4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perkerasan jalan raya
Jalan raya adalah hasil dari beberapa susunan perkerasan yang terdiri dari beberapa material yang ditempatkan pada permukaan jalan. Perkerasan jalan dibangun untuk mendapatkan permukaan jalan yang rata dan memiliki ketahanan yang cukup lama dan perawatan yang minim.(Hardiyatmo, 2015)
Dalam kondisi alami tidak semua tanah dapat menahan beban dari kendaraan yang dilakukan secara berulang tanpa mengalami perubahan bentuk.
Maka, diperlukan struktur untuk melindungi tanah dasar dari beban yang melintas.
Untuk itu perlu adanya lapisan perkerasan yang terletak pada lapisan permukaan tanah. (Hardiyatmo, 2015)
Perkerasan diatas tanah umumnya terdiri dari beberapa lapisan, yang bagian bawahnya relatif lemah dan berangsur-angsur menjadi lebih kuat dibagian atas.
Pengaturan ini memungkinkan penggunaan bahan yang tersedia secara lebih ekonomis. (Hardiyatmo, 2015)
Kegunaan dari perkerasan adalah:
1) Mendapatkan rasa nyaman bagi para pengendara karena permukaan yang rata.
2) Untuk melindungi tanah dasar dari beban berlebih dengan menyalurkan beban kendaraan ke atas permukaan perkerasan secara merata.
3) Melindungi tanah dasar dari cuaca ekstrim.
Dalam pembangunan perkerasan, lalu lintas serta sifat-sifat pada tanah dimana perkerasan itu di bangun mempengaruhi karakteristik dari perkerasan tersebut. Berikut adalah variabel penting dalam perencanaan perkerasan:
1) Volume kendaraan selama umur rencana
2) Tipe kendaraan yang lewat 3) Kapasitas dukung tanah
4) Tebal setiap komponen pembentuk perkerasan 5) Material pembentuk lapisan komponen perkerasan
Elemen-elemen struktur utama dalam pembangunan jalan meliputi:
1) Timbunan
2) Pondasi di bawah timbunan 3) Galian
4) Perkerasan jalan
Pada prinsipnya, perkerasan jalan dan lapangan udara hampir sama yang membedakan hanyalah bebannya, pada lapangan udara dirancang untuk menopang beban yang lebih besar. (Hardiyatmo, 2015)
2.2 Perkerasan kaku
Perkerasan kaku (beton semen) merupakan konstruksi perkerasan dengan bahan baku agregat dan menggunakan semen sebagai bahan pengikatnya, sehingga mempunyai tingkat kekakuan yang relatif cukup tinggi khususnya bila dibandingkan dengan perkerasan aspal (perkerasan lentur), sehingga dikenal dan disebut sebagai perkerasan kaku atau rigid pavement.
Modulus elastis (E) merupakan salah satu parameter yang menunjukan tingkat kekakuan konstruksi disamping dimensinya dan dapat dipergunakan sebagai acuan ilustrasi tingkat kekakuan konstruksi perkerasan. Pada perkerasan aspal (perkerasan lentur), modulus elastisitas sekitar (Ea) sekitar 4.000 Mpa, sedangkan pada perkerasan kaku (beton semen) modulus elastisitas rata-rata (Eb) berkisar 40.000 Mpa atau 10 kali lipat dari perkerasan aspal. (Modul Konsep Dasar Konstruksi Perkerasan Kaku final 2017)
2.3 Komponen konstruksi perkerasan kaku
Perkerasan kaku terdiri dari beberapa komponen pendukung sebagai berikut:
2.3.1 Tanah dasar
Tanah dasar yang secara langsung mendukung beban akibat beban lalu lintas dari suatu sistem perkerasan, disebut tanah dasar (subgrade). Tanah dasar ini, merupakan lapisan tanah yang dipadatkan dan berfungsi sebagai landasan/pondasi dari sistem perkerasan.
Tanah dasar sebagai pondasi jalan, terdiri dari material dalam galian atau pada bagian atas timbunan dengan ketebalan sekitar 60-90 cm, di bawah dasar struktur perkerasan. Karena tanah dasar merupakan bagian dari timbunan di mana pondasi bawah (subbase), pondasi (base) atau perkerasan berada, maka integritas dari struktur perkerasan bergantung pada stabilitas struktur tanah dasar. Pada prinsipnya, tanah dasar harus tetap dalam kondisi stabil pada kadar air konstan.
Untuk itu, tanah dasar harus dipadatkan dengan baik, agar kemungkinan terjadinya perubahan volume atau terjadinya penurunan tak seragam akibat beban kendaraan dapat diperkecil. (Hardiyatmo, 2015)
2.3.2 Lapisan pondasi
Lapis pondasi dapat menambah kekuatan struktur perkerasan. Lebar lapis pondasi dibuat melebihi tepi lapisan aus. Hal ini dimaksudkan untuk meyakinkan kemungkinan adanya beban yang bekerja di tepi perkerasan yang akan didukung oleh lapisan di bawahnya. Lapisan pondasi umumnya dilebihkan 30 cm ke luar dari tepi perkerasan, namun dalam hal-hal yang khusus bisa lebih lebar lagi. (Yoder dan Witczak, 1975)
2.3.3 Tulangan
Tujuan utama penulangan untuk:
- Membatasi lebar retakan, agar kekuatan pelat tetap dapat dipertahankan.
- Memungkinkan penggunaan pelat yang lebih panjang agar dapat mengurangi jumlah sambungan melintang sehingga dapat meningkatkan kenyamanan.
- Mengurangi biaya pemeliharaan.
Jumlah tulangan yang diperlukan dipengaruhi oleh jarak sambungan susut, sedangkan dalam hal beton bertulang menerus, diperlukan jumlah tulangan yang cukup untuk mengurangi sambungan susut. (Pd T-14-2003)
1) Kebutuhan penulangan pada perkerasan bersambung tanpa tulangan Pada perkerasan bersambung tanpa tulangan, penulangan tetap dibutuhkan untuk mengantisipasi atau meminimalkan retak pada tempat-tempat dimana dimungkinkan terjadi konsentrasi tegangan yang tidak dapat dihindari.
(Alamsyah, 2001)
Tipikal penggunaan penulangan khusus ini antara lain. (Alamsyah, 2001) a. Tambahan plat tipis
b. Sambungan yang tidak tepat c. Pelat kulah atau struktur lain
2) Penulangan pada perkerasan bersambung dengan tulangan
Luas tulangan pada perkerasan ini dihitung dari persamaan sebagai berikut.
(Alamsyah, 2001)
As = 11,76 (𝑓.𝑙.ℎ) 𝑓𝑠
Dimana:
As = luas tulangan yang diperlukan (mm2/m lebar)
F = koefisien gesekan antara pelat beton dengan lapisan dibawahnya L = jarak antar sumbu (m)
h = tebal pelat (mm)
fs = tegangan Tarik baja ijin (Mpa)
3) Penulangan pada perkerasan menerus dengan tulangan a. Tulangan sambung
Tulangan sambung ada dua macam yaitu tulangan sambung arah melintang dan arah memanjang.
- Tulangan sambung melintang
Luas tulangan melintang yang diperlukan pada perkerasan beton menerus, dihitung dengan persamaan yang sama seperti pada perhitungan penulangan perkerasan beton bersambung tanpa tulangan.
(Hendarsin, 2000) - Tulangan memanjang
Ps = 100 𝑓𝑡
(𝑓𝑦−𝑛−𝑓𝑡)(1,3-0,2F)
Dimana:
Ps = Persentase tulangan memanjang yang dibutuhkan terhadap penampang beton (%)
ft = kuat Tarik beton yang digunakan 0,4-0,5 f (Mpa) fy = tegangan leleh rencana baja, fy < 400 Mpa n = angka ekivalen antara baja dan beton = Es/Ec
F = koefisien gesekan antar pelat beton dengan lapisan di bawahnya
Es = modulus elastisitas baja Ec = modulus elastisitas beton
Persentase minimum tulangan memanjang pada perkerasan beton menerus adalah 0,6% dari luas penampang beton. (Hendarsin, 2000)
4) Sambungan atau joint
Perencanaan sambungan pada perkerasan kaku, merupakan bagian yang harus dilakukan pada perencanaan, baik jenis perkerasan beton bersambung tanpa atau dengan tulangan, maupun pada jenis perkerasan beton menerus dengan tulangan. (Hendarsin, 2000)
2.4 Perencanaan perkerasan kaku
Beberapa yang perlu diperhatikan pada saat merencanakan ketebalan untuk perkerasan kaku antara lain. (Hendarsin, 2000)
2.4.1 Pertimbangan konstruksi dan pemeliharaan
Berikut ini beberapa faktor yang perlu dipertibangkan pada saat merencanakan tebal perkersan untuk pemeliharaan dan konstruksi yang perlu dipertimbangkan, antara lain:
- Perluasan dan jenis drainase
- Penggunaan konstruksi berkotak-kotak - Ketersediaan peralatan
- Penggunaan konstruksi berhadap - Penggunaan stabilitas
- Kebutuhan dari segi lingkungan dan keamanan pemakai - Pertimbangan sosial dan strategi pemeliharaan
- Risiko-risiko yang mungkin terjadi 2.4.2 Pertimbangan lingkungan
Kelembaban merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi konstruksi perkerasan jalan. Karena kelembapan mempengaruhi kekakuan/kekuatan material pada perkerasan kaku.
2.4.3 Evaluasi lapisan tanah dasar
Evaluasi ini bertujuan untuk memperkirakan nilai daya dukung tanah dasar, karena daya dukung tanah dasar memiliki peran yang sangat penting dalam perencanaan untuk mengetahui nilai daya dukung tanah. (Hendarsin, 2000)
1. Faktor pertimbangan untuk estimasi daya dukung
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam mengestimasi nilai kekuatan dan kekakuan lapisan tanah dasar.
- Urutan pekerjaan tanah
- Penggunaan kadar air (w) pada saat pemadatan (kompaksi) dan kepadatan lapangan (γd) yang dicapai
- Perubahan kadar air selama usia pelayanan - Variabilitas tanah dasar
- Ketebalan lapisan perkerasan total yang dapat diterima lapisan lunak yang ada di bawah lapisan tanah dasar
2. Pengukuran daya dukung subgrade
Pengukuran daya dukung subgrade (lapisan tanah dasar) yang digunakan, dilakukan dengan cara :
- California bearing ratio - Parameter elastis
- Modulus reaksi tanah dasar (k)
2.4.4 Material perkerasan
Untuk material perkerasan terbagi menjadi empat disesuaikan dengan karakteristik dasar beban yang melintas, diantaranya sebagai berikut: (Hendarsin, 2000)
- Material berbutir - Material terikat - Aspal
- Beton semen
2.4.5 Lalu lintas rencana
Berikut ini adalah faktor-faktor yang akan mempengaruhi tingkat pelayanan Sebagai berikut: (Hendarsin, 2000)
- Jumlah sumbu yang lewat - Beban sumbu
- Konfigurasi sumbu
2.5 Perencanaan tebal perkerasan
Perencanaan tebal perkerasan ini menggunakan metode bina marga 2003 yang terdiri dari (Pd T-14,2003)
2.5.1 Tanah dasar
menetapkan daya dukung dasar jalan menurut uji in situ CBR SNI 03173101989 atau laboratorium CBR SNI 0317441989, yang digunakan untuk merencanakan tebal jalan lama dan Jika nilai CBR dasar jalan kurang dari 2%, maka harus dipasang lapisan dasar Beton Lean Mix dengan ketebalan 15 cm yang dianggap memiliki nilai CBR tanah dasar efektif sebesar 5%. (Pd T-14,2003) 2.5.2 Pondasi bawah
Berikut ini merupakan bahan yang digunakan untuk pondasi bawah adalah sebagai berikut:
a. Bahan berbutir
b. Stabilisasi atau dengan beton kurus padat (Lean Rolled Concrete) c. Campuran beton kurus (Lean-Mix Concrete)
Lapisan dasar memerlukan pelebaran hingga 60 cm di luar tepi perkerasan.
dengan mempertimbangkan tegangan pengembangan yang mungkin terjadi, perhatian khusus harus diberikan untuk menentukan jenis dan lebar lapisan pondasi.
Memasang base course dengan lebar ke tepi luar lebar jalan merupakan salah satu
cara untuk mengurangi perilaku tanah ekspansif. Ketebalan lapisan dasar yang dapat dilihat pada Gambar 2.1 dan CBR tanah efektif didapat dari Gambar2.2
Gambar 2.1 Tebal pondasi bawah minimum untuk perkerasan beton semen (Sumber: Departemen permukiman dan prasarana wilayah, 2003)
Gambar 2.2 CBR tanah dasar efektif dan tebal pondasi bawah
(Sumber: Departemen permukiman dan prasarana wilayah, 2003) 2.5.2 Beton semen
Beton yang dihasilkan harus sesuai dengan nilai kuat tarik lentur yang ditentukan umur 28 hari, dengan pengujian yang dilakukan pada balok beton.
Dengan besar beban 3-5 Mpa. (Pd T-14, 2003)
Untuk bahan pendukung agar memperkuat beton ditentukan harus mencapai kuat tarik lentur sebesar 5-5,5 Mpa.
Kuat tarik lentur dapat diketahui dengan rumus sebagai berikut:
fcf = K (fc’)0,50 dalam Mpa atau…………...(1)
fcf = 3,13 K (fc’)0,50 dalam kg/cm2………...(2) Dengan pengertian:
fc’ = kuat tekan beton karakteristik 28 hari (kg/cm2) fcf = kuat Tarik lentur beton 28 hari (kg/cm2)
K = konstanta 0,7 untuk agregat tidak dipecah dan 0,75 agregat pecah.
Kuat tarik lentur dilakukan menurut SNI 03-2491-1991 fcf = 1,37.fcs, dalam Mpa atau……….(3) fcf = 13,44.fcs, dalam kg/cm2………(4) dengan pengertian:
fcs = kuat tarik belah beton 28 hari 2.5.3 Lalu lintas
Penentuan beban lalu lintas rencana untuk perkerasan beton semen, dinyatakan dalam jumlah sumbu kendaraan niaga (commercial vehicle), sesuai dengan konfigurasi sumbu pada lajur rencana selama umur rencana. Lalu lintas harus dianalisa berdasarkan hasil perhitungan volume lalu lintas dan konfigurasi sumbu, menggunakan data terakhir atau data 2 tahun terakhir.
Kendaraan yang ditinjau untuk perencanaan perkerasan beton semen adalah yang mempunyai berat total minimum 5 ton.
Konfigurasi sumbu untuk perencanaan terdiri atas 4 jenis kelompok sumbu sebagai berikut:
- Sumbu tunggal roda tunggal (STRT)
- Sumbu tunggal roda ganda (STRG) - Sumbu tandem roda ganda (STdRG) - Sumbu tridem roda ganda (STrRG) 2.5.3.1 Lajur rencana dan koefisien
Lajur rencana adalah lajur yang menampung kendaraan pada satu ruas jalan, jumlah lajur dapat ditentukan dengan lebar perkerasan yang direncanakan, untuk mengetahui berapa jumlah lajur dapat dilihat pada tabel. (Sumber : Departemen permukiman dan prasarana wilayah 2003)
Lebar Perkerasan (Lp) Jumlah Lajur
Koefisien Distribusi
1 Arah 2 Arah
Lp < 5,50 m 1 lajur 1 1
5,50 m ≤ Lp < 8,25 m 2 lajur 0,70 0,50 8,25 m ≤ Lp < 11,25 m 3 lajur 0,50 0,475 11,23 m ≤ Lp < 15,00 m 4 lajur - 0,45
15,00 m ≤ Lp < 18,75 m 5 lajur - 0,425
18,75 m ≤ Lp < 22,00 m 6 lajur - 0,40
Tabel 2.1 Jumlah lajur berdasarkan lebar perkerasan dan koefisien distribusi (C) kendaraan niaga pada lajur rencana
(Sumber : Departemen permukiman dan prasarana wilayah 2003)
2.5.3.2 Umur rencana
Umur rencana merupakan jangka waktu yang dibutuhkan sampai perkerasan perlu diperbaiki lagi, umumnya untuk perkerasan beton memiliki jangka waktu selama 20-40 tahun umur rencana. (Pd T-14, 2003)
2.5.3.3 Pertumbuhan lalu lintas
Meningkatnya volume lalu lintas dan laju pertumbuhan lalu lintas bisa dihitung dengan pendekatan sebagai berikut:
R = ( 1+ i )UR – 1/i………(5) Dengan pengertian:
R = Faktor pertumbuhan lalu lintas
i = Laju pertumbuhan lalu lintas per tahun dalam %
UR = Umur rencana (tahun)
Faktor pertumbuhan lalu lintas (R) dapat juga ditentukan Tabel 2.2 Tabel 2.2 Faktor pertumbuhan lalu lintas
Umur Rencana (Tahun)
Laju Pertumbuhan (i) per tahun (%)
0 2 4 6 8 10
5 5 5,2 5,4 5,6 5,9 6,1
10 10 10,9 12 13,2 14,5 15,9
15 15 17,3 20 23,3 27,2 31,8
20 20 24,3 29,8 36,8 45,8 57,3
25 25 32 41,6 54,9 73,1 98,3
30 30 40,6 56,1 79,1 113,3 164,5
35 35 50 73,7 111,4 172,3 271
40 40 60,4 95 154,8 259,1 442,6
(Sumber : Departemen permukiman dan prasarana wilayah 2003)
2.5.3.4 Lalu lintas rencana
Volume lalu lintas gandar siklus hidup perencanaan, termasuk rasio gandar dan distribusi beban masing-masing jenis gandar kendaraan. Jika diperoleh dari studi beban, beban pada jenis poros biasanya dibagi menjadi interval 10 kN (1 ton).
Rumus untuk mengetahui jumlah sumbu kendaraan sebagai berikut: (Pd T- 14, 2003)
JSKn = JSKNH x 365 x R x C………..(6) Dengan pengertian :
JSKn = Jumlah total sumbu kendaraan niaga selama umur rencana
JSKNH = Jumlah total sumbu kendaraan niaga per hari pada saat jalan dibuka.
R = Faktor pertumbuhan kumulatif dari rumus (4) atau Tabel 2 atau (5), yang besarnya tergantung dari pertumbuhan lalu lintas tahunan dan umur rencana.
C = Koefisien distribusi kendaraan 2.5.3.5 Faktor keamanan beban
Saat menentukan faktor keamanan beban, bisa dikaitkan dengan tingkat keandalan yang direncanakan, seperti tabel dibawah ini. (Pd T-14,2003)
Tabel 2.3 Faktor keamanan beban (FKB)
No. Penggunaan Nilai
FKB
1
Jalan bebas hambatan utama (major freeway) dan jalan berlajur banyak, yang aliran lalu lintasnya tidak terhambat serta volume kendaraan niaga yang tinggi. Bila menggunakan data lalu lintas dari hasil survey beban (weight-in-motion) dan adanya kemungkinan route alternatif, maka nilai faktor keamanan beban dapat dikurangi menjadi 1,15
1,2
No. Penggunaan Nilai
FKB
2 1,1
Jalan bebas hambatan (freeway) dan jalan arteri dengan volume kendaraan niaga menengah
3 Jalan dengan volume kendaraan niaga rendah 1,0 (Sumber : Departemen Permukiman dan prasarana wilayah 2003)
2.5.3.6 Bahu
Bahu jalan dapat dibuat dari bahan dasar menggunakan lapisan perkerasan tanpa beton atau bisa juga menggunakan beton, karena ketahanan antara tanah dan beton berbeda sebaiknya bahu jalan menggunakan beton karena dapat dengan menggunakan beton dapat meningkatkan kinerja perkerasan dan dapat mengurangi ketebalan pelat pada saat perencanaan. (Pd T-14, 2003)
2.5.4 Sambungan
Fungsi sambungan ditunjukan sebagai: (Pd T-14, 2003)
- Membatasi tegangan dan pengendalian retak yang disebabkan oleh penyusutan, pengaruh lenting serta beban lalu lintas.
- Memudahkan pelaksanaan.
- Mengakomodasi gerakan pelat.
Ada beberapa jenis sambungan untuk perkerasan beton diantaranya adalah:
a) Sambungan longitudinal, merupakan sambungan yang dapat mengontrol retakan memanjang dengan jarak sambungan bisa mencapai 34 m dengan menggunakan besi ulir, untuk kualitas BJTU24 dan 16 mm. Untuk ukuran diameter dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:
At = 204 x b x h I = (38,3 x ø) + 75 Dengan pengertian:
At = Luas penampang tulangan per meter panjang sambungan (mm).
b = Jarak terkecil antara sambungan atau jarak sambungan dengan tepi perkerasan (m).
h = Tebal pelat (m).
I = panjang batang pengikat (mm)
Ø = Diameter batang pengikat yang dipilih (mm).
Jarak batang pengikat yang digunakan adalah 75cm.
Gambar 2.3 Tipikal sambungan memanjang
(Sumber : Departemen permukiman dan prasarana wilayah 2003)
b) Sambungan susut melintang, untuk sambungan ini memiliki jarak antara 4- 5 m, untuk perkerasan beton bertulang 8-15 m tergantung pada pelaksanaannya. (Pd T-14,2003)
Sambungan ini juga harus menggunakan besi polos dengan panjang 45 m, jarak antar besi 30 m, urus dan tanpa tonjolan tajam, ketika pelat beton dikontrak, tonjolan ini akan mempengaruhi gerakan bebas. Setengah panjang jari-jari datar harus dicat atau ditutup dengan bahan anti lengket untuk memastikan tidak ada daya rekat pada beton. (Pd T14, 2003) Diameter jari-jari tergantung pada tebal pelat beton, seperti terlihat pada tabel.
Tabel 2.4 Diameter ruji
No. Tebal pelat beton, h (mm) Diameter ruji (mm)
1. 125 < h ≤ 140 20
2. 140 < h ≤ 160 24
3. 160 < h ≤ 190 28
4. 190 < h ≤ 220 33
5. 220 < h ≤ 250 36
(Sumber : Departemen permukiman dan prasarana wilayah 2003)
Sumbu pelaksanaan melintang yang tidak direncanakan (darurat) harus menggunakan pengencang berulir, dan sambungan yang direncanakan harus menggunakan batang baja halus yang ditempatkan di tengah ketebalan pelat.
Gambar 2.4 Sambungan pelaksanaan yang direncanakan dan yang tidak
direncanakan untuk pengecoran per lajur
(Sumber : Departemen permukiman dan prasarana wilayah 2003)
2.5.5 Prosedur perencanaan
Ada dua permasalahan kerusakan dalam prosedur perencanaan perkerasan beton diantaranya sebagai berikut:
1) Retakan fisik (leleh) Tarik lentur pada pelat.
2) Erosi pada pondasi bawah atau tanah dasar yang diakibatkan oleh lendutan berulang pada sambungan dan tempat retakan yang direncanakan.
Pada saat perencanaan perlu diperhatikan menggunakan ruji atau tidak pada bagian sambungan ataupun bahu jalan. Untuk beton menerus dianggap
menggunakan ruji. Ada beberapa data yang diperlukan yaitu jenis gandar dan distribusi beban, diperkirakan selama umur rencana. (Pd T-14, 2003)
2.6 Rencana anggaran biaya
2.6.1 Pengertian rencana anggaran biaya
Rencana anggaran biaya merupakan perhitungan yang membahas segala jenis pengeluaran pada perencanaan proyek untuk mengetahui berapa nilai yang diperlukan pada saat perencanaan suatu proyek. Dalam perencanaan anggaran biaya ada beberapa point yang perlu diketahui, jika dalam perencanaan perkerasan jalan meliputi harga bahan, upah dan alat.
Dalam perencanaan anggaran biaya biasa ada dua metode perhitungan diantaranya adalah:
1) Perhitungan anggaran kasar, atau bisa juga disebut perkiraan yang biasa dijadikan sebagai panduan dalam perencanaan anggaran yang lebih akurat 2) Kemudian ada perencanaan anggaran yang akurat, perhitungan dilakukan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
2.6.2 Tujuan anggaran biaya
Bertujuan sebagai acuan dalam melakukan pelaksanaan, khususnya pada bagian kebutuhan bahan serta total biaya yang dikeluarkan selama masa pelaksanaan proyek, dan juga mendapatkan hasil yang maksimal dan juga efisien.
2.6.3 Fungsi rencana anggaran biaya
Untuk menghindari biaya berlebih pada pembelian material yang digunakan pada saat perencanaan, pengadaan pekerja serta upah pekerja yang sesuai dengan kebutuhan proyek serta kebutuhan akan peralatan yang menunjang pelaksanaan
proyek, bisa direncanakan dengan baik dan tidak menimbulkan kerugian serta mendapatkan hasil yang maksimal dan efisien.
2.7 Analisa harga satuan dasar (HSD)
Dalam analisa harga satuan (HSD) ada beberapa aspek diantaranya HSD alat, HSD tenaga kerja dan HSD bahan. Adapun tata cara perhitungan adalah sebagai berikut:
2.7.1 Langkah perhitungan HSD tenaga kerja
Untuk menghitung harga satuan pekerjaan, maka perlu ditetapkan dahulu bahan rujukan harga standar untuk upah.
HSD tenaga kerja. Langkah perhitungan HSD tenaga kerja adalah:
1) Tentukan jenis keterampilan tenaga kerja, missal pekerja (P), tukang (Tx), mandor (M), atau kepala tukang (KaT).
2) Kumpulkan data upah yang sesuai dengan peraturan daerah (Gubernur, Walikota, Bupati) setempat, data upah hasil survey di lokasi yang berdekatan dan berlaku untuk daerah tempat lokasi pekerjaan akan dilakukan.
3) Perhitungan tenaga kerja yang didatangkan dari luar daerah dengan memperhitungkan biaya makan, menginap dan transport.
4) Tentukan jumlah hari efektif bekerja selama satu bulan (24-26 hari), dan jumlah jam efektif dalam satuan (7 jam).
5) Hitung biaya upah masing-masing per jam per orang.
6) Rata-rata seluruh biaya upah per jam sebagai upah rata-rata per jam.
(Kementerian pekerjaan umum 28/PRT/M/2016)
2.7.2 Langkah perhitungan HSD alat
Dalam perhitungan harga satuan dasar alat ada beberapa hal yang perlu dipenuhi, adapun spesifikasi yang diperlukan adalah daya motor, umur ekonomis, kapasitas kerja alat, jumlah jam kerja dan harga alat. Porsi investasi juga dapat
menjadi faktor yang mempengaruhi khususnya pada alat yang berbucket seperti excavator, biaya peralatan dan loader. (Kementerian Pekerjaan Umum 28/PRT/2016)
1) Tentukan jenis keterampilan tenaga kerja, missal pekerja (P), tukang (Tx), mandor (M), atau kepala tukang (KaT).
2) Kumpulkan data upah yang sesuai dengan peraturan daerah (Gubernur, Walikota, Bupati) setempat, data upah hasil survey di lokasi yang berdekatan dan berlaku untuk daerah tempat lokasi pekerjaan akan dilakukan.
3) Perhitungan tenaga kerja yang didatangkan dari luar daerah dengan memperhitungkan biaya makan, menginap dan transport.
4) Tentukan jumlah hari efektif bekerja selama satu bulan (24-26 hari), dan jumlah jam efektif dalam satuan (7 jam).
5) Hitung biaya upah masing-masing per jam per orang.
6) Rata-rata seluruh biaya upah per jam sebagai upah rata-rata per jam.
2.7.3 Langkah perhitungan HSD bahan
Sebelum menghitung harga satuan untuk pekerja, terlebih dahulu menentukan harga satuan standar bahan sebagai pedoman atau harga satuan dasar bahan per item.(Syawaldi, 2003)
Untuk analisa harga satuan dasar diperlukan data harga bahan baku, dan juga biaya transportasi serta biaya produksi bahan baku. Untuk produksi bahan diperlukan beberapa alat, untuk setiap alat harus dihitung kapasitas produksi per jamnya, masukkan juga data kapasitas alat, faktor efisiensi masing-masing alat.
Harga satuan dasar terdiri dari harga bahan baku, untuk bahan baku yang diperoleh dari quarry ada dua yaitu, batu kali atau bisa juga yang berasal dari gunung, kemudian pasir sungai atau juga pasir gunung, ada juga yang sudah dalam bentuk olahan seperti agregat kasar dan juga halus. (Syawaldi, 2003)