• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGGUNAAN LAMPU MOTOR SIANG HARI DI WILAYAH HUKUM POLRES TAKALAR MUH. ASYWAR SYAHMA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGGUNAAN LAMPU MOTOR SIANG HARI DI WILAYAH HUKUM POLRES TAKALAR MUH. ASYWAR SYAHMA"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGGUNAAN LAMPU MOTOR SIANG HARI DI WILAYAH HUKUM POLRES TAKALAR

MUH. ASYWAR SYAHMA 105 61 3067 08

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS

MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2013

(2)
(3)
(4)

DAFTAR ISI

Halaman Persetujuan ... ii

Daftar Isi ... iii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 9

1. Tujuan Penelitian ... 9

2. Kegunaan Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

A. Definisi Implementasi ... 10

B. Definisi Kebijakan ... 13

C. Definisi Implementasi Kebijakan ... 15

D. Penggunaan Lampu Motor Pada Siang Hari ... 19

E. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Implementasi Kebijakan ... 22

F. Kerangka Pikir ... 27

G. Definisi Operasional ... 28

BAB III METODE PENELITIAN ... 30

A. Lokasi Penelitian ... 30

B. Tipe dan Jenis Penelitian ... 30

(5)

E. Teknik Pengumpulan Data ... 32 F. Teknik Analisis Data ... 33 DAFTAR PUSTAKA ... 34

(6)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan Negara yang berpenduduk padat, memiliki wilayah yang luas dan beraneka ragam kebudayaan, selain itu Indonesia juga merupakan Negara hukum. Hukum di Indonesia diciptakan dengan tujuan untuk mewujudkan keadilan, kemanfaatan dan menciptakan kepastian, sehingga tercipta suatu ketentraman dan ketenangan. Salah satu sumber hukum adalah aturan perundangan-undangan. Selain hukum, di dalam masyarakat juga berlaku norma, adat istiadat dan sopan santun, semua itu adalah peraturan yang tidak tertulis tetapi melekat dengan sendirinya dalam jiwa masyarakat.

Perkembangan penduduk yang sangat cepat berpengaruh pada perkembangan ilmu dan teknologi (IPTEK). Kemajuan zaman dalam bidang IPTEK tersebut memberikan fasilitas yang dapat memudahkan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan. Mulai dari kebutuhan yang bersifat primer sampai dengan kebutuhan tersier dapat diperoleh dengan mudah. Hal ini berpengaruh terhadap pergerseran kebutuhan manusia. Misalnya saja, dahulu kebutuhan akan kendaraan termasuk kebutuhan barang mewah, namun sekarang kendaraan merupakan kebutuhan pokok bagi masyarakat. Perubahan tersebut dapat dilihat dari semakin tingginya angka kenaikan kepemilikan kendaraan bermotor, yang menjadi alat transportasi darat. Transportasi darat berperan sangat penting dalam mendukung

(7)

mobilitas manusia maupun distribusi komoditas perdagangan dan industri diberbagai wilayah.

Transportasi semakin diperlukan untuk menjembatani kesenjangan dan mendorong pemerataan hasil-hasil pembangunan antar wilayah, antar perkotaan dan antar perdesaan serta untuk mempercepat pembangunan. Fungsi jaringan jalan sebagai salah satu komponen prasarana transportasi sudah saatnya diletakkan pada posisi yang setara dalam perencanaan transportasi secara global. Tujuan pembangunan transportasi darat adalah meningkatkan pelayanan jasa transportasi secara efisien, handal, berkualitas, aman, dengan harga terjangkau yang mampu memberikan pelayanan dan manfaat bagi masyarakat luas.

Kendaraan yang dimiliki oleh masyarakat berbanding terbalik dengan sarana dan prasarana yang ada, peningkatan yang signifikan dari jumlah kendaraan bermotor yang ada tidak diimbangi dengan penambahan fasilitas, sarana, dan prasana jalan. Tidak seimbangnya pertambahan jaringan jalan serta fasilitas lalu lintas dan angkutan bila dibandingkan dengan pesatnya pertumbuhan kendaraan, berakibat pada meningkatnya volume lalu lintas sehingga menyebabkan kurang disiplinnya pengguna jalan dan masalah lalu lintas. Masalah lalu lintas merupakan hal yang sangat rumit. Keadaan jalan yang semakin padat dengan jumlah lalu lintas yang semakin meningkat tersebut merupakan salah satu penyebabnya. Misalnya saja pelanggaran rambu-rambu lalu lintas, kemacetan, kecelakaan, polusi udara, dan lain sebagainya.

Indonesia adalah negara yang sedang berkembang dalam bidang ekonomi, sosial, dan industri di dunia. Sebagai negara yang sedang berkembang dan ingin

(8)

maju, sudah tentu Indonesia berusaha menyesuaikan diri serta mengikuti perkembangan dunia internasional dalam segala bidang. Di tahun 2009 yang lalu, POLRI mengeluarkan peraturan baru bagi pengendara bermotor khususnya pengendara sepeda motor. Latar belakang dibuatnya peraturan baru ini adalah tingginya angka kecelakaan yang terjadi setiap harinya. Dari berbagai kejadian, didapatkan fakta bahwa sebagian besar kecelakaan terjadi pada roda dua atau sepeda motor. Selain itu, kecelakaan juga banyak memakan korban jiwa. Tingginya pelanggaran lalu lintas bisa dilihat dari angka pelanggaran yang terus meningkat.

Kecelakaan bisa terjadi karena berbagai faktor. Yang paling banyak adalah karena kecerobohan pengendara sendiri. Misalnya, mengoperasikan handphone pada saat berkendara, tidak mematuhi rambu-rambu lalu lintas dan lain-lain. Mengemudikan kendaraan bermotor secara aman dan tertib adalah impian tiap petugas jalan raya, tapi bukankah itu juga impian setiap orang, rasanya tidak semua pengguna jalan raya berfikir demikian, berikut merupakan kasus yang sering terjadi:

a) Pengendara sepeda motor akan senantiasa mencari jalan/celah agar tidak terhalang kendaraan di depannya, baik itu menyalip kendaraan di depannya atau bahkan sampai naik ke trotoar sehingga para pejalan kaki jadi ketakutan. b) Mematikan/tidak memfungsikan dengan sengaja lampu motor, baik itu lampu

utama, lampu rem, maupun lampu sein, sehingga hal ini akan sangat membahayakan dirinya sendiri dan kendaraan di belakangnya.

(9)

c) Mengubah bentuk kendaraan yang dapat merugikan orang lain, seperti misalnya menghilangkan spakboard belakang, sehingga ketika hujan membuat cipratan banyak ke kendaraan di belakangnya. Dll.

Padahal seringkali petugas polisi jalan raya mengadakan pemeriksaan kendaraan mendadak di jalanan, tetapi sayangnya para petugas tidak melakukan pengecekan terhadap perlengkapan kendaraan, pasti yang ditanyakan adalah SIM & STNK, sedangkan untuk perlengkapan paling yang ditanyakan adalah Spion dan tutup pentil ban, lalu untuk pengecekan lampu rem, lampu sein, lampu utama yang tidak menyala sebagian besar petugas polisi tidak mengeceknya. Sebenarnya banyak sekali peraturan-peraturan jalan raya yang harus ditaati, dan semua itu ada sanksinya.

Lahirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dapat menjadi bahan masukan bagi berbagai pihak yang terkait, diantaranya adalah bagi POLRI pada khususnya, dan masyarakat pada umumnya sebagai pengguna sarana dan prasarana lalu lintas. POLRI merupakan salah satu institusi pemerintah yang bertugas untuk melakukan sosialisasi terhadap penerapan perundang-undangan yang baru, kepada masyarakat. “Polisi tidak hanya menjelaskan tentang aturan yang harus dipatuhi oleh pengguna jalan tetapi juga menjelaskan tentang kondisi jalan yang apabila tidak diperhatikan akan menyebabkan terjadinya resiko kecelakaan lalu lintas”.

Undang-undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tetang Lalu Lintas Angkutan Jalan pasal 107: ayat (1) Pengemudi Kendaraan Bermotor wajib menyalakan lampu utama Kendaraan Bermotor yang digunakan di Jalan pada malam hari dan

(10)

pada kondisi tertentu. (2) Pengemudi Sepeda Motor selain mematuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyalakan lampu utama pada siang hari. Sanksi pelanggaran: Setiap orang yang mengemudikan sepeda motor di jalan tanpa menyalakan lampu utama pada siang hari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 15 (lima belas) hari atau denda paling banyak Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah).

Lahirnya Undang-undang RI Nomor 22 Tahun 2009 didasari pemikiran bahwa saat siang hari yang sangat terang, membuat mata kita seakan terbiasa melihat benda-benda sekitar (jalanan, trotoar, pohon, dsb). Ketika kita melihat ada kilasan atau sinar cahaya pada saat seperti itu, membuat perhatian kita mengarah ke cahaya tersebut. Tujuan utama dari pasal terbut adalah untuk mengurangi tingginya angka kecelakan yang terjadi. Analisa ilmiah mengenai menyalakan lampu utama sepeda motor dapat menghindarkan kecelakaan lalu-lintas adalah sebagai berikut. Dengan menyalanya lampu utama sepeda motor, maka pengendara atau pengguna jalan di depan akan lebih cepat masuk kepada fase reaksi. Sehingga pengendara atau pengguna jalan akan segera mengetahui keberadaan sepeda motor yang menyalakan lampu utama, dan dapat memberikan jarak atau posisi aman dijalan. Hal inilah yang menjadi dasar mengapa DRL perlu dilaksanakan.

Refleks saat mengemudi dari apa yang kita lihat, menentukan seberapa cepat respon kita saat melaju dalam kecepatan tertentu. Semakin cepat kendaraan kita melaju, maka jarak pandang yang dapat segera ditangkap mata untuk

(11)

Tabel 1. Jarak pandang aman terhadap kecepatan kendaraan

Jarak Pandang Aman Terhadap Kecepatan Kendaraan

Kecepatan kendaraan

Jarak pandang aman dipersimpangan

Jarak pandang aman saat akan menyusul

40 km/h 60 km/h 80 km/h 100 km/h 80m 120m 170m 230m 160m 220m 340m 480m Sumber; POLRI 2009

Dalam tabel di atas terbaca bahwa saat akan menyusul di kecepatan 60km/jam mata kita harus dapat melihat benda / kendaraan dengan jarak 220 meter di depan kita. Lebih dekat dari itu, respon kita akan lambat mencerna benda apakah itu dalam kecepatan 60km/jam tersebut.

Menghidupkan lampu pada siang hari, maka akan sangat membantu kita melihat dari jauh kendaraan (sepeda motor) yang datang dari arah depan atau samping, juga belakang melalui kaca spion. Dalam ilmu fisika pun kita sudah mengetahui bahwa kecepatan cahaya lebih tinggi dari pada kecepatan suara. Ilustrasi: pengemudi mobil, dengan kaca tertutup, ac hidup, menyalakan tape dgn suara yg cukup keras akan lambat respon/antisipasinya hanya dengan mendengarkan suara atau klakson mobil (apabila ia masih bisa mnedengar)

(12)

bandingkan dengan keadaan yang sama, di mana pengemudi masih dapat melihat kilasan lampu dari sepeda motor. Program DRL (Program Daytime Running Light) sangat membantu pengemudi mobil dan pengendara motor untuk dapat melihat keberadaan sepeda motor di belakangnya atau jauh di depannya.

Program DRL langsung mendapat reaksi dari masyarakat dengan berbagai macam kritikan, program DRL ini dianggap hanya sebagai akal-akalan belaka pihak kepolisian dalam rangka menjebak pengendara dalam melakukan pelanggaran. Kebijakan Menyalakan lampu siang bagi kendaraan roda dua merupakan hasil penelitian yang komprenhensif oleh kepolisian, di mana membuat kendaraan menjadi mudah terlihat dan secara langsung meningkatkan tingkat keamanan perjalanan. Pengendara kendaraan lain hanya dengan melihat cahaya dari spion sudah bisa langsung berjaga jaga. Selain itu terbukti dengan menyalakan lampu di siang hari dapat meminimalisir kecelakaan pengendara roda dua.

Negara-negara di Eropa dan Amerika mewajibkan DRL karena pertimbangan kondisi geografis di mana mereka mengalami salah satu musim yang secara otomatis mengharuskan adanya lampu menyala bahkan pada siang hari, yakni musim dingin yang bersalju. Pada musim salju, jangankan malam hari, siang hari saja sinar matahari tidak dapat membantu banyak dan jarak pandang mungkin hanya beberapa meter saja. Kondisi ini juga terjadi di Indonesia, tapi tidak ada kaitannya dengan salju, melainkan hujan abu seperti pada saat gunung merapi meletus, kebakaran hutan.

(13)

Kondisi lainnya adalah masih terdapat adanya keluhan atau ketidak puasan masyarakat akan hasil pelayanan, jelas terlihat bahwa keluhan masyarakat akan menunjukkan kualitas pelayanan yang diberikan. Sebab, inti dari pelayanan publik mempunyai tujuan akhir yang bermuara kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat dan peningkatan kualitas pelayanan yang diterima masyarakat. Masyarakat pengguna jalan seolah menjadi ladang mata pencaharian pihak-pihak kepolisian yang tidak bertanggung jawab.

Tapi juga tidak bisa dipungkiri bahwa dalam masyrakat modern saat ini seakan akan muncul fenomena dalam masyarakat yaitu adanya sikap yang tidak sadar hukum dan menganggap remeh aturan-aturan yang berlaku, sehingga hukum ataupun aturan yang telah dirumuskan dan dikeluarkan pemerintah untuk kepentingan masyarakat tidak difungsikan secara optimal. Hal ini mengakibatkan usaha yang telah dilakukan oleh pihak kepolisian tidak akan ada artinya tanpa adanya kesadaran dari masyarakat. Program DRL ini adalah program yang sangat baik yang bertujuan untuk mengurangi angka kecelakaan lalu lintas tapi begitu susah masyarakat untuk sadar dan mengaplikasikan program tersebut secara optimal. Padahal Undang-undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tetang Lalu Lintas Angkutan Jalan pasal 107: ayat (1) dan ayat (2) adalah aturan yang baku dan sudah jelas menyebutkan apa konsekwensi dan denda yang akan diperoleh bagi pengendara bermotor bila tidak menjalankan program DRL tersebut.

Berdasarkan uraian diatas, penulis berkeinginan untuk melakukan penelitian dan penulisan dengan judul; “Implementasi Kebijakan Penggunaan Lampu Motor Siang Hari di Wilayah Hukum Polres Takalar”.

(14)

B. Rumusan Masalah

Berbagai macam kritik dan keluhan masyarakat yang masih belum juga merasa puas terhadap penyelengaraan pelayanan pihak kepolisian, hal ini mengindikasikan bahwa program DRL tidak berjalan dengan baik. Dari uraian latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan permasalahan tentang program DRL.

Adapun rumusan masalah yaitu sebagai berikut :

1. Bagaimana Implementasi Kebijakan Penggunaan Lampu Motor Siang Hari di Wilayah Hukum Polres Takalar?

2. Bagaimana upaya yang dilakukan dalam mengoptimalkan program DRL?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui bagaimana Implementasi Kebijakan Penggunaan Lampu Motor Siang Hari di Wilayah Hukum Polres Takalar.

b. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan dalam mengoptimalkan program DRL.

2. Kegunaan Penelitian

1. Untuk menambah khazanah ilmu pengetahuan khususnya menyangkut masalah program DRL.

2. Untuk bahan masukan bagi penentu kebijakan, selain itu juga diharapkan menjadi masukan bagi aparatur kepolisian Polres Takalar.

(15)

BAB II

TINJAUN PUSTAKA

A. Definisi Implementasi

Konsep implementasi berasal dari bahasa inggris yaitu to implement. Dalam kamus besar Webster, to implement (mengimplementasikan) berati to provide the means for carrying out (menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu); dan to give practical effect to (untuk menimbulkan dampak/akibat terhadap sesuatu), (Webster dalam Wahab, 2004:64).

Secara umum istilah implementasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti pelaksanaan atau penerapan (Poerwadarminta, 1990:327). Istilah implementasi biasanya dikaitkan dengan suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan tertentu.

Pengertian tersebut mempunyai arti bahwa untuk mengimplementasikan sesuatu haru disertai sarana yang mendukung yang nantinya akan menimbulkan dampak atau akibat terhadap sesuatu itu (Wahab, 1997:67). Pengertian implementasi di atas apabila dikaitkan dengan kebijakan adalah bahwa sebenarnya kebijakan itu tidak hanya dirumuskan lalu dibuat dalam suatu bentuk positif seperti undang-undang dan kemudian didiamkan dan tidak dilaksanakan atau diimplementasikan, tetapi sebuah kebijakan harus dilaksanakan atau diimplementasikan agar mempunyai dampak atau tujuan yang diinginkan.

Meter dan Horn dalam Wahab (1997:65), menyatakan bahwa proses implementasi adalah “those action by public or private individuals groups that

(16)

are directed the achievement of objectives set forth in prior decisions” (tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu-individu atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan).

Cleaves dalam Wahab (2008;187), yang secara tegas menyebutkan bahwa: Implementasi itu mencakup “a process of moving toward a policy objective by means of administrative and political steps” (Cleaves, 1980). Secara garis besar, beliau mengatakan bahwa fungsi implementasi itu ialah untuk membentuk suatu hubungan yang memungkinkan tujuan-tujuan ataupun sasaran-sasaran kebijakan publik diwujudkan sebagai outcome hasil akhir kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah. Sebab itu fungsi implementasi mencakup pula penciptaan apa yang dalam ilmu kebijakan publik disebut “policy delivery system” (system penyampaian/penerusan kebijakan publik) yang biasanya terdiri dari cara-cara atau saran-sarana tertentu yang dirancang atau didesain secara khusus serta diarahkan menuju tercapainya tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran yang dikehendaki.

Menurut Jones dalam Silalahi (1984:49), mengemukakkan mengenai pelaksanaan atau implementasi yakni: “Konsep dinamis yang melibatkan secara terus menerus usaha-usaha yang mencari apa yang dilakukan, mengatur aktivitas-aktivitas yang mengarah pada pendapat suatu program ke dalam dampak”.

Westa, dkk menyatakan: “Implementasi atau pelaksanaan adalah aktivitas-aktivitas atau usaha-usaha yang dilakukan untuk melaksanakan semua rencana

(17)

kebutuhan atau alat-alat yang diperlukan, siapa yang melaksanakan, di mana melaksanakannya, kapan waktu berakhirnya dan bagaimana cara yang harus dilakukan”.

Pengertian pelaksanaan menurut The Liang Gie (1977:191) sebagai berikut: “Usaha-usaha yang dijalankan untuk melaksanakan semua rencana dan kebijaksanaan yang telah dirumuskan dan ditetapkan dengan melengkapi segala kebutuhan alat-alat yang diperlukan, di mana pelaksanaannya, kapan waktunya dimulai dan berakhir, dan bagaimana cara dilaksanakan”.

Syukur Abdullah (1987:9) mengemukakkan definisi Implementasi sebagai berikut: “Implementasi adalah suatu proses rangkaian kegiatan tindak lanjut setelah sebuah rencana dan kebijaksanaan ditetapkan yang terdiri atas pengambilan keputusan. Langkah-langkah strategis maupun operasional yang ditempuh guna mewujudkan suatu program atau kebijaksanaan menjadi kenyataan guna mencapai sasaran dan program yang ditetapkan semula”.

Maka dalam proses kegiatannya menurut Bintoro (1991:199) perlu memerhatikan beberapa hal, antara lain:

a. Perlu ditentukan secara jelas siapa atau badan/lembaga mana secara fungsional akan diserahi wewenang mengkoordinasikan program di dalam suatu sektor.

b. Perlu diperhatikan penyusunan program pelaksanaan yang jelas dan baik. Dalam program pelaksanaan itu, dasar prinsip fungsional perlu dituangkan kedalam rangkaian prosedur yang serasi, jelas dan diataati oleh semua pihak yang terlibat dalam hubungan pelaksanaan program tersebut.

(18)

c. Perlu dikembangkan hubungan kerja yang lebih baik, antara lain dalam bentuk badan kerjasama atau suatu panitia kerjasama dengan tanggung jawab dan koordinasi yang jelas.

d. Perlu diusahakan koordinasi melalu proses penyusunan anggaran dan pelaksanaan pembiayaannya.

Dari definisi di atas menunjukkan bahwa implementasi atau pelaksanaan merupakan aspek operasional dan rencana atau penerapan berbagai program yang telah disusun sebelumnya, mulai dari penetapan sampai hasil akhir yang dicapai sebagai tujuan semula. Lebih lanjut, beliau mengemukakan bahwa di dalam mengimplementasikan atau melaksanakan suatu program yang dipandang sebagai suatu proses.

B. Definisi Kebijakan

Menurut Anderson (2006 : 6), kebijakan dapat didefinisikan sebagai tindakan yang didesain secara sengaja yang relatif stabil yang dilakukan oleh aktor atau sejumlah aktor untuk menyelesaikan masalah atau hal-hal yang menjadi perhatian bersama.

Istilah kebijakan dalam bahasa Inggris policy yang dibedakan dari kata wisdom yang berarti kebijaksanaan atau kearifan. Kebijakan merupakan pernyataan umum perilaku daripada organisasi. Menurut pendapat Sirait (1991 : 115) “Kebijakan merupakan garis pedoman untuk pengambilan keputusan”. Kebijakan merupakan sesuatu yang bermanfaat dan juga merupakan

(19)

dan serangkaian tindakan untuk memecahkan masalah tertentu, oleh sebab itu suatu kebijakan dianggap sangat penting.

Menurut Dye dalam Syafiie (2011 : 115), kebijakan Negara adalah: “Whatever government choose, to do or not to do”, artinya kebijakan Negara adalah apapun yang diambil pemerintah, baik melakukan sesuatu itu atau tidak melakukan sama sekali.

Menurut Dunn (2003 : 132), “Kebijakan Publik (Public Policy) adalah pola ketergantungan yang kompleks dari pilihan-pilihan kolektif yang saling bergantung, termasuk keputusan-keputusan untuk tidak bertindak, yang dibuat oleh badan atau kantor pemerintah”.

Menurut Harold Laswell dalam Syafie (1992:35), kebijakan adalah: “Tugas intelektual pembuatan keputusan meliputi penjelasan tujuan, penguraian kecenderungan, penganalisaan keadaan, proyeksi pengembangan masa depan dan penelitian, penilaian dan penelitian, serta penilaian dan pemilihan kemungkinan”. Menurut Easton sebagaimana yang dikutip oleh Muchsin dan Fadillah Putra (2002 : 23), mendefinisikan kebijakan publik adalah sebuah proses pengalokasian nilai-nilai secara paksa kepada seluruh masyarakat yang dilakukan oleh lembaga yang berwenang seperti pemerintah.

Menurut Anderson (2006), terdapat tiga teori utama yang dapat digunakan dalam proses pembuatan sebuah kebijakan yakni: teori rasional-komprehensif; teori inkremental; serta teori mixed scanning. Teori rasional-komprehensif adalah teori yang intinya mengarahkan agar pembuatan sebuah kebijakan publik dilakukan secara rasional-komprehensif dengan mempelajari permasalahan dan

(20)

alternatif kebijakan secara memadai. Sementara itu, teori inkremental adalah teori yang intinya tidak melakukan perbandingan terhadap permasalahan dan alternatif serta lebih memberikan deskripsi mengenai cara yang dapat diambil dalam membuat kebijakan. Adapun teori mixed scanning adalah teori yang intinya menggabungkan antara teori rasional-komprehensif dengan teori inkremental.

C. Definisi Implementasi Kebijakan

Kebijakan dan pelaksanaan pada dasarnya dua konsep yang tidak dapat dipisahkan antara satu sama lainnya. Kebijaksanaan tanpa pelaksanaan tidak ada artinya, dan pelaksanaan tidak akan ada tanpa ada satu kebijaksanaan. Implementasi kebijakan merupakan aspek yang sangat penting dalam seluruh proses kebijakan karena kebijakan public yang telah dibuat akan bermanfaat bila diimplementasikan. Suatu program kebijakan harus diimplementasikan agar mempunyai dampak atau tujuan yang diinginkan. Implementasi dipandang sebagai proses interaksi antara suatu perangkat tujuan dan tindakan yang mampu untuk mencapai tujuan kebijakan. Di mana didalam implementasi kebijakan aktor, organisasi, prosedur dan teknik dipakai secara bersama dan simultan.

Seperti di kemukakan dalam, teori good governance mengharuskan penggunaan atau upaya untuk merancang bangun perumusan kebijakan, proses implementasi kebijakan dan evaluasi kebijakan. Ketiga rancang bangun ini saling berkomplementer satu sama lain yang merupakan fokus dari ilmu administrasi publik. Sebagai suatu rancang bangun, implementasi kebijakan tidak lahir dengan

(21)

Menurut Nugroho (2004 : 158), implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Tidak lebih dan tidak kurang. Untuk mengimplementasikan kebijakan publik, maka ada dua pilihan langkah yang ada, yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk program-program atau melalui formulasi kebijakan derivate atau turunan dari kebijakan publik tersebut.

Implementasi kebijakan bukanlah sekedar bersangkut paut dengan mekanisme penjabaran keputusan-keputusan politik ke dalam prosedur rutin lewat saluran-saluran birokrasi, melainkan lebih dari itu, ia menyangkut masalah konflik, keputusan dan siapa yang memperoleh apa dari suatu kebijakan (Grindle dalam Wahab, 1997 : 59). Oleh sebab itu tidak berlebihan jika dikatakan implementasi kebijakan merupakan aspek yang penting dari keseluruhan proses kebijakan: Bahkan Udoji (1981: 32) mengatakan bahwa “the execution of policies is as important if not more important than policy–making. Policies will remain dreams or blue prints file jackets unless they areimplemented”. Ini menunjukkan adanya keterkaitan yang erat antara perumusan kebijakan dengan implementasi kebijakan dalam arti walaupun perumusan dilakukan dengan sempurna namun apabila proses implementasi tidak berkerja sesuai persyaratan, maka kebijakan yang semula baik akan menjadi jelek begitu pula sebaliknya.

Kebijakan publik selalu mengandung setidaknya tiga komponen dasar, yaitu tujuan yang luas, sasaran yang spesifik dan cara mencapai sasaran tersebut (Wibawa dkk, 1994 : 15). Di dalam “cara” terkandung beberapa komponen kebijakan yang lain, yakni siapa implementatornya, jumlah dan sumber dana,

(22)

siapa kelompok sasarannya, bagaimana program dan sistem manajemen dilaksanakan, serta kinerja kebijakan diukur. Di dalam cara inilah komponen tujuan yang luas dan sasaran yang spesifik diperjelas kemudian diintepretasikan. Cara ini biasa disebut implementasi.

Meter dan Horn (1975 : 6) mendefinisikan implementasi kebijakan sebagai tindakan yang dilakukan oleh publik maupun swasta baik secara individu maupun kelompok yang ditujukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan kebijakan. Definisi ini menyiratkan adanya upaya mentransformasikan keputusan ke dalam kegiatan operasional, serta mencapai perubahan seperti yang dirumuskan oleh keputusan kebijakan.

Implementasi kebijakan merupakan suatu upaya untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu dengan sarana-sarana tertentu dan dalam urutan waktu tertentu (Sunggono, 1994:137). Proses implementasi kebijakan publik baru dapat dimulai apabila tujuan-tujuan kebijakan publik telah ditetapkan, program-program telah dibuat, dan dana telah dialokasikan untuk pencapaian tujuan kebijakan tersebut.

Pandangan lain mengenai implementasi kebijakan dikemukakan oleh William dan Elmore sebagaimana dikutip Sunggono (1994 : 139), didefinisikan sebagai “keseluruhan dari kegiatan yang berkaitan dengan pelaksanaan kebijakan”. Sementara Mazmanian dan Sabatier (Wibawa dkk, 1986 : 21) menjelaskan bahwa mempelajari masalah implementasi kebijakan berarti berusaha untuk memahami apa yang senyata-nyata terjadi sesudah suatu program diberlakukan atau dirumuskan yakni peristiwa-peristiwa dan kegiatan-kegiatan

(23)

mengadministrasikannya maupun usaha-usaha untuk memberikan dampak tertentu pada masyarakat ataupun peristiwa-peristiwa. Sedangkan Wibawa (1992:5), menyatakan bahwa “implementasi kebijakan berarti pelaksanaan dari suatu kebijakan atau program”.

Menurut Edward III (1980:1), implementasi kebijakan merupakan proses yang krusial karena seberapa baiknya suatu kebijakan kalau tidak dipersiapkan dan direncanakan dengan baik implementasinya maka apa yang menjadi tujuan kebijakan publik tidak akan terwujud. Begitu pula sebaliknya, bagaimanapun baiknya persiapan dan perencanaan implementasi kebijakan, kalau kebijakannya tidak dirumuskan dengan baik apa yang menjadi tujuan kebijakan juga tidak bisa dicapai. Oleh karena itu untuk mencapai tujuan kebijakan, perumusan kebijakan dan implementasi harus dipersiapkan dan direncanakan dengan baik. Evaluasi implementasi (Edwar III, 1980:1), menyatakan bahwa ada empat variabel krusial dalam implementasi itu: komunikasi, sumberdaya, watak atau sikap dan struktur birokrasi, keempat faktor tersebut beroperasi secara simultan dan saling berinteraksi satu sama lainnya.

Tachjan (2006 :25) menyimpulkan bahwa implementasi kebijakan publik merupakan proses kegiatan adminsitratif yang dilakukan setelah kebijakan ditetapkan dan disetujui. Kegiatan ini terletak di antara perumusan kebijakan dan evaluasi kebijakan. Implementasi kebijakan mengandung logika top-down, maksudnya menurunkan atau menafsirkan alternatif-alternatif yang masih abstrak atau makro menjadi alternatif yang bersifat konkrit atau mikro.

(24)

Tachjan (2006:26) menjelaskan tentang unsur-unsur dari implementasi kebijakan yang mutlak harus ada yaitu:

1. Unsur pelaksana

2. Adanya program yang dilaksanakan serta 3. Target group atau kelompok sasaran.

Pandangan tersebut di atas menunjukkan bahwa proses implementasi kebijakan tidak hanya menyangkut perilaku badan-badan administratif yang bertanggung jawab untuk melaksanakan program dan menimbulkan ketaatan pada diri target group, melainkan menyangkut lingkaran kekuatan-kekuatan politik, ekonomi dan sosial yang langsung atau tidak dapat mempengaruhi perilaku dari semua pihak yang terlibat, dan pada akhirnya membawa konsekuensi logis terhadap dampak baik yang diharapkan (intended) maupun dampak yang tidak diharapkan (spillover/negatif effects).

D. Penggunaan Lampu Motor pada Siang Hari

UU No. 22 Thn 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 121 (1) Setiap Pengemudi Kendaraan Bermotor wajib memasang segitiga pengaman, lampu isyarat peringatan bahaya, atau isyarat lain pada saat berhenti atau Parkirdalam keadaan darurat di Jalan.

Dari PP No. 44 Thn 1993 tentang Kendaraan dan Pengemudi Pasal 29 (1) Setiap kendaraan bermotor harus dilengkapi dengan lampu-lampu dan alat pemantul cahaya yang meliputi : a) Lampu utama dekat secara

(25)

datar; c) Lampu penunjuk arah secara berpasangan di bagian depan dan bagian belakang kendaraan; d) Lampu rem secara berpasangan; e) Lampu posisi depan secara berpasangan; f) Lampu posisi belakang secara berpasangan; g) Lampu mundur; h) Lampu penerangan tanda nomor kendaraan bermotor di bagian belakang kendaraan; i) Lampu isyarat peringatan bahaya; j) Lampu tanda batas secara berpasangan, untuk kendaraan bermotor yang lebarnya lebih dari 2.100 milimeter; k) Pemantul cahaya berwarna merah secara berpasangan dan tidak berbentuk segitiga.

Pasal 32 (1) Lampu penunjuk arah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf c berjumlah genap dan mempunyai sinar kelap-kelip berwarna kuning tua dan dapat dilihat pada waktu siang atau malam hari oleh pemakai jalan lainnya. (2) Lampu penunjuk arah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipasang pada ketinggian tidak melebihi 1.250 milimeter di samping kiri dan kanan bagian depan dan bagian belakang kendaraan.

Pasal 38 Lampu isyarat peringatan bahaya seperti dimaksud dalam Pasal 29 huruf ( i), menggunakan lampu penunjuk arah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 yang menyala secara bersamaan dengan sinar kelap-kelip.

Undang-Undangnya Nomor 22 tahun 2009 berikut ini: Paragraf 2. Penggunaan Lampu Utama;

Pasal 107, berbunyi:

1. Pengemudi Kendaraan Bermotor wajib menyalakan lampu utama Kendaraan Bermotor yang digunakan di Jalan pada malam hari dan pada kondisi tertentu.

(26)

2. Pengemudi Sepeda Motor selain mematuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyalakan lampu utama pada siang hari.

Pasal 293, berbunyi:

1. Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan tanpa menyalakan lampu utama pada malam hari dan kondisi tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp. 250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).

2. Setiap orang yang mengemudikan Sepeda Motor di Jalan tanpa menyalakan lampu utama pada siang hari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 15 (lima belas) hari atau denda paling banyak Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah).

Wujudnya yang kecil dan acap kali tak terlihat di kaca spion karena terhalang body mobil, membuat pengendara motor lebih berpotensi mengalami kecelakaan. Karena itu, pengaplikasian sistem lampu utama menyala secara otomatis saat motor menyala menjadi sebuah keharusan.

Bukan tanpa alasan, menyalakan lampu utama disiang hari akan membantu pengendara lain mendeteksi keberadaan motor melalui pancaran cahaya lampunya. Hal ini sekaligus menjadi peringatan dini bagi pengendara lain khususnya pengendara mobil, bahwa di belakang atau sekitarnya ada kendaraan lain.

(27)

untuk meminimalisasi kecelakaan berkendaraan, tapi hal itu sangat efektif dan memang menjadi sebuah keharusan. “Hal ini pernah diuji coba oleh salah satu komunitas motor di Jakarta, mereka menggunakan dua unit motor dan sebuah mobil. Satu motor dengan kondisi lampu menyala dan yang satunya dengan lampu utama tak menyala. Motor yang lampunya menyala lebih terdeteksi dan terlihat di kaca spion mobil meski di jarak yang jauh, sementara motor yang lampunya tak menyala nyaris tidak terlihat,” jelasnya. Pancaran sinar lampu yang ada di kaca spion, akan membantu pengendara lain lebih waspada terhadap kondisi sekitarnya, sehingga kewaspadaan itu akan membantu meminimalis potensi terjadinya kecelakaan.

Dalam seminar Safety Riding Hartono menjelaskan beberapa kandungan dari UU Nomor 22 Tahun 2009. Selain pentingnya penggunaan helm, Hartono juga menjelaskan tentang penggunaan lampu kendaraan di siang hari. Hartono mengungkapkan, hal tersebut sangat berguna bagi para pengguna jalan. Misalnya, ketika ada pengendara yang ngantuk atau mabuk, maka akan terlihat dari cahaya lampu kendaraan yang dikemudikannya akan memantul tidak beraturan, sehingga para pengguna jalan yang lain bisa menghindar darinya. Itulah salah satu kegunaannya.

E. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Implementasi Kebijakan

Edwards III (1980) berpendapat dalam model implementasi kebijakannya bahwa keberhasilan implementasi kebijakan dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut:

(28)

2. Resouces (sumber daya)

3. Disposisition (sikap pelaksana). 4. Communication (komunikasi)

Faktor yang memengaruhi keberhasilan Implementasi Kebijakan menurut Meter dan Horn dalam wahab (2004: 79), juga mengemukakan beberapa hal yang dapat mempengaruhi keberhasilan suatu implementasi tersebut, yaitu:

1. Ukuran dan tujuan kebijakan. 2. Sumber-sumber kebijakan.

3. Ciri-ciri atau sifat Badan/Instansi pelaksana.

4. Komunikasi antar organisasi terkait dengan kegiatan-kegiatan pelaksanaan. 5. Sikap para pelaksana.

6. Lingkungan Ekonomi, Sosial dan Politik.

Keberhasilan suatu implementasi menurut kutipan Wahab (2004), dapat dipengaruhi berdasarkan faktor-faktor di atas, yaitu :

Pertama yaitu ukuran dan tujuan diperlukan untuk mengarahkan dalam melaksanakan kebijakan, hal tersebut dilakukan agar sesuai dengan program yang sudah direncanakan.

Kedua, sumber daya kebijakan menurut Van Metter dan Van Horn yang dikutip oleh Agustino, sumber daya kebijakan merupakan keberhasilan proses implementasi kebijakan yang dipengaruhi dengan pemanfaatan sumber daya manusia, biaya, dan waktu (Meter dan Horn dalam Agustino, 2006:142). Sumber-sumber kebijakan tersebut sangat diperlukan untuk keberhasilan suatu

(29)

Sumber daya manusia sangat penting karena sebagai sumber penggerak dan pelaksana kebijakan, modal diperlukan untuk kelancaran pembiayaan kebijakan agar tidak menghambat proses kebijakan.

Sedangkan waktu merupakan bagian yang penting dalam pelaksanaan kebijakan, karena waktu sebagai pendukung keberhasilan kebijakan. Sumber daya waktu merupakan penentu pemerintah dalam merencanakan dan melaksanakan kebijakan.

Ketiga, keberhasilan kebijakan bisa dilihat dari sifat atau ciri-ciri badan/instansi pelaksana kebijakan. Hal ini sangat penting karena kinerja implementasi kebijakan publik akan sangat banyak dipengaruhi oleh ciri-ciri yang tepat serta cocok dengan para badan atau instansi pelaksananya.

Kualitas dari suatu kebijakan dipengaruhi oleh kualitas atau ciri-ciri dari para aktor, kualitas tersebut adalah tingkat pendidikan, kompetensi dalam bidangnya, pengalaman kerja, dan integritas moralnya (Subarsono, 2006:7).

Keempat, komunikasi memegang peranan penting bagi berlangsungnya koordinasi implementasi kebijakan. Menurut Hogwood dan Gunn yang dikutip oleh Wahab bahwa:

“Koordinasi bukanlah sekedar menyangkut persoalan mengkomunikasikan informasi ataupun membentuk struktur-struktur administrasi yang cocok, melainkan menyangkut pula persoalan yang lebih mendasar, yaitu praktik pelaksanaan kebijakan”. (Hogwood dan Gunn dalam Wahab, 2004:77)

Kelima, menurut Van Meter dan Van Horn yang dikutip oleh Widodo, bahwa karakteristik para pelaksana adalah mencakup struktur birokrasi,

(30)

norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi (Meter dan Horn dalam Subarsono, 2006:101). Sikap para pelaksana dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab sebagai pelaksana kebijakan harus dilandasi dengan sikap disiplin.

Hal tersebut dilakukan karena dapat memengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan, setiap badan/instansi pelaksana kebijakan harus merasa memiliki terhadap tugasnya masing-masing berdasarkan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya.

Keenam, dalam menilai kinerja keberhasilan implementasi kebijakan menurut Van Meter dan Van Horn yang dikutip oleh Agustino adalah sejauh mana lingkungan eksternal ikut mendukung keberhasilan kebijakan publik yang telah ditetapkan, lingkungan eksternal tersebut adalah ekonomi, sosial, dan politik (Meter dan Horn dalam Agustino, 2006:144). Lingkungan ekonomi, sosial dan politik juga merupakan faktor yang menentukan keberhasilan suatu implementasi.

Menurut Smith dalam Islamy (2001), implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat variabel, yaitu:

1. Idealized policy: yaitu pola interaksi yang digagas oleh perumus kebijakan dengan tujuan untuk mendorong, mempengaruhi dan merangsang target group untuk melaksanakannya.

2. Target groups: yaitu bagian dari policy stake holders yang diharapkan dapat mengadopsi pola-pola interaksi sebagaimana yang diharapkan oleh perumus

(31)

kebijakan, maka diharapkan dapat menyesuaikan pola-pola perilakukan dengan kebijakan yang telah dirumuskan.

3. Implementing organization: yaitu badan-badan pelaksana yang bertanggung jawab dalam implementasi kebijakan.

4. Environmental factors: unsur-unsur di dalam lingkungan yang mempengaruhi implementasi kebijakan seperti aspek budaya, sosial, ekonomi dan politik.

Lahirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas, dapat menjadi bahan masukan bagi berbagai pihak yang terkait, diantaranya adalah bagi POLRI pada khususnya, dan masyarakat pada umumnya sebagai pengguna sarana dan prasarana lalu lintas. POLRI merupakan salah satu institusi pemerintah yang bertugas untuk melakukan sosialisasi terhadap penerapan perundang-undangan yang baru, kepada masyarakat. “Polisi tidak hanya menjelaskan tentang aturan yang harus dipatuhi oleh pengguna jalan tetapi juga menjelaskan tentang kondisi jalan yang apabila tidak diperhatikan akan menyebabkan terjadinya resiko kecelakaan lalu lintas”. Hambatan yang dialami POLRI adalah kesadaran masyarakat tentang hukum, masyarakat masih takut akan adanya petugas yang sedang bertugas di lapangan, sosialisasi dari pusat ke jajarannya sering terlambat, sosialisasi di dalam internal POLRI sendiri tidak tepat sasaran. Olehnya itu faktor-faktor yang berpengaruh terhadap implementasi kebijakan penggunaan lampu motor pada siang hari diantaranya adalah; kesadaran masyarakat, sosialisasi yang kurang maksimal, dan pembiaran itu sendiri oleh pihak kepolisian.

(32)

F. Kerangka Pikir

Kabupaten Takalar sebagai salah satu wilayah otonom di Sulawesi Selatan tidak terlepas dari program DRL karena merupakan wilayah hukum Indonesia. Secara nyata masyarakat Kabupaten Takalar ataupun pengguna jalan raya di wilayah Hukum Polres Takalar belum melaksanakan ataupun hanya sebahagian kecil dan pada waktu tertentu saja menyalakan lampu pada siang hari. Implementasi kebijakan DRL seolah menjadi hal yang sia-sia walaupun pihak kepolisian sudah melakukan sosialisasi selama beberapa bulan.

Salah satu peraturan yang diatur dalam UU No. 22 Tahun 2009 yaitu kewajiban pengendara sepeda motor untuk menyalakan lampu pada siang hari terdapat pada pasal 107 ayat (2). Dengan adanya pasal tersebut, mewajibkan pengendara sepeda motor untuk menyalakan lampu kendaraannya pada siang hari namun pada kenyataannya masih banyak pengendara sepeda motor yang tidak menjalankan peraturan tersebut. Tujuan utama dari pasal tersebut adalah untuk meningkatkan kewaspadaan; meningkatkan respon terhadap pengendara lain; serta dapat membantu mendeteksi keberadaan motor.

Analisis ilmiah mengenai menyalakan lampu utama sepeda motor dapat menghindarkan kecelakaan lalu lintas, dengan menyalakan lampu utama maka pengendara atau pengguna jalan lain didepannya akan lebih cepat melakukan reaksi. Sehingga pengendara atau pengguna jalan lainakan segera mengetahui keberadaan sepeda motor yang menyalakan lampu utama dan dapat memberikan jarak atau posisi aman di jalan.

(33)

Untuk lebih jelasnya alur kerangka pikir ini, maka skemanya dapat dilihat pada Gambar berikut ini.

Gambar 1. Kerangka Pikir

G. Definisi Operasional

1. Implementasi kebijakan adalah pelaksanaan dari suatu kebijakan atau program POLRI berarti berusaha untuk memahami apa yang nyata terjadi setelah program diberlakukan atau dirumuskan, baik itu usaha untuk mengadministrasikannya atau usaha untuk memberikan dampak tertentu pada masyarakat.

2. Waspada adalah sikap memperhatikan sekeliling dan selalu berhati hati, untuk mengurangi tingginya angka kecelakaaan yang banyak terjadi saat ini.

Implementasi Kebijakan DRL UU No. 22 Tahun 2009

Indikator:

1. Meningkatkan kewaspadaan 2. Responsif terhadap pengendara

lain

3. Mendeteksi keberadaan motor Upaya yang dilakukan dalam

mengoptimalkan DRL

(34)

Analisis ilmiah mengenai menyalakan lampu utama sepeda motor dapat menghindarkan kecelakaan lalu lintas.

3. Respon adalah tindakan cepat dalam melakukan sesuatu hal, dengan menyalakan lampu utama maka pengendara atau pengguna jalan lain di depannya akan lebih cepat melakukan reaksi.

4. Deteksi berarti mengetahui keberadaan sepeda motor yang menyalakan lampu utama dan dapat memberikan jarak atau posisi aman dijalan.

5. Kesadaran masyarakat adalah sikap yang patuh dan taat terhadap aturan yang telah ditetapkan oleh POLRI. Hal ini dapat meminimalisir terjadinya kecelakaan lalu lintas.

(35)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan lamanya, pada kesempatan ini peneliti akan melakukan penelitian di Kabupaten Takalar pada wilayah hukum Polres Takalar. Adapun alasan penulis memilih penelitian di wilayah hukum Polres Takalar sebagai berikut;

1. Pengendara sepeda motor akan senantiasa mencari jalan/celah agar tidak terhalang kendaraan di depannya, baik itu menyalip kendaraan di depannya atau bahkan sampai naik ke trotoar sehingga para pejalan kaki jadi ketakutan. 2. Mematikan/tidak memfungsikan dengan sengaja lampu motor, baik itu lampu

utama, lampu rem, maupun lampu sein, sehingga hal ini akan sangat membahayakan dirinya sendiri dan kendaraan di belakangnya.

3. Mengubah bentuk kendaraan yang dapat merugikan orang lain, seperti misalnya menghilangkan spakboard belakang, sehingga ketika hujan membuat cipratan banyak ke kendaraan di belakangnya.

B. Tipe dan Jenis Penelitian 1. Tipe Penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas maka tipe penelitian deskriptif kuantitatif. Penelitian yang dilakukan secara deskriptif yang menguraikan dalam bentuk kata-kata, juga berupa angka-angka yang disertai penjelasan. Penelitian deskriptif bertujuan untuk menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi,

(36)

atau berbagai fenomena realitas sosial yang ada di masyarakat yang menjadi obyek penelitian, dan berupaya menarik realitas itu ke permukaan sebagai suatu ciri, karakter, sifat, model, tanda, atau gambaran tentang kondisi, situasi, ataupun fenomena tertentu.

2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian yang bersifat survei yaitu penelitian yang dilakukan langsung ke lapangan (populasi) dengan cara menarik cuplikan (sampel) representatif dari populasi tersebut.

C. Populasi dan Sampel a. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah Seluruh jumlah pengguna kendaraan bermotor yang melintas di wilayah hokum Polres Takalar.

b. Sampel

Untuk pengambilan sampel peneliti menggunakan teknik Sampling Purposive atau sengaja dipilih langsung yang berjumlah 39 orang.

c. Informan

Untuk mendukung hasil penelitian, maka penulis melakukan wawancara kepada beberapa informan yang dapat membantu penulis untuk menyelesaikan penelitian ini, adapun informan yang dimaksud adalah: personil Sat Lantas, Kasat Lantas, personil Unit Laka Lantas, serta masyarakat pengguna jalan.

(37)

D. Sumber Data

Dalam penelitian kuantitatif dikenal populasi dan sampel, sementara pada penelitian kualitatif sebagai pengganti keduanya disebut unit analisis yaitu informan penelitian. Unit analisis selanjutnya memiliki kriteria tertentu sehingga data yang diperoleh tepat, kredibel dan representatif, dengan tidak menentukan besaran ukuran informan dengan menggunakan perhitungan statistik (Satori dan Komariah, 2010:47). Berdasarkan penjelasan tersebut, maka sumber data penelitian ini pada prinsipnya terdiri dari dua bagian, yaitu:

1. Data primer, yaitu data yang sumbernya diperoleh dari hasil pengamatan langsung terhadap objek yang diteliti. Sumber datanya diperoleh melalui kuesioner, wawancara dan observasi langsung terhadap obyek penelitian. 2. Data sekunder, yaitu data yang sumbernya diperoleh dari perpustakaan,

referensi, dokumentasi dan bahan-bahan yang berkaitan dengan variabel penelitian. Pengumpulan data sekunder diperoleh dengan cara menelaah secara kritis referensi-referensi.

E. Teknik Pengumpulan Data

1. Kuesioner, yaitu teknik pengumpulan data melalui daftar pertanyaan atau angket yang disebarkan kepada responden.Hasil kuesioner tersebut akan terjelma dalam angka-angka, tabel-tabel, dan uraian serta simpulan hasil penelitian

2. Observasi dilakukan dengan cara mengaitkan dua hal, yaituinformasi (apa yang terjadi) dengankonteks (hal-hal yang terjadi di sekitarnya) sebagai proses pencarian makna. Observasi ini menyangkut pula pengamatan

(38)

aktivitas atau kondisi perilaku (behavioral observation) maupun pengamatan nonperilaku (nonbehavioral observation). Dengan pengamatan ini diharapkan dapat dicatat peristiwa dalam situasi yang berkembang dilapangan; dansebagaire-chek data.

3. Wawancara yaitu teknik pengumpulan data dengan melakukan wawancara untuk memperoleh informasi dari responden serta informan yang relevan dengan penelitian.

F. Teknik Analisis Data

Metode analisis utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif yang diartikan sebagai usaha analisis berdasarkan kata-kata yang disusun kedalam bentuk teks yang diperluas.Analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk membuat deskripsi secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat dari fenomena yang diselidiki (Miles dan Huberman, 1992;20). Adapun tahapan/langkah-langkah analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :pertama, reduksi data yaitu peneliti memilih data yang dianggap penting dan mendukung dalam pemecahan masalah penelitian. Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasi data sedemikian rupa hingga kesimpulan-kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi; kedua, penyajian data yaitu sebagai sekumpulan informasi yang tersusun yang memberi kemungkinan adanya

(39)

mengenai masalah penelitian berdasarkan penyajian data penelitian (Silalahi, 2009).

Makna-makna yang muncul dari data harus diamati, diuji kebenarannya kekokohannya dan kecocokannya yang merupakan validitasnya. Jika tidak demikian yang kita miliki adalah angan-angan yang tidak jelas kebenarannya.

(40)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian B. Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini adalah pengguna kendaraan bermotor, tentunya diperlukan informasi tentang karakteristik responden sebagai salah satu subyek penelitian. Karakteristik responden dibutuhkan dalam suatu penelitian untuk melengkapi analisis data penelitian agar kesimpulan yang dikemukakan sesuai dengan realitasnya. Karakteristik responden yang diamati dalam penelitian ini diantaranya berdasarkan: jenis kelamin, tingkat pendidikan, usia, dan pekerjaan.

1. Jenis kelamin

Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel berikut ini:

2. Tingkat pendidikan 3. Usia

(41)

Tabel 3. Keadaan responden berdasarkan tingkat usia.

Tingkat usia Frekuensi Persentase

< 20 tahun Antara 20 s/d 30 tahun Antara 30 s/d 40 tahun Antara 40 s/d 50 tahun > 50 tahun 4 Orang 14 Orang 32 Orang 10 Orang 4 Orang 6,25 21,87 50 15,62 6,25 Jumlah 64 100

Sumber: Hasil pengolahan data kuesioner, September 2012. 4. pekerjaan

C. Implementasi Kebijakan Penggunaan Lampu Motor Siang Hari di Wilayah Hukum Polres Takalar

Penerapan peraturan Light On (menyalakan lampu kendaraan di siang hari) sudah mulai disosialisasikan. Karena peraturan telah diadakan maka penerapan mulai direalisasikan. Berdasarkan UU No. 22 Tahun 2009 pasal 107, Setiap pengemudi kendaraan bermotor wajib menyalakan lampu utama kendaraan bermotor yang digunakan di jalan pada malam hari dan pada kondisi tertentu, serta wajib menyalakan lampu utama pada siang hari.

Menyalakan lampu tujuannya untuk membuat pengendara lain lebih berhati-hati sehingga kecelakaan lalu lintas dapat dicegah. Berdasarkan peraturan ini akan dikenakan denda Rp100.000 bagi pengendara sepeda motor yang tidak menyalakan lampu pada siang hari. Menyalakan lampu di siang hari bertujuan

(42)

agar mudah terlihat oleh kendaraan lain, khususnya roda empat dan lebih. Hal dimaksudkan agar mengurangi tingkat kecelakaan di jalan raya. Sebelumnya penerapan menyalakan lampu di siang hari bagi pengendara sepeda motor sudah mulai disosialisasikan sejak tahun 2009, sosialisasi dinilai sudah cukup sehingga pemberlakukan sanksi bisa dilakukan mulai tahun 2010. Namun kenyataan berpendapat lain, setelah adanya peraturan tersebut muncul berbagai kontrofersi di masyarakat pengguna jalan. Efek negatif yang dirasakan bila semua pengendara menyalakan lampu kendaraannya di siang hari sungguh terasa.

Untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang implementasi kebijakan penggunaan lampu motr siang hari di wilayah hukum Polres Takalar, maka berikut akan diuraikan hasil penelitian berupa tanggapan respoden mengenai beberapa indikator yang digunakan untuk memberikan gambaran tentang implementasi kebijakan penggunaan lampu motr siang hari di wilayah hukum Polres Takalar.

1. Meningkatkan kewaspadaan

Meningkatkan kewaspadaan merupakan sikap memperhatikan sekeliling dan selalu berhati hati, untuk mengurangi tingginya angka kecelakaaan yang banyak terjadi saat ini. Analisis ilmiah mengenai menyalakan lampu utama sepeda motor dapat menghindarkan kecelakaan lalu lintas.

a. Penggunaan helm

(43)

Responsif berarti tindakan cepat dalam melakukan sesuatu hal, dengan menyalakan lampu utama maka pengendara atau pengguna jalan lain di depannya akan lebih cepat melakukan reaksi.

a. Pemanfaatan kaca spion b. Penggunaan lampu sein 3. Mendeteksi keberadaan motor

Mendeteksi keberadaan motor berarti mengetahui keberadaan sepeda motor yang menyalakan lampu utama dan dapat memberikan jarak atau posisi aman dijalan.

a. Kondisi lampu utama b. Penggunaan lampu utama

D. Upaya Yang Dilakukan Untuk Mengoptimalkan Program DRL 1. Sosialisasi

2. Kesadaran pengguna jalan 3. Pemberian sanksi

(44)

DAFTAR PUSTAKA

Bog and Taylor, 2001.Evaluasi Kerja. Balai Pustaka. Jakarta

Grindle, 1997.Analisis Kebijakan dari Formulasi ke Implementasi Kebijakan Negara,PenerbitBumiAksara, Jakarta.

Kamus Besar bahasa Indonesia

Meter, Donals, Van and Carl E. Van Horn, 1975, “The Policy Implementation Process : A Conceptual Framework” in Administration and Society, Beverly Hill, Sage Publication.

Meyer, Robert R dan Greenwood, Earnest, 1984, Rancangan Penelitian Kebijakan Sosial, CV. Rajawali, Jakarta

Milees, Mathew B dan A. Huberman, 1992.Analisis Data Kualitatif, : UI Press. Jakarta.

Moleong, Lexi J., 2000, Metode Penelitian Kualitatif, RemajaRosdakarya, Bandung. Nasution, 2003.Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. : Tarsito. Bandung. Republik Indonesia, 1999, “Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang

Pemerintahan Daerah”, Jakarta.

Silalahi, 2009.Penelitian Kualitatif. Bumi Aksara. Jakarta

Sugiono, 1993.MetodePenelitian Administrasi, Alfa Beta, Bandung.

Sumodiningrat, Gunawan, 1999, Pemberdayaan Masyarakat dan Jaringan Pengamanan Sosial, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Syafiie, InuKencana, 2011. Manajemen Pemerintahan, Pustaka Reka Cipta, Bandung.

Udoji, 1981.Beyond The Center Decentralizing The State, The World Bank, Washington DC.

Wahab, Solichin Abdul, 1997. Analisis Kebijaksanaan: Dari Formulasi KeImplementas iKebijaksanaan Negara, BumiAksara, Jakarta.

(45)

Sumber Internet:

Sumber: http//Anderson; Sirait; Dunn; Harold; Easton// DefinisiKebijakan// Implementasi Kebijakan,PadaTanggal 13 Juni 2012 Jam 08.47 Wita.

Sumber: http//Edwards III; Meter dan Horn// PengertianImplementasi// Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan Implementasi Kebijakan Menurut Ahli, PadaTanggal 18 Juni 2012 Jam 19.05 Wita.

Sumber: http//Jones; Westa, dkk; The Liang Gie; Bintoro; Syukur Abdullah//Pengertian Pelaksanaan Menurut Pendapat Para Ahli, Pada Tanggal 11 Juni 2012 Jam 13.12 Wita.

Sumber: http//Smith//Model-Model Implementasi Kebijakan Publik, PadaTanggal 18 Juni 2012 Jam 19.14 Wita.

Sumber: http//Tachjan; Agustino;//Pengertian Implementasi//Implementasi Kebijakan Publik, PadaTanggal 18 Juni 2012 Jam 18.55 Wita.

Sumber: http//Webster; Cleaver//Pengertian Implementasi Menurut Beberapa Ahli, PadaTanggal 13 Juni 2012 Jam 09.05 Wita.

Undang-Undang:

Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan pasal 107 ayat 1, dan 2.

(46)

ANGKET PENELITIAN

“Implementasi Kebijakan Penggunaan Lampu Motor Siang Hari di Wilayah Hukum Polres Takalar”

1. Bagaimana pengetahuan Anda tentang peraturan lalu lintas?

a. Baik b. Kurang baik c. Tidak baik

2. Darimana Anda memperoleh pengetahuan tentang lalu lintas?

a. Teman b. Baca buku c. Pelajaran sekolah

3. Apa alasan Anda menggunakan sepeda motor?

a. Lebih ekonomis b. Untuk penampilan c. Lebih cepat sampai 4. Seberapa banyak intensitas Anda mengendarai sepeda motor?

a. Setiap hari b. Jarang c. Tidak pernah

5. Anda membawa SIM C saat mengendarai sepeda motor?

a. Selalu b. Jarang c. Tidak pernah

6. Anda mengalami kecelakaan saat mengendarai sepeda motor?

a. Sering b. Jarang c. Tidak pernah

7. Anda menggunakan helm saat mengendarai sepeda motor?

a. Selalu b. Jarang c. Tidak pernah

8. Bagaimana menurut Anda tentang peraturan menggunakan helm SNI?

a. Baik b. Kurang baik c. Tidak baik

9. Anda menggunakan helm dengan benar saat mengendarai sepeda motor?

a. Selalu b. Jarang c. Tidak pernah

10. Bagaimana kondisi lampu sepeda motor Anda?

a. Baik b. Kuarang baik c. Tidak baik

11. Apakah Anda menyalakan lampu utama saat mengendarai sepeda motor di siang hari?

a. Selalu b. Jarang c. Tidak pernah

12. Dalam mengendarai sepeda motor Anda menggunakan kecepatan tinggi?

a. Selalu b. Jarang c. Tidak pernah

13. Bagaimana menurut Anda tentang penggunaan kaca spion?

Gambar

Tabel 1. Jarak pandang aman terhadap kecepatan kendaraan
Gambar 1. Kerangka Pikir
Tabel 3. Keadaan responden berdasarkan tingkat usia.

Referensi

Dokumen terkait

Tahapan yang dapat dilakukan dalam kegiatan penyimpanan arsip digital, yaitu menyiapkan surat/naskah dinas yang akan dialihmedia, melakukan scanning terhadap naskah/surat,

Berdasarkan beberapa de- finisi di atas, maka pada dasarnya konsep arsip tidak dapat di- pisahkan dengan informasi, karena arsip merupakan infor- masi yang dibuat,

Berhasil atau tidak berbagai masalah dan kesulitan yang dihadapi dan diselesaikan pada gilirannya akan menjadi faktor penentu apakah Program Praktik Pengalaman Lapangan

many restrictions to this type of filter because existing Junos match conditions were deemed too demanding for a TCAM-based engine; combined with their support on a limited and now

Saat data penentuan pelayaran berhasil disimpan ke dalam database maka aplikasi akan memberikan notifikasi berupa SMS notifikasi ke staf pemasaran yang menandakan adanya aktifitas

Penerapan Model Pembelajaran Search, Solve, Create and Share (SSCS) Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif dan Komunikasi Matematis Berdasarkan Disposisi

Kecenderungan dari pasien untuk mencari pengobatan medis setelah kondisi lanjut (nampak dari mayoritas pasien dengan stage IIB dan ukuran tumor &gt;8cm) mengakibatkan

Rata-rata tamu per kamar di hotel non bintang/akomodasi lain pada bulan Agustus 2017 secara keseluruhan sebesar 1,99 orang, angka tersebut mengalami kenaikan 0,02 poin