• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN. (Studi Putusan No 18/pid.Sus.Anak/2019/PN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN. (Studi Putusan No 18/pid.Sus.Anak/2019/PN."

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN

(Studi Putusan No 18/pid.Sus.Anak/2019/PN.RBI) JURNAL ILMIAH

Oleh :

MUDABBIRUL FAWAID D1A116172

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM

2020

(2)

HALAMAN PENEGESAHAN

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN

(Studi Putusan No 18/pid.Sus.Anak/2019/PN.RBI) JURNAL ILMIAH

Oleh :

MUDABBIRUL FAWAID D1A116172

Menyetujui, Pembimbing Pertama,

(Prof. Dr. Hj. Rodliyah, SH., MH.)

NIP. 19560705 198403 2 001

(3)

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP ANAK SEBAGAI

PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN (Studi Putusan Nomor : 18/Pid.Sus.Anak/2019/PN.Rbi)

Mudabbirul Fawaid D1A116172 ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan mengetahui bagaimana pertanggungjawaban pidana anak sebagai pelaku tindak pidana kekerasan dan untuk mengetahui penerapan sanksi pidana terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana kekerasan. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum normative berdasarkan pertimbangan bahwa penelitian ini berangkat dari analisis peraturan perundang-undangan tentang perlindungan anak. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang- undangan, pendekatan konseptual, pendekatan Kasus. Hasil penelitian dari putusan nomor 18/Pid.Sus.Anak/PN.Rbi tersebut bahwa hakim kurang tepat mendalami nilai- nilai perlindungan anak yang ada dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan Undang-undang Perlindungan Anak, seperti upaya Diversi sehingga tercapainya Restorative justice

Kata kunci: Pertanggungjawaban pidana, Anak, Kekerasan.

CRIMINAL RESPONSIBILITY OF CHILD CRIMINALS (A CASE STUDY OF VERDICT No : 18/Pid.Sus.Anak/2019/PN.Rbi)

Mudabbirul Fawaid D1A116172 ABSTRACT

This study identifies criminal responsibility of child criminals and explains the practice of sanction imposition for child criminals. This study is a legal normative one focusing in analyzing of regulations of child protection, with statute, conceptual, and case approach. Results of this study show that Verdict No 18/Pid.Sus.Anak/PN.Rbi is likely ignores the principles of child protection stated in Law 11 of 2012 of Juvenile Justice System and the Law of Child Protection. In addition, there is an attempt of Diversion that inhibits Restorative Justice

Keywords: Criminal Responsibility, Child Criminals

(4)

I. PENDAHULUAN

Pada dasarnya tindak pidana dapat dilakukan oleh siapapun baik pria, wanita, maupun anak. Apabila sampai ada tindak pidana yang melibatkan anak, tentu anak tersebut perlu mendapatkan perlakuan serta perlindungan yang khusus karena anak yang melakukan tindak pidana bagaimanapun juga dia adalah anak yang belum matang fisik maupun mentalnya sehingga masih perlu bimbingan agar kelak dapat menjadi orang yang lebih baik. Penerapan sanksi pidana bagi mereka yang melakukan kejahatan tidak hanya didapatkan bagi mereka pelanggar yang usianya cukup umur, tetapi pemidanaan bagi anak juga telah lama diterapkan.

Pemberian pertanggungjawaban terhadap anak harus mempertimbangkan perkembangan dan kepentingan terbaik anak di masa yang akan datang. Penanganan yang salah menyebabkan rusak bahkan musnahnya bangsa di masa depan, karena anak adalah generasi penerus bangsa dan cita-cita negara.

Undang-Undang No.11 tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak memuat sanksi pidana dan tindakan yang dapat dijatuhkan kepada anak.

Sebagaimana ditentukan dalam Pasal 71 Undang-Undang No. 11 Tahun 2012

pidana yang dapat dijatuhkan kepada anak berupa pidana pokok dan pidana

tambahan.

(5)

1. Pidana pokok bagi Anak terdiri atas:

a. pidana peringatan;

b. pidana dengan syarat:

1. pembinaan di luar lembaga;

2. pelayanan masyarakat; atau 3. pengawasan.

c. pelatihan kerja;

d. pembinaan dalam lembaga; dan e. penjara.

2. Pidana tambahan terdiri atas:

a. perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana;

atau

b. pemenuhan kewajiban adat

Kasus tindak pidana kekersan yang dilakukan oleh anak akhir-akhir ini semakin membuat resah masyarakat. Pengadilan Raba Bima, menjatuhkan vonis 1 (satu) Bulan 15 (lima belas ) hari penjara kepada terdakwa AM dalam kasus tindak pidana secara bersama-sama mealakukan kekerasan terhadap orang ( pasal 170 KUHP) dengan no putusan 18/pid.Sus.Anak/2019/PN.Rbi.

Menurut penyusun, putusan hakim kurang tepat mengingat anak adalah penerus bangsa yang harus diperlakukan dengan pertimbangan untuk kepentingan terbaik bagi anak dan terhindar dari pemberantasan kemerdekaan.

Berdasarkan hal tersebut maka penulis merumuskan permasalahan yaitu sebagai berikut : (1) Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana kekerasan ( studi putusan no 18/Pid.Sus.Anak/2019/PN.Rbi ) (2). Bagaimana Penerapan sanksi pidana terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana ( studi putusan no 18/Pid.Sus.Anak/2019/PN/Rbi)

Adapun penulisan ini bertujan untuk mengetahui dan memahani (1).

Bagaimana pertanggungjawaban pidana terhadap anak sebagai pelaku tindak

(6)

pidana kekerasan (2) penerapan sanksi pidana terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana kekerasan.

Adapun manfaat yang dapat diambil dari penelitian adalah: (1).

Manfaat Akademik: Untuk memenuhi persyaratan dalam mencapai program studi S-1 ilmu hukum pada Fakultas Hukum Universitas Mataram. (2).

Manfaat teoritis, hasil penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan pemikiran dalam perkembangan ilmu hukum pidana khusunya dalam tindak pidana kekerasan yang dilakukan oleh anak (3). Manfaat praktis, Dari hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka penanggulangan kepada aparat pemerintah khususnya aparat penegak hukum dalam kasus anak yang berhadapan dengan hukum.

Ruang lingkup dalam penelitian ini meliputi bagaimana pertanggunjawaban pidana terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana kekerasan ( studi putusan nomor 18/Pid.Sus.Anak/2019/PN.Rbi ).

Membahas pertanggungjawaban pidana terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana kekerasan.dan penerapan sanksi pidana terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana kekerasan.

Jenis penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif (Yuridis

Normatif) yaitu dengan mengkaji peraturan perundang-undangan, putusan

pengadilan, pendapat para ahli dan berbagai literatur yang berkaitan dengan

permasalahan dalam penelitian ini.

(7)

II. PEMBAHASAN

A. Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Anak Yang Melakukan Tindak Pidana Kekerasan

1. Pertanggungjawaban pidana

Pertanggungjawaban pidana dalam istilah asing disebut dengan

teorekenbhaardheid dalam arti untuk menentukan apakah seseorang

dipertanggungjawabkan atas suatu tindak pidana yang terjadi atau tidak.

Definisi mengenai pertanggungjawaban pidana dikemukakan oleh Simon “ sebagai suatu keaadaan psikis, sehingga penerapan suatu ketentuan pidana dari sudut pandang umum dan pribadi dianggap patut. Dasar adanya tangggungjawab dalam hukum pidana adalah keadaaan psikis tertentu pada orang yang melakukan perbuatan pidana dan adanya hubungan antara keadaan tersebut dengan perbuatan yang dilakukan yang sedemikian rupa sehingga orang itu dapat dicela karena melakukan perbuatan tersebut. ”

1

Untuk dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatanya maka pembuat masih perlu adanya syarat, bahwa orang yang melakukan perbuatan itu mempunyai kesalahan. Dengan kata lain pembuat harus dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatanya atau jika kita lihat dari sudut perbuatanya, perbuatanya tersebut harus dapat dipertanggung jawabkan kepada orang tersebut. Dalam hal ini berlaku asas “ Tiada pidana tanpa kesalahan”

1Sutan Remy Sjahdeini,2006,”Pertanggungjawaban Pidana korporasi,PT. Pustaka Utama Grafiti, Jakarta.

(8)

2. Pertanggungjawaban pidana anak

Masalah anak sangat kompleks sehingga menarik dibicarakan, apalagi pada saat kejahatan yang dilakukan anak-anak menunjukan porsentase yang cukup tinggi dan memprihatikan, hal ini menimbulkan dampak negatif, bagi anak-anak itu sendiri, maupun bagi masyarakat pada umumnya. Masalah kejahatan anak bukan saja menjadi gangguan keamanan dan ketertiban semata-semata, melainkan juga merupakan bahaya yang dapat mengancam masa depan masyarakat suatu bangsa, karena anak dalah generasi penerus bangsa.

Dalam Undang – Undang Perlindungan Anak Pasal 59 menyatakan

“ bahwa pemerintah dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan khusus.

Salah satu perlindungan khusus adalah kepada anak yang berhadapan dengan hukum, baik anak yang berkonflik dengan hukum maupun anak sebagai korban tindak pidana.”

Batas usia petanggungjawaban pidana bagi anak pelaku tindak

pidana, tentunya terkait dengan batas usia minimal seseorang anak

untuk dapat di pertanggungjawaban atas perbuatanya. Batas usia

pemidanaan bagi anak sangat diperlukan mengingat batas usia akan

menunjukan perlakuan apa yang harus diambil berhubung dengan

perbuatan anak yang bersinggungan dengan hukum pidana. Batas usia

tersebut telah diatur didalam Undang-undang SPPA Pasal 1 ayat 3

menyatakan, anak yang berkonflik dengan hukum adalah anak yang

(9)

telah berumur 12 ( dua belas ) tahun tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana.

1. Sanksi tindakan yang dapat dikenakan kepada anak meliputi ( Pasal 82 Undang-undang SPPA).

a. Pengembalian kepada orang tua/wali b. Penyerahan kepada seseorang

c. Perawatan di rumah sakit jiwa d. Perawatan di LPSK

e. Kewajiban mengikuti pendidikan formal dan/atau pelatihan yang diadakan oleh pemerintah atau badan swasta

f. Pencabutan surat izin mengemudi, dan atau g. Perbaikan akibat tindak pidana.

2. Sanksi pidana yang dapat dikenakan kepada pelaku tindak pidana anak terbagi atas Pidana Pokok dan Pidana Tambahan ( Pasal 71 Undang- undang SPPA).

a. Pidana Pokok terdiri atas : 1) Pidana peringatan

2) Pidana dengan syarat, yang terdiri atas : pembinaan diluar lembaga, pelayanan masyarakat, atau pengawasan 3) Pelatihan kerja

4) Pembinaan dalam lembaga 5) Penjara

b. Piana Tambahan terdiri dari :

1) Perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana, atau

2) Pemenuhan kewajiban adat.

3. Anak yang melakukan kekerasan

Jika anak dihukum, maka akan timbul tekanan baik fisik

maupun psikis yang akan menghalangi tumbuh dan kembang anak

tersebut. Sehingga perlu mendapatkan perlakuan serta perlindungan

(10)

yang khusus karena anak yang melakukan tindak pidana bagaimanapun juga dia adalah anak yang belum matang fisik maupun mentalnya sehingga masih perlu bimbingan agar kelak dapat menjadi orang yang lebih baik. anak yang melanggar hukum tidaklah layak untuk dihukum apalagi dimasukkan ke dalam penjara

Berdasarkan hasil penelitian penyusun dari studi putusan No.

18/Pid.Sus.Anak/2019/PN.RBI. Anak tersebut adalah selaku tersangka

tindak pidana secara bersama-sama melakukan kekerasan terhadap

orang atau barang. Mengenai teori pertanggungjawaban pidana untuk

dapat dikatakan bahwa seorang anak dapat mempertanggungjawabkan

harus memenuhi unsur-unsur dia melakukan perbuatan pidana, Umur

kemampuan bertanggungjawab untuk anak yaitu umur 12 ( dua belas)

sampai 18 (delapan belas) tahun, mempunyai suatu bentuk kesalahan

yang berupa kesengajaan atau kealpaan serta tidak ada alasan pemaaf,

sehingga terdakwa AM dapat mempertanggungjawabkan atas

perbuatan yang dilakukannya karena telah sesuai dengan unsur-unsur

pertanggungjawaban pidana yang sesusai dengan Undang-undang

yang berlaku (Pasal 71 Undang-undang SPPA) yang bentuknya

berupa: (a) pidana peringatan, (b) Pidana dengan syarat, yang terdiri

atas : pembinaan diluar lembaga, pelayanan masyarakat, atau

pengawasan, (c) pelatihan kerja, (d) pembinaan dalam lembaga, (e)

penjara

(11)

B. Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Anak Sebagai Pelakau Tindak Pidana Kekerasan

a. Posisi Kasus

Awal terjadinya kejadian pada Hari Rabu tanggal 05 Juni 2019 sekitar pukul 01:00 Wita bertempat dijalan raya, lingkungan Dodu 1, Rt 08 Rw 03, Kecamatan Rasanae Timur, Kota Bima. Terdakwa AM dengan sengaja melakukan kekerasan secara bersama-sama terhadap orang atau barang. Perbuatan tersebut bermula, terdakwa AM bersama teman-temannya pulang dari Lawata menuju ke Lingk. Dodu 1 Kel.

Dodu Kec. Rasanae Timur Kota Bima

Akibat perbuatan terdakwa AM bersama temannya, korban

mengalami luka pada punggung sebelah kanan tampak luka lecet gores,

dengan ukuran sebelas kali nol koma tujuh sentimeter, satu sentimeter

dari luka pertama tampak luka lecet gores dengan ukuran empat kali

nol koma tiga sentimeter. Pada luka kiri luka pertama tampak luka lecet

dengan ukuran Sembilan kali nol koma satu sentimeter, tampak luka

memar pada sudut mata bagian kanan ukuran dua kali tiga sentimeter,

terdapat memar pada punggung bagian kiri ukuran Sembilan kali lima

sentimeter sebagaimana surat keterangan visum et repertum nomor :

353/41/013/visum/VI/2019 pada tanggal Juni 2019 yang ditandatangani

oeh dr. Nirzawan Islamy yang disimpulkan disebabkan karena trauma

benda tumpul.

(12)

b. Dakwaan dan tuntutan dari jaksa penuntut umum

Menimbang bahwa para terdakwa diajukan kepersidangan oleh jaksa penuntut umum berdasarkan surat dakwaan No. Perkara : 18/Pid.Sus.Anak/2019/PN.Rbi dengan susunan dakwaan sebagai berikut :

- Dakwaan

a. Dakwaan kesatu : Di dakwa melanggar pasal 365 ayat (2) ke-(2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

b. Dakwaan kedua : Di dakwa melanggar pasal 170 ayat (2) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

c. Dakwaan ketiga : Di dakwa melanggar pasal 351 ayat (1) jo. Pasal 55 ayat (1)

a. Amar Putusan :

1. Menyatakan Anak AM terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana secara bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang sebagaimana dakwaan kedua penuntut umum;

2. Menjatuhkan pidana kepada anak oleh karena itu dengan pidana penjara selama 1 (satu) bulan 15 (lima belas) hari;

3. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani anak dikurangkan seluruh dari pidana yang dijatuhkan

4. Menetapkan anak tetap ditahan

(13)

5. Membebankan kepada anak membayar biaya perkara sejunlah Rp.

1500,00 ( seribu lima ratus)

Bahwa menurut penyusun penahan dan pemenjaraan harus menjadi upaya yang paling akhir dan kalaupun terpaksa dilakukan, harus untuk masa yang sangat singkat, hal ini telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pada Pasal 16 ayat (3) menyebutkan :“Penangkapan, penahanan, atau tindak pidana penjara anak hanya dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir”

Dari permasalahan anak AM dalam putusan Nomor 18/Pid.Sus.Anak/2019/PN.Rbi menurut penyusun hendaknya perlu kita letakan proporsi hukum yang sesuai dengan fungsinya dan tidak hanya berdasrkan peraturan hukum semata namun juga berdasarkan perasaan hukum dan keadilan. Selain wajib meresapi nilai-nilai yang terkandung dalam Undang-undang Sistem Peradilan Pidana Anak, Undang-undang Perlindungan Anak, serta Peraturan Perundang-undangan yang mengatur tentang kepentingan anak seperti yang diuraikan di atas, dalam memberikan sanksi terhadap anak hakim juga harus menilai Case Study yang dibuat oleh petugas BISPA (Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak). Adapun yang tercantum dalam Case Study ini, ialah gambaran keadaan si anak, berupa : 1) Masalah sosilanya;

2) Kepribadiannya;

(14)

3) Latar belakang kehidupannya, misalnya;

 Riwayat sejak kecil;

 Pergaulannya di luar dan di dalam rumah;

 Keadaan rumah tangga si anak;

 Hubungan antara bapak, ibu dan si anak;

 Hubungan si anak dan keluarganya, dan lain-lain;

 Latar belakang saat dilakukannya tindak pidana tersebut.2

Case Study ini sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan anak

dikemudian hari, karena di dalam memutuskan perkara anak dengan melihat Case Study dapat dilihat dengan nyata keadaan anak secara khusus (pribadi).

Dalam Undang-undang SPPA pada Pasal 6 mengatur tentang Diversi yaitu pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. Menurut penyusun dalam putususan ini proses Diversi tidak dilakukan karena syarat-syaratnya tidak terpenuhi seperti tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun, atau tidak ada Kesepakatan dan persetujuan dari korban dan/atau keluarga Anak Korban serta kesediaan Anak dan keluarganya karena mengingat anak (korban) mengalami luka cukup parah.

Pengertian menghukum secara formal ialah menerapkan hukum menurut bunyi harfiahnya tentu tidak sama dengan menghukum dengan

2 Wagiati sutedjo & Melani, Hukum PidanaAnak (edisi revisi), Refika Aditama, Bandung, 2017, hlm.41

(15)

memperhatikan dan mengindahkan bebrbagai segi dari hukum itu sendiri.

3

Seperti halnya Anak AM yang telah terbukti melakukan tindak pidana dengan terang-terangan dan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang (pasal 170 ayat (2) KE-1 KUHP, dan dengan kesalahannya anak dijatuhi pidana penjara oleh hakim karena perbuatannya, mungkin masyarakat akan memuji sikap hakim atas putusannya tersebut. Namun apakah hukuman pidana penjara yang dijatuhkan hakim akan membuat anak AM menjadi baik?, tepatkah bila anak AM dihukum pidana penjara. Menurut penyusun seharusnya hakim, tidak serta merta menjatuhkan hukuma pidana penjara terhadap anak, sebab dengan tegas dalam Pasal 2 huruf i dan j Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dikatakan bahwa perampasan kemerdekaan dan pemidanaan sebagai upaya terakhir, dan, penghindaran pembalasan, dan Pasal 81 ayat 5 juga mengatur bahwa pidana penjara terhadap anak hanya digunakan sebagai upaya terakhir, lalu dalam Pasal 71 sanksi pidana pokok bagi anak masih memiliki opsi lain, seperti (a) pidana peringatan, (b) pidana dengan syarat (c) pelatihan kerja (d) pembinaan dalam lembaga, (e) penjara. Disini jelas penjara itu merupakan urutan terakhir, sehingga menurut penyusun sanksi penjara tidaklah tepat diberikan kepada anak mengingat perbuatan yang anak AM lakukan adalah pertama kali dan tidak menimbulkan korban jiwa.

3 Wagiati sutedjo & Melani, Hukum PidanaAnak (edisi revisi), Refika Aditama, Bandung, 2017, hlm 39

(16)

III. PENUTUP

(A) Kesimpulan: (1). Pertanggungjawaban pidana terhadap anak sebagai

pelaku tindak pidana kekerasan ( studi putusan nomor

18/Pid.Sus.Anak/PN.Rbi). Bahwa menurut Undang-undang seorang anak

dapat pertanggungjawabkan perbuatanya harus memenuhi unsur-unsur

melakukan perbuatan pidana, yaitu umur 12 (dua belas) sampai 18 (delapan

belas) tahun, mempunyai suatu bentuk kesalahan yang berupa kesengajaan

atau kealpaan serta tidak ada alasan pemaaf, Sehingga anak AM dalam

putusan ini dapat mempertanggungjawabkan atas perbuatan yang

dilakukannya karena telah sesuai dengan unsur-unsur pertanggungjawaban

pidana yang sesusai dengan Undang-undang yang berlaku yang bentuknya

berupa : (a) pidana peringatan, (b) Pidana dengan syarat, yang terdiri atas :

pembinaan diluar lembaga, pelayanan masyarakat, atau pengawasan, (c)

pelatihan kerja, (d) pembinaan dalam lembaga, (e) penjara. (2). Penerapan

sanksi pidana terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana kekerasan ( studi

putusan nomor 18/Pid.Sus.Anak/PN.Rbi). Penyusun meneliti dalam putusan

tersebut anak terbukti melakukan tindak pidana dalam pasal 170 ayat (2) ke-1

KUHP. Hakim menjatuhkan hukuman pidana penjara selama 1 (Satu) bulan

15 (lima belas) hari, dari putusan tersebut bahwa hakim kurang tepat

mendalami nilai-nilai perlindungan anak yang ada dalam Undang-undang

Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan Undang-

undang Perlindungan Anak, karena pemberian pidana penjara terhadap anak

(17)

hanya digunakan sebagai upaya terakhir ( Pasal 81 ayat 5), sehingga bisa tercapainya Restorative justice penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan.

(B). Saran: (1). Dalam menjatuhkan sanksi terhadap perkara anak dibutuhkan

hakim yang benar-benar memiliki penghayatan terhadap keberlangsungan

tumbuh kembang anak, sehingga putusan hakim tidak bersebrangan dengan

asas-asas perlindungan bagi anak. Dalam hal putuan hakim pada perkara anak

AM Putusan Nomor 18/Pid.Sus.Anak/2019/PN.Rbi seharusnya hakim, tidak

serta merta menjatuhkan hukuma pidana penjara terhadap anak, sebab dengan

tegas dalam pasal 2 huruf i dan j Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012

Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dikatakan bahwa perampasan

kemerdekaan dan pemidanaan sebagai upaya terakhir, dan, penghindaran

pembalasan, lalu dalam pasal 71 sanksi pidana pokok bagi anak masih

memiliki opsi lain, seperti misalnya pidana dengan syarat maupun latihan

kerja, sehingga menurut penulis sanksi inilah yang tepat diberikan kepada

anak mengingat perbuatan yang anak AM lakukan adalah pertama kali dan

tidak menimbulkan korban jiwa. (2). Diharapkan kepada aparat penegak

hukum untuk kasus anak yang berkonflik dengan hukum sebaiknya tidak

menuntut secara berlebihan sehingga dalam kasus anak bisa dilakukan proses

diversi

(18)

DAFTAR PUSTAKA

Sutan Remy Sjahdeini,2006,”Pertanggungjawaban Pidana korporasi,PT. Pustaka Utama Grafiti, Jakarta.

Wagiati sutedjo & Melani, 2017 Hukum PidanaAnak (edisi revisi), Refika

Aditama, Bandung, ,

Referensi

Dokumen terkait

Potensi wisata adalah sumberdaya alam yang beraneka ragam, dari aspek fisik dan hayati, serta kekayaan budaya manusia yang dapat dikembangkan untuk pariwisata. Banyu

[r]

Capaian Pembelajaran : Memiliki kemampuan membuat, menganalisis, menyajikan rencana pembelajaran matematika serta mendemonstasikan pembelajaran sebaya untuk materi

[r]

kelengkapan organisasi BPIP yang memiliki tugas melaksanakan penegakan Kode Etik dan Kode Perilaku sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan oleh Pegawai..

terhadap hasil heading kaki sejajar dan 4) untuk mengetahu hasil yang signifikan, antara kelentukan togok, kekuatan otot leher dan kekuatan otot perut terhadap hasil heading

Five of them ( single letters can replace words, single digits can replace words, a single letter or digit can replace a syllable, combinations, and abbreviations ) were the

Judul Tesis Analisis Pemanfaatan Ruang Kawasan Pesisir Teluk Lampung Propinsi Lampung.. Aminudin 98426