• Tidak ada hasil yang ditemukan

KHAWARIJ: ALIRAN-ALIRAN DAN PEMIKIRAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KHAWARIJ: ALIRAN-ALIRAN DAN PEMIKIRAN"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

doi.org/10.36670/alamin.v2i02.20

389

E-ISSN: 2685-1148 E-ISSN: 2685-1148

KHAWARIJ: ALIRAN-ALIRAN DAN PEMIKIRAN

Anas Nasrudin1, Lesti Lestari2, Adi Noviardi3, Heri Setiaji4

1,2,3,4STAI Babunnajah

Correspondence email: [email protected]

ABSTRACT

Khawarij thought has existed since the Prophet Muhammad was still around. The hadiths show this.

However, the emergence of this group began when Ali Bin Abi Talib became Caliph and was involved in a conflict with Mu'awiyah who was the governor of Syria. The conflict occurred because Mu'awiyah demanded that Ali bin Abi Talib solve the Uthman bin Affan murder case. This conflict then led to a war called the Shiffin War and ended with an agreement to negotiate. After an agreement was reached, there were groups who were dissatisfied with the results of the agreement and they left and separated themselves. This group came to be known as the Khawarij. They fight against the legitimate government and spread ideas that deviate from the Qur'an and Sunnah.

Keyword: Thoughts, Sect, Khawarij

ABSTRAK

Pemikiran Khawarij telah ada semenjak Rasulullah SAW masih ada. Hadits-hadits menunjukkan hal tersebut. Akan tetapi munculnya kelompok ini dimulai saat Ali Bin Abi Thalib menjadi Khalifah dan terlibat konflik dengan Mu’awiyah yang merupakan gubernur Syiria. Konflik tersebut terjadi karena Mu’awiyah menuntut agar Ali bin Abi Thalib menuntaskan kasus pembunuhan Utsman bin Affan.

Konflik ini kemudian berujung pada peperangan yang disebut dengan Perang Shiffin dan berakhir dengan kesepakatan untuk melakukan perundingan. Setelah terjadi kesepakatan terdapat kelompok yang tidak puas dengan hasil kesepakatan tersebut lalu mereka keluar dan memisahkan diri. Kelompok inilah yang kemudian disebut sebagai Khawarij. Mereka melakukan perlawanan terhadap pemerintah yang sah dan menyebarkan pemahaman-pemahaman yang menyimpang dari Al Qur’an dan As Sunnah.

Kata kunci: Pemikiran, Sekte, Khawarij

(2)

doi.org/10.36670/alamin.v2i02.20

390

E-ISSN: 2685-1148 E-ISSN: 2685-1148

A. PENDAHULUAN

Islam telah sempurna dan petunjuk jalan hidup telah jelas. Akan tetapi tidak semua umat Islam mampu istiqomah di atas jalan hidup yang telah ditempuh oleh Rasulullah SAW dan para salafus shalih setelahnya. Banyak diantara umat Islam yang tidak puas sehingga mencari jalan petunjuk sendiri. Mereka menyimpang dari jalan petunjuk dan akhirnya tersesat. Mereka kebingungan dan lepas kendali dari kebenaran yang akhirnya terpecah belah menjadi lebih dari tujuh puluh kelompok (aliran) sesat. Berbagai kelompok tersebut telah menimbulkan kerusakan akidah, perpecahan umat dan pertumpahan darah antara sesama umat Islam dalam rentang waktu yang panjang.

B. METODE

Tulisan ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif untuk mendeskripsikan, menjelaskan, dan memvalidasi temuan-temuan riset yang bersumber dari data yang dikumpulkan.

Teknik pengumpulan data yang digunakan ialah studi kepustakaan (library research) secara online dengan sumber seperti artikel, buku, dan kajian jurnal lainnya.

C. HASIL DAN PEMBAHASAN a. Definisi Khawarij

Khawarij menurut kamus bahasa arab Al Munawwir berasal dari akar kata جرخ yang berarti keluar. Kata جراوخ adalah bentuk jamak dari kata يجراخ yang berarti orang yang keluar.

Disebutkan juga dalam kamus tersebut bahwa artinya secara istilah adalah pemberontak, orang yang keluar dari jamaah. Khawarij didefinisikan sebagai قرف من ة ملاسلإا atau berarti sebuah قرف golongan diantara golongan-golongan Islam.1 Menurut Wikipedia, Khowaarij, secara harfiah berarti "Mereka yang Keluar" ialah istilah umum yang mencakup sejumlah aliran dalam Islam yang awalnya mengakui kekuasaan Ali bin Abi Thalib, lalu menolaknya. Disebut Khowarij disebabkan karena keluarnya mereka dari dinul Islam dan pemimpin kaum muslimin.22

Adapun definisi Khawarij dalam buku Dirosatul Firaq adalah bahwa secara harfiah berarti mereka yang keluar. Sedangkan secara istilah Khawarij ialah aliran dalam Islam yang awalnya mengakui kekuasaan Ali bin Abi Thalib lalu menolaknya namun realitanya tidak demikian karena tidak semua yang keluar dari pemerintahan Ali disebut khawarij seperti kelompok Mu’awiyah yang menuntut balas atas pembunuhan Khalifah Usman. Penamaan khawarij lebih kepada kelompok yang membawa aliran akidah mengafirkan orang yang melakukan dosa besar termasuk orang yang menerima tahkim antara kelompok Ali dan Mu’awiyah.

Awal keluarnya mereka dari pemimpin kaum muslimin yaitu pada zaman Ali bin Abi Thalib ketika terjadi tahkim atau musyawarah dua utusan mereka berkumpul di sebuah tempat yang disebut Harura, satu tempat di daerah Kufah. Di daerah yang kini berada di Irak Selatan.

Oleh sebab itulah mereka disebut Al Haruriyah.33

Dalam kitab Al Adyan wal Firoq wal Madzahib Al-Mu’asaroh yang disusun oleh Abdul Qodir Syaibatul Hamd disebutkan bahwa Khawarij adalah orang yang keluar dari ketaatan kepada pemimpin yang haq. Dan kaum Khawarij ini memiliki beberapa sebutan diantaranya

1AW Munawwir, Kamus Al Munawwir Arab-Indonesia (Surabaya: Pustaka Progresif, 2007). 330.

2https://id.wikipedia.org/wiki/Khawarij.

3Tim Ulin Nuha. Dirasatul Firaq (Solo: Pustaka Arafah, 2010). 60.

(3)

doi.org/10.36670/alamin.v2i02.20

391

E-ISSN: 2685-1148 E-ISSN: 2685-1148

adalah: Al Mahkamah, Asy Syurooh, Al Haruriyah, An Nawasib dan Al Mariqoh. Disebut Al Mahkamah karena mereka selalu mengulang kalimat tiada hukum selain milik Allah. Disebut Surrooh karena mereka mengaku- ngaku bahwa mereka orang yang mengorbankan diri (melalui kitab Al Qur’an). Disebut haruriyah karena setelah mereka keluar dari kepemimpinan Ali bin Abi Thalib mereka berkumpul di wilayah Harura’. Disebut An Nawasib karena berlebih- lebihannya mereka terhadap permusuhan kepada Ali bin Abi Thalib. Disebut Al Mariqoh karena apa yang disebut dalam hadits Rasulullah SAW: Mereka melesat dari agama sebagaimana melesatnya anak panah dari busur”.44

b. Sejarah Munculnya Khawarij

Para ahli sejarah berbeda pendapat tentang awal kemunculan firqoh Khawarij, diantara mereka ada yang mengatakan bahwa Khawarij muncul pada masa Nabi Muhammad SAW. Yaitu ketika berdirinya Dzul Huwaishirah untuk menentang dan mengomentari pembagian ghanimah / rampasan perang yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW dengan mengatakan bahwa beliau tidak adil. Perbuatan Dzul Huwaishiroh ini tidak bisa disebut sebagai firqoh Khawarij karena dilakukan sendirian. Akan tetapi bisa dikatakan bahwa benih-benih khwarij telah ada pada masa Rasulullah SAW. Ini adalah pendapat Ibnu Hazm dan Ibnul Jauzi serta yang lainnya. Terkait hal ini, kita dapat merujuk kepada hadits-Hadits Rasulullah SAW:

Hadits Pertama:

Telah menceritakan kepadaku Abdurrahman bin Ibrahim telah menceritakan kepada kami Al Walid dari Al Auza'i dari Az Zuhri dari Abu Salamah dan Adl Dlahak dari Abu Sa'id Al Khudri dia berkata; Pada suatu hari, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam membagi pembagian, tiba-tiba Dzul Huwaishirah seorang laki-laki dari Bani Tamim berkata; "Wahai Rasulullah, hendaknya

4Abdul Qodir Syaibatul Hamd. Al Adyan wal Firoq wal Madzahib Al Mu’asaroh (Riyadh: Maktabah Fahd Al Wathoniyah, 2012), 168.

(4)

doi.org/10.36670/alamin.v2i02.20

392

E-ISSN: 2685-1148 E-ISSN: 2685-1148

engkau berbuat adil! Spontan beliau menjawab: "Siapa lagi bisa berbuat adil jika aku tak bisa berbuat adil? 'Umar kemudian mengatakan 'Izinkanlah aku yang memenggal lehernya! Beliau menjawab: 'Biarkan saja dia, sesungguhnya dia mempunyai beberapa kawan yang salah seorang diantara kalian meremehkan salatnya sekalipun dia salat, dan meremehkan puasanya sekalipun dia puasa, mereka keluar dari agama sebagaimana anak panah keluar dari busur, ia melihat mata panahnya namun tak ada apa-apa, kemudian memperhatikan kain panahnya namun tidak ditemukan apa-apa, kemudian melihat anak panahnya namun tidak didapatkan apa-apa, kemudian melihat pada bulu anak panahnya namun tidak didapatkan apa-apa, rupanya telah didahulu oleh kotoran dan darah. Mereka muncul ketika manusia mengalami perpecahan. Ciri mereka adalah seorang laki-laki yang salah satu diantara kedua tangannya seperti dada kaum perempuan atau ia seperti daging yang bergerak-gerak." Abu Sa'id mengatakan; "Aku bersaksi bahwa aku mendengar dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, dan aku bersaksi bahwa 'Ali membunuh mereka dan aku bersamanya ketika didatangkan seseorang yang cirinya seperti yang dicirikan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam."55

Hadits Kedua

Telah menceritakan kepada kami Syaiban bin Farrukh telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin Al Mughirah telah menceritakan kepada kami Humaid bin Hilal dari Abdullah bin Shamit dari Abu Dzar ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

"Sepeninggalku kelak, akan muncul suatu kaum yang pandai membaca Al Qur`an tidak melewati kerongkongan mereka. mereka keluar dari agama, seperti anak panah yang meluncur dari busurnya dan mereka tidak pernah lagi kembali ke dalam agama itu. Mereka itu adalah sejahat- jahat makhluk dan akhla mereka juga sangat buruk." Ibnu Shamad berkata; Saya berjumpa dengan Rafi' bin Amru Al Ghifari saudaranya Al Hakam, saya bertanya, "Bagaimana dengan hadits yang telah Anda denganr dari Abu Dzar begini dan begini." Saya pun menyebutkan hadits ini. Dan ia pun berkata; Dan saya mendengarnya dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.

HR. Muslim.6

5Abu Abdillah Muhammad bin Ismail Al Bukhori. Sahih Bukhori (Beirut:Dar At Ta’asshil, 2012), 103.

6Sahih Muslim Kitab Zakat. Bab. Khawarij Seburuk-buruk Makhluk. No. 1775. Diakses melalui aplikasi Hadits Al Bukhari

(5)

doi.org/10.36670/alamin.v2i02.20

393

E-ISSN: 2685-1148 E-ISSN: 2685-1148

Hadits Ketiga

Telah menceritakan kepada kami Nashr bin Ashim Al Anthaki berkata, telah menceritakan kepada kami Al Walid dan Mubasysyir -maksudnya Mubassyir bin Isma'il Al Halabi- dari Abu Amru. Ia (Al Walid) berkata; telah menceritakan kepada kami Abu Amru berkata; telah menceritakan kepadaku Qatadah dari Abu Sa'id Al Khudri dan Anas bin Malik dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Akan terjadi perbedaan dan perpecahan di antara umatku, sebagian kelompok pandai dalam berbicara namun akhlak mereka buruk.

Mereka membaca Al- Qur'an namun tidak sampai melewati kerongkongan. Mereka keluar dari agama sebagaimana anak panah lepas dari busurnya, dan mereka tidak akan kembali lagi hingga anak panah kembali ke busurnya. Mereka adalah seburuk-buruk manusia. Maka beruntunglah orang yang membunuhnya dan mereka membunuhnya. Mereka mengajak kepada Al-Qur'an, tetapi mereka sendiri tidak mengamalkannya sama sekali. Siapa memerangi mereka, maka yang demikian lebih mulia di sisi Allah." Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimana ciri-ciri mereka?" Beliau menjawab: "Rambutnya dicukur gundul." Telah menceritakan kepada kami Al Hasan bin Ali berkata, telah menceritakan kepada kami Abdurrazaq berkata, telah mengabarkan kepada kami Ma'mar dari Qatadah dari Anas bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Ciri mereka adalah rambutnya dicukur gundul dan dicabut, jika kalian mendapati mereka maka bunuhlah." Abu Dawud berkata, "At tasbid adalah mencabut rambut."77

Muhammad Asyrof Sholah Hijazy dalam makalahnya yang berjudul Al Khawarij wal Fitnah juga mengemukakan banyak hadits yang menunjukkan cikal bakal kaum Khawarij.

Termasuk hadits di atas. Jadi, ternyata cikal bakal pemikiran Khawarij ini sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad SAW. Salah satunya ketika ada protes atas pembagian ghonimah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW yang merupakan manusia paling bertakwa dan paling adil.

7Sunan Abu Dawud Kitab : Sunnah Bab : Memerangi kelompok Khawarij Nomor : 4137 Diakses melalui aplikasi Hadits Al Bukhari.

(6)

doi.org/10.36670/alamin.v2i02.20

394

E-ISSN: 2685-1148 E-ISSN: 2685-1148

Adapun munculnya kelompok khawarij diyakini oleh para ahli sejarah muncul pada saat peristiwa tahkim antara Ali dan Mu’awiyah. Pada tahun 37 H, Muawiyah selaku Gubernur Syiria memberontak terhadap Ali bin Abi Thalib. Pemberontakan itu meletus dalam suasana berkabung dan emosi yang meletup letup karena pembunuhan Utsman bin Affan RA. Ali bin Abi Thalib mengeluarkan kebijakan yang tidak strategis sebagai seorang kepala negara, yaitu pemecatan Mu’awiyah dari jabatan Gubernur Syiria. Ali bin Abi Thalib lalu menunjuk Abdullah bin Umar sebagai penggantinya akan tetapi Abdullah bin Umar atau disebut juga dengan Ibnu Umar.

Sebagaimana disebutkan dalam buku Kisah Teladan Orang-orang Saleh yang disusun oleh Abdul Aziz Anshir Al Jalil dan Bahauddin Fatih Aqil, diceritakan bahwa Ibnu Uyainah berkata dari Umar bin Nafi’ dari ayahnya dari Ibnu Umar, ia bercerita: Ali pernah mengirim seorang utusan kepadaku dan memberi pesan: “wahai Abi Abdurrahman, sesungguhnya engkau adalah seorang lelaki yang menjadi panutan di kalangan penduduk Syam, pergilah (ke Syam) sesungguhnya aku telah menjadikan dirimu pemimpin mereka”

Aku (Ibnu Umar) menjawab: “Aku ingatkan engkau kepada Allah dan juga karena kedekatan dan persahabatanku dengan Rasulullah SAW, hendaknya engkau memberiku keleluasaan (untuk tidak menerima jabatan). Ali menolak. Maka aku meminta pertolongan Hafsah untuk membujuk Ali. Namun Ali tetap menolak. Maka pada malam hari aku pergi ke Mekah. Lalu ada yang memberitakan aku pergi ke Syam. Maka diutuslah seseorang untuk mencariku. Utusan itu sampai ke Al Marbin dan memacu unta tunggangannya dengan memecutnya dengan kain sorbannya agar bisa mengejarku. Hafsah segera mengirim kabar bahwa aku tidak pergi ke Syam, melainkan pergi ke Mekah. Maka keadaanpun menjadi tenang.8

Kembali ke kebijakan Ali bin Abi Thalib yang memecat Muawiyah, hal itu malah membuat Muawiyah melakukan perlawanan. Di samping karena Mu’awiyah juga ingin menuntut balas atas kematian Ustman bin Affan RA. Sebelum peperangan meletus, Ali bin Abi Thalib mengutus Jarir bin Abdillah Al Bajuli untuk berunding dengan Mu’awiyah. Tetapi perundingan tidak berhasil mencegah peperangan karena tuntutan Mu’awiyah yang terlalu berat untuk dipenuhi oleh Ali bin Abi Thalib. Mu’awiyah menuntut dua hal:

1. Ekstradisi dan penghukuman terhadap pelaku pembunuhan Utsman bin Affan.

2. Pengunduran diri Ali dari jabatan Imam (Khalifah) dan dibentuk sebuah syura untuk memilih khalifah baru.

Sekali lagi, sebelum peperangan benar-benar meletus, Ali bin Abi Thalib mengirim kembali juru runding yang terdiri dari Tsabas bin Aibi Al Yarbu’I At Tamimi, Ali bin Hatim At Tha’i, Yazid bin Qais Al Arhabi dan Ziyad bin Khasafah At Taimi At Tamimi untuk berunding dengan Mu’awiyah. Tapi perundingan ini pun berakhir dengan kegagalan. Maka kemudian terjadilah pertempuran antara pasukan Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah bin Abi Sufyan yang disebut dengan perang Shiffin. Dalam pertempuran ini terjadi peristiwa penting yaitu ketika pasukan Muawiyah terdesak dan Amr bin Ash menyampaikan ide kepadanya untuk memecah belah pasukan Alibin Abi Thalib dengan mengangkat lembaran mushaf tinggi-tinggi menggunakan tombak sebagai siyarat meminta perdamaian dengan bertahkim kepada Al Qur’an.

Menurut Amru bin Ash tawaran itu akan diterima oleh sebagian pasukan Ali dan ditolak oleh sebagiannya yang lain. Dengan demikian mereka menjadi pecah. Jadi sekiranya mereka sepakatpun tidak ada ruginya bagi Muawiyah karena paling kurang peperangan bisa berhenti

8Abdul Aziz Nashir Al Jalil. Kisah Teladan Orang-Orang Saleh. (Solo: Aqwam, 2018). 165-166

(7)

doi.org/10.36670/alamin.v2i02.20

395

E-ISSN: 2685-1148 E-ISSN: 2685-1148

untuk sementara waktu.

Benar saja segera saja pengikut Ali menyerukan untuk menerima tawaran Mu’awiyah.

Ali sendiri menolaknya Karena menurut dia itu adalah bagian dari taktik perang Muawiyah.

Mendengar seruan Ali mereka menjawab, “Mereka mengajak kita untuk kembali kepada Kitabulloh, kenapa kita tidak menerimanya?” Ali kembali menjawab, “Saya memerangi mereka supaya kembali kepada hukum kitab Allah; karena mereka telah menentang perintah Allah dan melupakan janji mereka dengan Allah serta mengabaikan kitab suci itu. Kemudian Mis’ar bin Fadki At Tamimi, Zaid bin Husain Ath Tha’I dan beberapa orang lainnya dari Ahlil Qurra-salah satu unsur terbesar pasukan Ali- mendesak, bahkan mengancam akan memperlakukan Ali sebagaimana yang telah mereka lakukan kepada Utsman.

Setelah Ali terpaksa mengikuti kehendak mereka, Al Asy Ats bin Qais menawarkan diri untuk menemui Mu’awiyah dan menanyakan apa yang diinginkannya dengan mengangkat mushaf seperti itu. Ali menyetujuinya. Muawiyah mengatakan, “Mari kita kembali kepada apa yang diperintahkan Allah di dalam Al Qur’an. Kalian utuslah seseorang yang kalian sukai dan kami utus orang yang kami sukai. Biarkan mereka berdua berunding berdasarkan Kitabulloh, kemudian kita ikuti apa yang mereka sepakati”. Dengan segera usulan Muawiyah itu disetujui sepenuhnya oleh pasukannya sendiri dan mereka sepakat mengutus Amru bin Ash sebagai juru runding. Sementara dari pihak Ali sekali lagi kelompok yang tadi memaksa Ali menerima perundingan memeaksakan kehendak mereka. Mereka menunjuk Abu Musa Al As’ary, sementara Ali menginginkan Abdullan bin Abbas atau Malik Al Asytar. Sekali lagi Ali terpaksa mengalah kepada keinginan mereka.

Abu Musa adalah tokoh yang sudah terlibat dalam fase-fase pertama penaklukan Iraq baik sebagai jendral pasukan maupun gubernur Kufah dan Bashrah. Dia juga pernah menentang kebijakan Utsman dan dipilih oleh kelompok sebagai gubernur Kufah ketika mengusir gubernur yang ditunjuk Ustman, Sa’id bin ‘Ash. Menurut Shaban, Abu Musa punya hubungan politik yang lama tidak tergoyahkan dengan kelompoknya. Sebaliknya Ali meragukan loyalitas Abu Musa karena pernah memecat Abu Musa karena kurang aktif dan loyal kepadanya. Perlu dicatat bahwa pada waktu itu Abu Musa tidak ada dalam pasukan, karena dia menyendiri ke tanah Hijaz. Waktu utusan member tahu bahawa dia telah dipilih sebagai Hakam, Abu Musa berkomentar, “Inna lillahi wa inna ilayhi rojiuun”. Tidak jelas bagaimana menafsirkan komentar Abu Musa seperti itu. Yang jelas baik Abu Musa maupun Amru adalah dua tokoh yang sangat mengenal daerahnya masing-masing. Abu Musa sangat kenal daerah Iraq dan Amru sangat kenal dengan Syiria.

Perundingan di Daumah Al Jandal, Azruh itu berjalan cukup lama, sekitar enam bulan, mulai Shafar sampai Ramadhan tahun 37 H. Tidak banyak diketahui tentang apa saja yang dibicarakan dalam perundingan sehingga memerlukan waktu yang lama. Kalaupun ada masalah yang alot dibicarakan juga tidak jelas masalah apa itu. Diantara yang terungkap adalah keberhasilan Amru meyakinkan Abu Musa bahwa Mu’awiyah sebagai wali Utsman yang paling berhak disbanding siapapun untuk menuntut balas atas kematian Utsman. Waktu Amru membicarakan keterlibatan Ali dalam pembunuhan Utsman, Abu Musa tidak mau melayani. Dia membicarakan hal yang bisa menyatukan umat Muhammad. Kata Abu Musa, “Anda tahu, penduduk Iraq sama sekali tidak menyukai Mu’awiyah dan Penduduk Syiria sama sekali tidak menyukai Ali. Bukankah lebih baik kita copot keduanya dan kita angkat Abdullah bin Umar?”

Amru segera menyetujui pendapat Abu Musa dan mengusulkan beberapa nama, tapi Abu Musa hanya menyetujui Ibnu Umar. Karena tidak tercapai kesepakatan siapa yang akan diangkat menjadi khalifah, akhirnya disepakati menyerahkannya kepada pemusyawaratan kaum muslimin.

(8)

doi.org/10.36670/alamin.v2i02.20

396

E-ISSN: 2685-1148 E-ISSN: 2685-1148

Beberapa sumber kemudian menyebutkan kedua juru runding itu mengumumkan hasil kesepakatan mereka. Yang terlebih dahulu bicara adalah Abu Musa, baru kemudian Amru bin

‘Ash. Tapi kemudian Amru mengkhianati Abu Musa dengan secara sepihak mengumumkan Mu’awiyah sebagai KHalifah tanpa menurunkannya terlebih dahulu seperti yang disepakati.

Akan tetap kisah ini diragukan oleh Hasan Ibrahim Hasan. Menurut dia, mengutip Al Mas’udi kedua juru runding tersebut tdak pernah berpidato menyampaikan hasil perundingan mereka.

Mereka memang sepakan mencopot Ali dan Mu’awiyah dan menyerahkan kepada permusyawaratan kaum muslimin untuk memilih khalifah baru.

Kenapa kemudian kedudukan Mu’awiyah semakin kokoh di Syiria, bukan karena Amru telah membaiatnya, tapi karena memang Ali tidak lagi punya kekuatan yang cukup untuk menggempurnya. Hal itu disebabkan karena pasukan koalisinya menjadi lemah sesudah perang Shiffin apalagi setelah kelompok besar memisahkan diri yang kemudian dikenal kelompok Khawarij. Sementara pendukung Muawiyah semakin solid apalagi Muawiyah sudah menjadi Gubernur Syiria sejak zaman Umar.

Sekarang kita kembali pada kelompok Qurra’. Setelah perundingan selesai mereka berbalik menentang Tahkim, padahal tadinya mereka juga mendesak Ali menerima Tahkim.

Sekarang mereka kemukakan alas an-alasan teologis untuk mendukung pandangan dan sikap politik mereka. Menurut mereka, Tahkim salah karena hukum Allah tentang pertikaian mereka sudah jelas. Mereka yakin kubu kelompok Ali lah yang berada di pihak yang benar. Kubu Ali yang beriman. Tahkim berarti meragukan kebenaran masing-masing pihak. Hal itu bertentangan dengan Al Qur’an. Mereka teriakkan la hukma illa Allah (Tiada hukum kecuali hukum Allah).

Mereka meminta Ali mengaku salah, bahkan mengakui bahwa dia telah kafir karena menerima Tahkim. Mereka desak supaya Ali membatalkan hasil kesepakatan. Kalau tuntutan mereka dipenuhi maka mereka akan berperang di pihak Ali. Tentu saja Ali menolak. Kesepakatan tidak boleh dilanggar. Agama memerintahkan kita untuk menepati janji. Kalau Ali ingkar janji, koalisinya akan semakin terpecah. Lagi pula bagaimana mungkin dia mau mengakui dirinya telah kafir padahal dia tidak pernah berbuat syirik semenjak beriman. Karena tuntutan mereka tidak dipenuhi Ali, akhirnya mereka meninggalkan kamp Ali di Kufah dan pergi ke luar kota menuju desa Harura yang tidak jauh dari Kufah. Dari nama desa Harura inilah maka untuk pertama kali mereka dikenal dengan nama golongan Al Haruriyah. Di Harura inilah mereka membentuk organisasi sendiri dan memilih Abdullah bin Wahab Ar Rasibi dari Bani Azd sebagai pemimpin mereka. Karena mereka keluar dari kubu Ali itulah kemudian mereka dikenal dengan Al Khawarij, bentuk jamak dari Al Khariji (yang keluar).

Semakin lama kelompok yang memisahkan diri ke Harura semakin banyak hingga bulan Ramadhan atau Syawaal tahun 37 H jumlahnya mencapai 12.000 orang. Dan kemp mereka kemudian berpindah ke Jukha, sebuah desa yang terletak di tepi barat sungai Tigris. Ali mencoba berunding dengan mereka tapi tidak membuahkan hasil. Secara diam-diam mereka meninggalkan kamp secara diam-diam dan berencana pindah ke Al Mada’in tapi ditolak oleh gubernur setempat. Lalu mereka menuju Nahrawan. Jumlah mereka mencapai 4000 orang di bawah pimpinan Abdullah bin Wahab Al Rasibi. Semuala Ali tidak menanggapi secara serius gerakan ini sampai dia mendengar kekejaman mereka terhadap kaum muslimin yang tidak mendukung pendapat mereka.

Ali kemudian mengirim utusan dan membujuk dan menyadarkan mereka. Ali menawarkan kepada mereka untuk kembali bergabung dengannya bersama-sama menuju Syiria, atau pulang ke kampung masing-masing. Sebagian memenuhi permintaan Ali; ada yang bergabung dan ada yang pulang kampung serta ada yang menyingkir ke daerah lain. Namun ada

(9)

doi.org/10.36670/alamin.v2i02.20

397

E-ISSN: 2685-1148 E-ISSN: 2685-1148

sekitar 1800 orang yang tetap membangkang. Mereka menyerang pasukan Ali pada tanggal 9 Shafar 38 H yang dikenal dengan pertempuran Nahrawan. Hampir semua mereka mati terbunuh.

Hanya delapan atau sembilan orang saja yang selamat.

Sejak peristiwa Nahrawan itulah kelompok Khawarij yang terpencar id beberapa daerah semakin radikal dan kejam. Ali sendiri kemudian menjadi korban dibunuh oleh Abdurrahman ibn Muljam Al Murdi, yang anggota keluarganya terbunuh di Nahrawan. Muawiyah pun yang setelah wafatnya Ali menjadi Amirul Mukminin dan terkenal hilm (lembut) selama pemerintahannya yang 20 tahun itu tidak mampu membujuk apalagi menumpas habis Khawarij.9

c. Aliran-Aliran Khawarij

Dalam perkembangan selanjutnya Khawarij terpecah menjadi beberapa kelompok, karena sudah menjadi dustur mereka ketika berbeda pendapat kemudian membentuk kelompok sendiri.

Disebutkan oleh Abdul Kadir Syaibatul Hamd bahwa Khawarij terbagi menjadi 7 kelompok besar,10yaitu:

1. Al Mahkamatul Ula

Kelompok ini adalah kelompok yang paling awal keluar dari ketaatan kepad Ali bin Abi Thalib dikarenakan adanya Tahkim. Kelompok ini dipimpin oleh Abdullah ibn Wahab Ar Rasyibi. Kelompok ini memiliki pemahaman sebagaimana berikut:

a. Pengkafiran Utsman dan Ali serta Ahlul Jamal (Keluarga Rasulullah SAW ataupun sahabat Nabi yang memimpin perang Jamal), para pelaku Tahkim, pendukung dan yang membenarkannya.

b. Wajibnya berlepas diri dari pemimpin ketika melakukan kesalahan meskipun berdasarkan pendapat mereka saja.

c. Membolehkan tidak adanya pemimpin umat.

d. Membolehkan membunuh anak kecil dan wanita.

e. Membolehkan membunuh pelaku dosa besar.

f. Memandang tidak sahnya pernikahan dengan orang yang tidak mengkafirkan Ali dan Utsman g. Mengkafirkan siapapun yang berselisih dengan mereka.

2. Al Azariqoh

Mereka adalah pengikut Nafi’ bin Qois bin Nahar Al Hanafy yang memiliki kunyah Abu Rasyid. Awal keluarnya kelompok ini adalah di Bashrah di zaman Abdullah bin Zubair RA.

Mereka yang bergabung dengan kelompok ini antara lain: Qotary ibn Al Faj’ah Al Mazani At Tamimi, Ubaidillah ibn Al Makhuur At Tamimi, Ubaidah bin Hilal Al Yasykari, Abdu Rabbih Al Kabiir sang penjual delima dan Abdu Rabbih As Shogiir pengajar anak-anak.

Kemudian bergabung juga kelompok Khawarij dari Amman dan Yamamah dekat wilayah Ahwaz. Jumlah mereka ada 20.000 orang. Di wilayah ini mereka memerangi pegawai pemerintah kemudian merembet juga kewilayah yang berdekatan dengan Persia. Ajaran kelompok ini antara lain:

a. Menghukumi orang-orang yang menyelisihi mereka sebagai orang musyrik.

b. Memerangi mereka dianggap kesirikan.

9Tim Ulin Nuha, Dirasatul Firaq, 68.

10Abdul Qodir Syaibatul Hamd. Al Adyan wal Firoq wal Madzahib Al Mu’asaroh, 168.

(10)

doi.org/10.36670/alamin.v2i02.20

398

E-ISSN: 2685-1148 E-ISSN: 2685-1148

c. Wajibnya ujian bagi mereka yang ingin bergabung dengan cara membunuh tawanan. Jika tidak mau, maka dianggap munafik dan dibunuh.

d. Membolehkan membunuh wanita dan anak-anak yang menyelisihi mereka karena dianggap syirik.

e. Mereka meyakini bahwa anak-anak yang mati karena menyelisihi mereka akan kekal di neraka.

f. Menganggap negeri yang menyelisihi mereka sebagai negeri kafir.

g. Pelaku dosa besar dianggap keluar dari Islam.

h. Kebanyakan mereka berpendapat wajibnya solat dan puasa bagi wanita haid.

3. An Najdaat

Mereka adalah pengikut Najdah bin Amir bin Abdillah bin Saad bin Al Mufarrij Al Hanafi. Najdah dan kelompoknya bertempat di Bahrain. Ketika mereka berada di Mekah menyelesaikan haji, mereka ini bahkan berniat hendak memerangi penduduk Madinah. Tapi kemudian para penduduk Madinah dipimpin oleh Abdullah bin Umar bersiap untuk memerangi mereka. Maka diapun lari ke arah Thoif lalu menuju Bahrain. Diantara pemahaman mereka adalah:

a. Pengkafiran orang-orang yang mengkafirkan mereka.

b. Pengkafiran terhadap orang yang mendukung kepemimpinan Nafi’ bin Al Azroq.

c. Kelompok mereka tidak akan masuk neraka jahannam.

d. Terus menerus dalam dosa kecil dianggap kesyirikan. Adapun melakukan zina, mencuri, minum minuman keras apabila dilakukan sekali-sekali maka bukan kesyirikan jika pelakunya golongan mereka.

e. Bolehnya bertaqiyyah.

4. Ash Shofariyah

Disebut Ash Shofariyah karena kelompok ini mengikuti pemimpin mereka yang bernama Abdullah ibn As Shofar As Sa’di. Salah satu jamaah yang sebelumnya bersama Nafi ibn Al Azroq saat memisahkan dari dari Abdullah bin Zubair menuju Basrah. Saat Nafi’ ibn Al Azroq keluar dari Basrah, dia tetap berada di Basrah. Dia inilah yang dianggap kafir oleh Nafi’.

Karena mereka tetap berkedudukan di Basrah, maka mereka disebut juga Al Qo’dah (yang tetap di Bashrah). Ada juga yang mengatakan bahwa As Shofariyah ini karena warna kulit mereka yang kuning karena saringnya ibadah dan bangun malam. Diantara ajaran As Shofariyah:

a. Tidak kafirnya orang yang tidak ikut berperang asalkan sesuai dengan pemahaman kelompoknya.

b. Tidak boleh membunuh anak-anak dan perempuan yang berbeda pendapat dengan mereka.

c. Tidak berpendapat kafirnya anak-anak yang berbeda pendapat dengan mereka. Begitu juga tidak kekal di neraka.

d. Bolehnya taqiyyah dalam perkataan saja.

e. Membolehkan pernikahan muslimah dengan orang kafir di negeri taqiyyah.

f. Menganggap bahwa ketika Rasulullah SAW diutus maka wajib semuanya beriman. Jika dakwah belum sampai kepada mereka, maka mereka dianggap mati dalam keadaan kafir.

g. Mereka berbeda pendapat terkait dengan pelaku dosa. Ada yang menganggap sebagai kesirikan dan kekafiran, ada yang menganggap kafir jika mendapat hukuman dari penguasa,

(11)

doi.org/10.36670/alamin.v2i02.20

399

E-ISSN: 2685-1148 E-ISSN: 2685-1148

ada juga yang menganggap tidak kafir dan tidak musyrik tetapi disebut sesuai perbuatannya saja seperti pencuri, pezina, dll.

Dan dipahami dari pendapat-pendapat pemimpin kelompok ini bahwa mereka tidak menghalalkan darah kaum muslimin ataupun mereka yang berbeda pendapat. Mereka juga tidak menganggap negeri yang berbeda pendapat dengan mereka sebagai negeri yang harus diperangi.

5. Al ‘Ajaridah

Kelompok ini adalah pengikut Abdul Karim bin Ajarid. Dia adalah seorang yang berasal dari Persia. Begitu juga pengikutnya banyak yang berasal dari Persia. Dia sebelumnya bersama Athiyyah bn Aswad Al Hanafy yang merupakan pengikut Nafi’ ibn Al Azroq. Ketika kelompok ini menyebar dan menyebarkan fitnahnya, Khalid bin Abdulloh Al Bajally Al Qusayriy menahan dan memenjarakannya. Mereka memiliki pemahaman bahwa anak-anak kaum muslimin tidak memiliki agama sebelum masa baligh. Dan ketika sudah baligh maka perlu didakwahi Islam.

Harta orang yang menyelisihi mereka tidak halal sampai mereka dibunuh. Mereka juga menghukumi kafir orang-orang yang melakukan dosa besar.

Ketika Abdul Karim ditahan, pengikutnya terpecah menjadi 8 kelompk yang masing- masing saling mengkafirkan. 8 kelompok itu antara lain: Al Khozimiyah, Asy Syu’aibiyah, Al Maymuniyah, Al Kholfiyyah, Al Ma’lumiyah, Al Majhulliyah, Ash Shilatiyyah, Al Hamziyah.

6. Al ‘Ibadhiyah

Mereka adalah kelompok pengikut Abdullah bin Ibadh Al Marry At Tamimi yang menemani Nafi’ ibn Azroq menuju Bashrah ketika Khawarij terpecah karena diperangi oleh Abdullah ibn Zubaiyr RA. Ketika Nafi’ ibn Azroq meminta semua pengikutnya untuk mengikutinya dan menghukumi kafir semua orang yang tidak mengikutinya. Abdullah ibn Ibadh berpendapat bahwa ahli kiblah yang berselisih dengannya bukanlah orang beriman dan bukan pula musyrik. Akan tetapi mereka adalah kafir. Dia juga berpendapat bahwa harta rampasan dari kaum muslimin yang berbentuk emas dan perak tidak halal. Adapun kuda dan senjata dan peralatan perang dianggap halal.

Kelompok ini kemudian terpecah menjadi 7 kelompok: Al Yazidiyah, Al Hafsiyah, Al Khaaritsiyah, Al Ibrahimiyah, Al Maymuniyah, Al Waqifiyah dan Al Bayhasiyah. Diantara pemahaman kelompok ini adalah bahwa iman itu adalah ilmu dan hati. Tanpa perkataan dan perbuatan. Mereka juga berpendapat, ketika pemimpinnya kafir, maka kafirlah semua rakyatnya.

Berikut ini ringkasan pemahaman mereka:

1. Menganggap bahwa penduduk negeri yang berselisih dengan mereka tetap sebagai ahlu tauhid kecuali tentara-tentaranya.

2. Mereka berbeda pendapat terkait orang munafik, sebagian berpendapat kafir, sebagian berpendapat bahwa pemberian label munafik hanya Allah saja yang berhak, sebagian lagi berpendapat bahwa kemunafikan adalah dosa besar.

3. Mereka berpendapat bahwa orang yang mencuri atau berzina maka wajib dikenai hukuman lalu diminta bertobat. Jika tidak mau, maka boleh dibunuh.

4. Mereka tidak menghalalkan darah anak-anak dna perempuan.

5. Membolehkan membunuh Al Musyabbihah dan pengikutnya.

7. Ats Si’alibah

(12)

doi.org/10.36670/alamin.v2i02.20

400

E-ISSN: 2685-1148 E-ISSN: 2685-1148

Mereka adalah pengikut Tsa’labah ibn Misykaan atau Ibnu Amir. Dia sebelumnya bersama Abdul Karim Al Ajaridah, tapi kemudian berselisih dalam hal mennghukumi anak kecil maka kemudian mereka saling mengkafirkan. Sekte ini kemudian terpecah menjadi 6 kelompok ketika Tsa’labah meninggal: kelompok yang tetap menegakkan kepemimpinan Tsa’labah dan tidak mengakui kepemimpinan setelahnya, Al Ma’badiyah, Al Akhnasiyah, Ar Rasyidiyah, Al Mukarromiyah, Asy Syaibaniyah. Pemahaman dari kelompok ini berbeda-beda. Sebagian menghukumi kafir orang yang meninggalkan sholat, sebagian lagi mewajibkan dakwah kepada orang yang menyelisihi mereka dan jika telah jelas menyelisihi maka boleh untuk membunuhnya, dll.

d. Tokoh-tokoh Khawarij

1. Abdullah ibn Wahab Ar Rasyibi.

2. Nafi’ bin Qois bin Nahar Al Hanafy

3. Najdah bin Amir bin Abdillah bin Saad bin Al Mufarrij Al Hanafi 4. Abdullah ibn As Shofar As Sa’di

5. Abdul Karim bin Ajarid

6. Abdullah bin Ibadh Al Marry At Tamimi 7. Tsa’labah ibn Misykaan atau Ibnu Amir

e. Pemikiran Khawarij

Disebutkan dalam buku Dirosatul Firaq, pemikiran kaum Khawarij ini antara lain adalah:

1. Menganggap kafir orang-orang yang berseberangan dengan mereka terutama yang terlibat dalam perang shiffin.

2. Orang Islam yang melakukan dosa besar dianggap kafir dan selamanya di neraka.

3. Hak Khilafah tidak harus dari kerabat Nabi SAW atau dari Qurays khususnya dan orang arab pada umumnya. Seorang pemimpin harus dipilih oleh kaum muslimin secara bebas. Pemimpin yang taat kepada Allah wajib ditaati, pemimpin yang mengingkari Allah wajib diperangi dan boleh dibunuh.

4. Orang musyrik adalah orang yang melakukan dosa besar, tidak sependapat dengan mereka atau orang yang sepaham tetapi tidak ikut hijrah dan berperang bersama mereka. Orang musyrik halal darahnya dan nasib mereka kekal di neraka bersama anak-anaknya.

5. Mereka menganggap hanya negeri mereka yang disebut Darul Islam. Selain negeri mereka adalah Darul Harb. Karenanya orang yang tinggal di wilayah Darul Harb halal darahnya, anak-anak dan wanita boleh dibunuh.

6. Ajaran agama yang wajib diketahui hanya ada dua, yaitu mengetahui Allah dan Rasul-Nya.

Yang lainnya tidak wajib diketahui.

7. Melakukan taqiyah (menyembunyikan keyakinan demi keselamatan diri) baik secara lisan maupun perbuatan apabila keselamatan diri mereka terancam.

8. Dosa kecil yang dilakukan terus menerus dianggap sebagai dosa besar dan pelakunya dianggap musyrik.

f. Sifat-sifat Khawarij

Dirangkum dari apa disampaikan oleh Dr. Ali Mohammad As Shalabi dalam kitabnya Al- Fikril Khawarij wa Asy Syi’ah fi Mizan Ahli Sunnah, sifat-sifat kaum Khawarij antara lain:

(13)

doi.org/10.36670/alamin.v2i02.20

401

E-ISSN: 2685-1148 E-ISSN: 2685-1148

1. Berlebih-lebihan dalam urusan agama.

Tidak diragukan lagi bahwa kaum khawarij ini adalah orang-orang yang taat ibadah, senantiasa berpegang teguh terhadap agama dan menjalankan ajarannya. Begitu juga mereka menjauhi segala yang dilarang dalam Islam. Mereka juga berusaha sekuat tenaga untuk tidak jatuh ke dalam maksiat atau hal-hal yang menyimpang dari Islam. Hingga hal tersebut menjadi ciri yang tampak di kelompok mereka. Hal tersebut sebagaimana diterangkan oleh Rasuullah SAW: “Bacaan Al Qur’an mereka tidak sedikitpun sebanding dengan bacaan Al Qur’an mereka. Begitu juga puasa mereka tidak sebanding dengan puasa yang mereka lakukan”. HR. Muslim. Tetapi karena sikap inilah maka ketika ada kaum muslimin yang melakukan dosa, maka mereka kemudian menghukuminya musyrik bahkan kafir. Ibnu Abbas juga telah mengisyaratkan pelampauan batas mereka ini ketika pergi untuk membantah pendapat mereka, beliau berkata, “Aku belum pernah menemui suatu kaum yang bersungguh- sungguh, dahi mereka luka karena seringnya sujud, tangan mereka seperti lutut onta, mereka mempunyai baju murah, tersingsing dan berminyak, dan wajah mereka menunjukkan kurang tidur karena banyak berjaga di malam hari”.

2. Berlebih-lebihan dalam urusan agama.

Diantara bencana besar yang menimpa mereka adalah kebodohan mereka terhadap Al-Qur’an dan Sunnah, jeleknya pemahaman mereka serta kurangnya tadabbur terhadap keduanya.

Begitu juga ketiadaan mereka terhadap pemahaman yang benar. Ibnu Umar berkomentar terkait mereka,”Mereka menggunakan ayat ayat yang diturunkan kepada orang kafir dan menerapkannya kepada kaum muslimin”. Diantara bukti kebodohan mereka adalah mengkafirkan orang yang yang melakukan dosa sehingga akhirnya menghalalkan pembunuhan dan perampasan harta kaum muslimin.

3. Merusak Tongkat Kepemimpinan

Karena sikap keluarnya mereka dari kepemimpinan akhirnya menimbulkan perpecahan di kalangan masyrakat. Hal ini dapat tergambar dari sikap mereka terhadap kepemimpinan Ali bin Abi Thalib dan pemimpin-pemimpin muslimin setelahnya.

4. Pengkafiran terhadap pelaku dosa dan menghalalkan darah dan harta kaum muslimin

Ibnu Taimiyah Rahimahullah berkata, “Dan perbedaan kedua terkait Khawarij dan Ahli Bidah adalah mereka mengkafirkan pelaku dosa dan keburukan alu akhirnya menghalalkan darah dan harta kaum muslimin dan menganggap negeri muslim sebagai negeri perang. Sedangkan negeri mereka sendiri disebut negeri iman.Dan inilah yang dikatakan oleh sebagian besar kaum Rafidhah. Dan ini adalah akar dari bid’ah sebagaimana yang telah ditetapkan oleh sunnah Rasul SAW dan ijma’ salaf.

5. Melampaui batasan yang telah ditetapkan oleh Rasulullah SAW

Kaum khawarij berpendapat bahwa tidak wajib menaati dan mengikuti Rasulullah SAW.

Mereka hanya hanya membenarkan Al Qur’an. Bahkan ketika ada hadits Rasulullah SAW yang menyelisihi pendapat mereka maka mereka menolaknya.

6. Fitnah dan Penyesatan

Diantara sifat yang tampak dari kaum ini adalah fitnah dan penyesatan terhadap pemimpin umat. Hal ini sudah tampak dari bagaimana Dzul Huwaisiroh bersikap kepada Rasulullah Saw yang menganggap beliau SAW tidak adil.

7. Su’udzon

Ini adalah sifat lain dari kaum Khawarij. Sebagaimana sikap Dzul Khuwaishiroh kepada Rasulullah SAW yang berkata, “demi Allah sesunguhnya pembagian ini tidak adil”. Karena

(14)

doi.org/10.36670/alamin.v2i02.20

402

E-ISSN: 2685-1148 E-ISSN: 2685-1148

pada waktu itu pembagian ghonimah lebih diprioritaskan kepada pemimpin kaum dan bukan kepada kaum fakir miskin. Padahal Rasulullah SAW ingin menguatkan iman para pemimpin kaum tersebut. Begitu juga ketika kaum Khawarij menuduh Ali bin Abi Thalib tidak mau berhukum dengan Al-Qur’an.

8. Keras terhadap kaum muslimin

Kaum khawarij dikenali dengan sikap keras dan bengisnya terhadap kaum muslimin. Mereka bahkan tega menghalalkan darah dan harta kaum muslimin.11

Adapun dalam buku Dirosatul Firaq, disebutkan satu sifat lagi, yaitu mereka muda dan berakal buruk. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah SAW: “Akan keluar suatu kaum pada akhir zaman, umurnya masih muda (ahdastul asnaan), sedikit ilmunya (sufaha’ul ahlam), mereka mengatakan dari perkataan sebaik- baik perkataan manusia. Iman mereka tidak melewati kerongkongannya (tidak masuk ke hati) mereka terlepas dari Ad Diin seperti terlepasnya anak panah dari busurnya”. HR. Bukhari.12 Muhammad Asyrof Sholah Hijazi menyebutkan dalam makalahnya bahwa tidak ada sahabat yang mengikuti Khawarij ini dan diantara kebiasaan kaum Khawarij ini adalah memplontos kepala mereka tanpa alasan yang syar’i seperti apabila selesai haji atau umroh.1313

D. KESIMPULAN

Pemikiran politik dan teologi serta sikap ekstrim Khawarij lahir terutama disebabkan oleh latar belakang sosio-kultural mereka sebagai orang-orang badui yang berwatak keras, kasar serta berani sehingga mereka tidak gentar mati walaupun untuk hal-hal yang tidak perlu. Sebutan Qurra’

bagi mereka sebelum dikenal nama Khawarij bukan berarti mereka penghafal Al Qur’an tapi menunjukkan arti mereka sebagai orang-rang desa. Dari sejarah kita bisa mengambil pelajaran bahwa persoalan politik kalau dibungkus dengan agama bisa mendatangkan bahaya yang lebih besar, apalagi dilakukan oleh orang-orang yang pemahaman dan penguasaannya terhadap ajaran Islam sangat terbatas bahkan sangat sempit. Wawasan yang sangat sempit dan tertutup dapat melahirkan ekstrimitas tidak hanya pemikiran tapi juga sikap dan tindakan.

11Ali Mohamed Al Salabi. Fikrul Khawarij wa Asy Syi’ah fi Mizan Ahli Sunnah wal Jama’ah (Kairo:Daar Ibn Hazm, 2007), 43.

12 Tim Ulin Nuha, Dirasatul Fira,74.

13Mohamed Sholah Asyrof Al Hijazy, Al Khawarij wal Fitnah (Makkah: Ana Muslim, 2012), 5.

(15)

doi.org/10.36670/alamin.v2i02.20

403

E-ISSN: 2685-1148 E-ISSN: 2685-1148

DAFTAR PUSTAKA

Al- Bukhori. Abu Abdillah Muhammad bin Ismail. Sahih Al Bukhori. Beirut: Dar At Ta’asshil, 2012.

Al- Hijazy. Mohamed Sholah Asyrof Al Khawarij wal Fitnah. Makkah:Ana Muslim, 2012.

Al-Jalil. Abdul Aziz Nashir. Kisah Teladan Orang-Orang Saleh. Solo:Aqwam, 2018.

Al- Shalabi. Ali Mohamed Fikrul Khawarij wa Asy Syi’ah fi Mizan Ahli Sunnah wal Jama’ah. Kairo:Daar Ibn Hazm, 2007.

Hamd, .Abdul Qodir Syaibatul. Al Adyan wal Firoq wal Madzahib Al Mu’asaroh.

Riyadh:Maktabah Fahd Al Wathoniyah, 2012.

Sahih Muslim Kitab Zakat. Bab. Khawarij Seburuk-buruk Makhluk. No. 1775. Diakses melalui aplikasi Hadits Al Bukhari.

Sunan Abu Dawud Kitab : Sunnah Bab : Memerangi kelompok Khawarij Nomor : 4137 Diakses melalui aplikasi Hadits Al Bukhari.

Tim Ulin Nuha. Dirasatul Firaq. Solo:Pustaka Arafah, 2010.

Munawwir, AW. Kamus Al Munawwir Arab-Indonesia. Surabaya: Pustaka Progresif, 2007.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam rangka penerapan kebijakan managemen risiko, Perusahaan dan Anak Perusahaan melakukan transaksi derivatif untuk lindung nilai atas perubahan variabel yang

Beberapa penyebab pada perdarahan ini antara lain karena kelainan anatomis rahim (seperti adanya polip rahim, mioma uteri), adanya siklus anovulatoir

Selain pemilihan warna, juga dilakukan pemilihan material, dan pemilihan material difokuskan pada pemilihan material untuk ruang khusus utama pada kompleks bangunan

Dalam rangka mendukung pencapaian prioritas nasional sebagaimana telah ditetapkan dalam visi dan misi Presiden dan Wakil Presiden terpilih yang dijabarkan dalam RPJMN periode

Penelitian ini dibatasi hanya pada pembuatan aplikasi Sistem Administrasi Kependudukan Desa dengan diterapkannya teknologi QR Code yang telah menggunakan

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa penyajian laporan keuangan daerah, pemanfaatan sistem akuntansi daerah, aksesibilitas laporan keuangan daerah, dan penggunaan informasi

Untuk monitoring keteraturan pasien dalam pengobatan dilakukan dengan cara melihat tanggal pasien datang berobat, jika pasien tidak datang pada tanggal yang telah

Jika terjadi penggantian basa sitosin pada kodon yang bertanda panah dengan basa adenin akan terjadi peristiwa .... Amati gambar berikut dengan saksama! Gambar di