• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal Revolusi Indonesia Volume 1, No. 12, November 2021 p-issn: , e-issn:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Jurnal Revolusi Indonesia Volume 1, No. 12, November 2021 p-issn: , e-issn:"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH INDEKS DOW JONES INDUSTRIAL AVERAGE (DJIA), SHANGHAI INDEX COMPOSITE (SSEC), HARGA EMAS DUNIA, TINGKAT INFLASI, DAN NILAI TUKAR ATAU KURS USD/IDR TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN (IHSG) DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI)

Assyafa Azharul Ilmy

Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jawa Timur, Indonesia Email: assyafaazharul@gmail.com

INFO ARTIKEL ABSTRAK Diterima

26 Agustus 2021

Covid-19 memberikan dampak signifikan terhadap mobilitas perusahaan go-public, yang pada umumnya mengalami penurunan, dan secara tidak langsung mempengaruhi performa perusahaan di pasar modal.

Maka ada hubungan saling mempengaruhi antara pasar modal domestik dengan pasar modal luar negeri, instrumen investasi dalam bentuk lainnya pun turut merasakan dampak psikologis investor, serta keadaan makroekonomi yang mempengaruhi terbentuknya harga di lantai bursa. Penelitian ini menggunakan data skunder berupa ringkasan laporan bulanan indeks yang diperoleh dari website keuangan. Populasi dalam penelitian ini merupakan data time series yang berjumlah 37 bulan dan dimulai dari bulan Agustus 2018 hingga Agustus 2021 dengan penentuan sampel menggunakan sampel jenuh.

Data dianalisis dengan menggunakan teknik analisis regresi linier berganda. Hipotesis diuji menggunakan uji F dan uji t. Hasil penelitian menunjukan bahwa secara simultan variabel DJIA, SSEC, Harga Emas Dunia, Inflasi, dan Nilai Tukar USD/IDR berpengaruh signifikan terhadap IHSG. Secara parsial DJIA, SSEC, Inflasi berpengaruh positif terhadap IHSG, sedangkan variabel Harga emas dunia dan nilai tukar USD/IDR berpengaruh negatif terhadap IHSG.

Kata kunci:

indeks saham;

makroekonomi; harga emas dunia.

Pendahuluan

Jika kita menarik salah satu indikator terpenting dalam berdirinya sebuah negara yang mengindikasikan bahwa negara tersebut adalah negara yang kuat adalah dari faktor ekonominya. Dalam hal ini, tentu saja negara sendiri akan memberikan upaya dan akses yang memudahkan semua pelaku ekonomi dalam menjalankan operasional pasar mereka masing-masing. Sebagai aksi nyata dalam turut ikut andil pembiayaan operasional perusahaan yang tidak jarang dari perusahaan yang ada di Indonesia mengalami kesusahan dalam pembiayaan operasional perusahaan, maka dibukalah

(2)

akses kepada seluruh masyarakat untuk memberikan aset mereka kepada perusahaan yang membutuhkan modal sebagai salah satu bentuk investasi modal kepada perusahaan terkait. Untuk memudahkan hal itu agar bisa diakses dan diawasi pelaksanaannya maka terciptalah pasar di mana emiten (perusahaan yang membutuhkan modal) dan investor bertemu yakni, pasar modal.

Pada dasarnya pasar modal sendiri terbentuk karena adanya interaksi dan wadah antara pihak yang mempunyai dana dan membutuhkan dana untuk dimodalkan, menurut (Rahmah, 2019) pelaku usaha sangat membutuhkan pasar modal sebagai wadah dan juga sumber dalam tambahan modal perusahaan, di pihak lain, pasar modal juga berperan sebagai sumber pendapatan dan pembiayaan. Konsep utama dalam investasi adalah pendanaan jangka panjang bagi pelaku investasinya, karena pada tujuan awal investasi adalah mengalahkan inflasi yang dari tahun ke tahun selalu cenderung melonjak, maka dari itu, para investor mengharapkan return yang lebih besar, dari pada harga saham yang sudah mereka beli. Dalam praktiknya di lapangan, tidak jarang bahwa berinvestasi bisa menjadi satu-satunya sumber pendanaan seseorang dalam hidup mereka (namun dalam hal ini, mayoritas dari mereka lebih condong ke trading), namun tidak jarang juga para investor ini mengalokasikan sebagian finansial mereka untuk berinvestasi hanya karena keputusan impulsif, bukan halnya karena ada analisa yang dilakukan sebelumnya. Kita bisa melihat fluktuasi yang cukup besar, dalam dunia pasar modal adalah pada masa pandemi. Saat pandemi Covid-19 melanda, hampir seluruh sektor ekonomi merasakan dampaknya, entah dalam pembatasan produksi, mobilitas, dan operasional lainnya. Dalam skala besar, kinerja perusahaan menjadi dampak adanya virus ini, yang pada umumnya mengalami penurunan, dan secara tidak langsung mempengaruhi performa perusahaan di pasar modal.

Gambar 1.

Grafik Data Fluktuasi Indeks Harga Saham Gabungan dan Volume Transaksi Sumber: www.idx.co.id (diakses 10 Septermber 2021)

(3)

Melalui grafik yang tertera diatas, diketahui bahwa pada akhir tahun 2019, meskipun mengalami fluktuasi, namun masih cenderung stabil, IHSG bergerak pada angka kurang lebih 5.900 sampai 6.500. Namun, ada penurunan drastis pada triwulan awal 2020, tepatnya pada tanggal 24 Maret 2020. IHSG menyentuh angka 3.937.

penurunan yang sangat drastis ini tentu saja dipengaruhi karena jatuhnya harga saham sebagian besar emiten yang tedaftar, bisa saja dipengaruhi faktor lainnya, namun yang terbesar karena terbatasnya operasional perusahaan karena adanya pandemi Covid-19.

Fenomena fluktuasi ekstrem IHSG pada masa pandemi bisa menjadi pisau bermata dua bagi para investor, jika investor A memilih menjual sahamnya karena rasa takut apabila kondisi harga sahamnya terus merosot, ada kemungkinan emiten akan mengeluarkan klausul buy back, sedangkan investor B memilih untuk mempertahankan saham tersebut meski harganya terus merosot, karena ada kemungkinan harga saham akan mengalami kenaikan di kemudian hari, atau biasa disebut bounce back, bahkan tak jarang, kondisi ini dimanfaatkan investor yang sebelumnya tidak memiliki saham pada sektor yang merosot, malah membeli saham tersebut, dengan harapan mereka mendapatkan capital gain apabila saham dijual saat harganya kembali naik. Pada pertengahan hingga akhir 2020 lalu, fenomena belanja besar-besar an terjadi di pasar modal Indonesia, di mana masyarakat yang membutuhkan suntikan dana tambahan, beralih menjadi investor bahkan belajar menjadi trader, karena berpegang pada pasar yang mengalami penurunan harga, dan berharap perekonomian kembali pulih, operasional membaik, dan harga saham pun ikut naik, sehingga bisa menjadi sumber finansial tambahan bagi mereka.

Dengan tingginya serta cepatnya perubahan harga saham, maka diperlukan data yang menyajikan informasi perihal aktivitas pasar modal yang disajikan secara terbuka dan dapat diakses setiap waktu. Salah satu opsi sumber informasi pasar modal adalah Indeks, menurut (Karmila, 2012) indeks harga saham dapat menjadi indikator dalam mengukur aktivitas pasar dan harga saham di lantai bursa, yang nantinya dapat menjadi acuan dalam mengambil keputusan investasi bagi investor. Dalam Bursa Efek Indonesia atau BEI, terdapat bermacam indeks yang merepresentasikan harga saham pada sektor tertentu, diantaranya adalah Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG, Indeks Liquid 45 atau LQ45, Jakarta Islamic Index atau JII dan masih banyak indeks yang lainnya.

Namun, dalam hal ini, IHSG adalah yang paling sering digunakan investor lokal atau asing sebagai tolok ukur kinerja saham, karena indeks ini mencakup semua saham yang ada di lantai bursa dan terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Dalam memperkirakan dan menentukan harga saham yang nantinya akan dikelola dalam indeks saham, ada faktor – faktor fundamental yang mempengaruhi terbentuknya angka tersebut, faktor fundamental sendiri terdiri dari dua bagian berbeda yakni fundamental yang ada di internal perusahaan, serta fundamental dalam kondisi lingkungan ekonomi makro (macro economy). Namun, dalam hal ini, fundamental ekonomi makro menjadi acuan yang lebih umum atau general. Menurut (Musdalifah Azis et al., 2015) variabel fundamental dalam kategori makroekonomi merupakan faktor yang dipengaruhi oleh lingkup luar perusahaan atau pihak eksternal yang didasarkan pada kondisi ekonomi domestik maupun global. Ekonomi makro terbentuk atas dua wilayah yakni dalam aspek global dan regional atau nasional. Yang di mana dalam setiap aspek tersebut terdiri dari beberapa subjek yang juga turut andil dalam mempengaruhi perekonomian suatu negara.

Aspek makroekonomi global yang mempengaruhi dan bisa menjadi analisis fundamental dalam menentukan tujuan investasi bagi para investor terdiri dari dua jenis, yakni Indeks global dan indikator lainnya seperti harga emas dunia, harga minyak

(4)

dunia, bitcoin dan masih banyak indikator-indikator global lainnya. Layaknya Indeks yang ada di Indonesia, indeks global adalah indeks saham yang merupakan cerminan data harga saham yang ada di negara yang bersangkutan, dalam hal ini, indeks saham pada negara maju seperti Amerika, Jepang, Inggris memiliki pengaruh terhadap indeks saham negara berkembang. Hal ini dikarenakan kecenderungan investor pada negara berkembang lebih memilih untuk mengamati indeks saham negara maju dalam berinvestasi, gagasan ini juga diperkuat pasalnya menurut data dari Bursa Efek Indonesia, kepemilikan saham di Indonesia masih lebih banyak dikuasai pihak asing ketimbang investor lokal. Beberapa contoh indeks yang memiliki kapitalisasi besar diantaranya adalah Dow Jones Industrial Average atau DJIA yang merupakan indeks pasar modal di Amerika Serikat, dan Shanghai Index Composite atau SSE yang merupakan salah satu indeks pasar modal yang terbesar di Asia, dan berasal dari negara Tiongkok.

Menurut data yang disajikan www.cnbcindonesia.com (diakses pada 12/9/2021) New York Stock Exchange (NYSE, Amerika Serikat) dan Shanghai Stock Exchange (SSE, Tiongkok) menempati 5 besar Bursa dengan nilai kapitalisasi saham terbesar di dunia, menempati peringkat pertama dan keempat, dengan total nilai kapitalisasi sebesar 22,7 trilliun US Dollar untuk New York Stock Exchange dan 6,5 trilliun US Dollar untuk Shanghai Stock Exchange. Tiongkok sebagai negara dengan kapitalisasi saham terbesar kedua di benua Asia setelah Jepang, tentu saja dipengaruhi karena faktor ekonomi di negaranya yang pertumbuhannya selama 2 dekade terakhir sangat pesat, bahkan menurut (Wisnu, 2018) Tiongkok diakui oleh pakar analisis ekonomi dunia memiliki pertumbuhan ekonomi yang berintegrasi dengan kapitalisme internasional, bahkan tak jarang beberapa pihak menyebut Tiongkok sebagai calon negara yang siap menjadi negara adidaya. Hal tersebut tentu saja berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia, pasalnya ada beberapa faktor yang disebut menjadi alasan utama perekonomian Tiongkok bisa mempengaruhi kondisi ekonomi Indonesia, diantarnya adalah kedekatan wilayah secara geografis, dan kerjasama ekonomi atau hubungan bilateral lainnya yang terjalin antara kedua negara. Sedangkan untuk Amerika Serikat sendiri merupakan negara yang memiliki sebutan sebagai negara ekonomi terbesar di dunia menurut wikipedia (www.wikipedia.com ), dengan nominal Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 15,8 trilliun US Dollar pada tahun 2012, yang mana merupakan seperempat nominal PDB dunia, lalu untuk Keseimbangan Kemampuan Belanja (KKB) US memiliki nominal yang setara dengan seperlima KKB dunia. Tak mengherankan apabila aktivitas ekonomi, terutama pada lantai bursa USA (DJIA) merupakan yang paling sibuk, pasalnya mayoritas saham emiten yang masuk kedalam daftar DJIA merupakan perusahaan multinasional yang operasional mereka ada di berbagai macam negara bahkan benua, maka tak heran DJIA juga sedikit banyak mencerminkan aktivitas ekonomi negara lain. Maka berikut ini terlampirkan grafik dari pergerakan nilai ketiga indeks.

(5)

Gambar 2.

Grafik data indeks saham IDX, DJIA dan SSEC sejak Agustus 2018 sampai Agustus 2021

Sumber: www.investing,com (data diolah)

Berdasarkan gambar 1.2 IHSG mengalami fluktuasi harga selama pertangahan 2018 hingga pertengahan 2021, selama kurang lebih 4 tahun, IHSG mencapai angka tertinggi pada Januari 2019 yang menyentuh harga sebesar 6.532,97 Rupiah, sedangkan IHSG merosot dan mengalami penurunan paling drastis pada Maret 2020, yakni yang sebelumnya 5.452,7 Rupiah pada Februari 2020, menjadi 4.538,93 Rupiah. Namun setelah bulan Maret, yang ditandai sebagai awal masuknya kasus Covid-19 di Indonesia, IHSG mengalami tren naik di bulan setelahnya.

Sama halanya untuk saham Dow Jones Industrial Average atau DJIA yang mengalami fluktuasi selama kurang lebih 4 tahun, DJIA mengalami harga terendah sama dengan IHSG yakni pada Maret 2020 sebesar 21.917,16 US Dollar namun untuk bulan setelahnya, DJIA mengalami peningkatan pesat, puncaknya adalah pada Agustus 2021 di mana DJIA menunjukan angka 35.359,08 US Dollar sebagai torehan tertinggi dalam 4 tahun kebelakang.

Namun ada perbedaan pada indeks Shanghai Stock Exchange atau SSEC, di mana fluktuasi yang ada menunjukan harga terendah bukan pada masa pandemi Covid-19 melainkan pada bulan Desember 2019 dengan nilai sebesar 2.493,9 Yuan. Sedangkan untuk harga tertinggi tercatat pada bulan Mei 2021, dengan nilai sebesar 3.615,48 Yuan.

Ketiga indeks saham memiliki kecenderungan tren yang hampir sama, namun nominal dan signifikansi yang berbeda menyebabkan grafik tidak terlihat linear.

Selain indeks saham sebagai bentuk refleksi kinerja saham di lantau bursa, ada beberapa faktor global lainnya yang secara tidak langsung mempengaruhi kinerja indeks saham di negara-negara maju maupun negara berkembang, salah satunya adalah Harga Emas Dunia. Secara universal, komoditi emas merupakan global currency yang diakui nilainya. Emas memiliki nilai intrinsik yang stabil atau tetap, karena ke liquiditasan tersebut maka aset emas dapat dibeli dan dicairkan di mana saja. Pada dasarnya komoditi emas merupakan instrumen yang tidak dapat dipengaruhi oleh pergerakan inflasi (zero inflation) sehingga harga emas akan selalu berbanding lurus dengan

(6)

pergerakan inflasi. Hal ini bisa berdampak apabila terjadi naiknya harga emas dapat membuat psikologis investor, untuk lebih tertarik berinvestasi pada instrumen emas daripada saham. Kejadian dapat berimbas pada menurunnya IHSG, dikarenakan ketertarikan investor pada instrumen emas mengakibatkan aset mereka pada saham secara bersamaan dijual.

Pergerakan harga di pasar modal dapat dipengaruhi dengan fluktuasi harga emas.

Naiknya harga emas dunia memberikan profit lebih kepada negara atau perusahaan pengekspor emas dan yang bergerak dalam sektor pertambangan hal tersebut dapat menarik minat investor lokal maupun asing. Namun bagi perusahaan diluar sektor pertambangan dapat berimbas sebaliknya, karena dapat menaikan biaya operasional.

Gambar 3.

Harga Emas Dunia dalam US Dollar per Troy Ons sejak Agustus 2018 sampai Agustus 2021

Sumber: www.investing.com

Berdasarkan gambar 3. yang merupakan grafik harga emas dunia per Agustus 2018 sampai Agustus 2021, tercatat secara keseluruhan grafik cenderung naik, harga terendah dalam periode terkait terjadi pada bulan September 2018 dengan harga 1.268,7 US Dollar per troy ons, namun berbanding terbalik dengan indeks saham IDX, DJIA dan SSEC, titik harga tertinggi terjadi pada saat pandemi sedang marak yakni pada bulan Juli 2020 dengan nilai 2.017,1 US Dollar per troy ons. Namun, secara umum grafik emas dunia menunjukan tren naik yang menandakan bahwa indeks saham dengan harga emas dunia memiliki keterkaitan satu sama lain.

Selain komponen global yang mempengaruhi terbentuknya IHSG, sebagai analisa fundamental, sektor ekonomi makro domestik juga mempengaruhi harga saham di Indonesia. Pengendalian ekonomi makro bertujuan agar perputaran keseluruhan kegiatan ekonomi di negara tersebut menjadi stabil, menurut (Chandra, 2016) kegiatan ekonomi makro didasarkan oleh tiga hal, yakni, inflasi, permasalahan pengangguran, dan neraca pembayaran (didalamnya termasuk Kurs).

(7)

Dikutip dari www.bi.go.id inflasi didefinisikan sebagai kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan terus menerus dalam jangka waktu tertentu. Secara praktiknya inflasi merupakan musuh dari pertumbuhan ekonomi apabila dalam perkembangannya tidak diatur, atau dikontrol. Menurut (Chandra, 2016) inflasi adalah ukuran dari peningkatan umum tingkat harga dalam perekonomian, yang diwakili biasanya dengan indeks harga inklusif, sedangkan menurut (Musdalifah Azis et al., 2015) inflasi merupakan salah satu faktor makroekonomi yang menunjukan kenaikan harga secara umum. Kenaikan inflasi akan mengurangi volume laba perusahaan, yang berpengaruh pada nilai perusahaan yang menjadi salah satu indikator harga saham yang ditentukan pasar. Kenaikan inflasi dapat timbul karena adanya tekanan dari sisi supply, dari sisi permintaan dan dari ekspektasi inflasi.

Gambar 4.

Data Inflasi sejak Agustus 2018 sampai Agustus 2021 Sumber: www.bi.go.id

Inflasi yang terdapat pada gambar 3. menunjukan data yang fluktuatif dalam setiap bulannya. Tercatat tingkat inflasi terendah terjadi pada bulan Agustus 2020 dengan nilai sebesar 1,32%, sedangkan untuk tingkat inflasi tertinggi terjadi pada bulan Agustus 2019 dengan nilai sebesar 3,49%.

Selain inflasi yang merupakan indikator makro ekonomi yang berperan dalam menentukan harga saham, Nilai tukar juga berpengaruh terhadap harga saham yang nantinya terbentuk. Menurut (Musdalifah Azis et al., 2015) nilai tukar adalah perbandingan presentase perubahan antara mata uang dalam negeri dan mata uang luar negeri. Hubungan searah antara nilai tukar dan harga saham adalah semakin menguat nilai Rupiah terhadap US Dollar menyebabkan meningkatnya aliran modal masuk ke Indonesia. Nilai tukar Rupiah yang terus melemah dapat mempengaruhi tingkat pengembalian sebuah perusahaan, umumnya perusahaan go-public. Hal tersebut dapat berdampak secara spesifik pada perusahaan yang memanfaatkan bahan mentah dari luar negeri atau impor serta perusahaan yang menggunakan pinjaman modal asing sebagai pembiayaan operasional perusahaan. Meningkatnya biaya produksi suatu perusahaan

(8)

dapat berimbas pada penurunan profit perusahaan tersebut. Tingkat profitabilitas perusahaan dapat mempengaruhi minat beli investor terhadap saham perusahaan yang dapat mempengaruhi performa IHSG.

Gambar 5.

Grafik Nilai Tukar USD/IDR dalam Agustus 2018 sampai Agustus 2021 Sumber : www.kemendag.go.id

Menurut gambar 5 secara garis besar Nilai Kurs USD/IDR bergerak fluktuatif, namun memiliki kecenderungan naik. Nilai terbesar yang tercatat dalam Nilai Tukar USD/IDR adalah pada bulan Maret 2020 sebesar 16.367 Rupiah, sedangkan nilai tukar USD/IDR terkecil tercatat pada bulan Januari 2020 sebesar 13.662 Rupiah.

Literatur yang menjelaskan tentang penelitian pengaruh indeks saham global terhadap IHSG sudah banyak dilakukan sebelumnya, dalam penelitian yang dilakukan (Oktarina, 2016) dengan judul “Pengaruh Beberapa Indeks Saham Global dan Indikator Makroekonomi terhadap Pergerakan IHSG”, menunjukan hasil Dow Jones Industrial Average Index, Indeks Nikkei 225, Shanghai Composite Index, Indeks FTSE 100, harga minyak dunia, harga emas dunia, nilai tukar IDR/USD, suku bunga (BI Rate) dan inflasi berpengaruh secara bersama-sama terhadap IHSG, dalam sisi indeks global DJIA dan Nikkei 225 berpengaruh positif terhadap IHSG, untuk SSEC dan FTSE 100 berpengaruh negatif terhadap IHSG, sedangkan untuk indikator makroekonomi menunjukan bahwa harga minyak dunia, nilai tukar, dan BI rate berpengaruh negatif terhadap IHSG, untuk harga emas dunia dan inflasi berpengaruh positif terhadap IHSG.

Sementara itu penelitian yang dilakukan (Herlianto and Hafizh 2020) dengan judul

“Pengaruh Indeks Dow Jones, Nikkei 225, Shanghai Stock Exchange, Dan Straits Times Index Singapore Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Indonesia (BEI)” membuktikan hasil yang berbeda, di mana Indeks Dow Jones, Nikkei 225, Shang Hai Stock Exchange Composite Index dan Straits Times Index Singapore secara bersama – sama berpengaruh signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI), lalu secara parsial, Indeks Dow Jones berpengaruh positif terhadap IHSG, di sisi lain untuk Indeks Nikkei 225 berpengaruh

(9)

negatif terhadap IHSG, sedangkan untuk SSEC dan Straits Times Index Singapore secara signifikan tidak berpengaruh terhadap IHSG.

Dikarenakan adanya inkonsistensi hasil penelitian terhadap pengaruh variabel makro ekonomi dan indeks global terhadap IHSG, maka peneliti hendak melakukan penelitian terhadap objek serupa dengan judul “Pengaruh Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA), Shanghai Index Composite (SSEC), Harga Emas Dunia, Tingkat Inflasi, dan Nilai Tukar atau Kurs USD/IDR Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI)”

Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, jenis data yang digunakan merupakan data kuantitatif.

Menurut (Kurniawan, Agung Widhi, 2016) data kuantitatif merupakan data yang berkenaan dengan jumlah atau bersifat numerik, dan dalam proses analisanya menggunakan pendekatan statistik, serta melakukan perhitungan untuk menjawab perumusan masalah dan menguji hipotesis.

Dalam penelitian ini, sumber data yang digunakan adalah sumber data sekunder.

Menurut (Wekke, 2019) sumber data sekunder adalah buku-buku, dokumen, internet, dan media cetak sebagai pengutipan teori, pencantuman sumber data menggunakan running note yang diantaranya meliputi pencantuman last name, tahun peneribatan dan nomor halaman. Sedangkan data sekunder sendiri merupakan jenis data yang dalam mendapatkan data tersebut tidak langsung didapat peneliti dari sumbernya. Sedangkan selaras dengan teori diatas, (Kurniawan, Agung Widhi, 2016) juga berpendapat bahwa data sekunder merupakan data dokumentasi, atau data yang diterbitkan oleh sebuah organisasi dan dapat digunakan oleh pihak lain.

Data sekunder indeks IHSG, DJIA, SSEC, dan Harga Emas Dunia yang digunakan sebagai objek penelitian merupakan ringkasan data perbulan yang diperoleh dari web www.investing.com , sedangkan untuk data Inflasi merupakan ringkasan data perbulan yang diperoleh dari website www.bi,go.id , lalu untuk data Kurs USD/IDR merupakan ringkasan data perbulan yang diperoleh dari website www.kemendag.go/id.

Teknik pengumpulan data yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini, menggunakan metode dokumentasi. Menurut (Samsu, 2017) Metode dokumentasi ini merupakan sumber non manusia, yang cukup bermanfaat karena telah tersedia, sehingga akan relatif murah pengeluaran biaya untuk memperolehnya, metode dokumentasi merupakan sumber yang stabil dan akurat sebagai cerminan situasi atau kondisi yang sebenarnya, serta dapat dianalisis secara berulang-ulang tanpa mengalami perubahan. Metode dokumentasi ini dipergunakan untuk memperoleh data berupa catatan-catatan dan dokumen lain yang ada hubungannya dengan masalah penelitian ini.

Sedangkan menurut (Kurniawan, Agung Widhi, 2016) metode dokumentasi atau dokumenter merupakan teknik pengumpulan data dengan menggunakan dokumentasi yang dimiliki oleh sumber data, dalam pengumpulannya, semua dokumen yang berhubungan dengan penelitian perlu dikumpulkan sebagai sumber data dan informasi.

Hasil dan Pembahasan

A. Pembahasan Secara Simultan

Dari analisis data yang telah dilakukan, hasil uji F pada penelitian ini menunjukkan bahwa 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 ≥ 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 dengan angka 44,88 ≥ 2,52. Maka H0 ditolak pada signifikansi 5% (0.05) sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel bebas Indeks DJIA (X1), SSEC (X2), Harga Emas Dunia (X3), Tingkat Inflasi (X4),

(10)

dan Nilai Tukar Rupiah (X5) secara simultan berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat Indeks Harga Saham Gabungan (Y) di Bursa Efek Indonesia.

Dengan hasil analisis tersebut, maka kesimpulan yang relevan dengan pernyataan hipotesis pertama yang menyatakan bahwa diduga Indeks DJIA (X1), SSEC (X2), Harga Emas Dunia (X3), Tingkat Inflasi (X4), dan Nilai Tukar Rupiah (X5) secara simultan berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat Indeks Harga Saham Gabungan (Y) di Bursa Efek Indonesia.

B. Pembahasan Secara Parsial

1. Pengaruh Indeks DJIA terhadap Performa IHSG

Dalam hasil pengujian hipotesis yakni Uji T pada variabel independen DJIA (X1) menunjukan hasil bahwa ≥ dengan nilai 2,448 ≥ 2,0395, dari hasil tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwasannya variabel Indeks DJIA secara parsial berpengaruh secara signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang ada di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Hasil analisis regresi linier berganda menyatakan bahwa nilai koefisien regresi variabel Indeks DJIA sebesar 0,051 yang berarti Indeks DJIA memiliki pengaruh positif terhadap IHSG. Dalam artian bahwa ketika Indeks DJIA mengalami kenaikan maka terdapat kemungkinan IHSG akan mengalami kenaikan pula. Begitu sebaliknya, penurunan Indeks DJIA cenderung akan membuat IHSG mengalami penurunan.

Amerika Serikat merupakan salah satu negara dengan tatanan ekonomi paling kuat dan cukup stabil, dengan ini Amerika Serikat mendapat julukan negara adikuasa, dengan berbagai ideologi, perjanjian dagang dan sistem pasar yang dimiliki, Amerika Serikat memiliki peran dalam mempengaruhi perekonomian negara lainnya termasuk Indonesia. Perusahaan asal Amerika Serikat yang terdaftar dalam DJIA sebagian besar merupakan perusahaan multinasional yang beberapa pabrik atau pusat produksinya didistribusikan di berbagai negara, hal ini membuktikan ada banyak negara yang pendapatannya bergantung dari performa perusahaan asal negeri paman Sam ini.

Sama halnya dengan performa perusahaan, performa bursa di asal Amerika Serikat yakni Wall Street juga menjadi yang paling aktif di dunia, DJIA merupakan indeks tertua dan terbesar di Wall Street, dengan kapitalisasi pasar yang tinggi, maka kemampuan Indeks DJIA dalam mempengaruhi indeks pada negara berkembang termasuk Indonesia (dalam hal ini indeks yang dipengaruhi adalah IHSG) menjadi sangat mungkin, terlebih karena ada beberapa perusahaan yang listing di Bursa Efek Indonesia menjalin kerjasama dengan perusahaan asal Amerika Serikat, sehingga secara tidak langsung hal ini mempengaruhi psikologis investor dalam menentukan portofolionya.

Hasil dari uji parsial ini mendukung penelitian yang dilakukan (Oktarina, 2016) yang menyatakan bahwa variabel Indeks DJIA berpengaruh positif terhadap dan signifikan terhadap IHSG.

2. Pengaruh Indeks SSEC terhadap Perfoma IHSG

Dalam hasil pengujian hipotesis yakni Uji T pada variabel independen SSEC (X2) menunjukan hasil bahwa ≥ dengan nilai 2,477 ≥ 2,0395, dari hasil tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwasannya variabel Indeks SSEC secara parsial berpengaruh secara signifikan terhadap Indeks Harga Saham

(11)

Hasil analisis regresi linier berganda menyatakan bahwa nilai koefisien regresi variabel Indeks SSEC sebesar 0,0792 yang berarti Indeks SSEC memiliki pengaruh positif terhadap IHSG. Dalam artian bahwa ketika Indeks SSEC mengalami kenaikan maka terdapat kemungkinan IHSG akan mengalami kenaikan pula. Begitu sebaliknya, penurunan Indeks SSEC cenderung akan membuat IHSG mengalami penurunan.

IHSG dipengaruhi secara positif oleh indeks SSEC, karena secara faktor geografis, China dan Indonesia berada dalam satu kawasan regional, yakni benua Asia. Apabila ada dua negara yang saling berdekatan secara geografis, maka ada kemungkinan keterkaitan dan hubungan yang saling mempengaruhi antara kedua Indeks saham. Kedekatan geografis juga mempengaruhi aktivitas ekonomi yang ada didalamnya, misal ekspor impor, dimana China tercatat sebagai negara tujuan ekspor Indonesia terbesar ketiga setelah Amerika dan India. Dengan adanya perjanjian ekonomi antara kedua negara, maka kesempatan Indonesia untuk membuka pasar lebih luas dapat terealisasikan, dalam kasus ini maka aktivitas ekonomi China secara tidak langsung mempengaruhi pendapatan Indonesia. Jika suntikan dana investasi pada operasional dan pemberdayaan negara meningkat maka kondisi perekonomian negara membaik, demand negara terhadap produk impor menjadi meningkat, maka secara tidak langsung supply perusahaan Indonesia terhadap produk ekspor pun menjadi meningkat, meningkatnya produksi berbanding lurus dengan pendapatan yang nantinya akan berpengaruh kepada psikologis investor untuk mempertahankan aset mereka di Bursa Efek Indonesia.

3. Pengaruh Harga Emas Dunia terhadap Performa IHSG

Dalam hasil pengujian hipotesis yakni Uji T pada variabel independen Harga Emas Dunia (X3) menunjukan hasil bahwa ≤ dengan nilai - 7,404 ≤ -2,0395, dari hasil tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwasannya variabel Indeks Harga Emas Dunia secara parsial berpengaruh secara signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang ada di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Hasil analisis regresi linier berganda menyatakan bahwa nilai koefisien regresi variabel Harga Emas Dunia sebesar -2,179 yang berarti Harga Emas Dunia memiliki pengaruh negatif terhadap IHSG. Dalam artian bahwa ketika Harga Emas Dunia mengalami kenaikan maka terdapat kemungkinan IHSG akan mengalami penurunan. Begitu sebaliknya, penurunan Harga Emas Dunia cenderung akan membuat IHSG mengalami kenaikan.

Sudah menjadi teori umum bahwa, emas merupakan instrumen investasi dengan perlindungan terhadap pengaruh inflasi, nilai investasinya cenderung melawan arah atau pergerakan inflasi, terutama dimasa krisis dimana perekonomian suatu negara atau bahkan seluruh negara secara universal mengalami penurunan taraf ekonomi, seperti contoh saat dunia sedang terdampak pandemi virus Corona, khususnya Indonesia. Dimana pada awal hingga sepertiga akhir tahun 2020, dimana harga – harga barang real di Indonesia mengalami penurunan, inflasi mengalami kemerosotan hingga 37,8%, penurunan inflasi juga dibarengi dengan menurunnya IHSG hingga 70,1%, namun disaat yang bersamaan harga emas dunia mengalami peningkatan, puncaknya pada Juli 2020 dengan 2.017,1 USD/Troy Ons. Asumsi perlawanan terhadap nilai inflasi dan indeks

(12)

saham ini dipengaruhi beberapa faktor, selain karena psikologis investor, karena saat perekonomian di suatu negara merosot, dan aset mereka terhadap efek akan terancam tergerus harganya, maka investor cenderung mengalihkan investasinya kepada aset yang lebih stabil dan cenderung naik, yakni emas. Selain itu, emas merupakan cadangan devisa negara. Dimana standar emas dapat menjadi pengontrol keseimbangan pembayaran internasional beberapa negara.

4. Pengaruh Inflasi terhadap Performa IHSG

Dalam hasil pengujian hipotesis yakni Uji T pada variabel independen Inflasi (X4) menunjukan hasil bahwa ≤ ≤ dengan nilai - 2,0395 ≤ 1,117 ≤ 2,0395, dari hasil tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwasannya variabel Inflasi secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang ada di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Hasil analisis regresi linier berganda menyatakan bahwa nilai koefisien regresi variabel Inflasi sebesar 120,737 yang berarti Inflasi memiliki pengaruh positif terhadap IHSG. Dalam artian bahwa ketika Inflasi mengalami kenaikan maka terdapat kemungkinan IHSG akan mengalami kenaikan pula. Begitu sebaliknya, penurunan Inflasi cenderung akan membuat IHSG mengalami penurunan.

Inflasi merupakan indikator fundamental makro yang sering menjadi tolok ukur dan pertimbangan investor apabila ingin menginvestasikan sebagian modalnya di bursa saham. Inflasi berjalan searah dengan perkembangan indeks saham, karena apabila inflasi mengalami kenaikan yang dimana terjadi kenaikan harga produk secara keseluruhan, maka ada kecenderungan kenaikan harga saham, karena pada dasarnya saham serupa dengan barang modal (capital goods).

5. Pengaruh Nilai Tukar USD/IDR terhadap Performa IHSG

Dalam hasil pengujian hipotesis yakni Uji T pada variabel independen Kurs USD/IDR (X5) menunjukan hasil bahwa ≤ dengan nilai - 6,081 ≤ -2,0395, dari hasil tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwasannya variabel Indeks Kurs USD/IDR secara parsial berpengaruh secara signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang ada di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Hasil analisis regresi linier berganda menyatakan bahwa nilai koefisien regresi variabel Kurs USD/IDR sebesar -0,505 yang berarti Kurs USD/IDR memiliki pengaruh negatif terhadap IHSG. Dalam artian bahwa ketika Kurs USD/IDR mengalami kenaikan maka terdapat kemungkinan IHSG akan mengalami penurunan. Begitu sebaliknya, penurunan Kurs USD/IDR cenderung akan membuat IHSG mengalami kenaikan.

Kenaikan Nilai Tukar USD/IDR merupakan taraf kesehatan ekonomi suatu negara, apabila Kurs meningkat, maka impor atau pembelian barang dari negara luar dengan menggunakan mata uang USD akan mengalami pengingkatan harga, apabila harga yang dikeluarkan terlalu banyak atau mahal, maka perusahaan yang bergantung pada sumber daya atau bahan baku produksi dari negara lain, kemungkinan besar akan mengeluarkan biaya lebih dalam pembelanjaan produksinya atau dengan cara lain dapat menetapkan biaya tetap, namun kapasitas pembelian yang berkurang. Dengan berkurangnya bahan baku atau meningkatnya biaya produksi, maka profit perusahaan akan menurun, sehingga nilai saham

(13)

Kesimpulan

Berdasarkan Uji analisis yang dilakukan, maka dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:

1. Hasil analisis pengujian secara simultan (Uji F), diketahui bahwa variabel Dow Jones Industrial Average (X1), Indeks Shanghai Stock Exchange Composite (SSEC) (X2), Harga Emas Dunia (X3), Inflasi (X4) dan Kurs USD/IDR (X5) memiliki pengaruh signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode Agustus 2018 – Agustus 2021.

2. Hasil analisis pengujian secara parsial (Uji T), dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

a. Variabel Indeks Dow Jones Industrial Average (X1) berpengaruh secara positif signifikan terhadap variabel Indeks Harga Saham Gabungan (Y)

b. Variabel Indeks Shanghai Composite (X2) berpengaruh secara positif signifikan terhadap variabel Indeks Harga Saham Gabungan (Y)

c. Variabel Harga Emas Dunia (X3) berpengaruh secara negatif signifikan terhadap variabel Indeks Harga Saham Gabungan (Y)

d. Variabel Inflasi (X4) berpengaruh secara positif dan tidak signifikan terhadap variabel Indeks Harga Saham Gabungan (Y)

e. Variabel Kurs USD/IDR (X5) berpengaruh secara negatif signifikan terhadap variabel Indeks Harga Saham Gabungan (Y)

3. Koefisien determinasi menunjukan angka 0,879. Yang berarti, setiap variabel independen yang ada di penelitian ini secara simultan mempengaruhi variabel dependen sebesar 87,9%.

(14)

BIBLIOGRAFI

Chandra, P. T. (2016). Esensi Ekonomi Makro. Surabaya: Zifatama Publisher.

Karmila, and I. E. (2012). Pasar Modal (1st ed.). Penerbit Buku KTSP.

Kurniawan, Agung Widhi, and Z. P. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif (Vol 4).

Pandiva Buku.

Musdalifah Azis, S. E., Mintarti, S., & Maryam Nadir, S. E. (2015). Manajemen Investasi Fundamental, Teknikal, Perilaku Investor dan Return Saham.

Deepublish.

Oktarina, D. (2016). Pengaruh Beberapa Indeks Saham Global dan Indikator Makroekonomi terhadap Pergerakan IHSG. Journal of Business & Banking, 5(2), 163. https://doi.org/10.14414/jbb.v5i2.701

Rahmah, M. (2019). Hukum Pasar Modal. Kencana Prenada Media Group.

Samsu, S. (2017). Metode Penelitian:(Teori Dan Aplikasi Penelitian Kualitatif, Kuantitatif, Mixed Methods, Serta Research & Development). PUSAKA Jambi.

Wekke, I. S. (2019). Metode Penelitian Sosial. Gawe Buku.

Wisnu, D. (2018). Ekonomi Politik Internasional. Rows Collection.

Referensi

Dokumen terkait

Return On Equity (ROE) merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan modal sendiri, sedangkan Earning Per Share

Jurnal Penelitian Kesejahteraan Sosial Volume 20 No 1 April 2021 ISSN 1412 6451 E ISSN 2528 0430 Daftar Isi 1 2 3 4 5 6 Peran Dinas Sosial Kota Surabaya dalam Mendukung Program

Setelah mendapatkan didikan kebangsaan di sana, tanggal 4 Juli 1927 Soekarno mendirikan Partai Nasional Indonesia (PNI) dari organisasi inilah ia berjuang mati-matian

Pertempuran yang terjadi di Surabaya pada bulan September-November 1945 menelan banyak korban, tidak hanya dari pihak Indonesia tetapi juga dari pihak asing yaitu

Antara tahun 1927 dan runtuhnya negara jajahan Belanda oleh Jepang pada tahun 1942, kebangkitan nasional Indonesia mulai nampak kurang semarak dalam masalah politik,

Nama Jurnal, Tahun terbit, Volume, Nomor,

Kekuatan lain sebagai pendorong usaha komunitas Muhammadiyah dalam membangun lembaga pendidikan tinggi di Sulawesi Tenggara adalah modal sosial, yaitu modal kepercayaan

Hasil tersebut sesuai dan terbukti dengan pernyataan hipotesis pertama yang menyatakan bahwa ukuran perusahaan (size), leverage, profitabilitas, dan umur listing