• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pemeliharaan (Maintenance) Pengertian Pemeliharaan (Maintenance)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pemeliharaan (Maintenance) Pengertian Pemeliharaan (Maintenance)"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pemeliharaan (Maintenance)

2.1.1 Pengertian Pemeliharaan (Maintenance)

Pemeliharaan merupakan kegiatan pengembalian setiap peralatan dan mesin pada kondisi siap beroperasi. Presepsi pemeliharaan secara tradisional adalah untuk memperbaiki komponen peralatan yang rusak, sehingga kegiatan pemeliharaan terbatas pada tugas-tugas reaktif tindakan perbaikan atau pergantian komponen peralatan korektif (Oktaria, 2011).

Adapun pengertian pemeliharaan menurut para ahli :

Menurut (Assauri, 2008) maintenance merupakan kegiatan untuk memelihara atau menjaga fasilitas atau peralatan pabrik dengan mengadakan perbaikan atau penyesuaian atau penggantian yang diperlukan supaya terdapat suatu keadaaan operasional produksi yang memuaskan sesuai dengan apa yang direncanakan.

Menurut (Sudrajat, 2011) maintenance dapat didefinisikan sebagai suatu

aktivitas yang diperlukan untuk menjaga atau mempertahankan kualitas

pemeliharaan suatu fasilitas agar fasilitas tersebut dapat berfungsi dengan

baik dalam kondisi siap pakai.

(2)

2.1.2 Tujuan Pemeliharaan (Maintenance)

Maintenance merupakan kegiatan pendukung bagi proses produksi, maka maintenance harus efektif, efisien dan berbiaya rendah. Dengan adanya maintenance ini, maka mesin/peralatan produksi dapat digunakan sesuai dengan rencana dan tidak mengalami kerusakan selama jangka waktu tertentu yang telah direncanakan (Sudrajat, 2011) :

Beberapa tujuan maintenance yang paling utama adalah :

1. Kemampuan berproduksi dapat memenuhi kebutuhan sesuai dengan rencana produksi.

2. Menjaga kualitas pada tingkat yang tepat untuk memenuhi apa yang dibutuhkan pada produk itu sendiri dan kegiatan produksi yang tidak terganggu.

3. Untuk mencapai tingkat biaya maintenance secara efektif dan efisien keseluruhannya.

4. Untuk menjamin keselamatan orang yang menggunakan sarana tersebut 5. Memaksimalkan ketersediaan semua peralatan sistem produksi

(mengurangi downtime)

6. Untuk memperpanjang umur/masa pakai dari mesin tersebut.

2.2 Jenis-jenis Pemeliharaan

2.2.1 Perawatan Kerusakan (Breakdown Maintenance)

Perawatan kerusakan dapat diartikan sebagai kebijakan perawatan dengan

cara mesin/peralatan dioperasikan hingga rusak, kemudian baru diperbaiki atau

diganti. Jenis pemeliharaan ini kurang baik diterapkan karena dapat menimbulkan

(3)

biaya yang tinggi, kehilangan kesempatan untuk mengambil keuntungan bagi perusahaan karena diakibatkan terhentinya mesin secara tiba-tiba. (Sudrajat, 2011)

Keuntungan dari jenis perawatan kerusakan (Sudrajat, 2011) 1. Murah dantidak perlu melakukan perawatan

2. Cocok untuk mesin/peralatan yang murah, sederhana dan modular.

Adapun kerugiannya adalah (Sudrajat, 2011) : 1. Kasar dan berbahaya

2. Menimbulkan kerugian yang besar bila diterapkan pada mesin yang mahal, kompleks, dan dituntut tingkat keselamatan tinggi.

2.2.2 Perawatan Pencegahan (Preventive Maintenance)

Preventive Maintenance ialah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan untuk mencegah timbulnya kerusakan-kerusakan yang tidak terduga dan menemukan kondisi atau keadaan yang menyebabkan fasilitas produksi mengalami kerusakan pada waktu digunakan saat proses produksi. (Sudrajat, 2011).

Semua fasilitas produksi yang diberikan preventive maintenance akan terjamin kelancarannya dan selalu diusahaan dalam kondisi atau keadaan yang siap dipergunakan untuk setiap operasi atau proses produksi pada setiap saat.

Sehingga memungkinkan pembuatan suatu rencana dan jadwal pemeliharaan dan

pemeliharaan yang sangat cermat dan rencana produksi yang lebih tepat. Tujuan

preventive maintenance diarahan untuk memaksimalkan availability, dan

meminimalisasi ongkos peningkatan reliability. (Sudrajat,2011).

(4)

2.2.3 Perawatan Terjadwal (Schedule Maintenance)

Perawatan terjadwal merupakan bagian dari perawatan pencegahan.

perawatan ini bertujuan mencegah terjadinya kerusakan dan perawatannya dilakukan secara periodik dalam rentang waktu tertentu. Strategi perwatan ini disebut juga sebagai perawatan berdasarkan waktu (time based maintenance).

(Sudrajat, 2011).

Jenis perawatan ini cukup baik dalam mencegah terhentinya mesin yang tidak direncanakan. Rentang waktu perawatan ditentukan berdasarkan pengalaman, data masa lalu atau rekomendasi dari pabrik pembuat mesin yang besangkutan. Kekurangannya jika rentang waktu terlalu pendek akan mengganggu aktivitas produksi dan dapat meningkatkan kesalahan yang timbul karena teknisi kurang cermat dalam memasang kembali komponen yang diperbaiki serta adanya kontaminan yang masuk kedalam sistem. Jika rentang waktu perawatan terlalu panjang kemungkinan mesin akan mengalami kerusakan sebelum tiba waktu perawatan. Selain itu jika kondisi mesin atau komponen mesin/peralatan masih baik dan menurut jadwal sudah harus diganti atau diperbaiki akan menimbulkan kerugian. (Sudrajat, 2011)

2.2.4 Perawatan Prediktif (Predictive Maintenance)

Perawatan prediktif ini pun merupakan bagian dari perawatan pencegahan.

Perawatan prediktif ini dapat diartikan sebagai strategi perawatan dimana

pelaksanaannya didasarkan oleh kondisi mesin itu sendiri. Untuk menentukan

kondisi mesin dilakukan tindakan pemeriksaan atau monitoring kondisi mesin

(Machinery Condition Monitoring), yang artinya sebagai penentuan kondisi mesin

(5)

dengan cara memeriksa kondisi mesin secara rutin, sehingga dapat diketahui keandalan mesin serta keselamatan kerja terjamin (Sudrajat, 2011).

Dilakukannya kegiatan inspeksi dpat diketahui kondisi mesin/peralatan secara pasti dan gejala kerusakan dapat terdeteksi secara dini. Ada beberapa pertimbangan dalam menentukan frekuensi untuk melakukan inspeksi, yaitu beban kerja mesin, umur mesin, pengalaman operator/teknisi, dan kritisnya fasilitas. Menurut (Sudrajat, 2011) kegiatan dilakukan bisa berupa :

1. Perawatan, yang merupakan langkah pemeliharaan secara rutin yang didasarkan pada perawatan harian, mingguan, bulanan, dan seterusnya.

Atau bisa juga didasarkan pada jumlah jam pemakaian tertentu atau satuan output/produksi.

2. Perbaikan, yang dimaksud dengan perbaikan disini adalah perbaikan kecil yang mungkin timbul dari hasil pemeriksaan.

Tujuan perawatan prediktif ini terutama untuk (Sudrajat, 2011) :

Mereduksi breakdown dan kecelakaan yang disebabkan oleh kerusakan alat.

 Meningkatkan waktu operasi dan produksi

Mereduksi waktu dan cost of maintenance

 Meningkatkan kualitas dan pelayanan.

(6)

2.3 Total Productive Maintenance (TPM)

Agar tetap dapat bersaing dalam kompetisi global yang semakin menantang dan berubah dengan cepat, diperlukan penerapan strategi yang telah terbukti dapat mengelola semua sumber daya yang ada dalam organisasi secara tepat, efektif dan effisien. Beberapa waktu belakangan ini telah hadir sebuah metode Total Productive Maintenance (TPM) sebagai sebuah strategi yang cukup diyakini mampu menjadi metode pemeliharaan berkualitas yang strategis (Oktaria, 2011).

2.3.1 Definisi Total Productive Maintenance (TPM)

Menurut (Oktaria, 2011) TPM sesuai dengan namanya terdiri atas tiga suku kata, yaitu :

1. Total : Hal ini mengindikasikan bahwa TPM mempertimbangkan berbagai aspek dan melibatkan seluruh personil yang ada, mulai dari tingkatan atas hingga kejajaran yang bawah.

2. Productive : Menitikberatkan pada segala usaha untuk mencoba melakukan pemeliharaan dengan kondisi produksi tetap berjalan dan meminimalkan masalah-masalah yang terjadi diproduksi saat pemeliharaan dilakukan.

3. Maintenance : Berarti memelihara dan menjaga peralatan secara mandiri

yang dilakukan oleh operator produksi agar kondisi peralatan tetap bagus

dan terpelihara dengan cara membersihkannya, melakukan pelumasan dan

memperhatikannya.

(7)

Menurut (Nakajima.S, 1988 ; Oktaria, 2011) mendefinisikan Total Productive Maintenance (TPM) sebagai suatu pendekatan yang inovatif dalam maintenance dengan cara mengoptimasi keefektifan peralatan serta mengurangi/menghilangkan kerusakan mendadak (breakdown) dengan melakukan identifikasi terlebih dahulu. Dengan kata lain Total Productive Maintenance sering didefinisikan sebagai productive maintenance yang dilaksanakan oleh seluruh pegawai, didasarkan pada prinsip bahwa peningkatan kemampuan peralatan harus melibatkan setiap orang dalam organisasi, dari lapisan bawah sampai manajemen puncak.

Sebagai salah satu pilar kegiatan TPM yaitu Kaizen, tujuan utamanya adalah untuk peningkatan efisien dan efektifitas dari keseluruhan produksi dengan menghilangkan 16 kerugian (losses) besar. Losses tersebut dapat dilihat pada gambar berikut :

Tabel 2. 1 Category Loss

Loss Category

1. Failure Losses - Breakdown Loss

Losses That Impede Equipment Efficiency 2. Setup/ Adjustment Losses

3. Cutting Blade Loss 4. Start Up Loss

5. Minor Stoppage/ Idling Loss

6. Speed Loss - Operating at low speeds 7. Defect / Rework Loss

8. Scheduled Downtime Loss 9. Management Loss

Losses That Impede Human Work Efficiency

10. Operating Morion Loss 11. Line Organization Loss 12. Logistic Loss

13. Measurement and Adjustment Loss 14. Energy Loss

Losses That Impede Effective Use of Production Resources 15. Die, Jig and Tool Breakage Loss

16. Yield Loss

(Sumber : Venkatesh, J.2007)

(8)

2.3.2 Manfaat Total Productive Maintenance (TPM)

Manfaat TPM (Total Productive Maintenance) secara sistematik dalam rencana kerja jangka panjang pada perusahaan khususnya menyangkut faktor- faktor berikut (Nakajima, 1988 ; Oktaria, 2011) :

1. Peningkatan produktivitas dengan menggunakan prinsip-prinsip TPM akan meminimalkan kerugian-kerugian pada perusahaan.

2. Meningkatkan kualitas pada dengan TPM, meminimalkan kerusakan pada mesin/peralatan dan downtime mesin dengan metode terfokus.

3. Waktu delivery ke konsumen dapat ditepati, karena produksi yang tanpa gangguan akan lebih mudah untuk dilaksanakan.

4. Biaya produksi rendah karena kerugian dapat dikurangi dengan efektifitas pekerjaan.

5. Kesehatan dan keselamatan lingkungan kerja lebih baik.

6. Meningkatkan motivasi kerja, karena hak dan tanggung jawab menjadi tugas bagian setiap pekerja. (Nakajima, 1988 ; Oktaria, 2011).

2.3.3 Pilar-Pilar Total Productive Maintenance (TPM)

(Ahuja & Kahamba, 2008) berpendapat bahwa TPM akan memberikan

jalan untuk memperoleh kesempurnaan dalam hal perencanaa (planning),

pengorganisasian (organizing), pengawasan (monitoring) dan pengaturan

(controlling) melalui metode delapan pilar yang terdiri dari pemeliharaan mandiri

(autonomous maintenance), perbaikan yang fokus (focused improvement),

(9)

pemeliharaan terencana (planned maintenance), pemeliharaan yang berkualitas (quality maintenance), pendidikan dan pelatihan (education and training), keselamatan, kesehatan dan lingkungan (safety, health and environment), TPM kantor (office TPM), dan manajemen pengembangan (development management).

(Sumber : Venkatesh. J, 2007)

Gambar 2. 1 Pilar TPM (Total Productive Maintenance)

1. Focussed improvement : melakukan perbaikan yang berkelanjutan walau sekecil apapun perbaikan tersebut.

2. Planned Maintenance : fokus meningkatkan availability dari mesin dan peralatan dan mengurangi kerusakan mesin.

3. Education and Training : membentuk formasi karyawan yang memiliki skill dan menguasai teknik untuk melakukan autonomous maintenance.

4. Autonomous Maintenance : artinya adalah melakukan perawatan mandiri terhadap mesin yang dipakai.

5. Quality Maintenance : quality maintenance adalah pengaturan mesin yang

memperkecil kemungkinan terjadi cacat berulang kali. Hal ini dilakukan

untuk memastikan tercapainya target zero defect.

(10)

6. Office TPM : bagaimana membuat aktifitas kantor yang efisien dan menghilangkan kerugian yang mungkin terjadi.

7. Safety, Hygene & Environment (SHE) : adalah aktifitas untuk menciptakan area kerja yang aman dan sehat, dimana sangat kecil kemungkinan terjadi kecelakaan.

8. Development Management : untuk meningkatkan ketersediaan equipment dengan mengurangi tools resetting time (waktu pengaturan ulang alat-alat) untuk mengurangi biaya pemeliharaan peralatan dan memperpanjang usia pakai peralatan.

2.4 Analisa Produktivitas Six Big Losses

Kegiatan dan tindakan-tindakan yang dilakukan dalam TPM tidak hanya berfokus pada pencegahan terjadinya kerusakan pada mesin/peralatan dan meminimalkan downtime mesin/peralatan. Akan tetapi banyak faktor yang dapat menyebabkan kerugian akibat rendahnya efisiensi mesin/peralatan saja.

Rendahnya produktivitas mesin/peralatan yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan sering diakibatkan oleh penggunaan mesin/peralatan yang tidak efektif dan efisien terdapat enam faktor yang disebut enam kerugian besar (Six Big Losses ) (Nakajima 1988 ; Ibrahim 2012).

Efisiensi adalah ukuran yang menunjukkan bagaimana sebaiknya sumber- sumber daya digunakan dalam proses produksi untuk menghasilkan output.

Efisiensi merupakan karakteristik proses mengukur perfomansi aktual dari sumber

daya relative terhadap standar yang ditetapkan. Sedangkan efektivitas merupakan

karakteristik lain dari proses mengukur derajat pencapaian output dari sistem

produksi. Efektifitas diukur dari actual output rasio terhadap planned output.

(11)

Dalam era persaingan bebas saat ini pengukuran system produksi yang hanya mengacu pada kuantitas output semata akan dapat menyesatkan, karena pengukuran ini tidak memperhatikan karakteristik utama dari proses yaitu kapasitas, efisiensi dan efektivitas.

Menggunakan mesin/peralatan se-efisien mungkin artinya adalah memaksimalkan fungsi dari kinerja mesin/peralatan produksi dengan tepat guna dan berdaya guna. Untuk dapat meningkatkan produktivitas mesin/peralatan yang digunakan maka perlu dilakukan analisis produktivitas dan efisiensi mesin/peralatan pada Six Big Losses (Nakajima 1988 ; Ibrahim 2012). Adapun enam kerugian besar (Six Big Losses) tersebut adalah sebagai berikut:

1. Downtime (Penurunan Waktu)

a. Breakdown (Kerugian karena kerusakan peralatan).

b. Set-up and Adjusment (Kerugian karena pemasangan dan penyetelan).

2. Speed Losses (Penurunan kecepatan)

a. Idling and Minor Stoppages (Kerugian karena beroperasi tanpa beban maupun berhenti sesaat).

b. Reduced Speed (Kerugian karena penurunan kecepatan produki).

3. Defects (Cacat)

a. Process Defects (Kerugian karena produk cacat maupun karena kerja produk diproses ulang).

b. Reduced Yield Losses (Kerugian pada awal waktu produksi hingga

mencapai waktu produksi yang stabil).

(12)

2.5 Overall Equipment Effectiveness (OEE)

Overall Equipment Effectiveness merupakan produk dari six big losses pada mesin/peralatan. Keenam faktor dalam six big losses dapat dikelompokkan menjadi tiga komponen utama dalam OEE untuk dapat digunakan dalam mengatur kinerja mesin/peralatan yakni, downtime losses, speed losses, dan defect losses (Nakajima, 1998 ; Ibrahim, 2012). Dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

(Sumber : Nakajima, 1998 ; Ibrahim, 2012)

Gambar 2. 2 Gambar singkat Bagan Tentang OEE

OEE merupakan ukuran menyeluruh yang diidentifikasikan tingkan produktivitas mesin/peralatan dan kinerjanya secara teori. Pengukuran ini sangat penting untuk mengethui area mana yang perlu ditingkatkan produktivitasnya ataupun efisiesi mesin atau peralatan dan juga dapat menunjukkan area bottleneck yang terdapat pada lintasan produksi. OEE juga merupakan alat ukur untuk mengevaluasi dan memperbaiki cara yang tepat untuk menjamin peningkatan produktivitas penggunaan mesin/peralatan. Formula matematis dari OEE dirumuskan sebagai berikut :

... (2.5.1)

Kondisi operasi mesin/peralatan produksi tidak akan akurat ditunjukkan

(13)

efficiency mesin/peralatan. Keenam faktor dalam six big losses harus dilakukan dalam perhitungan OEE, kemudian kondisi aktual dari mesin/peralatan dapat dilihat secara akurat.

1. Availability Ratio

Mengukur keseluruhan waktu dimana sistem tidak beroperasi karena terjadinya kerusakan alat, persiapan produksi dan penyetelan.

Dengan kata lain Availability diukur dari total waktu dimana peralatan dioperasikan setelah dikurangi waktu kerusakan alat dan waktu persiapan dan penyesuaian mesin yang juga mengindikasikan rasio aktual antara Operating Time terhadap waktu operasi yang tersedia (Loading Time) (Nakajima, 1998 ; Ibrahim, 2012). Sehingga dapat menghitung availability dibutuhkan nilai dari :

a. Operating Time b. Loading Time c. Downtime

Nilai availability dihitung dengan rumus sbagai berikut :

Availability =

x 100%

...

(2.5.2)

...

( 2.5.3)

 ... (2.5.4)

 ... (2.5.5)

Operation Time merupakan hasil pengurangan loading time dengan

waktu downtime mesin (non-operation time), dengan kata lain operation

time adalah waktu operasi tersedia (availability time) setelah waktu

downtime mesin keluarkan dari total availability time yang direncanakan.

(14)

Downtime mesin adalah waktu proses yang seharusnya digunakan mesin akan tetapi karena adanya gangguan pada mesin/peralatan (equipment failures ) mengakibatkan tidak ada output yang dihasilkan. Downtime meliputi mesin berhenti beroperasi akibat kerusakan mesin/peralatan, pelaksanaan prosedur setup dan adjustment dan lain-lainnya.

2. Peformance Rate

Performance Rate merupakan hasil perkalian dari operation speed rate dan net operation rate, atau rasio kuantitas produk yang dihasilkan dikalikan dengan waktu siklus idealnya terhadap waktu yang tersedia yang melakukan proses produksi (operation time) (Nakajima, 1998 ; Ibrahim, 2012).

Tiga faktor penting yang dibutuhkan untuk menghitung performance rate : 1. Standard Speed (standar kecepatan mesin menghasilkan output) 2. Processed amount (jumlah produk yang diproses)

3. Operation time (waktu operasi mesin)

... (2.5.6) 3. Quality Ratio

Difokuskan pada kerugian kulaitas berupa berapa banyak produk yang rusak yang terjadi berhubungan dengan peralatan, yang selanjutnya dikonversi menjadi waktu dengan pengertian seberapa banyak waktu peralatan yang dikonsumsi untuk menghasilkan produk yang rusak tersebut (Nakajima, 1998 ; Ibrahim, 2012).

... (2.5.7)

(15)

2.5.1 Tujuan Impelentasi Overall Equipment Effectiveness (OEE)

Penggunaan OEE sebagai peformace indikator, mengambil periode basis waktu tertentu, seperti shift, harian, mingguan, bulanan, maupun tahunan.

Pengukuran OEE lebih efektif digunakan pada suatu peralatan produksi. OEE dapat digunakan beberapa jenis tingkatan pada sebuah lingkungan perusahaan.

1. OEE dapat digunakan sebagai “Benchmark” untuk mengukur rencana perusahaan dalam peformasi.

2. Nilai OEE, perkiraan dari suatu aliran produksi, dapat digunakan untuk membandingkan garis perfomasi melintang dari perusahaan, maka akan terlihat aliran tidak penting.

3. Jika proses permesinan dilakukan secara individual, OEE dapat mengidentifikasikan mesin mana yang mempunyai peformasi buruk, dan bahkan mengindikasikan fokus dari sumber daya TPM.

Selain untuk mengetahui perfoma peralatan, suatu ukuran OEE dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk keputusan pembelian peralatan baru. Dalam hal ini, pihak pengambil keputusan mengetahui dengan jelas kapasitas peralatan yang ada sehingga keputusan yang tepat dapat diambil dalam rangka memenuhi permintaan pelanggan.

Dengan menggabungkan metode lain, seperti Basic Quality Tools (seperti

Pareto Analysis, Cause-Effect Diagram ), diketahuinya nilai OEE maka melalui

metode tersebut faktor penyebab menurunnya nilai OEE dapat diketahui. Melalui

faktor-faktor penyebab tersebut, tindakan-tindakan perbaikan dapat segera

dilakukan.

(16)

2.5.2 Cara penilaian Skor Overall Equipment Effectiveness (OEE)

Menurut sumber: www.oee.com/world-class-oee.html terdapat 4 cara untuk penilaian skor OEE, yaitu:

1. Jika OEE = 100%, produksi dianggap sempurna: hanya memproduksi produk tanpa cacat, bekerja dalam performance yang cepat, dan tidak ada downtime.

2. Jika OEE = 85% - 99%, produksi dianggap kelas dunia. Bagi banyak perusahaan, skor ini merupakan skor yang cocok untuk dijadikan goal jangka panjang.

3. Jika OEE = 60% - 84%, produksi dianggap wajar, tapi menunjukkan ada ruang yang besar untuk improvement.

4. Jika OEE = < 60 %, produksi dianggap memiliki skor yang rendah, tapi dalam kebanyakan kasus dapat dengan mudah di-improve melalui pengukuran langsung.

2.6 Teknik-teknik Perbaikan Kualitas

Manajmen kualitas sering kali disebut sebagai the problem solving,

sehingga manajemen kualitas dapat menggunakan dalam problem solving tersebut

mengadakan perbaikan, berbagai teknik perbaikan, berbagai teknik perbaikan

kualitas yang dapat digunakan dalam organisasi. Teknik-teknik dasar yang dapat

digunakan antara lain Diagram Pareto, histogram, lembar pengecekan (check

sheet ), analisa matriks, diagram sebab akibat (fishbone diagram), diagram

penyebaran (scatter diagram), diagram alur, peka kendali (control chart), dan

analisa kemampuan proses (Oktaria, 2011).

(17)

2.6.1 Diagram Pareto Chart

Pareto chart merupakan metode untuk menentukan masalah mana yang harus dikerjakan lebih dahulu. Pareto chart, mendasarkan keputusan pada kuantitatif. Gunakanlah pareto chart untuk mengidentifikasi beberapa isu vital dengan menerapkan aturan perbandingan 80 : 20, artinya : 80% peningkatan dapat dicapai dengan memecahkan 20% masalah terpenting yang dihadapi.

(Sumber: Hendradi, 2006)

Gambar 2. 3 Contoh Diagram Pareto

2.6.2 Fishbone Diagram

Fishbone diagram (diagram sebab akibat) adalah teknik pemecahan masalah yang membantu kita berpikir melalui banyak kemungkinan sebab-sebab dari suatu masalah yang ingin diselesaikan. Diagram sebab akibat ini digambarkan seperti diagram tulang ikan dimana ”Kepala Ikan” menjadi masalah yang akan dipecahkan.

(18)

(Sumber: Hendradi, 2006)

Gambar 2. 4 Contoh Fishbone Diagram 2.7 Penelitian Terdahulu

Dibawah ini merupakan tabel penelitian terdahulu : Tabel 2. 2 Hasil Penelitian Terdahulu

No Judul Penulis Hasil Penelitian

1

Analisis Produktivitas Hasil Produksi Dengan

Meggunakan Metode Overall Equipment Effectiviness (OEE) Di PT.

Miwon Indonesia.

Setiawan, A.M., &

Riandadari, D. (2015)

Dari hasil penelitian menunjukkan PT. Miwon Indonesia faktor penyebab menurunnya nilai OEE, faktor yang sangat berpengaruh terhadap rendahnya nilai OEE adalah nilai Avaibility yang rendah yaitu 84,12%. Sehingga didapat nilai OEE dari keseluruhan mesin BK 500M didapat rata-rata yaitu 76,95%. Dari faktor penyebab turunnya nilai OEE yaitu ada 4 kategori yang bisa dirumuskan mulai dari manusia, mesin, material dan metode.

2

Effort in Improving Overall Equipment Effectiveness (OEE) of Weaving Machine in Tire

Cord Division at Tire Manufacturing Company

in Indonesia

Fauzi, A., &

Doloksaribu, G. (2015)

Penelitian ini menukur nilai OEE, analisis six big losses, dan cause and effect diagram untuk mencari akar permasalahan. Hasil penilitian menunjukkan nilai OEE dari mesin Weaving sebesr 71,7 % dengan availability sebesar 86,3%, peformance efficiency 83,6%, dan quality rate 99,1%. Dan dapat dilihat faktor rendahnya efektivitas mesin Weaving disebabkan oleh reduce speed loss sehinnga untuk menguranginya dapat dilakukan implementasi autonomous maintenance.

3

Improving Overall Equipment Effectiveness

by Implementing Total Productive Maintenance

(TPM)

Prof.

Bangar, A., Sahu, H., Batham, J.

(2013)

Dalam penelitian ini peningkatan OEE dari Implementasi TPM menggunakan metode Kaizen. Hasil penelitian ini kami dapat menurunkan losses dan improve OEE hingga 96% sehingga TPM menjadi metode perbaikan maintenance di Jamna auto Industry.

4

Implementation TPM for increase Efficiency and Use OEE Methode in PT.X

Hutagaol, H.J (2009)

Dalam penelitian ini, hasil OEE periode Februari 2008 - Januari 2009 sebesar 72,32%, hal ini menandakan efisiensi mesin sudah cukup bagus namun masih ada ruang untuk

improvement.

5

Total Productive Maintenance Pada Studikasus UKM Otomotif

Malaysia

Badli, S.M.Y (2012)

Dari hasil penelitin menggunakan metode OOE, didapat hasil OEE sebesar 89,92, hal ini berarti nilai OEE sudah world class, akan tetapi masalah-masalah dalam proses produksi tetap tidak akan terhindarkan. Maka dari itu usulan perbaikan dilakukannya corrective maintenance pada mesin produksi.

(19)

2.8 Kerangka Pemikiran

Berikut ini adalah kerangka berpikir yang akan dilakukan pada penelitian ini sebagai berikut :

INPUT PROSES OUTPUT

-Downtime mesin wrapping line 4 tinggi -Belum ada metode untuk mengukur efektivitas mesin

Pengolahan data menggunakan metode Overall Equipment Effectiveness (OEE)

Hasil pengolahan data menunjukkan nilai OEE sebesar 68,31 hal ini menunjukkan OEE sudah cukup bagus namun masih terdapat ruang untuk improvement

Gambar 2.5 Skema Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

siswa masih kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal cerita serta masalah yang.. berbentuk gambar yang berhubungan dengan keliling dan

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru dan siswa yang dijadikan subjek penelitian bahwa dapat di simpulkan hasil pembahasan penelitian yaitu: (1)

Data yang diperoleh dari pernyataan pertama bahwa para Pedagang Kaki Lima (PKL) 46,2% setuju dan 7,7% sangat setuju dengan kebijakan pemerintah terkait pembatasan

Di kota Banjarmasin ini ada tiga Madrasah Aliyah yang berstatus negeri dibawah naungan Departemen Agama, yaitu Madrasah Aliyah Negeri 1 Banjarmasin, Madrasah

Kedua situs berita ini memiliki cara pandang yang berbeda dalam menyeleksi suatu isu dan menulis berita – berita mengenai pernyataan Majelis Ulama Indonesia yang

Tetapi konsep tentang listrik dinamis (dalam hal ini hukum Ohm) lebih dikenal daripada konsep konduksi termal. Karena itu, dalam Model ADA-Glynn, konsep-konsep

Pengelasan bahaya : Tidak dikelaskan sebagai bahan atau campuran yang berbahaya Piktogram : Tidak dikelaskan sebagai bahan atau campuran yang berbahaya Kata isyarat :

Menuju Raja Ampat kalau ingin menikmati alamnya saja memang lebih baik bersama2 teman, semakin banyak semakin baik karena bisa patungan harga sewa Speedboat sangat mahal