• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Asam Sunti

Asam sunti adalah sejenis bumbu dapur khas yang sering digunakan oleh masyarakat Aceh yang terbuat dari belimbing wuluh karena dapat memberikan cita rasa, warna dan kekentalan pada masakan. Asam sunti dapat ditemukan di penjual bumbu dapur pasar tradisional dan di supermarket bagian bumbu dapur Indonesia (Saptriyawati, 2010).

Gambar 2.1 Asam Sunti 2.6.1 Jenis Asam Sunti

Pada saat ini hanya buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) yang dipakai untuk pembuatan asam sunti. Hal ini disebabkan karena jenis tanaman tersebut lebih mudah untuk didapatkan (Hayati, 2002).

2.6.2 Cara Pembuatan

Proses pembuatan asam sunti meliputi beberapa tahapan yaitu pelayuan, penggaraman, dan penjemuran sehingga dihasilkan produk setengah kering. Biasanya

(2)

asam sunti yang dihasilkan berwarna coklat dan teksturnya agak kenyal. Asam sunti dapat disimpan sampai lebih dari satu tahun tanpa adanya perubahan warna atau tekstur.

Di daerah Aceh asam sunti dibuat dengan cara sebagai berikut: buah belimbing setelah dipanen, dicuci, kemudian dijemur dengan menggunakan sinar matahari dan warnanya berubah menjadi coklat. Setelah warnanya berubah, malam harinya diberikan garam. Keesokan harinya dijemur kembali dan penambahan garam dilakukan sampai 3 kali. Biasanya asam sunti dapat disimpan dalam waktu lebih dari 3 bulan.

Selain itu ada cara pembuatan asam sunti yang lain. Buah belimbing yang sudah matang diasinkan dengan cara dijemur di bawah sinar matahari dan dimasukkan dalam air asin dan dapat disimpan untuk 3 bulan. Cara lainnya adalah dengan cara buah digarami, kemudian dimasukkan dalam air mendidih, tetapi produk ini hanya dapat bertahan 4 sampai 5 hari (Hayati,2002).

2.6.3 Sifat-sifat

Asam sunti mempunyai sifat-sifat penampilan sebagai berikut: bentuknya pipih, ukuran lebih kecil dari buah segar karena kadar airnya sudah berkurang, rasanya asam dan asin, lunak, warnanya kecoklatan, bila disimpan lama makin menjadi coklat tua.

2.6.4 Penggunaan Asam Sunti

Pada dasarnya asam sunti banyak digunakan dalam masakan-masakan khas Aceh. Asam sunti terutama dipakai sebagai bumbu dalam masakan ikan, misalnya tumis ikan (terutama ikan tongkol), asam ke'eung (ikan bilih), pepes ikan, tumis

(3)

sayur, masakan sayur lemak, ikan kemamah (ikan kayu). Sebagai perangsang untuk menambah selera makan, asam sunti dapat dibuat sebagai bicah asam udeng. Selain itu, Kandungan asam (6.08 gr/100 gr bahan) dan garam (27,4%) yang cukup tinggi pada asam sunti dapat menghambat proses pembusukan oleh mikroorganisme dan memberikan efek pengawetan pangan, khususnya pada ikan (Saptriyawati, 2010). 2.2 Bahan Pengawet

Bahan pengawet adalah bahan tambahan pangan yang dapat mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman atau penguraian dan perusakan lainnya terhadap pangan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Kerusakan tersebut dapat disebabkan oleh fungi, bakteri dan mikroba lainnya. Pertumbuhan bakteri dicegah atau dihambat tergantung dari jumlah pengawet yang ditambahkan (Junita, 2009).

Menurut Rabiatul Adawyah (2008), bahan pengawet ada dua yaitu bahan pengawet kimia dan alami yang berfungsi membantu mempertahankan bahan makanan dari serangan mikroorganisme pembusuk bakteri dengan cara menghambat, mencegah, menghentikan proses pembusukan, fermentasi, pengasaman atau kerusakan komponen lain dari bahan pangan.

2.2.1. Bahan Pengawet Kimia

Bahan pengawet kimia adalah sejumlah besar bahan-bahan kimia yang baik ditambahkan dengan sengaja ke dalam bahan pangan atau ada dalam bahan pangan sebagai akibat dari perlakuan prapengolahan, pengolahan atau penyimpanan.

Menurut Saparianto dalam Junita (2009), beberapa bahan pengawet kimia yang sering digunakan oleh para produsen makanan antara lain:

(4)

1. Natrium benzoat, yang biasa dikenal dengan pengawet antibasi. Natrium benzoat sering digunakan pada bahan makanan sebagai penambah citra rasa. Selain sebagai pengawet juga sebagai antiseptik serta untuk menghilangkan sejumlah air yang digunakan mikroorganisme untuk pertumbuhan.

2. Asam Sorbat, biasanya digunakan dalam bentuk garam sodium atau potasium. Bahan ini efektif untuk menghambat pertumbuhan kapang dan ragi. Asam sorbat tidak mempengaruhi cita rasa makanan pada tingkat penggunaan 0.3% per berat bahan pada produk makanan.

3. Asam benzoat, bahan ini sering digunakan sebagai pengawet bahan makanan. Garam sodium dari asam benzoat lebih sering digunakan karena bersifat mudah larut dalam air, dari pada bentuk asamnya. Asam benzoat lebih potensial terhadap ragi dan bakteri dan paling efektif untuk menghambat pertumbuhan kapang. Penggunaan asam benzoat sering dikombinasikan degan asam askorbat dan ditambahkan dalam jumlah sekitar 0.05-0.1% per berat bahan.

2.2.2. Bahan Pengawet Alami

Bahan tambahan yang alami lebih pekat dan harganya lebih murah. Bahan tambahan alami yang sering digunakan dalam pengolahan pangan karena dianggap masih dalam batas toleransi. bahan-bahan alami tersebut memiliki potensi untuk menghambat aktivitas mikroba yang ada pada makanan khususnya pada ikan yang disebabkan oleh komponen tertentu yang ada di dalamnya seperti jahe, rimpang, kunyit, lengkuas dan belimbig wuluh.

(5)

2.3 Ikan

Ikan merupakan salah satu sumber zat gizi penting bagi proses kelangsungan hidup manusia. Manusia telah memanfaatkan ikan sebagai bahan pangan sejak beberapa abad yang lalu. Sebagai bahan pangan, ikan mengandung zat gizi utama berupa protein, lemak, vitamin dan mineral (Junianto, 2003).

Kelebihan produk perikanan dibandingkan dengan produk hewani lainnya adalah sebagai berikut:

a. Kandungan protein yang cukup tinggi (20%) dalam tubuh ikan tersusun oleh asam-asam amino yang berpola mendekati pola kebutuhan asam amino dalam tubuh manusia.

b. Daging ikan mudah dicerna oleh tubuh karena mengandung sedikit tenunan pengikat (tendon).

c. Daging ikan mengandung asam-asam lemak tak jenuh dengan kadar kolesterol yang sangat rendah yang dibutuhkan oleh tubuh manusia.

d. Daging ikan mengandung sejumlah mineral seperti K, Cl, P, S, Mg, Ca, Fe, Ma, Zn, F, Ar, Cu, dan Y, serta vitamin A dan D dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan manusia.

Disamping itu, ternyata ikan juga memiliki beberapa kekurangan yaitu:

a. Kandungan air yang tinggi (80%), pH tubuh ikan yang mendekati netral, dan daging ikan yang sangat mudah dicerna oleh enzim autolisis menyebabkan daging sangat lunak, sehingga menjadi media yang baik untuk pertumbuhan bakteri pembusuk.

(6)

b. Kandungan asam lemak tak jenuh mengakibatkan daging ikan mudah mengalami proses oksidasi sehingga menyebabkan bau tengik.

Pada umumnya ikan mempunyai bentuk yang sistematis kecuali untuk ikan sebelah. Tubuh ikan dibagi menjadi tiga bagian yaitu kepala (mulai dari ujung mulut sampai akhir tutup insang), badan (akhir tutup insang sampai pangkal sirip anal) dan ekor (sirip anal sampai ujung ekor). Ikan memiliki beberapa sirip yaitu sirip pektoral atau sirip dada, sepasang sirip ventral atau sirip perut, sirip dorsal atau sirip punggung, sirip anal atau sirip dubur, dan sirip ekor. Berdasarkan struktur daging ikan dibedakan menjadi tiga tipe yaitu daging yang bergaris melintang/lurik, daging yang polos dan otot jantung. Daging bergaris melintang menurut warnanya dikenal dua jenis daging yaitu daging ikan putih dan merah (Adawyah, 2008).

Ikan dapat dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu ikan bertulang belakang atau ikan bersirip yang biasanya disebut dengan istilah ikan, badannya ditutupi dengan sisik. Sedangkan yang tidak bertulang belakang yang sering disebut sebagai kerang atau kerang-kerangan, badannya dibungkus kulit keras yang terdiri dari citin.

Berdasarkan kandungan lemak dan protein, ikan dapat digolongkan menjadi lima golongan yaitu lemak rendah (<5 %) – protein tinggi (15-20 %), lemak sedang (5-15 %) – protein sedang (15-20 %), lemak tinggi (>15 %) – protein rendah (<15 %), lemak rendah (<5 %) – protein tinggi (>20 %), dan lemak rendah (<5 %) – protein rendah (<15 %) (Junianto, 2003).

Menurut tempat hidupnya dikenal tiga golongan ikan yaitu ikan air laut, air tawar, dan air payau atau tambak. Jenis ikan air payau adalah semua jenis ikan di tambak dekat daerah pantai. Air payau adalah air campuran antara air laut dengan air

(7)

tawar atau air yang kadar garamnya rendah. Jenis-jenis ikan air payau misalnya ikan kandalan, ikan mujair dan ikan bandeng.

2.3.1 Ikan Bandeng

Ikan bandeng merupakan ikan campuran antara air asin dan air tawar atau payau. Ikan ini dapat hidup sampai ke pinggiran dan tengah laut. Ikan bandeng lebih menyenangi perairan dangkal dengan banyak tanaman bakau di sekitarnya. Karena akar tanaman bakau akan melindungi telur dan bayi ikan bandeng dari pemangsa seperti ikan lain yang berukuran lebih besar. Mereka hidup di Samudera Hindia dan menyeberanginya sampai Samudra Pasifik, mereka cenderung bergerombol di sekitar pesisir dan pulau-pulau dengan koral. Ikan yang muda dan baru menetas hidup di laut untuk 2 – 3 minggu, lalu berpindah ke rawa-rawa bakau, daerah payau dan kadangkala danau-danau. Bandeng baru kembali ke laut kalau sudah dewasa dan bisa berkembang biak (Jeffri, 2010).

2.3.2 Klasifikasi Ikan Bandeng

Menurut Saanin dalam Purnomowati (2007), dalam taksonomi binatang ikan bandeng memiliki klasifikasi sebagai berikut:

Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas : Pisces Subkelas : Teleostei Ordo : Malacopterygii Famili : Chanidae

(8)

Spesies : Chanos-chanos 2.3.3 Ciri-Ciri Ikan Bandeng

Ikan Bandeng (chanos chanos ) termasuk ikan yang penting di kawasan Asia Tenggara. Bandeng mempunyai penampilan yang umumnya simetris dan berbadan ramping dengan sirip ekor yang bercabang dua. Mereka bisa bertambah besar menjadi 1,7 meter, tetapi yang paling sering sekitar 1 meter panjangnya. Mereka tidak memiliki gigi, dan umumnya hidup dari ganggang dan invertebrata. Insang terdiri dari tiga bagian tulang yaitu penutup paling luar disebut pro- copercolum, penutup tengah disebut intra-copercolum, dan paling belakag disebut sub-copercolum (Purnomowati, 2007). Seluruh permukaan tubuhnya tertutup oleh sisik yang bertipe lingkaran yang berwarna keperakan, pada bagian tengah tubuh terdapat garis memanjang dari bagian penutup insang hingga ke ekor. Sirip dada dan sirip perut dilengkapi dengan sisik tambahan yang besar, sirip anus menghadap ke belakang. Selaput bening menutupi mata, mulutnya kecil dan tidak bergigi, terletak pada bagian depan kepala dan simetris. Ikan bandeng memiliki dua jenis kelamin yaitu jantan dan betina, bandeng jantan dapat diketahui dari lubang anusnya yang hanya dua buah dan ukuran badan agak kecil sedangkan bandeng betina memiliki lubang anus tiga buah dan ukuran badan lebih besar dari ikan bandeng jantan (Jeffri, 2010).

2.3.4 Nilai Gizi Ikan Bandeng

Nilai gizi ikan bandeng cukup tinggi, setiap 100 gr daging bandeng mengandung energi, protein, lemak, mineral dan vitamin. Berikut disajikan tabel mengenai kandungan gizi ikan bandeng per 100 gr :

(9)

Tabel 2.1 Kandungan Gizi Ikan Bandeng per 100 gr

Komposisi Jumlah Satuan

Proksimat - Air - Kalori - Protein - Lemak 74,00 129,00 20,00 4,80 gr kkal gr gr Mineral - Kalsium - Fosfor - Zat besi 20,00 150,00 2,00 mg mg mg Vitamin - Vitamin A - Vitamin B1 150,00 0,05 SI Mg Sumber : Saparinto, 2006

2.4 Parameter Kesegaran Ikan

Parameter untuk menentukan kesegaran ikan terdiri atas faktor-faktor fisikawi, sensoris/organoleptik/kimiawi, dan mikrobiologi. Kesegaran ikan dapat dilihat dengan metode yang sederhana dan lebih mudah dibandingkan dengan metode lainnya dengan melihat kondisi fisik, yaitu sebagai berikut (Adawyah, 2008)

1. Kenampakan Luar

Ikan yang masih segar mempunyai penampakan cerah dan tidak suram. Keadaan itu dikarenakan belum banyak perubahan biokimia yang terjadi. Metabolisme dalam tubuh ikan masih berjalan sempurna. Pada ikan tidak ditemukan tanda-tanda perubahan warna, tetapi secara berangsur warna semakin suram karena timbulnya lendir sebagai akibat dari berlangsungnya proses biokimiawi lebih lanjut dan berkembangnya mikroba.

(10)

2. Lenturan Daging Ikan

Daging ikan segar cukup lentur jika dibengkokkan dan segera akan kembali kebentuknya semula apabila dilepaskan. Kelenturan itu dikarenakan belum terputusnya jaringan pengikat pada daging, sedangkan pada ikan busuk jaringan pengikat banyak mengalami kerusakan dan dinding selnya banyak yang rusak sehingga daging ikan kehilangan kelenturan.

3. Keadaan Mata

Parameter ini merupakan yang paling mudah untuk dilihat. Perubahan kesegaran ikan akan menyebabkan perubahan yang nyata pada kecerahan matanya.

4. Keadaan Daging

Kualitas ikan ditentukan oleh dagingnya. Ikan yang masih segar berdaging kenyal, jika ditekan dengan telunjuk atau ibu jari maka bekasnya akan segera kembali. Daging ikan yang belum kehilangan cairan daging kelihatan basah dan pada permukaan tubuh belum terdapat lendir yang menyebabkan kenampakan ikan menjadi suram/kusam dan tidak menarik. Setelah ikan mati, beberapa jam kemudian daging ikan menjadi kaku. Karena kerusakan pada jaringan dagingnya, maka semakin lama kesegarannya akan hilang, timbul cairan sebagai tetes-tetes air yang mengalir keluar dan daging kehilangan kekenyalan tekstur.

5. Keadaan Insang dan Sisik

Warna insang dapat dikatakan sebagai indikator apakah ikan masih segar atau tidak. Ikan yang masih segar berwarna merah cerah, sedangkan yang tidak segar berwarna cokelat gelap. Insang ikan merupakan pusat darah mengambil oksigen dari dalam air. Ikan yang mati mengakibatkan peredaran darah terhenti, bahkan

(11)

sebaliknya dapat teroksidasi sehingga warnanya berubah menjadi merah gelap. Sisik ikan dapat menjadi parameter kesegaran ikan, untuk ikan bersisik jika sisiknya masih melekat kuat, tidak mudah dilepaskan dari tubuhya berarti ikan tersebut masih segar. 2.5 Metode Penentuan Kesegaran Ikan

Penentuan kesegaran ikan dapat dilakukan secara fisika, kimia, mikrobiologi, dan organoleptik/sensorik.

2.5.1 Metode Penentuan Ikan Secara Fisik

Secara fisika kesegaran ikan dapat ditentukan dengan mengamati tanda-tanda visual melalui ciri-cirinya. Ciri-ciri ikan segar dapat dibedakan dengan ikan yang mulai membusuk, dapat dilihat pada tabel berikut:

(12)

Tabel 2.2. Perbandingan Ikan Segar dengan Ikan Busuk

Keadaan Ikan Segar Ikan Mulai Busuk

Kulit - Warna kulit terang dan jernih

- Kulit masih kuat

membungkus tubuh, tidak mudah sobek, terutama pada bagian perut.

- Warna-warna khusus yang masih ada terlihat jelas

- Kulit berwarna suram, pucat, dan berlendir banyak - Kulit mulai terlihat

mengendur di beberapa tempat tertentu.

- Kulit mudah sobek dan warna-warna khusus sudah hilang

Sisik - Menempel kuat pada tubuh sehingga sulit dilepas

- Sisik mudah terlepas dari tubuh

Mata - Tampak terang, jernih, menonjol, dan cembung

- Suram, tenggelam, dan berkerut

Insang - Berwarna merah sampai merah tua, dan terang - Tertutup oleh lendir

berwarna terang dan berbau segar seperti bau ikan

- Berwarna cokelat suram atau abu-abu

- Lendir insang keruh dan berbau asam, menusuk hidung

Daging - Kenyal, menandakan rigormortis masih berlangsung - Berbau segar

- Bila ditekan dengan jari tidak tampak bekas lekukan - Melekat pada tulang

- Perut utuh dan kenyal - Warna daging putih

- Lunak, menandakan rigormortis telah selesai - Berbau busuk

- Bila ditekan dengan jari tampak bekas lekukan - Mudah lepas dari tulang - Lembek dan isi perut

sering keluar

- Berwarna kuning kemerah-merahan terutama di sekitar tulang punggung

Bila ditaruh di dalam air

- Tenggelam - Mengapung di permukaan air

Sumber : Adawyah, 2008

2.5.2 Metode Penentuan Kesegaran Ikan secara Kimia

Penentuan kesegaran ikan secara kimia dapat dilakukan dengan beberapa cara di antaranya sebagai berikut (Adawyah, 2008):

(13)

a. Analisis pH Daging Ikan

Ikan yang sudah tidak segar pH dagingnya tinggi (basa) dibandingkan ikan yang masih segar. Hal itu karena timbulnya senyawa-senyawa yang bersifat basa misalnya amoniak, trimetilamin, dan senyawa volatil lainnya.

b. Analisis Kandungan Hipoksantin

Hipoksantin berasal dari pemecahan ATO, semakin tinggi kandungan hipoksantin maka tingkat kesegaran ikan semakin rendah. Besar kadar hipoksantin yang masih dapat diterima oleh konsumen tergantung berbagai faktor di antaranya jenis hasil perikanan dan keadaan penduduk setempat.

c. Analisis Kadar Dimetilamin, Trimetilamin atau Amoniak

Penguraian protein akan menghasilkan senyawa di atas, jika kesegaran ikan mengalami penurunan maka kandungan nitrogen yang mudah menguap akan mengalami peningkatan. Pola penguraian protein pada ikan laut berbeda dengan ikan darat. Ikan darat akan dihasilkan amonia, sedangkan ikan laut akan dihasilkan dimetilamin dan trimetilamin. Untuk ikan dengan tingkat kesegaran yang masih tinggi, analisis yang dilakukan adalah dimetilamin sedangkan trimetilamin untuk ikan dengan tingkat kesegaran rendah.

d. Defosforilasi Inosin Monofosfat (IMP)

IMP berkaitan denga perubahan cita rasa daging ikan dan kesegaran ikan, sehingga dapat digunakan untuk menentukan kesegaran ikan. Kelemahannya sulit dilakukan karena proses defosforilasi IMP untuk setiap jenis ikan berbeda.

(14)

e. Analisis Kerusakan Lemak pada Daging Ikan

Kerusakan lemak terjadi karena oksidasi, baik secara oto-oksidasi (enzimatis) maupun secara nonenzimatis. Analisa kerusakan lemak dapat dilakukan dengan analisis kandungan peroksidasanya atau jumlah malonaldehida yang biasanya dinyatakan sebagai angka TBA (thiobbarbituric acid). Pengujian kesegaran ikan dengan analisis kerusakan lemak kurang akurat karena banyak faktor yang dapat mempengaruhi proses penguraian lemak.

2.5.3 Metode Penentuan secara Mikrobiologi

Pengujian ikan secara mikrobiologi dapat dilakukan dengan penentuan Total Plate Count (TPC) yaitu hanya menghitung total jumlah koloni bakteri kemudian dibandingkan dengan standar mutu ikan segar, pengujian itu dapat berlangsung lebih cepat.

2.5.4 Metode Penentuan Ikan secara Organoleptik/sensorik

Cara ini umum dikerjakan dalam praktek, terutama di pabrik-pabrik pengolahan ikan. Cara ini lebih mudah dan lebih cepat karena hanya menggunakan alat indrawi saja, tidak memerlukan banyak peralatan serta lebih murah. Pengujian sensorik lebih banyak ke arah pengamatan secara visual. Sebagai parameter dalam pengujian sensorik berupa penampakan warna, cita rasa, dan tekstur. Para panelis akan memberikan skor pada sampel yang diamati. Biasanya semakin segar ikan yang dianalisis skor akan semakin tinggi. Sifatnya sangat subjektif hanya mengandalkan indra panelis, kepekaan masing-masing berbeda dan keterbatasan kemampuan dalam mendeteksi, misalnya membedakan antara bau busuk dengan bau amoniak atau bau indol.

(15)

2.6 Bakteri

Bakteri merupakan mikroorganisme bersel tunggal, tidak berklorofil dan berkembangbiak dengan cara membelah diri. Ukuran bakteri lebih kecil dari protozoa maupun fungsi satu sel. Pengamatan-pengamatan yang dilakukan Leewenhoek merupakan pengamatan yang menampakkan penampilan kasar bakteri yang hanya menampakkan sel bulat, seperti batang atau spiral (Purnomo, 2005).

Bakteri diklasifikasikan menjadi empat kelompok dasar tergantung pada bentuk sel seperti coccus (bulat), bacillus (batang), vibrio (lengkung), dan spirillum (melingkar). Sebagian besar bakteri berkembangbiak secara aseksual, dengan cara memanjangkan sel diikuti dengan pembelahan sel menjadi dua bagian sel anakan. Pembelahan demikian kita sebut pembelahan biner melintang. Pembelahan biner melintang merupakan suatu proses reproduksi aseksual. Pembelahan biner lebih banyak terjadi pada bakteri yang berkaitan dengan tubuh manusia. Bakteri-bakteri lain dapat berproduksi dengan proses pembentukan spora, fragmentasi filamen, dan pertunasan (Purnomo, 2005).

Bahan – bahan makanan yang biasanya mudah tercemar bakteri antara lain meliputi kue – kue yang mengandung saus, susu, daging cincang dan daging panggang, ikan, unggas yang diperdagangkan. Sebagian bakteri dalam bahan pangan dapat menguntungkan, misalnya untuk kelangsungan proses fermentasi, sedangkan sebagian lainnya dapat merugikan karena dapat menyebabkan gangguan kesehatan (patogenik) (Anonim, 2006).

Bakteri yang terdapat pada seekor ikan yang baru ditangkap tidak didistribusikan secara merata pada seluruh tubuh ikan melainkan terpusat pada tiga

(16)

tempat yaitu lendir kulit, insang dan isi perut. Jenis bakteri yang dominan terdapat pada ikan segar terutama pada saluran pencernaan, insang dan lendir adalah pseudomonas sp dan acinetobacter-moraxella (achromobacter sp) dalam jumlah sekitar 60 % dari total bakteri ikan. Jenis lainnya adalah corynebacterium sp, flavobacterium sp dan micrococcus sp (termasuk sarcina sp) dalam jumlah sekitar 20%. Sisanya meliputi bermacam-macam bakteri seperti alcaligenes sp, bacillus sp, proteus serratia sp, gaffkya sp, Escherichia sp dan beberapa jenis yang belum teridentifikasi (Pratiwanggini, 1986)

2.6.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri

Pertumbuhan bakteri pada pangan dipengaruhi oleh berbagai faktor dan setiap bakteri membutuhkan kondisi pertumbuhan yang berbeda, oleh karena itu jenis dan jumlah bakeri yang dapat tumbuh kemudian menjadi dominan pada setiap pangan juga berbeda, tergantung dari jenis pangan tersebut. Beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri meliputi :

a. Suplai Nutrisi

Bakteri sama dengan makhluk hidup lainnya, memerlukan suplai nutrisi sebagai sumber energi dan pertumbuhan selnya. Unsur-unsur dasar tersebut adalah : karbon, nitrogen, hidrogen, oksigen, sulfur, fosfor, zat besi dan sejumlah kecil logam lainnya. Ketiadaan atau kekurangan sumber-sumber nutrisi ini dapat mempengaruhi pertumbuhan bakteri hingga pada akhirnya dapat menyebabkan kematian. Kondisi tidak bersih dan higienis pada lingkungan adalah kondisi yang menyediakan sumber nutrisi bagi pertumbuhan mikroba sehingga mikroba dapat tumbuh berkembang di lingkungan seperti ini. Oleh karena itu, prinsip daripada menciptakan lingkungan

(17)

bersih dan higienis adalah untuk mengeliminir dan meminimalisir sumber nutrisi bagi mikroba agar pertumbuhannya terkendali (Anonim, 2006).

b. Suhu

Suhu selain mempengaruhi pertumbuhan, juga mempengaruhi perbanyakan, dan daya tahan. Suhu setiap jenis bakteri bervariasi. Berdasarkan suhu pertumbuhan dibedakan menjadi :

- Mesofil, terdapat pada tanah, air, dan tubuh vertebrata, suhu pertumbuhan 10-470C. Suhu pertumbuhan optimum 30-400C.

- Termofil, ditemukan pada habitat yang bersuhu tinggi, pembuatan kompos, susu, tanah, dan air laut. Mampu tumbuh pada suhu 45-500C, dibedakan menjadi psikrodura yang mampu hidup dibawah 00C dan termodura yang tahan hidup pada suhu diatas 500C (Fauzi, 2009).

c. Waktu

Bakteri dalam medium yang sesuai dan pada keadaan yang optimum bagi pertumbuhannya, maka terjadi kenaikan jumlah yang sangat tinggi dalam waktu yang relatif pendek. Pada beberapa spesies, populasi (panen sel terbanyak yang dapat diperoleh) tercapai dalam waktu 24 jam, populasinya dapat mencapai 10 sampai 15 milyar sel bakteri per mililiter. Perbanyakan ini disebabkan oleh pembelahan sel secara aseksual (Fauzi, 2009).

d. Keasaman atau Kebasaan (pH)

Kebanyakan mikroorganisme tumbuh pada pH netral sekitar pH 5,0- 8,0. Pada pH dibawah 5,0 dan diatas 8,5 bakteri tidak dapat tumbuh dengan baik.

(18)

e. Aktivitas Air

Aktivitas air (aw) menunjukkan jumlah air di dalam pangan yang dapat

digunakan oleh bakteri untuk pertumbuhannya. Bakteri mempunyai kebutuhan aw

yang berbeda-beda untuk pertumbuhannya. Oleh karena itu pertumbuhannya dapat dicegah degan cara merubah kadar air bahan makanan tersebut (Siagian, 2008).

f. Ketersediaan Oksigen

Bakteri memiliki karakteristik sendiri-sendiri di dalam kebutuhannya akan oksigen. Bakteri dalam hal ini digolongkan menjadi (Anonim, 2006):

1) Aerob : dapat tumbuh apabila ada oksigen bebas.

2) Anaerob : dapat tumbuh apabila tidak ada oksigen bebas.

3) Anaerob fakultatif : dapat tumbuh baik dengan atau tanpa oksigen bebas. 4) Mikroaerofilik : dapat tumbuh apabila ada oksigen dalam jumlah kecil. 2.6.2 Total Bakteri

Menghitung atau menentukan banyaknya mikroba dalam suatu bahan (makanan, minuman, dan lain-lain) dilakukan untuk mengetahui sampai seberapa jauh bahan itu tercemar oleh mikroba. Dengan mengetahui jumlah mikroba, maka dapat diketahui kualitas mikrobiologi dari bahan tersebut. Bahan yang dapat dikatakan baik jika jumlah mikroba yang terkandung dalam bahan tersebut masih di bawah jumlah standar yang ditentukan oleh suatu lembaga. Kandungan mikroba pada suatu bahan juga sangat menentukan tingkat kerusakannya, serta dapat ditentukan oleh tingkat kelayakan untuk dikonsumsi (Asri, 2010).

Ada banyak cara yang dapat digunakan untuk menghitung atau mengukur jumlah jasad renik di dalam suatu suspensi atau bahan, adapun salah satu untuk

(19)

menghitung jumlah sel adalah dengan cara hitungan cawan (Total plate count = angka lempeng total). Plate count / viable count didasarkan pada asumsi bahwa setiap sel mikroorganisme hidup dalam suspensi akan tumbuh menjadi satu koloni setelah ditumbuhkan dalam media pertumbuhan dan lingkungan yang sesuai (Pradhika, 2008).

Prinsip dari metode hitungan cawan adalah jika sel jasad renik yang masih hidup ditumbuhkan pada medium agar maka sel mikroba tersebut akan berkembang biak dan membentuk koloni yang dapat dilihat langsung dengan mata tanpa menggunakan mikroskop. Metode hitungan cawan merupakan metode yang paling sensitif untuk menghitung jumlah mikroba, karena hanya sel yang masih hidup yang dihitung, beberapa mikroba dapat dihitung sekaligus, dapat digunakan untuk isolasi dan identifikasi mikroba karena koloni yang terbentuk mungkin berasal dari satu sel mikroba dengan penampakan pertumbuhan spesifik (Fardiaz, 1992).

Untuk melaporkan hasil analisis mikrobiologi dengan cara hitungan cawan (TPC) digunakan suatu standard yang disebut Standard Plate Count (SPC) sebagai berikut (Fardiaz, 1992):

1. Cawan yang dipilih dan dihitung adalah yang mengandung jumlah koloni antara 30 dan 300.

2. Beberapa koloni yang bergabung menjadi satu merupakan satu kumpulan koloni yang besar di mana jumlah koloninya diragukan dapat dihitung sebagai satu koloni.

3. Satu deretan rantai koloni yang terlihat sebagai suatu garis tebal dihitung sebagai satu koloni.

(20)

Dalam Standard Plate Count (SPC) ditentukan cara pelaporan dan perhitungan koloni sebagai berikut:

1. Hasil yang dilaporkan terdiri dari 2 angka, yaitu angka pertama didepan koma dan angka dibelakang koma. Jika angka ketiga lebih besar dari 5 maka harus dibulatkan satu angka lebih tinggi pada angka kedua.

2. Jika semua pengenceran menghasilkan angka kurang dari 30 koloni pada cawan petri maka hanya koloni pada pengenceran terendah yang dihitung. Hasilnya dilaporkan sebagai kurang dari 30 koloni dikalikan dengan faktor pengenceran tetapi jumlah sebenarnya harus dicantumkan dalam tanda kurung.

3. Jika semua pengenceran menghasilkan angka lebih dari 300 koloni pada cawan petri maka hanya koloni pada pengenceran tertinggi yang dihitung. Hasilnya dilaporkan sebagai lebih dari 300 koloni dikalikan dengan faktor pengenceran tetapi jumlah sebenarnya harus dicantumkan didalam kurung. 4. Jika semua pengenceran menghasilkan angka antara 30-300 koloni pada

cawan petri. Perbandingan dari pengenceran tertinggi dan terendah dari kedua pengenceran lebih kecil atau sama dengan 2, tentukan rata-rata dari kedua pengenceran tersebut dengan memperhitungkan pengencerannya. Jika perbandingan antara hasil pengenceran tertinggi dan terendah hasilnya lebih dari 2 maka yang dilaporkan hanya hasil yang terkecil.

5. Jika digunakan dua cawan petri (duplo) perpengenceran, data yang diambil harus dari kedua cawan tersebut, tidak boleh diambil salah satu, meskipun salah satu dari cawan duplo tidak memenuhi syarat 30-300 koloni.

(21)

2.7 Kerangka Konsep Penelitian

Gambar 2.3. Kerangka Konsep Penelitian Keterangan :

Bagan di atas menjelaskan bahwa untuk mengetahui bagaimana kandungan bakteri pada ikan bandeng tanpa perendaman (0%) dan yang telah direndam dalam suspensi asam sunti dengan konsentrasi yang berbeda (10%, 20%, dan 30%) kemudian dilihat dan dibandingkan jumlah bakteri pada masing-masing ikan bandeng tersebut.

2.8 Hipotesa Penelitian

Ho: Tidak ada pengaruh perendaman suspensi asam sunti 10%, 20%, dan 30% terhadap kandungan bakteri.

Ha : Ada pengaruh perendaman suspensi asam sunti 10%, 20%, dan 30% terhadap kandungan bakteri.

Ikan bandeng tanpa perendaman suspensi asam sunti

Kandungan Bakteri pada Ikan Bandeng Ikan bandeng dengan

perendaman suspensi Asam Sunti

Gambar

Gambar 2.1  Asam Sunti  2.6.1   Jenis Asam Sunti
Tabel 2.2. Perbandingan Ikan Segar dengan Ikan Busuk
Gambar 2.3.  Kerangka Konsep Penelitian  Keterangan :

Referensi

Dokumen terkait

Ideologi patriarki masih menjadi gagasan residual konstruksi negatif yang terdapat di dalam novel, untuk itu novel ini cenderung tidak setuju dengan adanya budaya patriarki yang

Inti permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana cara perusahaan, di sini PT Lion Wings yang merupakan produsen shampoo Emeron, untuk dapat mengembangkan

PENGETAHUAN merupakan penguasaan konsep, teori, metode, dan/atau falsafah bidang ilmu tertentu secara sistematis yang diperoleh melalui penalaran dalam proses

Segala puji hanya milik Allah swt yang telah melimpahkan rahmat dan hidayat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul “Perbedaan

Penelitian yang dilakukan oleh (Mulfi &amp; Rizal, 2018) menyimpulkan bahwa terdapat kontribusi kecerdasan visual spasial pada hasil belajar gambar interior dan

Puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Ciri-Ciri

Untuk mengetahui reduksi kebisingan oleh barrier perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan memperhatikan jenis dan spesifikasi barrier di wilayah penelitian.

Kehadiran media sosial sebagai bagian dari bentuk media baru membuka kesempatan luas dalam partisipasi baik bagi individu pun kelompok untuk berkreativitas, terutama