• Tidak ada hasil yang ditemukan

QUALITY ASSURANCE AND ACREDITATION IN RELIGIOUS HIGHER EDUCATION: INDONESIAN CASES

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "QUALITY ASSURANCE AND ACREDITATION IN RELIGIOUS HIGHER EDUCATION: INDONESIAN CASES"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

1

QUALITY ASSURANCE AND ACREDITATION IN RELIGIOUS HIGHER EDUCATION:

INDONESIAN CASES

Achmad Syahid*

Jeane Marie Tulung*

Sekolah Tinggi Agama Kristen Negeri Manado

Abstrak

Artikel ini bermaksud untuk menguji apakah Perguruan Tinggi Keagamaan (PTK) sebagai sub sistem pendidikan di Indonesia telah menerapkan sistem penjaminan mutu. Sistem kendali mutu pada PTK, menggambarkan bahwa unit-unit pada PTK telah bekerja dengan sinergis dan sistematis, mereka telah bekerja berdasarkan standar yang disepakati, dan indikator mutu telah dijalankan dan dievaluasi terus-menerus, dan hasil evaluasi pelaksanaan standar mutu dijadikan bahan pengambilan kebijakan. Manajemen PTK telah bekerja berdasarkan manajemen mutu yang sehat, dan mutu dijalankan tidak lagi karena aturan mengharuskan demikian, tetapi telah menjadi budaya pada PTK.

Berdasarkan studi dokumen, data akreditasi, dan PDDikti, diperoleh kesimpulan bahwa sebagian PTK telah memiliki sistem penjaminan mutu yang baik, menunjukkan budaya mutu, menyadari bahwa akreditasi penting bagi reputasi PT dan program studi mereka. Lebih dari itu muncul kesadaran bahwa akreditasi sebagai cara mereka memberi garansi terhadap layanan mereka di bidang pendidikan tinggi kepada mahasiswa dan masyarakat. Mulai meningkatnya kesadaran mutu pada PT, dan PTK di Indonesia, seluruh PT di Indonesia, di samping mulai berusaha mencapai standar nasional pendidikan tinggi, juga mulai mengadopsi standar internasional, karena negara memberi peluang untuk itu.

Keywords: Accreditation, Internal Quality System, External Quality System, National Standar On Quality.

Latar Belakang

Indonesia menganut dualisme dalam sistem pendidikannya. Pendidikan umum di bawah Kementerian Pendidikan Nasional dan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, sementara pendidikan keagamaan di bawah pembinaan Kementerian Agama

1

. Pendidikan usia dini hingga pendidikan tinggi keagamaan (PTK), baik Islam, Kristen, Katolik, Hindu, maupun Budha, di bawah Kementerian Agama. Dalam peta

1

A. Malik Fadjar, Madrasah dan Tantangan Modernitas (Bandung: Mizan, 1999)

sistem pendidikan nasional, pendidikan keagamaan ini merupakan sub sistem pendidikan nasional.

2

Diberlakukannya kebijakan tentang otonomi daerah sejak diundangkannya UU Nomor 22 Tahun 1999 hingga UU Nomor 12 Tahun 2008, pendidikan keagamaan tidak termasuk

2

Karel A. Stenbrink, Pesantren, Madrasah,

Sekolah: Pendidikan lslam Dalam Kurun Modern

(Jakarta: LP3ES, 1986); Haidar Putra Daulay,

Pendidikan Islam Dalam Sistem Pendidikan

Nasional Di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2004)

(2)

2

yang diotonomikan

3

. Sebagai sub sistem, tata kelola negara atas pendidikan keagamaan tidak diserahkan kepada pemerintah daerah

4

, namun dikelola langsung oleh pemerintah pusat melalui unit di tingkat propinsi dan tingkat kabupaten/kota yang secara struktural berada di bawahnya. Diskusi tentang posisi pendidikan keagamaan, misalnya dalam kasus ini adalah madrasah, dalam sistem pendidikan nasional di Indonesia ini merupakan diskusi yang panjang

5

. Jika pesantren disebut, antara lain, dipengaruhi oleh pendidikan Hindu-Budha, maka demikian juga lembaga pendidikan Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghucu

6

.

Hingga Indonesia merdeka, terjadi dikotomi pendidikan agama dan pendidikan non-agama. Sejak pendidikan keagamaan disetarakan dengan sekolah umum pada 1975, praktis kurikulum kedua lembaga itu menyatu. Tidak ada lagi dikotomi dan segregasi muatan kurikulum yang mencolok antar keduanya. Indonesia mengenal sistem dan sub sistem pendidikan nasional, tetapi tidak mengenal dikotomi di dalamnya. Negara mengeluarkan berbagai kebijakan untuk memastikan hal itu terjadi. Pertama-tama harus disebut Keputusan Bersama Menteri Agama RI, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, dan Menteri Dalam Negeri RI pada 1975 tentang peningkatan

3

Fasli Jalal dan Dedi Supriadi, Reformasi Pendidikan dalam Konteks Otonomi Daerah (Yogyakarta: Adicipta Karya Nusa,1999)

4

M. Daud Yahya, “Posisi Madrasah Dalam Sistem Pendidikan nasional di Era Otonomi Daerah”. Khazanah, V ol. XII, No. 01 (Januari-Juni 2014)

5

Husni Rahim, Madrasah Dalam Politik Pendidikan Di Indonesia (Jakarta: Logos, 2005); M.

Maksum, Madrasah Sejarah dan Perkembangannya (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999); Muslih Usa, Pendidikan Islam di Indonesia (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1991)

6

Azyumardi Azra, Pendidikan Islam:

Tradisi Dan Modernisasi Menuju Melenium Baru (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999)

mutu pendidikan pada madrasah;

Keputusan Menteri Agama RI tentang persamaan tingkat/sederajat antara madrasah dengan sekolah umum pada 1976; dan Keputusan Menteri Agama RI tentang persamaan ijazah madrasah swasta dengan ijazah madrasah negeri pada 1977.

Praktis dikeluarkannya kebijakan negara tentang sistem pendidikan nasional, sub sistem merekat dan mendekat kepada sistem pendidikan nasional. Perbedaan keduanya, jika ada, lebih pada nomenklatur pendidikan keagamaan itu. Jika pendidikan umum disebut sekolah atau perguruan tinggi, sementara pendidikan keagamaan digunakan sebutan lain. Misalnya, madrasah, pesantren, diniyah, pasraman, pesantian, pabbajja samanera, shuyuan, dll.

7

, sehingga, dengan sebutan itu, terkesan memberikan nuansa dan karakter yang berbeda.

Pendidikan keagamaan memang memikul mandat untuk mengkaji dan memperdalam studi keagamaan, tetapi lambat laun mulai terjalin interkoneksi antar ilmu pengetahuan. Tegasnya, antara ilmu agama dengan ilmu non agama. Jika pada pendidikan dasar hingga menengah, para siswa telah mendapat persentuhan dengan ilmu non agama secara meluas, intensitas itu meningkat pada mahasiswa di perguruan tinggi keagamaan (PTK) dalam mendalami ilmu keagamaan, di mana ilmu keagamaan itu sudah dirancang sedemikian rupa sehingga terhubung dan saling terkait dengan ilmu non agama. Pada PTK, telah dipelajari ilmu-ilmu non keagamaan pada rumpun sosial, humaniora, sains, teknik, dan

7

Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun

2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan

Keagamaan

(3)

3

formal

8

. Kajian interdisipliner dan multidisipliner telah menjadi salah satu faktor, yang kemudian, para pimpinan di PTK melakukan metamorfosis dirinya menjadi pusat keunggulan kajian ilmu keagamaan

9

. Sejak era 1980a, dimulai sejak Harun Nasution memimpin IAIN Jakarta, pengkajian ilmu keagamaan di PTK tidak lagi berlangsung pada nuansa dan karakter ideologis, telah terjadi apa yang disebut dengan intelektualisasi kajian keislaman

10

. Tidak hanya muncul institusi- institusi pendidikan Islam

11

, tetapi juga lahir para pemikir pendidikan Islam di berbagai tempat

12

, hal yang sama juga berlangsung pada perguruan tinggi Kristen

13

. Modernisasi PTK dalam melihat ilmu agama dikaji dengan ilmiah berarti melakukan modernisasi Islam di Indonesia

14

. Terbentuk pergeseran pola dan etos kerja kaum santri terhadap pilihan studi mereka pada PTK, tidak saja pada studi-studi keagamaan, tetapi cenderung pada program studi non keagamaan

15

. Program studi yang mendekatkan mereka pada dunia kerja

8

Dan Moulton et. al, Overview of Islamic Education Sub Sector in Indonesia Sector (Jakarta:

PT Trans Asia, 2015)

9

Badri Yatim dan Hamid Nasuhi, Membangun Pusat Keunggulan Studi Islam: Sejarah dan Profil Pimpinan IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta (Jakarta: IAIN Jakarta Press, 2002)

10

Zamakhsyari Dhofier, “The Intellectualization of Islamic Studies in Indonesia”, Islamic Culture, Nomor 58 (Juni 1992).

11

Jajat Burhanuddin dan Dina Afrianty, Mencetak Muslim Modern: Peta Pendidian Islam Indonesia (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada - PPIM, 2006)

12

Choirul Fuad Yusuf dan Achmad Syahid (ed.), Pemikir Pendidikan Islam: Biografi Sosial Intelektual (Jakarta: Pena Cita Satria, 2007)

13

Daniel Nuhamara S.Th, Materi Pokok Pembimbing Pendidikan Agama Kristen (Jakarta:

Ditjen Bimas Kristen Protestan dan Universitas Terbuka, 1992)

14

Fuad Jabali dan Jamhari, IAIN:

Modernisasi Islam di Indonesia (Jakarta: Logos Wacana Ilmu dan Pemikiran, 2002)

15

Asrori S. Karni, Etos Studi Kaum Santri:

Wajah Baru Pendidikan Islam (Bandung: Mizan Pustaka, 2009)

diminati, sehingga ini memicu ketatnya persaingan antar PT, karena program studi sejenis tidak saja dibuka di PTK tetapi juga di PTU

16

. Salah satu tantangan PT adalah hadirnya globalisasi, muncul pemikiran untuk dikembangkannya gagasan kosmopolitanisme pada PT, atas nama kemandirian bangsa dan keadilan.

Tujuannya adalah demi melindungi mahasiswa internasional yang datang dari berbagai negara, dengan agama, budaya, adat kebiasaan dan cara berfikir yang berbeda

17

. Menghadapi itu maka SDM PTK, kerangka integrasi keilmuan, sarana pra sarana, teknologi informasi, internasionalisasi, dan kerjasama internasional akan sangat menentukan

18

.

Altbach menulis bahwa globalisasi dan internasionalisasi saling berhubungan, namun dua hal yang berbeda. Globalisasi merupakan konteks kecenderungan ekonomi dan akademik merupakan salah satu realitas abad ke-21. Sementara istilah internasionalisasi berbicara tentang kebijakan dan praktek yang dilakukan oleh sistem akademik, baik oleh individu maupun lembaga untuk memasuki lingkungan akademik global. PT harusnya menyadari bahwa kesuksesan internasionalisasi dipengaruhi oleh banyak faktor

19

. Motivasi untuk melakukan internasionalisasi bagi PT meliputi demi memperoleh keuntungan ekonomi,

16

Nursyam, “Renaisans Pendidikan Tinggi Islam,” makalah seminar nasional di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, pada 19 Mei 2010, diakses pada http://nursyam.uinsby.ac.id/?p=1147

17

Casey E George-Jackson, “The Cosmopolitan University: the Medium Toward Global Citizenship and Justice”, Policy Futures in Education, Volume 8, Number 2, (2010), p. 191-200

18

Zha Qiang, “Internationalization of Higher Education: Towards a Conceptual Framework”, Policy Futures in Education, Volume 1, Number 2, (2003)

19

Azadeh Shafaei, “Internationalisation of

Higher Education: Conceptualising the Antecedents

and Outcomes of Cross-cultural Adaptation”, Policy

in Future Education, Volume I, Number 2, (June

2003), p. 248-270

(4)

4

pengetahuan, dan menguasai bahasa ilmu pengetahuan, memperluas dan memperdalam kurikulum dengan substansi dan isi dalam dimensi internasional

20

. Bagi PT pada dunia pertama, inisiatif melakukan internasionalisasi ini diwujudkan dalam bentuk membentuk kampus cabang atau perwakilan, merancang kerjasama antar negara, menyusun program bagi mahasiswa internasional, membuka kursus-kursus bahasa Inggris dan meraih gelar dalam bidang bahasa Inggris, pengakuan mata kuliah dalam mekanisme transfer kredit, dll

21

. Isu terakhir ini penting, karena salah satu ukuran PT internasional adalah komposisi jumlah mahasiswa internasional, meskipun parameter ini dikritik sebagai bentuk migrant diversification kaum elit dari negara ketiga, dalam kasus ini Pakistan, ke London, Eropa

22

. Keharusan untuk semakin mensejajarkan diri dengan praktik baik di PT dunia, membuat penjaminan mutu menjadi sebuah keharusan.

Diberlakukannya SPMI oleh pimpinan PT, membuat perilaku tata kelola PT dari segi marketing berubah dalam menarik minat dan menjaring mahasiswa dari berbagai belahan dunia

23

. Mereka berlomba memberi beasiswa dengan berbagai skema agar mahasiswa dari negara lain datang dan mendaftar menjadi mahasiswa mereka. Perlombaan beasiswa berbagai skema dari PT negara maju memicu

20

Philip G. Altbach, “The Internationalization of Higher Education: Motivations and Realities”, Journal of Studies in International Education, Vol. 11, Number 3-4, (2007), 290-305

21

Altbach, “The Internationalization of Higher Education”, 301

22

Renee Luthra and Lucinda Platt, “Elite or Middling: International Students and Migrant Diversification”, Ethnicities. Vol. 16, No 2, (April 2016), 316-344

23

Christian Gronroos, “A Service Quality Model and its Marketing Implications”, European Journal of Marketing, Volume 18, Issue 4 (1984), p.

36-44

mahasiswa dari negara-negara dunia ketiga melanjutkan studi pada PT di negara maju. Dari segi tata dunia, ini memicu ketimpangan dan mengganggu pemerataan pendidikan yang bermutu, karena PT yang bermutu tinggi hanya ada di negara maju pada abad ke-21 ini

24

. Antara lain karena kesadaran ini, Inggris sudah ada suara untuk memikirkan kembali kebijakan internasionalisasi ini

25

. Yang ditekankan kemudian adalah, pemberlakuan penjaminan mutu pada PT merupakan tindakan strategis guna menyeimbangkan ketimpangan sekaligus kampanye bagi pemerataan pendidikan tinggi yang bermutu. Pelaksanaan penjaminan mutu PT masih tergantung pada komitmen pimpinan

26

, sementara negara hadir memberikan law enforcement.

Sistem penjaminan mutu adalah mode, yang dipicu oleh organisasi- organisasi internasional dan transnasional untuk memastikan bahwa mereka menerima dan mendapatkan produk yang memiliki mutu berdasarkan standar yang mereka sepakati

27

. Berdasarkan perbandingan standar dan pelaksanaan penjaminan mutu di berbagai negara, terdapat persamaan dalam kerangka kerja dan kemiripan standar meskipun terdapat variasi-variasi pada sistem akreditasi eksternal mereka, terutama pada isu

24

Wallace K. Pond, “Distributed Education in the 21

st

Century: Implications for Quality Assurance”, Online Journal of Distance Learning Administration. Volume V, Number II, Summer 2002)

25

Glauco de Vita and Peter Case,

“Rethinking the Internationalisation Agenda in UK Higher Education”, Journal of Further and Higher Education, Volume 27 Issue 4, (2003)

26

Septi Gumiandari, “Komitmen Pimpinan dalam Pelaksanaan Penjaminan Mutu Perguruan Tinggi: Studi Kasus IAIN Syeikh Nurjati Cirebon”, Holistik, Volume 14 Nomor 2 (2013M/1435H), 27-56

27

Bjorn Stensaker, “Quality as Fashion:

Exploring the Translation of a Management Idea into

Higher Education”, Quality Assurance in Higher

Education (The Netherlands: Springer, 2007), 99

(5)

5

sejauhmana hasil sistem penjaminan mutu eksternal dapat dijadikan jaminan bagi standar mutu internal PT, dan hasilnya dapat dipercaya publik, tidak hanya dalam lingkup nasional namun juga internasional

28

. Namun pola kecenderungan penjaminan mutu dalam bentuk bagaimana regulasi disusun, penerjemahan di PT, dan bagaimana penjaminan mutu mentransformasikan lembaga PT memiliki kemiripan

29

.

Isu penting yang mereka hadapi adalah bagaimana mencari cara menerjemahkan isu penjaminan mutu pada manajemen PT, agar misi PT tercermin pada pengajaran, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.

Penjaminan mutu memastikan dijalankannya misi utama PT, mempromosikan ilmu pengetahuan melalui penelitian dan pengajaran. Melalui penelitian yang seksama dan pengajaran yang intens, PT mengeksplorasi apa saja masalah-masalah mendasar dan elementer bangsa pada giliran selanjutnya mencari berbagai kemungkinan untuk membantu masyarakat luas mencapai tujuan mereka di dalam lingkungan masyarakat sosial yang sehat dan dalam perkembangan ekonomi yang baik

30

. Membangun empati kepada mereka yang tidak beruntung secara ekonomi, sosial, dan pendidikan dan mengembangkan

28

David Billing, “International Comparisons and Trends in External Quality Assurance of Higher Education: Commonality or Diversity?”, Higher Education, Volume 47, Issue 1, (January 2004), 113-137

29

Don F. Westerheijden, Bjorn Stensaker, Maria Joao Rosa, Quality Assurance in Higher Education: Trends in Regulation, Translation, and Transformation (The Netherlands: Springer, 2007)

30

Charles M. Ogbodo and Ngozika A.

Nwaoku, “Quality Assurance in Higher Education”, Towards Quality in African Higher Education (Africa:

Citeser, 2007)

keberpihakan pada tanan dunia yang dapat dikembangkan di PT

31

.

Untuk pendidikan pada dunia ketiga seperti Indonesia, isu mutu mengemuka ketika berbagai fakta menunjukkan bahwa muncul segregasi mutu baik antar jenis dan jenjang pendidikan, maupun juga kesenjangan mutu antar sekolah negeri, negeri-swasta, diinternal kementerian dan antar kementerian atau lembaga. Mutu juga mengemuka bersamaan dengan usaha-usaha negara untuk memonitor berbagai inisiatif internasionalisasi ini dan memastikan bahwa isu mutu merupakan pilar integral dari lingkungan PT yang

tengah sedang merancang

internasionalisasi tersebut. Pada diskusi belakangan, mutu pada PT diletakkan dalam konteks ingin melindungi stakeholders, terutama peserta didik dan masyarakat pengguna mereka

32

.

Dalam sistem penjaminan mutu di Indonesia, mutu tidak lagi bisa ditawar.

Pemerintah menyediakan standar nasional bagi PT sebagai standar minimal bagi seluruh PT, sementara PT sendiri diberi peluang mengadopsi standar di atas standar nasional tersebut

33

. Dalam siklus sistem penjaminan mutu, PT diberi peluang untuk meningkatkan mutunya secara berkelanjutan. Secara internal, peningkatan mutu internal guna meningkatkan perbaikan terus-menerus.

Hal ini guna menjamin bahwa proses internalnya berjalan dengan baik dan bermutu

34

. Sementara secara eksternal,

31

Tina M. Zappile, Daniel J. Beers, Chad

Raymond, Promoting Global Empathy and Engagement through Real-Time Problem-Based Simulations. (Oxford: Oxford Univetssity Press, 2016)

32

Lihat Laporan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011-2015, dihadapan Senat Universitas pada 12 Februari 2015

33

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi

34

Tim Penyusun, Pedoman Sistim

Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi (Jakarta:

(6)

6

penjaminan mutu, yang dikenal dengan akreditasi dapat dipahami sebagai proses validasi terhadap mutu. Khusus di Indonesia, penjaminan mutu internal dan eksternal dilakukan baik pada tingkat program studi maupun institusi perguruan tinggi

35

. Mutu didasarkan pada standar, kriteria, atau instrumen yang disusun dan ditetapkan secara bersama-sama oleh mereka yang memiliki kepentingan terhadap akreditasi tersebut. Penyusunan butir-butir instrumen didasarkan pada standar atau yang dikembangkan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) kemudian disahkan oleh Menteri Ristek dan Dikti – yang dalam penyusunannya dengan melibatkan – mereka yang nantinya akan menjadi pihak yang dievaluasi dan stakeholders lain, termasuk pengguna lulusan

36

.

Metodologi

Belajar dari sejarah, peran, dan posisi BAN PT, artikel ini mengulas tentang peran BAN PT dalam akreditasi, standar mutu, dan penjaminan mutu di PT di Indonesia, juga di PTK. Lalu pada sub bab kedua akan dibahas tentang orientasi mutu, yang umumnya berlaku di PT namun kemudian diadopsi di PTK juga.

Kemudian akan dikupas dokumen mutu sebagai cerminan dari eviden atau budaya mutu, yang akan dibahas satu nafas dengan akreditasi, yang diberbagai kebijakan, tata kelolanya dihubungkan antara kebijakan Kementerian, yang menekankan Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) dan Sistem Penjaminan

Direktorat Pendidikan dan Pembelajaran, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kemendikbud, 2014)

35

Tim Penyusun, Sistim Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi (SPM-PT) (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, 2010).

36

Tim Penyusun, Profil Badan Akreditasi Perguruan Tingg (BAN PT) (Jakarta: Sekretariat BAN PT, 2015)

Mutu Eksternal (SPME); dan pada sub bab terakhir akan dibahas bahwa orientasi BAN PT adalah untuk melindungi kepentingan stakeholders.

Tulisan ini bermaksud untuk menguji apakah PTK sebagai sub sistem pendidikan di Indonesia telah menerapkan sistem penjaminan mutu. Sistem penjaminan mutu telah dikembangkan oleh Dikti pada PT umum sejak 2002.

Sebagai sub sistem, beberapa PTK menerapkan sistem penjaminan mutu sejak 2004, meski secara resmi telah dijalankan sejak 2010. Metode yang digunakan dalam tulisan ini adalah penelitian kepustakaan (library research), yaitu mempelajari referensi yang terkait dengan variabel penelitian ini, baik berupa konsep, kebijakan, atau pemikiran para ahli.

Metode analisis data akan diolah dengan mengikuti Miles dan Huberman, bahwa kegiatan analisis data terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara simultan dan bersamaan: reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan sekaligus di dalamnya verifikasi

37

. Mulai dari reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi tersebut sebagai kegiatan yang saling jalin menjalin dan merupakan proses siklus dan interaksi selama perencanaan penelitian, baik sebelum, selama, dan sesudah pengumpulan data berlangsung. Kegiatan simultan ini yang kemudian disebut dengan analisis penelitian

38

. Pada penelitian ini juga digunakan reduksi data, dalam hal ini peneliti menggunakan teknik triangulasi, terutama untuk mengecek keabsahan data. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data penelitian

37

Mattheuw B. Miles, A. Michael

Huberman, Johnny Saladana, A Qualitative Data Analysis: A Methods of Sorcebook (Los Angles:

Sage Publications, 1994)

38

Ulber Silalahi, Metode Penelitian Sosial

(Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2009), 339

(7)

7

dengan membandingkannya dengan hasil wawancara antara peneliti dan penulis yang menjadi objek penelitian ini

39

.

BAN PT: Akreditasi dan Kesadaran Mutu

Di Indonesia, kewenangan untuk melakukan akreditasi program studi diberikan kepada BAN PT. Akreditasi diperkenalkan kepada publik dengan didirikannya BAN PT pada 1994, dan mulai melakukan akreditasi kali pertama pada 1996. Pada 1998, Pemerintah RI melalui Kepmendikbud RI Nomor 187/U/1998, tanggal 7 Agustus 1998, mendirikan Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT). BAN-PT didirikan untuk merespon perkembangan masyarakat yang menuntut penilaian mutu PT dilakukan lebih efisien dan efektif.

Berdasarkan Kepmendiknas RI Nomor 28 Tahun 2005 tanggal 26 Desember 2005, BAN PT dibentuk tidak saja dalam rangka menentukan kelayakan program dan/atau satuan pendidikan dan penjaminan mutu pada pendidikan tinggi tetapi juga akreditasi PT sebagai bentuk akuntabilitas publik

40

.

Perkembangan BAN PT selama sekitar kurang lebih 15 tahun hingga saat ini sangat mengesankan, baik dari pengalaman, pengetahuan, standar, jaringan, sumber daya asesor, dokumen akreditasi, maupun dukungan. Akreditasi dan kampanye mutu oleh Dikti, BSNP, dan BAN PT selama ini telah menumbuhkan kesadaran tentang budaya mutu pada internal PT, dan di BAN PT sendiri

41

. Lima

39

Lexy J. Moloeng, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004), 330

40

Tim Penyusun, Profil Badan Akreditasi Perguruan Tingg (BAN PT) (Jakarta: Sekretariat BAN PT, 2015)

41

Tim Penyusun, Sistim Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi (SPM-PT) (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, 2010)

tahun terakhir, tidak ada lagi pimpinan PT yang tidak memahami dan menekankan arti penting akreditasi bagi program studi mereka, dan pada saat itu pula mulai memberlakukan sistem penjaminan mutu dengan membentuk unit penjaminan mutu pada PT mereka, juga di PTK. Gejala ini sesuai dengan Pasal 55 UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, bahwa untuk menentukan kelayakan Program Studi dan Perguruan Tinggi atas dasar kriteria yang mengacu pada Standar Nasional Pendidikan Tinggi, dilakukan penilaian terhadap program studi dan perguruan tinggi melalui akreditasi.

Sebagai tindak lanjut UU tersebut, Mendikbud menerbitkan Permendikbud Nomor 87 Tahun 2014, yang kemudian diganti dengan Permenristekdikti Nomor 32 Tahun 2016 tentang Akreditasi Program Studi dan Perguruan Tinggi.

Aturan ini untuk mengatur bagaimana Akreditasi Program studi (APS) dan Akreditasi Institusi Perguruan Tinggi (AIPT) dijalankan. Khusus AIPT, sejak 2008 BAN PT melakukan akreditasi pada institusi PT, meskipun pada saat itu masih belum bersifat mandatori. Terdapat sekitar 20 PT yang pada 2008 telah melakukan akreditasi pada BAN PT secara sukarela

42

. Baru pada siklus kedua akreditasi, maka AIPT oleh BAN PT menjadi kewajiban PT sampai batas waktu pada 2019.

Masih melanjutkan Permenristekdikti Nomor 32 Tahun 2016. Pada Pasal 10 pada peraturan tersebut diatur tentang Tugas dan Wewenang BAN PT. Ayat (2) Pasal 7 disebutkan bahwa akreditasi minimum ditetapkan oleh LAM untuk Program Studi dan BAN-PT untuk PT yang berlaku dua tahun. Pasal 6 disebutkan bahwa akreditasi sendiri berlaku 5 tahun, dalam masa berlaku status akreditasi dan

42

Lihat website BAN PT pada http://ban-

pt.kemdiknas.go.id/

(8)

8

peringkat terakreditasi Program Studi dan/atau PT, BAN-PT atau LAM melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pemenuhan syarat status akreditasi dan peringkat terakreditasi Program Studi dan PT yang telah ditetapkan. Akreditasi program studi tetap dilakukan BAN-PT apabila LAM pada bidang ilmu terkait belum terbentuk. LAM dapat dibentuk Pemerintah ataupun dibentuk masyarakat yang diakui pemerintah atas rekomendasi BAN PT (Pasal 55 ayat (6) UU Nomor 12 Tahun 2012), berdasarkan rumpun, pohon dan/atau cabang ilmu pengetahuan (Pasal 25 ayat 2). Sebagai bentuk akuntabilitas publik, rujukan yuridis di atas merancang bahwa akreditasi institusi PT dilakukan oleh BAN PT sedangkan akreditasi program studi dilakukan LAM. Meski LAM yang sudah berdiri baru LAM Kesehatan

43

, namun BAN PT memiliki kewenangan melakukan evaluasi pada LAM Kesehatan dan melakukan akreditasi program studi pada bidang ilmu lain di luar ilmu kesehatan. BAN telah menyusun pedoman pemberian rekomendasi pada Menteri terhadap pendirian LAM

44

.

Perkembangan terbaru yang menggembirakan adalah Permenristekdikti No 44 Tahun 2015 tentang SNPT telah diterbitkan, sebagai revisi atas Permendikbud No 49 Tahun 2014. Atas dasar Permenristekdikti No 44 Tahun 2015, BAN PT bahkan telah menyusun instrumen baru untuk AIPT dan APS yang telah dua tahun ini terus dibahas dan disosialsiasikan kepada stakeholders

43

Lihat website LAM PTKes pada

http://lamptkes.org/

44

Tim Penyusun, Pedoman Pemberian Rekomendasi BAN PT kepada Menteri Terhadap Pendirian LAM (Jakarta: Sekeretariat BAN PT, 2015)

untuk pada gilirannya dekat dapat siap diimplementasikan

45

.

Perkembangan yang

menggembirakan tersebut, merupakan buah sekaligus perwujudan akuntabilitas publik. Pasal 51-53 UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi menyebut bahwa SPMI dibentuk agar PT bermutu dalam menghasilkan lulusan yang mampu secara aktif mengembangkan potensinya dan menghasilkan ilmu pengetahuan dan/atau teknologi yang berguna bagi masyarakat, bangsa, dan negara.

Menghasilkan alumni yang mampu secara aktif menjadi kata kunci di situ. Guna menjamin mutu alumni, PT hingga program studi wajib secara aktif membangun SPMI mereka. Penjaminan mutu internal PT didasarkan pada SNPT.

Untuk membuktikan bahwa SPMI PT telah dilaksanakan dengan baik dan benar menurut SNPT, maka program studi dan institusi PT wajib diakreditasi BAN PT.

Akreditasi BAN PT ini dalam Sistem Akreditasi Nasional (SAN) di Indonesia disebut sebagai SPME. Dalam Permendikbud Nomor 49 Tahun 2014, SPME merupakan bagian yang melengkapi SPMI. Penjaminan mutu internal PT melalui SPMI akan memberi kontribusi yang baik pada SPME. Negara ini, sebagaimana praktek di negara-negara Nordik – Findlandia, Denmark, Swedia, dan Norwegia – menyeimbangkan SPMI dan SPME

46

. Dengan sistem penjaminan mutu internal yang baik dan benar, program studi dan institusi PT diharapkan mampu memberikan layanan secara bermutu pada stakeholders. Mutu akan

45

Lihat website BAN PT pada http://ban-

pt.kemdiknas.go.id/

46

Jens-Christian Smeby dan Bjørn Stensaker, “National quality assessment systems in the Nordic countries: developing a balance between external and internal needs?”, Higher Education Policy, Volume 12, Number 1, (1 March 1999), pp.

3-14(12)

(9)

9

meningkat secara berkelanjutan, tidak saja distimulasi dan diinisiasi oleh Menristekdikti dengan cara meninjau ulang standar mutu nasional PT, tetapi juga oleh PT itu sendiri. Dengan standar mutu, program studi dapat menopang institusi dalam menegakkan otonomi keilmuan, kebebasan akademik dan mimbar akademik, dan mengembangkan diri sebagai penyelenggara program akademik/profesional sesuai dengan bidang studi pada rumpun ilmu yang dikelolanya, dan turut serta dalam meningkatkan kekuatan moral masyarakat secara berkelanjutan.

Sistem kendali mutu pada PTK, yang mengadopsi siklus perencanaan (plan), pelaksanaan (do), evaluasi (check), pengendalian, dan peningkatan standar (action)

47

, menggambarkan bahwa unit- unit pada PTK harus bekerja dengan sinergis dan sistematis, mereka telah bekerja berdasarkan standar yang disepakati, dan indikator mutu telah dijalankan dan dievaluasi terus-menerus, dan hasil evaluasi pelaksanaan standar mutu dijadikan bahan pengambilan kebijakan. Siklus PDCA juga berlaku untuk standar Asean University Networks (AUN)

48

. Manajemen PTK telah bekerja berdasarkan manajemen mutu yang sehat, dan mutu dijalankan tidak lagi karena aturan mengharuskan demikian, tetapi telah menjadi budaya pada PTK.

Berdasarkan studi dokumen, data akreditasi, dan wawancara, diperoleh kesimpulan bahwa sebagian PTK telah memiliki sistem penjaminan mutu yang baik, menunjukkan budaya mutu,

47

Tim Penyusun, Sistim Penjaminan Mutu

Pendidikan Tinggi (SPM-PT) (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, 2010).

48

Editorial Team of the Office of Quality Management, Guide to AUN Actual Quality Assessment at Programme Level (Bangkok, AUN Secretariat, June 2011), baik yang versi 2.0 maupun yang versi 3.0 yang terbit pada October 2015

menyadari bahwa akreditasi tidak saja penting untuk reputasi mereka tetapi lebih penting bahwa akreditasi sebagai cara mereka memberi garansi terhadap layanan mereka kepada mahasiswa dan masyarakat. Mulai meningkatnya kesadaran mutu pada PT, dan PTK di Indonesia, seluruh PT di Indonesia, di samping dituntut untuk mencapai standar nasional pendidikan tinggi, juga diberi peluang mengadopsi standar internasional

49

.

Visi 2025: Orientasi Mutu

Sebagai sub sistem pendidikan nasional, PTK menyesuaikan diri dengan dinamika sistem pendidikan nasional, dan sistem dalam ketatanegaraan Indonesia.

Orientasi pengembangan PTK mengarah pada visi pengembangan nasional

50

. Menurut UU Nomor 17 Tahun 2007 tentang RPJPN 2005-2025 disebutkan bahwa visi pembangunan nasional adalah

“Indonesia yang Maju, Mandiri, Adil, dan Makmur”. Untuk mencapai visi pembangunan nasional itu, dirumuskan tiga kali milestone, yang kemudian tertera pada Peraturan Pemerintah RI Nomor 5 Tahun 2010 tentang RPJMN 2010-2014;

kemudian Peraturan Pemerintah RI Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rancangan Teknokratik RPJMN 2015-2019; dan sebagai kelanjutan milestone sebelumnya, diharapkan disusun RPJM 2020-2024.

Renstra Dikti yang tertera pada Higher Education Long Term Strategy (HELTS) 2025 menyebut bahwa Indonesia pada 2025 disebut dengan: “Indonesia

49

Sebagai perbandingan, lihat Renstra UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta 2012-2017; Renstra UIN Sunan Kalijogo Yogyakarta; dan Renstra UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.

50

Tim Penyusun, Rencana Strategis

Pendidikan Islam, Kementerian Agama RI 2015-

2019 (Jakarta: Sekjen Kementerian Agama RI,

2015). Tim Penyusun, Grand Design

Pengembangan Perguruan Tinggi Keagamaan

Kristen (Jakarta: Ditjen Bimas Kristen, 2016).

(10)

10

Cerdas dan Kompotetif”

51

. Pada 2015, beberapa PT di Indonesia didorong menjadi PT otonom dalam hal tata kelola, dengan harapan dapat mengembangkan kebebasan akademik, kebebasan mimbar akademik dan otonomi keilmuan yang lebih baik. Perguruan tinggi level atas Indonesia seperti UI, ITB, IPB, UGM, Unair, dan beberapa PTN Berbadan Hukum (PTN-BH) lain telah memiliki otonomi lebih luas dibandingkan dengan otonomi yang dimilii oleh PT BLU atau PT tanpa status BH dan BLU.

Salah satu artikulasi pemikiran yang mengemuka yang mengiringi HELTS ini adalah perlunya PT di Indonesia menjadi World Class University (WCU). Di samping THE dan QS, pada 2015 sudah mulai dilirik model standar ISESCO yang – disukai beberapa PT adalah – tidak menekankan pada pemeringkatan.

ISESCO menyajikan kategori pilihan teaching university atau research university yang menekankan pada best practices pelaksanaan kriteria mutu dan jejaring antara dunia

52

.

Melengkapi itu semua, Perpres RI Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi, 2010-2025, demi mewujudkan tata pemerintahan yang baik, dengan birokrasi pemerintah yang professional, berintegritas tinggi, menjadi pelayan masyarakat dan abdi negara.

Salah satu kunci bagi yang ditekankan pada tujuan reformasi birokrasi pada 2025 adalah dalam rangka mewujudkan birokrasi berkelas internasional atau memiliki standar dunia dalam

51

Tim Penyusun, Higher Education Long Term Strategy (HELTS) 2002-2025 (Jakarta:

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan Nasional, 2002)

52

Develoment Team, “Guide For Assessment and Quality Enhancement for Universisties in Islamic World”, Sixth Islamic Conference of Ministers of Higher Education and Scientific (Jeddah, Mei 2014)

pelayanannya. Melihat berbagai pertimbangan, standar nasional pendidikan tinggi, juga akreditasi program studi dan akreditasi institusi perguruan tinggi, maka standar yang berlaku secara nasional.

Sementara itu, standar yang dapat dikembangkan oleh masing-masing PT, dan ini lebih merupakan inisiatif dari pimpinan PT sendiri adalah mengacu pada THE (teaching, research, citation, industry income, dan international outlook)

53

, QS (research, teaching, employability, facilities, internationalization, innovation, engagement, access)

54

, KPI ISESCO untuk research university (research, teaching, international outlook; facilities, resources, supporting staff; dan socio- economic impact) dan teaching university (teaching, international outlook; facilities;

socio-economic impact dan research)

55

. Sementara menghadapi MEA, beberapa PT besar Indonesia mulai mengakomodasi standar AUN-QA untuk program studi mereka

56

, di samping ABET

57

, dll. Seluruh standar itu diadopsi PT untuk menjamin bahwa proses pendidikan dalam PT dilakukan dalam organisasi yang sehat, terpercaya, dan dapat dipertanggung- jawabkan untuk menciptakan alumni yang memiliki karakter-sikap, kedalaman pengetahuan dan keterampilan demi daya saing diri dan bangsa.

53

Lihat website Times Higher Education pada https://www.timeshighereducation.com/world- university-rankings

54

lihat website QS Top University Ranking pada http://www.topuniversities.com/university- rankings

55

Develoment Team, “Key Performance Indocators: A Guide For Assessment and Quality Enhancement for Universisties in Islamic World”, Sixth Islamic Conference of Ministers of Higher Education and Scientific (Jeddah, Mei 2014)

56

Lihat website Asean University Networks pada ww.aunsec.org/aunmemberuniversities.php

57

Lihat website Accreditation Board for

Engineering and Technology (ABET), pada

http://www.abet.org/

(11)

11

Mutu Dokumen: Cermin Budaya Mutu Sistem akreditasi yang berlaku di Indonesia oleh BAN PT adalah sebuah sistem yang didasarkan pada standar nasional yang dijalankan secara due diligent (kupas tuntas), bersifat interaksi antarstandar yang bergerak dari standar integritas dari visi, misi, tujuan, tata kelola hingga SDM, tridarma, sarana, out put dan kerjasama. Bukan hanya dokumen yang dijadikan referensi mutu, tetapi juga data.

Data PDDikti yang disiapkan Kementerian membantu penyiapan data PT yang dapat dimanfaatkan BAN PT dalam melakukan akreditasi. Dengan PDDikti semua kebijakan mutu didasarkan pada data, bukan pada opini.

Mutu dokumen yang dikembangkan dalam SPMI pada sepuluh tahun terakhir telah marak dikembangkan PT melalui benchmark dengan PT lain, dalam dan luar negeri. Best practices pelaksanaan SPMI akan berbeda antara PT satu dengan PT yang lain. Demikian juga data proses pelaksanaan SPMI, meskipun sebagian PT itu mengikuti doktrin yang sama dalam ISO: “tulis apa yang dikerjakan, dan kerjakan apa yang ditulis”

58

. Apapun dokumen pada SPMI sepatutnya reliable dijadikan dasar pelaksanaan penilaian eksternal oleh BAN PT, karena itu cermin mutu PT.

Dengan demikian, akreditasi oleh BAN PT merupakan kegiatan SPME yang didasarkan pada bukti (evident) berupa dokumen dan data yang disusun, diimplementasikan, dan dikembangkan dalam konteks SPMI. Melalui SPMI, seluruh mutu input, proses, output bahkan proyeksi outcome dapat dijamin.

Sementara SPME untuk memastikan

58

International Standard ISO 9001 - Quality management systems — Requirements

bahwa pelaksanaan SPMI dapat dipertanggung-jawabkan

59

.

Dengan demikian, SPMI dan akreditasi pada SPME merupakan upaya kebijakan pemerintah yang dirancang untuk melindungi mahasiswa dan masyarakat dari praktik pelaksanaan pendidikan yang tidak terjamin mutunya, sekaligus mencegah lembaga pendidikan dan program studi yang tidak bermutu tersebut melayani mereka. Penilaian melalui kriteria akreditasi oleh BAN PT tersebut akan menjadi dasar untuk menentukan apakah program studi yang bersangkutan terakreditasi atau tidak terakreditasi, demikian juga PT. Bagi yang terakreditasi akan dikategorisaikan menjadi peringkat baik, baik sekali dan unggul

60

. Penentuan kelayakan dan mutu dilakukan dengan menilai apakah berbagai aspek kondisi PT dan program studi sudah memenuhi atau sesuai dengan kriteria kelayakan, yang disebut kiriteria mutu atau standar akreditasi program studi dan PT.

Yang membuat penilaian akreditasi oleh BAN PT pada PT dan program studi berjalan baik dan kredibel, adalah karena dilakukan dengan menggunakan instrumen akreditasi yang secara terus menerus dikembangkan untuk menentukan kelayakan dan mengukur mutu program studi dan PT. Penilaian akreditasi didasarkan pada ketentuan yang berlaku, seperti standar nasional pendidikan tinggi, kebijakan tentang mutu PT dan program studi, asesor yang baik, tata kelola yang tranparan dan professional, SDM yang handal, dan mampu menyerap praktik baik dalam penjaminan mutu PT dan program studi.

Akreditasi merupakan tugas utama BAN PT, yang dijadikan pintu masuk bagi pengambil kebijakan untuk mendorong

59

Tim Penyusun, Profil BAN PT, 15

60

Permenristekdikti Nomor 32 Tahun 2016

tentang Akreditasi Program Studi dan PT

(12)

12

mutu pada PT dan program studi, dan bagi stakeholders yang menggunakan output mereka. Guna menjamin keterbukaan dan akuntabilitas pengelolaan akreditasi PT dan program studi oleh BAN PT, maka proses bisnis APS dan AIPT sekurang- kurangnya memperhatikan hal berikut:

Catatan: surveilence dimungkinkan jika PT dan program studi tidak puas dengan keputusan akreditasi. Intinya penyederhanaan proses, namun menekankan pada penjaminan untuk peningkatan mutu

61

.

Karena menekankan pada eviden yang berbentuk dokumen dan data, maka sistem informasi BAN PT sangat urgen dan menentukan. Direktur/Anggota Eksekutif BAN PT dan kesekretariatan BAN PT dan unit-unit yang lain dapat bekerja sistemik dengan menerapkan sistem informasi yang baik untuk semua jenis layanan akreditasi secara efektif dan efisien. Sekali lagi, tersedianya secara fungsional dan terpadu sistem informasi manajemen untuk pengelolaan akreditasi, asesmen, SDM, keuangan, sarana prasarana, dan kesekretariatan serta perpustakaan/dokumen akan sangat

61

Tim Penyusun, Proposal Pendirian LAM Keagamaan (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Islam, Kementerian Agama RI, 2015)

membantu, di samping tentu saja dilengkapi dengan manual prosedur, formulir kerja, instruksi kerja, yang terkait dengan sistem informasi manajemen BAN PT

62

.

Peta Akreditasi

Sistem penjaminan mutu berlaku di PTK secara resmi sekitar pada 2013, di mana struktur organisasi PT melekat pada organisasi tata kerja atau anggaran dasar dan statuta atau anggaran rumah tangga (ART) mereka

63

. Berlakunya organisasi penjaminan mutu, menandai babak baru bagaimana input, proses, output dan outcome internal PTK dijamin oleh lembaga tertentu, tidak embedded dalam struktur mereka

64

. Dibentuknya penjaminan mutu sebagai unit tersebut, di satu sisi gejala ini dapat disebut sebagai kemajuan, namun di sisi lain ini merupakan kemunduran. Sudah menjadi hal yang lazim semestinya struktur PTK dengan sendirinya dapat menjamin bahwa layanan pendidikan mereka memiliki mutu yang tinggi, sebagaimana layanan pendidikan pada PT dunia yang memiliki reputasi tinggi. Pada PT di Eropa, Jepang, dan Amerika misalnya, mereka memiliki unit penjaminan mutu, hanya unit international office, untuk membantu mahasiswa internasional.

Bagi PTK di Indonesia, penjaminan mutu lahir setelah beberapa PTK memiliki unit serupa dengan tugas utama sebagai inner-stricking force pengajuan, pengawalan, dan tindak lanjut akreditasi program studi dan kemudian akreditasi

62

Tim Penyusun, Profil BAN PT, 20-22

63

Diberlakukannya Peraturan Menteri Agama RI Nomor 6 Tahun 2013 tentang Organisasi Tata Kerja UIN Syarif Hidayatullah Jakarta memberi ilham bagaimana struktur penjaminan mutu berlaku di seluruh PTK di Indonesia.

64

Hanief Saha Ghafur, Manajemen Penjaminan Mutu Perguruan Tinggi di Indonesia:

Suatu Analisa Kebijakan (Jakarta: Bumi Aksara, 2010)

Pengajuan Borang Akreditasi

Tabulasi dan Pengolahan Data

Usulan

Asesmen Kecukupan

Asesmen Lapang Pleno Keputusan

Akreditasi Surveilence

(13)

13

institusi perguruan tinggi (AIPT). Unit itu lahir tidak diawal pada saat akreditasi hendak dimulai, namun pada pertengahan jalan. Respon negara yang relatif telat itu, terlihat pada dampaknya pada mutu PTK.

Hingga pada 2013, mutu di PTK terlihat sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 1.1 dan Grafik 1.1 bahwa rata-rata kenaikan sebesar 19% pada jumlah lembaga dan fakultas-fakultas pendidikan Islam selama periode 2008/2009 – 2013/2014. Kenaikan besar terdapat pada jumlah institut dan sekolah tinggi: naik sebesar 20%

dibandingkan dengan kenaikan universitas – termasuk Fakultas Agama di PT umum – yang sebesar 12%

65

.

Tabel 1.2 menunjukkan proporsi lembaga negeri dan swasta dan perubahan jumlahnya dari tahun ke tahun.

Jumlah fakultas pendidikan Islam di universitas-universitas non-Islam melebihi jumlah Universitas Islam Negeri (UIN) dengan perbandingan sebesar 8:1; jumlah institut swasta dan negeri lebih seimbang – dengan swasta melebihi jumlah negeri dengan perbandingan sekitar 1,5:1.

Kenaikan sangat tinggi terdapat pada jumlah universitas dan institut pada 2014.

Lima institut negeri telah ditingkatkan menjadi universitas sementara sembilan sekolah tinggi menjadi institut negeri; satu sekolah tinggi swasta menjadi sekolah tinggi negeri.

Tidak ada satupun dari sembilan sekolah tinggi yang ditingkatkan menjadi institut pada 2014 yang sudah terakreditasi. Empat dari lima institut yang ditingkatkan menjadi universitas pada 2014 semuanya memiliki status akreditasi C – tingkat terendah akreditasi, dan satu

65

Dan Moulton et.al., Overview of Islamic Education Sub-Sector in Indonesia, final report PT Trans Intra Asia (TIA), Indonesia, in coolaboration with The Institute of Public Administration of Canada (IPAC), Canada for The Education Secyor Analytical anad Capacity Development Partnership (Jakarta:

PT Trans Intra Asia (TIA), 2015)

perlimanya belum terakreditasi pada saat PT itu ditingkatkan menjadi institut

66

. Usulan perubahan status diajukan kepada Menteri Agama, dan usulan tersebut dapat disetujui jika menteri dan departemen terkait terlibat dalam proses penyetujuan tersebut termasuk Kementerian Ristek dan Dikti. Program studi umum, non- keagamaan, diterbitkan oleh Kemenristekdikti. Tekanan dari pemerintah dan masyarakat daerah untuk meningkatkan status lembaga-lembaga tersebut juga besar. Fakta bahwa lembaga dengan akreditas rendah atau belum sama sekali (seperti kasus pada satu lembaga di atas) disetujui untuk mendapatkan peningkatan status menunjukkan bahwa kualitas pendidikan pada universitas- universitas tersebut masih akan membutuhkan pengembangan yang sangat besar. Di Indonesia, telah terbentuk persepsi bahwa PT bermutu dapat dicapai dengan penegerian dan dengan melakukan transformasi dari sekolah tinggi ke institut dan institute ke universitas.

Fenomena ini berbanding terbalik dengan dengan studi Stimac dan Katic, bahwa penjaminan mutu di Kroasia, sangat penting pada PT swasta dan diharapkan PT negeri dapat mengambil manfaat darinya

67

.

Sampai dengan 2012/2013, delapan propinsi tidak memiliki universitas/FAI (dibandingkan dengan 11 pada 2008/2009); 17 provinsi memiliki antara satu sampai tiga universitas/FAI (dibandingkan dengan 15 pada 2008/2009); dan Jawa Timur memiliki jumlah terbesar pada 2012/2013 dengan

66

Hal ini merujuk pada akreditasi

kelembagaan. Beberapa prodi di lembaga-lembaga tersebut telah terakreditasi (lihat lebih jauh di bawah).

67

Helena Stimac and Sendi Katic, “Quality

Assurance in Higher Education”, Ideas,

https://ideas.repec.org/a/osi/journl/v11y2015p581-

591.html

(14)

14

18, diikuti DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Tengah yang memiliki antara 10 sampai 12 lembaga. Jawa Barat menambah dua institut antara 2008/2009 dan 2012/2013 (5:7), Jawa Timur dan Nusa Tenggara Timur menambahkan satu institut pada periode tersebut (10:11, 3:4 secara berurutan), sementara Gorontalo dan Sulawesi Tenggara juga masing- masing menambah satu institut (0:1).

Pertumbuhan sekolah tinggi paling besar dalam periode tersebut terjadi di empat provinsi: Jawa Timur (80:107), Jawa Barat (78:88), Lampung (6:17), dan Jawa Tengah (22:32). Kalimantan Selatan dan Maluku masing-masing kehilangan satu lembaga selama periode tersebut dan Papua kehilangan (berkurang) dua lembaga. Gorontalo tidak memiliki sekolah tinggi pada kedua periode tersebut. Data Universitas/FAI, dapat dilihat pada Tabel 1.1 berikut.

Tabel 1.1. Trend Jumlah Lembaga PTKI menurut Jenis Lembaga (2008/2009-2013- 2014

Jenis 2008/

2009 2009/

2010 2010/

2011 2011/

2012 2012/

2013 2013/

2014 Universitas

(UNI/FAI) 92 93 96 99 98 103

Institut 40 40 55 44 45 48

Sekolah

Tinggi 426 441 458 502 522 514

TOTAL 558 574 609 645 665 665

Grafik 1.1. Trend Jumlah Lembaga PTKI menurut Jenis Lembaga (2008/2009-2013- 2014

Tabel 1.2. Trend Jumlah Lembaga PTKI menurut Jenis Lembaga dan Status (Negeri/Swasta) (2008/2009-2013/2014)

Jenis Status 2008/

2009 2009/

2010 2010/

2011 2011/

2012 2012/

2013 2013/

2014

Universitas Negeri 6 6 6 6 6 11

FAI Swasta 86 87 90 93 92 92

Institut Negeri 13 14 14 16 16 20

Swasta 27 26 41 28 29 29

Sekolah Tinggi

Negeri 33 32 32 30 31 22

Swasta 393 409 426 472 491 491

TOTAL 558 574 609 645 665 665

Grafik 1.2. Trend Jumlah Lembaga PTKI menurut Jenis Lembaga dan Status (Negeri/Swasta) (2008/2009-2013/2014)

Sementara jumlah lembaga pendidikan tinggi Islam naik sekitar 19%

selama periode 2008/2009-2012/2013 (Tabel 1.1), namun jumlah total mahasiswanya hanya naik sekitar 9,2%.

Lebih dari itu justru malah terdapat sedikit

(15)

15

penurunan dalam jumlah mahasiswa antara 2011/2012 dan 2012/2013 (Tabel 1.3 dan Grafik 1.3). Hal ini menunjukkan telah terjadi penambahan jumlah lembaga namun dengan populasi mahasiswa yang tetap relatif kecil. Hal demikian terutama terjadi di sekolah tinggi. Sementara pada 2012/2013 rata-rata jumlah mahasiswa universitas dan institut, secara berurutan, adalah sekitar 1.500 dan 3.088 per- lembaga, sedangkan rata-rata jumlah pada tiap sekolah tinggi hanya sekitar 603. Jika hanya melihat pada sekolah tinggi swasta saja, rata-rata jumlah mahasiswanya hanya 449 per-lembaga (Tabel 1.4 dan Grafik 1.4). Sisi positifnya, sekolah tinggi tersebar lebih luas sehingga dapat mempermudah akses bagi para mahasiswa, namun sisi negatifnya adalah efisiensi dan kualitas pendidikan yang disediakan oleh lembaga pendidikan kecil ini terus menjadi pertanyaan.

Tabel 1.3. Trend Angka Pendaftaram Mahasiswa menurut Jenis PTK (2008/2009-2013-2014)

Jenis

2008/

2009

2009/

2010

2010/

2011 2011/

2012

2012/

2013

Universitas 83,682 86,091 143,066 148,900 147,045

Institut 64,003 66,717 120,511 140,238 138,986

Sekolah Tinggi 403,009 410,775 312,939 328,062 315,281 TOTAL 550,694 563,583 576,516 617,200 601,312

Grafik 1.3. Trend Angka Pendaftaram Mahasiswa menurut Jenis PTK (2008/2009-2013-2014)

Data Tabel 1.4 dan Grafik 1.4 menyajikan data untuk melakukan analisis lebih jauh terkait dengan penyebaran sekolah tinggi swasta yang kecil-kecil.

Jenjang universitas/FAI memiliki jumlah mahasiswa sekitar dua kali lipat lebih banyak dibandingkan dengan lembaga negeri, dan terdapat sekitar tiga kali lipat mahasiswa terdaftar di institut negeri dibandingkan dengan yang swasta.

Sekolah tinggi swasta memiliki sekitar 70%

mahasiswa dibandingkan dengan lembaga negeri yang hanya memiliki 30%. Pada sekolah tinggi swasta ini mengalami masalah yang juga dialami oleh PT di Georgia, kurangnya SDM dan pemahaman mereka yang terbatas tentang penjaminan mutu

68

.

68

Lali Georgidze, “Explorong Role of Management in Quality Assurance at Private and State Universities of Georgia”, ttps://www.researchgate.net/publication/258641676

2008 /200 9

2009 /201 0

2010 /201 1

2011 /201 2

2012 /201 3 Universitas 83.628 86.091 143.066 148.900 147.045 Institut 64.003 66.717 120.511 140.238 138.986 Sekolah Tinggi 403.009 410.775 312.939 328.062 315.281

0 50.000 100.000 150.000 200.000 250.000 300.000 350.000 400.000 450.000

Jumlah Mahasiswa

(16)

16

Tabel 1.4 dan Grafik 1.4 juga menunjukkan kenaikan sebesar 9% jumlah mahasiswa yang terdaftar di lembaga pendidikan tinggi Islam secara keseluruhan; namun juga terdapat sedikit penurunan sekitar 16.000 mahasiswa (sekitar 2,5%) antara 2011/2012 dan 2012/2013. Jumlah mahasiswa universitas swasta turun sebesar 35% antara 2008/2009 dan 2012/2013, sedangkan jumlah mahasiswa sekolah tinggi turun sebesar 15% selama periode tersebut.

Penurunan jumlah mahasiswa pada lembaga-lembaga swasta sebagiannya bisa dijelaskan bahwa beberapa lembaga swasta telah berubah menjadi negeri dan sebagian lagi karena kualitas pendidikan di lembaga-lembaga swasta tidak bisa memenuhi harapan yang ada

69

.

Tabel 1.4. Trend Angka Pendaftaram Mahasiswa menurut Jenis dan Status (Negeri/Swasta) PTK (2008/2009-2013- 2014)

Jenis Status 2008/

2009 2009/

2010

2010/

2011 2011/

2012

2012/

2013

Universitas

Negeri 9,192 10,245 85,243 97,118 98,540 Swasta 74,490 75,846 57,823 51,782 48,505

Institut

Negeri 46,810 48,820 84,637 103,699 104,762 Swasta 17,193 17,897 35,874 36,539 34,224

Sekolah Tinggi

Negeri 142,298 143,983 72,866 87,032 94,601 Swasta 260,711 266,792 240,073 241,030 220,680

TOTAL 550,694 563,583 576,516 617,200 601,312

Grafik 1.4. Trend Angka Pendaftaram Mahasiswa menurut Jenis dan Status (Negeri/Swasta) PTK (2008/2009-2013- 2014)

_EXPLORING_ROLE_OF_MANAGEMENT_IN_QU ALITY_ASSURANCE_AT_PRIVATE_AND_STATE_

UNIVERSITIES_OF_GEORGIA

69

Selama periode lima tahun dari 2008/2009 sampai 2012/2013 kenaikan jumlah mahasiswa S1 terlihat tetap stabil – kenaikan hampir sebesar 8% pada 2012/2013 dibandingkan dengan 2008/2009; jumlah mahasiswa diploma naik sebesar 37% selama periode tersebut.; namun kenaikan terbesar terjadi pada jumlah mahasiswa S2 dan S3 (naik sebesar 171% dan 435% secara berurutan) (Tabel 1.5 dan Grafik 1.5).

Mengingat telah terjadi penurunan pada jumlah mahasiswa secara keseluruhan antara 2011/2012 dan 2012/2013, jika perbandingan antara 2008/2009 dan 2011/2012 dibuat, kenaikannya akan jadi lebih besar lagi. Sebagaimana telah dijelaskan di atas, penurunan antara 2011/2012 dan 2012/2013 sebagiannya terjadi karena penurunan pada jumlah mahasiwa di institusi swasta. Tren secara keseluruhan menunjukkan bahwa permintaan terhadap pendidikan tinggi Islam jenjang universitas yang berkualitas bagus terus meningkat tajam

70

.

Profil PTK Kristen

71

, dapat dilihat pada Tabel 1.5. tentang Jumlah PTK menurut jenis lembaga (negeri/swasta).

Dengan melihat tabel di bawah ini mereka

70

Dan Moulton et.al., Overview of Islamic Education Sub-Sector in Indonesia, 141-151

71

Diolah dari data PDDikti 2014

(17)

17

belum memiliki PTK berjenis universitas dan institut.

Tabel 1.5. Jumlah PTK Kristen (Negeri/Swasta)

No Nama Lembaga PTK Kristen Negeri

Jumlah

1 Universitas 0

2 Institut 0

3 Sekolah Tinggi 7

No Nama Lembaga PTK Kristen Swasta

Jumlah

1 Universitas 0

2 Institut 2

3 Sekolah Tinggi 333 Sementara profil PTK Katolik

72

, dapat dilihat pada Tabel 1.6. tentang Jumlah PTK menurut jenis dan status (negeri/swasta) lembaga. Pada tabel di bawah ini mereka belum memiliki PTK berjenis sekolah tinggi, institut dan universitas dengan status negeri. Mereka juga tidak memiliki institut dan universitas swasta.

Tabel 1.6. Jumlah PTK Katolik menurut Jenis dan Status (Negeri/Swasta) Lembaga

No Nama Lembaga PTK Katolik Negeri

Jumlah

1 Universitas 0

2 Institut 0

3 Sekolah Tinggi 0

No Nama Lembaga PTK Kristen Swasta

Jumlah

1 Universitas 0

2 Institut 0

3 Sekolah Tinggi 21

Sedangkan profil PTK Hindu

73

, dapat dilihat pada Tabel 1.7. tentang Jumlah

72

Diolah dari data PDDikti 2014

73

Diolah dari data PDDikti 2014

PTK Hindu menurut jenis dan status (negeri/swasta) lembaga di bawah ini.

Terlihat bahwa PTK Hindu memiliki satu institut negeri dan dua sekolah tinggi negeri. Mereka juga memiliki satu Fakultas Agama Hindu pada Universitas.

Tabel 1.7. Jumlah PTK Hindu menurut jenis dan status (Negeri/Swasta)

No Nama Lembaga PTK Hindu Negeri

Jumlah

1 Universitas 0

2 Institut 1

3 Sekolah Tinggi 2

No Nama Lembaga PTK Hindu Swasta

Jumlah

1 Universitas 1

2 Institut 0

3 Sekolah Tinggi 5

Profil PTK Budha

74

, dapat dilihat pada Tabel 1.8. tentang Jumlah PTK Budha menurut jenis dan status lembaga (negeri/swasta) di bawah ini.

Tabel 1.8. Jumlah PTK Budha menurut Jenis dan Status (negeri/swasta) Lembaga

No Nama Lembaga PTK Budha Negeri

Jumlah

1 Universitas 0

2 Institut 0

3 Sekolah Tinggi 2

No Nama Lembaga PTK Budha Swasta

Jumlah

1 Universitas 0

2 Institut 1

3 Sekolah Tinggi 12

Data profil PTK Kristen, Katolik, Hindu, dan Budha di atas dapat dibaca bagaimana mutu di dalamnya, yang dapat

74

Diolah dari data PDDikti 2014

(18)

18

diduga bagaimana profil dosen, mahasiswa dan status akreditasi mereka.

Dengan masih berkisar pada sebagian besar pada sekolah tinggi, maka komposisi dosen belum ideal, jumlah mahasiswa tidak besar, jumlah asal mahasiswa per propinsi masih terbatas, dukungan riset masih belum terbentuk, jejaring nasional – internasional belum berkembang, perpustakaan belum memadai, dan akhirnya status akreditasi masih sebagian besar pada C, sebagian kecil B

75

. Namun demikian, visi, kesadaran mutu dan orientasi akreditasi mereka telah tumbuh merata disemua PTK Kristen negeri

76

, meski pada tahap awal.

Tata Kelola: Menjamin Mutu, Melindungi Stakeholders

Yang dimaksud istilah tata kelola atau “governance” dalam tulisan ini is used to describe all those structures, processes and activities that are involved in the planning and direction of the institutions and people working in higher education

77

. Atas dasar itu, pendekatan tata kelola terhadap mutu tertuju pada tiga pendekatan penting. Firts, the reputational approach. This approach sees quality as exceptional it is seen as exclusive. It is

75

Lihat proposal alih status Sekolah Tinggi Agama Kristen Negeri Protestan Tarutung, Sumatera Utara; Sekolah Tinggi Agama Kristen Protestan Negeri Ambon; dan Sekolah Tinggi Agama Kristen Negeri Manado, Sulawesi Utara.

76

Lihat Grand Design Sekolah Tinggi Agama Kristen Protestan Negeri Tarutung, Sumatera Utara; Sekolah Tinggi Agama Kristen Protestan Negeri Ambon; dan Sekolah Tinggi Agama Kristen Negeri Manado, Sulawesi Utara;

Sekolah Tinggi Agama Kristen Negeri Palangkaraya, Kalimantan Barat; Sekolah Tinggi Agama Kristen Negeri Toraja, Kalimantan Selatan;

Sekolah Tinggi Agama Kristen Negeri Kupang, NTT;

Sekolah Tinggi Agama Kristen Negeri Sentani, Jayapura, Papua.

77

John Fielden, “Global Trends in University Governance”, The Education Working Paper Series is Produced by the Education Unit at the World Bank (HDNED), (March, 2008).

something that some have at the exclusion of others. It is distinctive and intuitively recognizable. This approach regards quality as excellence, it is a standard attained in our context by exceptional universities and or their products. Second, the outcomes approach. This regards quality as efficient production. Here, there are no absolute standards but specifications. The quality of a product is measured by the extent to which it meets customer specifications. This approach is more related to practices in industry. Third, total quality approach. Here quality is seen as value added. How much value has been added to the abilities of students for instance, who have passed through the system regardless of their ability levels

78

.

Mempertimbangan letak strategis BAN PT terhadap mutu dan akreditasi di Indonesia, maka tata kelola BAN PT dapat disederhanakan sama dengan mengelola tugas dan wewenang BAN PT itu sendiri

79

. Demikian juga dalam menghadapi SPMI dan akreditasi di PTK. Tugas wewenang BAN PT itu kini dibagi habis menjadi dua:

tugas dan wewenang Majelis Akreditasi dan Dewan Eksekutif. Tugas pokok dan wewenang Majelis Akreditasi BAN PT adalah berikut: (a) Menetapkan kebijakan dan pengembangan sistem APS dan AIPT secara nasional; (b) Menetapkan kebijakan

pelaksanaan AIPT dengan

mempertimbangkan usul Dewan Eksekutif;

(c) Mengesahkan Renstra, Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan BAN-PT yang diusulkan oleh Dewan Eksekutif dan menyampaikan kepada Menteri; (d) Menetapkan instrumen AIPT; (e) Menetapkan instrumen APS atas usul LAM; (f) Memberi rekomendasi atas usul pendirian LAM Pemerintah atau LAM

78

Ogbodo and Nwaoku, “Quality Assurance in Higher Education”, 248

79

Pasal 10 Permenristekdikti Nomor 32

Tahun 2016

(19)

19

masyarakat kepada Menteri; (g) Memantau, mengevaluasi, dan mengawasi kinerja LAM; (h) Menindaklanjuti dan memutuskan keberatan atas status akreditasi dan/atau peringkat terakreditasi Perguruan Tinggi; (i) Memberi rekomendasi kepada Menteri tentang pencabutan pengakuan LAM berdasarkan hasil evaluasi tertentu; (j) Memantau, mengevaluasi, dan mengawasi kinerja Dewan Eksekutif; (k) Melakukan evaluasi dan memberi persetujuan atas laporan Dewan Eksekutif; (l) Melakukan koordinasi dengan unit kerja terkait di lingkungan Kementerian; (m) Membangun dan mengembangkan jejaring dengan pemangku kepentingan baik di tingkat nasional maupun internasional; dan (n) Melaporkan pelaksanaan tugas kepada Menteri setiap semester & setiap tahun

80

.

Di samping Majelis Akreditasi BAN PT, Dewan Eksekutif BAN PT merupakan organ yang dibentuk demi menjalankan tentang tugas dan wewenang: (a) Melaksanakan kebijakan sistem akreditasi Perguruan Tinggi secara nasional yang telah ditetapkan oleh Majelis; (b) Menyusun Rencana Strategis, Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan BAN-PT untuk diusulkan kepada Majelis; (c) Melaksanakan Rencana Strategis, Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan BAN-PT yang telah ditetapkan Menteri; (d) Menyiapkan kebijakan pelaksanaan akreditasi PT untuk diusulkan kepada Majelis; (e) Menjalankan kebijakan pelaksanaan akreditasi PT, termasuk penilaian kembali hasil akreditasi PT; (f) Menerima dan menyampaikan usul instrumen akreditasi Program Studi dari LAM kepada Majelis; (g) Menyampaikan rekomendasi pendirian dan pencabutan pengakuan LAM kepada Menteri; (h)

80

Pasal 13 Permenristekdikti Nomor 32 Tahun 2016 tentang Akreditasi Program Studi dan PT

Melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pemenuhan syarat status akreditasi dan peringkat terakreditasi Perguruan Tinggi yang telah ditetapkan; (i) Menyusun dan menyampaikan laporan secara berkala kepada Majelis; (j) Menyiapkan dan melaksanakan kegiatan aliansi strategis BAN-PT setelah mendapat persetujuan Majelis; (k) Menyelenggarakan kegiatan akreditasi sesuai dengan Sisjamu PT; (l) Mengusulkan pengembangan sistem informasi, penelitian dan pengembangan sistem akreditasi kepada Majelis; (m) Mengelola asesor BAN-PT, mulai dari rekrutmen, pelatihan dan pengembangan serta pemberhentian asesor setelah mendapat pertimbangan Majelis; (n) Mengangkat tim ahli dan panitia ad hoc sesuai kebutuhan; dan (o) Menjalankan tugas teknis dan administratif

81

.

Memahami anatomi tugas dan wewenang Majelis Akreditasi, kemudian menyandingkannya dengan tugas dan wewenang Dewan Eksekutif, muncul pemahaman bahwa dalam menjalankan akreditasi, pihak yang disebut kedua menjadi supporting organ bagi pihak yang pertama. Kesuksesan kerja keduanya dalam menunaikan amanah ditentukan pada hal-hal berikut:

Pertama, customer orientation and satisfaction. UU dan berbagai peraturan perundangan disusun, sebagian dan keseluruhannya dimaksudkan untuk melindungi stakeholders pendidikan. Baik stakeholders internal, terlebih lagi stakeholders eksternal

82

, dan membentuk

81

Pasal 21 Permenristekdikti Nomor 32

Tahun 2016 tentang Akreditasi Program Studi dan PT

82

Richard Reed, David J Lemak, and Neal P Mero, “Total quality management and sustainable competitive advantage”, Journal of Quality Management, Volume 5, Issue 1, (Spring 2000), p.

5-26

Referensi

Dokumen terkait

Jika dibandingkan dengan hasil perhitungan (lihat gambar 4.15), koordinasi antara MCCB 400 A dengan sekring 8 A tipe K, sudah memenuhi standar pengaman trafo, tetapi jika

Dari permasalahan yang telah ditemukan pada TK Muslimat Khoiriyah Kudus, peneliti mengusung tema Game edukasi pengenalan warna berbasis android.. Pembelajaran mengenai

Robin Landa (2010, Hlm. 2) menjelaskan dalam bukunya desain grafis merupakan sebuah proses penyampaian pesan atau informasi kepada khalayak dalam bentuk komunikasi visual. Profesor

Sebagai suatu sistem, administrasi negara Indonesia terdiri atas berbagai bagian yang saling terkait satu dengan yang lainnya sebagai suatu kesatuan yang antara lain meliputi

Hasil pembahasan menunjukkan bahwa Menurut Ibnu Qudamah, akad nikah yang dilakukan orang safih (dungu) adalah sah, baik dia memperoleh izin dari walinya atau tidak, hal

Berdasarkan pemaparan berkenaan persoalan krisis air yang kerap melanda Pulau Jawa dan usaha Pemerintah yang membutuhkan dukungan dari berbagai pihak untuk dapat

Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka berfikir diatas maka hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode pembelajaran Jigsaw II

Menurut Wiyoso Yudhoseputro (1983:93), menyatakan bahwa motif yang sering digunakan di dalam batik mempunyai lambang tertentu, seperti: (1) Meru melambangkan tanah, bumi atau