• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMERINTAH KABUPATEN OGAN ILIR CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN TAHUN ANGGARAN 2019

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PEMERINTAH KABUPATEN OGAN ILIR CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN TAHUN ANGGARAN 2019"

Copied!
145
0
0

Teks penuh

(1)

14 7. CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN

PEMERINTAH KABUPATEN OGAN ILIR CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN

TAHUN ANGGARAN 2019

I. PENDAHULUAN

1.1 Maksud dan Tujuan Penyusunan Laporan Keuangan

Laporan keuangan disusun untuk menyediakan informasi yang relevan mengenai posisi keuangan selama satu periode pelaporan. Laporan keuangan terutama digunakan untuk membandingkan realisasi pendapatan,belanja, transfer, dan pembiayaan dengan anggaran yang telah ditetapkan, menilai kondisi keuangan, mengevaluasi efektivitas dan efisiensi suatu entitas pelaporan, dan membantu menentukan ketaatannya terhadap peraturan perundang-undangan.

Pelaporan keuangan pemerintah menyajikan informasi yang bermanfaat bagi para pengguna dalam menilai akuntabilitas dan membuat keputusan baik keputusan ekonomi, sosial, maupun politik dengan:

a. Menyediakan informasi tentang sumber, alokasi, dan penggunaan sumber daya keuangan;

b. Menyediakan informasi mengenai kecukupan penerimaan periode berjalan untuk membiayai seluruh pengeluaran;

c. Menyediakan informasi mengenai jumlah sumber daya ekonomi yang digunakan dalam kegiatan entitas pelaporan serta hasil-hasil yang telah dicapai;

d. Menyediakan informasi mengenai bagaimana entitas pelaporan mendanai seluruh kegiatannya dan mencukupi kebutuhan kasnya;

e. Menyediakan informasi mengenai posisi keuangan dan kondisi entitas pelaporan berkaitan dengan sumber-sumber penerimaannya, baik jangka pendek maupun jangka panjang, termasuk yang berasal dari pungutan pajak dan pinjaman; dan f. Menyediakan informasi mengenai perubahan posisi keuangan entitas pelaporan,

apakah mengalami kenaikan atau penurunan, sebagai akibat kegiatan yang dilakukan selama periode pelaporan.

Untuk memenuhi tujuan-tujuan tersebut, laporan keuangan menyediakan informasi mengenai sumber dan penggunaan sumber daya keuangan/ekonomi, transfer, pembiayaan, sisa lebih/kurang pelaksanaan anggaran, saldo anggaran lebih, surplus/defisit-Laporan Operasional (LO), aset, kewajiban, ekuitas, dan arus kas suatu entitas pelaporan.

(2)

15 1.2 Landasan Hukum Penyusunan Laporan Keuangan

Dasar hukum penyusunan laporan keuangan antara lain:

a. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten OKU Timur, OKU Selatan dan Ogan Ilir di Provinsi Sumatera Selatan;

b. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;

c. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;

d. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara;

e. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah;

f. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah;

g. Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah (Lembaran Negara Nomor 202. Tambahan Lembaran Negara Nomor 4022);

h. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan;

i. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan;

j. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah;

k. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah;

l. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah;

m. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2017 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah;

n. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah;

o. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 90 Tahun 2019 tentang Klasifikasi, Kodefikasi, dan nomenklaur Perencanaan Pembangunan dan Keuangan Daerah;

p. Peraturan Daerah Nomor 04 Tahun 2015 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Ogan Ilir Tahun 2015 Nomor 04);

q. Peraturan Bupati Nomor 63 Tahun 2018 tentang Sistem dan Prosedur Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Ogan Ilir;

r. Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2018 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Ogan Ilir Tahun 2019;

(3)

16 s. Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2019 tentang Perubahan Anggaran Pendapatan

dan Belanja Daerah Kabupaten Ogan Ilir Tahun 2019;

t. Peraturan Bupati Ogan Ilir Nomor 78 Tahun 2018 tentang Penjabaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Ogan Ilir Tahun 2019;

u. Peraturan Bupati Ogan Ilir Nomor 47 Tahun 2019 tentang Perubahan Penjabaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Ogan Ilir Tahun 2019;

v. Peraturan Bupati Ogan Ilir Nomor 41 Tahun 2017 tentang Kebijakan Akuntansi Kabupaten Ogan Ilir.

1.3 Sistematika Penulisan Catatan atas Laporan Keuangan I. Pendahuluan

1.1. Maksud dan Tujuan Penyusunan Laporan Keuangan 1.2. Landasan Hukum Penyusunan Laporan Keuangan 1.3. Sistematika Penulisan Catatan atas Laporan Keuangan

II. Ekonomi Makro, Kebijakan Keuangan dan Ikhtisar Pencapaian Kinerja Keuangan

2.1. Ekonomi Makro/Ekonomi Regional 2.2. Kebijakan Keuangan

2.3. Indikator Pencapaian Target Kinerja APBD 2.4. Ikhtisar Pencapaian Kinerja Keuangan III. Kebijakan Akuntansi

3.1. Entitas Pelaporan

3.2. Basis Akuntansi yang Mendasari Penyusunan Laporan Keuangan 3.3. Basis Pengukuran yang Mendasari Penyusunan Laporan Keuangan 3.4. Transisi Laporan Keuangan dari Basis Kas Modifikasian ke Basis Akrual 3.5. Penerapan Kebijakan Akuntansi Berkaitan dengan Ketentuan yang Ada

Dalam SAP.

1.4 Penjelasan Akun-Akun Laporan Keuangan

4.1. Penjelasan Akun-Akun Laporan Realisasi Anggaran (LRA) 4.1.1. Pendapatan – LRA

4.1.1.1 Pendapatan Asli Daerah - LRA 4.1.1.1.a Pendapatan Pajak Daerah 4.1.1.1.b Pendapatan Retribusi Daerah 4.1.1.1.b.1 Retribusi Jasa Umum 4.1.1.1.b.2 Retribusi Jasa Usaha 4.1.1.1.b.3 Retribusi Perizinan Tertentu

4.1.1.1.c Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang di Pisahkan 4.1.1.1.d Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah

4.1.1.1.e Pendapatan Transfer

4.1.1.1.e.1 Transfer Pemerintah Pusat – Dana Perimbangan 4.1.1.1.e.2 Transfer Pemerintah Pusat – Lainnya

4.1.1.1.e.3 Pendapatan Transfer Pemerintah Daerah Lainnya Pemerintah Provinsi.

4.1.1.1.e.4 Pendapatan Transfer Bantuan Keuangan 4.1.1.1.e.5 Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah

(4)

17 4.1.2. Belanja

4.1.2.1 Belanja Operasi 4.1.2.1.a Belanja Pegawai

4.1.2.1.b Belanja Barang dan Jasa 4.1.2.1.c Belanja Subsidi

4.1.2.1.d 4

4.1.2.1.e Belanja Bantuan Sosial 4.1.2.2 Belanja Modal

4.1.2.2.a Belanja Modal Tanah

4.1.2.2.b Belanja Modal Peralatan dan Mesin 4.1.2.2.c Belanja Modal Gedung dan Bangunan 4.1.2.2.d Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan 4.1.2.2.e Belanja Modal Aset Tetap Lainnya 4.1.2.3 Belanja Tak Terduga

4.1.3. Transfer

4.1.3.1 Belanja Transfer Bagi Hasil Pendapatan 4.1.3.2 Belanja Transfer Bantuan Keuangan 4.1.4. Pembiayaan

4.1.4.1 Penerimaan Pembiayaan 4.1.4.2 Pengeluaran Pembiayaan

4.1.4.3 Sisal Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) 4.2. Penjelasan Akun-Akun Neraca

4.2.1. Aset

4.2.1.1 Aset Lancar

4.2.1.1.a Kas di Kas Daerah

4.2.1.1.b Kas di Bendahara Pengeluaran

4.2.1.1.c Kas di Bendahara FKTP (Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama

4.2.1.1.d Kas di Bendahara BOS 4.2.1.1.e Kas di Bendahara BLUD 4.2.1.1.f Piutang Pajak Daerah 4.2.1.1.g Piutang Retribusi

4.2.1.1.h Piutang Lain-Lain PAD Yang Sah 4.2.1.1.i Piutang Transfer Pemerintah Pusat-Dana

Perimbangan

4.2.1.1.j Piutang Transfer Pemerintah Provinsi 4.2.1.1.k Piutang Bantuan Keuangan Provinsi 4.2.1.1.l Piutang Lainnya

4.2.1.1.m Penyisihan Piutang Pendapatan 4.2.1.1.n Beban di Bayar Di Muka 4.2.1.1.o Persediaan

4.2.1.2 Investasi Jangka Panjang 4.2.1.2.a Investasi Non Permanen

4.2.1.2.b Investasi Permanen Penyertaan Modal 4.2.1.3 Aset Tetap

4.2.1.3.a Tanah

4.2.1.3.b Peralatan dan Mesin

(5)

18 4.2.1.3.c Gedung dan Bangunan

4.2.1.3.d Jalan, Irigasi dan Jaringan 4.2.1.3.e Aset Tetap Lainnya

4.2.1.3.f Konstruksi Dalam Pekerjaan 4.2.1.3.g Akumulasi Penyusutan 4.2.1.3.h Aset Lainnya

4.2.1.3.i Tuntutan Ganti Kerugian Daerah 4.2.2. Kewajiban

4.2.2.1 Kewajiban Jangka Pendek 4.2.2.1.a Pendapatan Diterima Di Muka 4.2.2.1.b Utang Jangka Pendek Lainnya 4.2.2.2 Kewajiban Jangka Panjang 4.2.2.2.a Utang Dalam Negeri

4.2.2.2.b Hutang Jangka Panjang Lainnya 4.2.3. Ekuitas

4.3. Penjelasan Akun-Akun Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (LP- SAL)

4.3.1 Saldo Anggaran Lebih Awal

4.3.2 Penggunaan SAL sebagai Penerimaan Pembiayaan Tahun Berjalan 4.3.3 Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran (SiLPA/SiKPA)

4.3.4 Koreksi Kesalahan Pembukuan Tahun Sebelumnya 4.3.5 Lain-lain

4.4. Penjelasan Akun-Akun Laporan Operasional (LO) 4.4.1. Pendapatan – LO

4.4.1.1 Pendapatan Asli Daerah (PAD)-LO 4.4.1.1.a Pendapatan Pajak Daerah-LO 4.4.1.1.b Pendapatan Retribusi Daerah-LO

4.4.1.1.c Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang dipisahkan – LO

4.4.1.1.d Lain-lain PAD Yang Sah-LO 4.4.1.2 Pendapatan Transfer-LO

4.4.1.2.1 Pendapatan Transfer Pemerintah Pusat- Dana Perimbangan –LO

4.4.1.2.2 Pendapatan Tarnsfer Pemerintah Pusat-Lainnya-LO 4.4.1.2.3 Transfer Pemerintah Daerah Lainnya-LO

4.4.1.2.4 Transfer Bantuan Keuangan-LO

4.4.1.3 Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah-LO 4.4.1.3.1 Pendapatan Hibah-LO

4.4.1.3.2 Pendapatan Lainnya-LO 4.4.1.4 Surplus Non Operasional 4.4.2. Beban Daerah

4.4.2.1 Beban Pegawai 4.4.2.2 Beban Persediaan 4.4.2.3 Beban Jasa

4.4.2.4 Beban Pemeliharaan 4.4.2.5 Beban Perjalanan Dinas 4.4.2.6 Beban Bunga

(6)

19 4.4.2.7 Beban Subsidi

4.4.2.8 Beban Hibah

4.4.2.9 Beban Penyusutan dan Amortisasi 4.4.2.10 Beban Penyisihan Piutang 4.4.2.11 Beban Lain-Lain

4.4.2.12 Beban Transfer

4.4.2.12.1 Beban Transfer Bagi Hasil Pajak

4.4.2.12.2 Beban Transfer Bantuan Keuangan Desa 4.4.2.12.3 Beban Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik 4.4.3 Defisit Dari Kegiatan Non Operasional

4.4.4 Pos Luar Biasa 4.4.5 Surplus Defisit LO

4.5. Penjelasan Akun-Akun Laporan Arus Kas (LAK) 4.5.1. Arus Kas dari Aktivitas Operasi

4.5.2. Arus Kas dari Aktivitas Investasi 4.5.3. Arus Kas dari Aktivitas Pendanaan 4.5.4. Arus Kas dari Aktivitas Transitoris 4.5.5. Saldo Akhir Kas

4.6. Penjelasan Akun-Pos Laporan Perubahan Ekuitas (LPE) 4.6.1 Ekuitas Awal

4.6.2 Surplus/Defisit LO

4.6.3 Dampak Komulatif Kebijakan/Kesalahan Mendasar 4.6.4 Ekuitas Akhir

IV. Pengungkapan Informasi Penting Lainnya.

4.1. Informasi Tambahan

5.1.1 Penggantian Manajemen Selama Tahun Berjalan 5.1.2 Komitmen dan Kontinjensi

5.1.3 Penggabungan atau Pemekaran entitas akuntansi pada Tahun berjalan

4.2. Pengungkapan Lainnya 5.2.1. Domisili

5.2.2. Ketentuan Perundang-undangan yang Menjadi Landasan Kegiatan Operasional

5.2.3. Struktur Organisasi V. Penutup

(7)

20 II. EKONOMI MAKRO, KEBIJAKAN KEUANGAN DAN IKHTISAR

PENCAPAIAN KINERJA KEUANGAN 2.1. Ekonomi Makro/Ekonomi Regional

Kabupaten Ogan Ilir dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur, Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan, dan Kabupaten Ogan Ilir di Provinsi Sumatera Selatan.

Sebelumnya Pemerintah Kabupaten Ogan Ilir adalah merupakan bagian dari wilayah Pemerintah Kabupaten Ogan Komering Ilir.

Secara geografis, Kabupaten Ogan Ilir terletak antara 3o02’ – 3o48’ Lintang Selatan dan 104o20’ – 104o48’ Bujur Timur, dengan luas wilayah sebesar 2.666.07 km2 atau 266.607 ha. Kabupaten Ogan Ilir merupakan daerah yang mempunyai iklim tropis basah (type B), wilayah daratan mencapai 65% dan rawa-rawa sekitar 35%, jenis tanah didominasi oleh jenis tanah alluvial dan jenis tanah podsolik dan mempunyai ketinggian tempat rata-rata 8 meter diatas permukaan laut.

Pada Tahun 2018, jumlah penduduk Kabupaten Ogan Ilir sebanyak 409.297 jiwa, terdiri dari 208.059 (50,83%) penduduk laki-laki dan 201.238 (49,17%) jumlah penduduk perempuan yang tersebar di 16 Kecamatan dan 241 desa/kelurahan.

Penduduk dengan jumlah terbesar berada di Kecamatan Tanjung Batu yaitu berjumlah 46.122 jiwa (11,27%) dan terkecil di Kecamatan Kandis sebesar 10.573 jiwa (2,58%).

Pada tahun 2018 Kabupaten Ogan Ilir memiliki kepadatan penduduk sebesar 153,52 jiwa/km2, artinya dalam 1 km2 dihuni oleh 153 hingga 154 jiwa penduduk.

Penduduk terpadat terdapat di Kecamatan Tanjung Raja dengan kepadatan penduduk 620 jiwa/km2, diikuti Kecamatan Sungai Pinang dengan kepadatan 607,06 jiwa/km2, sedangkan Kecamatan dengan kepadatan penduduk terendah adalah Kecamatan Rambang Kuang yang hanya 38,61 jiwa/km2.

Laju pertumbuhan penduduk merupakan keseimbangan yang dinamis antara kekuatan yang menambah dan mengurangi jumlah penduduk. Angka pertumbuhan penduduk dapat dipergunakan untuk memperkirakan jumlah dan struktur penduduk beberapa tahun ke depan. Laju pertumbuhan penduduk di Kabupaten Ogan Ilir untuk Tahun 2017 adalah -5,36%, dan pada tahun 2018 jumlah penduduk mengalami peningkatan sebesar 0,80%.

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) secara khusus mengukur capaian pembangunan manusia menggunakan komponen dasar kualitas hidup. IPM pada tahun 2018 ini disusun dengan menggunakan metode baru. Metode baru ini mulai dihitung sejak tahun 2014. IPM ini disusun dari tiga dimensi pembangunan manusia yakni dimensi kesehatan yang dicerminkan dengan indikator angka harapan hidup, dimensi pendidikan yang dicerminkan dengan indikator harapan lama sekolah dan rata-rata lama sekolah, serta dimensi ekonomi yang dicerminkan dengan pengeluaran riil per kapita yang disesuaikan. IPM Kabupaten Ogan Ilir dari tahun 2012 sampai 2018 terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2012 IPM Kabupaten Ogan Ilir hanya sebesar 63,03 kemudian meningkat terus ditahun-tahun berikutnya sehingga menjadi 66,43 pada tahun 2018.

Sejak Tahun 2010 PDRB Kabupaten Ogan Ilir berdasarkan lapangan usaha terus mengalami fluktuasi antar bidang usaha. Namun hingga tahun 2018 sektor

(8)

21 pertanian, kehutanan dan perikanan masih mendominasi sektor usaha di Kabupaten Ogan Ilir, meskipun jika kita lihat dari tabel yang ada, prosentase nya cenderung menurun dari tahun ke tahun. Hal ini antara lain disebabkan karena melemahnya harga komoditi perkebunan yang menyebabkan sebagian masyarakat beralih mata pencaharian ke sektor lain misalnya ke industri maupun perdagangan. Distribusi PDRB menurut bidang usaha dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 1. Distribusi Persentase PDRB Kabupaten Ogan Ilir Menurut Lapangan Usaha Tahun 2010 – 2019

Sektor PDRB

Distribusi PDRB Menurut Lapangan Usaha (Persen)

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019

A. Pertanian, Kehutanan, dan

Perikanan 31.05 30.09 28.75 27.72 25.35 23.51 22.55 22.06 21.30 20.38 B. Pertambangan dan

Penggalian 5.94 7 8.48 8.98 9.74 8.67 7.84 7.65 7.90 8.17

C. Industri Pengolahan 12.09 11.40 10.58 10.84 10.84 10.93 11.21 11.52 11.74 11.76 D. Pengadaan Listrik dan Gas 0.04 0.04 0.03 0.03 0.03 0.04 0.05 0.06 0.07 0.07 E. Pengadaan Air,

Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang

0.03 0.02 0.02 0.02 0.02 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03

F. Konstruksi 13.40 14.72 15.48 15.66 16.83 17.06 17.46 17.55 17.43 17.21 G. Perdagangan Besar dan

Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda

14.24 13.84 13.33 12.90 12.93 14.98 16.48 17.59 18.60 19.53

H. Transportasi dan

Pergudangan 1.07 0.98 0.96 1.01 1.07 1.16 1.23 1.30 1.35 1.41

I. Penyediaan Akomodasi dan

Makan Minum 3.21 3.20 3.28 3.40 3.62 3.91 4.21 4.43 4.65 4.93

J. Informasi dan Komunikasi 0.30 0.30 0.30 0.29 0.29 0.30 0.31 0.33 0.34 0.34 K. Jasa Keuangan dan

Asuransi 1.62 1.54 1.77 1.83 1.76 1.69 1.70 1.69 1.64 1.54

L. Real Estate 2.45 2.40 2.31 2.24 2.37 2.52 2.65 2.70 2.77 2.84 M,N. Jasa Perusahaan 0.13 0.13 0.13 0.13 0.13 0.13 0.13 0.14 0.14 0.15 O. Administrasi

Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial

11.08 10.96 11.30 11.69 11.72 11.85 10.99 9.82 8.96 8.56

P. Jasa Pendidikan 1.84 1.91 1.94 1.97 2.04 2.01 1.96 1.90 1.84 1.83

(9)

22 Q. Jasa Kesehatan dan

Kegiatan Sosial 0.75 0.71 0.69 0.68 0.68 0.69 0.68 0.72 0.72 0.75 R,S,T,U. Jasa Lainnya 0.77 0.75 0.65 0.61 0.57 0.54 0.51 0.49 0.50 0.52

PDRB 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100

Tabel 2. PDRB ADHB menurut Pengeluaran

PDRB Pengeluaran

(seri 2010)

PDRB ADHB menurut pengeluaran (Juta Rupiah)

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019

1.

Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga

2.663.006.60 3.152.171,79 3.539.024,99 4.087.084,30 4.572.545,61 4.988.603,57 5.485.732,40 5.925.899,10 6.404.577,50 6.404.577,50

2.

Pengeluaran Konsumsi LNPRT

51.129,24 56.502,81 62.677,54 73.146,88 88.626,70 96.923,82 109.470,10 119.577,40 133.862,80 133.862,80

3.

Pengeluaran Konsumsi Pemerintah

758.114,49 892.088,48 987.030,44 1.100.586,39 1.224.813,66 1.314.447,69 1.322.405,90 1.358.649,10 1.434.823,10 1.434.823,10

4.

Pembentukan Modal Tetap Bruto

1.500.428,87 1.771.404,57 2.007.579,15 2.142.111,54 2.340.922,23 2.433.374,14 2.774.068,20 2.973.540,60 3.144.885,80 3.144.885,80

5. perubahan Inventori

-201.735,55 10.369,94 234.927,88 209.833,10 109.418,42 -2.375,80 -301.80 -1466 249 249

6. Ekspor Barang dan Jasa

1.504.962,65 1.677.086,26 1.894.352,20 2.079.675,54 2.076.087,43 2.245.583,58 2.320.922,10 2.933.348,10 3.418.445,40 3.418.445,40

7. Dikurangi Impor Barang dan Jasa

1.868.784,04 2.470.861,84 2.932.078,02 3.134.916,45 3.068.723,96 2.891.373,77 3.178.520.80 3.795.172,10 4.201.483 4.201.483

8. Produk Domestik Regional Bruto

4.407.122,27 5.088.762 5.793.514,17 6.557.521,31 7.343.690,09 8.185.183,22 8.833.776,20 9.514.376,10 10.335.360,70 10.335.360,70

(10)

23 Laju pertumbuhan PDRB menurut pengeluaran dapat kita lihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 3. Laju Pertumbuhan PDRB menurut Pengeluaran

PDRB Pengeluaran (seri 2010)

Laju Pertumbuhan PDRB Menurut Pengeluaran (Juta Rupiah)

2003 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019

1. Pengeluaran Konsumsi Rumah

Tangga 6.62 4.60 6.35 4.71 4.62 4.62 5.51 4.11 4.57 4.57

2. Pengeluaran Konsumsi LNPRT 11.37 4.24 5.27 10.29 6.67 6.67 9.84 5.50 8.74 8.74 3. Pengeluaran Konsumsi

Pemerintah 2.65 4.02 7.20 5.03 4.03 4.03 -5.70 2.22 5.16 5.16

4. Pembentukan Modal Tetap

Bruto 6.94 4.29 4.85 1.07 4.71 4.71 7.25 6.90 3.57 3.57

5. perubahan Inventori 18.04 - - -8.57 - 101.42

- 101.42

-

60.60 265.06 - 110.76

- 110.76 6. Ekspor Barang dan Jasa 9.79 9.32 11.80 13.39 -1.34 -1.34 6.56 19.57 9.74 9.74 7. Dikurangi Impor Barang dan

Jasa 8.96 12.84 14.87 2.60 -8.54 -8.54 4.62 17.32 7.69 7.69

Produk Domestik Regional Bruto 6.66 7.56 8.03 7.26 4.43 4.43 5.13 5.14 5.26 5.26

Sektor moneter dan perbankan secara umum menunjukkan perkembangan yang mulai membaik setelah gejolak ekonomi akibat krisis moneter Tahun 1997. Suku bunga secara bertahap menunjukkan penurunan. Perkembangan ini sejalan dengan kebijaksanaan Bank Indonesia untuk mengupayakan nilai rupiah tetap stabil supaya kondisi perekonomian dapat berjalan normal kembali melalui penurunan suku bunga secara bertahap.

2.2. Kebijakan Keuangan

Kebijakan pengelolaan keuangan daerah yang baik menghasilkan keseimbangan antara optimalisasi pendapatan daerah, efisiensi dan efektivitas belanja daerah, serta ketepatan dalam memanfaatkan potensi pembiayaan daerah.

1. Kebijakan Pengelolaan Pendapatan Daerah

Pengelolaan pendapatan daerah dilakukan dengan menggali potensi sumber pendapatan daerah melalui intensifikasi dan ekstensifikasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Perimbangan. Upaya peningkatan, perluasan basis PAD dan mengupayakan optimalisasi Dana Perimbangan agar bagian daerah dapat diperoleh secara proporsional, oleh karena dilakukan peningkatan dalam

(11)

24 hal pengawasan, koordinasi, dan upaya penyederhanaan proses administrasi pemungutan.

2. Kebijakan Belanja Daerah

Belanja daerah digunakan untuk pelaksanaan urusan pemerintahan daerah yang menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Belanja penyelenggaraan urusan wajib diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum serta mengembangkan sistem jaminan sosial sesuai Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang telah ditetapkan.

3. Kebijakan Pembiayaan

Pembiayaan adalah transaksi keuangan daerah yang dimaksudkan untuk menutup selisih antara pendapatan daerah dan belanja daerah, ketika terjadi defisit anggaran. Sumber pembiayaan dapat berasal dari sisa lebih perhitungan anggaran (SiLPA) tahun lalu, penerimaan pinjaman obligasi, transfer dari dana cadangan maupun hasil penjualan aset daerah yang dipisahkan. Sedangkan pengeluaran dalam pembiayaan itu sendiri dapat berupa anggaran hutang, bantuan modal, dan transfer ke dana cadangan. Pengeluaran pembiayaan dialokasikan guna menganggarkan pengeluaran daerah yang tidak bersifat belanja. Komponen pengeluaran pembiayaan adalah pembentukan dana cadangan, penyertaan modal (investasi) daerah, pembayaran pokok utang, pemberian pinjaman daerah. Struktur pembiayaan daerah untuk sumber penerimaan tidak hanya berasal dari sisa lebih perhitungan anggaran tahun lalu namun diupayakan untuk mendapatkan sumber-sumber lain, sedangkan pengeluaran pembiayaan direncanakan dari pembayaran pokok utang.

2.3. Indikator Pencapaian Target Kinerja APBD

Pengukuran indikator pencapaian target kinerja bertujuan untuk menilai keberhasilan dan kegagalan pencapaian sasaran strategis Pemerintah Kabupaten Ogan Ilir sebagai kota yang lebih maju, mandiri dan berkualitas menuju sejahtera berlandaskan iman, taqwa, moral dan etika.

Sasaran strategis yang tertuang dalam RPJMD 2016-2021 adalah :

1. Meningkatkan kualitas tata kelola pemerintahan yang baik dan pelayanan masyarakat yang transparan, bersih dan bertanggungjawab. Indikator atas sasaran tersebut adalah :

a. Meningkatnya kompetensi sumber daya aparatur;

b. Terwujudnya tata pemeritahan yang baik dan bersih; dan c. Terwujudnya pelayanan publik yang prima.

2. Meningkatkan kualitas dan kuantitas pendidikan, kesehatan, yang merata guna mewujudkan SDM yang unggul dan bermartabat. Indikator atas sasaran tersebut adalah :

a. Terwujudnya layanan pendidikan untuk semua;

(12)

25 b. Meningkatnya peran serta masyarakat dalam pengelolaan pendidikan;

c. Meningkatnya kualitas dan kuantitas SDM di lingkungan pendidikan;

d. Meningkatnya kualitas dan kuantitas SDM pelayanan kesehatan;

e. Meningkatnya derajat kesehatan masyarakat;

f. Terjaminnya mutu pelayanan kesehatan;

g. Meningkatnya kesadaran masyarakat berperilaku hidup bersih dan sehat; dan h. Meningkatnya kualitas hidup masyarakat

3. Meningkatkan perekonomian daerah melalui pemberdayaan masyarakat dan peningkatan investasi guna mengurangi pengangguran dan kemiskinan serta pemenuhan kebutuhan masyarakat. Indikator pencapaian kinerja atas sasaran tersebut adalah :

a. Meningkatnya partisipasi angkatan kerja;

b. Meningkatnya pemberdayaan ekonomi berbasis sumber daya lokal;

c. Bertambahnya minat masyarakat dan investor/pelaku usaha untuk berinvestasi dan mendirikan usaha;

d. Meningkatnya pemerataan pendapatan masyarakat; dan e. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi.

4. Meningkatkan kuantitas dan kualitas infrastruktur wilayah perkotaan sampai pelosok desa berbasis lingkungan hidup dengan indikator sebagai berikut : a. Meningkatkan pemerataan pembangunan lingkungan berwawasan lingkungan;

b. Meningkatkan layanan infrastruktur dasar perumahan dan permukiman yang berkelanjutan;

c. Terciptanya kota sehat, kompak dan cerdas; dan d. Meningkatnya usaha pelestarian lingkungan hidup.

5. Meningkatkan kualitas kehidupan berpolitik dan demokrasi, ketentraman, ketertiban dan keamanan masyarakat, dan kehidupan sosial dengan indikator kinerja sebagai berikut:

a. Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam berpolitik dan berdemokrasi;

b. Terciptanya ketentraman, ketertiban, keamanan dan kenyamanan masyarakat;

c. Terciptanya toleransi umat beragama dan kerukunan masyarakat serta meningkatnya pemahaman dan pengamalan nilai-nilai agama;

d. terpeliharanya nilai-nilai budaya dan kearifan lokal; dan

e. Terwujudnya kepastian hukum dan penegakan HAM serta peningkatan kesadaran hukum masyarakat.

2.4. Ikhtisar Pencapaian Kinerja Keuangan

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Ogan Ilir Tahun 2018 berdasarkan urusan, program dan kegiatan dialokasikan kepada Oganisasi Perangkat Daerah (OPD) sesuai Struktur Organisasi dan Tata Kerja. OPD yang mengelola pendapatan sebanyak 13 OPD dari 42 OPD yang ada di Kabupaten Ogan Ilir. Tabel berikut menunjukkan realisasi pendapatan yang dicapai oleh 13 OPD tersebut.

(13)

26 Tabel 4. Anggaran dan Realisasi Pendapatan per OPD TA 2019

(dalam rupiah)

No OPD Uraian Anggaran Realisasi %

1 Dinas Kesehatan Pendapatan Dana Kapitasi JKN

14.172.347.416,00 12.814.857.554,00 90,42

Pendapatan Dana Non

Kapitasi

1.500.000.000,00 1.070.307.500,00 71,35

2 RSUD Pendapatan Jasa

Layanan Umum BLUD

3.550.000.000,00 2.750.334.768,00 77,47

Pendapatan Hasil

Kerjasama BLUD

50.000.000,00 26.634.747,00 53,27

Pendapatan Lain-lain

BLUD

40.000.000,00 107.373.666,00 268,43

3 Pekerjaan Umum Penataan Ruang

Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah

1.000.000.000,00 253.207.300,00 25,32

Pemanfaatan Ruang

untuk Menara Telekomunikasi

50.000.000,00 55.912.503,00 111,83

4 Satpol PP dan Damkar

Retribusi Alat Pemadam Kebakaran

60.000.000,00

41.678.035,00 69,46

5 Dinas Pertanian Retribusi Tempat Pelelangan Hasil Bumi

50.000.000,00 145.000,00 0,29

6 Dinas Perhubungan

Retribusi Parkir Ditepi Jalan Umum

250.000.000,00 138.300.000,00 55,32

Retribusi Pengujian

Kend Bermotor

192.120.000,00 131.828.000,00 68,62

Retribusi Jasa

Kepelabuhan

15.000.000,00 14.293.000,00 95,29

Retribusi PKB-Mobil

Barang/Beban- Khusus/Tangki

6.536.000,00 918.000,00 14,05

Retribusi PKB-Mobil

Barang/Beban- Tempelan

768.000,00 0,00

Retribusi PKB-Mobil

Barang/Beban- Gandengan

576.000,00 0,00

(14)

27

No OPD Uraian Anggaran Realisasi %

7 Koperindag Retribusi Pelayanan Persampahan

933.120.000,00 124.383.000,00 13,33

Retribusi Pasar

Grosir/Pertokoan

1.348.938.000,00 1.398.450.500,00 103,67

8 Dinas Perizinan Retribusi IMB 5.500.000.000,00 4.292.934.316,00 78,05 9 Dinas Perikanan Retribusi Pemakaian

Kekayaan Daerah

15.000.000,00 9.145.000,00 60,97

Retribusi Rumah Potong

Hewan

100.000.000,00 86.190.000,00 86,19

Retribusi Pengelolaan

Balai Benih Ikan Lokal

15.000.000,00 5.987.500,00 39,92

10 Sekretariat Daerah

Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah

70.500.000,00 24.000.000,00 34,04

11 PPKD Laba Atas Penyertaan Modal

3.404.401.439,15 3.404.401.439,15 100,00

Penerimaan Jasa Giro 7.738.000.000,00 5.372.373.153,00 69,43 Lain- lain PAD yang Sah 8.000.000.000,00 13.206.533.048,48 165,08 Bagi Hasil Pajak 76.588.466.000,00 66.192.402.564,00 86,43 Bagi Hasil SDA 174.537.973.000,00 169.081.285.255,00 96,87

DAU 649.199.285.000,00 646.608.319.000,00 99,60

DAK Fisik 147.933.726.000,00 145.095.055.089,00 98,08

Dak Non Fisik 143.486.735.675,00 135.407.057.735,00 94,37

Pendapatan Hibah dari

Pemerintah

1.122.000.000,00

Pendapatan Hibah /

Dana BOS

48.583.600.000,00 47.456.375.923,00 97,67

Dana Bagi Hasil Provinsi 96.660.340.196,31 104.825.582.584,31 108,45

Dana Penyesuaian dan

Otsus

9.465.334.000,00 9.465.334.000,00 100,00

Bantuan Keuangan

Provinsi

15.881.601.000,00 14.409.151.000,00 90,73

Pendapatan Lainnya 205.595.806.000,00 205.188.428.600,00 99,80 12 Badan

Pendapatan

Pajak Hotel 300.000.000,00 301.318.362,00 100,44

(15)

28

No OPD Uraian Anggaran Realisasi %

Pajak Restoran 4.000.000.000,00 2.283.728.630,00 57,09 Pajak Hiburan 50.000.000,00 28.537.000,00 57,07 Pajak Reklame 750.000.000,00 393.335.800,00 52,44

PPJ 16.000.000.000,00 17.600.749.551,00 110,00

Pajak MBLB 20.000.000.000,00 11.911.718.515,66 59,56

Pajak Parkir 150.000.000,00 98.981.100,00 65,99

Pajak Air Bawah Tanah 300.000.000,00 135.266.720,00 45,09

Pajak Sarang Walet 1.500.000,00 1.600.000,00 106,67

PBB 20.000.000.000,00 3.179.465.780,00 15,90

BPHTB 7.216.114.467,65 4.885.678.669,50 67,71

Jumlah 1.684.762.788.194,11 1.631.001.559.908,10 96,81

(16)

29 III. KEBIJAKAN AKUNTANSI

3.1. Entitas Pelaporan

Entitas pelaporan dalam LKPD Kabupaten Ogan Ilir adalah Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan yang terdiri dari SKPD dan PPKD (BUD) selaku entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa Laporan Keuangan Pemerin tah Daerah.

3.2. Basis Akuntansi yang Mendasari Penyusunan Laporan Keuangan

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 Tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, basis akuntansi yang digunakan dalam penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Tahun 2017 adalah basis akrual. Dimana pengakuan pendapatan, beban, aset, utang, dan ekuitas dalam pelaporan finansial berbasis akrual, serta pengakuan pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam pelaporan pelaksanaan anggaran berdasarkan basis yang ditetapkan dalam APBD.

Berpedoman kepada Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintah Nomor 10 tentang Koreksi Kesalahan Perubahan Kebijakan Akuntansi. Perubahan Estimasi Akuntansi, dan Operasi Yang Tidak Dilanjutkan serta Interpretasi Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintah Nomor 4. Pemerintah Kabupaten Ogan Ilir menyajikan saldo Akun-Akun Tahun 2017 sebagaimana yang tertera pada Laporan Hasil Audit BPK RI Tahun sebelumnya. Adapun dampak kumulatif dari perubahan kebijakan akuntansi dan koreksi kesalahan yang berdampak pada laporan keuangan periode sebelumnya disajikan dalam laporan perubahan ekuitas dan disajikan dalam CaLK dalam rangka memberikan informasi atas keterbandingan atas laporan keuangan.

3.3. Basis Pengukuran yang Mendasari Penyusunan Laporan Keuangan

Pengukuran pos-pos laporan keuangan menggunakan mata uang rupiah.

Transaksi yang menggunakan mata uang asing harus dikonversikan terlebih dahulu dan dinyatakan dalam mata uang rupiah dengan menggunakan nilai tukar/kurs tengah Bank Sentral yang berlaku pada tanggal transaksi.

3.4. Transisi Laporan Keuangan dari Basis Kas Modifikasian ke Basis Akrual Aspek pertama perubahan akuntansi pemerintahan adalah perubahan dari dasar kas menjadi dasar akrual. Untuk menuju dasar akrual, maka diperlukan masa transisi atau penyesuaian dengan kondisi masing masing entitas dimana akuntansi pemerintahan diaplikasikan. Studi IFAC PSC mengidentifikasi bahwa antara dasar kas dan dasar akrual terdapat dua modifikasi yang dipakai, yaitu 1) dasar modifikasi kas (modified cash basic) dan 2) dasar akrual modifikasian (modified accrual basic).

1. Modified Cash Basic (Dasar Kas Modifikasian)

Pada dasarnya mirip dengan dasar kas dalam mengakui transaksi dan kejadian saat kas diterima atau dibayarkan. Hanya saja, perbedaannya, pembukuan masih dibuka pada akhir periode dengan ditambah suatu jangka waktu tertentu setelah Tahun buku. Penerimaan dan pengeluaran yang terjadi selama periode perpanjangan tersebut, namun berasal dari transaksi periode sebelumnya, diakui sebagai pendapatan dan pengeluaran dari Tahun fiskal sebelumnya. Arus kas pada awal periode pelaporan, yang telah

(17)

30 dipertanggungjawabkan pada periode sebelumnya dikurangkan dari aliran kas periode saat ini. Pengakuan dan pelaporan saldo kas antara Dasar Kas Modifikasian dengan Dasar Kas terdapat persamaan. Hanya saja, dalam dasar Kas Modifikasian masih dibukanya pembukuan untuk mengakui suatu jumlah yang diterima dan dibayar selama periode perpanjangan tertentu. Pos-pos Dasar Kas Modifikasian dan Dasar Kas adalah pos-pos dasar Kas Modifikasian termasuk saldo netto jumlah diterima dan dibayar selama periode tertentu yang terjadi diperiode sebelumnya.

2. Modified Accrual Basic (Dasar Akrual Modifikasian)

Dasar Akrual Modifikasian mengakui transaksi dan peristiwa pada saat transaksi atau peristiwa terjadi, dan bukan saat kas diterima atau dibayarkan.

Perbedaan utama Dasar Akrual Modifikasian dari Dasar Akrual adalah:

1. Aset fisik dibiayakan (expensed) pada waktu pembelian; dan 2. Seluruh aset dan kewajiban lainnya diakui seperti dasar akrual.

Elemen-elemen yang diakui dalam dasar akrual Modifikasian, adalah:

1. Aset-aset Keuangan;

2. Kewajiban;

3. Kewajiban Bersih/ Aset-aset Keuangan Bersih; dan 4. Pendapatan dan Biaya Modifikasi Akrual.

Dasar Akrual Modifikasian menyediakan para pemakai Laporan Keuangan, dengan informasi mengenai sumber daya, alokasi sumber daya, dan penggunaan sumber-sumber keuangan.

3.5. Penerapan Kebijakan Akuntansi Berkaitan dengan Ketentuan yang Ada dalam Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP)

3.5.1. Kebijakan Akuntansi Pendapatan-Laporan Realisasi Anggaran (LRA)

Kebijakan Akuntansi Pendapatan-LRA terdiri dari.

a. Pendapatan-LRA adalah semua penerimaan Rekening Kas Umum Daerah yang menambah Saldo Anggaran Lebih dalam periode Tahun anggaran yang bersangkutan yang menjadi hak pemerintah daerah. dan tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah;

b. Pendapatan LRA menggunakan basis kas sehingga pendapatan LRA diakui pada saat.

1) Diterima di rekening Kas Umum Daerah;

2) Diterima oleh SKPD; dan

3) Atau diterima entitas lain diluar pemerintah daerah atas nama BUD.

3.5.2. Kebijakan Akuntansi Pendapatan-LO

Pendapatan-LO adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambahan ekuitas dalam periode Tahun anggaran yang bersangkutan dan tidak perlu dibayar kembali.

a. Pendapatan LO diakui bersamaan dengan penerimaan kas, contoh:

1) PAD dengan mekanisme Self Assessment (retribusi, pajak hotel);

(18)

31 2) PAD dengan mekanisme Official Assessment yang karena ketetapannya dibuat bersamaan dengan dilakukannya kas (Pajak Kendaraan Bermotor); dan

3) Dana Perimbangan.

b. Pendapatan LO yang diakui tidak bersamaan dengan penerimaan kas, contoh:

1) PAD dengan mekanisme official assessment diakui sebelum penerimaan kas (pajak air bawah tanah); dan

2) PAD dengan mekanisme official assessment yang diakui setelah penerimaan kas (pajak reklame).

3.5.3. Kebijakan Akuntansi Belanja

Belanja merupakan semua pengeluaran oleh Bendahara Umum Daerah yang mengurangi Saldo Anggaran Lebih dalam periode Tahun anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah.

3.5.4. Kebijakan Akuntansi Beban

Beban adalah penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa dalam periode pelaporan yang menurunkan ekuitas, yang dapat berupa pengeluaran atau konsumsi aset atau timbulnya kewajiban. Beban merupakan unsur/komponen penyusunan Laporan Operasional.

Pengakuan

Beban diakui pada saat:

1. Saat timbulnya kewajiban;

2. Saat terjadinya konsumsi aset; dan

3. Saat terjadinya penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa.

Bila dikaitkan dengan pengeluaran kas maka pengakuan beban dapat dilakukan dengan tiga kondisi, yaitu:

1. Beban diakui sebelum pengeluaran kas dilakukan apabila dalam hal proses transaksi pengeluaran daerah terjadi perbedaan waktu antara pengakuan beban dan pengeluaran kas, dimana pengakuan beban daerah dilakukan lebih dulu, maka kebijakan akuntansi untuk pengakuan beban dapat dilakukan pada saat terbit dokumen penetapan/pengakuan beban/kewajiban walaupun kas belum dikeluarkan.

2. Beban diakui bersamaan dengan pengeluaran kas, dilakukan apabila perbedaan waktu antara saat pengakuan beban dan pengeluaran kas daerah tidak signifikan, maka beban diakui bersamaan dengan saat pengeluaran kas.

3. Beban diakui setelah pengeluaran kas, dilakukan apabila dalam hal proses transaksi pengeluaran daerah terjadi perbedaan waktu antara pengeluaran kas daerah dan pengakuan beban, dimana pengakuan beban dilakukan setelah pengeluaran kas, maka pengakuan beban dapat dilakukan pada saat barang atau jasa dimanfaatkan walaupun kas sudah dikeluarkan.

(19)

32 Pengukuran

Beban diukur sesuai dengan:

1. Harga perolehan atas barang/jasa atau nilai nominal atas kewajiban beban yang timbul, konsumsi aset, dan penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa. Beban diukur dengan menggunakan mata uang rupiah; dan 2. Menaksir nilai wajar barang/jasa tersebut pada tanggal transaksi jika

barang/jasa tersebut tidak diperoleh harga perolehannya.

Penyajian dan Pengungkapan

Beban disajikan dalam Laporan Operasional (LO). Rincian dari Beban dijelaskan dalam Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) sesuai dengan klasifikasi ekonomi, yaitu:

1. Beban Operasional, terdiri dari: Beban Pegawai, Beban Persediaan, Beban Jasa, Beban Pemeliharaan, Beban Perjalanan Dinas, Beban Bunga, Beban Subsidi, Beban Hibah, Beban Bantuan Sosial, Beban Penyusutan, Beban Transfer dan Beban Lain-lain;

2. Beban Non Operasional; dan 3. Beban Luar Biasa.

Pos luar biasa disajikan terpisah dari pos-pos lainnya dalam Laporan Operasional dan disajikan sesudah Surplus/Defisit dari Kegiatan Non Operasional.

Hal-hal yang perlu diungkapkan sehubungan dengan beban, antara lain:

1. Pengeluaran beban Tahun berkenaan;

2. Pengakuan beban Tahun berkenaan setelah tanggal berakhirnya periode akuntansi/TA sebagai penjelasan perbedaan antara pengakuan belanja;

Informasi lainnya yang dianggap perlu.

Beban adalah penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa dalam periode pelaporan yang menurunkan ekuitas, yang dapat berupa pengeluaran atau konsumsi aset atau timbulnya kewajiban.

a. Beban yang diakui bersamaan dengan pengeluaran kas. apabila perbedaan waktu antara saat pengakuan beban dan pengeluaran kas daerah tidak signifikan;

1) Beban yang diakui sebelum pengeluaran kas (Beban yang didahului dengan tagihan);

2) Beban yang diakui setelah pengeluaran kas (Beban dibayar di Muka yang telah jatuh tempo);

(20)

33 b. Beban yang tidak berhubungan dengan pengeluaran kas (Non Kas).

Contoh: Beban Penyusutan dan Beban Penyisihan Piutang.

3.5.5. Kebijakan Akuntansi Transfer

Tujuan kebijakan akuntansi transfer adalah untuk mengatur perlakuan akuntansi atas transfer dan informasi lainnya dalam rangka memenuhi tujuan akuntabilitas sebagaimana ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan.

Perlakuan akuntansi transfer mencakup definisi, pengakuan, dan pengungkapannya.

Pengakuan

Transfer merupakan penerimaan atau pengeluaran uang oleh suatu entitas pelaporan dari/kepada entitas pelaporan lain, termasuk dana perimbangan dan dana bagi hasil dibagi menjadi:

1. Transfer Masuk dan Pendapatan Transfer

Untuk kepentingan penyajian transfer masuk pada LRA, pengakuan atas transfer masuk dilakukan pada saat transfer masuk ke RKUD, sedangkan untuk kepentingan penyajian pendapatan transfer pada dalam Laporan Operasional, pengakuan masing-masing jenis pendapatan transfer dilakukan pada saat:

a. timbulnya hak atas pendapatan (earned); atau

b. pendapatan direalisasi yaitu aliran masuk sumber daya ekonomi (realized).

Pengakuan pendapatan transfer dilakukan bersamaan dengan penerimaan kas selama periode berjalan. Sedangkan pada saat penyusunan laporan keuangan, pendapatan transfer dapat diakui sebelum penerimaan kas apabilaterdapat penetapanhak pendapatandaerah berdasarkan dokumen yang sah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

2. Transfer Keluar dan Beban Transfer

Untuk kepentingan penyajian transfer keluar pada LRA, pengakuan atas transfer keluar dilakukan pada saat terbitnya SP2D atas beban anggaran transfer keluar.

Untuk kepentingan penyajian beban transfer pada penyusunan Laporan Operasional, pengakuan beban transfer pada periode berjalan dilakukan bersamaan dengan pengeluaran kas yaitu pada saat diterbitkannya SP2D.

Sedangkan pengakuan beban transfer pada saat penyusunan laporan keuangan dilakukan penyesuaian berdasarkan dokumen yang menyatakan kewajiban transfer pemerintah daerah yang bersangkutan kepada pemerintah daerah lainnya/desa.

Pengukuran dan Penilaian

1. Transfer Masuk dan Pendapatan Transfer

Untuk kepentingan penyajian transfer masuk pada LRA, transfer masuk diukur dan dicatat berdasarkan jumlah transfer yang masuk

(21)

34 ke RKUD, sedangkan untuk Laporan Operasional, pendapatan transfer diukur dan dicatat berdasarkan hak atas pendapatan transfer bagi pemerintah daerah.

Transfer masuk dinilai berdasarkan asas bruto, yaitu dengan membukukan penerimaan bruto, dan tidak mencatat jumlah nettonya (setelah dikompensasikan dengan pengeluaran).

a. Dalam hal terdapat pemotongan Dana Transfer dari Pemerintah Pusat sebagai akibat pemerintah daerah yang bersangkutan tidak memenuhi kewajiban finansial seperti pembayaran pinjaman pemerintah daerah yang tertunggak dan dikompensasikan sebagai pembayaran hutang pemerintah daerah, maka dalam laporan realisasi anggaran tetap disajikan sebagai transfer DAU dan pengeluaran pembiayaan pembayaran pinjaman pemerintah daerah.

Hal ini juga berlaku untuk penyajian dalam Laporan Operasional.

Namun jika pemotongan Dana Transfer misalnya DAU merupakan bentuk hukuman yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah tanpa disertai dengan kompensasi pengurangan kewajiban pemerintah daerah kepada pemerintah pusat maka atas pemotongan DAU tersebut diperlakukan sebagai koreksi pengurangan hak pemerintah daerah atas pendapatan transfer DAU TA berjalan.

b. Dalam hal terdapat pemotongan Dana Transfer karena adanya kelebihan penyaluran Dana Transfer pada TA sebelumnya, maka pemotongan dana transfer diperlakukan sebagai pengurangan hak pemerintah daerah pada TA berjalan untuk jenis transfer yang sama.

2. Transfer Keluar dan Beban Transfer

Untuk kepentingan penyusunan LRA, transfer keluar diukur dan dicatat sebesar nilai SP2D yang diterbitkan atas beban anggaran transfer keluar.

Untuk kepentingan penyusunan Laporan Operasional, beban transfer diukur dan dicatat sebesar kewajiban transfer pemerintah daerah yang bersangkutan kepada pemerintah daerah lainnya/desa berdasarkan dokumen yang sah sesuai ketentuan yang berlaku.

Pengungkapan

Pengungkapan atas transfer masuk dan pendapatan transfer dalam CaLK adalah sebagai berikut:

1. Penjelasan rincian atas anggaran dan realisasi transfer masuk pada LRA dan realisasi pendapatan transfer pada Laporan Operasional beserta perbandingannya dengan realisasi TA sebelumnya;

2. Penjelasan atas penyebab terjadinya selisih antara anggaran transfer masuk dengan realisasinya. Realisasi transfer masuk dalam LRA dengan realisasi pendapatan transfer pada Laporan Operasional; dan

(22)

35 3. Informasi lainnya yang dianggap perlu.

Pengungkapan atas transfer keluar dan beban transfer dalam CaLK adalah sebagai berikut:

1. Penjelasan rincian atas anggaran dan realisasi transfer keluar pada Laporan Realisasi Anggaran, rincian realisasi beban transfer pada Laporan Operasional beserta perbandingannya dengan TA sebelumnya;

2. Penjelasan atas penyebab terjadinya selisih antara anggaran transfer keluar dengan realisasinya;

3. Penjelasan atas perbedaan nilai realisasi transfer keluar dalam Laporan Realisasi Anggaran dengan realisasi beban transfer pada Laporan Operasional; dan

4. Informasi lainnya yang dianggap perlu.

3.5.6. Kebijakan Akuntansi Pembiayaan

Pembiayaan (financing) adalah seluruh transaksi keuangan pemerintah. baik penerimaan maupun pengeluaran. yang perlu dibayar atau akan diterima kembali.

yang dalam penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup defisit dan atau memanfaatkan surplus anggaran.

Penerimaan pembiayaan antara lain dapat berasal dari pinjaman dan hasil divestasi. Sementara pengeluaran pembiayaan, antara lain digunakan untuk pembayaran kembali pokok pinjaman, pemberian pinjaman kepada entitas lain dan penyertaan modal oleh pemerintah.

3.5.7. Kebijakan Akuntansi Kas dan Setara Kas

Setara kas sebagai investasi jangka pendek yang sangat likuid yang siap dijabarkan menjadi kas serta bebas dari risiko perubahan nilai yang signifikan.

Setara kas pada pemerintah daerah ditujukan untuk memenuhi kebutuhan kas jangka pendek atau untuk tujuan lainnya. Untuk memenuhi persyaratan setara kas investasi jangka pendek harus segera dapat diubah menjadi kas, dalam jumlah yang dapat diketahui tanpa ada risiko perubahan nilai yang signifikan. Oleh karena itu, suatu investasi disebut setara kas kalau investasi dimaksud mempunyai masa jatuh tempo kurang dari 3 (tiga) bulan dari tanggal perolehannya.

3.5.8. Kebijakan Akuntansi Investasi Jangka Pendek

Investasi jangka pendek merupakan investasi yang memiliki karakteristik dapat segera diperjual belikan/dicairkan dalam waktu 3 bulan sampai dengan 12 bulan. Investasi jangka pendek biasanya digunakan untuk tujuan manajemen kas dimana pemerintah daerah dapat menjual investasi tersebut jika muncul kebutuhan akan kas. Investasi jangka pendek biasanya berisiko rendah. Investasi Jangka Pendek berbeda dengan Kas dan Setara Kas. Suatu investasi masuk

(23)

36 klasifikasi Kas dan Setara Kas jika investasi dimaksud mempunyai masa jatuh tempo kurang dari 3 bulan dari tanggal perolehannya.

3.5.9. Kebijakan Akuntansi Investasi Jangka Panjang

Investasi jangka panjang merupakan investasi yang pencairannya memiliki jangka waktu lebih dari 12 bulan. Investasi jangka panjang dibagi menurut sifatnya, yaitu:

a. Investasi Jangka Panjang Nonpermanen

Investasi jangka panjang nonpermanen merupakan investasi jangka panjang yang dimaksudkan untuk dimiliki secara tidak berkelanjutan atau suatu waktu akan dijual atau ditarik kembali.

b. Investasi Jangka Panjang Permanen

Investasi jangka panjang permanen merupakan investasi jangka panjang yang dimaksudkan untuk dimiliki secara berkelanjutan atau tidak untuk diperjualbelikan atau ditarik kembali.

3.5.10. Kebijakan Akuntansi Piutang

Piutang adalah hak pemerintah untuk menerima pembayaran dari entitas lain termasuk wajib pajak/bayar atas kegiatan yang dilaksanakan oleh pemerintah. Hal ini senada dengan berbagai teori yang mengungkapkan bahwa piutang adalah manfaat masa depan yang diakui pada saat ini. Piutang dapat diakui ketika:

a. Diterbitkan surat ketetapan/dokumen yang sah; atau

b. Telah diterbitkan surat penagihan dan telah dilaksanakan penagihan; atau c. Belum dilunasi sampai dengan akhir periode pelaporan.

Piutang disajikan sebesar nilai bersih yang dapat direalisasikan (net realizablevalue). Nilai bersih yang dapat direalisasikan adalah selisih antara nilai nominal piutang dengan penyisihan piutang. Penggolongan kualitas piutang merupakan salah satu dasar untuk menentukan besaran tarif penyisihan piutang.

Penilaian kualitas piutang dilakukan dengan mempertimbangkan jatuh tempo/umur piutang dan perkembangan upaya penagihan yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Kualitas piutang didasarkan pada kondisi piutang pada tanggal pelaporan.Kualitas piutang dikelompokkan menjadi 4 (empat) dengan klasifikasi sebagai berikut.

a. Kualitas Piutang Lancar;

b. Kualitas Piutang Kurang Lancar;

c. Kualitas Piutang Diragukan;

d. Kualitas Piutang Macet.

3.5.11. Kebijakan Akuntansi Persediaan

Persediaan adalah aset lancar dalam bentuk barang atau perlengkapan yang dimaksudkan untuk mendukung kegiatan operasional pemerintah daerah, dan barang-barang yang dimaksudkan untuk dijual dan/atau diserahkan dalam rangka pelayanan kepada masyarakat.

(24)

37 Persediaan dicatat dengan metode periodik. Dalam metode periodik, fungsi akuntansi tidak langsung mengkinikan nilai persediaan ketika terjadi pemakaian.

Jumlah persediaan akhir diketahui dengan melakukan perhitungan fisik (stock opname) pada akhir periode, dengan menggunakan harga perolehan terakhir/harga pokok produksi terakhir/nilai wajar.

3.5.12. Kebijakan Akuntansi Investasi Jangka Panjang

Investasi merupakan aset yang dimaksudkan untuk memperoleh manfaat ekonomik seperti bunga, dividen dan royalti, atau manfaat sosial, sehingga dapat meningkatkan kemampuan pemerintah daerah dalam rangka pelayanan kepada masyarakat. Investasi merupakan instrumen yang dapat digunakan oleh pemerintah daerah untuk memanfaatkan surplus anggaran untuk memperoleh pendapatan dalam jangka panjang dan memanfaatkan dana yang belum digunakan untuk investasi jangka pendek dalam rangka manajemen kas.

Investasi Jangka Panjang merupakan investasi yang pencairannya memiliki jangka waktu lebih dari 12 bulan. Investasi Jangka Panjang dibagi menurut sifatnya, yaitu:

a. Investasi Jangka Panjang Nonpermanen

Investas Jangka Panjang Nonpermanen merupakan Investasi Jangka Panjang yang dimaksudkan untuk dimiliki secara tidak berkelanjutan atau suatu waktu akan dijual atau ditarik kembali. Investasi Non Permanen dapat berupa:

1) Pembelian obligasi atau surat utang jangka panjang yang dimaksudkan untuk dimiliki sampai dengan tanggal jatuh tempohnya oleh pemerintah;

2) Penanaman modal dalam proyek pembangunan yang dapat dialihkan kepada pihak ketiga;

3) Dana yang disisihkan pemerintah dalam rangka pelayanan masyarakat seperti bantuan modal kerja secara bergulir kepada kelompok masyarakat; dan

4) Investasi Nonpermanen Lainnya, yang sifatnya tidak dimaksudkan untuk dimiliki pemerintah secara berkelanjutan, seperti penyertaan modal yang dimaksudkan untuk penyehatan/penyelamatan perekonomian.

b. Investasi Jangka Panjang Permanen

Investasi Jangka Panjang Permanen merupakan investasi jangka panjang yang dimaksudkan untuk dimiliki secara berkelanjutan atau tidak untuk diperjual belikan atau ditarik kembali. Investasi Jangka Panjang Permanen dapat berupa:

1) Penyertaan Modal Pemerintah pada perusahaan negara/daerah, badan internasional dan badan usaha lainnya yang bukan milik negara; dan 2) Investasi permanen lainnya yang dimiliki oleh pemerintah untuk

menghasilkan pendapatan atau meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.

(25)

38 3.5.13. Kebijakan Akuntansi Aset Tetap

Aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah daerah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum. Termasuk dalam aset tetap pemerintah adalah:

a. Aset tetap yang dimiliki oleh entitas pelaporan namun dimanfaatkan oleh entitas lainnya, misalnya instansi pemerintah lainnya, universitas, dan kontraktor; dan

b. Hak atas tanah.

Aset tetap diklasifikasikan berdasarkan kesamaan dalam sifat atau fungsinya dalam aktivitas operasi entitas. Klasifikasi aset tetap adalah sebagai berikut.

a. Tanah;

b. Peralatan dan Mesin;

c. Gedung dan Bangunan;

d. Jalan, Irigasi , dan Jaringan;

e. Aset Tetap Lainnya; dan f. Konstruksi dalam Pengerjaan.

Aset tetap yang tidak digunakan untuk keperluan operasional pemerintah tidak memenuhi definisi aset tetap dan harus disajikan di pos aset lainnya sesuai dengan nilai tercatatnya.

Pengakuan Aset Tetap 1. Perolehan Aset Tetap

Pada umumnya aset tetap diakui pada saat manfaat ekonomi masa depan dapat diperoleh dan nilainya dapat diukur dengan handal.

Untuk dapat diakui sebagai aset tetap harus dipenuhi kriteria sebagai berikut.

1. Berwujud;

2. Mempunyai masa manfaat lebih dari 12 bulan;

3. Biaya perolehan aset dapat diukur secara andal;

4. Tidak dimaksudkan untuk dijual dalam operasi normal entitas;

5. Diperoleh atau dibangun dengan maksud untuk digunakan; dan 6. Nilai Rupiah pembelian barang material atau pengeluaran untuk

pembelian barang tersebut memenuhi batasan minimal kapitalisasi aset tetap yang telah ditetapkan.

Namun demikian, dengan pertimbangan biaya dan manfaat serta kepraktisan, pengakuan aset tetap berupa konstruksi dilakukan pada saat realisasi belanja modal, dan akan dilakukan penyesuaian pada akhir Tahun.

(26)

39 Dalam menentukan apakah suatu aset tetap mempunyai manfaat lebih dari 12 bulan, suatu entitas harus menilai manfaat ekonomi masa depan yang dapat diberikan oleh aset tetap tersebut, baik langsung maupun tidak langsung, bagi kegiatan operasional pemerintah. Manfaat tersebut dapat berupa aliran pendapatan atau penghematan belanja bagi pemerintah. Manfaat ekonomi masa depan akan mengalir ke suatu entitas dapat dipastikan bila entitas tersebut akan menerima manfaat dan menerima risiko terkait. Kepastian ini biasanya hanya tersedia jika manfaat dan risiko telah diterima entitas tersebut. Sebelum hal ini terjadi, perolehan aset tidak dapat diakui.

Tujuan utama dari perolehan aset tetap adalah untuk digunakan oleh pemerintah dalam mendukung kegiatan operasionalnya dan bukan dimaksudkan untuk dijual. Pengakuan aset tetap akan andal bila aset tetap telah diterima atau diserahkan hak kepemilikannya dan atau pada saat penguasaannya berpindah.

Saat pengakuan aset akan dapat diandalkan apabila terdapat bukti bahwa telah terjadi perpindahan hak kepemilikan dan/atau penguasaan secara hukum, misalnya sertifikat tanah dan bukti kepemilikan kendaraan bermotor. Apabila perolehan aset tetap belum didukung dengan bukti secara hukum dikarenakan masih adanya suatu proses administrasi yang diharuskan, seperti pembelian tanah yang masih harus diselesaikan proses jual beli (akta) dan sertifikat kepemilikannya di instansi berwenang, maka aset tetap tersebut harus diakui pada saat terdapat bukti bahwa penguasaan atas aset tetap tersebut telah berpindah, misalnya telah terjadi pembayaran dan penguasaan atas sertifikat tanah atas nama pemilik sebelumnya.

2. Batasan Jumlah Biaya Kapitalisasi (Capitalization Treshold) Perolehan Awal Aset Tetap

Nilai Satuan Minimum Kapitalisasi Aset Tetap adalah pengeluaran pengadaan baru dan penambahan nilai aset tetap dari hasil pengembangan, reklasifikasi, renovasi, dan perbaikan atau restorasi. Nilai Satuan Minimum Kapitalisasi Aset Tetap menentukan apakah perolehan suatu aset harus dikapitalisasi atau tidak. Nilai satuan minimum kapitalisasi aset tetap atas perolehan aset tetap berupa peralatan dan mesin dan aset tetap lainnya adalah nilai per unitnya sebagai berikut.

a. Pengeluaran untuk per satuan peralatan dan mesin, dan aset tetap lainnya berupa alat olah raga sama dengan atau lebih dari Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah);

b. Pengeluaran atas perolehan aset tetap konstruksi gedung dan bangunan sebesar Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah).

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, penerapan SAP dalam laporan keuangan pemerintah berbasis akrual diberlakukan

Penyusunan Laporan Keuangan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan

Berdasarkan hasil penelitian pola bakteri pada otitis media supuratif kronik di RSUD Ulin Banjarmasin dengan 33 sampel dapat ditarik simpulan bahwa pola bakteri

Sehubungan dengan posisi keuangan Perseroan per 30 Juni 2021 berdasarkan Laporan Keuangan Konsolidasian Perseroan (Unaudited) per tanggal 30 Juni 2021, Perseroan

Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Astrini (2013) yang menyatakan bahwa laju pertumbuhan PDRB tidak berpengaruh signifikan terhadap

Secara umum potensi bahan galian unggulan di Kabupaten Karawang yang layak untuk dikembangkan lebih lanjut adalah Batu Gamping, Batu Andesit dan Sirtu. Hal ini didasarkan atas

Perlakuan hidrolisis asam pada fraksi air daun mengkudu dan batang brotowali dapat meningkatkan aktivitas penangkapan radikal DPPH yang ditunjukkan pada nilai

Artikel ini bertujuan untuk mengetahui potensi beberapa jenis rumput laut di pantai Bayah, Banten dalam menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli penyebab penyakit