• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROFIL KEMISKINAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PROFIL KEMISKINAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

RINGKASAN

 Garis kemiskinan di Daerah Istimewa Yogyakarta pada September 2014 sebesar Rp 321.056,- per kapita per bulan. Sementara garis kemiskinan pada Maret 2014 sebesar Rp 313.452,- per kapita per bulan, atau garis kemiskinan mengalami kenaikan sekitar 2,43 persen. Bila dibandingkan kondisi September 2013 yang sebesar Rp 303.843,- per kapita per bulan maka dalam kurun satu tahun terjadi kenaikan sebesar 5,66 persen.

 Peran komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Pada September 2014, sumbangan Garis Kemiskinan Makanan terhadap Garis Kemiskinan sebesar 71,42 persen, tidak jauh berbeda dengan September 2013 yang sebesar 72,22 persen.

 Jumlah penduduk miskin, yaitu penduduk yang konsumsinya berada di bawah garis kemiskinan, pada September 2014 di Daerah Istimewa Yogyakarta terdapat 532,59 ribu orang. Bila dibandingkan keadaan September 2013 yang jumlah penduduk miskinnya mencapai 541,95 ribu orang, maka selama satu tahun terjadi penurunan sebesar 9,36 ribu jiwa.

 Tingkat kemiskinan yaitu persentase penduduk miskin dari seluruh penduduk di Daerah Istimewa Yogyakarta pada September 2014 sebesar 14,55 persen. Apabila dibandingkan dengan keadaan Maret 2014 yang besarnya 15,00 persen berarti ada penurunan sebesar 0,45 poin selama setengah tahun.

Sedangkan bila dibandingkan dengan kondisi September 2013 dengan persentase penduduk miskin sebesar 15,03 persen, terjadi penurunan sebesar 0,48 poin.

 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) pada periode September 2013 - September 2014 mengalami kenaikan. Hal ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung menjauh dari garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran antar penduduk miskin juga semakin melebar.

.

No. 05/01/34/Th.XVII, 2 Januari 2015

P ROFIL K EMISKINAN D AERAH I STIMEWA Y OGYAKARTA

BPS PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

(2)

2 Berita Resmi Statistik D.I. Yogyakarta No. 05/01/34/Th.XVII, 2 Januari 2015

1. Garis Kemiskinan September 2013 - September 2014

Secara umum kemiskinan didefinisikan sebagai suatu kondisi kehidupan dimana terdapat sejumlah penduduk tidak mampu mendapatkan sumber daya yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok (basic needs) minimum dan mereka hidup di bawah tingkat kebutuhan minimum tersebut (Todaro dan Smith, 2007). Konsep yang dipakai BPS dalam mengukur kemiskinan juga berdasarkan kebutuhan dasar (basic needs approach). Nilai kebutuhan dasar minimum digambarkan dengan garis kemiskinan (GK), yaitu batas minimum pengeluaran per kapita per bulan untuk memenuhi kebutuhan minimum makanan dan non makanan, yang memisahkan seseorang tergolong miskin atau tidak.

Garis kemiskinan pada September 2014 adalah Rp 321.056,-per kapita per bulan. Jika dibandingkan dengan kondisi September 2013 yang garis kemiskinannya sebesar Rp 303.843,- per kapita per bulan, terjadi kenaikan sebesar 5,66 persen dan jika dibandingkan dengan kondisi Maret 2014 yang besarnya Rp 313.452,- per kapita per bulan, maka tampak adanya kenaikan garis kemiskinan sebesar 2,43 persen. Terjadinya peningkatan garis kemiskinan ini sejalan dengan terjadinya inflasi September 2013 ke September 2014 yang sebesar 4,54 persen, serta inflasi Maret 2014 - September 2014 yang mencapai 2,12 persen.

Tabel 1

Garis Kemiskinan menurut Tipe Daerah September 2013 – September 2014

Daerah/Tahun

Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bulan)

Makanan Bukan

Makanan Total

Perkotaan

Sept 2013 Maret 2014 Sept 2014

222 466 227 691 230 329

95 459 99 582 103 232

317 925 327 273 333 561 Perdesaan

Sept 2013 Maret 2014 Sept 2014

213 359 220 412 227 233

62 427 65 724 69 196

275 786 286 137 296 429 Kota+Desa

Sept 2013 Maret 2014 Sept 2014

219 422 225 245 229 286

84 421 88 207 91 770

303 843 313 452 321 056 Sumber: Susenas September 2013, Maret 2014, dan September 2014

Bila dilihat komponen Garis Kemiskinan (GK) yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM), terlihat bahwa peranan komoditi makanan masih jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Pada September 2013 sumbangan GKM terhadap GK sebesar 72,22 persen dan 71,42 persen pada September 2014.

Pada September 2014 garis kemiskinan di daerah perkotaan sebesar Rp 333.561,- per kapita per bulan, mengalami kenaikan 4,92 persen dibanding keadaan September 2013 yang sebesar Rp 317.925,- per kapita per bulan. Garis kemiskinan di daerah perdesaan pada September 2014 sebesar Rp 296.429,- per kapita per bulan, mengalami kenaikan 7,48 persen diban- ding keadaan September 2013 yang mencapai Rp 275.786,- per kapita per bulan.

Berdasarkan tiga dari lima komoditas makanan yang memberikan kontribusi terbesar pada garis kemiskinan makanan di perkotaan maupun di perdesaan yaitu beras, rokok kretek filter, dan daging ayam ras. Dua komoditas lainnya yang mempunyai kontribusi cukup besar di perkotaan adalah telur ayam ras dan tempe, sedangkan di perdesaan adalah gula pasir dan mie instan.

(3)

Komoditi non makanan yang memberikan sumbangan besar pada garis kemiskinan baik di perkotaan maupun di perdesaan yaitu perumahan, bensin, listrik dan pakaian jadi anak-anak. Komoditi lainnya yang termasuk dalam posisi lima terbesar lainnya di perdesaan adalah pendidikan, sedangkan perkotaan adalah kesehatan.

Tabel 2

Lima Kontribusi Terbesar Garis Kemiskinan menurut Tipe Daerah September 2014

Jenis Komoditi Perkotaan Jenis Komoditi Perdesaan Makanan

Beras 29,33 Beras 40,20

Rokok kretek filter 8,30 Rokok kretek filter 4,46

Daging ayam ras 7,32 Daging ayam ras 4,25

Telur ayam ras 5,74 Gula pasir 4,07

Tempe 4,61 Mie instan 3,94

Non Makanan

Perumahan 24,96 Perumahan 18,66

Bensin 13,27 Bensin 11,02

Pendidikan 10,52 Kesehatan 7,69

Listrik 7,01 Pakaian jadi anak-anak 7,18

Pakaian jadi anak-anak 5,11 Listrik 6,44

2. Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin di Daerah Istimewa Yogyakarta

Jumlah penduduk miskin di Daerah Istimewa Yogyakarta pada periode Maret 2009 - September 2014 mengalami fluktuasi, meskipun ada kecenderungan menurun. Pada periode Maret 2009 - Maret 2011 cenderung menurun dari tahun ke tahun, tetapi dari September 2011- Maret 2012 mengalami kenaikan dan turunt kembali sampai periode September 2013. Jumlah penduduk miskin pada Maret 2009 tercatat 585,78 ribu orang dan pada Maret 2011 turun menjadi 562,70 ribu, namun sampai dengan kondisi bulan Maret 2012 jumlah penduduk miskin naik menjadi 568,35 ribu. Sementara pada periode September 2012 - September 2014 mengalami penurunan. Perkembangan jumlah penduduk miskin seperti terlihat pada Gambar 1.

(4)

4 Berita Resmi Statistik D.I. Yogyakarta No. 05/01/34/Th.XVII, 2 Januari 2015 Gambar 1

Jumlah Penduduk Miskin di Daerah Istimewa Yogyakarta Maret 2009 - September 2013 (dalam ribu orang)

Sumber: Susenas Maret 2009 - September 2014

Penduduk miskin tersebar di perkotaan (60,92 persen) maupun perdesaan (39,08 persen). Jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan pada September 2014 sebanyak 324,43 ribu orang, berkurang 5,22 ribu orang bila dibandingkan keadaan September 2013 yang mencapai 329,65 ribu orang. Jumlah penduduk miskin di daerah perdesaan pada September 2014 sebanyak 208,15 ribu orang, mengalami penurunan sekitar 4,15 ribu dari keadaan September 2013 yang jumlahnya mencapai 212,30 ribu orang (Tabel 3).

Tabel 3

Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin

menurut Tipe Daerah, September 2013 - September 2014 Daerah/Tahun Jumlah penduduk miskin

(000)

Persentase penduduk miskin

Perkotaan

September 2013 Maret 2014 September 2014

329.65 333.03 324.43

13.73 13.81 13.36 Perdesaan

September 2013 Maret 2014 September 2014

212.30 211.84 208.15

17.62 17.36 16,88 Kota+Desa

September 2013 Maret 2014 September 2014

541.95 544.87 532.59

15.03 15.00 14.55

Sumber: Susenas September 2013, Maret 2014, dan September 2014

3. Perkembangan Tingkat Kemiskinan di Daerah Istimewa Yogyakarta

Maret 2009

Maret 2010

Maret 2011

Sept 2011

Maret 2012

Sept 2012

Maret 2013

Sept 2013

Maret 2014

Sept 2013 585.78

577.30

562.70

568.05 568.35

565.73

553.07

541.95 544.87

532.59

(5)

Tingkat kemiskinan di Daerah Istimewa Yogyakarta pada periode Maret 2011-Maret 2014 cenderung mengalami penurunan.

Persentase penduduk miskin pada Maret 2011 sebesar 16,08 persen, turun menjadi 14,55 persen pada September 2014.

Perkembangan tingkat kemiskinan di Daerah Istimewa Yogyakarta selengkapnya seperti terlihat pada Gambar 2.

Gambar 2

Persentase Penduduk Miskin

di Daerah Istimewa Yogyakarta Maret 2009 – September 2014

Sumber: Susenas Maret 2009 - September 2014

Tingkat kemiskinan di daerah perkotaan lebih kecil daripada di perdesaan. Persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada September 2014 sebesar 13,36 persen mengalami penurunan 0,37 poin jika dibandingkan dengan keadaan September 2013 yang besarnya mencapai 13,73 persen. Persentase penduduk miskin di daerah perdesaan pada September 2014 sebesar 16,88 persen, mengalami penurunan 0,74 poin jika dibandingkan dengan keadaan September 2013 yang mencapai 17,62 persen.

4. Kualitas Kemiskinan di Daerah Istimewa Yogyakarta

Persoalan kemiskinan bukan hanya berapa jumlah dan persentase penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman (poverty gap index) dan tingkat keparahan (poverty severity index) dari kemiskinan. Artinya, selain harus mampu memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan berkaitan kemiskinan juga sekaligus harus bisa mengurangi tingkat kedalaman dan tingkat keparahan kemiskinan itu.

Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) pada periode September 2013 - September 2014 sedikit mengalami kenaikan. Indeks kedalaman kemiskinan naik dari 2,13 pada September 2013 menjadi 2,35 pada September 2014. Demikian pula Indeks keparahan kemiskinan naik dari 0,46 menjadi 0,61 pada periode yang sama (Tabel 4).

Kenaikan nilai kedua indeks ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung menjauh garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran antar penduduk miskin juga semakin melebar.

Tabel 4

Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di Daerah Istimewa Yogyakarta Menurut Daerah,

September 2013- September 2014 17.23

16.83

16.08 16.14 16.05 15.88

15.43

15.03 15.00

14.55

14 15 16 17 18

Maret 2009

Maret 2010

Maret 2011

Sept 2011 Maret 2012

Sept 2012 Maret 2013

Sept 2013Mar 2014Sept 2014

Tahun Kota Desa Kota + Desa

Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)

September 2013 2,18 2,04 2,13

Maret 2014 September 2014

2,22 2,03

2,11 2,98

2,19 2,35

(6)

6 Berita Resmi Statistik D.I. Yogyakarta No. 05/01/34/Th.XVII, 2 Januari 2015 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) pada September 2014 di daerah perdesaan lebih tinggi dari pada perkotaan. Pada bulan September 2014 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) untuk perdesaan mencapai 2,98, sementara di daerah perkotaan mencapai 2,03. Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di daerah perdesaan 0,79 sementara di daerah perkotaan mencapai 0,52. Hal ini berarti rata-rata pengeluaran konsumsi penduduk miskin terhadap garis kemiskinan di perdesaan lebih besar dibandingkan di perkotaan. Kesenjangan pengeluaran konsumsi antar penduduk miskin di daerah perdesaan juga lebih lebar dibandingkan dengan di daerah perkotaan.

Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)

September 2013 0,52 0,34 0,46

Maret 2014 September 2014

0,53 0,52

0,40 0,79

0,48 0,61

Sumber: Susenas September 2013, Maret 2014, dan September 2014

Referensi

Dokumen terkait

Perkembangan Tingkat Kemiskinan Jawa Barat September 2016 5 Jika dilihat dari persentase, penduduk miskin yang tinggal di daerah perdesaan turun sebesar 0,08 persen (11,80

Persentase penduduk miskin di daerah perdesaan pada September 2013 sebesar17,62 persen, mengalami penurunan jika dibandingkan dengan keadaan September 2012 yang

Waktu yang sangat terbatas dengan jumlah yang cukup banyak yaitu 20 UKM masih kurang sehingga Pendampingan yang kami lakukan ke masing – masing UKM untuk lebih mengerti dalam

Salah satu hikayat yang berbentuk cerita lisan terdapat dalam tradisi mauluik dikia pada masyarakat penganut Tarekat Syatariyah di kota Padang.. Melihat kedudukan hikayat

Metaanalysis ini memasukkan penelitian prospective randomized clinical trial yang membandingkan efek suplementasi zinc dengan kelompok yang tidak diberi intervensi,

Etnobotani adalah penelitian ilmiah murni yang mengunakan pengalaman pengetahuan tradisional dalam memajukan dan improvisasi kualitas hidup, tidak hanya bagi manusia tetapi

Dalam sambutannya Wakil Bupati Yuli Hastuti mengatakan, pelajar merupakan bagian yang potensial di bidang pembangunan olahraga, sehingga penyelenggaraan POPDA merupakan

Untuk mendapatkan minimum attractive rate of return (MARR), yang digunakan sebagai acuan untuk menetapkan apakah suatu investasi jalan tol layak atau tidak layak