FAKTOR - FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT INFEKSI PADA ANAK BALITA DI DESA MANGKAI
BARU KECAMATAN LIMA PULUH KABUPATEN BATU BARA TAHUN 2010
SKRIPSI
OLEH :
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2010
FAKTOR - FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT INFEKSI PADA ANAK BALITA DI DESA MANGKAI
BARU KECAMATAN LIMA PULUH KABUPATEN BATU BARA TAHUN 2010
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
OLEH :
MARIA CHRISTIN DIANIATI NAINGGOLAN NIM. 051000050
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HALAMAN PENGESAHAN Skripsi Dengan Judu l :
FAKTOR - FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT INFEKSI PADA ANAK BALITA DI DESA MANGKAI
BARU KECAMATAN LIMA PULUH KABUPATEN BATU BARA TAHUN 2010
Yang Dipersiapkan dan Dipertahankan Oleh :
MARIA CHRISTIN DIANIATI NAINGGOLAN NIM. 051000050
Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 30 Juni 2010 dan
Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima
Tim Penguji
Ketua Penguji Penguji I
Prof. dr. Sori Muda Sarumpaet, MPH Drs. Jemadi, M. Kes NIP. 194904171979021001 NIP. 196404041992031005
Penguji II Penguji III
Prof. dr. Nerseri Barus, MPH drh. Rasmaliah, M. Kes NIP. 194508171973022001 NIP. 195908181985032002
Medan, Juni 2010 Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara Dekan,
ABSTRAK
Penyakit infeksi merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian yang terjadi pada bayi dan anak terutama sering terjadi pada negara berkembang termasuk Indonesia. Bahkan dalam keadaan kekurangan gizi seseorang akan lebih rentan terhadap infeksi.Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 menunjukkan bahwa di Indonesia penyakit infeksi yaitu ISPA dan diare merupakan penyebab kematian dua tertinggi pada balita dengan PMR 19 % dan 10%.
Penelitian bersifat deskriptif analitik dengan desain cross sectional dilakukan di Desa Mangkai Baru Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batu Bara Tahun 2010 dengan tujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian penyakit infeksi pada anak balita. Populasi dalam penelitian ini adalah anak balita berusia 12 - 60 bulan yang berdomisili di Desa Mangkai Baru Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batu Bara. Sampel yang dibutuhkan 110 orang diambil secara purposive yaitu semua anak balita di Dusun III.
Dari hasil penelitian didapatkan prevalensi kejadian penyakit infeksi pada anak balita dalam 1 bulan adalah 69,1%. Hasil analisis bivariat terdapat 2 variabel yang mempunyai hubungan asosiasi yang bermakna dengan terjadinya penyakit infeksi pada anak balita yaitu pendidikan ibu rendah (RP=2,465; p=0,000), ibu yang bekerja (RP=0,687; p=0,018). Tidak ada hubungan antara umur anak balita (p=0,410), jenis kelamin anak balita (p=0,110), berat badan lahir (p=0,827),status imunisasi (p=0,754), ASI Eksklusif (p=0,225), jarak kelahiran (p=0,073), kepadatan hunian (p=0,204), ketersidiaan jamban (p=0,923), dan sanitasi lingkungan (p= 0,794) dengan kejadian penyakit infeksi.
Hasil analisis multivariat diperoleh bahwa hanya pendidikan ibu yang rendah yang berhubungan. Persamaan regresi yang terbentuk adalah Y = -3,341 +2,052X1.
Petugas Puskesmas diharapkan lebih aktif dalam meningkatkan pengetahuan para ibu tentang perawatan kesehatan anak melalui penyuluhan.
ABSTRACT
Infection disease is one of the major causes of pains and mortality on infant and children, especially in developing countries include Indonesia. Even, individual will be more susceptible to infection in the malnutrition condition. National Household Survey showed that Acute Respiratory Infection disease (ARI) and diarrhea caused top both of death in under five children with Proportional Mortality Rate (PMR) 19 and 10% .
Analytical research with cross sectional design was taken place in Mangkai Baru, Lima Puluh on 2010, in order to analyze the some factors that related with infection disease in under five age children. The population in this research was under five age children 12 - 60 months in Mangkai Baru, Lima Puluh. The sample was taken by purposive in dusun III.
The results of this research got prevalence of infection diseases in a month was 69,1%.The result of bivariate analysis showed a huge relation among mother’s education (RP=2,465; p=0,000), mother job (RP=0,687; p=0,018) with infection diseases. There is no relation among age (p=0,410), sex (p=0,110), born with low weight (p=0,287), state immunization (p=0,754), exlusive breast milk (p=0,225), dintence of birth (p=0,073), population density (p=0,204), existence of toilet (p=0,923), environment sanitation (p= 0,794) with infectious diseases.
The result of multivariat analysis got low mother education was related factor to infection diseases in under five age children. The formula wasY = -3,341+2,052X1
. The employee of public health center should be active to improve mother’s
knowledge especially in children’s health care by conseling.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
IDENTITAS
Nama : Maria Christin Dianiati Nainggolan Tempat/Tanggal Lahir : Samosir/ 25 Mei 1987
Agama : Kristen Protestan
Anak ke : 1 dari 6 bersaudara
Nama Ayah : J.W. Nainggolan
Nama Ibu : R. Butar-Butar
Alamat : JL. Menteng VII Gang Keluarga No 42 Medan
RIWAYAT PENDIDIKAN
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul :
“Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Penyakit Infeksi di Desa Mangkai Baru Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batubara Tahun 2010 ”
Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan
dan dukungan dari berbagai pihak baik secara moril maupun materil. Untuk itu pada
kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada :
1. Ibu dr. Ria Masniari Lubis, MSi, selaku Dekan Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof.dr. Sori Muda Sarumpaet, MPH, selaku Ketua Departemen
Epidemiologi FKM USU dan Dosen Pembimbing I yang telah memberikan
bimbingan, pengarahan dan masukan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
3. Bapak Drs. Jemadi, M.Kes selaku Dosen Pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan, pengarahan dan masukan sehingga skripsi ini dapat
diselesaikan.
4. Ibu Prof. dr Nerseri Barus, MPH, selaku Dosen Penguji I yang telah banyak
memberikan saran dan masukan untuk kesempurnaan penulisan skripsi ini.
5. Ibu drh. Rasmaliah, M.Kes, selaku Dosen Penguji II yang telah banyak
6. Bapak Prof.dr. David Simanjuntak, selaku Dosen Penasehat Akademik yang
telah memberi bimbingan dan nasehat selama perkuliahan di Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
7. Para dosen dan pegawai Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara.
8. Bapak Kepala Desa Mangkai Baru Kecamatan Lima Puluh yang telah banyak
membantu peneliti dalam pengumpulan data di daerah penelitian, dan juga
pegawai di kantor Kepala Desa Mangkai Baru Kecamatan Lima Puluh.
9. Kepada ayahanda tercinta JW. Nainggolan dan ibunda tercinta R. Butar-butar,
adik-adikku (Tiur, Yose, Putra, Dipta, Risky) yang telah memberi dukungan
senantiasa terutama buat doa-doanya sehingga penulis terus termotivasi.
10.Sahabat-sahabatku tersayang Dessy, Melisa, Sondang, Destrony yang selalu
memberikan semangat, dukungan doa, maupun bantuannya kepada penulis.
11.Saudara-saudaraku keluarga besar Jesu Juva (Desi silaen, Artha, Lince,
Jamari, Fourgelina, Ria Natalia, Evalina, Melvida), adik-adik (Okvian, Leo,
Caprin) dan Koordinasi POMK FKM yang terus memotivasi dan memberikan
dukungan kepada penulis.
12.Teman-teman mahasiswa peminatan epidemiologi FKM USU terutama (Erik,
Hendra, Sandro, Desnal, Doni, Asny, Hesty, Nduma, Novel, Ester, Mena,
Irma, Esron) serta teman-teman peminatan epidemiologi lain yang tidak dapat
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna, maka
saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan untuk perbaikan
dan kesempurnaannya skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi
para pembaca.
Medan, Juni 2010
Penulis
DAFTAR ISI
Hal
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xii
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang ... 1
1.2.Rumusan Masalah ... 6
1.3.Tujuan Penelitian ... 7
1.3.1. Tujuan Umum ... 7
1.3.1. Tujuan Khusus ... 7
1.4. Manfaat Penelitian ... 7
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Infeksi ... 8
2.2. Definisi Penyakit Infeksi (contangius diseases) ... 8
2.3. Epidemiologi Penyakit Infeksi ... 10
2.3.1. Distribusi dan Frekuensi Penyakit Infeksi ... 10
2.3.2. Determinan Penyakit Infeksi ... 11
2.4. Manifestasi Klinik Secara Umum ... 22
2.5. Pencegahan Penyakit Infeksi ... 22
2.5.1. Pencegahan Primordial ... 22
2.5.2. Pencegahan Primer ... 22
2.5.3. Pencegahan Sekunder ... 23
2.5.4. Pencegahan Tersier ... 24
BAB 3 KERANGKA KONSEP 3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 25
3.2. Defenisi Operasional ... 26
BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian... 29
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 29
4.2.1. Lokasi Penelitian ... 29
4.2.2. Waktu penelitian ... 29
4.3. Populasi dan Sampel ... 29
4.3.2. Sampel ... 30
4.4. Metode Pengumpulan Data ... 31
4.4. 1. Data Primer ... 31
4.4.2. Data Sekunder ... 31
4.5. Teknik Analisa Data ... 31
BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 34
5.1.1. Geografis ... 35
5.1.2. Demografi ... 35
5.1.3. Sarana dan Prasarana ... 36
5.2. Prevalens Rate Penyakit Infeksi ... 36
5.3. Age Sex Spesific Prevalens Rate (ASSPR) ... 37
5.4. Analisis Bivariat ... 38
5.4.1. Hubungan Umur Anak Balita dengan Kejadian Penyakit Infeksi Pada Anak Balita ... 39
5.4.2. Hubungan Jenis Kelamin Anak Balita dengan Kejadian Penyakit Infeksi Pada Anak Balita ... 39
5.4.3. Hubungan Berat Badan Lahir dengan Kejadian Penyakit Infeksi Pada Anak Balita ... 39
5.4.4. Hubungan Status Imunisasi Anak Balita dengan Kejadian Penyakit Infeksi Pada Anak balita ... 40
5.4.5. Hubungan ASI Eksklusif Anak Balita dengan Kejadian Penyakit Infeksi Pada Anak balita ... 41
5.4.6. Hubungan Jarak Kelahiran dengan Kejadian Penyakit Infeksi Pada Anak balita ... 42
5.4.7. Hubungan Pendidikan Ibu dengan Kejadian Penyakit Infeksi Pada Anak balita ... 43
5.4.8. Hubungan Pekerjaan Ibu dengan Kejadian Penyakit Infeksi Pada Anak balita ... 44
5.4.9. Hubungan Kepadatan Hunian dengan Kejadian Penyakit Infeksi Pada Anak balita ... 45
5.4.10. Hubungan Ketersediaan Jamban dengan Kejadian Penyakit Infeksi Pada Anak balita ... 46
5.4.11. Hubungan Sanitasi Lingkungan dengan Kejadian Penyakit Infeksi Pada Anak balita ... 47
5.4. Analisis Multivariat ... 48
BAB 6 PEMBAHASAN 6.1. Prevalens Rate Penyakit Infeksi pada Anak Balita ... 50
6.2. Age Sex Spesific Prevalens Rate ... 51
6.4. Prevalens Rate Penyakit Infeksi Berdasarkan Karakteristik Ibu .... 60 6.5. Prevalens Rate Penyakit Infeksi Berdasarkan Karakteristik
Lingkungan ... 63 6.2.Analisis Multivariat ... 67
BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan ... 69 7.2. Saran ... 70
DAFTAR TABEL
Tabel 5.1. Distribusi Penduduk Berdasarkan Umur di Desa Mangkai Baru
Kecamatan Lima Puluh Tahun 2010 ... 34 Tabel 5.2. Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Desa Mangkai Baru
Kecamatan Lima Puluh Tahun 2010 ... 35 Tabel 5.3. Distribusi Sarana Kesehatan di Desa Mangkai Baru Kecamatan Lima
Puluh Tahun 2010 ... 35 Tabel 5.4. Prevalens Rate Penyakit Infeksi pada Anak Balita di Desa Mangkai
Baru Kecamatan Lima Puluh Tahun 2010 ... 36 Tabel 5.5. Distribusi Age Sex Spesific Prevalens Rate Anak Balita Berdasarkan
Umur dan Jenis Kelamin di Desa Mangkai Baru Kecamatan Lima Puluh
Kabupatem Batu Bara Tahun 2010 ... 37 Tabel 5.6. Tabulasi Silang Penyakit Infeksi Berdasarkan Umur Anak Balita, Ratio
Prevalens, 95% CI, Nilai χ2 dan ρ di Desa Mangkai Baru Kecamatan
Lima Puluh Tahun 2010... 38 Tabel 5.7. Tabulasi Silang Penyakit Infeksi Berdasarkan Jenis Kelamin Anak
Balita, Ratio Prevalens, 95% CI, Nilai χ2 dan ρ di Desa Mangkai Baru
Kecamatan Lima Puluh Tahun 2010 ... 39 Tabel 5.8. Tabulasi Silang Penyakit Infeksi Berdasarkan Penyediaan Air Bersih,
Ratio Prevalens, 95% CI, Nilai χ2 dan ρ di Desa Mangkai Baru
Kecamatan Lima Puluh Tahun 2010 ... 39 Tabel 5.9. Tabulasi Silang Penyakit Infeksi Berdasarkan Status Imunisasi Anak
Balita, Ratio Prevalens, 95% CI, Nilai χ2 dan ρ di Desa Mangkai Baru
Kecamatan Limapuluh Tahun 2010 ... 40 Tabel 5.10. Tabulasi Silang Penyakit Infeksi Berdasarkan Pemberian ASI Eksklusif,
Ratio Prevalens, 95% CI, Nilai χ2 dan ρ di Desa Mangkai Baru
Kecamatan Lima Puluh Tahun 2010 ... 41 Tabel 5.11. Tabulasi Silang Penyakit Infeksi Berdasarkan Jarak Kelahiran, Ratio
Prevalens, 95% CI, Nilai χ2 dan ρ di Desa Mangkai Baru Kecamatan
Lima Puluh Tahun 2010... 42 Tabel 5.12. Tabulasi Silang Penyakit Infeksi Berdasarkan Pendidikan Ibu, Ratio
Prevalens, 95% CI, Nilai χ2 dan ρ di Desa Mangkai Baru Kecamatan
Lima Puluh Tahun 2010... 43 Tabel 5.13. Tabulasi Silang Penyakit Infeksi Berdasarkan Pekerjaan Ibu, Ratio
Prevalens, 95% CI, Nilai χ2 dan ρ di Desa Mangkai Baru Kecamatan
Lima Puluh Tahun 2010... 44 Tabel 5.14. Tabulasi Silang Penyakit Infeksi Berdasarkan Kepadatan Hunian, Ratio
Prevalens, 95% CI, Nilai χ2 dan ρ di Desa Mangkai Baru Kecamatan
Lima Puluh Tahun 2010... 45 Tabel 5.15. Tabulasi Silang Penyakit Infeksi Berdasarkan Ketersediaan Jamban,
Ratio Prevalens, 95% CI, Nilai χ2 dan ρ di Desa Mangkai Baru
Tabel 5.16. Tabulasi Silang Penyakit Infeksi Berdasarkan Sanitasi Lingkungan,
Ratio Prevalens, 95% CI, Nilai χ2 dan ρ di Desa Mangkai Baru
Kecamatan Lima Puluh Tahun 2010 ... 47 Tabel 5.17. Identifikasi Variabel Dominan Penyebab Kejadian Penyakit Infeksi Pada
Anak Balita di Desa Mangkai Baru Kecamatan Lima Puluh Tahun 2010 ... 48 Tabel 5.18. Variabel Yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Infeksi pada
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian... 25 Gambar 6.1. Diagram Pie Prevalens Rate Penyakit Infeksi pada Anak Balita di Desa
Mangkai Baru Kecamatan Lima Puluh Tahun 2010 ... 50 Gambar 6.2. Diagram Bar Age Sex Spesific Prevalens Rate Anak Balit Berdasarkan
Umur dan Jenis Kelamin di Desa Mangkai Baru Kecamatan Lima
Puluh Kabupaten Batu Bara Tahun 2010 ... 55 Gambar 6.3. Diagram Bar Prevalens Rate Penyakit Infeksi Berdasarkan Umur Anak
Balita di Desa Mangkai Baru Kecamatan Lima Puluh Tahun 2010 ... 52 Gambar 6.4. Diagram Bar Prevalens Rate Penyakit Infeksi Berdasarkan Jenis
Kelamin Anak Balita di Desa Mangkai Baru Kecamatan Lima Puluh
Tahun 2010 ... 53 Gambar 6.5. Diagram Bar Prevalens Rate Penyakit Infeksi Berdasarkan Berat
Badan Lahir Anak Balita di Desa Mangkai Baru Kecamatan Lima
Puluh Tahun 2010 ... 54 Gambar 6.6. Diagram Bar Prevalens Rate Penyakit Infeksi Berdasarkan Status
Imunisasi Anak Balita di Desa Mangkai Baru Kecamatan Lima Puluh
Tahun 2010 ... 55 Gambar 6.7. Diagram Bar Prevalens Rate Penyakit Infeksi Berdasarkan Pemberian
ASI Eksklusif pada Anak Balita di Desa Mangkai Baru Kecamatan
Lima Puluh Tahun 2010 ... 56 Gambar 6.8. Diagram Pie Proporsi Karakteristik Anak Balita Berdasarkan
Pekerjaan Ibu di Desa Mangkai Baru Kecamatan Lima Puluh Tahun
2010 ... 58 Gambar 6.9. Diagram Bar Prevalens Rate Penyakit Infeksi Berdasarkan Tingkat
Pendidikan Ibu di Desa Mangkai Baru Kecamatan Lima Puluh Tahun
2010 ... 60 Gambar 6.10. Diagram Bar Prevalens Rate Penyakit Infeksi Berdasarkan Pekerjaan
Ibu di Desa Mangkai Baru Kecamatan Lima Puluh Tahun 2010 ... 62 Gambar 6.11. Diagram Bar Prevalens Rate Penyakit Infeksi Berdasarkan Kepadatan
Hunian di Desa Mangkai Baru Kecamatan Lima Puluh Tahun 2010 ... 63 Gambar 6.12. Diagram Bar Prevalens Rate Penyakit Infeksi Berdasarkan
Ketersediaan Jamban di Desa Mangkai Baru Kecamatan Lima Puluh
Tahun 2010 ... 64 Gambar 6.13. Diagram Bar Prevalens Rate Penyakit Infeksi Berdasarkan Sanitasi
Lingkungan di Desa Mangkai Baru Kecamatan Lima Puluh Tahun
ABSTRAK
Penyakit infeksi merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian yang terjadi pada bayi dan anak terutama sering terjadi pada negara berkembang termasuk Indonesia. Bahkan dalam keadaan kekurangan gizi seseorang akan lebih rentan terhadap infeksi.Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 menunjukkan bahwa di Indonesia penyakit infeksi yaitu ISPA dan diare merupakan penyebab kematian dua tertinggi pada balita dengan PMR 19 % dan 10%.
Penelitian bersifat deskriptif analitik dengan desain cross sectional dilakukan di Desa Mangkai Baru Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batu Bara Tahun 2010 dengan tujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian penyakit infeksi pada anak balita. Populasi dalam penelitian ini adalah anak balita berusia 12 - 60 bulan yang berdomisili di Desa Mangkai Baru Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batu Bara. Sampel yang dibutuhkan 110 orang diambil secara purposive yaitu semua anak balita di Dusun III.
Dari hasil penelitian didapatkan prevalensi kejadian penyakit infeksi pada anak balita dalam 1 bulan adalah 69,1%. Hasil analisis bivariat terdapat 2 variabel yang mempunyai hubungan asosiasi yang bermakna dengan terjadinya penyakit infeksi pada anak balita yaitu pendidikan ibu rendah (RP=2,465; p=0,000), ibu yang bekerja (RP=0,687; p=0,018). Tidak ada hubungan antara umur anak balita (p=0,410), jenis kelamin anak balita (p=0,110), berat badan lahir (p=0,827),status imunisasi (p=0,754), ASI Eksklusif (p=0,225), jarak kelahiran (p=0,073), kepadatan hunian (p=0,204), ketersidiaan jamban (p=0,923), dan sanitasi lingkungan (p= 0,794) dengan kejadian penyakit infeksi.
Hasil analisis multivariat diperoleh bahwa hanya pendidikan ibu yang rendah yang berhubungan. Persamaan regresi yang terbentuk adalah Y = -3,341 +2,052X1.
Petugas Puskesmas diharapkan lebih aktif dalam meningkatkan pengetahuan para ibu tentang perawatan kesehatan anak melalui penyuluhan.
ABSTRACT
Infection disease is one of the major causes of pains and mortality on infant and children, especially in developing countries include Indonesia. Even, individual will be more susceptible to infection in the malnutrition condition. National Household Survey showed that Acute Respiratory Infection disease (ARI) and diarrhea caused top both of death in under five children with Proportional Mortality Rate (PMR) 19 and 10% .
Analytical research with cross sectional design was taken place in Mangkai Baru, Lima Puluh on 2010, in order to analyze the some factors that related with infection disease in under five age children. The population in this research was under five age children 12 - 60 months in Mangkai Baru, Lima Puluh. The sample was taken by purposive in dusun III.
The results of this research got prevalence of infection diseases in a month was 69,1%.The result of bivariate analysis showed a huge relation among mother’s education (RP=2,465; p=0,000), mother job (RP=0,687; p=0,018) with infection diseases. There is no relation among age (p=0,410), sex (p=0,110), born with low weight (p=0,287), state immunization (p=0,754), exlusive breast milk (p=0,225), dintence of birth (p=0,073), population density (p=0,204), existence of toilet (p=0,923), environment sanitation (p= 0,794) with infectious diseases.
The result of multivariat analysis got low mother education was related factor to infection diseases in under five age children. The formula wasY = -3,341+2,052X1
. The employee of public health center should be active to improve mother’s
knowledge especially in children’s health care by conseling.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus investasi untuk
keberhasilan pembangunan bangsa. Untuk itu diselenggarakan pembangunan
kesehatan secara menyeluruh dan berkesinambungan dengan tujuan meningkatkan
kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Untuk mencapai pembangunan
kesehatan tersebut dilakukan upaya kesehatan. Salah satu upaya kesehatan yang
dilakukan pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan yang optimal adalah
program pencegahan dan pemberantasan penyakit menular. 1
Program pemberantasan penyakit menular mempunyai peranan penting
dalam menurunkan angka kesakitan dan kematian. Untuk mencegah terjadinya
penyebaran penyakit sehingga tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat, ini dapat
terwujud dengan penerapan teknologi secara tepat oleh petugas kesehatan dan
didukung oleh peran serta aktif masyarakat. 2
Penyakit infeksi merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian yang terjadi
pada bayi dan anak terutama sering terjadi pada negara berkembang termasuk Indonesia.
Bahkan dalam keadaan kekurangan gizi seseorang akan lebih rentan terhadap infeksi
Penyakit infeksi masih merupakan masalah kesehatan bagi masyarakat
Indonesia, hal ini disebabkan masih tingginya angka kesakitan karena penyakit
Pada kasus-kasus infeksi, di samping pajanan yang ditimbulkan oleh agen
infeksius, proses munculnya manifestasi klinis juga dipengaruhi oleh sistem
pertahanan tubuh yang lemah.
Karena penyakit menular dapat menimbulkan kekebalan pada yang pernah
menderitanya, maka yang terserang penyakit menular adalah mereka yang beresiko
tinggi terhadapnya, yakni anak-anak. 3,4
Data World Health Statistics 2008 memperlihatkan perbedaan angka kematian
balita di negara-negara anggota Asean pada tahun 2006, angka kematian yang
terendah adalah di negara Singapura yaitu 3 kematian per 1.000 kelahiran hidup, dan
yang tertinggi dicapai oleh Myanmar yaitu 104 kematian per 1.000 kelahiran hidup,
sedangkan Indonesia adalah 36 kematian balita per 1.000 kelahiran hidup. 5
Di Amerika Serikat sekitar tahun 1990-an, kematian karena campak sebesar
2-3 per 1.000 kasus kematian terutama pada anak dibawah 5 tahun. Pada
anak-anak dalam kondisi garis batas kekurangan gizi, campak seringkali sebagai pencetus
terjadinya kwasiorkor akut dan eksaserbasi defisiensi vitamin A yang dapat
menyebabkan kebutaan. 6
Data rawat inap RSU Kanjuruhan Kepanjen Periode Januari-Desember 2007
menunjukkan bahwa prevalensi penyakit infeksi pada anak balita periode
Januari-Desember 2007 lebih besar disebabkan oleh penyakit diare yaitu sebesar 79.49%,
kemudian diikuti oleh ISPA (13.44%), DBD (3.43%), TF (2.85%), TBC (0.69%) dan
Malaria (0.1%). pola penyakit infeksi pada anak balita dengan kasus tertinggi pada tahun
kasus). Penyakit infeksi yang terbanyak pada anak balita disebabkan oleh penyakit diare
yaitu sebesar 79.49%.
Badan Pusat Statistika (BPS) menyebutkan angka kematian balita tahun 2007
sebesar 44 per 1.000 kelahiran hidup, provinsi dengan angka kematian balita tertinggi
adalah Sulawesi Barat sebesar 93 per 1.000 kelahiran hidup dan Nusa Tenggara Barat
sebesar 92 per 1.000 kelahiran hidup. Sedangkan angka kematian balita terendah
adalah provinsi DI Yogyakarta sebesar 22 per 1.000 kelahiran hidup, diikuti oleh
Jawa Tengah sebesar 32 per 1.000 kelahiran hidup kemudian Kalimantan Tengah
sebesar 34 per 1.000 kelahiran hidup, dan di Sumatera Utara sebesar 36 per 1.000
kelahiran hidup. 3
Lebih dari 10 juta anak di negara berpenghasilan menengah ke bawah
meninggal sebelum mereka mencapai ulang tahun kelima. Pada tahun 2000, World
Health Organitatios (WHO) melaporkan bahwa penyakit infeksi merupakan
penyebab kematian balita dua tertinggi di dunia dimana Proportional Mortality Rate
(PMR) Infeksi Saluran Pernafasan Akut adalah 19 % dan diare 13%. 5
Menurut data WHO pada tahun 2000-2003 penyakit infeksi (diare dan
pneumonia) merupakan penyebab kematian dua urutan tertinggi di dunia pada anak
di bawah umur lima tahun, dengan Proportioanal Mortality Rate (PMR) 17% dan 19
%. Pada tahun yang sama, penyakit infeksi yaitu diare di Asia Tenggara juga
menempati urutan nomor tiga penyebab kematian pada anak di bawah umur lima
tahun dengan PMR sebesar 18%.6
Data World Health Statistics menunjukkan bahwa lebih dari 70% kematian
dan malnutrisi. Menurut UNICEF penyakit infeksi merupakan penyebab kematian
utama. Dari 9 juta kematian pada balita per tahunnya di dunia, lebih dari 2 juta di
antaranya meninggal akibat penyakit ISPA. WHO melaporkan lebih dari 50% kasus
penyakit infeksi berada di Asia Tenggara dan Sub-Sahara Afrika. Dilaporkan, tiga per
empat kasus penyakit infeksi pada balita berada di 15 negara berkembang. Yang
membahayakan, Indonesia termasuk dalam himpunan 15 negara itu, dan menduduki
tempat ke-6 dengan jumlah 6 juta kasus. 7
Menurut SKRT 1995, proporsi penyakit infeksi penyebab kematian pada
pada balita, yaitu : Pnemonia (22,5 %), Diare (19,2 %), Infeksi Saluran Pernafasan
Akut (7,5 %), Tifus perut dan Malaria (masing-masing 7 %) serta Campak (5,2 %). 8
Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001
menunjukkan bahwa di Indonesia penyakit infeksi yaitu ISPA dan diare merupakan
penyebab kematian dua tertinggi pada balita dengan PMR 19 % dan 10%. 9
Pola kematian balita di Indonesia menurut hasil Surkesnas tahun 2001
masih didominasi oleh penyakit infeksi. Kematian balita tertinggi akibat pneumonia
dengan Case Fatality Rate (CFR) 4,6 %, di susul dengan kematian akibat diare
dengan CFR 2,3 %. 10
Di Indonesia penyakit infeksi selalu menempati urutan pertama penyebab
kematian pada kelompok bayi dan balita. Selain itu penyakit infeksi juga berada pada
daftar 10 penyakit terbanyak pada pasien rawat jalan di Rumah Sakit tahun 2006,
dengan proporsi 9,32%. Survei mortalitas yang dilakukan oleh Subdit ISPA tahun
Indonesia dengan PMR 22,30% dari seluruh kematian bayi dan 23,6% kematian pada
balita. 11
Pada Kabupaten Brebes penyakit yang paling sering menyerang pada
golongan umur 1 - 4 tahun adalah penyakit infeksi yaitu diare yang menempati urutan
pertama dengan proporsi 37,56 %, kemudian penyakit ISPA dengan proporsi
sebanyak 11,56%. 12
Penyakit Diare merupakan penyakit endemis di Sulawesi Tengah dan sering
menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB). Hasil pengumpulan data dari
kabupaten/kota selama tahun 2007 jumlah kasus penyakit Diare pada Balita yang
ditemukan di sarana kesehatan adalah sejumlah 23.666 penderita dengan angka
kesakitan penyakit diare 20,38 per 1.000 penduduk. Angka ini mengalami kenaikan
bila dibandingkan dengan tahun 2006 yaitu 18 per 1.000 penduduk. KLB Diare yang
tersebar di 15 kecamatan dengan total penderita 715 orang dan kematian 35 orang
(CFR 4,9%). Selama tahun 2007 frekuensi KLB Campak menempati urutan kedua,
setelah KLB Diare. KLB Campak selama tahun 2007 terjadi sebanyak 10 kali yang
tersebar di 9 kecamatan dengan jumlah kasus sebanyak 482 dan 2 kematian
(CFR : 0,41%)13
Pada tahun 2005 dilaporkan terdapat 6 kabupaten di provinsi Sumatera
Utara yang mengalami Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit infeksi diare yaitu
Kabupaten Deli Serdang, Asahan, Labuhan Batu, Simalungun, Tapanuli Selatan dan
Mandailing Natal dengan jumlah kematian 19 orang dari 1.089 penderita dan
Penyakit Diare merupakan penyakit endemis di Provinsi Sumatera Utara
dan sering menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB). Hasil pengumpulan data dari
kabupaten/kota selama tahun 2007 jumlah kasus penyakit Diare pada Balita yang
ditemukan di sarana kesehatan adalah sejumlah 1.146 penderita dengan angka
kesakitan penyakit diare 28,43 per 1.000 penduduk. KLB Diare yang tersebar di
10 kabupaten/kota dengan total penderita 2.819 orang dan kematian 23 orang
(CFR 0,81%). KLB Campak selama tahun 2007 terjadi di 2 Kabupaten/Kota dengan
jumlah kasus sebanyak 191 orang. 15
Berdasarkan profil kesehatan puskesmas pembantu Desa Mangkai Baru
Kecamatan Lima Puluh tahun 2008, dari 10 penyakit terbesar penyakit infeksi yaitu
ISPA menempati urutan tertinggi dengan proporsi 36,02 %.
Proporsi penderita diare berdasarkan golongan kelompok umur, terbanyak
pada kelompok umur balita yaitu 70,03%. 16
Berdasarkan latar belakang diatas, maka perlu dilakukan penelitian tentang
faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit infeksi pada balita di Desa Mangkai
Baru Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batubara Tahun 2010.
1.2. Rumusan Masalah
Belum diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian
penyakit infeksi pada balita di Desa Mangkai Baru Kecamatan Lima Puluh
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian penyakit
infeksi pada anak balita di Desa Mangkai Baru Kecamatan Lima Puluh Kabupaten
Batubara Tahun 2010.
1.3.2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui prevalens rate penyakit infeksi di Desa Mangkai Baru
Kecamatan Lima Puluh Tahun 2010.
b. Untuk mengetahui hubungan faktor balita (umur, jenis kelamin, berat badan lahir,
imunisasi, status ASI eksklusif, jarak kelahiran) dengan kejadian penyakit Infeksi
pada anak balita
c. Untuk mengetahui hubungan faktor ibu (pendidikan dan pekerjaan) dengan
kejadian penyakit Infeksi pada anak balita
d. Untuk mengetahui hubungan faktor lingkungan (kepadatan hunian, ketersediaan
jamban, sanitasi lingkungan) dengan kejadian penyakit Infeksi pada anak balita
e. Untuk mengetahui faktor yang paling dominan dalam hubungannya dengan
kejadian penyakit Infeksi pada anak balita
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Sebagai bahan masukan bagi Puskesmas Kecamatan Lima Puluh dalam
program pencegahan dan pemberantasan penyakit infeksi pada balita.
1.4.2. Sebagai bahan referensi bagi perpustakaan FKM-USU Medan dan penelitian
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Infeksi17
Infeksi adalah masuknya, bertumbuh dan berkembangnya agent penyakit
menular dalam tubuh manusia atau hewan dimana akibatnya mungkin tidak kelihatan
(innaparent infection), atau nyata ( infectious disease). Adanya kehidupan agent
menular pada permukaan luar tubuh, atau pada barang pakaian atau barang-barang
lainnya, bukanlah infeksi tetapi merupakan kontaminasi pada permukaan tubuh atau
benda.
Inapparent infection adalah adanya infeksi pejamu tanpa adanya tanda-tanda
klinis yang jelas atau yang dapat dikenal.Infeksi yang tidak nyata dapat diidentifikasi
hanya secara laboratorium.
Infectious diseases adalah penyakit yang secara klinis tampak nyata pada
manusia atau hewan yang merupakan akibat suatu infeksi.
2.2. Defenisi Penyakit Infeksi (contangious diseases)17,18,19
Penyakit menular adalah penyakit yang disebabkan oleh unsur/agent
penyebab menular tertentu atau hasil racunnya, yang terjadi karena perpindahan
/penularan agent atau hasilnya dari orang yang terinfeksi, hewan atau reservoir
lainnya (benda lain) kepada pejamu yang rentan (potensial host), baik secara
langsung maupun tidak langsung melalui pejamu perantara hewan (vektor) atau
lingkungan yang tidak hidup.
Penyakit menular ditandai dengan adanya agen atau penyebab penyakit yang
yang lain, ditentukan oleh tiga faktor yakni : agent (penyebab penyakit), host (induk
semang), route of transmission (jalannya penularan).
2.3. Epidemiologi Penyakit Infeksi
2.3.1. Distribusi dan Frekuensi Penyakit Infeksi20,21,22
Negara/masyarakat miskin berstatus sosial ekonomi rendah, keadaan gizi
rendah, pengetahuan tentang kesehatannyapun rendah, sehingga keadaan kesehatan
lingkungan buruk dan status kesehatannya buruk. Didalam masyarakat demikian akan
mudah terjadi penularan penyakit, terutama anak-anak yang merupakan golongan
yang peka terhadap penyakit menular. Sebagai akibatnya, banyak terjadi kematian
anak, sehingga usia harapan hidup pendek.
Dari laporan SKRT 2001, prevalensi penyakit menurut golongan umur pada
laki-laki dan perempuan golongan umur yang paling rentan terhadap penyakit infeksi
adalah golongan umur balita, pada kelompok penyakit diare prevalensi penyakit pada
golongan umur <1 tahun adalah 1,7%, 1-4 tahun adalah 9,4% dan 5-14 tahun adalah
4,3%. Pada golongan penyakit campak prevalensi penyakit yang tertinggi adalah pada
golongan umur 1-5 tahun yaitu 0,4%. Begitu juga penyakit infeksi saluran pernafasan
akut prevalensi penyakit pada golongan umur <1 tahun adalah 38,7%, 1-4 tahun
adalah 42,2% dan pada golongan umr 5-14 tahun adalah 28,8%.
Campak lebih berat diderita oleh anak-anak usia dini dan yang kekurangan
gizi, pada penderita golongan ini biasanya ditemukan ruam dengan perdarahan,
kehilangan protein karena enteropathy, otitis media, sariawan, dehidrasi, diare,
CFR campak di negara berkembang diperkirakan sebesar 3-5% tetapi
seringkali di beberapa lokasi berkisar antara 10%-30%.
Hidup berkelompok dapat meningkatkan interaksi antar manusia dan dapat
membantu perkembangan budaya, yang selanjutnya memberi dampak terhadap
lingkungan dan manusia, sehingga tercemar pada pola penyakit yang ada di antara
kelompok tersebut.
Pada waktu masyarakat masih hidup primitif maka jumlah populasi dan pola
penyakitnya sangat ditentukan oleh keadaan sekitarnya. Pada fase agrikultural,
masyarakat berjumlah lebih banyak, bertempat tinggal lebih dekat, dan
berkomunikasi dengan baik, sebagai akibatnya penyakit menular akan menjalar lebih
cepat. Karena penyakit menular dapat menimbulkan kekebalan pada yang pernah
menderitanya, maka yang terserang penyakit menular adalah mereka yang beresiko
tinggi terhadapnya, yakni anak-anak.
Suatu penyakit timbul akibat dari beroperasinya berbagai faktor baik dari
agen, host dan lingkungan. Perkembangan epidemiologi menggambarkan secara
spesifik peranan lingkungan dalam terjadinya penyakit dan wabah. Interaksi manusia
dengan lingkungan hidupnya merupakan suatu proses yang wajar dan terlaksana sejak
manusia itu dilahirkan sampai meninggal dunia.
Penyakit infeksi merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan
mortalitas anak-anak di berbagai negara yang sedang berkembang. Penyakit infeksi
masih menempati urutan teratas penyebab kesakitan dan kematian di negara
berkembang, termasuk Indonesia. Di Indonesia penyakit infeksi masih merupakan
Hampir di semua negara-negara yang sedang berkembang penyakit-penyakit
menular hingga kini tetap menjadi penyebab terbesar dari morbiditas dan mortalitas.
Pola penyakit di Indonesia setara dengan negara-negara lain yang berpenghasilan
kurang lebih sama. Hal ini tampak jelas apabila ditelaah keadaan penyakit di berbagai
negara, ternyata negara-negara yang tergolong miskin banyak menderita penyakit
menular, sedangkan negara yang tergolong kaya banyak menderita penyakit tidak
menular.
2.3.2. Determinan Penyakit Infeksi17,19
Kejadian infeksi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu host, agent, dan
environment. Penyakit infeksi akan terjadi apabila ketiga faktor tersebut saling
mendukung.
a. Host (pejamu)
Sistem imun manusia yang kompeten melindungi tubuh dari berbagai
mikroorganisme dan pertumbuhan keganasan. Infeksi oportunistik dengan rentang
yang luas dapat terjadi bila sistem imun lemah. Individu yang mengalami gangguan
imun berada pada peningkatan resiko mengalami infeksi karena sistem imun mereka
yang terganggu tidak memberikan perlindungan yang adekuat dalam melawan
mikroorganisme (bakteri, virus, jamur).
Sistem imun yang lemah dapat menyebabkan individu menjadi rentan
terhadap infeksi umum sehari-hari, seperti influenza, dan Staphylococcus aureus, dan
juga organisme-organisme yang lebih asing seperti histoplasmosis dan
a.1. Status Gizi26,27,28,29
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat mengkonsumsi makanan dan
zat-zat gizi. Menurut Soekirman (2001) istilah status gizi diartikan sebagai keadaan
kesehatan fisik seseorang atau sekelompok orang yang ditentukan dengan salah satu
kombinasi dari ukuran-ukuran gizi tertentu.
Status gizi baik atau gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat
gizi yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik,
perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat
setinggi mungkin. Status gizi kurang terjadi bila tubuh mengalami kekurangan satu
atau lebih zat-zat esensial. Status gizi lebih terjadi bila tubuh memperoleh zat-zat gizi
dalam jumlah berlebihan, sehingga menimbulkan efek toksis atau membahayakan.
Baik status gizi kurang, maupun status gizi lebih terjadi gangguan gizi.
Anak balita mengalami pertumbuhan badan yang pesat sehingga memerlukan
zat-zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya. Anak balita justru merupakan
kelompok umur yang paling sering menderita penyakit infeksi akibat kekurangan gizi
sehingga kekebalan tubuh melemah. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal yaitu:
pertama, kondisi anak balita adalah dalam periode transisi yaitu dari makanan bayi ke
makanan orang dewasa, sehingga memerlukan adaptasi. Kedua, anak balita mulai
bermain dan bergerak lebih luas sehingga sangat besar kemungkinannya terkena
kotoran yang akibatnya dapat menyebabkan sakit.
Kondisi kurang gizi berhubungan erat dengan tingginya resiko untuk
Hasil penelitian Muliki, Muliati (2003) di Puskesmas Puskemas Palanro
Kecamatan Mallusetasi Kabupaten Barru, yang melakukan analisis faktor yang
berhubungan dengan terjadinya penyakit ISPA yang menggunakan desain penelitian
cross sectional menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara status gizi dengan
kejadian ISPA dengan nilai p=0,003 (p<0,05). Ini berarti balita yang status gizinya
rendah memiliki kemungkinan lebih besar untuk menderita ISPA
a.2. Berat Badan Lahir30,31
Berat badan lahir rendah ditetapkan sebagai suatu berat lahir kurang dari
2.500 gram. Anak dengan Berat Lahir Rendah (BBLR) akan meningkatkan risiko
kesakitan dan kematian karena bayi rentan terhadap kondisi-kondisi infeksi saluran
pernafasan.
Bayi dengan berat lahir rendah mempunyai angka kematian lebih tinggi
daripada bayi dengan berat lebih dari 2.500 gram saat lahir selama tahun pertama
kehidupannya. Pneumonia adalah penyebab terbesar kematian akibat infeksi pada
bayi yang baru lahir dengan berat rendah, bila dibandingkan dengan bayi yang
beratnya diatas 2.500 gram.
Puffer (1983) mengemukakan bahwa angka kematian bayi dengan berat badan
waktu lahir kurang dari 2.500 gram adalah 5 sampai 9 kali lebih tinggi dari bayi
dengan berat badan waktu lahir diatas 2.500 gram.
Penelitian Siti Fadilah (2009) yang melakukan analisis terhadap data
Riskesdas 2007 untuk mengetahui dampak berat badan lahir terhadap status gizi
1,002 kali untuk menderita penyakit ISPA dan 1,061 kali untuk menderita penyakit
diare daripada balita dengan berat badan lahir normal.
a.3. Status ASI Ekskusif32,33,34
ASI Eksklusif adalah pemberian ASI sedini mungkin setelah lahir sampai bayi
berumur 6 bulan tanpa pemberian makanan lain. ASI, selain mengandung zat-zat
yang diperlukan untuk pertumbuhan si bayi, juga merupakan makanan bayi yang
paling aman, tidak memerlukan biaya tambahan, mengandung zat-zat kekebalan/anti
infeksi, membantu terjadinya alergi semasa bayi.
Kenyataannya pemberian ASI Eksklusif di masyarakat belum dapat
dilaksankan secara maksimal. Hanya sebagian kecil dari masyarakat yang mau dan
mampu menerapkan upaya pemberian ASI Eksklusif sebagai satu-satunya makanan
bayi usia 0-6 bulan.
Apabila dikaitkan dengan pemberian air susu ibu (ASI) Eksklusif, saat ini
praktik menyusui di Indonesia cukup memprihatinkan. Menurut SDKI tahun 1997
dan 2002, lebih dari 95% ibu pernah menyusui bayinya, namun yang menyusui
dalam 1 jam pertama cenderung menurun dari 8% pada tahun 1997 menjadi 3,7%
pada tahun 2002. Cakupan ASI Eksklusif 4 bulan sedikit meningkat dari 52% tahun
1997 menjadi 55,1% pada tahun 2002. Cakupan ASI Eksklusif 6 bulan menurun dari
42,4% tahun 1997 menjadi 39,5% pada tahun 2002. Sementara itu penggunaan susu
formula justru meningkat lebih dari 3 kali lipat selama 5 tahun dari 10,8% tahun 1997
Apabila pelaksanaan upaya pemberian ASI Eksklusif tidak berjalan sesuai
target maka akan berdampak pada kesehatan bayi. Bayi akan rentan terhadap
berbagai macam penyakit infeksi.
ASI sangat bermanfaat karena mempunyai sifat sebagai berikut :
a). Makanan alam (natural), ideal dan fisiologis
b).Mengandung nutrient yang lengkap dengan komposisi yang sesuai untuk keperluan
pertumbuhan , yaitu pada bulan-bulan pertama berat badan dapat meningkat
dengan kira-kira 30 %.
c). Nutrient yang diberikan selalu dalam keadaan segar dengan suhu yang optimal dan
bebas dari basil patogen.
d). Mengandung zat anti dan zat kekebalan lain yang dapat mencegah berbagai
penyakit infeksi.
Tingginya angka kesakitan dan gangguan gizi yang diderita oleh Bayi dan
anak Balita di Indonesia pada saat ini mempengaruhi kualitas remaja, calon ibu dan
bapak serta sumber daya tenaga kerja 10-20 tahun mendatang. Oleh karena itu apabila
kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak tidak diberikan prioritas dan
perhatian khusus maka kondisi bangsa dan negara Indonesia pada tahun 2015-2020
akan semakin terpuruk lagi karena buruknya kualitas SDM.
UNICEF memperkirakan pemberian ASI eksklusif sampai dengan usia enam
bulan dapat mencegah kematian 1,3 juta anak berusia di bawah lima tahun. Perkiraan
75% kematian bayi terjadi pada waktu 28 hari setelah kelahiran, dan 22% kematian
bayi baru lahir (neonatus) yang bisa dicegah dengan menyusui pada satu jam setelah
UNICEF mendukung pelayanan kesehatan terpadu berbasis masyarakat,
termasuk mempromosikan pemberian ASI eksklusif, dan dengan para mitranya,
pemerintah dan masyarakat.
UNICEF mendukung penyusunan peraturan perundangan nasional mengenai
pemberian makanan bagi anak, meningkatkan pelayanan sebelum dan setelah
kelahiran, serta mendukung tersedianya berbagai sumber daya di masyarakat bagi
para ibu baru.
Pekan ASI Sedunia pada awalnya dirayakan pada tahun 1992 dan sekarang
diperingati di lebih dari 120 negara oleh UNICEF dan para mitra kerjanya, termasuk
World Alliance for Breastfeeding Action (Aliansi Dunia untuk Gerakan Pemberian
ASI) dan WHO.
a.4. Status Imunisasi33,35,36,37
Imunisasi berasal dari kata imun yang berarti kebal atau resisten. Anak yang
diimunisasi berarti diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Dalam
imunologi, kuman atau racun kuman (toksin) disebut sebagai antigen. Imunisasi
merupakan upaya pemberian ketahanan tubuh yang terbentuk melalui vaksinasi.
Tujuan dari imunisasi adalah mencegah penyakit dan kematian balita yang
disebabkan oleh wabah yang sering terjangkit, artinya anak balita yang telah
memperoleh imunisasi yang lengkap yang sesuai dengan umurnya otomatis dia sudah
memiliki kekebalan terhadap penyakit tertentu maka jika ada kuman yang masuk
ketubuhnya secara langsung tubuh akan membentuk antibodi terhadap kuman
Pencegahan penyakit infeksi tergantung pada pengendalian atau pemusnahan
sumber infeksi, pemutusan rantai penularan dan peningkatan daya tahan perorangan
terhadap infeksi dengan cara-cara yang umum atau dengan imunisasi.
Banyak penyakit infeksi dapat dicegah tanpa imunisasi, karena sekali riwayat
alamiah penyakit dipahami, maka sumbernya dapat dimusnahkan, atau penularan
dicegah.
Penyakit menular merupakan sebab utama morbiditas dan mortalitas pada
negara berkembang. Di negara yang maju seperti Amerika Serikat, penyakit infeksi
sudah sangat jarang dijumpai, karena imunisasi aktif telah dilaksanakan dengan baik
disamping sanitasi lingkungan yang bersih, akan tetapi di negara sedang berkembang
termasuk Indonesia penyakit infeksi masih banyak dijumpai, hal ini disebabkan
tingkat kebersihan masih sangat kurang, mudah terjadi kontaminasi, kurangnya
kesadaran masyarakat akan pentingnya kebersihan. Penyakit akibat infeksi telah
menyebabkan kematian sebesar 13 juta orang di seluruh dunia setiap tahun, terutama
di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Kematian di negara berkembang
yang disebabkan oleh penyakit infeksi mencapai 43%, sedangkan di negara maju
hanya sebesar 1%.
Hasil penelitian Kristijono (2001) juga menyatakan bahwa sekitar 48,53 %
balita yang menderita kurang energi dan protein yang dirawat inap di RSU Dr.
Pirngadi tahun 1999 -2000 tidak lengkap diimunisasi, bahkan sebesar 42,64% tidak
pernah diimunisasi. Dari hal tersebut dapat dikatakan bahwa balita yang tidak
lengkap imunisasi semakin besar kemungkinan terjadinya penyakit infeksi,anemia,
Penelitian C.S. Whinie Lestari (2009) yang melakukan analisis terhadapa data
Riskesdas 2007 untuk mengetahui dampak status imunisasi pada anak balita di
Indonesia menyebutkan Anak yang tidak mendapat imunisasi lengkap berisiko
2,4 kali (p=0,0001) menderita penyakit campak yang disertai dengan pneumonia, dan
berisiko 2,7 kali (p=0,000l) menderita penyakit campak disertai dengan diare dan
pneumonia dibandingkan dengan anak yang mendapat imunisasi lengkap.
a.6. Jarak Kelahiran33
Kematian neonatus paling rendah bila interval antara berakhirnya suatu
kehamilan dan mulainya kehamilan berikut lamanya 2-3 tahun. Dengan mengecilnya
interval, akan terjadi kenaikan yang progresif dari kematian bayi.
Insiden penyakit diare (salah satu penyebab utama kematian anak sampai
umur 2 tahun, di negara berkembang) sangat berhubungan dengan cara penyapihan
yang kurang baik. Penyapihan ini biasanya dilakukan karena interval kehamilan yang
pendek. Keadaan ini ditambah lagi dengan malnutrisi akan menyebabkan anak sering
mengalami infeksi.
a.7. Kepadatan Hunian
Kepadatan hunian dalam rumah menurut keputusan menteri kesehatan nomor
829/MENKES/SK/VII/1999 tentang persyaratan kesehatan rumah, satu orang
minimal menempati luas rumah 8m² . Pada satu kamar tidur yang berukuran 8 m²,
tidak dianjurkan dugunakan oleh lebih dari 2 orang, kecuali pada anak usai dibawah
5 tahun. Kebutuhan minimal ruang per orang dihitung berdasarkan aktvitas dasar
manusia di dalam rumah. Aktivitas seseorang tersebut meliputi tidur, makan, kerja,
Dengan kriteria tersebut diharapkan dapat mencegah penularan penyakit dan
melancarkan aktivitas. Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah
anggota keluarga, dan masyarakat diduga merupakan faktor risiko untuk penyakit
infeksi.
Hasil penelitian Achmadi (1991) yang melaporkan bahwa anak yang tinggal di
rumah padat (<10m2/ orang) akan mendapatkan risiko ISPA sebesar 1,75 kali
dibandingkan anak yang tinggal di rumah yang tidak padat.
b. Agent
Sebagai makhluk biologis yang sebagian besar adalah kelompok
mikro-organisme, unsur penyebab penyakit menular tersebut juga mempunyai potensi untuk
tetap berusaha mempertahankan diri terhadap faktor lingkungan dalam usaha
mempertahankan hidupnya serta mengembangkan keturunannya.
b.1. Pengelompokan Agent
Mahluk hidup sebagai pemegang peranan penting di dalam epidemiologi
yang merupakan penyebab penyakit dapat dikelompokkan menjadi :
b.1.1. Golongan virus, misalnya influenza, trachoma, cacar dan sebagainya.
b.1.2. Golongan riketsia, misalnya typhus
b.1.3. Golongan bakteri, misalnya disentri
b.1.4. Golongan protozoa, misalnya malaria, filarial, schistosoma dan sebagainya
b.1.5. Golongan jamur yakni bermacam-macam panu, kurap dan sebagainya.
b.1.6. Golongan cacing, yakni bermacam-macam cacing perut seperti ascaris
Agar agent atau penyebab penyakit menular ini tetap hidup (survive), maka
perlu persyaratan-persyaratan adalah berkembang biak, bergerak atau berpindah dari
induk semang, mencapai induk semang yang baru, menginfeksi induk semang yang
baru.
Kemampuan agent penyakit ini tetap hidup pada lingkungan manusia adalah
suatu faktor penting di dalam epidemiologi penyakit infeksi. Setiap bibit penyakit
penyebab penyakit mempunyai habitat sendiri-sendiri, sehingga dapat tetap hidup.
b.2. Reservoir
Agen yang menular dapat secara normal hidup dan berkembang pada :
b.2.1. Reservoir di dalam tubuh manusia
Penyakit-penyakit yang mempunyai reservoir di dalam tubuh manusia antara
lain, campak (measles), cacar air (small pox). Typhus (typhoid), meningitis,
gonoirhoea dan syphilis. Manusia sebagai reservoir dapat menjadi kasus yang aktif
dan carrier.
b.2.2. Reservoir pada binatang
Penyakit-penyakit yang mempunyai reservoir pada binatang umumnya adalah
penyakit zoonosis.
b.2.3. Reservoir pada benda-benda mati
Penyakit-penyakit yang mempunyai reservoir pada benda-benda mati pada
dasarnya adalah saprofit hidup dalam tanah.
c. Environment (Lingkungan) 39
Sebagian besar penyakit infeksi adalah penyakit yang berbasis lingkungan.
infeksi. Interaksi antara agent penyakit, tuan rumah (manusia) dan faktor-faktor
lingkungan yang mengakibatkan penyakit perlu diperhatikan.
Peran air dalam terjadinya penyakit menular dapat bermacam-macam
misalnya : air sebagai penyebar mikroba patogen, air sebagai sarang insekta penyebar
penyakit, atau jumlah air bersih yang tersedia tidak mencukupi, sehingga orang tidak
dapat membersihkan dirinya dengan baik, dan iar sebagai sarang hospes sementara
penyakit.
2.4 Manifestasi klinik Secara Umum23,24,25
Pada proses penyakit menular secara umum, maka dapat dijumpai berbagai
manifestasi klinik sebagai hasil proses penyakit pada individu, mulai dari gejala
klinik yang tidak tampak (inapparent infection) sampai pada keadaan yang berat
disertai komplikasi dan berakhir cacat atau meninggal dunia.
Ada penyakit yang biasanya tidak tampak secara jelas tetapi dianggap sebagai
kelompok penyakit berat karena mempunyai angka kematian yang tinggi atau angka
manifestasi klinik berat yang cukup tinggi.
Suatu penyakit menular dianggap berat bila penyakit tersebut mempunyai
CFR yang tinggi atau apabila sembuh maka sebagian besar penderita sembuh dengan
disertai gejala sisa (cacat).
Penyakit dengan insidensi rendah tetapi CFR yang tinggi seperti rabies,
merupakan penyakit yang berat secara perorangan, sedangkan penyakit dengan
insidensi tinggi tetapi tidak berat (misalnya diare) akan memberikan keadaan yang
lebih serius sebagai masalah kesehatan masyarakat karena merupakan unsur yang
Proses infeksi hingga dapat menimbulkan manifestasi klinis tidak dapat
dipisahkan dengan mekanisme sistem imunitas hospes. Dengan demikian, penyakit
infeksi biasanya merupakan akibat dari interaksi antara agen infeksi yang relatif
sangat virulen (faktor promotif infeksi) dengan hospes normal yang utuh, atau antara
agen infeksi yang kurang virulen dengan hospes pada beberapa tingkat gangguan,
baik sementara ataupun permanen sehingga melemahkan.
Gejala-gejala subjektif seperti mual, nyeri, atau keletihan juga dapat menjadi
petunjuk, tanda utama infeksi adalah demam. Suhu antara 96,8 dan 100 0F atau
37-38 0C dianggap sebagai rentang infeksi lokal menunjukkan inflamasi (kemerahan,
nyeri tekan, bengkak dan hangat yang meningkat) dan kemungkinan demam. Sebagai
tambahan mengigil, hipotensi, atau kelam piker menjadi tanda-tanda infeksi.
2.6. Pencegahan Penyakit Infeksi 2.6.1. Pencegahan Primordial40
Memerangi kemiskinan, sehingga kesehatan lingkungan dapat diperbaiki
sehingga penyakit infeksi dapat dicegah. Hal ini dapat dilakukan dengan memberi
pelayanan dasar air bersih, sanitasi, pemukiman, makanan yang saniter, dan lain-lain.
2.6.2. Pencegahan Primer17,35
Pencegahan tingkat pertama ini dilakukan pada masa prepatogenesis dengan
tujuan untuk menghilangkan faktor resiko terhadap penyakit infeksi. Adapun
tindakan-tindakan yang dilakukan dalam pencegahan primer yaitu:
a. Meningkatkan daya tahan tubuh yang meliputi perbaikan status gizi, status
Pada waktu lahir sampai beberapa bulan sesudahnya, bayi belum dapat
membentuk kekebalan sendiri secara sempurna. ASI merupakan substansi
bahan yang hidup dengan kompleksitas biologis yang luas yang mampu
memberikan daya perlindungan, baik secara aktif maupun melalui pengaturan
imunologis.
ASI tidak hanya menyediakan perlindungan terhadap infeksi dan alergi tetapi
juga menstimuli perkembangan yang memadai dari sitem imunologi bayi
sendiri.
ASI memberikan zat-zat kekebalan yang belum dibuat oleh bayi tersebut.
Sehingga bayi yang minum ASI lebih jarang sakit, terutama pada awal
kehidupannya
b. Mengatasi/memodifikasi lingkungan melalui perbaikan lingkungan fisik
seperti meningkatkan air bersih, sanitasi lingkungan dan perumahan,
perbaikan dan peningkatan lingkungan biologis, peningkatan lingkungan
sosial seperti kepadatan rumah, hubungan antar individu dan kehidupan sosial
masyarakat.
c. Mengurangi/menghindari perilaku yang dapat meningkatkan risiko
perorangan dan masyarakat.
2.6.3. Pencegahan Sekunder 37
Pencegahan tingkat kedua meliputi diagnosa dan pengobatan yang tepat.
Upaya yang dilakukan adalah langsung mencari pengobatan yang tepat agar
penularan penyakit infeksi tidak menyebar. Pada pencegahan tingkat kedua,
2.6.4. Pencegahan Tersier 40
Sasaran pencegahan tingkat ketiga adalah penderita penyakit infeksi dengan
maksud jangan sampai betambah berat penyakitnya atau terjadi komplikasi. Bahaya
yang dapat diakibatkan oleh penyakit infeksi adalah kurang gizi dan kematian.
Penyakit infeksi dapat mengakibatkan kurang gizi dan memperburuk keadaan gizi
yang telah ada sebelumnya. Hal ini terjadi karena selama sakit biasanya penderita
susah makan dan tidak merasa lapar sehingga masukan zat gizi berkurang atau tidak
ada sama sekali.
Upaya yang dilakukan dalam pencegahan tingkat ketiga ini adalah: usaha
rehabilitasi untuk mencegah terjadinya akibat samping dari penyembuhan penyakit,
BAB 3
KERANGKA KONSEP
3.1. Kerangka Konsep
[image:42.612.113.515.137.490.2]Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian Faktor balita:
− Umur
− Jenis kelamin
− Berat badan lahir
− Imunisasi
− ASI eksklusif
− Jarak kelahiran
Kejadian Penyakit Infeksi Faktor Ibu:
− Pendidikan
− Pekerjaan
Faktor lingkungan:
− Kepadatan hunian
− Ketersedian jamban
3.2. Defenisi Operasional
3.2.1. Kejadian penyakit infeksi pada balita adalah penyakit infeksi dalam satu
bulan terakhir dimana gejala klinisnya dapat dilihat atau mudah diketahui oleh
responden (batuk, pilek, diare, campak, telinga berair)
Untuk uji statistik dikategorikan atas :
1. Ada 2. Tidak ada
3.2.2 Umur balita adalah usia balita sejak 12 bulan sampai dengan usia 60 bulan.
Untuk uji statistik dikategorikan atas :
1. 12 bulan - < 36 bulan 2. > 36 bulan - 60 bulan
3.2.3. Jenis kelamin adalah jenis kelamin balita yang merupakan objek penelitian,
untuk uji statistik dikategorikan atas :
1. Laki-laki 2. Perempuan
3.2.4. Berat badan lahir adalah berat badan lahir balita pada waktu lahir,
dikategorikan atas : (dilihat dari KMS anak balita, dan apabila KMS tidak
dapat ditunjukkan ditanyakan kepada ibu apakah berat badan lahir anaknya
rendah atau normal)
1. Berat lahir rendah (berat badan lahir < 2.500 gram) 2. Berat lahir normal (berat badan lahir ≥ 2.500 gram)
3.2.5. Status imunisasi adalah jenis imunisasi yang sudah didapatkan oleh balita
sesuai dengan batas waktu pemberian usia bayi dan frekuensi
mendapatkannya yaitu, BCG : 0-11 bulan, DPT 3x 2-11 bulan, Polio 4x : 0-11
bulan, Campak 1x : 9-11 bulan, Hepatitis B 3x : 0-11 bulan, dikategorikan
ditanyakan kepada Ibu dari anak balita apakah anak balita mendapat imunisasi
lengkap setiap bulannya)
1. Tidak lengkap, bila balita tidak mendapatkan imunisasi yang seharusnya diperoleh sesuai umur.
2. Lengkap, bila balita sudah mendapatkan imunisasi yang harus diperolehnya sesuai dengan batas usianya, (BCG : 0-11 bulan, DPT 3x : 2-11 bulan, Polio 4x : 0-11 bulan, Campak 1x : 9-11 bulan, Hepatitis B 3x : 0-11 bulan)
3.2.6. Status ASI Eksklusif adalah ada/tidaknya balita mendapat ASI sejak lahir
sampai usia 6 bulan tanpa mendapatkan makanan tambahan dan minuman lain
selain ASI, dikategorikan atas :
1. Tidak ada, jika balita tidak hanya ASI saja sampai usia 6 bulan 2. Ada, jika balita dengan ASI saja sampai usia 6 bulan
3.2.7. Jarak kelahiran adalah kurun waktu (bulan) antara saat kelahiran anak
terakhir dengan anak sebelumnya.
1. Resiko Tinggi : <24 bulan 2. Resiko rendah : ≥ 24 bulan
3.2.8. Pendidikan ibu adalah tingkat pendidikan formil terakhir ibu balita,
dikategorikan atas :
1. Belum sekolah 2. SD
3. SMP 4. SMA
5. Diploma /perguruan tinggi
Untuk uji statistik dikategorikan atas :
1. Rendah : Belum sekolah, SD dan SMP
2. Tinggi : SMA, Diploma dan Perguruan Tinggi
3.2.9. Pekerjaan ibu adalah kegiatan yang dilakukan sehari-hari oleh ibu balita baik di
dalam rumah maupun di luar rumah, dikategorikan atas :
5. Buruh
Untuk uji statistik dikelompokkan menjadi;
1. Bekerja : wiraswasta, PNS, petani, buruh 2. Tidak bekerja : ibu rumah tangga
3.2.10. Kepadatan Hunian yaitu kepadatan penghuni dalam ruang tidur anak balita dengan luas kamar ≥8m2
yang dibedakan atas :
1. <8m2 2. ≥8m2
Untuk uji statistik dikelompokkan menjadi;
1. Padat penghuni : <8m2 2. Tidak padat penghuni : ≥8m2
3.2.11. Ketersediaan jamban yaitu kepemilikan jamban untuk setiap rumah tangga .
1.Buruk, jika rumah tangga tidak memiliki jamban, memiliki jamban jenis cemplung dan cubluk.
2. Baik, jika rumah tangga memiliki jamban jenis leher angsa.
3.2.12. Sanitasi lingkungan yaitu keadaan kebersihan lingkungan rumah. Pengukuran
dilakukan dengan sistem skoring dan pembobotan. Jumlah pertanyaan ada
3 buah. Jika jawaban A diberi nilai 2, dan jika jawaban B diberi nilai 1.
Berdasarkan jumlah pertanyaan maka skor tertinggi 6 dan skor terendah <4.
Berdasarkan skoring maka sanitasi lingkungan dikategorikan: (lihat lampiran
instrumen)
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini bersifat deskriptif analitik dan menggunakan desain cross
sectional.
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Desa Mangkai Baru Kecamatan Lima
Puluh Kabupaten Batu Bara yang terdiri dari 7 dusun
4.2.2. Waktu Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini dilakukan mulai bulan November 2009 sampai
dengan Juni 2010. Penelitian dimulai dengan melakukan pengajuan judul proposal,
penelusuran kepustakaan, survei pendahuluan, penyusunan proposal, penelitian dan
analisa data serta penyusunan laporan akhir penelitian.
4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua anak balita berusia 12-60 bulan
4.3.2. Sampel
a. Besar Sampel41
Rumus ukuran sampel minimal adalah sebagai berikut :
n = Z21-α/2 p.q d2
Keterangan :
P = Perkiraan proporsi (prevalensi) variable dependent pada populasi prevalensi penyakit infeksi 50% (p=0,5)
q = 1-p
Z1-α/2 = Statistik Z (misalnya Z= 1,96 untuk α=0,05)
d = Delta, presisi, absolute atau margi of error yang diinginkan di kedua sisi proporsi (0,1)
Maka besar sampel adalah :
n = (1,96)2 x 0,5 x 0,5 0,12
=
c. Teknik Pengambilan Sampel 3,84 x 0,25
0,01
= 96
Besar sampel minimal dalam penelitian ini adalah 96. untuk
memperhitungkan adanya kesalahan dan sebagainya maka pengambilan sampel
diperbesar sebanyak 10%, sehingga diperoleh jumlah sampel 96 + 9,6=106,
ditambahkan menjadi 110.
Sampel yang dibutuhkan 110 orang diambil secara purposive yaitu semua
anak balita di Dusun III. Dalam hal ini semua dusun dianggap mempunyai risiko
4.4. Metode Pengumpulan Data 4.4.1. Data Primer
Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan ibu anak balita
mengenai kejadian penyakit infeksi selama satu bulan terakhir pada anak balita
berusia 12-60 bulan dengan menggunakan kuesioner yang meliputi: umur anak balita,
jenis kelamin, berat badan lahir, imunisasi, ASI eksklusif, jarak kelahiran, pendidikan
ibu, pekerjaan ibu, kepadatan hunian, ketersediaan jamban, sanitasi lingkungan.
(lihat dalam lampiran).
4.4.2. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari:
1. Puskesmas Desa Mangkai Baru tentang laporan kesakitan penyakit infeksi.
2. Data umum, sebagai data demografi dan geografi lokasi penelitian diperoleh dari
kantor Kelurahan Mangkai Baru.
4.5. Teknik Analisa Data
Data yang sudah terkumpul di olah secara manual dan dilanjutkan dengan
bantuan computer dengan program SPSS (Statistical Product and Service Solution),
melalui tahapan editing, coding, entry data dan cleaning. Jenis analisis yang
dilakukan adalah:
4.5.1. Analisis Univariat
Analisis ini digunakan untuk memperoleh gambaran distribusi frekuensi atau
4.5.2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas
dan variabel terikat dengan menghitung rasio prevalens. Untuk mengetahui
ada tidaknya kemaknaan dilakukan uji Chi-Square dengan tingkat
kepercayaan 95% (α = 0,05).
Pengukuran Ratio Prevalens dilakukan dengan menggunakan rumus :
RP = A/(A+B) : C/(C+D)
Keterangan :
A/(A+B) = proporsi ( prevalens ) subyek yang mempunyai faktor
risiko yang mengalami penyakit Infeksi
C/(C+D) = proporsi ( prevalens ) subyek tanpa faktor risiko yang
mengalami penyakit Infeksi
4.5.3. Analisis Multivariat42
Analisis multivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan variabel bebas
dengan variabel terikat yang mempunyai kemaknaan statistik pada analisis
bivariat, melalui analisis regresi logistik berganda (Multiple Logistic
Regression) untuk mencari faktor risiko yang paling dominan pada beberapa
variabel yang dilakukan secara bersama-sama terhadap terhadap kejadian
diare. Tahapan analisis multivariat yang akan dilakukan adalah sebagai
1. Melakukan pemilihan variabel yang potensial untuk dimasukkan dalam
model. Variabel yang dipilih atau yang dianggap berpengaruh terhadap
kejadian penyakit infeksi adalah variabel yang mempunyai nilai p<0,25.
2. Penentuan faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit infeksi,
variabel yang akan dimasukkan adalah variabel yang mempunyai nilai
p<0,05.
Analisis regresi logistik berganda dilakukan dengan memasukkan
secara serentak variabel independen menurut kriteria kemaknaan statistik
tertentu (p < 0,25). Variabel independen tersebut akan dikeluarkan kembali
secara bertahap (Backward Selection) sampai tidak ada lagi variabel
BAB 5
HASIL PENELITIAN
5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian16,43 5.1.1. Geografis
Desa Mangkai Baru terletak di Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batubara
dengan luas wilayah 35,02km2 dan memiliki dusun.
Batas-batas wilayah Desa Mangkai Baru adalah :
a. Sebelah utara berbatasan dengan PT. Socfindo Lima Puluh
b. Sebelah selatan berbatasan dengan PTPN IV Gunung Bayu
c. Sebelah barat berbatasan dengan PTPN IV Gunung Bayu
d. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Mangkai Lama
5.1.2. Demografi
Jumlah penduduk di Desa Mangkai Baru adalah 3.665 jiwa yang terdiri dari
laki-laki sebanyak jiwa 1.811 (49,41%) dan perempuan sebanyak jiwa 1.854
(50,59%). Secara rinci data kependudukan menurut umur dan jenis kelamin di Desa
[image:51.612.116.530.567.704.2]Mangkai Baru dapat dilihat pada di bawah ini :
Tabel 5.1. Distribusi Penduduk Berdasarkan Umur di Desa Mangkai Baru Tahun 2010
No Golongan Umur (Tahun)
Total
f %
1 0-5 574 15,66
2 6-12 312 8,51
3 13-18 745 20,33
4 19-25 448 12,22
5 26-50 1.315 35,88
6 >50 271 7,40
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa distribusi jumlah penduduk di Desa
Mangkai Baru berdasarkan kelompok umur yang terbanyak adalah pada kelompok
umur 26 – 55 tahun adalah 35,88% sedangkan yang terendah adalah pada kelompok
umur >55 tahun adalah 7,40%.
Tabel 5.2. Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Desa Mangkai Baru Tahun 2010
No Jenis Kelamin
Total
f %
1 Laki-Laki 1811 49,41
2 Perempuan 1854 50,59
Total 3665 100,00
5.1.3. Sarana dan Prasarana a. Sarana Kesehatan
Desa Mangkai Baru memiliki beberapa sarana kesehatan. Jumlah sarana
[image:52.612.113.531.462.582.2]kesehatan dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 5.3. Distribusi Sarana Kesehatan di Desa Mangkai Baru Tahun 2010
No Sarana Kesehatan Jumlah
1 RSU Swasta 0
2 Balai Pengobatan 0
3 Puskesmas 1
4 Pustu 1
5 Poliklinik 0
6 Posyandu 3
Jumlah 5
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa sarana kesehatan yang paling
banyak adalah posyandu yaitu sebanyak 3 unit, puskesmas 1 unit, pustu 1 unit. Tidak
Pola penyebaran 10 penyakit terbesar yang diderita masyarakat di Desa Mangkai Baru (berdasarkan peringkat) adalah sebagai berikut :
1. ISPA 6. Hypertensi
2. Pencernaan 7. Conjunctivitis
3. Rematik 8. TBC
4. Kulit 9. Pneumonia
5. Diare 10. Penyakit telinga b. Sarana Pendidikan
Desa Mangkai Baru memiliki sarana pendidikan yaitu Sekolah Dasar (SD)
Negri 1 unit dan SMP Negri 1 unit.
[image:53.612.110.530.396.455.2]5.2. Prevalens rate penyakit infeksi
Tabel 5.4. Prevalens Rate Kejadian Penyakit Infeksi pada Anak Balita di Desa Mangkai Baru Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batu Bara Tahun 2010
No Kejadian Penyakit Infeksi f %
1 2
Ada Tidak ada
76 34
69,1 30,