• Tidak ada hasil yang ditemukan

Key words: self-regulated learning on homeschooling students, social support

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Key words: self-regulated learning on homeschooling students, social support"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

28

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DAN SELF REGULATED LEARNING PADA SISWA SMP HOMESCHOOLING

(Correlation Between Social Support and Self Regulated Learning Among Homeschooling Students)

Nur Inayatul Fauziah

Fakultas Psikologi Universitas Semarang Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empiris hubungan antara dukungan sosial dan self-regulated learning pada siswa SMP Homeschooling di Homeschooling Kak Seto (HSKS) Semarang. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan yang positif antara dukungan sosial dengan self-regulated learning pada siswa SMP Homeschooling.

Subjek dalam penelitian ini berjumlah 35 orang siswa Homeschooling Kak Seto (HSKS) Semarang. Penelitian ini menggunakan metode studi populasi.

Data penelitian dikumpulkan dengan menggunakan dua skala, yaitu Skala Self Regulated Learning pada siswa SMP Homeschooling dan Skala Dukungan Sosial. Analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik Korelasi Product Moment. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang sangat signifikan antara dukungan sosial dengan self regulated learning pada siswa SMP Homeschooling pada siswa SMP Homeschooling yang ditunjukkan dengan nilai rxy = 0,501 dan (p < 0,01), sehingga hipotesis dalam penelitian ini diterima.

Kata Kunci : self regulated learning pada siswa SMP Homeschooling, dukungan sosial

Abstract

This study want to determine correlation between social support and self-regulated learning among students in Homeschooling Kak Seto (HSKS) Semarang. The hypothesis is a positive correlation between social support and self-regulated learning on students Homeschooling. Subjects in this study was 35 students Homeschooling Kak Seto (HSKS) Semarang. The research using population study.

This study data was collected using two scales, Self Regulated Learning Scale among students Homeschooling and Social Support Scale. Data analysis using Product Moment Correlation. The Results showed that there was a significant correlation between social support and self-regulated learning on Homeschooling students that indicated by rxy = 0.501 and (p

<0.01), so this hypothesis is accepted.

Key words: self-regulated learning on homeschooling students, social support

(2)

29 Pendahuluan

Keberadaan homeschooling memiliki dasar hukum yang jelas di dalam undang-undang 1945 maupun di dalam UU No. 23 Tahun 2003 mengenai sistempendidikan nasional. Sekolah (TK, SD, SMA, dan perguruan tinggi) disebut jalur pendidikan formal, pendidikan nonformal didefinisikan secara terstruktur dan berjenjang, sedangkan homeschooling disebut pendidikan informal (Sumardiono, 2007: 55). Saat ini jumlah keluarga yang melaksanakan homeschooling terus bertambah. Menurut Ella Yulaelawati, Direktur Pendidikan Kesetaraan Depdiknas (dalam Sumardiono, 2007: 27), di Indonesia ada sekitar 1000-1500 siswa homeschooling. Di Jakarta ada sekitar 600 siswa, sebagian besar diantaranya (sekitar 500 siswa) adalah homeschooling majemuk.

Jumlah sebenarnya tidak diketahui dengan pasti, tapi diperkirakan masih lebih besar lagi. Jumlah siswa homeschooling di Homeschooling Kak Seto (HSKS) Semarang ada sekitar 138 siswa, yang terdiri dari 87 siswa dengan program komunitas dan 51 siswa program distance learning. Fokus kajian dalam penelitian ini adalah siswa SMP Homeschooling Kak Seto (HSKS) Semarang, yang berusia 12-15 tahun. Peneliti menggunakan siswa SMP Homeschooling Kak Seto (HSKS) Semarang dikarenakan siswa SMP masih labil secara emosi, sehingga dalam belajar masih sulit dalam mengelola dorongan untuk menunda waktu belajar.

Homeschooling mengharuskan peserta didik untuk belajar sendiri sesuai dengan tujuan homeschooling yang mana homeschooling mengajarkan peserta didik agar belajar sendiri, mengajarkan peserta didik bertanggung jawab untuk belajar sendiri. Magdalena (2010: 167) mengemukakan tujuan pembelajaran home education adalah menjadi mandiri dalam memenuhi kebutuhan akan pengetahuan. Anak dibiasakan untuk mampu menemukan sumber pembelajaran sendiri, dimana waktu belajarnya dipilih secara mandiri oleh anak sesuai kesiapan dan kebutuhan, mengatur lingkungan belajar serta mampu memantau kemajuan diri.

Kemampuan-kemampuan tersebut disebut self regulated learning atau regulasi diri dalam belajar (Deasyanti dan Anna, 2007: 13). Zimmerman (1990: 4) menegaskan bahwa individu yang bisa dikatakan self-regulated learners adalah individu yang secara metakognisi, motivasional, dan behavioral aktif ikut serta dalam proses belajar.

Individu tersebut dengan sendirinya memulai usaha belajar secara langsung untuk memperoleh pengetahuan dan keahlian yang diinginkan tanpa bergantung pada guru, orang tua, dan orang lain.

Inilah yang diharapkan ada pada diri anak homeschooling agar mampu lebih mandiri dalam belajar dan memiliki self regulated learning yang baik. Umumnya, siswa yang berhasil adalah siswa yang menggunakan strategi self-regulated learning dan sebagian besar sukses di sekolah.

(3)

30 Hasil wawancara terhadap lima siswa SMP

homeshooling, menunjukkan kurang spesifiknya dan sedikitnya strategi belajar yang diterapkan. Adapun strategi belajar yang diterapkan anak homeschooling antara lain hanya membaca modul sesuai materi yang diperintahkan untuk dibaca oleh tutor, mencari bahan materi dari internet, mengerjakan tugas jika ada tugas dari tutor. Hal ini menunjukkan bahwa anak homeschooling kurang memiliki kemampuan untuk mengelola dirinya secara aktif untuk memperoleh pengetahuan secara mandiri dalam proses belajarnya. Sehingga mempengaruhi kemampuan pemahaman terhadap suatu materi pelajaran dan hasil belajar pada anak homeschooling.

Menurut Zimmerman (1990: 180) dalam teori sosial kognitif terdapat tiga hal yang mempengaruhi seseorang sehingga melakukan self regulated learning, yakni individu, perilaku dan lingkungan.

Faktor individu meliputi pengetahuan, tujuan yang ingin dicapai, kemampuan metakognisi serta efikasi diri. Faktor perilaku meliputi behavior self reaction, personal self reaction serta environment self reaction. Sedangkan faktor lingkungan dapat berupa lingkungan fisik maupun lingkungan sosial, baik lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan pergaulan dan sebagainya. Salah satu yang kemungkinan dapat mempengaruhi self- regulated learning dalam faktor lingkungan adalah dukungan sosial.

Dukungan sosial sangat berperan bagi peserta didik homeschooling dalam proses pembelajaran yang dapat mempengaruhi prestasi belajarnya. Hal

ini terjadi karena anak homeschooling sebagai individu merupakan makhluk sosial yang senantiasa membutuhkan kehadiran orang lain dalam hidupnya. Sarafino (dalam Smet, 1994: 136) memberikan definisi dukungan sosial bahwa dukungan sosial mengacu pada kesenangan yang dirasakan, penghargaan akan kepedulian, atau membantu orang menerima dari orang-orang atau kelompok-kelompok lain. Schwarzer dan Leppin (dalam Smet, 1994: 135) mengungkapkan bahwa dukungan sosial dapat dilihat sebagai fakta sosial atas dukungan yang sebenarnya terjadi atau diberikan oleh orang lain kepada individu (perceived support) dan sebagai kognisi individu mengacu pada persepsi terhadap dukungan yang diterima (received support).

Dukungan keluarga merupakan dukungan sosial pertama yang diterima seseorang karena anggota keluarga adalah orang-orang yang berada di lingkungan paling dekat dengan diri individu dan memiliki kemungkinan yang besar untuk dapat memberikan bantuan. Menurut Gottlieb (dalam Smet, 1994: 35) dukungan sosial terdiri dari informasi atau nasehat verbal/nonverbal, bantuan nyata atau tindakan yang diberikan oleh keakraban sosial atau didapat karena kehadiran seseorang dan mempunyai manfaat emosional atau efek perilaku bagi pihak penerima. Dukungan keluarga berperan penting karena dukungan keluarga bisa membuat siswa homeschooling merasa diperhatikan, dipedulikan dan semangat untuk lebih giat belajar.

(4)

31 Keberadaan teman bagi anak homeschooling

yang sedang menghadapi kesulitan dalam memahami suatu mata pelajaran, juga dapat membantu anak homeschooling memahami pelajaran secara menyeluruh, menemukan cara mudah dalam belajar dan menyelesaikan tugas dengan baik. Manan (dalam Ristianti, 2008: 24) mengatakan bahwa dukungan dari teman sebaya akan membuat individu merasa keberadaan dan kemampuan dirinya diakui. Keakraban dengan cara membagi pikiran dan perasaan dapat memberikan semangat belajar dan membantu anak homeschooling mengatasi kesulitan belajar.

Selain dukungan keluarga dan teman, peran tutor/guru juga sangat diperlukan dalam perkembangan belajar peserta didik homeschooling.

Menjaga agar perhatian tetap fokus pada tugas belajar, menyarankan strategi belajar yang efektif, dan memonitor kemajuan belajar merupakan wujud dukungan tutor kepada peserta didik homeschooling. Komunikasi yang baik antara tutor dengan peserta didik homeschooling dapat membuat peserta didik merasa nyaman, aman, dan termotivasi kembali ketika mengalami masalah yang dapat mengganggu kegiatan belajarnya.

Berdasarkan hasil wawancara terhadap lima anak homeschooling menunjukkan bahwa homeschooler mendapatkan dukungan sosial berupa support, motivasi, nasehat, sharing maupun dukungan seperti membantu mencari cara yang lebih mudah untuk memahami suatu mata pelajaran

yang sulit. Orang tua, teman dan tutor berperan penting bagi anak homeschooling sebagai pemberi dukungan dan motivasi yang dapat mempengaruhi keberhasilan pembelajaran di homeschooling agar tetap belajar dengan giat secara mandiri dan mampu memahami materi pelajaran dengan baik.

Kenyataannya, masih terdapat peserta didik yang belajar jika suasana hatinya sedang baik, belajar jika ada tugas atau ujian bahkan lupa belajar untuk mempersiapkan menghadapi ujian.

Hasil penelitian yang relevan berkaitan dengan self-regulated learning pada siswa kelas VIII yang ditinjau dari dukungan sosial keluarga (Adicondro dan Purnamasari, 2011: 25) menunjukkan dukungan sosial dari keluarga cenderung tinggi disebabkan karena individu memperoleh kehangatan, perhatian, dorongan, arahan, dan bimbingan dari keluarga apabila mengalami kesulitan belajar. Pemenuhan kebutuhan fasilitas belajar yang mendukung kegiatan individu dan adanya pujian bila memperoleh prestasi. Dukungan sosial dari keluarga tinggi akan meningkatkan self-regulated learning.

Dukungan sosial yang diterima oleh anak homeschooling, baik dari keluarga, teman sebaya, maupun tutor diharapkan dapat membuat anak homeschooling lebih semangat untuk belajar dan memperbaiki kemampuan self-regulated learning.

Anak homeschooling yang menerima dukungan sosial diharapkan mampu mengelola secara efektif pengalaman belajarnya sendiri di dalam berbagai cara sehingga mencapai hasil belajar yang optimal.

(5)

32 Kenyataannya, fenomena yang ditemui peneliti

menunjukkan masih terdapat anak Homeschooling Kak Seto Semarang kurang memiliki self regulated learning yang baik dan kemauan untuk belajar masih berdasarkan mood sehingga hasil belajarnya kurang optimal. Berdasarkan uraian-uraian diatas, maka peneliti tertarik melakukan suatu penelitian yang bertujuan untuk menguji hubungan antara dukungan sosial dengan self-regulated learning pada anak HSKS Semarang.

Self Regulated Learning pada Siswa SMP Homeschooling

Self-regulated learning adalah memunculkan dan memonitor sendiri pikiran, perasaan, dan perilaku untuk mencapai suatu tujuan (Santrock, 2007: 296). Boekaerts (dalam Cheng, 2011: 4) mendefinisikan self-regulated learning sebagai serangkaian proses kognitif dan afektif yang saling berkaitan yang beroperasi bersama komponen berbeda dari sistem pengolahan informasi. Pintrich (dalam Cheng, 2011: 3) menyatakan bahwa self- regulated learning merujuk pada strategi yang digunakan siswa untuk mengatur kognisi dan mengelola sumber, yang berarti mengelola dan mengendalikan lingkungan. Pintrich menganggap bahwa kegiatan regulasi diri bertindak sebagai mediator antara peserta didik, lingkungan, dan performa belajar siswa secara keseluruhan. Self- regulated learning siswa meliputi tiga ciri:

menggunakan strategi self-regulated learning, respon terhadap umpan balik self-oriented tentang

efektivitas belajar, dan tergantung pada proses motivational. Siswa memilih mengatur sendiri dan menggunakan strategi self-regulated learninguntuk mencapai hasil akademik yang diinginkan berdasarkan umpan balik terhadap efektivitas belajar dan kemampuan siswa (Zimmerman, 1990:

6).

Undang-Undang Negara Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Bab I Pasal 1 menyebutkan bahwa salah satu jenjang pendidikan formal di Indonesia adalah jenjang pendidikan SMP. Pada tingkat SMP individu berada pada rentang masa remaja awal. Batasan usia bagi remaja awal adalah usia 12 - 15 tahun (dalam Monks, dkk, 2002: 262).

Berdasarkan uraian tersebut diketahui bahwa self-regulated learning pada siswa SMP Homeschooling merupakan suatu cara atau proses bagaimana individu pada rentang 12-15 tahun mengontrol, mengarahkan dan mengatur pembelajarannya sendiri dalam perencanaan, pengorganisasian, pengarahan diri, pemantauan diri, mengevaluasi diri dengan mengaktifkan kognitif, afektif, perilaku sehingga tercapai tujuan belajar.

Menurut Zimmerman (1990: 4), terdapat tiga area dalam self-regulated learning, antara lain:

a. Metakognitif

Peserta didik mengatur sendiri rencana tujuan pendidikan (self-regulated learners plan), menetapkan tujuan (set goals), mengatur (organize), memantau diri (self-monitor), dan mengevaluasi diri (self-evaluate) atas berbagai hal selama proses akuisisi. Proses ini memungkinkan

(6)

33 siswa menjadi sadar diri (self-aware),

berpengetahuan (knowledgeable), dan menentukan pendekatan siswa untuk belajar.

b. Motivasi

Motivasi menunjukkan siswa memiliki self- efficacy tinggi, self-atribusi, dan minat terhadap tugas intrinsik. Siswa mengawali diri (self- starter) dengan menunjukkan upaya luar biasa dan ketekunan selama belajar.

c. Behavioral

Pembelajar memilih pembelajaran yang diatur sendiri, dan menciptakan lingkungan yang mengoptimalkan pembelajaran, mencari saran, informasi, dan tempat-tempat yang paling mungkin untuk belajar, menginstruksikan diri selama penerimaan dan memperkuat diri selama pelaksanaan.

Pintrich (2004: 389) menyatakan kerangka self- regulated learning terdiri dari empat area berikut:

a. Kognisi

Siswa terlibat dalam pembuatan rencana, memonitor, dan mengatur kognisi. Perencanaan dan kegiatan berpikir mencakup penetapan target secara spesifik atau tujuan kognitif dalam pembelajaran, mengaktifkan pengetahuan prior tentang materi yang dipelajari, serta mengaktifkan pengetahuan metakognitif siswa mungkin tentang tugas atau diri mereka sendiri. Aspek penting dari regulasi kognisi adalah pemantauan kognisi.

Siswa harus menyadari dan memantau kemajuannya terhadap tujuan, memonitor belajarnya dan pemahaman terhadap materi, agar

dapat membuat perubahan adaptif dalam pembelajaran.

b. Motivasi dan Afeksi

Upaya untuk mengendalikan self-efficacy melalui penggunaan positif self-talk (misalnya, "Aku tahu aku bisa melakukan tugas ini”). Siswa dapat mencoba untuk mengendalikan afeksi dan emosi melalui penggunaan berbagai strategi coping yang membantu mengatasi afeksi negatif seperti ketakutan dan kecemasan. Siswa berusaha mengubah atau mengendalikan motivasi dalam rangka untuk menyelesaikan tugas yang mungkin membosankan atau sulit.

c. Behavior

Regulasi behavior merupakan aspek regulasi diri yang melibatkan upaya individu untuk mengendalikan perilaku, seperti perencanaan yang disengaja, dan perilaku yang direncanakan.

Siswa berupaya untuk mengendalikan usaha agar melakukannya dengan baik, membuat manajemen waktu dimana melibatkan pembuatan jadwal untuk belajar dan mengalokasikan waktu untuk kegiatan berbeda. Siswa juga dapat membuat keputusan dan membentuk tujuan tentang bagaimana siswa akan mengalokasikan usaha dan intensitas pekerjaannya.

d. Konteks

Kontrol kontekstual dan proses regulasi melibatkan upaya untuk mengontrol atau menyusun lingkungan dengan cara-cara yang memfasilitasi tujuan dan penyelesaian tugas.

Dalam self-regulated learning, banyak pemodelan

(7)

34 yang termasuk strategi untuk membentuk atau

mengontrol atau menyusun lingkungan belajar sebagai strategi penting untuk pengaturan diri.

Berdasarkan jurnal Kosnin (2007: 221) untuk mengukur self-regulated learning digunakan alat ukur Motivated Strategies for Learning Questionnaires (MSLQ) yang dikembangkan oleh Pintrich dengan memanfaatkan tiga komponen strategi motivasional (nilai, harapan, dan afektif) dan dua komponen strategi pembelajaran (kognitif dan metakognitif, serta sumber manajemen strategi). Selanjutnya, alat ukur MSLQ tersebut akan digunakan peneliti dalam penyusunan alat ukur untuk mengungkap self-regulated learning.

Dukungan Sosial

Menurut Rook (dalam Smet, 1994: 134) dukungan sosial adalah salah satu diantara fungsi pertalian (ikatan) sosial. Segi-segi fungsional mencakup dukungan emosional, mendorong adanya ungkapan perasaan, pemberian nasehat atau informasi dan pemberian bantuan material. Ikatan sosial dan persahabatan dengan orang lain atau orang yang dianggap sebagai aspek yang memberikan kepuasan secara emosional dalam kehidupan individu. Ikatan-ikatan sosial menggambarkan tingkat dan kualitas umum dari hubungan interpersonal. Cohen dan Wills (dalam Bishop, 1994: 170) mengatakan bahwa dukungan sosial adalah semacam bantuan atau pertolongan dan dorongan yang diterima individu dari interaksi dengan orang lain. Santrock (2003: 548)

menyatakan bahwa terdapat beberapa sumber dukungan sosial yang diterima individu, yaitu keluarga dan teman sebaya. Rodin dan Salovey (dalam Smet, 1994: 133) menjelaskan bahwa keluarga adalah sumber dukungan yang penting karena keluarga merupakan tempat pertumbuhan dan perkembangan individu.

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial merupakan suatu fungsi pertalian atau ikatan didalam lingkungan yang terdiri dari informasi atau nasehat berbentuk verbal atau non-verbal yang diperoleh dari interaksi dengan lingkungan, dimana memiliki manfaat emosional atau efek perilaku sehingga seseorang merasakan adanya kesenangan dan penghargaan serta merasa dicintai, diperhatikan, nyaman dan berharga serta dapat membantu mengurangi beban permasalahan yang sedang dialami.

Ada empat jenis dukungan sosial yang dikemukan oleh House (dalam Smet, 1994: 136). Jenis-jenis dukungan sosial tersebut antara lain:

a. Dukungan emosional

Mencakup ungkapan empati, kepedulian, perhatian terhadap individu yang bersangkutan serta memberikan rasa aman, rasa saling memiliki dan dicintai.

b. Dukungan penghargaan

Terjadi lewat ungkapan hormat atau penghargaan yang positif bagi individu, dorongan untuk maju atau gagasan perasaan individu dan perbandingan individu tersebut dengan individu yang lain yang

(8)

35 kurang mampu atau lebih buruk keadaannya atau

menambah penghargaan diri.

c. Dukungan instrumental

Mencakup bantuan langsung sesuai dengan yang dibutuhkan oleh seseorang, seperti kalau orang- orang memberi pinjaman uang kepada orang itu atau menolong dengan pekerjaan.

d. Dukungan informatif

Mencakup memberi nasehat, petunjuk-petunjuk, saran-saran atau umpan balik.

Menurut Ritter (dalam Smet, 1994: 134) dukungan sosial dapat diklasifikasikan berdasarkan segi-segi struktural dan segi-segi fungsional. Segi struktural ini meliputi pengaturan hidup, frekuensi dalam melakukan hubungan, serta keikutsertakan dalam jaringan sosial. Segi-segi fungsional mencakup dukungan emosional, dorongan untuk mengungkapkan perasaan, pemberian nasehat atau informasi maupun batasan secara material.

Berdasarkan teori tersebut, jenis dukungan sosial yang dijadikan acuan untuk pembuatan alat ukur dalam penelitian ini meliputi dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental, dan dukungan informatif.

Metode Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empiris hubungan antara dukungan sosial dan self- regulated learning pada anak homeschooling di Homeschooling Kak Seto (HSKS) Semarang.

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan yang positif antara dukungan sosial

dengan self-regulated learning pada siswa SMP Homeschooling, yaitu semakin kuat dukungan sosial yang diterima siswa SMP Homeschooling maka self- regulated learning yang dimiliki siswa SMP Homeschooling semakin baik, dan sebaliknya.

Batasan populasi untuk penelitian ini adalah peserta didik tingkat SMP Homeschooling Kak Seto (HSKS) Semarang yang berjumlah 35 siswa dan mengikuti program komunitas homeschooling.

Penelitian ini menggunakan dua skala, yaitu Skala Self-Regulated Learning pada Anak Homeschooling dan Skala Dukungan Sosial. Teknik analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah teknik Korelasi Product Moment oleh Pearson.

Hasil dan Pembahasan

Hasil analisis data yang diperoleh diketahui bahwa rxy = 0,501 p = 0,002 (p < 0,01) sehingga hipotesis dalam penelitian ini diterima. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang sangat signifikan antara dukungan sosial dengan self regulated learning pada siswa SMP homeschooling pada siswa SMP homeschooling. Hasil penelitian ini berarti mendukung pendapat Zimmerman (1990:

190) bahwa salah satu faktor yang berpengaruh terhadap self regulated learning adalah faktor lingkungan. Self-control akan dimunculkan kembali, muncul dari pengalaman sosialisasi dimana tindakan regulasi diri dimodelkan dan dijelaskan pada awalnya, kemudian diberlakukan dengan dukungan sosial, dan akhirnya dilakukan sendiri. Dukungan sosial yang diterima oleh siswa homeschooling, baik

(9)

36 dari orangtua, teman ataupun tutor akan memberikan

pengalaman yang berarti bagi siswa homeschooling dalam meregulasi diri, sehingga nantinya akan mampu secara mandiri meregulasi dirinya sendiri.

Gottlieb (dalam Smet, 1994: 135) menyatakan bahwa dukungan sosial adalah informasi atau nasehat verbal dan non verbal, bantuan nyata atau tindakan yang diberikan oleh keakraban sosial atau didapat karena kehadiran orang lain dan mempunyai manfaat emosional atau efek perilaku bagi pihak penerima. Individu yang mendapatkan dukungan sosial percaya bahwa seseorang tersebut dicintai dan diperhatikan, dihargai dan berharga, serta menjadi bagian dari kelompok sosial, seperti keluarga atau komunitas. Anak homeshooling yang mendapatkan dukungan sosial, baik dari keluarga, teman ataupun tutor akan dapat mengatasi setiap bentuk kesulitan yang dialami karena adanya informasi yang diberikan oleh keluarga, teman ataupun tutor. Anak homeshooling akan semakin mampu mengatur segala sesuatunya sendiri, sehingga tujuan utama dalam belajar dapat tercapai.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Adicondro dan Purnamasari (2011:

25) yang menunjukkan bahwa dukungan sosial dari keluarga cenderung tinggi disebabkan karena individu memperoleh kehangatan, perhatian, dorongan, arahan, dan bimbingan dari keluarga apabila mengalami kesulitan belajar. Pemenuhan kebutuhan fasilitas belajar yang mendukung kegiatan individu dan adanya pujian bila memperoleh

prestasi. Dukungan sosial dari keluarga tinggi akan meningkatkan self-regulated learning.

Hasil penelitian yang dilakukan Tarmidi dan Rambe (2010: 219) menunjukkan bahwa ada hubungan antara dukungan sosial orangtua dengan kemandirian belajar. Ini berarti bahwa semakin tinggi dukungan sosial orangtua maka akan diikuti pula dengan semakin tinggi kemandirian belajar, dan sebaliknya jika semakin rendah dukungan sosial orangtua maka semakin rendah pula kemandirian belajarnya. Dukungan sosial yang diterima siswa SMP homeschooling akan dapat menumbuhkan keyakinan dalam diri bahwa siswa SMP homeschooling mampu mengatur secara mandiri setiap kebutuhan dalam proses belajar, sehingga siswa SMP homeschooling dapat semakin menunjukkan self regulated learning yang baik.

Hasil penelitian yang dilakukan Febrianela (2013:

211) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara self regulated learning (SRL) dengan prestasi akademik siswa. Apabila self regulated learning (SRL) semakin tinggi, maka prestasi akademik siswa juga semakin tinggi, dan apabila self regulated learning (SRL) semakin rendah, maka prestasi akademik siswa juga semakin rendah. Self regulated learning pada siswa SMP homeschooling menentukan dalam keberhasilan proses belajar yang dilakukan, terutama dalam pencapaian prestasi belajarnya. Self regulated learning pada siswa SMP homeschooling dapat menjadikan siswa SMP homeschooling mampu

(10)

37 menentukan langkah yang harus dilakukan agar

dapat mengikuti proses belajar mengajar dengan lancar.

Rodin dan Salovey (dalam Smet, 1994: 133) menjelaskan bahwa keluarga adalah sumber dukungan yang penting karena keluarga merupakan tempat pertumbuhan dan perkembangan individu.

Selain itu keluarga merupakan tumpuan harapan, tempat bercerita dan mengeluarkan keluhan-keluhan bila individu mengalami persoalan. Selain itu, teman sebaya dan teman juga memiliki peranan penting dalam tingkah laku sehat remaja. Individu yang memiliki kawan-kawan yang baik dan membantu meringankan beban yang dihadapi. Bagi siswa SMP homeschooling dukungan sosial yang diterima, baik dari keluarga, teman, dan tutor memiliki peran penting pada self regulated learning (SRL) yang ditunjukkan siswa homeschooling. Dukungan sosial yang diterima siswa homeschooling dapat membantu siswa dalam mengatur waktu belajarnya, menerapkan strategi belajar khusus untuk mempermudah pemahaman terhadap pelajaran, mengatur lingkungan agar mendukung untuk belajar, memberikan penilaian terhadap hasil pekerjaannya sendiri, sehingga siswa SMP homeschooling dapat semakin menunjukkan self regulated learning (SRL).

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diambil simpulan bahwa ada hubungan positif antara dukungan sosial dengan self-regulated learning pada siswa SMP homeschooling. Semakin kuat dukungan

sosial yang diterima siswa SMP homeschooling maka self-regulated learning yang dimiliki siswa SMP homeschooling semakin baik dan sebaliknya, sehingga hipotesis dalam penelitian ini diterima.

Daftar Pustaka

Adicondro, N. dan Purnamasari, A. 2011. Efikasi Diri, Dukungan Sosial Keluarga dan Self Regulated Learning pada Siswa Kelas VIII.

Humanitas. Vol. VIII No 1, Hal 17.

Bishop, G. D. 1994. Health Psychology: Integrating Mind and Body. Boston: Allyn and Bacon.

Cheng, E.C.K. 2011. The Role of Self-Regulated Learning in Enhancing Learning Performance.

The International Journal of Research and Riview. Vol. 6 Issue 1.

Deasyanti., dan Anna A.R. 2007. Self Regulation Learning pada Mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Jakarta.

Perspektif Ilmu Pendidikan. Vol. 16 Th. VIII, hal 13.

Febrianela, R, B. 2013. Self Regulated Learning (SL) dengan Prestasi Akademik Siswa Akselerasi. Jurnal Online Psikologi. Vol. 01. No.

01. Hal. 202-215. Malang: Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang.

Kosnin, A. M. 2007. Self-Regulated Learning and Academic Achievement in Malaysian Undergraduates. International Education Journal, 2007, 8(1), 221-228. Faculty of Education, Universiti Teknologi Malaysia.

Magdalena, M. 2010. Anakku tidak (Mau) Sekolah?:

Jangan Takut–Cobalah Homeschooling. Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama.

Monks, F.J, Knoers A.M.P & Haditono, S.R. 2002.

Psikologi Perkembangan Pengantar Dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: University Press.

(11)

38 Pintrich, P. R. 2004. A Conceptual Framework for

Assessing Motivation and Self-Regulated Learning in College Students. Educational Psychology Review, Vol. 16, No. 4. Hal. 385-407.

Springer Science.

Ristianti, A. 2008. Hubungan antara Dukungan Sosial Teman Sebaya dengan Identitas Diri pada Remaja di SMA Pusaka 1 Jakarta. E-Journal Psikologi. Fakultas Psikologi, Universitas Gunadarma. Diakses tanggal 29 Mei 2012.

http://repository.gunadarma.ac.id:8080/handle/12 3456789/15861.

Santrock, J. W. 2003. Adolescence: Perkembangan Remaja. Alih Bahasa: Dra. Shinto B. Adelar.

Jakarta: Erlangga.

––––––––––––––. 2007. Psikologi Pendidikan. Edisi Kedua. Jakarta: Kencana.

––––––––––––––. 2009. Psikologi Pendidikan. Edisi 3 Buku 1. Jakarta: Salemba Humanika.

Smet, B. 1994. Psikologi Kesehatan. Jakarta:

Grasindo.

Sumardiono. 2007. Homeschooling A Leap for Better Learning: Lompatan Cara Belajar. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Tarmidi., dan Rambe, A. R. R. 2010. Korelasi antara Dukungan Sosial Orangtua dan Self Directed Learning pada Siswa SMA. Jurnal Psikologi.

Vol. 37. No. 2. Ha. 216-223. Sumatera: Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

Undang-Undang nomor 20 tahun 2003. Tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Zimmerman, B. J. 1990. Self-Regulated Learning and Academic Achievement: An Overview.

Lawrence Erlbaum Associates. Educational Psychologist, 25(1), 3-17.

Referensi

Dokumen terkait

Tes hematokrit merupakan bagian dari pemeriksaan darah rutin yang perlu dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kadar tinggi rendahnya Hematokrit pada Rusa Timor

Pelayaran Nasional Indonesia yang diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia tanggal 16 April 1999 Nomor 31 tambahan Berita Negara Nomor 2203, beserta perubahan

Berdasarkan data hasil validasi oleh validator ahli Botani Tumbuhan Tinggi (BTT), dapat disimpulkan bahwa buku referensi etnobotani cendana ( Santalum album L.)

moditi, dalam kegiatan budidaya dan pengolahan. Komoditi perkebunan yang diminati oleh investor baik PMDN maupun PMA berturut-turut coldat, ka- ret, kelapa sawit dan teh.

TINJAUAN PUSTA!A.. Poduk karbohidrat seperti tepung dan gula merupakan bahan makanan kering yang sering terkontaminasi oleh mikroba, karena kondisi pengepakan

Disclosure of Findings : secara formal audien evaluasi perlu memastikan bahwa yang penemuan evaluasi yang penuh bersama dengan pembatasan yang bersangkutan dibuat

Meskipun angka jumlah korban child sex tourism jumlahnya menurun, belum dapat dikatakan jika penanganan ECPAT Indonesia terhadap kasus ini efektiv, sebab selain

Kegiatan LDBI ini diikuti oelh perwakilan peserta didik terbaik dari 34 provinsi yang ada Indonesia, dimana setiap tim akan terdiri dari 3 orang peserta didik SMA.. Sehubungan