• Tidak ada hasil yang ditemukan

Atik Susanti

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Atik Susanti"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

1

PERBANDINGAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIK PESERTA DIDIK ANTARA YANG MENGGUNAKAN MODEL PROBLEM

BASED LEARNING (PBL) DENGAN MODEL PEMBELAJARAN

KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION (GI) (Penelitian di Kelas VIII SMP Negeri 2 Dayeuhluhur)

Atik Susanti

e-mail : atiiksusantii@yahoo.com

Program Studi Pendidikan Matematika

Fakultas Keguruan dan Ilmu pendidikan Universitas Siliwangi Jl. Siliwangi No. 24 Kota Tasikmalaya

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik yang lebih baik antara yang menggunakan model Problem Based Learning (PBL) dengan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI), kemandirian belajar peserta didik yang menggunakan model Problem Based Learning (PBL) dan yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI). Penelitian ini menggunakan metode eksperimen. Populasi dalam penelitian ini peserta didik kelas VIII SMP Negeri 2 Dayeuhluhur sebanyak 6 kelas (190 peserta didik). Sampel diambil secara acak kelas, terpilih kelas VIII B sebagai kelas yang menggunakan model Problem Based Learning (PBL) dan kelas VIII C sebagai kelas yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI). Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dengan melakukan tes kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik dan penyebaran angket pernyataan dengan skala kemandirian belajar. Instrumen yang digunakan yaitu soal tes kemampuan berpikir kreatif matematik dan pernyataan dalam skala kemandirian belajar. Teknik analisis untuk menguji hipotesis menggunakan uji perbedaan dua rata-rata. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik yang menggunakan model Problem Based Learning (PBL) lebih baik daripada yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI), kemandirian belajar peserta didik yang menggunakan model Problem Based Learning (PBL) berada dalam kategori sedang dan kemandirian belajar peserta didik yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) berada dalam kategori sedang.

Kata Kunci: Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik, Model Problem Based Learning (PBL), Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation (GI), Kemandirian Belajar Peserta Didik.

(2)

2 ABSTRACT

The objectives of this research were to find out whether the students’ creative thinking ability in learning mathematic by using problem based learning (PBL) model better than using type of cooperative learning model, group investigation (GI) and to find out how the students’ independent learning when the problem based learning (PBL) model was used in learning process and how the students independent learning when type of cooperative learning model, group investigation (GI) was used in learning process. The method of this research was experiment method. Population of this research consisted 160 of the eighth grade students of SMP Negeri 2 Dayeuhluhur. Random sampling technique was used in choosing the samples of the research. The eighth grade B consisted of 38 students was chosen as experiment class 1. This class used problem based learning (PBL) model. While, the eighth grade C consisted of 38 students was chosen as class experiment 2 that used type of cooperative learning model, group investigation (GI). The students’ creative thinking ability test in mathematics and learning independent scale were used as the technique of collecting the data. The instruments of this research were the test of students’ creative thinking ability and learning independent scale. The technique of analysing the data of this research was two groups design. The result of this research showed that the students’ creative thinking ability in mathematic by used problem based learning(PBL) model better than used type of cooperative learning model, group investigation (GI). In addition, the students’ independent learning was in high category when the learning process used problem based learning (PBL) model.

Meanwhile, the students’ independent learning was in middle category when the learning process used type of cooperative learning model, group investigation (GI).

Keywords: Mathematical Creative Thinking; Problem Based Learning Model; Type Of Cooperative Learning Model, Group Investigation; Students’ Independent Learning.

PENDAHULUAN

Matematika merupakan mata pelajaran yang dapat melatih peserta didik dalam menumbuhkembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Oleh karena itu dalam kurikulum pendidikan di Indonesia, matematika ditetapkan sebagai mata pelajaran wajib yang diberikan kepada peserta didik dari jenjang Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah. Konsep matematika banyak diperlukan untuk membantu menyelesaikan masalah kehidupan sehari-hari dan dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari, kita tidak terlepas dari proses berpikir.

Menurut Sumarmo, Utari (2014:76) “Berpikir matematik diartikan sebagai kegiatan atau proses matematika (doing math) atau tugas matematik (mathematical task)”. Kemampuan berpikir memiliki dua tingkatan yaitu, berpikir dasar (basic) dan berpikir tingkat tinggi. Salah satu bagian dari kemampuan berpikir tingkat tinggi adalah kemampuan berpikir kreatif. Kemampuan berpikir kreatif adalah kemampuan untuk

(3)

3

menghasilkan ide atau cara baru dalam menghasilkan sesuatu yang merupakan gabungan atau kombinasi dari unsur-unsur yang sudah ada sebelumnya.

Indikator kemampuan berpikir kreatif peserta didik meliputi empat komponen yaitu :

a. Fluency (kelancaran) kemampuan dalam mengajukan sejumlah masalah atau pertanyaan matematika dengan jawaban yang tepat.

b. Flexibility (keluwesan) adalah kemampuan menghasilkan jawaban yang bervariasi atau beragam atau beberapa cara.

c. Elaboration (elaborasi) adalah kemampuan menjelaskan, mengembangkan, memperkaya atau menguraikan lebih rinci jawaban atau gagasan yang diberikan.

d. Originality (keaslian) adalah kemampuan memberikan gagasan atau jawaban dengan bahasa dan cara sendiri.

Hal tersebut sejalan dengan Alvino (Sumarmo, Utari, 2014:201) yang mengklasifikasikan berpikir kreatif dalam empat komponen yaitu: kelancaran, kelenturan, keaslian dan elaborasi.

Suatu pembelajaran dengan upaya mengembangkan kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik akan berhasil jika peserta didik memiliki kemandirian belajar yang tinggi. Menurut Wedemeyer (Rusman, 2013:354) “Kemandirian dalam belajar perlu diberikan kepada peserta didik supaya mereka mempunyai tanggung jawab dalam mengatur dan mendisiplinkan dirinya dan dalam mengembangkan kemampuan belajar atas kemauan sendiri”. Selanjutnya indikator kemandirian belajar menurut Sumarmo, Utari (2014, 112) adalah

a. inisiatif dan motivasi belajar instrinsik; b. kebiasaan mendiagnosa kebutuhan belajar; c. menetapkan tujuan belajar; d. memonitor, mengatur, dan mengontrol belajar; e. memandang kesulitan sebagai tantangan; f. memanfaatkan dan mencari sumber yang relevan; g. memilih, menetapkan strategi belajar; h. mengevaluasi proses dan hasil belajar ; i. kemampuan diri.

Namun dalam proses pembelajaran, kemandirian belajar peserta didik belum maksimal. Ketika pembelajaran berlangsung peserta didik masih bergantung pada guru.

Hal ini dapat penulis ketahui berdasarkan hasil diskusi dengan seorang guru matematika di SMP Negeri 2 Dayeuhluhur. Selama pembelajaran berlagsung kebanyakan peserta didik hanya fokus pada satu cara untuk menyelesaikan permasalahan matematika yaitu cara yang diberikan oleh guru saja, tidak ada usaha dari peserta didik untuk mencari cara lain dalam menyelesaikan permasalahan tersebut. Selain itu ketika peserta didik dihadapakan dengan suatu permasalahan baru dan yang dianggap sulit, mereka seringkali

(4)

4

merasa enggan untuk mencoba, dan hanya menunggu jawaban dari teman. Hal ini menunjukan kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik dan kemandirian belajar peserta didik masih rendah.

Rendahnya kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurahayu, Iis Nipa (2014) menunjukan bahwa 70 % peserta didik tidak mencapai Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM), ini disebabkan oleh kesuliatan yang dialami peserta didik dalam menyelesaikan soal matematika yang berupa soal-soal dengan pernyataan terbuka atau soal-soal berbentuk cerita serta kebanyakan peserta didik tidak menyukai dan merasa jenuh dengan belajar matematika.

Oleh karena itu, diperlukan adanya upaya kreativitas guru dalam memberikan inovasi proses pembelajaran untuk meningkatkan keberhasilan dalam pembelajaran.

Salah satu inovasi yang dapat dilakukan guru adalah dalam model pembelajaran. Guru dapat menggunakan model pembelajaran yang mampu membuat peserta didik aktif, kreatif dalam memecahkan persoalan matematik, dan menantang peserta didik untuk menghubungkan dunia nyata dengan pembelajaran matematika. Model pembelajaran yang dapat diterapkan diantaranya, model Problem Based Learning (PBL) dan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI).

Model Problem Based Learning (PBL) dipilih karena merupakan sebuah model pembelajaran yang menyajikan masalah kontekstual. Sebuah “masalah” memiliki kekuatan untuk merangsang rasa ingin tahu, keinginan untuk mengamati, motivasi serta keterlibatan seseorang atas satu hal. Dalam kelas yang menerapkan pembelajaran berbasis masalah peserta didik bekerja dalam tim untuk memecahkan masalah dunia nyata (real world). Menurut Sani, Ridwan Abdullah (2014:127)

Problem Based Learning (PBL) merupakan pembelajaran yang penyampaiannya dilakukan dengan cara menyajikan suatu permasalahan, mengajukan pertanyaan- pertanyaan, memfasilitasi penyelidikan, dan membuka dialog.

Sejalan dengan pendapat tersebut, proses pembelajaran dengan model Problem Based Learning (PBL) dimulai dari pemberian masalah, masalah yang diberikan berupa masalah kontekstual yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari peserta didik sehingga dapat memberikan kondisi belajar yang aktif kepada peserta didik.

Model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) adalah model pembelajaran yang menekankan pada partisipasi dan aktivitas peserta didik untuk mencari sendiri materi pelajaran yang akan dipelajari melalui bahan-bahan yang tersedia,

(5)

5

seperti dari buku pelajaran ataupun media internet. Dalam hal ini berarti dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) peserta didik harus menggunakan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Sejalan dengan Huda, Miftahul (2014:292) “Group Investigation (GI) merupakan salah satu metode kompleks dalam pembelajaran kelompok yang mengharuskan siswa untuk menggunakan skill berpikir level tinggi”. Model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) membuat peserta didik memperoleh kemampuan untuk menggunakan alat-alat dan berbagai sumber belajar baik yang berhubungan dengan materi pembelajaran maupun tidak.

Proses pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif di dalamnya terdapat apersepsi berupa penghargaan yang diberikan kepada kelompok yang memiliki prestasi belajar. Penghargaan kelompok dilihat dari kriteria yang dipenuhi oleh masing-masing kelompok. Terdapat tiga tingkatan penghargaan kelompok. Ketiga tingkatan penghargaan kelompok didasarkan pada nilai rata-rata skor kelompok. Ketiga kriteria penghargaan yang diberikan penelitian ini adalah menurut Slavin, Robert E. (2005:160) yaitu tim baik, tim sangat baik dan tim super. Dengan model PBL dan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI), peserta didik diharapkan mampu berpikir kreatif, aktif, dan mampu menyelesaikan pemecahan masalah matematik.

Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang telah diuraikan, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui manakah yang lebih baik kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik yang menggunakan model Problem Based Learning (PBL) atau yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI), untuk mengetahui kemandirian belajar peserta didik yang menggunakan model Problem Based Learning (PBL), dan untuk kemandirian belajar peserta didik yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI).

Penelitian ini juga relevan dengan penelitian yang dilaporkan oleh Indriani, Nina (2013) yang berjudul “Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa SMP Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Investigasi Kelompok (Group Investigation)”.

Berdasarkan hasil pengolahan data secara statistik dan deskriptif, diperoleh bahwa peningkatan kemampuan berpikir kreatif pada siswa yang mendapatkan pembelajaran melalui pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok (Group Investigation) lebih tinggi daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan pembelajaran konvensional. Penelitian yang dilaporkan oleh Hearani Anwar, Erni (2014) dengan judul

(6)

6

“Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Berbasis Masalah terhadap Kemampuan Berpikir Kratif Matematik Peserta Didik (Penelitian terhadap Peserta Didik Kelas VII SMP Negeri 5 Ciamis)”. Hasil penenlitiannya menunjukkan bahwa ada pengaruh positif penggunaan model pembelajaran berbasis masalah terhadap kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik. Penelitian relevan lainnya dilaporkan oleh Masruchah, Khoirum (2011) dengan judul “Pengaruh Problem Based Learning (PBL) terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa dalam Memecahkan Masalah Matematika di Kelas VII SMP Itaba Gedangan Sidoarjo”. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa ada pengaruh model PBL terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa dalam memecahkan masalah matematika di kelas VII SMP ITABA Gedangan Sidoarjo berdasarkan hitungan

= 13,09 lebih besar dari dengan taraf signifikan 5% yaitu 1,699 yang berarti kemampuan berpikir kreatif siswa sesudah pembelajaran lebih baik daripada sebelum pembelajaran.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimen, karena dalam penelitian ini menggunakan model Problem Based Learning (PBL) dan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) dan melihat perbandingannya dalam kemampuan berpikir kreatif matematik. Selain itu juga melihat bagaimana kemandirian belajar peserta didik yang menggunakan model Problem Based Learning (PBL) dan bagaimana kemandirian belajar peserta didik yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigatin (GI).

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh peserta didik kelas VIII SMP Negeri 2 Dayeuhluhur. Dua kelas diambil secara acak sebagai sampel, VIII B kelas yang menggunakan model Problem Based Learning (PBL) dengan jumlah peserta didik sebanyak 38 orang dan VIII C kelas yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) dengan jumlah peserta didik sebanyak 38 orang.

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu dengan melakukan tes kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik dan penyebaran skala kemandirian belajar yang diberikan sebanyak satu kali diakhir pembelajaran setelah semua proses pembelajaran selesai. Soal tes kemampuan berpikir kreatif matematik digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik antara yang menggunakan model Problem Based Learning (PBL) dengan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI). Skala kemandirian belajar digunakan untuk

(7)

7

mengetahui kemandirian belajar peserta didik yang menggunakan model Problem Based Learning (PBL) dan untuk mengetahui kemandirian belajar peserta didik yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI).

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik kelas yang menggunakan model Problem based learning (PBL) diperoleh skor tertinggi 18 dan skor terendah 7 dan rentangnya 11. Sehingga diperoleh banyak kelas interval 6 dan panjang kelas 2. Untuk skor yang paling banyak diperoleh peserta didik dan median pada kelas eksperimen I yaitu kelas interval ke-4 pada interval 13 - 14, sehingga diperoleh modus sebesar 13,78 dan median 13,84. Skor rata-rata kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik adalah 13,84 dan standar deviasinya 2,88.

Hasil penelitian kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik kelas yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) diperoleh skor tertinggi 18 dan skor terendah 4 dan rentangnya 14. Sehingga diperoleh banyak kelas interval 6 dan panjang kelas 3. Untuk skor yang paling banyak diperoleh peserta didik dan median pada kelas eksperimen II yaitu kelas interval ke-3 pada interval 10 - 12, sehingga diperoleh modus sebesar 10,36 dan median 10,7. Skor rata-rata kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik adalah 11,16 dan standar deviasinya 4,23.

Berdasarkan data hasil penelitian, terlihat bahwa rata-rata kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik yang menggunakan model Problem Based Learning (PBL) 13,78 lebih besar dari rata-rata kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) sebesar 11,16. Sehingga dapat dikatakan bahwa model Problem Based Learning (PBL) lebih baik dari pada model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI). Untuk melihat perbedaannya signifikan atau tidak dilanjutkan dengan uji statistik menggunakan uji perbedaan dua rata-rata yaitu uji-t.

Uji persyaratan analisis berkaitan dengan syarat-syarat dalam pengujian hipotesis.

Uji normalitas distribusi kelas yang menggunakan model Problem Based Learning (PBL) menghasilkan nilai chi kuadrat yaitu 3,5. Dengan taraf nyata ∝= 1% diperoleh 𝑥ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔2 = 3,5 ≤ 𝑥(0,99)(3)2 = 11,3, maka sampel berasal dari populasi berdistribusi

(8)

8

normal. Uji normalitas pada kelas yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) menghasilkan nilai chi kuadrat 9,11. Dengan ∝=

1 % diperoleh 𝑥ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔2 = 9,11 ≤ 𝑥(0,99)(3)2 = 11,3, maka sampel berasal dari populasi berdistribusi normal. Uji homogenitas varians diperoleh Fhitung = 2,15. Dengan db1 = 37, db2 = 37, dan taraf nyata ∝= 1 % diperoleh Fhitung = 2,15 < F0,01(37/37) = 2,19, berarti kedua varians homogen.

Uji hipotesis dengan menggunakan uji perbedaan dua rata-rata yaitu diperoleh 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 3,27. Ternyata pada α = 1 % 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 3,27 > 𝑡(0,99)(74) = 2,38, maka 𝐻0 ditolak dan 𝐻1 diterima. Artinya kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik yang menggunakan model Problem Based Learning (PBL) lebih baik daripada yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI).

Kemandirian belajar peserta didik yang menggunakan model Problem Based Learning (PBL) adalah bagaimana peserta didik merancang suatu pembelajaran yang akan dilaksanakan sehingga peserta didik mampu memantau kemajuan belajarnya sendiri dan mengevaluasi hasil yang diperoleh. Indikator yang dijadikan dasar dalam kemandirian belajar adalah inisiatif dan motivasi belajar instrinsik, mendiagnosa kebutuhan belajar, menetapkan tujuan/target belajar, memonitor, mengatur, dan mengontrol belajar, memandang kesulitan sebagai tantangan, memanfaatkan dan mencari sumber yang relevan, memilih, menerapkan strategi belajar, mengevaluasi proses dan hasil belajar, kemampuan diri/kontrol diri (self eficacy). Berdasarkan hasil analisis skala kemandirian belajar peserta didik yang menggunakan model Problem Based Learning (PBL) secara keseluruhan berada dalam kategori sedang dengan nilai 𝑥 = 84,87.

Kemandirian belajar peserta didik yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) adalah bagaimana peserta didik merancang suatu pembelajaran yang akan dilaksanakan sehingga peserta didik mampu memantau kemajuan belajarnya sendiri dan mengevaluasi hasil yang diperoleh. Indikator yang dijadikan dasar dalam kemandirian belajar adalah inisiatif dan motivasi belajar instrinsik, mendiagnosa kebutuhan belajar, menetapkan tujuan/target belajar, memonitor, mengatur, dan mengontrol belajar, memandang kesulitan sebagai tantangan, memanfaatkan dan mencari sumber yang relevan, memilih, menerapkan strategi belajar, mengevaluasi proses dan hasil belajar, kemampuan diri/kontrol diri (self eficacy). Berdasarkan hasil analisis skala kemandirian belajar peserta didik yang menggunakan model pembelajaran

(9)

9

kooperatif tipe Group Investigation (GI) secara keseluruhan berada dalam kategori sedang dengan nilai 𝑥 = 68,89.

PEMBAHASAN

Pelaksanaan pembelajaran pada kelas eksperimen I dengan menggunakan model Problem Based Learning (PBL). Terdapat lima tahapan dalam pembelajaran yaitu orientasi peserta didik pada masalah, mengorganisasikan peserta didik, membimbing penyelidikan individual dan kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil karya, dan menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Pada tahap pertama peserta didik diarahkan perhatiannya pada masalah-masalah kontekstual (masalah yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari peserta didik) yang sesuai dengan materi yang akan dipelajari. Pada tahap ini peserta didik terlihat merasa tertarik karena apa yang sedang mereka pelajari berhubungan dengan kehidupan sehari-harinya.

Tahap kedua peserta didik dikelompokkan secara heterogen dengan anggota masing-masing 4-5 peserta didik. Pada tahap ini peserta didik seperti merasa terbebani dengan pembagian kelompok yang dilakukan oleh guru, karena tidak sesuai dengan keinginan mereka, namun setelah guru memberikan penjelasan bahwa tujuan dari pembagian kelompok secara heterogen untuk membuat mereka lebih akrab dengan yang lain, akhirnya meraka mau mencoba dan bekerjasama dengan kelompoknya masing- masing dan untuk pertemuan selanjutnya mereka terbiasa dengan kelompok yang telah dibagi oleh guru. Kemudian guru membagikan bahan ajar untuk didiskusikan dalam kelompok, dalam tahap ini setiap kelompok berdiskusi dan sesekali bertanya kepada guru tentang hal-hal yang tidak mereka pahami. Selanjutnya pada tahap ketiga, selama peserta didik mendiskusikan bahan ajar, guru membimbing dan mengarahkan peserta didik untuk penyelidikan individual maupun kelompok. Awalnya saat peserta didik di beri waktu untuk mengerjakan bahan ajar, kebanyakan mereka hanya diam atau bahkan malah bercanda satu sama lain. Ketika terjadi hal seperti ini guru menghampiri kelompok tersebut dan membimbing untuk kembali fokus dalam mengerjakan bahan ajar.

Tahap yang keempat, guru meminta peserta didik untuk menyajikan hasil diskusi dalam bentuk tulisan. Selama tahap ini, suasana pembelajaran di kelas menjadi kurang kondusif karena yang bekerja hanya 2 tau 3 orang. Selanjutnya untuk tahap yang terakhir yaitu tahap kelima, menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah dimana guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau meminta

(10)

10

kelompok mempresentasikan hasil kerja bersama kelompok. Ketika guru meminta salah satu kelompok yang berani mempresentasikan hasil kerja kelompoknya, setiap kelompok hanya duduk terdiam, pada akhirnya guru menentukan kelompok mana yang maju, dipilih secara acak dengan tujuan agar terasa lebih adil.

Setelah salah satu kelompok mempresentasikan hasil kerja kelompoknya, guru membagikan LKPD untuk dikerjakan dalam kelompok dan kemudian dikumpulkan.

Namun selama mengerjakan LKPD, peserta didik mengalami kesulitan dengan diberikannya soal-soal kemampuan berpikir kreatif matematik, tetapi pada pertemuan berikutnya peserta didik mulai terbiasa mengerjakan soal-soal kemampuan berpikir kreatif matematik yang bentuknya non rutin dan dilakukan secara berkelompok. Setelah LKPD selesai dikerjakan salah satu kelompok mempresentasikan hasil kerjanya. Sama halnya dengan pemilihan presentasi bahan ajar, pemilihan presentasi LKPD juga dilakukan secara acak. Sebelum pembelajaran berakhir, guru memberikan tugas individu (PR) untuk dikerjakan di rumah oleh setiap peserta didik.

Pelaksanaan pembelajaran pada kelas yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI), terdapat enam langkah atau tahapan dalam proses pembelajarannya. Tahap pertama peserta didik dikelompokkan secara heterogen dengan 4-6 anggota tiap kelompoknya. Selanjutnya peserta didik memilih sendiri materi yang akan mereka pelajari. Namun agar semua materi ada yang memilih, maka dibatasi untuk tiap pilihan materi maksimal 2 kelompok. Pemilihan materi sesuai dengan kompetensi dasar yang telah ditentukan.

Tahap yang kedua guru membagikan bahan ajar sesuai dengan pilihan materi dari masing-masing kelompok yang kemudian peserta didik dan guru merencanakan prosedur pembelajaran, tugas dan tujuan khusus yang konsisten dengan subtopik yang telah dipilih pada tahap pertama. Untuk tahap yang ketiga yaitu implementasi, peserta didik menerapkan rencana yang telah mereka kembangkan pada tahap yang kedua. Dalam langkah ini scaffolding yang merupakan ide penting dalam teori pembelajaran social Vygotsky diterapkan, saat peserta didik menerapkan rencana pembelajaran lebih tepatnya mengerjakan bahan ajar, guru memberikan bantuan berupa arahan-arahan kepada tiap kelompok pada awal pengerjaan bahan ajarnya dan mengurangi bantuan tersebut kemudian memberikan kesempatan kepada anak untuk menyelesaikan untuk dipresentasikan di depan kelas.

(11)

11

Langkah selanjutnya peserta didik menganalisis dan mensintesis, dimana peserta didik menganalisis dan menyintesis informasi yang diperoleh pada tahap ketiga dan merencanakan bagaimana informasi tersebut diringkas dan disajikan. Selanjutnya tahap yang kelima, prestasi hasil final, beberapa atau semua kelompok menyajikan hasil penyelidikannya dengan cara yang menarik kepada seluruh kelas, dengan tujuan agar peserta didik yang lain saling terlibat satu sama lain. Untuk presentasi hasil final ini, karena tiap materi terdapat 2 kelompok yang melakukan investigasi, maka untuk mengefektifkan waktu guru hanya meminta satu kelompok yang presentasi dari tiap materi. Pemilihan kelompok dilakukan secara acak agar terasa lebih adil.

Setelah presentasi selesai, guru membagikan LKPD untuk dikerjakan dalam kelompok dan kemudian dikumpulkan. Setelah LKPD selesai dikerjakan salah satu kelompok mempresentasikan hasil kerjanya. Untuk tahap yang terakhir yaitu evaluasi, kelompok-kelompok menangani aspek yang berbeda dari topik yang sama, peserta didik dan guru mengevaluasi tiap kontribusi kelompok terhadap kerja kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi yang dilakukan berupa penilaian individu (tes individu). Kemudian sebelum pembelajaran berakhir, guru memberikan tugas individu (PR) untuk dikerjakan di rumah oleh setiap peserta didik.

Pada kelas yang menggunakan model Problem Based Learning (PBL) dan kelas yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) diberikan skala kemandirian belajar setelah pembelajaran selesai. Skala kemandirian tersebut dimaksudkan untuk mengetahui kemandirian belajar peserta didik yang menggunakan model Problem Based Learning (PBL) dan yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) setelah melaksanakan pembelajaran.

Hasil pengolahan data menunjukan bahwa rata-rata kelas yang menggunakan model Problem Based Learning (PBL) lebih besar dari kelas yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI), dengan demikian kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik yang menggunakan model Problem Based Learning (PBL) lebih baik daripada yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI). Kelas yang menggunakan model Problem Based Learning (PBL) memperoleh nilai rata-rata 13,84. Sedangkan kelas yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) memperoleh nilai rata-rata 11,16.

(12)

12

Kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik kelas yang menggunakan model Problem Based Learning (PBL) lebih baik daripada kelas yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI). Hal ini terjadi karena dalam proses pembelajaran yang menggunakan model Problem Based Learning (PBL) peserta didik lebih ditekankan pada masalah-masalah dunia nyata serta pemberian masalah tersebut mudah dipahami dan tidak menimbulkan masalah lain yang akhirnya menyulitkan peserta didik. Model Problem Based Learning (PBL) menjadikan peserta didik terlibat aktif dalam pembelajaran kelompok, meningkatkan sikap mandiri dalam memecahkan suatu permasalahan melalui berfikir kreatif sehingga diperoleh penyelesaian dari masalah-masalah tersebut dengan rasional dan autentik. Hal ini sesuai dengan pendapat Abidin, Yunus (2013:159)

Model Problem Based Learning (PBL) memfasilitasi peserta didik untuk berperan aktif didalam kelas melalui aktifitas belajar memikirkan masalah yang berhubungan dengan kehidupan sehari-harinya, menemukan prosedur yang diperlukan untuk menemukan informasi yang dibutuhkan, memikirkan situasi kontekstual, memecahkan masalah, dan menyajikan solusi masalah tersebut.

Sedangkan pada kelas yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) pembelajaran di awali dengan pembagian kelompok yang selanjutnya tiap kelompok dapat memilih sendiri materi yang akan mereka teliti. Seperti menurut menurut Sharan, dkk (Tianto, 2012:80) langkah pertama model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) adalah memilih topik, dimana peserta didik memilih subtopik khusus di dalam suatu daerah masalah umum (materi). Materi sesuai dengan kompetensi dasar yang telah ditentukan. Hal ini berarti tiap kelompok mempelajari materi yang berbeda, dengan demikian membuat peserta didik ahli dalam subtopik yang mereka teliti namun kurang ahli dalam subtopik lain.

Penelitian yang dilaporkan oleh Masruchah, Khoirum (2011) dengan judul

“Pengaruh Problem Based Learning (PBL) terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa dalam Memecahkan Masalah Matematika di Kelas VII SMP Itaba Gedangan Sidoarjo”

menunjukkan bahwa ada pengaruh model PBL terhadap kemampuan berpikir kreatif peserta didik dalam memecahkan masalah matematika dengan rata-rata nilai 61,13.

Sedangkan dalam penelitian ini rata-rata perolehan skor untuk kelas yang menggunakan model Problem Based Learning (PBL) adalah 13,84 dalam bentuk nilai 13,84

20 X 100 = 69,2.

(13)

13

Penelitian yang dilaporkan oleh Nugraha, Hendra Yulia (2012) dengan judul

“Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation (GI) terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik Peserta Didik (Studi Eksperimen terhadap Peserta Didik Kelas VII SMP Negeri 2 Singaparna Tahun Pelajaran 2011/2012)”. Nugraha, Hendra Yulia (2012) menyimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik kelas VII SMP Negeri 2 Singaparna dengan rata-rata perolehan skor 12,16. Sedangkan dalam penelitian ini rata-rata perolehan skor untuk kelas yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) adalah 11,16.

Kemandirian belajar peserta didik yang menggunakan model Problem Based Learning (PBL) dan yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) adalah bagaimana peserta didik merancang suatu pembelajaran yang akan dilaksanakan sehingga peserta didik mampu memantau kemajuan belajarnya sendiri dan mengevaluasi hasil yang diperoleh. Indikator yang dijadikan dasar dalam kemandirian belajar adalah inisiatif dan motivasi belajar instrinsik, mendiagnosa kebutuhan belajar, menetapkan tujuan/target belajar, memonitor, mengatur, dan mengontrol belajar, memandang kesulitan sebagai tantangan, memanfaatkan dan mencari sumber yang relevan, memilih, menerapkan strategi belajar, mengevaluasi proses dan hasil belajar, kemampuan diri/kontrol diri (self eficacy).

Berdasarkan hasil analisis skala kemandirian belajar peserta didik yang menggunakan model Problem Based Learning (PBL) secara keseluruhan berada dalam kategori sedang dengan nilai 𝑥 = 84,87. Hasil analisis skala kemandirian belajar peserta didik yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) secara keseluruhan berada dalam kategori sedang dengan nilai 𝑥 = 68,89.

SIMPULAN DAN SARAN SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian, pengolahan data dan analisis data serta pengujian hipotesis, maka simpulan dari penelitian ini adalah:

1. Kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik yang menggunakan model Problem based learning (PBL) lebih baik daripada yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI).

(14)

14

2. Kemandirian belajar peserta didik yang menggunakan model Problem Based Learning (PBL) berada dalam kategori sedang dengan 𝑥 = 84,87. Batas kategori sedang dalam skala kemandirian belajar yang didapat adalah 59,49≤ 𝑋 < 91,85.

3. Kemandirian belajar peserta didik yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) berada dalam kategori sedang dengan 𝑥 = 68,89. Batas kategori sedang dalam skala kemandirian belajar yang didapat adalah 39,46≤ 𝑋 < 82,14.

SARAN

Berdasarkan simpulan yang diperoleh dari hasil penelitian, maka peneliti menyarankan hal-hal sebagai berikut.

1. Bagi guru Matematika diharapkan dapat menggunakan model-model pembelajaran yang bervariasi sesuai dengan karakteristik dan kemampuan peserta didik, model Problem Based Learning (PBL) atau model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) dapat digunakan sebagai alternatif untuk menggali kemampuan berpikir kreatif matematik.

2. Bagi peneliti selanjutnya, jika akan melakukan penelitian yang relevan dengan penelitian ini, maka sebaiknya dilakukan penelitian dengan menggunakan model Problem Based Learning (PBL) atau model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) pada kemampuan-kemampuan berpikir matematik lainnya, seperti kemampuan berpikir kritis, penalaran matematik, pemecahan masalah, pemahaman matematik, komunikasi matematik, koneksi matematik.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Yunus. (2014). Desain Sistem Pembelajaran dalam Konteks Kurikulum 2013.

Bandung: PT. Refika Aditama.

Hearani Anwar, Erni. (2014). Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Berbasis Masalah terhadap Kemampuan Berpikir Kratif Matematik Peserta Didik (Penelitian terhadap Peserta Didik Kelas VII SMP Negeri 5 Ciamis). Skripsi:

Jurusan Pendidikan Matematika FKIP UNSIL Tasikmalaya: Tidak Diterbitkan.

Huda, Miftahul. (2014). Model-model Pengajaran dan Pembelajaran: Isu-isu Metodis dan Paradigmatis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

(15)

15

Indriani, Nina. (2013). Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa SMP Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Investigasi Kelompok (Group Investigation).

Bandung: Jurnal Penelitian Pendidikan. Tidak Diterbitkan. [Online]. Tersedia:

repository.upi.edu/2276/2/S_MTK_0605525_Abstract.pdf diakses pada 4 Februari 2015.

Masruchah, Khoirum. (2011). Pengaruh Problem Based Learning (PBL) terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa dalam Memecahkan Masalah Matematika di Kelas VII SMP Itaba Gedangan Sidoarjo. Surabaya: Jurnal Penelitian Pendidikan.

Tidak Diterbitkan. http://digilib.uinsby.ac.id/9359/ diakses pada 8 Februari 2015.

Nugraha, Hendra Yulia. (2012). Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation (GI) Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik Peserta Didik (Studi Eksperimen terhadap Peserta Didik Kelas VII SMP Negeri 2 Singaparna Tahun Pelajaran 2011/2012). Skripsi: Jurusan Pendidikan Matematika FKIP UNSIL Tasikmalaya: Tidak Diterbitkan.

Nurahayu, Iis Nipa. (2012). “Pengeruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS) Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik Peserta Didik”. Skripsi: Jurusan Pendidikan Matematika FKIP UNSIL Tasikmalaya: Tidak Diterbitkan.

Rusman. (2013). Model-Model Pembelajaran (Mengambangkan Profesionalisme Guru).

Jakarta: Rajawali Pers.

Sani, Ridwan Abdullah. (2014). Pembelajaran Saintifik untuk Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Slavin, Robert E. (2010). Cooperative Learning. Bandung: Nusa Media.

Sumarmo, Utari. (2011). Kemandirian Belajar: Apa, Mengapa dan Bagaimana Dikembangkan pada Peserta Didik. Makalah pada seminar Pendidikan Matematika di UNY. FPMIPA UPI. Bandung.

Sumarmo, Utari. (2014). Kumpulan Makalah Berpikir dan Disposisi Matematika serta Pembelaajarannya. Makalah pada seminar Pendidikan Matematika. FPMIPA Universitas Padjajaran. Bandung.

Trianto. (2012). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Referensi

Dokumen terkait

Apabila terdapat bukti obyektif bahwa penurunan nilai pada aset keuangan atau kelompok aset keuangan yang diklasifikasikan sebagai dimiliki hingga jatuh tempo, tersedia

Sehingga dapat disimpulkan bahwa sumber daya insani diartikan sebagai penataan dan pengelolaan tenaga kerja sebagai sumber daya oragnisasi yang efektif dan efisien

Bank Indonesia (BI) mencatat, selama tahun 2011 lalu, banyak kasus sengketa antara bank dengan nasabah di bidang sistem pembayaran, paling banyak didominasi oleh

Wordpress.com (dalam Putra 2013: 136) langkah-langkah kegiatan eksperimen 1) Persiapan eksperimen (guru menetapkan tujuan eksperimen, menyiapkan alat dan bahan yang

Kegunaan Teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap teori layanan penguasaan konten dalam meningkatkan konsep diri positif siswa

Dalam penulisan ini yang menjadi kesimpulan adalah mengenai pengaturan nasional mengenai batas wilayah laut di Indonesia yang merupakan sebagai negara kepulauan

Dari perdagangan Surat Utang Negara dengan denominasi mata uang Dollar Amerika, perubahan tingkat imbal hasilnya juga terlihat terbatas meskipun dengan

(1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, dengan adanya kartel komisi tiket pesawat di Nusa Tenggara Barat yang dilakukan antara lain dengan cara kesepakatan besaran