• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 LANDASAN PERANCANGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 LANDASAN PERANCANGAN"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

5

LANDASAN PERANCANGAN

2.1 Tinjauan Umum

2.1.1 Sumber Data

Data dan sumber informasi untuk mendukung proyek tugas akhir ini diperoleh dari berbagai sumber, antara lain:

1. Literatur

Buku Typographic Design : Form and Communication – Rob Carter, Ben Day, Philip Meggs

Buku The Language of Graphic Design – Richard Poulin

Buku Manajemen Kampanye – Drs. Antar Venus, M.A.

Buku Psikologi Pendidikan – Muhibbin Syah

• Jurnal Perancangan Kampanye Sosial bagi Orang Tua terhadap Bahaya Tablet PC bagi Anak 2 Tahun ke Bawah

• http://www.female.kompas.com/read/ - 4 Dampak Negatif Gadget pada Anak

• http://www.tabloid-nakita.com/read/1/anak-dan-gadget-yang-penting- aturan-main

• http://www.bbc.com/news/

• http://health.detik.com/read/2014/01/08/104611/2461337/1301/bahay a-gadget-untuk-anak-agresif-hingga-tak-mau-bersosialisasi

• http://www.parenting.co.id/article/artikel/beri.anak.gadget.pribadi.ben ar.atau.salah/001/004/541

• http://www.berita8.com/berita/2013/04/pengguna-gadget-di- indonesia-melebihi-penduduk-indonesia

(2)

• http://www.parentsindonesia.com/article.php?type=article&cat=kids&

id=688

2. Wawancara Narasumber

• Psikolog Anak: Farida Tjandra, M.Psi

• Psikolog Anak dan Pendidikan: Budiman Hadi Pranoto, M. Psi., Psikolog, CGA

2.1.2 Fakta penggunaan Gadget

Menurut Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika, Freddy H. Tulung, penggunaan gadget di Indonesia saat ini mencapai 240 juta unit. Angka tersebut melebihi jumlah penduduk Indonesia yang hanya 230 juta jiwa. Pulau Jawa, khususnya, merupakan pengguna gadget tertinggi di Indonesia, dimana rata- rata satu orang mempunyai dua buah gadget.

Yahoo! dan jejaring media global bernama Mindshare mengeluarkan sebuah

studi mengenai tingkah laku pengguna smartphone dan tablet di Indonesia.

Studi ini mengutip sebuah laporan dari eMarketer yang mengatakan bahwa akan ada 41,3 juta pengguna smartphone dan 6 juta pengguna tablet di Indonesia pada akhir tahun 2013 kemarin. Selain itu, diperkirakan bahwa angka tersebut akan naik menjadi 103,7 juta pengguna smartphone dan 16,2 juta pengguna tablet pada tahun 2017.

Dalam riset yang berjudul Indonesia Smartphone Consumer Insight Mei 2013, ditemukan beberapa kebiasaan masyarakat di Indonesia dalam menggunakan smartphone mereka. Setiap harinya, masyarakat Indonesia rata- rata

menggunakan smartphone selama 189 menit atau 3 jam 15 menit. Aktivitas yang dilakukan dengan gadget mereka tersebut antara lain: e-mail, chatting, jejaring sosial, hiburan, bermain games dan membaca berita.

(3)

2.1.3 Dampak Penggunaan Gadget terhadap Anak-Anak

Menurut Jovita Maria Ferliana, M. Psi., Psikolog dari RS Royal Taruma, penggunaan gadget untuk anak-anak sebaiknya dibagi ke beberapa tahap usia.

Khususnya untuk anak-anak sebelum berusia 5 tahun, sebaiknya tidak perlu dikenalkan terlebih dahulu tentang penggunaan gadget dikarenakan ada beberapa bagian perkembangan sensorinya yang masih belum sesuai untuk bermain dengan gadget. Apalagi, jika tidak didampingi orang tua, maka anak akan lebih berfokus ke gadget dibanding sekitarnya dan kurang berinteraksi ke dunia luar.

Dampak Positif

• Sebagai sarana media pembelajaran interaktif untuk anak

• Membantu perkembangan fungsi adaptif seorang anak

• Memberi anak kesempatan leluasa untuk mencari informasi

Dampak Negatif

Anak akan lebih fokus untuk berinteraksi dengan gadget dibanding dengan lingkungan sosialnya

Akan memicu hormon endorphin yang mengatur pusat kesenangan dan kenyamanan yang dapat menyebabkan kecanduan

• Menurunkan semangat belajar dan meningkatkan kemalasan membaca buku

Anak lebih memilih bermain dengan gadget dibanding bermain secara aktif sehingga menghambat perkembangan motoriknya

• Menyebabkan gangguan penglihatan akibat terlalu fokus pada layar monitor gadget tersebut

• Meningkatkan emosional anak seperti mudah marah, depresi, tidak bisa diatur

• Untuk jangka panjang dapat menyebabkan penyakit dan kecanduan (Prianggoro, 2013)

(4)

2.1.4 Anak dengan Kecanduan Gadget

Tanpa kita sadari, ternyata gadget tidak hanya memberikan dampak negatif yang sementara dan terlihat kecil, tapi untuk jangka panjang dapat menyebabkan kecanduan. Dr. Aric Sigman, seorang ahli psikologi di Inggris mengatakan bahwa kecanduan gadget mempunyai kadar yang sama dengan kecanduan alkohol. Beliau juga mengatakan, kecanduan bermain gadget secara tidak langsung akan memudahkan seseorang untuk terkena penyakit, seperti diabetes tipe 2 dan gangguan kardiovaskular. Ini disebabkan karena ketika seseorang terlalu sering berinteraksi dengan gadget sejak dini, tubuhnya lebih banyak diam dan hanya berinteraksi dengan gadget tersebut.

Bahkan, menurut Diane Abbott, seperti ditulis oleh BBC.com, pada tahun 2025 hampir setengah pria dan lebih dari sepertiga wanita di dunia akan mengalami obesitas ketika kita tidak menghentikan penggunaan gadget yang berlebihan dan terlalu dini ini dari sekarang.

Apalagi saat ini, dalam sebuah rumah biasanya memiliki lebih dari satu gadget yang dinyalakan secara bersamaan, contohnya televisi bersamaan

dengan tablet dan smartphone. Akhirnya, anak cenderung terbiasa untuk bermain dengan gadget- gadget tersebut dan tentunya dengan waktu yang lama.

Menurut Dr. Sigman, anak dengan umur dibawah 3 tahun, seharusnya tidak diperbolehkan berinteraksi gadget sama sekali. Lalu, untuk anak yang dibawah 7 tahun, maksimal diberikan aturan berinteraksi dengan gadget paling lama 1,5 jam. Ini berlaku untuk semua jenis gadget, tidak hanya smartphone atau tablet tapi juga seperti televisi dan komputer. Menurut

Departemen Kesehatan di Inggris, aktifitas fisik memiliki keuntungan yang besar untuk anak- anak karena semua anak perlu dimotivasi untuk aktif. Oleh karena itu, anak yang masih berada di bawah umur 5 tahun perlu bergerak lebih aktif dan mengurangi waktu untuk duduk dan diam sesedikit mungkin.

(anonim, 2012)

(5)

2.1.5 Alasan Orang Tua Memberi Gadget pada Anak- Anak

Dewasa ini, banyak orang tua memberikan gadget kepada anak - anak mereka yang masih kecil dengan pertimbangan karena menganggap bahwa di era modern seperti ini, sudah seharusnya lah seorang anak dikenalkan pada gadget, meskipun anak tersebut belum mengerti tentang apa fungsi gadget yang sebenarnya.

Selain itu, banyak orang tua yang secara tidak langsung menganggap gadget sebagai unofficial babysitter untuk anak mereka. Ketika mereka sedang sibuk mengerjakan pekerjaan rumah atau sedang tidak bisa mengurus anak mereka, gadget diberikan kepada anak mereka supaya anak mereka tidak rewel atau

menangis. Gadget menjadi seperti babysitter anak mereka, dan menjadi kebiasaan ketika anak mereka menangis atau mulai merengek, orang tua akan memberikan gadget untuk meredakan tangis anak mereka.

Ada lagi orang tua yang memberikan gadget kepada anak mereka untuk menjadi teman ketika anak itu sendirian, atau sedang tidak ada kerjaan, sedangkan saat itu orang tua sedang tidak dapat bekomunikasi dan bermain dengan anak mereka. Secara tidak sadar, anak menjadi terbiasa untuk bermain dan berkomunikasi dengan gadget dibanding dengan lingkungan sekitarnya.

Tanpa sadar, hal itu menjadi kebiasaan untuk si anak dan ketika orang tua sudah memiliki waktu dan ingin mengajak anaknya bermain atau berkomunikasi, si anak sudah nyaman dengan gadget tersebut karena memang tidak bisa dipungkiri, bermain dengan gadget tentunya lebih menarik.

(Yellowlees, 2010)

(6)

2.1.6 Data Wawancara

Psikolog Anak: Farida Tjandra, M.Psi

Menurut beliau, pada umur 3 - 5 tahun anak - anak sedang ada dalam tahap iniative vs guilt. Pada tahap ini anak mulai mengeksplorasi lingkungan,

menentukan keinginannya, dan menyukai tantangan baru. Sebagai orang tua hendaknya mulai memberikan ruang untuk kebebasan bereksplorasi dan membantu anak dalam menentukan pilihan. Hanya saja, seringkali orang tua jaman sekarang mengartikan dengan memberikan gadget kepada anak sebagai mainan. Namun, kita perlu mencermati juga bahwa tahap yang paling berkembang pada anak usia ini adalah bermain dan imajinasi. Gadget mungkin dapat membantu dalam hal menjadi salah satu koleksi mainan anak namun gadget tidak menstimulasi perkembangan imajinasi anak. Anak cenderung pasif dengan mainannya, bermain dengan hanya menggunakan jari jemarinya dan tidak bisa mengembangkan cara berpikir kreatif.

Secara psikologis, gadget mudah sekali menciptakan kecanduan. Fasilitas permainan yang ada dalam gadget membuat anak- anak selalu tertantang untuk mencapai level yang lebih tinggi. Kecanduan ini akhirnya membuat anak tidak ingin berhenti bermain dan dampaknya mengurangi keinginan untuk bermain dengan teman sebaya. Hal lain yang juga terpengaruh adalah kemampuan dalam interaksi sosial, pemecahan masalah praktis dalam kehidupan sehari-hari dan juga kemampuan bahasa. Orang tua seringkali memberikan gadget kepada anak hanya untuk menyenangkan anak, menggantikan rasa bersalah karena orang tua bekerja sehingga ketika anak meminta maka orang tua menuruti, supaya anak tidak gaptek dan berbagai alasan lainnya yang kurang dipikirkan secara matang oleh orang tua.

Jadi dapat disimpulkan pada range usia 2 - 6 tahun merupakan usia di mana anak sebaiknya tidak bersentuhan dengan gadget atau segala bentuk permainan virtual seperti play station, nintendo, games online, dan lain- lain.

Hal ini dilakukan untuk memberikan kesempatan yang terbaik untuk anak mengembangkan kemampuan bahasa, berpikir imajinatif, mengembangkan

(7)

kemampuan berpikir abstrak dengan memberikan banyak kesempatan untuk anak memecahkan masalah ketika mereka berinteraksi dengan teman - teman sebayanya.

Psikolog Anak dan Pendidikan: Budiman Hadi Pranoto, M. Psi., Psikolog, CGA

Menurut beliau, seorang anak itu lebih baik diberikan gadget pribadi ketika sudah ada di kelas 5 atau 6 SD, bahkan SMP. Motorik anak yang sudah terlalu dini bermain gadget akan terganggu dan tidak terlalu terstimulasi dengan baik.

Apalagi, saat ini kita tidak bisa membatasi bagaimana anak bermain gadget dan tentu saja akan ada hal- hal negatif yang muncul dari informasi- informasi di dalam gadget tersebut yang mungkin saja belum layak diterima atau dipertontonkan untuk anak usia dini, seperti pornografi, kekerasan, dan lain- lain. Meskipun mereka belum mengerti tentang apa yang ada dalam informasi atau tayangan tersebut, tapi secara tidak sadar itu akan masuk ke dalam alam bawah sadar mereka dan memberi rasa penasaran atau curious untuk anak.

Kebanyakan orang tua pun memberikan gadget untuk anaknya hanya karena sebatas sebuah keinginan dan berkaitan dengan prestige orang tua itu sendiri.

Bahkan ,apabila orang tua sudah terlanjur memberikan gadget pada anaknya, orang tua perlu mengenal betul fungsi dari gadget tersebut, dan tentu saja mengajar serta memberi teladan bagaimana menggunakan gadget dengan bijak.

2.1.7 Data Kuisioner

Survey dilakukan dengan survey online melalui link :

1. https://docs.google.com/forms/d/1_Az08fls1p7NIfNAykQ-2Z-v- oSovZw4lME89VN0JjQ/viewform - 88 responden

(8)

2. https://docs.google.com/forms/d/1ri_xDgx0dKGx0v9BRcY661uPN3 UJedtVly2mLb1K0Ro/viewform - 70 responden

Survey disebarkan melalui media sosial seperti e-mail, Twitter, Facebook dan Blackberry Messenger.

Hasil survei menyatakan bahwa dari 88 orang responden yang memiliki anak atau saudara dengan umur 1 - 7 tahun, 74% memberikan gadget kepada anak mereka dan 91% menyadari banyaknya dampak negatif dari bermain gadget untuk anak kecil.

Selain itu, sebanyak 60% dari 70 responden menyatakan bahwa anak kecil tidak perlu diberikan gadget dengan berbagai macam alasan, seperti:

• Belum penting atau belum dibutuhkan

 Menyebabkan ketergantungan

 Menyebabkan anti sosial

 Menahan perkembangannya

Dari survei yang diberikan juga diketahui tanggapan masyarakat tentang dampak positif dan negatif gadget jika diberikan terlalu dini kepada anak kecil, yaitu:

Gambar 2.1 Diagram Dampak Positif Gadget

(9)

Gambar 2.2 Diagram Dampak Negatif Gadget

2.1.8 Data Penyelenggara

Majalah Parents Indonesia

Gambar 2.3 Logo Parents Indonesia

Memiliki tujuan untuk menjadi referensi utama bagi para orang tua untuk menciptakan anak yang sehat dan bahagia. Sebagai majalah keluarga, Parents terbit pertama kali pada tahun 2007 setelah mendapatkan izin terbit dari majalah Parents yang beredar di Amerika Serikat sejak tahun 1926. Parents menjadi rujukan utama bagi setiap keluarga untuk: menjawab pertanyaan- pertanyaan seputar anak, ibu, dan keluarga; menyuarakan opini-opini;

mendukung kepentingan anak dan orang tua; serta membantu para ibu dan ayah untuk menikmati sepenuhnya peran sebagai orang tua.

(10)

Parents pun menjadi sumber informasi terpercaya sekaligus sumber inspirasi bagi para orang tua. Sejalan dengan misi tersebut Parents Indonesia pun hadir di tengah Anda. Parents Indonesia berupaya membantu para orang tua dan semua pihak yang terkait untuk membangun kehidupan yang lebih baik bagi anak-anak.

2.1.9 Target Sasaran

Demografi :

• Jenis kelamin : Pria dan Wanita

• Status : menikah, mempunyai anak umur 1 – 7 tahun

• Usia : 27 – 35 tahun

• Pendidikan : S1

• Profesi : karyawan staff

• SES : A

Geografi :

• Bertempat tinggal dan beraktivitas di Jakarta

Psikografi :

Behaviour : senang bermain gadget, update tentang teknologi, aktif di media sosial, jarang berada di rumah

• Karakter : keluarga muda, terbuka, modern, aktif, gengsi tinggi

• Interest : teknologi, media sosial, berita terbaru dan terkini

(11)

2.2 Tinjauan Khusus

2.2.1 Teori Kampanye

Definisi kampanye dari Rogers dan Storey adalah sebagai berikut :

“ Serangkaian tindakan komunikasi yang terencana dengan tujuan menciptakan efek tertentu pada sejumlah besar khalayak yang dilakukan secara berkelanjutan pada kurun waktu tertentu.”

Merujuk pada definisi ini, maka setiap aktivitas kampanye komunikasi setidaknya harus mengandung empat hal yakni:

• Tindakan kampanye yang ditujukan untuk menciptakan efek atau dampak tertentu

• Jumlah khalayak sasaran yang besar

• Biasanya dipusatkan dalam kurun waktu tertentu, dan

• Melalui serangkaian tindakan komunikasi yang terorganisasi

Disamping keempat ciri pokok di atas, kampanye juga memiliki karakteristik lain, yaitu sumber yang jelas, yang menjadi penggagas, perancang, penyampai sekaligus penanggung jawab suatu produk kampanye (campaign makers), sehingga setiap individu yang menerima pesan kampanye dapat

mengidentifikasi bahkan mengevaluasi kredibilitas sumber pesan tersebut setiap saat.

Menurut Drs. Antar Venus, M.A. segala tindakan dalam kegiatan kampanye dilandasi oleh prinsip persuasi yakni mengajak dan mendorong public untuk menerima atau melakukan sesuatu yang dianjurkan atas dasar kesukarelaan.

Seperti dalam ungkapan Perloff (1993), “Campaigns generally exemplify persuasion in action”. (Drs. Antar Venus, 2009)

(12)

2.2.2 Teori Tabula Rasa

Teori atau doktrin ini dihasilkan oleh aliran empirisme yang dikemukakan oleh John Locke (1632-1704). Nama asli aliran ini adalah “ The School of British Empiricism”.

Menurut John Locke pada bukunya Essay Concerning Human Understanding (1690) dikatakan bahwa “tabula rasa” merupakan sebuah istilah bahasa Latin yang berarti batu tulis yang kosong atau lembaran kosong (blank slate/blank tablet). Doktrin tabula rasa ini menekankan arti penting pengalaman,

lingkungan, dan pendidikan dalam arti perkembangan manusia itu semata- mata bergantung pada lingkungan dan pengalaman pendidikannya. Doktrin ini menganggap bahwa setiap anak lahir seperti tabula rasa, dalam keadaan kosong. Hendak menjadi apa seorang anak kelak bergantung pada pengalaman/lingkungan yang mendidiknya.

Keluarga, khususnya orang tua merupakan faktor penting yang sangat menentukan arah perkembangan masa depan setiap anak- anak yang mereka lahirkan karena orang tua merupakan bagian terdekat dari kehidupan anak- anak, terlebih mereka dengan umur yang masih dini. (Sarwono, 2002)

2.2.3 Teori Warna

Menurut The Language of Graphic Design mengungkapkan definisi warna sebagai salah satu elemen yang paling powerful dan komunikatif dalam bahasa desain grafis. Warna mempengaruhi setiap kita dengan memberi energi visual dan variasi pada apa yang kita lihat dan mengalaminya lewat keseharian. Warna digunakan untuk menarik perhatian, mengelompokkan elemen yang berbeda, memperkuat pesan dan menambah komposisi visual.

Selain itu, warna juga dapat menyampaikan suatu sikap atau emosi, menciptakan penekanan dan variasi, mengkomunikasikan pesan yang spesifik dan memperkuat suatu hierarki secara langsung dan cepat.

(13)

Warna dapat dibagi menjadi beberapa kategori:

Primary Colors

Terdiri dari warna kuning, merah dan biru. Warna ini murni dalam komposisi dan tidak dapat diciptakan dari warna lain. Justru warna- warna lain dihasilkan dari ketiga warna ini.

Secondary Colors

Terdiri dari dua kombinasi warna primer. Contoh : merah dan kuning menghasilkan warna oranye. Begitu juga dengan hijau dan ungu.

Tertiary Colors

Terdiri dari kombinasi 1 warna primer dan 1 warna sekunder. Contoh : merah dan ungu

Complementary Colors

Terdiri dari kombinasi warna yang berada di arah berlawanan dalam color wheel. Kombinasi ini menyeimbangkan warna yang satu dengan lainnya.

Monochromatic Colors

Kombinasi warna yang memiliki perbedaan nilai (value). Kombinasi ini dihasilkan dengan menambah kadar hitam atau putih pada suatu warna.

Analogous Colors

Kombinasi warna- warna yang berdekatan pada color wheel.

Kombinasi warna hampir sama seperti warna monochromatic, tetapi lebih bervariasi. (Poulin, 2011)

(14)

2.2.4 Teori Hierarki Visual

Hierarki visual adalah susunan elemen- elemen yang ada dalam suatu rangkaian, dari yang dilihat paling menonjol oleh mata kita sampai kepada yang paling kurang menonjol. Dalam buku Typographic Design: Form and Communication - Third Edition, dikatakan bahwa dalam membangun suatu

hierarki visual, desainer perlu berhati- hati memikirkan hubungan penting yang berkaitan antara setiap elemen di dalam pesan yang ingin disampaikan, natur dari pembaca, lingkungan dimana pesan ini akan disampaikan dan kebutuhan akan suatu susunan bentuk yang kohesif dengan ruang tipografinya.

Dalam menciptakan hierarki visual dalam tipografi, desainer perlu menyeimbangkan kebutuhan akan harmoni, yang menyatukan sebuah desain, dengan kebutuhan akan kontras yang memberi fokus dan penekanan. (Rob Carter, 2002)

2.2.5 Analisa SWOT Kampanye

Strength

Isu tentang gadget ini merupakan sesuatu yang sangat erat dengan kehidupan masyarakat

Kampanye dilakukan langsung di pusat perbelanjaan (shopping centre, mal) sehingga dapat langsung menyentuh target sasaran

Weakness

Kampanye hanya menjangkau target dengan lingkup terbatas

• Kurangnya minat orang tua untuk mengikuti dan berpartisipasi dalam kampanye jenis seperti ini

Opportunity

• Adanya orang tua yang memiliki keinginan untuk menjaga anak mereka dari teknologi, hanya belum mengerti caranya

(15)

• Masih minimnya informasi yang menarik dan interaktif untuk target sasaran dapat mengerti dampak negatif gadget

Thread

Banyaknya aplikasi dan game console yang menjadikan anak kecil sebagai target market

• Pandangan dan gaya hidup modern yang membuat orang tua cenderung mengenalkan gadget pada anak- anak mereka sejak dini

(16)

Gambar

Gambar 2.1 Diagram Dampak Positif Gadget
Gambar 2.2 Diagram Dampak Negatif Gadget

Referensi

Dokumen terkait

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi yang berjudul “ PENGARUH WAKTU PERENDAMAN DALAM ELECTROLYZED ACIDIC WATER (EAW) TERHADAP KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang

Kegiatan pencatatan yang dilakukan secara teratur dan berkesinambungan diharapkan dapat meningkatkan pengawasan terhadap alur masuk dan keluar barang, sehingga dapat

Penelitian Febrianty (2013) yang menyimpulkan bahwa Mayoritas penduduk Indonesia hanya mengenyam pendidikan tertinggi setingkat SD.Hal ini berkorelasi dengan kondisi ketenagakerjaan

Fungsi manajemen juga digunakan disaat melakukan pembangunan bidang agama, karena didalam melakukan pembangunan bidang agama kita harus memperhatikan fungsi

Gina Patriasih. Pengaruh Penguasaan Konsep Suku Banyak Terhadap Kemampuan Menyelesaikan Matriks Sistem Persamaan Linear dengan Menggunakan Kaidah Cramer. Kemampuan

Menurut Azra, tujuan pendidikan Islam tidak terlepas dari tujuan hidup manusia dalam Islam, yaitu untuk menciptakan pribadi-pribadi hamba Allah yang selalu bertakwa

Penelitian internasional yang dilakukan di Amerika dan Eropa, 135 penderita ekstragonal seminoma (51 di antaranya seminoma mediastinum), 77 pasien dapat cisplatin based kemoterapi,