• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROFIL KEMISKINAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PROFIL KEMISKINAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Berita Resmi Statistik D.I. Yogyakarta No. 58/10/34/Th.XVII, 1 Oktober 2015 1

RINGKASAN

 Garis kemiskinan di Daerah Istimewa Yogyakarta pada Maret 2015 sebesar Rp 335.886,- per kapita per bulan. Sementara garis kemiskinan pada Maret 2014 sebesar Rp 313.452,- per kapita per bulan, atau garis kemiskinan mengalami kenaikan sekitar 7,16 persen. Bila dibandingkan kondisi September 2014 yang sebesar Rp 321.056,- per kapita per bulan maka dalam kurun satu semester terjadi kenaikan sebesar 4,62 persen.

 Peran komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Pada Maret 2015, sumbangan Garis Kemiskinan Makanan terhadap Garis Kemiskinan sebesar 70,70 persen, menurun bila dibandingkan dengan Maret 2014 yang sebesar 71,86 persen.

 Jumlah penduduk miskin, yaitu penduduk yang konsumsinya berada di bawah garis kemiskinan, pada Maret 2015 di Daerah Istimewa Yogyakarta terdapat 550,23 ribu orang. Bila dibandingkan keadaan Maret 2014 yang jumlah penduduk miskinnya mencapai 544,87 ribu orang, maka selama satu tahun terjadi peningkatan sebesar 5,34 ribu jiwa.

 Tingkat kemiskinan yaitu persentase penduduk miskin dari seluruh penduduk di Daerah Istimewa Yogyakarta pada Maret 2015 sebesar 14,91 persen. Apabila dibandingkan dengan keadaan Maret 2014 yang besarnya 15,00 persen berarti ada penurunan sebesar 0,09 poin selama satu tahun. Sedangkan bila dibandingkan dengan kondisi September 2014 dengan persentase penduduk miskin sebesar 14,55 persen, terjadi kenaikan sebesar 0,36 poin.

 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) pada periode Maret 2014 - Maret 2015 mengalami kenaikan. Hal ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung menjauh dari garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran antar penduduk miskin juga semakin melebar.

No. 58/10/34/Th.XVII, 1 Oktober 2015

P ROFIL K EMISKINAN D AERAH I STIMEWA Y OGYAKARTA

BPS PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

(2)

2 Berita Resmi Statistik D.I. Yogyakarta No. 58/10/34/Th.XVII, 1 Oktober 2015

1. Garis Kemiskinan Maret 2014 - Maret 2015

Secara umum kemiskinan didefinisikan sebagai suatu kondisi kehidupan dimana terdapat sejumlah penduduk tidak mampu mendapatkan sumber daya yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok (basic needs) minimum dan mereka hidup di bawah tingkat kebutuhan minimum tersebut (Todaro dan Smith, 2007). Konsep yang dipakai BPS dalam mengukur kemiskinan juga berdasarkan kebutuhan dasar (basic needs approach). Nilai kebutuhan dasar minimum digambarkan dengan garis kemiskinan (GK), yaitu batas minimum pengeluaran per kapita per bulan untuk memenuhi kebutuhan minimum makanan dan non makanan, yang memisahkan seseorang tergolong miskin atau tidak.

Garis kemiskinan pada Maret 2015 adalah Rp 335.886,- per kapita per bulan. Jika dibandingkan dengan kondisi Maret 2014 yang garis kemiskinannya sebesar Rp 313.452,- per kapita per bulan, terjadi kenaikan sebesar 7,16 persen dan jika dibandingkan dengan kondisi September 2014 yang besarnya Rp 321.056,- per kapita per bulan, maka tampak adanya kenaikan garis kemiskinan sebesar 4,62 persen. Terjadinya peningkatan garis kemiskinan ini sejalan dengan terjadinya inflasi Maret 2014 ke Maret 2015 yang sebesar 5,13 persen, serta inflasi September 2014 - Maret 2015 yang mencapai 3,06 persen.

Tabel 1

Garis Kemiskinan menurut Tipe Daerah Maret 2014 – Maret 2015

Daerah/Tahun Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bulan) Makanan Bukan Makanan Total

Perkotaan

Maret 2014 Sept 2014 Maret 2015

227 691 230 329 238 042

99 582 103 232 109 745

327 273 333 561 347 787 Perdesaan

Maret 2014 Sept 2014 Maret 2015

220 412 227 233 236 342

65 724 69 196 75 907

286 137 296 429 312 249 Kota+Desa

Maret 2014 Sept 2014 Maret 2015

225 245 229 286 237 473

88 207 91 770 98 413

313 452 321 056 335 886 Sumber: BPS, Susenas Maret 2014, September 2014, Maret 2015

Bila dilihat komponen Garis Kemiskinan (GK) yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM), terlihat bahwa peranan komoditi makanan masih jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Pada Maret 2014 sumbangan GKM terhadap GK sebesar 71,86 persen dan 70,70 persen pada Maret 2015.

Pada Maret 2015 garis kemiskinan di daerah perkotaan sebesar Rp 347.787,- per kapita per bulan, mengalami kenaikan 6,27 persen dibanding keadaan Maret 2014 yang sebesar Rp 327.273,- per kapita per bulan. Garis kemiskinan di daerah perdesaan pada Maret 2015 sebesar Rp 312.249,- per

(3)

Berita Resmi Statistik D.I. Yogyakarta No. 58/10/34/Th.XVII, 1 Oktober 2015 3 kapita per bulan, mengalami kenaikan 9,13 persen dibanding keadaan Maret 2014 yang mencapai Rp 286.137,- per kapita per bulan.

Berdasarkan tiga dari lima komoditas makanan yang memberikan kontribusi terbesar pada garis kemiskinan makanan di perkotaan maupun di perdesaan yaitu beras, rokok kretek filter, dan daging ayam ras. Sementara itu komoditi non makanan yang memberikan sumbangan besar pada garis kemiskinan baik di perkotaan maupun di perdesaan yaitu perumahan dan bensin. Komoditi lainnya yang termasuk dalam posisi lima terbesar lainnya di perkotaan adalah pendidikan, listrik, dan perlengkapan mandi, sedangkan di perdesaan adalah kayu bakar, listrik, dan perlengkapan mandi.

Tabel 2

Lima Kontribusi Terbesar Garis Kemiskinan menurut Tipe Daerah Maret 2015 (Persen)

Jenis Komoditi Perkotaan Jenis Komoditi Perdesaan

Makanan

Beras 30,70 Beras 35,44

Rokok kretek filter 9,31 Rokok kretek filter 6,05

Daging ayam ras 5,58 Daging ayam ras 5,34

Telur ayam ras 5,56 Telur ayam ras 4,14

Mie instan 4,06 Mie instan 3,91

Non Makanan

Perumahan 26,04 Perumahan 27,80

Bensin 16,75 Bensin 14,71

Pendidikan 9,46 Kayu bakar 7,48

Listrik 7,59 Listrik 6,98

Perlengkapan mandi 4,97 Perlengkapan mandi 5,08 Sumber: BPS, Susenas Maret 2015

2. Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin di Daerah Istimewa Yogyakarta

Jumlah penduduk miskin di Daerah Istimewa Yogyakarta pada periode Maret 2009 - Maret 2015 mengalami fluktuasi. Pada periode Maret 2009 - Maret 2011 cenderung menurun dari tahun ke tahun, tetapi dari September 2011-Maret 2012 mengalami kenaikan dan turun kembali sampai periode Maret 2014. Jumlah penduduk miskin pada Maret 2009 tercatat 585,78 ribu orang dan pada Maret 2011 turun menjadi 562,70 ribu, namun sampai dengan kondisi bulan Maret 2012 jumlah penduduk miskin naik menjadi 568,35 ribu. Sementara pada periode September 2012 - Maret 2015 mengalami fluktuasi. Perkembangan jumlah penduduk miskin seperti terlihat pada Gambar 1.

(4)

4 Berita Resmi Statistik D.I. Yogyakarta No. 58/10/34/Th.XVII, 1 Oktober 2015 Gambar 1

Jumlah Penduduk Miskin di Daerah Istimewa Yogyakarta Maret 2009 - Maret 2015 (dalam ribuan orang)

Sumber: BPS, Susenas Maret 2009 – Maret 2015

Penduduk miskin tersebar di perkotaan (59,91 persen) maupun perdesaan (40,09 persen).

Jumlah penduduk miskin di perkotaan pada Maret 2015 sebanyak 329,65 ribu orang, berkurang 3,38 ribu orang bila dibandingkan keadaan Maret 2014 yang mencapai 333,03 ribu orang. Jumlah penduduk miskin di perdesaan pada Maret 2015 sebanyak 220,57 ribu orang, mengalami peningkatan sekitar 8,67 ribu dari keadaan Maret 2014 yang jumlahnya mencapai 211,84 ribu orang (Tabel 3).

Tabel 3

Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin menurut Tipe Daerah, Maret 2014 - Maret 2015 Daerah/Tahun Jumlah penduduk miskin

(000)

Persentase penduduk miskin

Perkotaan

Maret 2014 September 2014 Maret 2015

333.03 324.43 329.65

13.81 13.36 13.43 Perdesaan

Maret 2014 September 2014 Maret 2015

211.84 208.15 220.57

17.36 16,88 17.85 Kota+Desa

Maret 2014 September 2014 Maret 2015

544.87 532.59 550.23

15.00 14.55 14.91

Sumber: BPS, Susenas Maret 2014, September 2014, dan Maret 2015 Maret

2009

Maret 2010

Maret 2011

Sept 2011

Maret 2012

Sept 2012

Maret 2013

Sept 2013

Maret 2014

Sept 2014

Maret 2015 585,78

577,30

562,70 568,05 568,35 565,73

553,07

541,95 544,87

532,59

550,23

(5)

Berita Resmi Statistik D.I. Yogyakarta No. 58/10/34/Th.XVII, 1 Oktober 2015 5

3. Perkembangan Tingkat Kemiskinan di Daerah Istimewa Yogyakarta

Tingkat kemiskinan di Daerah Istimewa Yogyakarta pada periode Maret 2009-September 2014 cenderung mengalami penurunan. Persentase penduduk miskin pada Maret 2011 sebesar 16,08 persen, turun menjadi 14,91 persen pada Maret 2015. Perkembangan tingkat kemiskinan di Daerah Istimewa Yogyakarta selengkapnya seperti terlihat pada Gambar 2.

Gambar 2

Persentase Penduduk Miskin

di Daerah Istimewa Yogyakarta Maret 2009 – Maret 2015

Sumber: BPS, Susenas Maret 2009 - Maret 2015

Tingkat kemiskinan di perkotaan lebih kecil daripada di perdesaan. Persentase penduduk miskin di perkotaan pada Maret 2015 sebesar 13,43 persen mengalami penurunan 0,38 poin jika dibandingkan dengan keadaan Maret 2014 yang besarnya mencapai 13,81 persen. Persentase penduduk miskin di perdesaan pada Maret 2015 sebesar 17,85 persen, mengalami peningkatan 0,49 poin jika dibandingkan dengan keadaan Maret 2014 yang mencapai 17,36 persen.

4. Kualitas Kemiskinan di Daerah Istimewa Yogyakarta

Persoalan kemiskinan bukan hanya berapa jumlah dan persentase penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman/poverty gap index dan tingkat keparahan/poverty severity index dari kemiskinan. Artinya, selain harus mampu memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan berkaitan kemiskinan juga sekaligus harus bisa mengurangi tingkat kedalaman dan tingkat keparahan kemiskinan itu.

Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) pada periode Maret 2014 - Maret 2015 sedikit mengalami kenaikan. Indeks kedalaman kemiskinan naik dari 2,19 pada Maret 2014 menjadi 2,93 pada Maret 2015. Demikian pula Indeks keparahan kemiskinan naik dari 0,48 menjadi 0,83 pada periode yang sama (Tabel 4). Kenaikan nilai kedua indeks ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung menjauh garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran antar penduduk miskin juga semakin melebar.

17,23

16,83

16,08 16,14 16,05 15,88

15,43

15,03 15,00

14,55

14,91

14 15 16 17 18

Maret 2009

Maret 2010

Maret 2011

Sept 2011

Maret 2012

Sept 2012

Maret 2013

Sept 2013

Mar 2014

Sept 2014

Maret 2015

(6)

6 Berita Resmi Statistik D.I. Yogyakarta No. 58/10/34/Th.XVII, 1 Oktober 2015 Tabel 4

Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di Daerah Istimewa Yogyakarta Menurut Daerah,

Maret 2014- Maret 2015

Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) pada Maret 2015 di perdesaan lebih tinggi dari pada perkotaan. Pada bulan Maret 2015 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) untuk perdesaan mencapai 3,70 sementara di perkotaan mencapai 2,55. Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di perdesaan 1,09 sementara di perkotaan mencapai 0,71. Ini berarti rata-rata pengeluaran konsumsi penduduk miskin terhadap garis kemiskinan di perdesaan lebih besar dibandingkan di perkotaan. Kesenjangan pengeluaran konsumsi antar penduduk miskin di perdesaan juga lebih lebar dibandingkan dengan di perkotaan.

Tahun Kota Desa Kota + Desa

Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) Maret 2014

September 2014 Maret 2015

2,22 2,03 2,55

2,11 2,98 3,70

2,19 2,35 2,93 Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)

Maret 2014 September 2014 Maret 2015

0,53 0,52 0,71

0,40 0,79 1,09

0,48 0,61 0,83

Sumber: BPS, Susenas Maret 2014, September 2014 dan Maret 2015

(7)

Berita Resmi Statistik D.I. Yogyakarta No. 58/10/34/Th.XVII, 1 Oktober 2015 7

Untuk informasi lebih lanjut, hubungi :

Jl. Lingkar Selatan, Tamantirto, Kasihan, Bantul, 55183 Telp.0274-4342234 (Hunting) Fax. 0274-4342230 Email : bps3400@bps.go.id

Website : yogyakarta.bps.go.id

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mendapatkan minimum attractive rate of return (MARR), yang digunakan sebagai acuan untuk menetapkan apakah suatu investasi jalan tol layak atau tidak layak

Puji Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat, bimbingan dan pertolongan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

Perkembangan Tingkat Kemiskinan Jawa Barat September 2016 5 Jika dilihat dari persentase, penduduk miskin yang tinggal di daerah perdesaan turun sebesar 0,08 persen (11,80

Persentase penduduk miskin di daerah perdesaan pada September 2013 sebesar17,62 persen, mengalami penurunan jika dibandingkan dengan keadaan September 2012 yang

Tingginya persentase penduduk miskin selama periode 2010-2015 di Daerah Istimewa Yogyakarta dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya rendahnya produk domestik

Terjadi penurunan tingkat kemiskinan pada periode Maret 2016 - September 2016 di daerah urban (perkotaan) yaitu sebesar 0,12 persen dan secara absolut jumlah penduduk miskin

Persentase penduduk miskin di daerah perdesaan pada September 2014 sebesar 16,88 persen, mengalami penurunan 0,74 poin jika dibandingkan dengan keadaan September 2013 yang

Pada data penelitian diketahui ibu dengan pola asuh baik dan memiliki balita dengan status gizi normal sebanyak 33 orang dari 52 sampel yang memiliki anggota