusakan fasilitas publik dalam perspektif Hukum Islam maupun Hukum Positif. Selanjutnya penelitian komparatif merupakan penelitian dengan membandingkan dua objek pembahasan sehingga dapat memberikan pemahaman pandangan baru dan menjelaskan unsur-unsur dari pandangan objek tersebut.18 Penulis dalam penelitian ini membahas tentang sanksi pidana pengrusakan fasilitas publik dalam perspektif Hukum Islam dan perspektif Hukum Positif, dalam hal ini terdapat perbedaan maupun persamaan dari dua objek kajian tersebut dan menganalisis putusan No:

305/Pid.B/2018/PN Smn.

3. Pendekatan Penelitian

Adapun model pendekatan yang digunakan oleh penulis adalah pendekatan normatif yuridis, penelitian normatif yaitu penelitian yang

15 Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1991), h. 24

16 Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta: Andi Offset, 1990), h. 9.

17 Saifudin Azwar, Metode Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), h. 7.

18 Anton Bakker dan Ahmad Zubeir, Metodologi Penelitian Filsafat, (Yogyakarta:

Kanisius, 1990), h. 85-87.

(20)

didasarkan kepada bahan hukum primer dan sekunder, sedangkan yuridis adalah dimana hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam mengatasi permasalahan hukum. Menurut Bernard Arif Sidharta, normatif yuridis adalah penelitian yang mencakup kegiatan memaparkan, mensistematiskan, dan mengevaluasi Hukum Positif yang berlaku di dalam suatu masyarakat dan diupayakan untuk menemukan penyelesaian yuridis terhadap masalah hukum.19

4. Sumber dan Teknik Pengumpulan Data

Sumber dan teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer, sekunder dan tersier. Terbagi menjadi beberapa bagian, yakni:

a. Bahan hukum Primer, berupa al-Qur’an, Hadits, KUHP dan pertimbangan hakim.

b. Bahan hukum Sekunder, berupa kitab Usul Fikih, buku-buku, jurnal, dan artikel.

c. Bahan hukum Tersier, yang mana berupa Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Kamus Besar Inggris, Kamus Besar Arab, dan Ensiklopedia.

d. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah library research (penelitian kepustakaan) berupa studi dokumentasi.

5. Teknik Analisi Data

Setelah semua data terkumpul, maka teknik analisis data yang digunakan adalah analisis komparatif untuk mencari perbedaan dan persamaan dalam perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif.

F. Sistematika Penulisan

Untuk dapat memberikan pendekatan pemikiran mengenai hal-hal apa saja yang menjadi fokus pembahasan dalam skripsi ini, adapun peneliti

19 Sulistyo Irianto dkk, Metode Penelitian Hukum, cet. Ke-1 (Jakarta: Obor, 2009), h. 142.

(21)

11

menyusun sistematika penulisan yang terdiri menjadi 5 (lima) bab yaitu sebagai berikut:

BAB I: PENDAHULUAN

Merupakan Pendahuluan, bab ini memberikan gambaran secara umum yang membahas mengenai latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan studi terdahulu, metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II: TINJAUAN UMUM TENTANG PIDANA DAN PEMIDANAAN DALAM HUKUM ISLAM DAN POSITIF Merupakan serangkaian yang memuat teori-teori, tentang pembahasan yang mengenai pengertian fasilitas publik, pidana, dan pemidanaan.

BAB III: TINDAK PIDANA PENGERUSAKAN FASILTAS PUBLIK Pada bab ini peneliti membahas tentang tindak pidana pengrusakan fasilitas publik dalam Hukum Islam serta sanksinya, dan tindak pidana pengrusakan fasilitas publik dalam Hukum Positif beserta sanksinya.

BAB IV: SANKSI PIDANA PENGRUSAKAN FASILITAS PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

Bagian bab ini peneliti membahas mengenai faktor yang menyebabkan pengrusakan fasilitas publik, pertimbangan Majelis Hakim dalam putusan No: 305/PID.B/2018/PN Smn, analisis Hukum Positif dalam putusan No: 305/PID.B/2018/PN Smn, dan analisis Fiqih Jinayah dalam putusan No: 305/PID.B/2018/PN Smn.

(22)

BAB V: PENUTUP

Pada bab terakhir ini memberikan kesimpulan dari serangkaian bab- bab sebelumnya dan memberikan saran terhadap penelitian ini.

(23)

13 BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PIDANA DAN PEMIDANAAN DALAM HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

A. Fasilitas Publik

Pola kehidupan manusia yang tumbuh dan selalu berkembang dari masa ke masa, menghadirkan sebuah kehidupan manusia yang terdapat perbedaan, untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik lagi dari sebelumnya. Dalam kehidupannya, manusia selalu membuat perubahan yang menghasilkan kehidupannya berkembang dengan melakukan revolusi, salah satunya membangun fasilitas publik. Fasilitas publik terbagi menjadi 2 kata yakni fasilitas dan publik. Asal mula kata fasilitas tidak terlepas dari kata sarana dan prasarana, yang mana keduanya saling melengkapi satu sama lain. Pengertian sarana Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat dalam mencapai maksud atau tujuan.

Sedangkan prasarana adalah segala sesuatu yang merupakan penunjang utama terselenggaranya suatu proses seperti usaha, pembangunan, proyek dan lain sebagainya.20

Definisi sarana dan prasarana juga dikemukakan oleh Winarno Surakhmad, beliau mengemukakan bahwa sarana adalah suatu yang dapat dipergunakan untuk mencapai sesuatu tujuan, sedangkan prasarana adalah segala sesuatu yang dapat menunjang terlaksananya suatu kegiatan.21 Sarana dan prasana tentu memiliki kata dan maksud yang berbeda, perbedaan antara keduanya yaitu, sarana lebih kepada benda-benda bergerak seperti kereta, bus, pesawat, sedangkan prasarana ditunjukan kepada benda tidak bergerak seperti bangunan, halte, bandara, dan lain sebagainya. Menurut penulis definisi fasilitas yaitu suatu sarana yang memudahkan upaya untuk memperlancar kehidupan sehari-hari.

20 https://kbbi.web.id/rusak.html diakses pada tanggal 2 Maret 2021.

21 Winarno Surakhmad, Pengantar Interaksi Mengajar-Belajar Dasar dan Teknik Metodologi Pengajaran, (Bandung: Tarsito, 2001), h. 24.

(24)

Publik atau umum secara garis besar membicarakan mengenai seluruhnya, maksudnya yaitu tidak ada keistimewaan baik itu seseorang atau lembaga tertentu. Dalam hal ini, fasilitas yang sudah disediakan oleh pemerintah, siapa pun dan apapun itu kita dapat menikmatinya, tanpa melihat perbedaan suku, ras, agama, dan lain-lainnya. Dapat kita tarik kesimpulan, fasilitas publik atau umum merupakan sarana yang telah disediakan untuk kepentingan umum, seperti trotoar, halte, jalan raya, penyebrangan jalan raya, lampu penerangan jalan, dan lain sebagainya. Fasilitas publik harus dijaga, karena dengan adanya fasilitas publik tersebut dapat memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam menjalani kehidupan sehari-hari dengan rasa aman, nyaman, dan tentram. Akan tetapi, sering kali kita mendapati berita kerusakan fasilitas publik khususnya di Negeri Indonesia. Sebenarnya tidak sulit untuk menjaga fasilitas publik, ketika kita memiliki rasa tanggung jawab maka hal- hal yang tidak diharapkan tidak akan terjadi.

Adapun fasilitas yang dibangun oleh pemerintah di bidang transportasi, terbagi ke dalam dua jenis, yaitu untuk pengguna kendaraan pribadi dan yang bukan pengguna kendaraan pribadi. Untuk pengguna kendaraan pribadi, pemerintah membangun sarana seperti jalan, rambu lalu lintas, lampu lalu lintas, tempat parkir, dan lain sebagainya. Untuk yang bukan pengguna kendaraan pribadi, pemerintah membangun fasilitas seperti transportasi publik, terminal, jembatan penyebrangan orang (JPO), zebra-cross, trotoar, dan lain sebagainya. Banyak sarana transportasi seperti bus, kereta api, dan kapal sudah tua. Demikian juga fasilitas-fasilitas sosial lainnya seperti telpon umum, WC umum, tempat hiburan rekreasi, dan lain sebagainya. Fasilitas umum memang dipelihara dan dijaga oleh pemerintah. Meskipun demikian, masyarakat harus membantu merawat serta menjaga supaya tidak cepat rusak.

B. Pidana

1. Pengertian Pidana Perspektif Hukum Islam

Hukum Pidana dalam Islam biasa disebut dengan istilah jinayah atau jarimah. Istilah jinayah berasal dari bahasa Arab, yakni kata jana-yakni-

(25)

15

janyan-jinayatan yang berarti adznaba (berbuat dosa).22 Jinayah secara etimologi merupakan nama bagi suatu perbuatan jelek seseorang.23 Pelaku kejahatan disebut dengan jaani, yaitu bentuk singular bagi satuan laki-laki atau bentuk mufrad mudzakkar sebagai pembuat kejahatan atau biasa disebut dengan isim fa’il. Sedangkan pelaku kejahatan yang dilakukan oleh wanita disebut dengan istilah jaaniah, yang artinya dia (wanita) yang telah berbuat dosa.24 Menurut Imam al-San’any bahwa al-jinayah bentuk jamak dari kata jinayah masdar dari jana yang artinya dia mengerjakan kejahatan atau kriminal.25 Kata jinayah dalam hukum di Indonesia sering disebut dengan hukum pidana.

Secara terminologi jinayah adalah semua perbuatan yang diharamkan, yaitu perbuatan yang diberi peringatan dan dilarang oleh syarak yang mana perbuatan tersebut mendatangkan kemudharatan baik mengenai agama, jiwa, harta, akal, dan kehormatan.26 Menurut Abdul al- Qadir Awdah, beliau mengemukakan pengertian jinayah adalah perbuatan yang dilarang oleh syarak baik perbuatan itu mengenai jiwa, harta benda, atau yang lainnya.27 Menurut sebagian pendapat para fuqaha, jinayah yaitu perbuatan yang dapat membahayakan jiwa atau anggota tubuh seperti melukai, membunuh, menggurkan kandungan, dan lain sebagainya.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulan bahwa jinayah merupakan suatu perbuatan yang diharamkan, yang mana perbuatannya dilarang oleh syarak (Hukum Islam).

Berbicara mengenai pengertian jinayah dan jarimah apakah sama atau berbeda, dalam hal ini para ulama berbeda pendapat. Menurut Wahbah Zuhaili istilah jinayah dan jarimah itu sama.

22 M. Nurul Irfan, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Amzah, 2016), h. 4.

23 Abdul Wahab Kallaf, Ushul Fiqh, (Kuwait: Darul Kuwaitiyah, 1968), h. 11.

24 Muhammad Nur, Pengantar dan Asas-asas Hukum Pidana Islam, (Banda Aceh:

Yayasan Pena Aceh, 2020), h. 13-14.

25 Al-San’any, Subul al-Salam, Juz 3, (Kairo: Syirkah Maktabah Mustafa al-Babi al- Halabi, 1950), h. 231.

26 Sayyid Sabiq, Fiqhussunnah, Juzu’ II, (Beirut: Darul Kitabi Araby, 1973), h. 506.

27 Abd al-Qadir Awdah, at-Tasyri’ al-Jinai al-Islami, Juz I, (Beirut: Dar al-Kutub, 1963), h. 67.

(26)

ةيمرلجا وا ةي انلج : رش نم ارلما نييج املك وا ةيصعلما وا بنذلا يها هبستكا

“Jinayah atau jarimah: secara bahasa berarti dosa, kemaksiatan, atau semua jenis perbuatan manusia berupa kejahatan yang dilakukan.”28 Dari definisi di atas dapat dipahami dari kata ةيمرلجا وأ ةيانلجاyang menggunakan kata hubung وا yang berarti “atau”. Dapat kita fahami kata jinayah dan jarimah menurut Wahbah Zuhaili adalah sama.29 Sedangkan sebagian para fuqaha mendefinisikan kata jinayah dan jarimah itu berbeda.

Menurut para fuqaha istilah jinayah dipergunakan pada perbuatan- perbuatan yang dilarang oleh syarak dan konsekuensinya berupa hukuman hudud dan kisas.30 Sedangkan pengertian jarimah adalah perbuatan yang dilarang oleh syarak dan pelakunya diancam hukuman had atau takzir.31 Dalam hukum positif istilah jinayah identik dengan kata hukum pidana, sedangkan istilah jarimah sering disebut dengan kata tindak pidana.

Sumber Hukum Pidana Islam atau yang biasa disebut jinayah pada umumnya memiliki empat sumber, empat sumber ini ditemukan dalam kitab-kitab fiqh yang diargumentasikan oleh ulama klasik. Jumhur ulama sepakat bahwa sumber-sumber jinayah pada dasarnya terdapat empat sumber, yakni Al-Qur’an, Hadis (As-Sunnah), Ijma’, dan Qiyas. Keempat sumber tersebut wajib diikuti.32

2. Jenis Hukum Pidana Dalam Hukum Islam

Jenis Hukum Pidana Islam biasa disebut dengan jinayah/jarimah, dalam hal ini, kata yang pantas dipergunakan yaitu jarimah. Jarimah berasal dari kata jarama-yajrimu-jarimatan yang artinya “berbuat” dan

28 Wahbah Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, (Jakarta: Gema Insani, 2011), h. 5611.

29 M. Nurul Irfan, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Amzah, 2016), h. 8.

30 H.A Dzajuli, Fiqh Jinayah (Upaya Menanggulangi Kejahatan Dalam Islam), (Jakarta:

PT. Raja Grafindo Persada, 1997), h. 1.

31 Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2000), h. 14.

32 Mardani, Hukum Islam, (Jakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h. 131.

(27)

17

“memotong”. Secara implisit digunakan pada “perbuatan dosa” atau

“perbuatan yang dibenci”.33 Maka dapat disimpulkan, kata yang pantas dipergunakan yaitu jarimah atau di Indonesia disebut dengan tindak pidana.

Pembagian jarimah ditinjau dari segi berat ringannya terbagi menjadi tiga bagian:

a. Jarimah Kisas dan Diyat

Jarimah kisas dan diyat merupakan salah satu jarimah yang mana dapat diancam dengan hukuman yang sudah ditetapkan oleh hukum syarak. Di dalam kisas dan diyat ini tidak memiliki batas terendah maupun batas tertinggi dari hukuman tersebut melainkan telah ditentukan batasnya. Hukuman kisas dapat diimplementasikan apabila salah satunya ada seseorang yang melakukan pembunuhan dengan sengaja, maka dapat dikenai hukuman mati. Apabila keluarga si korban memaafkan pelaku, maka hukuman mati disini pun dapat dihilangkan dan diganti dengan hukuman membayar diyat. Hal tersebut harus sesuai dengan hukum syarak yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Dasar pelaksanaan kisas terdapat di dalam surah Al-Baqarah ayat 178:

ُّرُحلْا ۖ ىالح تاقحلا ِفِ ُصااصِقحلا ُمُكحيالاع ابِتُك اوُنامآ انيِذَّلا ااهُّ ياأ ايَ

ِهي ِخاأ حنِم ُهال ايِفُع حناماف ۖ ٰىاثح نُ حلِْبِ ٰىاثح نُ حلْااو ِدحباعحلِبِ ُدحباعحلااو ِ رُحلِْبِ

حنِم ٌفيِفحاتَ اكِلٰاذ ۖ ٍنااسححِِبِ ِهحيالِإ ٌءااداأاو ِفوُرحعامحلِبِ ٌعاابِ تااف ٌءحياش ٌميِلاأ ٌبااذاع ُهالا ف اكِلٰاذ ادحعا ب ٰىاداتحعا ِناماف ۖ ٌةاححْاراو حمُكِ بار Artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah

33 Mardani, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Prenada Media Group, 2019), h. 1.

(28)

suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih.”

Jarimah kisas dan diyat tentu memiliki perbedaan dengan jarimah hudud, yaitu diberlakukannya hukuman kisas dan diyat terarah pada hak manusia (individu), sedangkan hukuman hudud merupakan hak Allah atau hak masyarakat.34 Hak manusia disini dimaksudkan untuk kepentingan pribadi seseorang, karena Allah maha adil. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT, di dalam surah Al-Maidah ayat 45 yang berbunyi:

افحنا حلْااو ِحيْاعحلِبِ احيْاعحلااو ِسحفَّ نلِبِ اسحفَّ نلا َّناأ ااهيِف حمِهحيالاع اانح با تاكاو ٌصااصِق احوُرُحلجااو ِ نِ سلِبِ َّنِ سلااو ِنُذُ حلِْبِ انُذُ حلْااو ِفحنا حلْ ِبِ

ۖ حناماف

ُهال ٌةاراَّفاك اوُها ف ِهِب اقَّداصات ۖ

اكِئٰالوُأاف َُّللَّا الازح ناأ ااِبِ حمُكحايَ حالَ حناماو

انوُمِلاَّظلا ُمُه Artinya:

“Dan kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At- Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka pun ada qishaashnya. Barangsiapa yang melepaskan (hak qiashaash) nya, maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang zalim.

Menurut Ahmad Hanafi, jarimah kisas ada lima, yakni:35 1) Pembunuhan sengaja (al-qathlu al-‘amdu).

2) Pembunuhan semi sengaja (al-qathlu syibhu al-‘amdu).

3) Pembunuhan karena kesalahan (tidak disengaja, al-qathlu khata’).

4) Penganiayaan sengaja (al-jarhu al-‘amdu).

5) Penganiayaan tidak sengaja (al-jarhu khata’).

34 TM Hasbi ash Shiddieqy, Pidana Mati dalam Syari’at Islam, (Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 1998), h. 7.

35 Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1990), h. 8.

(29)

19

b. Jarimah Hudud

Jarimah hudud adalah jarimah yang dapat diancam dengan hukuman had. Hukuman had yaitu hukuman yang telah ditetapkan berdasarkan syarak dan menjadi hak Allah atau hak masyarakat.36 Penjelasan mengenai hak Allah disini merupakan suatu hukuman yang telah dikehendaki oleh Allah tiada lain tiada kata hanya untuk kemaslahatan bersama di dalam masyarakat, guna mengimplementasikan masyarakat yang sejahtera, aman dan tentram.

Perlu diketahui, bahwa hukuman had ini tidak dapat dihapuskan baik oleh perseorangan, baik si korban maupun korban keluarga ataupun oleh masyarakat yang diwakili oleh Negara.37 Adapun jarimah hudud ini terbagi menjadi 7, yaitu sebagai berikut:

1) Jarimah zina.

2) Jarimah qazaf (menuduh zina).

3) Jarimah syurbul khamr (minum-minuman keras).

4) Jarimah sariqah (pencurian).

5) Jarimah hirabah (perampokan).

6) Jarimah riddah (keluar dari Islam).

7) Jarimah Al Baghyu (pemberontakan).

c. Jarimah Takzir

Jarimah takzir adalah hukuman yang belum diatur di dalam hukum syarak dan wewenang untuk menetapkan hukumannya diamanahkan kepada hakim atau dalam Al-Qur’an disebut dengan ulil amri.38 Takzir ini dapat dipergunakan apabila tidak ada hukum syarak yang mengatur mengenai hukuman tersebut. Tentu takzir pada hakikatnya, negara atau ulil amri ketika ingin memberikan hukuman

36 Jaih Mubarok dan Enceng Arif Faizal, Kaidah Fiqh Jinayah (Asas-asas Hukum Pidana Islam), (Jakarta: Anggota IKAPI, 2004), h. 164.

37 Marsaid, Al-Fiqh Al-Jinayah (Hukum Pidana Islam), (Palembang: Rafah Press, 2020), h. 61.

38 Muhammad Nur, Pengantar dan Asas-asas Hukum Pidana Islam, (Banda Aceh:

Yayasan Pena Aceh, 2020), h. 48.

(30)

kepada pelaku, harus didasarkan pada ijma’, yang mana ijma ini dilakukan oleh hakim. Dapat disimpulkan, bahwa ciri khas jarimah takzir yakni:39

1) Hukumannya tidak tertentu dan tidak terbatas. Artinya hukuman tersebut belum ditetapkan oleh syarak dan hukumannya terdapat batas minimal maupun maksimal.

2) Penentuan hukuman tersebut adalah hak penguasa. Artinya hukuman tersebut ditetapkan oleh ulil amri atau hakim.

Abdul Qadir Awdah mengemukakan bahwa pembagian jarimah takzir terbagi menjadi tiga macam:40

1) Jarimah takzir yang berasal dari jarimah-jarimah hudud atau qisas, tetapi syarat-syaratnya tidak terpenuhi, atau ada syubhat, seperti pencurian yang tidak mencapai nishab, atau oleh keluarga sendiri.

2) Jarimah takzir yang jenisnya disebutkan dalam nas syarak tetapi hukumnya belum ditetapkan, seperti riba, suap, dan mengurangi takaran dan timbangan.

3) Jarimah takzir yang baik jenis maupun sanksinya belum ditentukan oleh syarak. Jenis ketiga ini sepenuhnya diserahkan kepada ulil amri, seperti pelanggaran disiplin pegawai pemerintah.

3. Pengertian Hukum Pidana Perspektif Hukum Positif

Hukum Pidana menurut perspektif Hukum Positif merupakan suatu pemaparan mengenai hal-hal yang terkait dengan Hukum Pidana yang ada di Indonesia atau yang biasa disebut dengan Hukum Pidana Positif.

Berbicara mengenai pengertian Hukum Pidana secara umum, tentu banyak perbedaan pendapat dari para ahli Hukum Pidana di dunia yang akhirnya

39 Marsaid, Al-Fiqh Al-Jinayah (Hukum Pidana Islam), (Palembang: Rafah Press, 2020), h. 62-63.

40 Makhrus Munajat, Hukum Pidana Islam di Indonesia, (Yogyakarta: Teras, 2009), h.

188.

(31)

21

tidak bisa didefinisikan dengan satu arti saja. Hukum Pidana terdapat 2 kata, yakni Hukum dan Pidana. Menurut Utrecht, hukum adalah himpunan peraturan-peraturan (perintah-perintah dan larangan-larangan) yang mengurus tata tertib suatu masyarakat dan oleh karena itu harus ditaati oleh masyarakat itu.41 Di dalam kehidupan sehari-hari, kita tidak bisa terlepas dari yang namanya hukum atau aturan, yang mana hukum ini menjadi suatu hal baik untuk kita jadikan sebagai patokan dalam kehidupan bermasyarakat, agar nantinya dapat mengimplementasikan kehidupan yang sejahtera, aman, nyaman, damai dan tentram.

Menurut sejarah, istilah pidana secara resmi dipergunakan oleh rumusan pasal VI Undang-undang No. 1 Tahun 1946 untuk peresmian Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).42 Undang-ndang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana tersebut terbit dengan pertimbangan bahwa saat itu negara belum dapat membentuk sebuah Undang-Undang Pidana yang baru sehingga menggunakan hukum pidana yang sudah ada sejak zaman penjajahan dengan disesuaikan dengan keadaan. Sedangkan menurut Soedarto, pidana adalah penderitaan yang dengan sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu.43 Syarat-syarat tertentu tersebut diatur dalam KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) dan Undang-undang pidana khusus. Dengan adanya KUHP dan Undang-undang pidana khusus tersebut, kita tidak bisa menghakimi seseorang ataupun lembaga yang telah melakukan kejahatan dalam bentuk apapun, yang artinya ini menjadi tugas dari aparat penegak hukum untuk menindak lanjuti perkara pidana tersebut, agar nantinya dapat diproses sesuai dengan prosedur yang ada di Indonesia.

Tentu ini merupakan upaya agar terciptanya suatu negara yang aman, tertib, adil, dan adanya kepastian hukum.

41 Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2005), h. 28.

42 Marlina, Hukum Panitensier, (Bandung: Refika Aditama, 2011), h. 13.

43 Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-teori dan Kebijakan Pidana, (Bandung:

Alumni, 2005), h. 2.

(32)

Secara sederhana dapat didefinisikan bahwa Hukum Pidana adalah hukum yang mengatur tentang perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh undang-undang beserta sanksi pidana yang dapat dijatuhkannya kepada pelaku.44 Untuk bentuk pidana yang dijatuhkan oleh Hakim kepada pelaku mengacu pada KUHP. Akan tetapi, untuk bentuk pidana khusus ada penambahan bentuk pidana diluar dari pada KUHP, yang diatur dalam undang-undang pidana khusus. Hukum Pidana di Indonesia terbagi menjadi 2, yaitu Hukum Pidana Materiil dan Hukum Pidana Formal yang mana keduanya memiliki simbiosis mutualisme. Menurut Satochid Kartanegara Hukum Pidana Materiil berisikan peraturan-peraturan yang memuat sebagai berikut:45

a. Perbuatan yang dapat diancam dengan hukuman (Strafbare Feiten), misalnya :

1) Mengambil barang milik orang lain.

2) Dengan sengaja merampas nyawa orang.

b. Siapa-siapa yang dapat dihukum atau dengan perkataan lain mengatur pertanggungan jawab terhadap Hukum Pidana.

c. Hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap orang yang melakukan perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang.

Sedangkan menurut Moeljatno, beliau mengemukakan bahwa Hukum Pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan untuk:46

a. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barangsiapa yang melanggar larangan tersebut.

b. Menentukan kapan dan dalam hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhkan pidana sebagaimana yang telah diancam.

c. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.

44 Bambang Waluyo, Pidana Dan Pemidanaan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h. 6.

45 Satochid Kartanegara, Hukum Pidana Kumpulan Kuliah, (Jakarta: Balai Lektur Mahasiswa, t,t. ), h. 1.

46 Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta: Rineka Cipta, 2015), h. 1.

(33)

23

Pada bagian di atas huruf c menandakan bahwa hal tersebut merupakan pengertian Hukum Pidana Formal. Hukum Pidana Materiil dan Hukum Pidana Formal tentu memiliki perbedaan, Hukum Pidana Materiil diatur dalam KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana), sedangkan Hukum Pidana Formal diatur dalam KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana). Akan tetapi, perlu diketahui bahwa tidak semua Hukum Pidana diatur dalam KUHP dan KUHAP, ada beberapa Hukum Pidana yang diatur secara khusus atau yang biasa disebut dengan perundang-undangan pidana khusus.

Pembagian Hukum Pidana dilakukan untuk mempelajari dan mengamati hakikat, syarat, dan tujuan dari hukum itu sendiri serta mengedepankan kemaslahatan terhadap masyarakat. Negara harus memberikan perlindungan dan rasa nyaman terhadap masyarakatnya, dengan cara memberikan seputar ilmu pengetahuan hukum pidana agar berjalan secara sistematis. Selanjutmya pembagian Hukum Pidana dapat dikelompokkan sebagai berikut, yakni:47

a. Berdasarkan wilayah berlakunya:

1) Pidana umum, yang mana berupa pemberlakuan untuk seluruh wilayah Indonesia, baik itu KUHP maupun undang-undang yang tersebar di luar KUHP.

2) Pidana lokal, hanya diberlakukan pada daerah-daerah tertentu, seperti Peraturan Daerah.

b. Berdasarkan bentuknya :

1) Hukum Pidana tertulis, terdapat 2 bagian:

a) Hukum Pidana yang dikodifikasikan, yakni KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana).

b) Hukum Pidana yang tidak dikodifikasikan, yakni tindak pidana khusus yang diatur dalam undang-undang tersendiri

47 Andi Sofyan dan Nur Azisa, Hukum Pidana, (Makassar: Pustaka Pena Press, 2016), h.

4-5.

Referensi

Dokumen terkait

Peristiwa erupsi yang menyisakan timbunan material vulkanik, peristiwa banjir lahar dingin, perubahan profil ekosistem lereng Gunung Merapi dan sekitarnya,

25:44 Lalu merekapun akan menjawab Dia, katanya: Tuhan, bilamanakah kami melihat Engkau lapar, atau haus, atau sebagai orang asing, atau telanjang atau sakit,

Adapun penelitian ini dibatasi hanya pada faktor petunjuk produk untuk merek (brand), desain (design) dan harga (proce) serta pengaruhnya terhadap niat beli (purchase

2) Insidensi penyakit atau kejadian penyakit yang merupakan persentase jumlah tanaman yang terserang patogen (n) dari total tanaman yang diamati (N) tanpa melihat

sehingga tidak bisa menyatakan semangat kepada diri sendiri. 4) Konseli menganggap tugas- tugas yang ada adalah beban sehingga sering mengeluh dan mengerjakan

Hasil penelitian menunjukkan adanya sikap, nilai dan minat dalam karakteristik individu pegawai yang dapat mendorong peningkatan kinerja pegawai pada Inspektorat Daerah

Penelitian ini menggunakan peneltian hukum empiris dan hasil penelitian menyatakan bahwa di masyarakat Dusun Waung Desa Sonoageng Kecamatan Prambon Kabupaten

Dengan adanya komposit EPDM dengan karet alam dan bahan proses lainnya (Tabel 1) maka terjadi ikatan sambung silang yang membentuk struktur jaringan tiga dimensi