• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. media pembelajaran layang-layang bilangan dan konsep nilai tempat bilangan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. media pembelajaran layang-layang bilangan dan konsep nilai tempat bilangan."

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori

Teori yang menjadi dasar dalam penelitian ini adalah media pembelajaran, media pembelajaran layang-layang bilangan dan konsep nilai tempat bilangan. 1. Media Pembelajaran

a. Pengertian Media Pembelajaran

Seiring dengan perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan serta teknologi mendorong untuk melakukan pembaharuan dalam pemanfaatan hasil-hasil teknologi pendidikan dalam proses belajar. Guru dituntut untuk mampu menggunakan alat-alat yang disediakan oleh sekolah agar tujuan pembelajaran yang diharapkan oleh sekolah dapat tercapai secara optimal. Selain guru dituntut untuk mampu menggunakan alat-alat yang sudah tersedia di sekolah, guru juga harus mampu dalam membuat media pembelajaran apabila di sekolah tersebut tidak tersedia media pembelajaran yang dapat menunjang terhadap materi pembelajaran yang akan disampaikan kepada siswa. Arsyad (2015: 3) menyatakan bahwa “media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harfiah berarti tengah, perantara atau pengantar”. Pada proses belajar mengajar media menurut Arsyad (2015: 3) diartikan sebagai alat-alat grafis, photografis atau elektronis yang berfungsi untuk memproses kembali informasi visual dan verbal.

Media pembelajaran adalah bagian yang dapat membantu proses belajar mengajar agar tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik. Arsyad (2015: 2) menyatakan bahwa “media adalah bagian yang tidak dapat terpisahkan dari proses belajar mengajar demi tercapainya tujuan pendidikan pada umumnya dan tujuan

(2)

pembelajaran di sekolah pada khususnya.” Selain itu, Hamalik dalam Maolani (2017: 159) menyatakan bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi yang terdapat pada materi yang disampaikan, merangsang pikiran siswa agar lebih berkembang, merangsang perasaan, perhatian, dan kemauan siswa karena dengan adanya media siswa menjadi termotivasi untuk mempelajari materi yang akan disampaikan oleh guru sehingga dapat mendorong proses belajar dan mampu mengantarkan siswa dalam pencapaian tujuan pembelajaran.

Berdasarkan pendapat dari beberapa sumber di atas dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah alat atau segala sesuatu yang dapat digunakan dalam proses belajar mengajar. Media pembelajaran bertujuan untuk merangsang pikiran, perhatian, menyampaikan pesan atau informasi yang terkandung pada sebuah materi pelajaran yang dapat membantu dan mempermudah siswa dalam memahami materi pelajaran sehingga dapat tercipta pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa dan tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik.

b. Fungsi Media dalam Proses Pembelajaran

Media pembelajaran sebagai alat bantu dalam proses pembelajaran mempunyai beberapa fungsi diantaranya yaitu fungsi secara umum, fungsi media pembelajaran bagi pengajar dan bagi siswa. Adapun fungsi media pembelajaran secara umum, Sadiman (2014: 17-18) menyatakan bahwa media mempunyai beberapa fungsi diantaranya sebagai berikut:

(3)

1) Untuk memperjelas penyampaian pesan atau materi pembelajaran yang akan diberikan kepada siswa, hal ini agar materi yang disampaikan tidak bersifat verbalistis baik dalam bentuk kata-kata tertulis maupun lisan.

2) Untuk mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan daya indera misalnya:

a) Untuk memperlihatkan objek yang terlalu besar dan tidak mungkin untuk dibawa ke kelas pada saat pembelajaran seperti pada materi mengenal alat transportasi dan jenis hewan, maka dapat digantikan dengan realia, gambar, film bingkai, film atau model.

b) Objek yang kecil seperti pada materi pembelajaran IPA untuk melihat jenis-jenis bakteri, proses pencernaan makanan pada manusia, dan lain-lain maka dapat dibantu dengan proyektor mikro, film bingkai, atau gambar.

c) Gerak yang terlalu lambat atau terlalu cepat dapat dibantu dengan dengan timelapse atau high-speed photography. Contoh penggunaan timelapse dalam pembelajaran IPA yaitu dapat digunakan untuk membantu siswa dalam memahami seluruh proses bagaimana perubahan kacang hijau menjadi kecambah.

d) Kejadian atau peristiwa yang terjadi di masa lalu seperti pada pembelajaran IPS menerangkan sejarah bangsa Indonesia maka dapat ditampilkan lewat rekaman film, video, film bingkai, foto maupun secara verbal.

e) Untuk memperlihatkan objek yang terlalu kompleks seperti mesin-mesin maka dapat disajikan dengan model atau diagram.

(4)

f) Untuk membantu dalam menerangkan konsep yang terlalu luas seperti pada saat menjelaskan materi yang berkaitan dengan gunung berapi, gempa bumi, iklim, dan lain-lain maka dapat divisualkan dalam bentuk film, film bingkai, gambar, dan lain-lain.

3) Penggunaan media secara tepat dan bervariasi dapat mengatasi sikap pasif siswa sehingga pada saat proses kegiatan pembelajaran siswa merasa tertarik dan penasaran ingin mempelajari materi tersebut yang disajikan dengan bantuan media pembelajaran. Dengan bantuan penyajian materi melalui media maka akan muncul berbagai pertanyaan dari siswa, semangat dan gairah belajar siswa akan meningkat dan suasana pembelajaran menjadi lebih hidup. 4) Media pembelajaran juga dapat berfungsi untuk mengatasi berbagai macam

keunikan siswa yang memiliki kemampuan, daya tangkap, memiliki pengalaman dan berasal dari lingkungan yang berbeda-beda. Hal ini akan mengalami kesulitan bagi guru apabila harus diatasi sendiri-sendiri. Maka dengan adanya media pembelajaran dapat memberikan rangsangan yang sama, mempersamakan pengalaman dan menimbulkan persepsi yang sama.

Selain fungsi media secara umum, terdapat pula enam pokok fungsi media pembelajaran dalam proses belajar mengajar. Enam pokok fungsi media dalam proses belajar mengajar menurut Sudjana dan Rivai dalam Sundayana (2016: 8-9) yaitu sebagai berikut:

1) Sebagai alat bantu dalam kegiatan belajar mengajar media pembelajaran dapat mewujudkan situasi belajar yang efektif karena dengan adanya media pembelajaran materi yang disampaikan dapat lebih mudah dipahami oleh

(5)

peserta didik dan membantu memberikan pemahaman yang konkret kepada siswa.

2) Media pengajaran adalah bagian integral dari keseluruhan situasi mengajar. Hal ini adalah unsur yang harus dikembangkan oleh seorang guru. Guru harus mengembangkan kemampuannya dalam membuat dan menggunakan media pembelajaran sehingga kesulitan belajar yang dihadapi oleh siswa dalam memahami materi pelajaran akan terpecahkan dan mendapatkan hasil yang maksimal dalam pembelajaran.

3) Dalam pemakaian media pengajaran harus sesuai dengan bahan pelajaran yang akan disampaikan serta harus melihat tujuan pembelajaran yang harus dicapai oleh siswa.

4) Media pengajaran bukan sebagai alat hiburan, tetapi alat ini dijadikan untuk melengkapi proses belajar mengajar supaya lebih menarik perhatian peserta didik dan rasa penasaran dan minat belajar siswa lebih meningkat.

5) Media pembelajaran dapat mempercepat proses belajar mengajar serta dapat membantu siswa lebih cepat dalam menangkap pengertian yang disampaikan oleh guru.

6) Media pembelajaran dapat digunakan untuk meningkatkan mutu belajar mengajar agar lebih baik.

(6)

Tiga fungsi utama media pembelajaran menurut Kemp dan Dayton dalam Sundayana (2016: 9) diantaranya sebagai berikut:

1) Dapat memberikan motivasi minat atau tindakan sehingga dapat merangsang dan melahirkan minat siswa. Media pengajaran yang dapat membantu hal tersebut dapat direalisasikan melalui teknik drama atau hiburan.

2) Untuk menyajikan informasi, isi dan bentuk penyajian yang bersifat umum dan penyajian tersebut dapat dikemas dalam bentuk hiburan, drama, atau teknik motivasi.

3) Memberikan instruksi dengan tujuan informasi yang terdapat dalam media harus melibatkan siswa dalam bentuk benak atau mental, bentuk aktivitas yang nyata. Dengan demikian, dapat terjadinya pembelajaran yang memberikan makna dan memberikan pengalaman pembelajaran secara langsung kepada siswa.

Media pembelajaran menurut Sanaky dalam Sundayana (2016: 9) memiliki fungsi untuk merangsang siswa dalam belajar dengan cara menghadirkan duplikasi dari obyek yang sebenarnya dan obyek langkah, membuat dari konsep yang abstak ke konsep yang konkret, memberi kesamaan persepsi, mengatasi hambatan waktu, jarak, tempat dan jumlah jarak yang tidak memungkinkan, menyajikan kembali informasi secara konsisten, suasana belajar menjadi tidak tertekan, santai dan menarik sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.

(7)

Media pembelajaran juga memiliki fungsi yaitu bagi pengajar dan bagi siswa seperti yang dikemukakan oleh Sanaky dalam Sundayana (2016: 10-11) yaitu sebagai berikut:

1) Fungsi media pembelajaran bagi pengajar yaitu dapat memberikan pedoman dan arah untuk mencapai tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Materi pelajaran yang diberikan kepada siswa dijelaskan dengan struktur pengajaran yang baik dan sistematis. Memudahkan pengajar dalam mengendalikan materi pelajaran, membantu kecermatan dan ketelitian dalam menyampaikan materi pelajaran. Selain itu, dapat membangkitkan rasa percaya diri pengajar karena dengan adanya media pembelajaran dapat terbantu dan memudahkan pengajar dalam penyampaian materi pelajaran yang dapat menimbulkan peningkatan dalam kualitas pelajaran.

2) Fungsi media pembelajaran bagi siswa adalah untuk meningkatkan motivasi belajar, memberikan variasi dalam pembelajaran sehingga siswa tidak merasa bosan, materi pembelajaran yang disampaikan akan lebih terstruktur dan lebih memudahkan siswa dalam belajar. Pokok-pokok informasi secara sistematik dapat memudahkan siswa untuk belajar dan materi yang dipelajari mudah dipahami. Media pembelajaran yang menarik dapat merangsang siswa untuk fokus dan beranalisis. Menciptakan kondisi dan situasi belajar tanpa tekanan sehingga tidak membebani siswa.

Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran mempunyai fungsi diantaranya materi yang disampaikan kepada siswa dapat disampaikan melalui media pembelajaran secara jelas. Materi yang

(8)

tadinya bersifat abstak dapat menjadi konkret dengan bantuan media sehingga dapat mempermudah siswa dalam memahami materi yang disampaikan guru. Selain itu, guru dapat menjelaskan materi pelajaran dengan mudah, materi yang disampaikan terstruktur dan suasana pembelajaran di dalam kelas menjadi lebih hidup karena dengan adanya media pembelajaran dapat membantu menarik perhatian dan minat siswa dalam belajar menjadi meningkat.

c. Manfaat Media Pembelajaran

Media pembelajaran sebagai alat bantu pada proses kegiatan belajar mengajar dapat memberikan beberapa manfaat baik itu bagi siswa, bagi guru dan juga manfaat bagi proses belajar mengajar yang memberikan dampak dan hasil pembelajaran yang lebih maksimal. Manfaat dari media pembelajaran menurut Sudjana & Rivai dalam Arsyad (2015: 28) diantaranya sebagai berikut:

1) Menggunakan media pembelajaran pada saat proses kegiatan belajar mengajar, pembelajaran akan lebih menarik perhatian siswa karena siswa tertatik dengan media tersebut maka rasa ingin tahu siswa terhadap pembelajaran akan lebih besar. Motivasi dan semangat siswa dalam belajar akan muncul.

2) Adanya media pembelajaran bahan pembelajaran akan lebih jelas maknanya sehingga materi pelajaran dapat lebih dipahami dan dikuasai oleh siswa dan tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik.

3) Metode mengajar akan lebih bervariasi karena dengan menggunakan media pembelajaran materi yang disampaikan oleh guru tidak secara verbal saja melalui penuturan kata-kata, tetapi materi yang akan disampaikan guru dapat

(9)

disampaikan langsung melalui media pembelajaran. Media tersebut dapat langsung diperagakan oleh siswa dan siswa dapat mengambil informasi secara langsung dari media tersebut tanpa guru harus banyak melalukan penjelasan. Hal tersebut dapat membuat siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga, apalagi kalau guru mengajar pada setiap jam pelajaran.

4) Siswa dapat lebih banyak melakukan kegiatan belajar, karena siswa tidak hanya mendengarkan uraian atau penjelasan dari guru saja, tetapi siswa terlibat secara langsung dalam aktivitas lain seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan, memerankan materi yang sedang dipelajari melalui pengunaan media pembelajaran tersebut.

Kemp dan Dayton dalam Sundayana (2016: 11-12) mengidentifikasi beberapa manfaat dalam media pembelajaran antara lain sebagai berikut:

1) Setiap guru mempunyai penafsiran dan cara pandang yang berbeda-beda terhadap suatu konsep materi pelajaran. Hal tersebut dapat dihindari melalui bantuan media pembelajaran karena materi yang disampaikan kepada siswa melalui media pembelajaran dapat diseragamkan, sehingga siswa dapat memahami materi tersebut dengan penafsiran dan cara pandang yang sama. 2) Proses pembelajaran menjadi lebih jelas dan menarik. Dengan berbagai

potensi yang dimiliki siswa, media dapat menampilkan informasi melebihi suara, gambar, gerak dan warna baik secara alami maupun manipulasi. Sehingga dengan bantuan media dapat memfasilitasi semua gaya belajar yang dimiliki oleh siswa seperti contohnya siswa yang memiliki gaya belajar visual maka dapat terfasilitasi dengan adanya media gambar dan siswa yang

(10)

memiliki gaya belajar audio visual maka dapat difasilitasi dengan media video atau film.

3) Proses pembelajaran lebih interaktif. Jika penggunaan media pembelajaran dirancang dengan sebaik mungkin maka media dapat membantu guru dan siswa untuk melakukan komunikasi dua arah secara aktif selama proses pembelajaran.

4) Efisiensi waktu dan tenaga. Dalam proses kegiatan belajar mengajar terkadang guru harus menghabiskan banyak waktu untuk menjelaskan materi pelajaran yang cukup banyak dan harus selesai seluruhnya tersampaikan kepada siswa dengan jelas. Cara untuk mengatasi supaya hal tersebut tidak terjadi dapat diatasi dengan memanfaatkan media visual secara verbal sehingga guru tidak harus terlalu banyak menjelaskan. Contohnya dengan memperlihatkan gambar atau video mengenai materi pelajaran tersebut dan dikolaborasi dengan penjelasan guru secara singkat sebagai penguatan materi.

5) Meningkatkan kualitas belajar siswa. Penggunaan media membuat proses pembelajaran lebih efisien dan membantu siswa untuk menyerap materi pelajaran lebih mendalam dan utuh sehingga pemahaman siswa akan lebih baik.

6) Dalam kegiatan proses belajar mengajar agar lebih leluasa dan fleksibel tidak tergantung pada keberadaan guru, siswa, dan tempat belajar maka media dapat dirancang sedemikian rupa disesuaikan dengan kebutuhan. Media pembelajaran yang dirancang sesuai dengan kebutuhan dapat membuat

(11)

kegiatan belajar dapat lebih leluasa dan siswa dapat tetap berjalan untuk melaksanakan kegiatan belajar.

7) Penggunaan media dapat menarik perhatian siswa untuk belajar sehingga siswa dapat mencintai ilmu pengetahuan dan gemar mencari sendiri sumber-sumber ilmu pengetahuan. Ketika siswa sudah gemar untuk mencari sumber-sumber sendiri maka akan tertanam sikap dan kebiasaan dalam diri siswa untuk berinisiatif mencari berbagai sumber yang diperlukan secara mandiri.

8) Menambah peran guru menjadi lebih positif. Guru yang tadinya berperan sebagai satu-satunya sumber belajar bagi siswa, tetapi ketika guru memanfaatkan media dengan baik maka siswa dapat mencari sumber atau informasi sendiri melalui media tersebut. Media pembelajaran dapat membuat guru menjadi lebih fokus untuk memberikan perhatian kepada siswa yang mengalami kesulitan belajar, membentuk, dan memotivasi belajar siswa.

Media pembelajaran sebagai alat bantu dalam proses pembelajaran yang merupakan bagian dari teknologi pembelajaran, menurut Sundayana (2016: 22) memiliki enam manfaat potensial dalam memecahkan masalah pembelajaran yaitu:

1) Meningkatkan produktivitas pendidikan (Can make education more productive). Media dapat meningkatkan produktivitas pendidikan diantaranya dapat mempercepat laju belajar siswa, membantu guru untuk menggunakan waktu dengan efektif, mengurangi beban guru dalam menyajikan informasi sehingga aktivitas yang dilakukan oleh guru lebih banyak kepada hal dalam

(12)

membina dan mengembangkan gairah belajar siswa dengan cara memberikan motivasi kepada siswa dan lain sebagainya.

2) Memberikan pembelajaran yang sifatnya lebih individual (Can make education more individual). Dalam pembelajaran variasi belajar siswa akan lebih bersifat individual, adanya pengurangan kontrol dari guru dalam proses pembelajaran, dan siswa diberikan kesempatan untuk berkembang sendiri dalam belajar yang disesuaikan dengan kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing siswa.

3) Memberikan dasar yang lebih ilmiah terhadap pembelajaran (Can make instruction a more scientific base). Perencanaan program pembelajaran disusun secara sistematis. Mulai dari pengembangan bahan pembelajaran yang dilandasi berdasarkan penelitian tentang karakteristik siswa, karakteristik bahan pembelajaran, analisis instruksional dan pengembangan desain pembelajaran yang dilakukan dengan rangkaian uji coba yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

4) Make instruction more powerful yaitu membuat pembelajaran lebih mantap dengan meningkatkan kapabilitas manusia menyerap informasi melalui berbagai media komunikasi dan informasi serta data yang diterima akan lebih banyak dan akurat.

5) Dengan media membuat proses pembelajaran menjadi lebih langsung/ seketika (Can make learning more immediate). Media pembelajaran dapat mengatasi jurang pemisah antara siswa dengan sumber belajar, mengatasi keterbatasan manusia pada ruang dan waktu dalam memperoleh informasi dan

(13)

dapat menyajikan informasi yang disampaikan kepada siswa secara konkret meskipun secara tidak langsung.

6) Memungkinkan penyajian pembelajaran lebih merata dan meluas (Can make access to education more equal). Dalam pembelajaran siswa akan mendapatkan informasi yang sama dan meluas sehingga siswa dapat menggali informasi lebih mendalam.

Bedasarkan pendapat dari beberapa sumber di atas dapat disimpulkan bahwa manfaat media pembelajaran yaitu memperjelas penyampaian materi yang dapat membuat siswa lebih menguasi materi, menyampaikan materi dengan penafsiran yang sama, memberikan metode mengajar yang bervariasi, memotivasi siswa dalam belajar, meningkatkan kualitas belajar siswa, siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar, dan mengefektifkan waktu dalam pembelajaran. Media pembelajaran sebagai bagian dari teknologi pembelajaran dapat mengatasi dan memecahkan masalah pembelajaran.

d. Jenis dan Karkteristik Media Pembelajaran

Media pembelajaran memiliki berbagai jenis mulai dari media pembelajaran visual, audio visual, dan media audio, alat peraga dan sebagainya. Setiap media pembelajaran memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Sebelum menggunakan media pembelajaran dalam proses belajar mengajar guru terlebih dahulu harus mengetahui karakteristik dan pengelompokan media pembelajaran. Guru harus mengenal berbagai jenis media pembelajaran agar guru tidak salah dalam memilih media pembelajaran yang akan digunakan dan sesuai dengan materi yang akan disampaikan. Setiap media pembelajaran memiliki kemampuan,

(14)

cara pembuatan dan cara penggunaan yang berbeda-beda. Menurut Sanjaya dalam Sundayana (2016: 13-14) bahwa media pembelajaran dapat diklasifikasikan menjadi beberapa klasifikasi tergantung dari sudut pandangnya, diantaranya adalah sebagai berikut:

1) Dilihat dari sifatnya, media dapat dibagi ke dalam beberapa jenis yaitu : a) Media auditif merupakan media yang hanya dapat didengar saja atau

memiliki suara, contohnya radio dan rekaman suara.

b) Media visual yaitu media yang dapat dilihat saja dan tidak mengandung suara. Contohnya seperti gambar, lukisan, foto, slide berbagai bentuk yang dicetak seperti grafik, diagram, dan sebagainya.

c) Media audio visual yaitu media yang mengandung suara dan gambar yang bisa dilihat oleh siswa, contohnya rekaman suara, slide suara, film. Media ini dianggap sebagai media yang mempunyai kemampuan lebih baik dan menarik karena mengandung unsur media jenis pertama dan kedua.

2) Dilihat dari kemampuan jangkauannya, media dapat pula dibagi ke dalam dua jenis yaitu :

a) Media yang memiliki daya liput yang luas dan serentak, seperti radio dan televisi. Melalui media ini siswa dapat mempelajari hal-hal atau kejadian-kejadian yang aktual secara serentak tanpa harus menggunakan ruangan khusus. Misalnya pada mata pelajaran Bahasa Indonesia siswa sedang mempelajari materi mengenai berita, maka siswa dapat mendengarkan atau melihat suatu berita tentang bencana alam yang terjadi di wilayah Indonesia secara langsung melalui radio atau televisi.

(15)

b) Media yang mempunyai daya liput yang terbatas oleh ruang dan waktu contohnya seperti film slide, film, video, dan lain sebagainya.

3) Dilihat dari cara atau teknik pemakaiannya, media dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu:

a) Media yang dapat diproyeksikan seperti film, slide, film strip, transparasi dll. Media ini adalah jenis media yang membutuhkan alat proyeksi khusus seperti film projector, slide projector, dan Over Head Projector (OHP) untuk memproyeksikan transparasi. Jika tidak ada alat proyeksi maka media ini tidak dapat berfungsi.

b) Media yang tidak diproyeksikan yaitu media yang sering digunakan dalam proses belajar dan tidak memerlukan listrik ataupun menggunakan proyektor. Contohnya gambar, foto, lukisan, radio, dan lain sebagainya. Pendapat lain dikemukakan oleh Rudy Brets dalam Sadiman (2014: 20) mengklasifikasikan media menjadi tujuh yaitu pertama media audio visual gerak seperti film bersuara, pita video, film pada televisi, dan animasi. Kedua media audio visual diam seperti film rangkai suara, halaman suara, dan sound slide. Ketiga media audio semi gerak seperti tulisan jauh bersuara. Keempat media visual bergerak seperti film bisu. Kelima media visual diam seperti halaman cetak, foto, microphone. Keenam media audio seperti radio, telepon, pita audio, dan ketujuh yaitu media cetak contohnya seperti buku, modul, dan bahan ajar mandiri.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa jenis dan karakteristik media pembelajaran dapat dilihat dari beberapa sudut pandang yaitu dapat dilihat dari sifatnya, dilihat dari kemampuan jangkauannya, dan dilihat

(16)

dari cara atau teknik penggunaannya. Selain itu, media juga dapat dilklasifikasikan ke dalam media audio visual gerak, audio visual, audio semi gerak, visual, audio, dan media cetak.

e. Adobe Flash CS6

Adobe flash cs6 adalah sebuah software atau perangkat lunak yang telah diperbaharui dari versi sebelumnya. Versi adobe flash sebelum adobe flash cs6 diantaranya adalah adobe flash cs3, adobe flash cs4, dan adobe flash cs5. Adobe flash cs6 menurut Island Script dalam Fatimah (2016: 24) adalah software atau perangkat lunak grafis yang dapat membuat objek animasi grafis yang dapat didesain secara langsung sesuai dengan keinginan tanpa harus didukung dengan menggunakan software grafis seperti illustrator atau photoshop. Adobe flash cs6 fitur-fiturnya lebih lengkap dan tidak dimiliki oleh adobe flash versi sebelumnya. Adobe flash cs6 menurut Ariesto Hadi Sutopo dalam Fatimah (2016: 25) mempunyai beberapa kelebihan jika dibandingkan dengan program lainnya. Pada adobe flas cs6 dalam membuat berbagai macam animasi sangat mudah dan para pengguna bisa membuat animasi dengan gerakan yang bebas sesuai dengan konsep adegan animasi yang diinginkan. Selain itu, untuk pembuatan animasi atau bahan ajar interaktif juga sangat mudah digunakan oleh para pengguna karena tool, template dan component yang tersedia pada adobe flash cs6 sudah tersedia, mudah digunakan, dan siap untuk digunakan. Adobe flash cs6 menghasilkan ukuran file yang kecil sehingga bersifat fleksibel dan dapat dikonversi menjadi file bertipe swf, html, jpg, png, exe, dan mov. Berikut ini adalah beberapa tampilan komponen yang terdapat pada tampilan awal adobe flash cs6:

(17)

1) Create form template berfungsi untuk membuka lembar kerja dan template yang sudah tersedia pada program adobe flash cs6.

2) Open a recent item berfungsi untuk membuka kembali file yang sudah disimpan pada program adobe flash cs6.

3) Create new berfungsi untuk membuka lembar kerja yang baru dan dilengkapi dengan beberapa pilihan script yang telah tersedia pada program adobe flash cs6.

4) Learn berfungsi untuk mempelajari suatu perintah.

5) Toolbox adalah komponen yang berisi berbagai macam tombol yang berfungsi untuk membuat suatu desain animasi mulai dari tombol seleksi, pen, pensil, teks, dll.

6) Timeline adalah garis waktu yang berfungsi untuk mengatur dan mengontrol jalannya animasi.

7) Layer berfungsi untuk menempelkan beberapa objek dalam stage agar dapat diolah dengan objek yang lain.

8) Stage adalah layar panggung yang berfungsi untuk memainkan objek-objek yang akan diberi animasi. Stage bisa digunakan untuk membuat gambar, teks, memberi warna, dan lain sebagainya.

9) Panel properties berfungsi untuk menampilkan parameter dari sebuah tombol yang terpilih. Tombol yang sudah terpilih tersebut dapat dimodifikasi dan fungsi tombol tersebut dapat dimaksimalkan.

(18)

f. Pemilihan dan Penggunaan Media Pembelajaran

Dalam penggunaan media pembelajaran terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan agar tidak salah dalam memilih media pembelajaran yang tepat dan benar-benar cocok sesuai dengan materi yang akan diberikan kepada siswa. Selain itu, dalam pemilihan media pembelajaran harus memperhatikan karakteristik, kondisi dan gaya belajar siswa agar media pembelajaran yang akan dipilih dapat memfasilitasi dan membantu dalam proses kegiatan belajar mengajar. Pemilihan dan penggunaan media pembelajaran sangat penting agar media pembelajaran yang akan digunakan dalam pembelajaran dapat membantu dan memberikan kemudahan bagi siswa dalam memahami materi pembelajaran, serta memudahkan guru untuk menyampaikan sebuah pesan dan makna yang terkandung dari materi pembelajaran yang dibawakan, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan optimal dan sesuai dengan yang diharapkan. Jangan sampai dengan adanya penggunaan media pembelajaran membuat proses pembelajaran menjadi terhambat dan memberikan dampak negatif yaitu pencapaian tujuan pembelajaran kurang maksimal karena media yang digunakan tidak sesuai. Oleh karena itu, dalam pemilihan media pembelajaran harus memperhatikan beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan oleh guru. Sudirman N dalam Sundayana (2016: 16-17) mengemukakan beberapa prinsip pemilihan media pembelajaran yang dibagi menjadi tiga kategori diantaranya sebagai berikut:

1) Tujuan Pemilihan

Dalam pemilihan media yang akan digunakan harus berdasarkan dengan maksud dan tujuan pemilihan media secara jelas. Dalam pemilihan media harus

(19)

diperhatikan tujuan penggunaannya misalnya untuk siswa belajar, untuk informasi yang bersifat umum, atau untuk sekedar hiburan mengisi waktu kosong, untuk pengajaran yang bersifat kelompok atau individual. Dalam pemilihan media pembelajaran harus disesuaikan dengan tingkat kemampuan berpikir siswa, sasarannya harus jelas media tersebut akan digunakan untuk usia TK, SD, SMP, SMA, dan lain-lain.

2) Alternatif Pemilihan

Memilih pada hakikatnya adalah proses membuat keputusan dari berbagai alternatif pilihan. Guru bisa menentukan pilihan media yang akan digunakan apabila terdapat beberapa media yang dapat diperbandingkan dan disesuaikan dengan kebutuhan yang cocok untuk dipakai. Dalam menggunakan media hendaknya guru memperhatikan sejumlah prinsip tertentu agar penggunaan media tersebut dapat mencapai hasil yang baik. Menurut Sudjana dalam Sundayana (2016: 16-17) terdapat empat prinsip dalam pemilihan media yang harus diperhatikan oleh guru pada waktu menggunakan media pembelajaran diantaranya sebagai berikut:

a) Menentukan jenis media dengan tepat. Guru harus menentukan dan memilih media yang akan digunakan disesuaikan dengan materi pelajaran dan tujuan pembelajaran yang harus diacapai oleh siswa.

b) Menetapkan dan memperhitungkan subjek dengan tepat yaitu guru harus bisa memperhitungkan media yang akan digunakan dengan tingkat kematangan dan kemampuan anak didik.

(20)

c) Menyajikan media dengan tepat yaitu guru harus menggunakan media dengan teknik dan metode yang disesuaikan dengan tujuan, bahan metode, waktu dan juga sasaran yang ada.

d) Menempatkan atau memperlihatkan media pada waktu, tempat dan situasi yang tepat artinya guru harus mengetahui waktu kapan dan dimana media itu akan digunakan pada saat mengajar, karena media pembelajaran tersebut tentunya tidak akan digunakan secara terus menerus untuk menjelaskan sepanjang proses belajar mengajar.

3) Kriteria Pemilihan Media

Kriteria yang paling utama dalam pemilihan media pembelajaran yaitu ketepatan tujuan pembelajaran artinya dalam menentukan media pembelajaran harus dipertimbangkan bahwa dengan digunakannya media tersebut tujuan pembelajaran dapat tercapai sesuai dengan yang diinginkan. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan media diantaranya yaitu:

a) Dukungan terhadap isi bahan pelajaran. Bahan pelajaran yang sifatnya prinsip, fakta, konsep, dan generalisasi sangat memerlukan bantuan media agar anak lebih memahami materi yang disampaikan oleh guru dan dapat membantu guru untuk memberikan pemahaman yang lebih konkret kepada peserta didik. b) Kemudahan dalam memperoleh media yang akan digunakan, artinya dalam

memilih media yang akan digunakan, media tersebut harus berupa media yang mudah diperoleh. Misalnya media gambar seperti gambar peta Indonesia dan media grafis. Bahkan ketika media itu sulit diperoleh bisa dibuat sendiri oleh guru.

(21)

c) Keterampilan guru dalam menggunakan media pembelajaran. Hal ini sangat penting, karena apapun jenis media yang digunakan oleh guru syarat yang utama adalah guru dapat menggunakan media tersebut dalam proses pembelajaran. Nilai dan manfaat yang diharapkan adalah dampak dari penggunaan media oleh guru yang terjadi pada saat siswa belajar dengan lingkungannya.

d) Tersedia waktu untuk menggunakannya yaitu ketika memilih media yang akan digunakan harus disesuaikan dengan alokasi waktu yang tersedia pada saat proses belajar mengajar sehingga media tersebut dapat digunakan dengan efektif dan bermanfaat bagi siswa.

e) Sesuai dengan taraf berpikir siswa yaitu media yang dipilih oleh guru harus disesuaikan dengan tingkat kemampuan berpikir siswa agar makna atau pesan yang ingin disampaikan dari media tersebut dapat mudah dipahami oleh siswa. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa dalam pemilihan dan penggunaan media pembelajaran harus diperhatikan dalam memilih media pembelajaran yang akan digunakan pada proses belajar mengajar agar tepat sesuai dengan materi yang akan disampaikan. Diantaranya harus memperhatikan prinsip tujuan artinya dalam memilih media pembelajaran harus jelas maksud dan tujuan dipilihnya suatu media. Menggunakan alternatif pemilihan artinya dalam pemilihan media guru harus bisa menentukan pilihan media yang akan digunakan apabila terdapat beberapa pilihan media yang dapat diperbandingkan, maka dalam pemilihannya harus memperhatikan prinsip pemilihan media. Prinsip pemlihan media yang harus diperhatikan yaitu disesuaikan dengan materi, waktu serta

(22)

sasaran pembelajaran. Kriteria pemilihan media juga harus diperhatikan yaitu dalam memilih media pembelajaran harus memenuhi kebutuhan dan dapat mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan.

g. Ciri-Ciri Media Pembelajaran

Setiap media pembelajaran memiliki ciri-ciri yang berbeda. Media pembelajaran agar lebih mudah untuk digunakan dalam proses belajar mengajar, seorang guru terlebih dahulu harus mengetahui ciri-ciri media pembelajaran. Ciri-ciri media pembelajaran menurut Maolani (2017: 15) terdapat tiga Ciri-ciri diantaranya yaitu sebagai berikut:

1) Ciri fiksatif yaitu ciri yang menggambarkan kemampuan media dalam merekam, menyimpan, melerstarikan dan mengkonstruksi suatu peristiwa atau objek yang suatu saat dapat dilihat kembali tanpa mengenal waktu. Contohnya yaitu media video tape, foto, audio tape, disket komputer, dan film seperti film pada masa perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia.

2) Ciri manifulatif yaitu ciri yang menggambarkan kemampuan media untuk merekam suatu kejadian yang memakan waktu selama berhari-hari dapat disajikan kepada siswa dalam waktu yang singkat sekitar dua atau tiga menit dengan teknik pengambilan time-lapse recording. Contohnya yaitu rekaman mengenai video atau film proses daur hidup hewan pada kupu-kupu mulai dari larva menjadi kepompong kemudian menjadi kupu-kupu dewasa.

3) Ciri distributif yaitu ciri media yang menggambarkan kemampuan mentransportasikan suatu kejadian melalui ruang secara bersamaan disajikan kepada sejumlah siswa dengan pengalaman yang sama mengenai kejadian itu.

(23)

Distribusi media tidak hanya terbatas paada satu kelas saja tetapi dapat didistribusikan ke beberapa kelas dalam suatu wilayah sekolah tertentu. Misalnya rekaman video, audio, dan disket komputer dapat disebar disetiap penjuru tempat yang diinginkan. Ketika informasi tersebut direkam dalam format media apa saja, maka dapat direproduksi hingga beberapa kali dan siap untuk digunakan secara bersamaan di berbgai tempat secara berulang-ulang.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran memiliki tiga ciri. Pertama ciri fiksatif adalah kemampuan media dalam merekam, menyimpan, melestarikan dan mengkonstruksi suatu peristiwa atau objek. Kedua ciri manipulatif adalah kemampuan media untuk merekam suatu kejadian yang memerlukan waktu berhari-hari tetapi dapat dipersingkat dalam waktu beberapa menit. Ketiga ciri distributif yaitu kemampuan media untuk mentransportasikan kejadian melalui ruang dan secara bersamaan dapat disajikan kepada seluruh siswa dengan stimulus dan kejadian yang sama.

h. Pentingnya Media dalam Pembelajaran Matematika

Matematika adalah mata pelajaran yang berbeda dengan mata pelajaran yang lainnya dan dianggap rumit oleh siswa, karena dalam mata pelajaran matematika terdapat berbagai simbol-simbol dan konsep yang bersifat abstrak sehingga membuat siswa merasa kesulitan dalam mempelajari mata pelajaran matematika. Dalam kegiatan pembelajaran guru harus memperhatikan tujuan pembelajaran yang harus dicapai dan menyesuaikan dengan tingkat kemampuan berfikir siswa. Hal ini sejalan dengan pendapat menurut Hudojo dalam Sundayana (2016: 29) bahwa matematika merupakan disiplin ilmu yang memiliki kekhususan

(24)

dibandingkan dengan disiplin ilmu yang lainnya juga harus memperhatikan hakikat matematika yang berkenaan dengan konsep-konsep yang bersifat abstrak dan kemampuan belajar siswa. Tanpa memperhatikan faktor dan tujuan tersebut kegiatan belajar tidak akan berhasil. Seseorang dikatakan belajar jika di dalam diri orang itu terdapat perubahan tingkah laku melalui suatu proses kegiatan. Perubahan tingkah laku tersebut dapat diamati secara langsung dan ada juga yang memerlukan waktu realtif lama disertai dengan usaha yang dilakukan sehingga orang tersebut dari yang tadinya tidak mampu mengerjakan sesuatu menjadi mampu mengerjakan.

Media pembelajaran sangat berperan penting dalam pembelajaran matematika yaitu untuk meningkatkan kualitas pendidikan matematika. Menurut Kreyenhbuhl dalam Sundayana (2016: 29) bahwa media pendidikan digunakan untuk membangun pemahaman dan penguasaan objek pendidikan. Adanya bantuan media pembelajaran pada kegiatan belajar mengajar maka konsep yang terdapat dalam matematika dapat diperjelas melalui media pembelajaran, sehingga peserta didik dapat membangun pemahamannya dan materi yang dipelajari dapat dikuasi dengan baik oleh siswa.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran mempunyai peran yang penting dalam pembelajaran matematika. Peran tersebut yaitu untuk membangun pemahaman dan penguasaan siswa dalam mempelajari suatu materi yang disampaikan oleh guru dalam proses pembelajaran.

(25)

2. Media Pembelajaran Layang-layang Bilangan

a. Pengertian Media Pembelajaran Layang-layang Bilangan

Media pembelajaran layang-layang bilangan merupakan media pembelajaran yang dapat digunakan untuk membantu guru dalam menyampaikan materi konsep nilai tempat bilangan pada mata pelajaran matematika. Selain itu, adanya media pembelajaran ini dapat mempermudah siswa dalam memahami konsep nilai tempat bilangan untuk menentukan nilai tempat mulai dari ratusan, puluhan, dan satuan dan nilai bilangannya. Media pembelajaran layang-layang bilangan jika dilihat dari sifatnya termasuk ke dalam media audio visual berbantuan adobe flash cs6 karena media pembelajaran layang-layang bilangan ini dibuat aplikasi media layang-layang bilangan yang di dalamnya terdapat menu petunjuk penggunaan yang berisi tata cara penggunaan media dan akan mucul suara pemadu. Pada media layang-layang bilangan terdapat menu pembelajaran yaitu menu yang berfungsi untuk siswa mempelajari konsep nilai tempat bilangan sambil bermain memindahkan kartu sesuai dengan nilai tempatnya. Menu selanjutnya yaitu menu latihan dan quiz yang berisi soal-soal materi konsep nilai tempat bilangan sebagai sarana untuk siswa belajar mengerjakan soal.

b. Alasan Penamaan Media Pembelajaran Layang-layang Bilangan Media pembelajaran ini disebut sebagai media pembelajaran layang-layang bilangan karena pada media pembelajaran ini terdapat beberapa kartu bilangan yang berbentuk layang-layang. Selain itu, terdapat pula gambar koin, gambar satu piring stroberi yang berisi 10 buah, dan gambar korek api untuk mengkongkritkan penjabaran konsep nilai tempat bilangan. Pada bagian bawah

(26)

setiap gambar yang melambangkan nilai tempat ratusan, puluhan, dan satuan ini diberikan kotak cadangan untuk menyimpan gambar koin, gambar satu piring stroberi yang berisi 10 buah, dan gambar korek api sebagai penjabaran konsep dari angka. Misalnya ketika diberikan soal bilangan 323, angka pada tempat ratusan adalah angka 3, maka gambar koin yang disimpan pada kotak cadangan sebanyak 3 buah karena setiap 1 buah koin memiliki nilai 100. Pada tempat puluhan adalah angka 2, maka gambar satu piring stroberi yang disimpan pada kotak cadangan sebanyak 2 buah, karena setiap gambar satu piring stroberi yang berisi 10 buah memiliki nilai 10. Angka 3 yang terakhir mempunyai nilai tempat satuan maka gambar korek api yang disimpan pada kotak cadangan sebanyak 3 buah karena setiap 1 buah korek api memiliki nilai 1. Setelah selesai memasukkan ketiga gambar pada kotak cadangan, selanjutnya siswa menghitung jumlah gambar pada masing-masing kotak cadangan dan menuliskan jumlahnya dengan mengambil kartu layang-layang bilangan dan simpan kartu tersebut pada garis ratusan, puluhan, dan satuan. Ketika siswa menjumlahkan gambar yang terdapat pada kotak cadangan dan menuliskan jumlahnya pada garis ratusan, puluhan, dan satuan maka siswa akan mengetahui nilai bilangan pada suatu lambang bilangan. Contohnya jika soal 323, maka jumlah koin yang terdapat pada kotak cadangan ratusan berwarna merah adalah 3 buah dan jumlahnya 300, maka siswa mengambil layang-layang bilangan warna merah angka 3 dan di simpan di garis ratusan. Pada kotak cadangan puluhan berwarna biru terdapat 2 piring stroberi yang masing-masing piring berisi 10 buah stroberi dan jumlah keseluruhannya menjadi 20, maka siswa mengambil layang-layang bilangan warna biru angka 2

(27)

dan di simpan di garis puluhan. Pada kotak cadangan puluhan berwarna kuning terdapat 3 buah korek api dan jumlahnya 3, maka siswa mengambil layang-layang bilangan warna kuning angka 3 dan di simpan di garis satuan. Nilai bilangan pada soal lambang bilangan 323 yaitu 300 + 20 + 3.

Kotak cadangan yang di letakkan di bawah gambar koin, gambar satu piring stroberi yang berisi 10 buah, dan gambar korek api bertujuan untuk memberikan pemahaman konsep bahwa setiap angka pada suatu bilangan mempunyai nilai tempat yang berbeda-beda walaupun angkanya sama. Seperti pada contoh angka 3 yang pertama mempunyai nilai tempat ratusan sedangkan angka 3 yang terakhir pada posisi ketiga mempunyai nilai tempat satuan. Di bawah kotak cadangan ini tedapat penjabaran nilai bilangan dari angka yang mendakan ratusan, puluhan, dan satuan. Pada media ini di pojok kanan atas dilengkapi dengan papan bilangan atau bisa disebut layang-layang karakter untuk pemberian soal. Di bawah papan bilangan atau disebut layang-layang karakter terdapat tiga buah kotak berjejer ke bawah sebagai tempat penyimpanan kumpulan gambar koin, gambar satu piring stroberi yang berisi 10 buah, dan gambar korek api.

3. Konsep Nilai Tempat Bilangan

Bilangan adalah konsep matematika yang digunakan untuk pencacahan dan pengukuran. Bilangan adalah sebutan untuk menyatakan jumlah atau banyaknya sesuatu. Lambang atau simbol yang digunakan untuk mewakili suatu bilangan disebut dengan angka atau lambang bilangan. Pengertian bilangan menurut Febriayanti & Prastowo (2014: 31) adalah “kumpulan angka yang

(28)

menempati urutan sebagai satuan, puluhan, ratusan, ribuan, dan seterusnya”. Berikut ini adalah susunan nilai tempat :

a. Bilangan satuan adalah bilangan yang disusun dimulai dari angka 0 sampai 9. b. Bilangan puluhan adalah bilangan yang disusun dimulai dari angka 10-99. c. Bilangan ratusan adalah bilangan yang disusun dimulai dari angka 100-999. d. Bilangan ribuan adalah bilangan yang disusun dimulai dari angka 1.000-9.999.

Nilai tempat menurut Haryono, dkk (2014: 49) dapat diartikan sebagai nilai suatu angka dalam suatu bilangan yang mempunyai nilai tempat dengan berbagai tingkatan tergantung dari letak suatu bilangan tersebut. Tingkatan tempat tersebut terdiri dari mulai satuan, puluhan, ratusan, ribuan, puluh ribuan sampai seterusnya. Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat Untoro & Tim Guru Indonesia (2010: 2) bahwa “nilai tempat bilangan adalah bilangan yang tersusun atas beberapa angka, dimana tiap angka mempunyai nilai tempat yang berbeda tergantung letaknya”. Menurut Seputra & Amin dalam Haryono (2014: 51) bahwa konsep nilai tempat bilangan mempunyai contoh yaitu “bilangan 15, angka 1 mempunyai nilai 1 puluhan dan angka 5 mempunyai nilai satuan. Nilai tempat 1 adalah sepuluh, nilai bilangannya 10, nilai tempat 5 adalah satuan, nilai bilangannya 5”. Nilai tempat bilangan ratusan menurut Gunanto & Adhalia (2016: 9) terdapat tiga angka dimana setiap angka mempunyai nilai yang berbeda sesuai tempatnya. Contohnya seperti pada bilangan 333 terdiri dari 3 angka. Nilai tempat pada angka 3 sebelah kiri yaitu ratusan serta mempunyai nilai 300, nilai tempat pada angka tiga pada posisi tengah yaitu puluhan serta mempunyai nilai 30, dan

(29)

nilai angka 3 pada posisi paling kanan nilai tempatnya adalah satuan dan mempunyai nilai 3.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa nilai tempat bilangan adalah suatu bilangan yang mempunyai nilai tempat yang berbeda-beda tergantug dari letaknya. Nilai tempat tersebut diantaranya adalah satuan, puluhan, ratusan, ribuan, puluh ribuan, dan ratusan ribu.

Numerasi yang banyak digunakan oleh orang saat ini adalah menggunakan sistem nilai tempat. Sistem tersebut adalah sistem numerasi Hindu-Arab. Sistem numerasi Hindu-Arab adalah sistem numerasi yang menggunakan 10 angka atau digit yaitu 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9. Secara umum menurut Haryono (2014: 50) bahwa “numerasi yang banyak digunakan orang saat ini yaitu menggunakan sistem nilai tempat adalah sistem numerasi Arab. Sistem numerasi Hindu-Arab juga disebut dengan sistem numerasi desimal”. Menurut Troutman & Lictenberg dalam Haryono (2014: 50) bahwa sistem numerasi Hindu-Arab itu mempunyai beberapa karakteristik yang berkaitan dengan nilai tempat bilangan diantaranya sebagai berikut:

a. Mengandung sistem bilangan dasar sepuluh. Artinya setiap sepuluh satuan dikelompokkan menjadi satu puluhan, setiap sepuluh puluhan menjadi satu ratusan, dan seterusnya. Jadi pada lambang bilangan dasar sepuluh, tempat paling kanan adalah tempat satuan dengan nilai tempatnya satu, tempat sebelah kiri tempatnya puluhan dengan nilai tempatnya sepuluh, dan seterusnya.

b. Menggunakan sistem nilai tempat. Contohnya pada bilangan 554321, nilai tempatnya adalah sebagai berikut:

(30)

5 5 4 3 2 1 Ratusan Ribu Puluhan Ribu Ribuan Ratusan Puluhan Satuan Gambar 1.

Pemetaan Nilai Tempat Bilangan Sumber: Haryono (2014: 50)

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sistem numerasi arab adalah sistem numerasi yang memiliki bilangan dasar sepuluh dan menggunakan sistem nilai tempat ratusan ribu, puluhan ribu, ribuan, ratusan, puluhan, dan satuan.

B. Profil SD Negeri 2 Singaparna

SDN 2 Singaparna terletak di Kampung Cimanglid Desa Singaparna Kecamatan Singaparna Kabupaten Tasikmalaya. SDN 2 Singaparna adalah sekolah dasar yang berstatus sebagai sekolah negeri dengan tanggal SK pendirian 1910-01-01. Luas tanah yang dimiliki adalah seluas 2390 m2. SDN 2 Singaparna adalah sekolah di bawah pimpinan seorang kepala sekolah yaitu Iis Rohayati, S.Pd, MM.Pd. Jumlah guru di SDN 2 Singaparna yaitu sebanyak 8 orang. Sebanyak 6 orang sebagai guru kelas dan 2 orang sebagai guru pendidikan jasmani dan guru agama. Jumlah siswa di SDN 2 Singaparna dari mulai kelas I sampai kelas VI berjumlah 141 orang. Adapun jumlah rombongan belajar di SDN 2 Singaparna yaitu berjumlah 1 rombel. Kurikulum yang digunakan di SDN 2 Singaparna yaitu Kurikulum 2013.

(31)

C. Kajian Penelitian yang Relevan

Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah :

1. Penelitian yang dilakukan oleh Syafris Novembris yang berjudul “Meningkatkan Pemahaman Konsep Nilai Tempat Bilangan Melalui Media Blok Dienes Pada Anak Tunagrahita Ringan di Kelas D IV C SDLB Talawi Kota Sawahlunto”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dengan menggunakan media blok dienes dapat meningkatkan kemampuan pemahaman konsep nilai tempat bilangan pada anak tunagrahita ringan di kelas D IV C SDLB Talawi Sawahlunto dengan presentase hasil awal sebelum dilaksanakan penelitian AH hanya mencapai 30% dan setelah diberikan tindakan pada siklus I menjadi 62% lalu pada siklus II menjadi 77%. Kemampuan AR hanya memiliki kemampuan 20% menjadi 54% setelah diberikan tindakan pada siklus I, hasil yang diperoleh meningkat menjadi 85% setelah diberikan tindakan pada siklus II. Terjadi peningkatan yang signifikan terhadap AR sehingga dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemahaman konsep nilai tempat bilangan dapat ditingkatkan melalui media blok dienes.

Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini terletak pada permasalahan materi pembelajaran matematika yaitu mengenai konsep nilai tempat bilangan. Perbedaannya yaitu penelitian yang dilakukan sebelumnya untuk meningkatkan pemahaman konsep nilai tempat bilangan dengan menggunakan media blok dienes, sedangkan peneliti ingin mengembangkan media pembelajaran layang-layang bilangan pada konsep nilai tempat bilangan.

(32)

2. Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Dita Risfamelia yang berjudul “Efektivitas Media Dedak-Dedak untuk Meningkatkan Kemampuan Mengenal Nilai Tempat Bilangan Bagi Anak Berkesulitan Belajar Matematika”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dengan menggunakan Media Dedak-Dedak dapat meninggkatkan kemampuan mengenal nilai tempat bilangan bagi anak berkesulitan belajar matematika dengan presentase pada kondisi baseline A1 hanya 10% dan pada kondisi B setelah diberikan tindakan dengan menggunakan media dedak-dedak meningkat menjadi 90% dan pada baseline A2 yaitu 100%.

Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini terletak pada permasalahan materi pembelajaran matematika yaitu mengenai konsep nilai tempat bilangan. Perbedaannya yaitu penelitian yang dilakukan sebelumnya untuk meningkatkan kemampuan mengenal konsep nilai tempat bilangan dengan menggunakan media dedak-dedak, sedangkan peneliti ingin mengembangkan media pembelajaran layang-layang bilangan pada konsep nilai tempat bilangan. 3. Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan

oleh Rita Novita dan Mulia Putra yang berjudul “Peran Desain Learning Trajectory Nilai Tempat Bilangan Berbantukan Video Animasi Terhadap Pemahaman Konsep Nilai Tempat Siswa Kelas II SD”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa learning trajectory dapat memberi kesempatan siswa untuk menemukan kembali (reinvent) dan memahami konsep nilai tempat.

Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini terletak pada permasalahan materi pembelajaran matematika yaitu mengenai konsep nilai

(33)

tempat bilangan. Perbedaannya yaitu penelitian yang dilakukan sebelumnya untuk memberikan pemahaman konsep nilai tempat dengan menggunakan peran learning trajectory dengan berbantukan video animasi, sedangkan peneliti ingin mengembangkan media pembelajaran layang-layang bilangan pada konsep nilai tempat bilangan.

4. Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Gluck dalam Nagel, dkk yang berjudul “Students' Explanations of Place Value in Addition and Subtraction”. Hasil penelitian Gluck dalam Nagel, dkk (1998) bahwa:

Finds that working with numbers in both concrete and symbolic forms helps students acquire an understanding of place value. Active involvement in these experiences creates valuable learning opportunities for young children. Discussions and activities that focus on trading, exchanging, and regrouping, along with a shared language of these mathematical processes, expose children to experiences that help develop vocabulary and construct meaning for place value.

Jadi, hasil penelitian Gluck dalam Nagel, dkk (1998) menunjukkan dengan melibatkan siswa untuk bekerja dengan angka dalam bentuk konkret dan simbolis membantu siswa memperoleh pemahaman tentang nilai tempat. Keterlibatan aktif dalam pengalaman ini menciptakan peluang pembelajaran yang berharga bagi anak-anak. Diskusi dan kegiatan yang berfokus pada perdagangan, pertukaran, dan pengelompokan kembali secara bersama dengan menggunakan bahasa yang sama dari proses matematika ini, memaparkan anak-anak pada pengalaman yang dapat membantu mengembangkan kosakata dan membangun makna untuk nilai tempat.

(34)

Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini terletak pada permasalahan materi pembelajaran matematika yaitu mengenai konsep nilai tempat bilangan. Perbedaannya yaitu penelitian yang dilakukan sebelumnya untuk memberikan pemahaman konsep nilai tempat dengan melibatkan siswa untuk bekerja dengan angka dalam bentuk konkret dan simbolis melalui diskusi dan kegiatan perdagangan, pertukaran, dan pengelompokan kembali secara bersama dengan bahasa yang sama, sedangkan peneliti ingin mengembangkan media pembelajaran layang-layang bilangan pada konsep nilai tempat bilangan.

5. Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Mc Guire & Mable yang berjudul “Analysis of Place Value Instruction and Development IN Pre-Kindergarten Mathematics”. Hasil penelitian Mc Guire dan Mable (2013) bahwa:

Research at the pre-kindergarten (Pre-K) level is limited. Providing an overview of two-digit place value instruction in Pre-K and describes the component parts of a research based math curriculum, My Teaching Partner Math (MTP Math). The results of a video analysis of classroom interactions across four MTP Math place value activities facilitated by two high quality teachers. Particular attention is given to the primary conceptual hurdles faced by students, as well as the scaffolding strategies employed by teachers. Results indicate that students possess a conceptual understanding of the ones place prior to the tens place and initially struggle the concept of unitizing groups of ten.

Jadi, hasil penelitian Mc Guire & Mable (2013) menunjukkan dengan memberikan gambaran tentang instruksi nilai tempat dua digit yang menggambarkan bagian komponen dari penelitian berbasis kurikulum matematika yaitu My Teaching Partner Math (MTP Matematika) di Pra Taman Kanak-Kanak menunjukkan hasil bahwa siswa dapat memiliki pemahaman konseptual tentang

(35)

nilai tempat sebelum tempat puluhan dan awalannya yang mengemban konsep unitisasi kelompok sepuluh.

Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini terletak pada permasalahan materi pembelajaran matematika yaitu mengenai konsep nilai tempat bilangan. Perbedaannya yaitu penelitian yang dilakukan sebelumnya untuk memberikan pemahaman konseptual nilai tempat dengan menggunakan My Teaching Partner Math (MTP Matematika) di Pra Taman Kanak-Kanak. My Teaching Partner Math yaitu teknik yang diterapkan pada pembelajaran matematika yang difasilitasi oleh dua orang guru berkualitas tinggi dengan memberikan perhatian khusus terhadap rintangan konseptual utama yang dihadapi oleh siswa, serta strategi perancah yang digunakan oleh guru agar siswa memiliki pemahaman konseptual mengenai nilai tempat bilangan, sedangkan peneliti ingin mengembangkan media pembelajaran layang-layang bilangan pada konsep nilai tempat bilangan.

6. Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Thompson yang berjudul “The Influence of Structural Aspects of The English Counting Word System on The Teaching and Learning of Place Value”. Hasil penelitian Fuson & Briars dalam Thompson (1998) menunjukkan bahwa:

“Thirty-six children in the sample had produced evidence of successful mental calculation with two-digit numbers”.

Pendekatan yang dapat digunakan terhadap pengajaran nilai tempat untuk anak-anak kelas satu dan dua yaitu dengan pengajaran operasi yang melibatkan

(36)

angka dua dan tiga digit (angka multi-digit). Menurut Fuson & Briars dalam Thompson (1998) bahwa:

The teaching of operations involving two- and three-digit numbers (multi-digit numbers). They argue that the English spoken system of number words constitutes a “named-value” system for the values of hundred, thousand and million. In such a system a number word is spoken and then the word immediately following it gives its value. For example, in the number “four thousand eight hundred”, the thousand gives the value of the four, so that the reader knows that it is not four tens that are being referred to. In a similar way the hundred gives the value of the eight. The authors contrast this with the system of written multi-digit number marks, which they describe as a “positional base-ten” system wherein the values which were explicitly named in the spoken system are now implicitly indicated by the relative positions of the number mark.

Jadi, hasil penelitian Thompson (1998) menunjukkan sebanyak tiga puluh enam sampel membuktikan telah sukses dengan menggunakan penghitungan mental melalui pendekatan pengajaran operasi yang melibatkan angka dua digit pada pembelajaran nilai tempat bilangan.

Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini terletak pada permasalahan materi pembelajaran matematika yaitu mengenai konsep nilai tempat bilangan. Perbedaannya yaitu penelitian yang dilakukan sebelumnya untuk membangun struktur konseptual nilai tempat dengan menggunakan pengajaran operasi yang melibatkan angka dua dan tiga digit (angka multi-digit) sistem nilai-bernama untuk nilai-nilai seratus, seribu, dan juta. Dalam sistem semacam itu, kata nomor diucapkan dan kemudian kata segera setelah itu memberikan nilainya. Misalnya, dalam angka empat ribu delapan ratus, seribu memberi nilai empat, sehingga pembaca tahu bahwa itu bukan empat puluh yang sedang dirujuk. Melalui cara yang sama, seratus memberi nilai delapan. Hal ini dapat mengontraskan sistem tanda angka multi-digit tertulis, yang mereka gambarkan

(37)

sebagai sistem pangkat dasar sepuluh dimana nilai-nilai yang secara eksplisit dinamai dalam sistem lisan dan secara implisit ditunjukkan oleh posisi relatif dari tanda angka, sedangkan peneliti ingin mengembangkan media pembelajaran layang-layang bilangan pada konsep nilai tempat bilangan.

7. Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Costello (2016) yang berjudul “MB4T (Mathematics By And For Teachers): Teaching Place Value Through The Operations”. Hasil penelitian Costello (2016) bahwa:

When working with the four operations in the classroom, I use problems that provide a context, a problem to engage with, and a purpose. However, for this article, with brevity being important, I will focus on the actual procedure of the operation, not identifying an operation or relating the response back to the problem. In addition to this, I would like to preface that for the following problems, it may be useful to approach a place value by the number of units (e.g., 8000 is 8 x 1 thousand) or expanded form (e.g., 345 = 300 + 40 + 5). In the four work samples above, there is evidence as to how place value was applied to solve the operations. In each of the problems, the numbers were decomposed into units (ones, tens, hundreds, thousands, tenths) for the purpose of strengthening place value while adding, subtracting, multiplying, and dividing. We are solving problems by place value rather than procedure. In this way, students continue to develop their understanding of numbers versus rote process of an algorithm.

Jadi, hasil penelitian Costello (2016) menunjukkan dengan menggunakan pengajaran nilai tempat melalui prosedur operasi. Melalui cara tersebut siswa dapat terus mengembangkan pemahaman mengenai angka dibandingkan dengan proses hafalan dari suatu logaritma.

Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini terletak pada permasalahan materi pembelajaran matematika yaitu mengenai konsep nilai

(38)

tempat bilangan. Perbedaannya yaitu penelitian yang dilakukan sebelumnya untuk memecahkan masalah nilai tempat melalui prosedur operasi yaitu menggunakan prosedur operasi yang sebenarnya dan tidak mengidentifikasi operasi atau menghubungkan kembali dengan masalah, tetapi masalah tersebut akan berguna dengan menggunakan pendekatan nilai tempat dengan jumlah unit angka misalnya (8000 = 8 x 1000) atau dengan bentuk yang diperluas misalnya (345 = 300 + 40 + 5). Melalui cara tersebut siswa dapat terus mengembangkan pemahaman mengenai angka dibandingkan dengan proses hafalan dari suatu logaritma, sedangkan peneliti ingin mengembangkan media pembelajaran layang-layang bilangan pada konsep nilai tempat bilangan.

8. Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Freeman (2018) yang berjudul “An Alternative Tool For Teaching Place Value”. Hasil penelitian Freeman (2018) bahwa:

There was a similar result in an intervention group of 8- and 9-year-old children. A child who counted 30 times on her Angers at the pre-intervention stage when posed with the question 25 + 30, scored as well as the best performer in the control group, obtaining 90% in the post-intervention test, up from 60%. Another significant change was noted in a boy within the intervention group who could only answer 10 + 7 at the pre-intervention stage, with a score of 28%. He subsequently scored 75% on the post-intervention test where he completed all sums mentally. Prior to the intervention, he explained that he was not sure of numbers beyond one hundred.

Jadi, hasil penelitian Freeman (2018) menunjukkan dengan menggunakan alat operasi soroban pada kelompok intervensi anak usia 8 dan 9 tahun. Seorang anak yang menghitung 30 kali pada Angers-nya pada tahap pra-intervensi ketika diajukan dengan pertanyaan 25 + 30, mencetak gol serta pemain

(39)

terbaik dalam kelompok kontrol, memperoleh 90% dalam tes pasca-intervensi, naik dari 60%. Perubahan signifikan lainnya tercatat pada anak laki-laki dalam kelompok intervensi yang hanya bisa menjawab 10 + 7 pada tahap pra-intervensi, dengan skor 28%. Dia kemudian mencetak 75% pada tes pasca-intervensi di mana ia menyelesaikan semua jumlah mental. Sebelum intervensi, dia menjelaskan bahwa dia tidak yakin jumlahnya melebihi seratus.

Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini terletak pada permasalahan materi pembelajaran matematika yaitu mengenai konsep nilai tempat bilangan. Perbedaannya yaitu penelitian yang dilakukan sebelumnya untuk memecahkan masalah nilai tempat dengan menggunakan alat operasi soroban yaitu misalnya dengan cara mendorong 4 manik-manik bawah ke atas pada batang ratusan yang ada pada alat operasi soroban berarti kita menghitung 400 karena masing-masing manik-manik memiliki nilai 100. Setiap manik atas di atas bar tengah bernilai lima kali lebih banyak dibandingkan dengan manik-manik bawah. Misalnya, mendorong manik atas ke bawah pada batang unit berarti kita menghitung lima. Ketika anak-anak sudah familiar dengan nilai manik-manik di sebelah kiri batang unit, mengenai pengenalan tempat desimal akan lurus ke depan menggunakan batang di sebelah kanan unit/batang. Contoh lain misalkan anak-anak dapat melihat bahwa 13 terbuat dari 10 dan 3. Jika mereka perlu menambahkan 10 lagi, mereka dapat dengan cepat menambahkan pada puluhan dari puluhan pada batang puluhan tanpa harus menghitung 10 unit, untuk sampai pada 23 sehingga siswa dapat memahami dengan mudah menyelesaikan soal nilai

(40)

tempat, sedangkan peneliti ingin mengembangkan media pembelajaran layang-layang bilangan pada konsep nilai tempat bilangan.

D. Kerangka Pikir

Penggunaan media pembelajaran dapat membantu guru dalam menyampaikan materi pembelajaran sehingga siswa dapat lebih mudah dalam memahami materi yang disampaikan oleh guru. Media pembelajaran yang digunakan sebagai alat untuk menyampaikan materi yang akan diberikan kepada siswa harus menggunakan media yang menarik dan cocok dengan materi yang akan disampaikan, sehingga siswa akan lebih tertarik, akan timbul rasa penasaran untuk mempelajari materi tersebut, materi yang tadinya bersifat abstrak dapat menjadi konkrit dan akan membuat peserta didik menjadi lebih aktif dalam pembelajaran.

Berdasarkan hambatan yang ditemui di lapangan bahwa dalam pembelajaran matematika pada konsep nilai tempat bilangan siswa kurang memahami materi konsep nilai tempat bilangan dan harus dijelaskan secara berulang-ulang terutama kepada siswa yang mengalami kesulitan belajar. Selain itu, guru mengalami hambatan dan keterbatasan dalam membuat media pembelajaran, sehingga pada pembelajaran materi konsep nilai tempat bilangan guru hanya menggunakan media seadanya dengan memanfaatkan media yang ada di lingkungan sekitar seperti batu, lidi, dan korek api serta respon siswa pada saat pembelajaran ada yang aktif dan ada yang masih belum aktif.

Berdasarkan permasalahan di atas, maka peneliti tertarik untuk memecahkan permasalahan tersebut yaitu dengan mengembangkan media

(41)

layang-layang bilangan. Media pembelajaran layang-layang-layang-layang bilangan ini dapat membantu guru dalam menyampaikan materi pelajaran konsep nilai tempat bilangan agar siswa dapat lebih mudah memahami konsep nilai tempat bilangan ratusan, puluhan, dan satuan.

Dengan adanya media pembelajaran ini siswa dapat secara langsung mendapatkan pengalaman belajar karena siswa terlibat secara langsung untuk mencoba mempraktekkan penjabaran konsep nilai tempat bilangan dengan cara menggunakan media pembelajaran layang-layang bilangan. Oleh karena itu, adanya media pembelajaran layang-layang bilangan diharapkan dapat memotivasi guru untuk membuat media pembelajaran yang lebih menarik, membuat peserta didik menjadi lebih aktif, menyenangkan dalam proses pembelajaran dan siswa menjadi lebih memahami materi konsep nilai tempat bilangan sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.

Untuk mengetahui kelayakan produk yang dikembangkan yaitu kelayakan media pembelajaran layang-layang bilangan. Dalam penelitian ini akan dilakukan validasi dan revisi produk. Validasi akan dilakukan oleh ahli materi, ahli media, dan guru. Kemudian akan dilakukan revisi produk berdasarkan saran dan masukan dari ahli materi, ahli media, dan guru. Setelah dilakukan revisi, maka media pembelajaran layang-layang bilangan akan diuji coba di lapangan. Uji coba tersebut dilakukan sebanyak tiga tahap yaitu uji coba satu-satu, uji coba kelompok kecil, dan uji coba kelompok besar. Berdasarkan hasil pengamatan dan saran yang diberikan oleh siswa dan guru dari setiap uji coba maka akan dilakukan revisi kembali untuk perbaikan media pembelajaran layang-layang bilangan.

(42)

Untuk mengetahui efektivitas media pembelajaran layang-layang bilangan, maka akan dilakukan uji efektivitas media dengan menggunakan uji N-Gain dan uji Paired Sampel T-test. Uji efektivitas ini bertujuan untuk mengetahui signifikansi perbedaan pembelajaran pada materi konsep nilai tempat bilangan di SDN 2 Singaparna antara sebelum dan sesudah diberikan perlakuan menggunakan media pembelajaran layang-layang bilangan berbantuan adobe flash cs6. Berikut ini kerangka pikir pengembangan media pembelajaran layang-layang bilangan pada konsep nilai tempat bilangan:

Gambar 2.

(43)

E. Hipotesis Penelitian

Pengembangan media pembelajaran dalam pembelajaran matematika dapat membantu siswa untuk memahami dan mengenalkan konsep dan simbol matematika dari yang tadinya bersifat abstrak menjadi konkret sesuai dengan taraf berpikir siswa yaitu operasional konkret. Siswa kelas II SD termasuk ke dalam taraf berpikir operasional konkret karena berada pada rentan usia 7-11 tahun. Anak usia SD lebih menyukai belajar secara langsung dan belajar sambil bermain. Selain itu, anak SD lebih menyukai gambar-gambar dengan warna-warna yang menarik. Oleh karena itu, peneliti berasumsi bahwa media pembelajaran layang-layang bilangan berbantuan adobe flash cs6 pada konsep nilai tempat bilangan layak untuk digunakan pada pembelajaran materi konsep nilai tempat bilangan di SDN 2 Singaparna. Selain itu, media pembelajaran layang-layang bilangan berbantuan adobe flash cs6 efektif untuk digunakan pada konsep nilai tempat bilangan di SDN 2 Singaparna. Adapun hipotesis statistik pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

Ho : Tidak terdapat perbedaan signifikan antara sebelum dan sesudah

menggunakan media pembelajaran layang-layang bilangan berbantuan adobe flash cs6 pada konsep nilai tempat bilangan di SDN 2 Singaparna. Ha : Terdapat perbedaan signifikan antara sebelum dan sesudah

menggunakan media pembelajaran layang-layang bilangan berbantuan adobe flash cs6 pada konsep nilai tempat bilangan di SDN 2 Singaparna. Jika thitung < ttabel maka Ho diterima dan Ha ditolak dengan taraf signifikan 0,05.

Referensi

Dokumen terkait

Toha Putra Semarang (Studi Kasus PT. Kunci keberhasilan organisasi adalah karyawan, sebab karyawan sebagai sumber daya manusia. Calon-calon karyawan atau pelamar

Tabel 56 Cakupan Pelayanan Rawat Jalan Masyarakat Miskin (Dan Hampir Miskin) menurut Strata Sarana Kesehatan dan Jenis Kelamin per Kabupaten/Kota Provinsi

Metode ini menggunakan metode deskriptif karena peneliti bermaksud untuk menggambarkan secara apa adanya tentang penerapan metode pemberian tugas untuk pengembangan

dimana C/f merupakan rata-rata berat hasil tangkapan (catch, C) per unit upaya (effort, f) yang diperoleh selama suatu survai (atau dari suatu stratum kedalaman tertentu), A

Berdasarkan uraian di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa individu yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi adalah individu yang memiliki standar berprestasi,

Bauran komunikasi pemasaran (marketing communication mix) agar dapat mendorong efektifitas dan efisiensi komunikasi pemasaran terdiri dari delapan model komunikasi utama),

Dapat disimpulkan bahwa ekstrak daun pacar cina ( Aglaia odorata Lour.) pada semua dosis mempunyai efek stimulan serta tidak ada hubungan antara peningkatan dosis ekstrak daun

Karakter yang dapat tercipta melalui permainan kelereng adalah kejujuran yang terbentuk dari bermain dengan sportif; disiplin yang terbentuk dari urutan dalam memainkan;