• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN AKHIR ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PETERNAKAN SAPI POTNG DI KABUPATEN BIMA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN AKHIR ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PETERNAKAN SAPI POTNG DI KABUPATEN BIMA"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN AKHIR

ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PETERNAKAN SAPI POTNG DI KABUPATEN BIMA 2015-2019

Kerjasama

DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

dengan

FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS MATARAM MATARAM

2016

(2)

HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PETERNAKAN SAPI POTONG DI KABUPATEN BIMA

1. Judul : Roadmap Pengembangan Kawasan Peternakan Sapi Potong di Kabupaten Bima 2016-2019

2. Ketua Tim :

a. Nama Lengkap : Prof. Dr. Ir. Soekardono, S.U

b. NIP : 195111111977021001

c. Pangkat/Golongan : Pembina Utama Madya/IVd

d. Jabatan : Guru Besar pada Fakultas Peternakan Unram e. Bidang Keahlian : Sosial Ekonomi Peternakan

f. Tempat Kegiatan : Kabupaten Bima

3. Jangka Waktu Kegiatan : 3 (tiga ) bulan ( Oktober – Desember 2016)

4. Sumber Dana : APBD 2016

Mataram, Desember 2016 Mengetahui:

Dekan Fakultas Peternakan Ketua Tim Universitas Mataram

Dr. Ir. Maskur, M.Si. Prof. Dr. Ir. Soekardono, S.U

NIP. 19681231 199402 1001 NIP. 195111111977021001

(3)

SUSUNAN TIM KAJIAN

PENYUSUNAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PETERNAKAN SAPI POTONG DI KABUPATEN BIMA 2015-2017

Penanggung-jawab : Dr. Ir. Maskur, M.Si

(Dekan Fakultas Peternakan Unram)

Ketua : Prof. Dr. Ir. Soekardono, S.U Sekretaris : Ir. Harjono, M.P

Anggota : 1. Ir. Djoko Kisworo, M.Sc., Ph.D 2. Dr. Ir. Lalu Wirapribadi, MP.

3. Dr. Ir. I Gusti Lanang Media, M.Si.

4. Dr. Ir. Asnawi, M.Si.

5. Dr. Ir. Erwan, M.Si

(4)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul ……… ... i

Halaman Pengesahan ………... .. ii

Susunan Tim Kajian ………. . iii

Daftar Isi ………. iv

Daftar Tabel ……… vi

Daftar Lampiran ………. viii

Kata Pengantar ... ix

I. PENDAHULUAN ……….. 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Maksud dan Tujuan ... 2

1.3. Dasar Hukum ... 2

1.4. Pengertian ... 3

1.5. Ruang Lingkup ... 3

II . ARAH DAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN PETERNAKAN SAPI POTONG ………... 5

2.1. Isu Strategis Pengembangan Kawasan Sapi Potong... 5

2.1. Arah Dan Kebijakan ... 6

2.1.1. Visi Pengembangan Kawasan Peternakan Sapi Potong di NTB .... 6

2.1.2. Misi Pengembangan Kawasan Peternakan Sapi Potong di NTB ... 6

2.1.3. Program Prioritas ... 7

III. KERANGKA PIKIR ……… 8

IV. METODOLOGI ………. 9

4.1.. Variabel Yang Diperlukan ... 10

4.2. Macam dan Teknik Pengumpulan Data ... 11

4.3. Analisis Data ... 11

4.3.1. Analisis Potensi Wilayah ... 11

4.3.2. Analisis Location Quation / LQ ... 12

4.3.3. Analisis SWOT ... 12

V. POTENSI PENGEMBANGAN KAWASAN PETERNAKAN SAPI POTONG ……… 14

5.1. Kondisi Saat Ini ... 14

(5)

Halaman

5.1.1. Kondisi Geografis ... 14

5.1.2. Kondisi Iklim ... 15

5.1.3. Daya Dukung Lahan ... 16

5.1.4. Populasi Ternak Pemakan Hijauan ... 19

5.2. Potensi Produk Dalam Kondisi Ideal Peternakan Sapi ... 22

5.3. Gan Antara Kondisi Saat Ini dan Kondisi Ideal ... 23

VI. STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN PETERNAKAN SAPI POTONG ……… 29

VII . RENCANA AKSI DAN ROAD MAP PENGEMBANGAN KAWASAN PETERNAKAN SAPI POTONG (2015–2019) ………….. 34

7.1. Program Pengembangan ... 34

7.2. Rencana Aksi Pengembangan ... 34

7.3. Rencana Kebutuhan Anggaran ... 36

7.4. Bagan Road Map Pengembangan Kawasan Sapi Potong ... 37

VIII. KRITERIA DAN INDIKATOR KEBERHASILAN 8.1. Kriteria Keberhasilan ... 41

8.2. Indikator Keberhasilan ... 41

IX. MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN 9.1. Monev ... 45

9.2. Pelaporan ... 46

X . KESIMPULAN DAN SARAN 10.1. Kesimpulan ... 43

10.2. Saran ... 44

DAFTAR PUSTAKA ……… 47

LAMPIRAN ... 48

(6)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Matrik Analisis SWOT ... 13

Tabel 5.1. Luas Wilayah Menurut Kecamatan di Kabupaten Sumbawa Barat... 14

Tabel 5.2. Luas Lahan Menurut Kemiringannya di KSB Tahun 2012 ... 15

Tabel 5.3. Jumlah Curah Hujan dan Banyaknya Hari Hujan Menurut Bulan Tahun 2012 ... 16

Tabel 5.4. Luas Lahan Menurut Penggunaannya di KSB Tahun 2012 ... 17

Tabel 5.5. Luas Lahan Menurut Penggunaannya per Kecamatan di Kabupaten Sumbawa Barat Tahun 2012 ... 18

Tabel 5.6. Luas Lahan Hutan Negara, Hutan Rakyat dan Perkebunan Menurut Kecamatan di KSB Tahun 2012 ... 18

Tabel 5.7. Daya Tampung Ternak Pemakan Hijauan Menurut Kecamatan di KSB ( UT ) ... 19

Table 5.8. Populasi Ternak Menurut Jenis Kelamin Dan Umur Di KSB Tahun 2014... 19

Table 5.9. Populasi Menurut Struktur Umur Dan Jenis Kelamin Sapi Dan Kerbau di KSB ... 20

Tabel 5.10. Populasi Ternak Pemakan Hijauan di KSB Dalam UT ... 20

Table 5.11. Populasi Ternak Pemakan Hijauan Per Kecamatan di KSB Tahun 2014 (Dalam Ekor) ... 21

Table 5.12. Populasi Ternak Pemakan Hijauan Per Kecamatan di KSB Tahun 2014 (Dalam UT) ... 21

Table 5.13. Potensi Ideal Atas Dasar Sumberdaya Lahan Sumber Pakan ... 22

Table 5.14. Gap Antara Populasi Saat Ini Dan Populasi Ideal di KSB ... 23

Table 5.15. Populasi Sapi Dan Kerbau Tahun 2014 di KSB ... 24

(7)

Halaman Table 5.17. Potensi Pengembangan Kerbau di KSB ... 25 Table 7.1. Rekapitulasi Rencana Anggaran 1 Unit Spr Tahun 2016 di KSB .... 33 Table 7.2. Menyajikan Road Map Perkembangan Populasi ... 34 Table 7.2. Road Map Populasi Dalam 1 Unit SPR ... 34 Table 7.3. Parameter Dinamika Populasi Dalam Unit SPR ... 35 Table 7.4. Rekapitulasi Rencana Aggaran satu unit SPR dari Tahun

2016 s/d 2019 ... 35

(8)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran: Halaman

1. Rincian rencana anggaran untuk satu unit SPR ... 44

(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Y.M.E., atas limpahan rahmat dan taufiq-Nya, laporan akhir Roadmap Pengembangan Kawasan Peternakan Sapi Potong di Kabupaten Bima 2015-2019 dapat diselesaikan. Laporan ini merupakan pertanggung-jawaban Fakultas Peternakan Unram sebagai pihak pelaksana kegiatan sesuai dengan perjanjian kerja sama antara Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi NTB dengan Fakultas Peternakan Unram.

Substansi dari laporan ini adalah Roadmap Pengembangan Kawasan Peternakan Sapi Potong di Kabupaten Bima atas dasar konsep Sentra Peternakan Rakyat (SPR). Dokumen Roadmap ini merupakan syarat keharusan bagi daerah tingkat kabupaten sebagai pedoman dalam pengembangan kawasan pertanian, termasuk kawasan peternakan, sesuai dengan Permentan No: 50/Permentan/CT.140/8/2012 tentang Pedoman Pengembangan Kawasan Pertanian; Kepmentan No.:

43/Kpts/PD.410/1/2015 tentang Penetapan Kawasan Sapi Potong, Kerbau, Kambing, Sapi Perah, Domba, dan Babi Nasional; dan Surat dari Sesjen Kementan No. B- 1013/RC.040/A/03/2015 tanggal 24 Maret 2015 yang ditujukan kepada Kepala Dinas Lingkup Pertanian Provinsi Seluruh Indonesia.

Tim menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung penyusunan roadmap ini, khususnya kepada:

1. Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi NTB yang telah memberikan kepercayaan kepada Fakultas Peternakan Unram untuk menyusun Roadmap Pengembangan Kawasan Peternakan di Kabupaten Bima;

2. Dekan Fakultas Peternakan Unram yang telah memberikan kepercayaan kepada tim untuk melaksanakan kajian dalam rangka penyusunan Roadmap Pengembangan Kawasan Peternakan di Kabupaten Bima;

3. Kepala Dinas Peternakan Kabupaten Bima yang telah membantu menyediakan data dan informasi yang diperlukan.

Semoga dokumen ini bermanfaat sebagai pedoman pengembangan kawasan peternakan sapi potong berdasarkan konsep SPR di Kabupaten Bima.

Mataram, Desember 2016

Ketua Tim Pelaksana

(10)

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Dalam Blue Print Program Swasembada Daging Sapi (PSDS) 2014 dinyatakan bahwa target pembangunan peternakan sapi potong di Indonesia adalah dapat memenuhi 90% kebutuhan daging sapi nasional dari produksi dalam negeri pada akhir tahun 2014. Target program PSDS tersebut sampai saat ini belum tercapai. Impor daging sapi dan sapi bakalan dalam lima tahun terakhir ini masih relatif tinggi. Pada tahun 2012 realisasi impor sapi bakalan sebanyak 297.462 ekor dan daging sapi sebesar 41.027 ton. Tahun 2013 impor daging sapi dan sapi bakalan meningkat menjadi daging sapi sebesar 55.840 ton, sapi bakalan sebanyak 312.628 ekor, dan sapi siap potong 94.949 ekor. Tahun 2014 impor daging sapi dan sapi bakalan lebih meningkat lagi menjadi sapi bibit 3.794 ekor, sapi siap potong dan bakalan sebanyak 693.756 ekor, dan daging sebesar 85.284 ton (Cahyono, 2014). Dalam upaya mengatasi permasalahan ini Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian terus menyempurnakan dan melengkapi kebijakan, salah satu yang penting dalam Tahun 2015 ini adalah tersusunnya Masterplan Pengembangan Kawasan Peternakan terutama Peternakan Sapi Potong di seluruh Provinsi.

Nusa Tenggara Barat (NTB) merupakan salah satu provinsi sumber bibit Sapi Bali dan sekaligus sumber Sapi Potong. Populasi sapi di NTB menempati urutan ke-5 setelah Jawa Timur, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Timur. Oleh karena itu Provinsi NTB menetapkan ternak sapi sebagai salah satu komoditas unggulan disamping komoditas lainnya, yaitu jagung dan rumput laut, yang selanjutnya dikemas dalam program unggulan daerah yang dikenal dengan PIJAR (sapi, jagung, dan rumput laut). Program pengembangan ternak sapi dikenal dengan NTB-Bumi Sejuta Sapi (NTB- BSS). Target yang tercantum dalam Blueprint NTB-BSS adalah tercapainya populasi ternak sapi dari 546.114 ekor pada tahun 2009 menjadi sekitar satu juta ekor pada akhir tahun 2013. Selain target tersebut kemanfaatan lain yang diharapkan dari NTB-BSS adalah menjadikan usahatani ternak sapi rakyat yang telah membudaya di masyarakat pedesaan dapat menjadi lokomotif penggerak perekonomian masyarakat. Namun demikian, target tersebut sampai saat ini belum sepenuhnya tercapai karena aplikasi teknologi dan operasionalisasi program kerja belum optimal.

Dalam upaya mencapai target NTB-BSS tersebut, Pemerintah Provinsi NTB telah menyusun Masterplan Kawasan Peternakan Provinsi NTB pada tahun 2014.

Masterplan ini selanjutnya akan menjadi pedoman penyusunan Roadmap

(11)

Pengembangan Ternak Sapi Tahun 2015-2019 di kabupaten-kabupaten dan kota dalam wilayah NTB yang ditetapkan oleh Kementerian Pertanian sebagai kawasan pengembangan ternak sapi, salah satu diantaranya adalah Kabupaten Bima. Untuk itu perlu dilakukan kajian dan analisis yang mendalam terhadap variable-variabel yang berpengaruh pada pengembangan peternakan sapi potong di Kabupaten Bima.

1.2. Maksud, Tujuan, dan Sasaran

Maksud penyusunan Roadmap Pengembangan Kawasan Peternakan Sapi Potong di Kabupaten Bima Tahun 2015-2019 adalah:

1) Memberikan arah kebijakan strategis pengembangan sapi potong di Kabupaten Bima;

2) Memberikan pedoman dalam penetapan kawasan pengembangan sapi potong di Kabupaten Bima;

3) Memberikan pedoman dalam penyusunan kegiatan-kegiatan operasional pengembangan sapi potong berbasis kawasan di Kabupaten Bima.

Tujuannya adalah:

1) Menganalisis potensi pengembangan kawasan peternakan sapi potong di Kabupaten Bima;

2) Menyusun strategi pengembangan kawasan peternakan sapi potong di Kabupaten Bima;

3) Menyusun program dan rencana aksi pengembangan kawasan peternakan sapi potong di Kabupaten Bima selama 5 tahun (2016-2019).

Sasarannya adalah mengembangkan peternakan sapi potong agar mampu meningkatkan produksi dan produktivitas ternak sapi sehingga dapat mendukung program nasional PSDS/K serta meningkatkan pendapatan rumah tanga tani-ternak di Kabupaten Bima.

1.3. Dasar Hukum

Dasar hukum yang dipakai dalam penyusunan Masterplan ini meliputi:

1) Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 50/Permentan/CT.140/8/2012 tentang Pedoman Pengembangan Kawasan Pertanian;

2) Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 43/Kpts/PD.410/1/2015 tentang Penetapan Kawasan Sapi Potong, Kerbau, Kambing, Sapi Perah, Domba, dan Babi.

3) Surat dari Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian No. B-1013/RC.040/

A/03/2015 tanggal 24 Maret 2015 yang ditujukan kepada Kepala Dinas Lingkup

(12)

Pertanian Provinsi Seluruh Indonesia.

4) Masterplan Kawasan Peternakan NTB Tahun 2014.

5) DIPA No. 018.06.3.239075/2015, tgl. 14 Nopember 2014 yang di dalamnya terdapat kegiatan Roadmap Kawasan dan Database Peternakan dan Kesehatan Hewan.

1.4. Pengertian

Beberapa pengertian yang perlu dijelaskan terkait dengan Roadmap ini adalah:

a. KAWASAN adalah satuan luas hamparan muka bumi (ruang) yang berkarakteristik spesifik sifatnya atau berciri khusus dan berfungsi khusus yang membedakan satu dengan yang lainnya.

b. KAWASAN PETERNAKAN adalah kawasan existing atau lokasi baru yang memiliki SDA sesuai agroekosistem, dan lokasinya dapat berupa hamparan dan atau spot partial (luasan terpisah) yang terhubung secara fungsional melalui aksesibilitas yang baik dalam satu kawasan, dilengkapi dengan prasarana dan sarana pengembangan ternak yang memadai. Kawasan Peternakan harus memiliki padang penggembalaan atau hijauan makanan ternak, serta dapat dikembangkan dengan pola integrasi ternak- perkebunan, ternak-tanaman pangan, ternak-hortikultura (Permentan No.

50/Permentan/OT.140/8/2012).

c. KAWASAN PENGEMBANGAN PETERNAKAN adalah satuan hamparan yang secara ekologis potensial dikembangkan, secara ekonomis menguntungkan, dan secara sosial dapat diterima masyarakat setempat untuk membudidayakan peternakan yang berorientasi pada agribisnis.

c. PENGEMBANGAN KAWASAN PETERNAKAN dimaksudkan untuk meng- optimalkan potesi sumberdaya lahan, ternak, peternak, teknologi, sarana dan prasarana dalam rangka meningkatkan produktivitas peternakan, pendapatan dan kesejahteraan peternak, serta menciptakan pewilayahan komoditas.

1.5. Ruang Lingkup

Ruang lingkup wilayah kajian penyusunan Roadmap Pengembangan Kawasan

Peternakan Sapi Potong di Kabupaten Bima Tahun 2015-2019 adalah wilayah

Kabupaten Bima yang meliputi delapan kecamatan, yaitu Kecamatan Sekongkang,

Jereweh, Maluk, Taliwang, Brang Ene, Brang Rea, Seteluk, dan Poto Tano. Dalam

penyusunan roadmap ini masing-masing kecamatan merupakan obyek analisis terkecil.

(13)

Ruang lingkup permasalahan yang dikaji meliputi sumber daya lahan sumber

pakan ternak, sumber daya manusia pemangku kepentingan dalam pengembangan ternak

sapi, sumber daya ternak sapi dan ternak pemakan hijauan lainnya, kelembagaan

peternakan, dan sistem agribisnis ternak sapi. Sumber daya lahan sangat penting karena

pengembangan ternak sapi sangat tergantung dari ketersediaan pakan pada lahan

tersebut. Sumber daya manusia, terutama peternak, merupakan faktor penentu dalam

pengembangan peternakan rakyat. Sumber daya ternak, terutama ternak bibit betina,

induk, dan pejantan unggul

(14)

BAB II

ARAH DAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN PETERNAKAN SAPI POTONG

2.1. Isu Strategis Pengembangan Kawasan Sapi Potong

Isu strategis pengembangan kawasan sapi potong secara nasional dapat dikelompokkan ke dalam empat isu penting, yaitu:

1). Impor sapi bakalan dan daging sapi masih cukup tinggi,

2). Luas dan produktivitas lahan sumber pakan cenderung menurun dan belum terdapat kawasan yang jelas untuk pengembangan ternak sapi,

3). Produksi ternak sapi potong nasional sebagian besar masih berasal dari usaha peternakan rakyat, dengan ciri-ciri: skala pemeliharaan kecil (2-5 ekor per rumah tangga tani-ternak), diusahakan secara individual, penyediaan pakan secara cut and carry, sebagai usaha sambilan, dan belum menggunakan prinsip-prinsip bisnis;

4). Pemerintah dan stakeholders lainnya belum optimal mendukung usaha peternakan rakyat untuk meningkatkan produksi dan produktivitas sapi potong.

Khusus untuk Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), isu strategis pengembangan kawasan peternakan sapi dapat dikelompokkan ke dalam enam hal penting:

1). Produksi dan produktivitas ternak sapi terutama untuk sapi perbibitan belum optimal, baik karena faktor genetik maupun lingkungan (teruma pakan dan teknik pemeliharaan).

2). Jumlah dan kualitas ketersediaan pakan tidak kontinyu sepanjang tahun, melimpah pada musim hujan dan kekurangan pada musim kemarau. Di wilayah Pulau Sumbawa umumnya terjadi kekeringan mulai Agustus s/d Desember. Di wilayah Pulau Lombok pada musim kemarau lebih banyak memanfaatkan limbah pertanian.

3). Pengusahaan ternak masih dilakukan secara tradisional oleh para peternak rakyat. Di

wilayah Pulau Lombok telah berkembang kelompok tani-ternak dengan

pemeliharaan ternak dalam kandang kolektif, tetapi pemeliharaan sehari-harinya

masih secara individual dengan skala usaha relatif kecil, hanya 2-3 ekor per peternak,

dan pengelolaannya belum berorientasi bisnis. Di wilayah Pulau Sumbawa,

pemeliharaan ternak sapi umumnya dilakukan secara ekstensif dan semi ekstensif,

(15)

yang hanya menggantungkan pada ketersediaan pakan alami pada padang penggembalaan.

4). Keterbatasan/ketidakberdayaan para peternak dalam hal permodalan, pengetahuan dan ketrampilan, akses teknologi, dan akses pasar.

5). Peran kelembagaan pendukung (khususnya perbankan, pendidikan dan penyuluhan, kesehatan hewan dan IB, dan pemasaran) dan regulasi (khususnya tentang pengeluaran ternak dan pemotongan ternak betina produktif) belum optimal.

6). Fungsi Rumah Potong Hewan (RPH) belum optimal dalam memproduksi daging ASUH (aman, sehat, utuh, dan halal) baik untuk memenuhi konsumsi dalam daerah sendiri maupun untuk dijual ke luar daerah.

2.1. Arah dan Kebijakan

2.1.1. Visi Pengembangan Kawasan Peternakan Sapi Potong di NTB Visi pengembangan kawasan peternakan sapi potong di NTB adalah:

“TERWUJUDNYA PROVINSI NTB MENJADI BUMI SEJUTA SAPI “ Bumi Sejuta Sapi mengandung makna sebagai berikut :

1) Bumi adalah kawasan pengembangan peternakan sapi berbasis budidaya.

2) Sejuta sapi dalah populasi dan produksi sapi yang besar yang mencerminkan bahwa Provinsi NTB memiliki kawasan pengembangan peternakan sapi potong yang potensial, khususnya untuk pengembangan Sapi Bali.

3) Bumi Sejuta Sapi (BSS) adalah semangat masyarakat NTB untuk mewujudkan kawasan pengembangan peternakan sapi potong sebagai basis peningkatan produksi dan produktivitas sapi potong, peningkatan kesejahteraan masyarakat khususnya rumah tangga tani-ternak, dan penggerak perekonomian masyarakat terutama masyarakat pedesaan.

2.1.2. Misi Pengembangan Kawasan Peternakan Sapi Potong di NTB Untuk mewujudkan visi tersebut, maka ditetapkan misi sebagai berikut:

1) Mengembangkan peternakan sapi potong untuk meningkatkan produksi dan produktivitas ternak sapi potong berbasis kawasan pengembangan, sentra peternakan rakyat (SPR), dan kelompok tani-ternak.

2) Menyediakan insfrastruktur untuk mendukung pelaksanaan pengembangan

peternakan sapi potong.

(16)

3) Mengintroduksi dan menerapkan teknologi dalam pengembangan peternakan sapi potong, terutama dalam bidang produksi, pakan, reproduksi, pemuliaan, kesehatan hewan, pengolahan hasil ternak.

4) Meningkatkan kesejahteraan rumah tangga tani-ternak melalui bantuan modal untuk memperbesar skala usaha (jumlah sapi yang dipelihara).

5) Mengoptimalkan fungsi Rumah Potong Hewan (RPH) untuk memproduksi daging sapi yang ASUH baik guna memenuhi kebutuhan konsumsi di dalam daerah sendiri maupun dijual ke luar daerah.

6) Mendorong tumbuhnya industri pengolahan daging sapi, seperti sosis, kerupuk kulit, bakso, dan dendeng.

2.1.3. Program Prioritas

Dalam upaya mewujudkan visi dan misi di atas ditetapkan program prioritas sebagai berikut:

1) Memantabkan kawasan pengembangan peternakan sapi potong pada masing-masing kabupaten sesuai dengan daya dukung yang tersedia.

2) Membentuk sentra-sentra peternakan rakyat (SPR) pada kawasan-kawasan pengembangan yang telah ditetapkan.

3) Membangun insfrastruktur pengairan dan penanaman hijauan makanan ternak pada padang-padang penggembalaan di wilayah Pulau Sumbawa.

4) Mengoptimalkan fungsi kawasan peternakan Banyumulek sebagai Science- Technology Park (STP) untuk menghasilkan teknologi tepat guna yang dapat diterapkan dalam pengembangan peternakan rakyat.

5) Mengoptimalkan fungsi tiga RPH, yaitu RPH-Banyumulek, RPH-Poto Tano, dan RPH-Kota Bima sebagai produsen daging sapi ASUH.

6) Mendorong tumbuhnya industri pengolahan daging sapi memalui pelatihan teknis

produksi, pengepakan, dan pemasaran.

(17)

BAB III KERANGKA PIKIR

Kerangka pikir dalam penyusunan Roadmap Pengembangan Kawasan Peternakan Sapi Potong di Kabupaten Kabupaten Bima ini, dapat digambarkan dalam bagan di bawah ini. Dimulai dari keunggulan peternakan sapi yang diharapkan dan potensi sumber daya pendukung (lahan sumber pakan, ternak, sumberdaya manusia, dan kelembagaan), analisis potensi wilayah, perumusan tujuan dan sasaran, dan akhirnya penyusunan roadmap.

Gb. 3.1. Bagan kerangka pikir penyusunan roadmap pengembangan kawasan sapi potong

Dalam road map ini, hal-hal penting yang harus disajikan meliputi, pewilayahan komoditas ternak sapi, program pengembangan ternak sapi, dan indikator keberhasilan program. Berdasarkan road map tersebut, diharapkan pengembangan ternak sapi potong dapat memberikan kemanfaatan yang luas seperti peningkatan produksi dan

 Peran penting dan keunggulan ternak sapi potong

 Potensi Sumberdaya Peternakan (Lahan, Ternak, SDM, Kelembagaan)

Analisis Daya Tampung Ternak Pemakan Hijauan

Analisis Location Quotient (LQ)

Analisis SWOT

POTENSI PENGEMBANGAN

TUJUAN DAN SASARAN

ROADMAP DAN

RENCANA AKSI

(18)

produktivitas ternak sapi potong, peningkatan kesejahteraan rumah tangga tani-ternak,

mengurangi kemiskinan, dan peningkatan PAD sub sektor peternakan.

(19)

BAB IV METODOLOGI

Metode penyusunan Roadmap Pengembangan Kawasan Peternakan Sapi Potong di Kabupaten Bima pada prinsipnya adalah metode survey yang dilengkapi dengan diskusi kelompok terarah (FGD) .

4.1. Variabel yang diperlukan

Variabel yang diperlukan adalah variabel yang memberikan gambaran mendalam tentang kondisi sumber daya yang terkait dengan pengembangan peternakan sapi. Sumber daya dimaksud yang utama adalah, (1) sumber daya ternak, (2) sumber daya lahan sumber pakan, (3) sumber daya manusia peternak, dan (4) sumber daya kelembagaan. Secara rinci variable-variabel dimaksud adalah:

a. Perkembangan populasi sapi yang diperinci menurut kecamatan mulai tahun 2009 s/d tahun 2014 dalam satuan ekor dan Unit Ternak (UT);

b. Populasi sapi tahun terakhir diperinci menurut umur dan jenis kelamin di Kabupaten Bima diperinci per kecamatan;

c. Populasi ternak pemakan hijauan (sapi, kerbau, kuda, kambing, dan domba) dalam ekor dan UT pada tahun 2014.

d. Perkembangan produksi ternak sapi dan hasil ternak sapi;

e. Perkembangan suplay-demand ternak sapi dan hasil ternak , terutama daging;

f. Perkembangan pemotongan ternak sapi baik jantan maupun betina;

g. Pengeluaran dan pemasukan ternak sapi selama 5 tahun terakhir;

h. Luas lahan menurut penggunaannya dan menurut topografinya;

i. Luas lahan sumber pakan (sawah, tegal, kebun, ladang, padang pangonan, hutan rakyat, hutan negara, perkebunan, lahan yang tidak dimanfaatkan, dan lain- lainnya);

j. Perkembangan curah hujan dan hari hujan per kecamatan;

k. Luas panen tanaman pangan (padi, jagung, kedelai, kacang hijau, kacang tanah, ketela pohon, ubi jalar, dsb) dan produksi limbah tanaman pangan tersebut;

l. Jumlah penduduk menurut umur, jenis kelamin, dan mata pemcahariannya;

m. Jumlah rumah tangga tani-ternak yang memelihara sapi per kecamatan;

n. Perkembangan jumlah kelompok tani-ternak sapi menurut kelas di Kabupaten

Bima per kecamatan;

(20)

o. Kondisi kelembagaan pelayanan peternakan, terutama untuk sapi, meliputi:

Karantina, Holding Ground, Poskeswan, Pos IB, Rumah Sakit Hewan, UPT Pembibitan, Lembaga Penyuluhan, dan Lembaga Pendidikan;

p. Kondisi kelembagaan ekonomi dalam bidang peternakan sapi meliputi: RPH, pasar hewan, dan Lembaga Perkreditan.

q. Kondisi sumber daya manusia petugas peternakan, meliputi Dokter Hewan, Sarjana Membangun Desa, Pegawai pada Dinas Lingkup Peternakan, Inseminator, dsb;

r. Program-program tahun-tahun sebelum tahun 2015;

s. Hasil-hasil riset yang terkait dengan pengembangan ternak sapi, terutama tentang produksi dan reproduksi ternak sapi serta teknologi pakan.

4.2. Macam dan Teknik Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan terdiri dari data skunder dan primer. Pengumpulan data primer dilakukan melalui focus group discussion (FGD) dengan stakeholders yang kompeten pada Dinas/Instansi yang menangani bidang peternakan. Pengumpulan data skunder dilakukan dengan cara mencatat langsung data yang tersedia pada Dinas Peternakan atau yang menangani fungsi peternakan di Kabupaten Bima dan data pada publikasi-publikasi resmi yang tersedia.

4.3. Analisis Data

4.3.1. Analisis Potensi Wilayah

Untuk mengetahui potensi optimal pengembangan ternak sapi digunakan pendekatan analisis daya tampung ternak pemakan hijauan secara alami. Analisis data tampung dapat dirumuskan sebagai berikut:

a. POL = a LS + b LK + c LPR + d LH + e LKb

POL = Potensi Optimal Lahan (daya tampung optimal lahan sumber pakan) LS = lahan sawah

LK = lahan kering

LPR = lahan padang rumput LH = lahan hutan

LKb = lahan perkebunan a, b, c, d, dan e = parameter.

b. PMKK = d KK

(21)

KK = jumlah rumah tangga petani-peternak

d = koefisien jumlah ternak yang dapat dipelihara per RTP c. PPT = POL – Popril

PPT = Potensi Pengembangan Ternak POL = Potensi Optimum Berdasarkan Lahan Popril = Populasi riel

d. PPTKK = PMKK – Popril

PPTKK = Potensi Pengembangan Ternak Berdasarkan KK PMKK = Potensi Optimum

4.3.2. Analisis Location Quation /LQ.

Analisis ini akan digunakan untuk mengetahui apakah suatu lokasi/wilayah merupakan wilayah basis atau non basis dari ternak sapi. Analisis LQ dirumuskan sebagai berikut:

LQ = Si / Ni, di mana:

Si = rasio antara populasi ternak sapi dengan jumlah ternak pemakan hijauan dalam satuan ternak di kecamatan yang sama.

Ni = rasio antara populasi ternak sapi dengan jumlah ternak pemakan hijauan dalam UT di Kabupaten.

Jika LQ lebih dari 1 merupakan daerah basis sedangkan jika kurang dari 1 merupakan daerah non basis.

4.3.3. Analisis SWOT

Analisis SWOT pada prinsipnya adalah analisis faktor-faktor lingkungan internal dan eksternal, yang terdiri atas faktor-faktor kekuatan (strength), kelemahan (weakness), peluang (opportunity), dan ancaman (threats). Dari hasil identifikasi faktor-faktor tersebut selanjutnya disusun strategi melalui bantuan matriks SWOT (Tabel 4.1).

Tahapan analisis SWOT meliputi:

1. Pengumpulan data: data yang terkait dengan faktor internal dan eksternal.

2. Tahap analisis: untuk menentukan strategi pengembangan.

3. Tahap perumusan strategi: menetapkan strategi yang terbaik dari empat strategi

alternatif hasil analisis.

(22)

Tabel 4.1. Matrik Analisis SWOT Internal

Eksternal S (Strength) W (Weaknesses)

O (Opportunity)

SO WO

Strategi dengan menggunakan kekuatan internak untuk memperoleh manfaat dari adanya peluang

Strategi memperoleh manfaat dengan meminimalisir keemahan dan memanfaatkan peluang yang ada

T (Threats)

ST WT

Strategi dengan

memanfaatkan kekuatan yang dimiliki dan berusaha

meminimalisir ancaman

Strategi dengan

meminimalkan kelemahan

dan ancaman

(23)

BAB V

POTENSI PENGEMBANGAN KAWASAN PETERNAKAN

5.1. Kondisi Saat Ini 5.1.1. Kondisi Geografis

Kabupaten Bima, yang merupakan bagian dari propinsi NTB, berada di ujung timur propinsi NTB, bersebelahan dengan Kota Bima (pecahan dari Kabupaten Bima). Di sebelah barat, Kabupaten Bima berbatasan dengan wilayah Kabupaten Dompu, Selat Sape di sebelah timur, Laut Flores di sebelah utara dan di sebelah selatan dengan Samudera Indonesia. Luas Kabupaten Bima sekitar 4.389,40 km

2

dengan perincian menurut kecamatan tertera dalam Tabel 5.1.

Tabel 5.1. Luas wilayah menurut Kecamatan di Kabupaten Bima

No. Nama

Kecamatan

Luas Wilayah

(Km

2

)

Proporsi (%)

Jumlah Desa

Jumlah Dusun

Jumlah RT

Jumlah RW

1 Monta 227,52 5,18 14 44 162 68

2 Parado 261,29 5,95 5 18 61 23

3 Bolo 66,93 1,52 14 69 180 72

4 Madapangga 237,58 5,41 11 35 126 49

5 Woha 105,57 2,41 15 63 172 81

6 Belo 44,76 1,02 9 37 119 51

7 Palibelo 71,58 1,63 12 33 151 61

8 Wawo 132,29 3,01 9 30 119 48

9 Langgudu 322,94 7,36 15 59 168 74

10 Lambitu 65,4 1,49 6 14 42 17

11 Sape 232,12 5,29 18 70 255 116

12 Lambu 404,25 9,21 14 39 185 81

13 Wera 465,32 10,6 14 79 228 107

14 Ambalawi 180,65 4,12 6 37 122 48

15 Donggo 123,83 2,82 9 46 125 55

16 Soromandi 341,66 7,78 7 53 135 61

17 Sanggar 477,89 10,89 6 20 56 25

18 Tambora 627,82 14,3 7 24 57 26

Jumlah 4.389,40 100,0 191 770 2.463 1.063

Sumber : Kabupaten Bima Dalam Angka, 2016.

Di Kabupaten Bima terdapat 18 kecamatan. Kecamatan Sanggar dan Tambora

merupakan kecamatan yang b e r l o k a s i t e r j a u h d a r i p u s a t pemerintahan Kabupaten

(24)

Bima, dimana jarak masing-masing sekitar 130 km dan 250 km. Selain itu, kedua kecamatan ini merupakan kecamatan terluas di Kabupaten Bima dengan luas masingmasing 72.000 Ha dan 50.500 Ha. Sebagian besar kecamatan di Kabupaten Bima adalah daerah pesisir yang berbatasan langsung dengan laut. Ibukota Kecamatan Donggo yang berlokasi di desa O'o mempunyai ketinggian sekitar 500 m di atas permukaan laut. Hal ini menjadikan Kecamatan Dongga sebagai kecamatan dengan lokasi ketinggian di atas permukaan laut yang tertinggi.

5.1.2. Kondisi Iklim

Kabupaten Bima beriklim trofis dengan dua musim, yaitu musim panas dan musim penghujan. Musim penghujan berlangsung antara bulan Mei - September, dengan tingkat curah hujan rata-rata berkisar 2.156 mm/tahun. Sedangkan musim panas atau kemarau berlangsung antara bulan November - April. Akan tetapi karena perubahan iklim global maka terjadi pergeseran musim, yang berpengaruh terhadap waktu pergantian musim. Suhu udara di Kabupaten Bima pada pagi hari berkisar antara 18 - 23

o

C, sedangkan pada siang hari suhu udara berkisar antara 27 - 35

o

C, dengan kelembaban udara rata-rata 80%. Untuk lebih jelasnya data hari hujan dan curah hujan dapat dilihat pada Tabel 5.3. Dalam Tabel 5.3 terlihat bahwa selama 12 bulan, terdapat lima bulan yang tergolong bulan basah (bulan dengan curah hujan lebih dari 100 mm), yaitu bulan Oktober, Nopember, Desember, Januari, dan Maret. Tujuh bulan lainnya tergolong bulan kering (bulan dengan curah hujan kurang dari 60 mm). Penggolongan bulan basah dan bulan kering tersebut digunakan untuk mengklasifikan iklim di suatu wilayah.

Tabel 5.3. Jumlah Curah Hujan dan Hari Hujan Menurut Bulan Stasiun Tahun 2015 Bulan Curah Hujan (mm

3

) Hari Hujan (Hari)

1. Januari 299 24

2. Pebruari 129 19

3. Maret 159 20

4. April 114 16

5. Mei 8 3

6. Juni 0 1

7. Juli 0 2

8. Agustus 2 1

9. September 0 1

10. Oktober 0 2

11. November 39 6

12. Desember 202 24

Jumlah 952 119

Sumber : Kabupaten Bima Dalam Angka, 2015

(25)

Dengan menggunakan rumus Schmid dan Ferguson:

Jjumlah rata-rata bulan kering 16

Q = --- = --- = 0,1553, Jumlah rata-rata bulan basah 103

maka iklim di Kabupaten Bima termasuk golongan B (0,143 <= Q < 0,333) atau termasuk basah. Iklim golongan B cukup baik untuk mendukung kegiatan pertanian, termasuk peternakan.

5.1.3. Daya Dukung Lahan

Luas lahan di Kabupaten Bima sebagian besar terdiri atas lahan kering, yaitu 172.284 ha (93,18%), sebagian lainnya berupa lahan sawah 11.105 ha (6,01%) dan lahan rawa-rawa, tambak, empang 1.513 ha (0,82%). Lahan kering terdiri atas pekarangan, tegal/kebun, ladang/huma, padang rumput penggembalaan, lahan sementara tidak diusahakan, hutan rakyat, hutan negara, perkebunan, dan lainnya. Hutan negara merupakan kawasan terluas diantara lahan-lahan yang lain, yaitu mencapai 126.261 ha (68%). Hutan Negara tersebut sebagian dimanfaatkan oleh para peternak untuk penggembalaan ternak sapi dan kerbau. Peternak yang memiliki ternak sapi atau kerbau cukup banyak (di atas 20 ekor) umumnya melepas ternaknya ke kawasan hutan. Pada saat tertentu, terutama ketika hendak dijual, baru ternak-ternaknya digiring pulang ke kandang yang ada di pekarangan atau di kebun. Dalam Tabel 5.4 disajikan data luas lahan menurut penggunaannya di Kabupaten Bima.

Dalam Tabel 5.4 terlihat bahwa sebagian besar lahan di Kabupaten Bima terdiri atas lahan kering (89,31 %) sedangkan lahan sawah hanya sekitar 10,40 %. Lahan-lahan dalam Tabel 5.4 di atas tidak semua dapat menjadi sumber pakan. Lahan yang berpotensi menjadi sumber pakan adalah sawah, tegal/kebun, ladang/huma, padang rumput, hutan negara, hutan rakyat, perkebunan, dan lahan yang sementara belum dimanfaatkan.

Potensi lahan-lahan ini yang selanjutnya akan dijadikan dasar dalam analisis daya

tampung ternak pemakan hijauan (sapi, kerbau, kuda, kambing, dan domba).

(26)

Tabel 5.4. Luas lahan menurut penggunaannya di Kabupaten Bima tahun 2015

No Penggunaan Luas (ha) Luas (%)

A Sawah 42.962 10,40

1 Irigasi Teknis 29.430

2 Irigasi 1/2 Teknis -

3 Irigasi Sederhana PU -

4 Irigasi Non PU -

5 Tadah Hujan 13.532

B Lahan Kering 368.786 89,31

1 Pekarangan -

2 Tegal/Kebun 60.741

3 Ladang/Huma 25.826

4 Pad. Rumput Pengem. -

5 Lhn. Sementara T.U 12.215

6 Hutan Rakyat -

7 Hutan Negara 250.395

8 Perkebunan 19.609

9 Lainnya -

C Lahan Lainnya 1.201 0,29

1 Rawa-Rawa -

2 Tambak -

3 Kolam/Tebat/Empang -

Jumlah 412.949 100,00

Sumber: Kabupaten Bima Dalam Angka 2015

Luas lahan menurut penggunaannya per kecamatan yang berpotensi menjadi sumber pakan di Kabupaten Bima tertera dalam Tabel 5.5 dan 5.6. Luas lahan tersebut digunakan untuk menghitung daya tampung ternak pemakan hijauan dengan menggunakan asumsi-asumsi sebagai pendekatan. Dalam perhitungan daya tampung ternak pemakan hijauan di Kabupaten Bima digunakan asumsi-asumsi sebagai berikut:

1) Lahan sawah dapat menampung 2 UT per ha,

2) Tegal/kebun, ladang/huma, padang rumput, dan lahan yang tidak diusahakan masing-masing dapat menampung 1 UT per ha;

3) Hutan Negara dapat menampung 0,25 UT per ha,

4) Hutan rakyat dan perkebunan dapat menampung 0,5 UT per ha.

Berdasarkan asumsi di atas, dapat dihitung daya tampung ternak pemakan hijauan

menurut kecamatan di Kabupaten Bima adalah sebagai berikut (Tabel 5.7). Dalam Tabel

5.7 terlihat bahwa Kabupaten Bima memiliki daya tampung ternak pemakan hijauan

sekitar 70.730 Unit Ternak (UT).

(27)

Tabel 5.5. Luas lahan (ha) menurut penggunaannya per kecamatan di Kabupaten Bima Tahun 2015

Kecamatan Lahan sawah

Tegal/

kebun

Ladang/

huma

Padang Rumput

Lahan tidak

diusahakan Jumlah

1. Monta 4043 990 203 0 148 5.384

2. Parado 1521 0 1277 0 0 2.798

3. Bolo 2215 2128 0 0 0 4.343

4. Madapangga 4438 2860 0 0 0 7.298

5. Woha 3403 100 350 0 0 3.853

6. Belo 2716 94 20 0 663 3.493

7. Palibelo 1903 1667 70 0 791 4.431

8. Wawo 1829 2167 740 0 319 5.055

9. Langgudu 2122 2664 36 0 2000 6.822

10. Lambitu 1826 1800 200 0 0 3.826

11. Sape 2802 2662 658 0 0 6.122

12. Lambu 2820 1032 0 0 0 3.852

13. Were 3108 8785 3045 0 4048 18.986

14. Ambalawi 625 8406 1274 0 4 10.309

15. Donggo 2980 7900 0 0 0 10.880

16. Soromandi 1528 8289 10067 0 1045 20.929

17. Sanggar 1641 4697 4386 0 197 10.921

18. Tambora 1443 4500 3500 0 3000 12.443

Jumlah 42.963 60.741 25.826 0 12.215 141.745

Sumber : Kabupaten Bima Dalam Angka, 2015

Tabel 5.6. Luas lahan hutan dan perkebunan menurut kecamatan di Kabupaten Bima tahun 2015

Kecamatan Hutan negara (ha)

Hutan rakyat (ha)

Perkebunan (ha)

Jumlah (ha)

1. Monta 16.893,00 0,00 548,45 17.441,45

2. Parado 18.851,00 0,00 1.048,58 19.899,58

3. Bolo 1.457,00 0,00 610,10 2.067,10

4. Madapangga 17.176,00 0,00 851,70 18.027,70

5. Woha 5.644,00 0,00 651,85 6.295,85

6. Belo 1.351,00 0,00 262,00 1.613,00

7. Palibelo 0,00 0,00 144,00 144,00

8. Wawo 8.782,00 0,00 1.164,50 9.946,50

9. Langgudu 21.890,00 0,00 1.331,90 23.221,90

10. Lambitu 4.244,00 0,00 453,25 4.697,25

11. Sape 9.668,00 0,00 612,65 10.280,65

12. Lambu 24.557,00 0,00 1.924,33 26.481,33

13. Were 20.221,00 0,00 814,75 21.035,75

14. Ambalawi 7.104,00 0,00 784,16 7.888,16

15. Donggo 5.012,00 0,00 2.848,89 7.860,89

16. Soromandi 11.191,00 0,00 1.579,25 12.770,25

17. Sanggar 35.454,00 0,00 1.502,78 36.956,78

18. Tambora 40.900,00 0,00 2.475,50 43.375,50

Jumlah 250.395,00 0,00 19.608,64 270.003,64

(28)

Tabel 5.7. Daya tampung ternak pemakan hijauan menurut kecamatan di Kabupaten Bima (UT)

Kecamatan Sawah Tegal/kebun Ladang/Huma Padang

Rumput Hutan Negara Hutan

Rakyat Perkebunan Jumlah

1. Monta 8.086,00 990,00 203,00 0,00 4.223,25 0,00 274,23 13.776,48

2. Parado 3.042,00 0,00 1.277,00 0,00 4.712,75 0,00 524,29 9.556,04

3. Bolo 4.430,00 2.128,00 0,00 0,00 364,25 0,00 305,05 7.227,30

4. Madapangga 8.876,00 2.860,00 0,00 0,00 4.294,00 0,00 425,85 16.455,85

5. Woha 6.806,00 100,00 350,00 0,00 1.411,00 0,00 325,93 8.992,93

6. Belo 5.432,00 94,00 20,00 0,00 337,75 0,00 131,00 6.014,75

7. Palibelo 3.806,00 1.667,00 70,00 0,00 0,00 0,00 72,00 5.615,00

8. Wawo 3.658,00 2.167,00 740,00 0,00 2.195,50 0,00 582,25 9.342,75

9. Langgudu 4.244,00 2.664,00 36,00 0,00 5.472,50 0,00 665,95 13.082,45

10. Lambitu 3.652,00 1.800,00 200,00 0,00 1.061,00 0,00 226,63 6.939,63

11. Sape 5.604,00 2.662,00 658,00 0,00 2.417,00 0,00 306,33 11.647,33

12. Lambu 5.640,00 1.032,00 0,00 0,00 6.139,25 0,00 962,17 13.773,42

13. Were 6.216,00 8.785,00 3.045,00 0,00 5.055,25 0,00 407,38 23.508,63

14. Ambalawi 1.250,00 8.406,00 1.274,00 0,00 1.776,00 0,00 392,08 13.098,08

15. Donggo 5.960,00 7.900,00 0,00 0,00 1.253,00 0,00 1.424,45 16.537,45

16. Soromandi 3.056,00 8.289,00 10.067,00 0,00 2.797,75 0,00 789,63 24.999,38

17. Sanggar 3.282,00 4.697,00 4.386,00 0,00 8.863,50 0,00 751,39 21.979,89

18. Tambora 2.886,00 4.500,00 3.500,00 0,00 10.225,00 0,00 1.237,75 22.348,75

Jumlah 85.926,00 60.741,00 25.826,00 0,00 62.598,75 0,00 9.804,3 244.896,07

(29)

Dari Tabel 5.7 terlihat bahwa Kecamatan Soromandi, Were, Tambora, dan Sanggar merupakan emapt kecamatan yang memiliki potensi tergolong tinggi. Sedangkan Kecamatan Donggo, Madapangga, Monta, Lambu, Ambalawi, Langgudu, dan Sape tergolong memiliki potensi cukup tinggi. Selebihnya Kecamatan Parado, Wawo, Woha, Bolo, Lambitu, Belo, dan Palibelo tergolong relative rendah.

5.1.4. Populasi Ternak Pemakan Hijauan

Populasi ternak pemakan hijauan (sapi, kerbau, kuda, kambing, dan domba) menurut jenis kelamin dan umur di Kabupaten Bima adalah sebagai berikut (Tabel 5.8).

Tabel 5.8.a. Populasi menurut struktur umur dan jenis kelamin sapi dan kerbau di Kabupaten Bima

No Jenis kelamin dan

Umur Sapi (ekor) Kerbau (ekor) Sapi (%) Kerbau (%)

1 Jantan 61.447 5.394 36,12 36,12

0-1 tahun (anak) 20.567 1.806 12,09 12,09

1-2 tahun (muda) 23.442 2.058 13,78 13,78

>2 tahun (dewasa) 17.437 1.531 10,25 10,25

2 Betina 108.671 9.540 63,88 63,88

0-1 tahun (anak) 22.251 1.953 13,08 13,08

1-2 tahun (muda) 21.282 1.868 12,51 12,51

> 2 tahun (dewasa) 65.155 5.720 38,30 38,30

Jumlah 170.118 14.934 100,00 100,00

Keterangan: angka dalam % = persentase dari populasi keseluruhan

Tabel 5.8.b. Populasi menurut struktur umur dan jenis kelamin kuda dan kambing di Kabupaten Bima

No Jenis kelamin dan Umur

Kuda (ekor)

Kambing (ekor)

Domba (ekor)

Kuda (%)

Kambing (%)

Domba (%)

1 Jantan 1.974 72.449 5.924 36,12 36,12 36,12

0-1 tahun (anak) 661 24.250 1.983 12,09 12,09 12,09 1-2 tahun (muda) 753 27.640 2.260 13,78 13,78 13,78

>2 tahun (dewasa) 560 20.559 1.681 10,25 10,25 10,25 2 Betina 3.490 128.131 10.476 63,88 63,88 63,88 0-1 tahun (anak) 715 26.236 2.145 13,08 13,08 13,08 1-2 tahun (muda) 684 25.093 2.052 12,51 12,51 12,51

> 2 tahun (dewasa) 2.093 76.822 6.281 38,30 38,30 38,30

Jumlah 5.464 200.580 16.400 100,00 100,00 100,00

Keterangan: angka dalam % = persentase dari populasi keseluruhan

(30)

Dalam Tabel 5.8 terlihat bahwa sapi betina dewasa mencapai 38,30 % dari populasi.

Dengan perkiraan 20 % dari sapi betina dewasa dijual sebagai ternak bibit dan afkir maka masih terdapat sapi induk sekitar 52.124 ekor atau 30,64 % dari populasi. Sapi induk inilah yang selanjutnya menjadi dasar dalam analisis dinamika populasi sapi di Kabupaten Bima.

Populasi ternak pada Tabel 5.8 dapat dikoversikan ke dalam Unit Ternak seperti terlihat pada Tabel 5.10.

Tabel 5.9. Populasi ternak pemakan hijauan di Kabupaten Bima dalam Ekor No Jenis kelamin dan

Umur Sapi Kerbau Kuda Kambing Domba Jumlah

1 Jantan 61.447 5.394 1.974 72.449 5.924 147.188

0-1 tahun (anak) 20.567 1.806 661 24.250 1.983 49.266 1-2 tahun (muda) 23.442 2.058 753 27.640 2.260 56.153

>2 tahun (dewasa) 17.437 1.531 560 20.559 1.681 41.768 2 Betina 108.671 9.540 3.490 128.131 10.476 260.308

0-1 tahun (anak) 22.251 1.953 715 26.236 2.145 53.300 1-2 tahun (muda) 21.282 1.868 684 25.093 2.052 50.978

>2 tahun (dewasa) 65.155 5.720 2.093 76.822 6.281 156.071 Jumlah (Ekor) 170.118 14.934 5.464 200.580 16.400 407.496

Jumlah (%) 41,75 3,66 1,34 49,22 4,0 100

Tabel 5.10. Populasi ternak pemakan hijauan di Kabupaten Bima dalam UT No Jenis kelamin

dan Umur Sapi Kerbau Kuda Kambing Domba Jumlah 1 Jantan 34.300,04 3.011,07 1.101,68 17.750,13 1.451,30 57614,22 0-1 tahun (anak) 5.141,82 451,38 165,15 2.535,73 207,33 8501,41 1-2 tahun (muda) 11.721,13 1.028,95 376,47 5.071,46 414,66 18612,67

>2 tahun (dewasa) 17.437,10 1.530,74 560,06 10.142,93 829,32 30500,13 2 Betina 81.358,93 7.142,19 2.613,16 31.391,97 2.566,70 125072,95

0-1 tahun (anak) 5.562,86 488,34 178,67 4.484,57 366,67 11081,11 1-2 tahun (muda) 10.640,88 934,12 341,77 8.969,14 733,34 21619,25

>2 tahun (dewasa) 65.155,19 5.719,72 2.092,71 17.938,27 1.466,68 92372,58 Jumlah (UT) 115.658,98 10.153,25 3.714,84 49.142,10 4.018,00 182.687,17

Jumlah (%) 63,31 5,56 2,03 26,90 2,2 100,00

Data dalam Tabel 5.10 menunjukkan bahwa populasi ternak pemakan hijauan di

Kabupaten Bima sebanyak 182.687,17 UT, terdiri atas sapi 115.658,98 UT (63,31%),

kerbau 10.153,25 UT (5,56%), kuda 3.714,84 UT (2,03%), dan kambing 49.142,10 UT

(26,90%) serta domba 4.018,00 UT (2,2%). Dengan perkiraan kebutuhan hijauan pakan

(31)

ternak sebanyak 30 kg per UT per hari maka kebutuhan hijauan pakan ternak di Kabupaten Bima per tahun mencapai 2.000.424.511,5 kg atau 2.000.424,51 ton.

Populasi ternak pemakan hijauan diperinci per kecamatan di Kabupaten Bima dapat dilihat pada Tabel 5.11 dan Tabel 5.12.

Tabel 5.11. Populasi ternak pemakan hijauan per kecamatan di Kabupaten Bima tahun 2015 (dalam ekor)

Kecamatan Sapi (ekor) Kerbau (ekor)

Kuda (ekor)

Kambing (ekor)

Domba (ekor)

1. Monta 9.989 366 178 6.524 158

2. Parado 4.266 379 14 1.922 12

3. Bolo 10.975 146 217 17.308 131

4. Madapangga 16.458 500 310 20.350 1.092

5. Woha 4.256 260 403 3.738 312

6. Belo 4.560 566 743 23.820 8.189

7. Palibelo 4.852 175 240 2.802 117

8. Wawo 7.175 1.258 274 4.049 25

9. Langgudu 9.919 689 174 9.358 1.978

10. Lambitu 3.250 638 40 859 16

11. Sape 9.977 481 217 25.922 177

12. Lambu 9.662 1.307 116 17.485 765

13. Were 18.852 3.749 247 3.944 14

14. Ambalawi 9.534 577 38 14.063 1.092

15. Donggo 9.564 761 1.307 15.662 1.081

16. Soromandi 12.231 955 514 15.487 1.151

17. Sanggar 15.764 1.278 185 8.535 38

18. Tambora 8.834 849 247 8.752 52

Jumlah 170.118 14.934 5.464 200.580 16.400

Sumber:Kabupaten Bima Dalam Angka (2015)

(32)

Tabel 5.12. Populasi ternak pemakan hijauan per kecamatan di Kabupaten Bima tahun 2015 (dalam UT)

Kecamatan Sapi Kerbau Kuda Kambing Domba

1. Monta 6.791,27 248,83 121,02 1.598,38 38,71

2. Parado 2.900,35 257,67 9,52 470,89 2,94

3. Bolo 7.461,63 99,26 147,53 4.240,46 32,10

4. Madapangga 11.189,38 339,94 210,76 4.985,75 267,54

5. Woha 2.893,55 176,77 273,99 915,81 76,44

6. Belo 3.100,23 384,81 505,15 5.835,90 0,00

7. Palibelo 3.298,75 118,98 163,17 686,49 28,67

8. Wawo 4.878,10 855,28 186,29 992,01 6,13

9. Langgudu 6.743,68 468,43 118,30 2.292,71 484,61

10. Lambitu 2.209,59 433,76 27,20 210,46 3,92

11. Sape 6.783,11 327,02 147,53 6.350,89 43,37

12. Lambu 6.568,95 888,60 78,87 4.283,83 187,43

13. Were 12.817,00 2.548,85 167,93 966,28 3,43

14. Ambalawi 6.481,93 392,29 25,84 3.445,44 267,54 15. Donggo 6.502,32 517,38 888,60 3.837,19 264,85 16. Soromandi 8.315,55 649,28 349,46 3.794,32 282,00 17. Sanggar 10.717,55 868,88 125,78 2.091,08 9,31 18. Tambora 6.006,02 577,21 167,93 2.144,24 12,74

Jumlah 115.658,98 10.153,25 3.714,84 49.142,10 2.011,70

% 64,01 5,62 2,06 27,20 1,11

Khusus untuk ternak sapi, seperti terlihat pada Tabel 5.8.a, proporsi ternak jantan 36,12% dan betina 63,88%. Menurut umur, proporsi sapi jantan umur 0-1 tahun 12,09%, 1-2 tahun 13,78%, dan di atas 2 tahun 10,25, sedangkan proporsi sapi betina umur 0-1 tahun 13,08%, 1-2 tahun 12,51%, dan di atas 2 tahun 38,3%. Dalam upaya meningkatkan produksi dan produktivitas sapi, kondisi sapi induk produktif sangat menentukan. Oleh karena itu perlu diketahui, berapa jumlah induk produktif yang terdapat diantara 38,3%. sapi betina dewasa tersebut. Dalam analisis ini digunakan asumsi, dari 65.155 ekor sapi betina dewasa di Kabupaten Bima, 80% (52.124 ekor) diantaranya merupakan induk produktif dan sisanya 20% (13.031 ekor) merupakan sapi betina bibit yang dijual, sapi betina majer, dan sapi betina afkir.

5.2. Potensi Produksi dalam Kondisi Ideal Peternakan Sapi

Atas dasar analisis daya dukung lahan sumber pakan, populasi ternak pemakan

hijauan yang dapat diusahakan di Kabupaten Bima dapat mencapai sebanyak 244.896,07

(33)

UT. Sesuai dengan kondisi proporsi saat ini, populasi ternak tersebut diharapkan terdiri atas 115658,98 UT sapi (63,31%) atau setara dengan 170.118 ekor, 10.153,25 UT kerbau (5,56%) atau setara dengan 14.934 ekor, 3.714,84 UT kuda (2,03%) atau setara dengan 5.646 ekor, 49.142,10 UT kambing (26,90%) atau setara dengan 200.580 ekor, dan 4.148,00 UT domba (2,2%) atau setara dengan 16.400 ekor.

Dengan pendekatan proporsi jenis ternak di atas, dapat dihitung potensi produksi ideal menurut kecamatan di Kabupaten Bima adalah sebagai berikut (Tabel 5.13).

Tabel 5.13.a. Potensi ideal atas dasar sumberdaya lahan sumber pakan Kecamatan

Potensi Ideal Ternak Pemakan hijauan

(UT)

Potensi Ideal Ternak Sapi (UT)

Nilai LQ Ternak Sapi

1. Monta 13.776,48 10.633,95 1,21

2. Parado 9.556,04 7.611,38 1,24

3. Bolo 7.227,30 4.501,09 0,97

4. Madapangga 16.455,85 10.835,45 1,03

5. Woha 8.992,93 6.000,49 1,04

6. Belo 6.014,75 1.897,71 0,49

7. Palibelo 5.615,00 4.311,51 1,20

8. Wawo 9.342,75 6.588,06 1,10

9. Langgudu 13.082,45 8.728,35 1,04

10. Lambitu 6.939,63 5.315,13 1,20

11. Sape 11.647,33 5.787,11 0,78

12. Lambu 13.773,42 7.534,93 0,85

13. Were 23.508,63 18.257,35 1,21

14. Ambalawi 13.098,08 7.999,68 0,95

15. Donggo 16.537,45 8.953,27 0,85

16. Soromandi 24.999,38 15.524,59 0,97

17. Sanggar 21.979,89 17.054,77 1,21

18. Tambora 22.348,75 15.067,90 1,05

Jumlah 244.896,07 162.602,73

Tabel 5.13 menunjukkan bahwa atas dasar potensi lahan sumber pakan, Kabupaten Bima

memiliki potensi populasi ideal ternak pemakan hijauan (sapi, kerbau, kuda, kambing,

dan domba) sebanyak 244.896,07 UT dan populasi ideal ternak sapi sebanyak

162.602,73 UT yang tersebar di delapanbelas (18) kecamatan. Dari nilai LQ dapat

diinterpretasikan bahwa Kecamatan Monta, Parado, Madapangga, Woha, Palibelo,

Wawo, Langgudu, Lambitu, Were, Sanggar, dan Tabora merupakan daerah basis untuk

ternak sapi. Kecamatan-kecamatan ini memiliki proporsi populasi sapi yang tinggi

dibanding jenis ternak pemakan hijauan lainnya. Sedangkan Kecamatan Bolo, Belo,

(34)

Sape, Lambu, Ambalawi, Donggo, dan Soromandi, memiliki potensi pengembangan ternak kambing yang relatif tinggi.

Tabel 5.13.b. Potensi ideal atas dasar sumberdaya lahan sumber pakan Kecamatan

Potensi Ideal Ternak Pemakan hijauan

(UT)

Potensi Ideal Ternak Kambig (UT)

Nilai LQ Ternak Kambing

1. Monta 13.776,48 2.502,79 0,67

2. Parado 9.556,04 1.235,76 0,48

3. Bolo 7.227,30 2.557,98 1,30

4. Madapangga 16.455,85 4.828,04 1,08

5. Woha 8.992,93 1.899,16 0,78

6. Belo 6.014,75 3.572,27 2,18

7. Palibelo 5.615,00 897,25 0,59

8. Wawo 9.342,75 1.339,74 0,53

9. Langgudu 13.082,45 2.967,46 0,83

10. Lambitu 6.939,63 506,25 0,27

11. Sape 11.647,33 5.418,35 1,71

12. Lambu 13.773,42 4.913,77 1,31

13. Were 23.508,63 1.376,43 0,22

14. Ambalawi 13.098,08 4.252,19 1,19

15. Donggo 16.537,45 5.283,56 1,17

16. Soromandi 24.999,38 7.083,74 1,04

17. Sanggar 21.979,89 3.327,51 0,56

18. Tambora 22.348,75 5.379,47 0,89

Jumlah 244.896,07 59.341,71

Khusus potensi produksi ternak sapi, dengan asumsi terdapat induk produktif sebanyak 35% dari populasi, calving interval 14 bulan, dan tingkat kematian pedet 5%

maka setiap tahun diharapkan dapat memproduksi pedet hidup sekitar 59.541 ekor, terdiri dari 29.771 ekor pedet jantan dan 29.771 ekor pedet betina. Dengan asumsi bahwa 30% pedet betina dialokasikan untuk pengganti induk dan 10% pedet jantan untuk pengganti pejantan maka diharapkan setiap tahun diperoleh produksi sapi betina bibit sekitar 20.840 ekor dan sapi bakalan 26.794 ekor.

5.3. Gap antara Kondisi Saat Ini dan Kondisi Ideal

Bahasan tentang gap kondisi saat ini dan kondisi ideal lebih dititik beratkan

kepada kondisi populasi sapi. Gambaran gap antara kondisi populasi saat ini dan kondisi

ideal sebagai berikut (Tabel 5.14).

(35)

Tabel 5.14. Gap antara populasi saat ini dan populasi ideal di Kabupaten Bima Kecamatan

Daya tampung ternak pemakan

hijauan (UT)

Populasi Ternak Pemakan Hijauan

Tahun 2015 (UT)

Potensi Pengembangan Ternak Pemakan

Hijauan (UT)

1. Monta 13.776,48 8.798,21 4.978,26

2. Parado 9.556,04 3.641,37 5.914,67

3. Bolo 7.227,30 11.980,98 -4.753,68

4. Madapangga 16.455,85 16.993,37 -537,52

5. Woha 8.992,93 4.336,56 4.656,37

6. Belo 6.014,75 9.826,09 -3.811,34

7. Palibelo 5.615,00 4.296,06 1.318,94

8. Wawo 9.342,75 6.917,80 2.424,95

9. Langgudu 13.082,45 10.107,73 2.974,72

10. Lambitu 6.939,63 2.884,92 4.054,70

11. Sape 11.647,33 13.651,92 -2.004,60

12. Lambu 13.773,42 12.007,66 1.765,75

13. Were 23.508,63 16.503,49 7.005,13

14. Ambalawi 13.098,08 10.613,03 2.485,05

15. Donggo 16.537,45 12.010,34 4.527,10

16. Soromandi 24.999,38 13.390,60 11.608,78

17. Sanggar 21.979,89 13.812,59 8.167,30

18. Tambora 22.348,75 8.908,14 13.440,61

Jumlah 244.896,07 180.680,86 64.215,21

Dari Tabel 5.14 nampak bahwa kecamatan Bolo, Madapangga, Belo, dan Sape telah kelebihan populasi ternak pemakan hijauan, sedangkan kecamatan-kecamatan lainnya masih memiliki potensi pengembangan. Kecamatan-kecamatan yang telah kelebihan ternak, harus menerapkan teknologi pakan, baik melalui penanaman hijauan makanan ternak berupa leguminosa pada lahan-lahan kering maupun menerapkan teknologi pengolahan pakan berbasis jerami. Penanaman hijauan berupa lamtoro dapat dilakukan pada lahan-lahan milik petani maupun pada padang penggembalaan umum.

Populasi sapi dan kambing kondisi saat ini adalah sebagai berikut (Tabel 5.15).

(36)

Tabel 5.15. Populasi sapi dan kerbau tahun 2015 di Kabupaten Bima

Kecamatan Sapi (ekor) Sapi (UT) Kambing (ekor) Kambing (UT)

1. Monta 9.989 6.791,27 6.524 1.598,38

2. Parado 4.266 2.900,35 1.922 470,89

3. Bolo 10.975 7.461,63 17.308 4.240,46

4. Madapangga 16.458 11.189,38 20.350 4.985,75

5. Woha 4.256 2.893,55 3.738 915,81

6. Belo 4.560 3.100,23 23.820 5.835,90

7. Palibelo 4.852 3.298,75 2.802 686,49

8. Wawo 7.175 4.878,10 4.049 992,01

9. Langgudu 9.919 6.743,68 9.358 2.292,71

10. Lambitu 3.250 2.209,59 859 210,46

11. Sape 9.977 6.783,11 25.922 6.350,89

12. Lambu 9.662 6.568,95 17.485 4.283,83

13. Were 18.852 12.817,00 3.944 966,28

14. Ambalawi 9.534 6.481,93 14.063 3.445,44

15. Donggo 9.564 6.502,32 15.662 3.837,19

16. Soromandi 12.231 8.315,55 15.487 3.794,32

17. Sanggar 15.764 10.717,55 8.535 2.091,08

18. Tambora 8.834 6.006,02 8.752 2.144,24

Jumlah 170.118 115.658,98 200.580 49.142,10

Apabila populasi sapi dan kambing saat ini (tahun 2016) dibandingkan dengan populasi ideal berdasarkan daya tampung wilayah per kecamatan maka dapat memberikan gambaran potensi pengembangan sapi dan kambing di Kabupaten Bima seperti terlihat dalam Tabel 5.16 dan 5.17.

Dalam Tabel 5.16 terlihat bahwa Kabupaten Bima secara ideal masih memiliki

potensi pengembangan sebanyak 46.943,76 UT sapi, terutama untuk dikembangkan di

Kecamatan Monta, Parado, Woha, Palibelo, Wawo, Langgudu, Lambitu, Lambu, Were,

Ambalawi, Dongga, Soromandi, Sanggar, dan Tambora. Kecamatan Bolo, Madapangga,

Belo, dan Sape sudah kelebihan ternak sapi. Oleh karena itu di empat kecamatan ini

harus memanfaatkan teknologi pakan untuk mempertahankan atau mengembangkan

usaha ternak sapinya.

(37)

Tabel 5.16. Potensi pengembangan sapi di Kabupaten Bima Kecamatan Potensi Ideal Sapi

(UT)

Populasi Sapi saat ini (UT)

Potensi Pengembangan Sapi

(UT)

1. Monta 10.633,95 6.791,27 3.842,68

2. Parado 7.611,38 2.900,35 4.711,03

3. Bolo 4.501,09 7.461,63 -2.960,54

4. Madapangga 10.835,45 11.189,38 -353,93

5. Woha 6.000,49 2.893,55 3.106,94

6. Belo 1.897,71 3.100,23 -1.202,52

7. Palibelo 4.311,51 3.298,75 1.012,76

8. Wawo 6.588,06 4.878,10 1.709,96

9. Langgudu 8.728,35 6.743,68 1.984,67

10. Lambitu 5.315,13 2.209,59 3.105,54

11. Sape 5.787,11 6.783,11 -996,01

12. Lambu 7.534,93 6.568,95 965,98

13. Were 18.257,35 12.817,00 5.440,35

14. Ambalawi 7.999,68 6.481,93 1.517,75

15. Donggo 8.953,27 6.502,32 2.450,95

16. Soromandi 15.524,59 8.315,55 7.209,04

17. Sanggar 17.054,77 10.717,55 6.337,22

18. Tambora 15.067,90 6.006,02 9.061,88

Jumlah 162.602,73 115.658,98 46.943,76

Keterangan: Potensi ideal sapi adalah 73% dari populasi ternak pemakan hijauan sesuai daya tampung.

Berdasarkan Tabel 5.17, secara keseluruhan Kabupaten Bima masih memiliki

potensi pengembangan ternak kambing sebanyak 10.199,61 UT atau setara dengan

40.798 ekor. Kecamatan Donggo, Soromandi, Sanggar, dan Tambora, adalah empat

kecamatan yang memiliki potensi pengembangan ternak kambing yang tinggi. Ini berarti

bahwa program pengembangan sapi dan kambing harus seimbang dan simultan. Khusus

Kecamatan Bolo, Madapangga, Belo, dan Sape terlihat sudah kelebihan populasi

sehingga diperlukan introduksi teknologi pakan untuk menjaga produksi yang ada atau

mengembangkannya.

(38)

Tabel 5.17. Potensi pengembangan kambing di Kabupaten Bima

Kecamatan Potensi Ideal Kambing (UT)

Populasi Kambing saat ini (UT) Th.

2015

Potensi Pengembangan

Kambing (UT)

1. Monta 2.502,79 1.598,38 904,41

2. Parado 1.235,76 470,89 764,87

3. Bolo 2.557,98 4.240,46 -1.682,48

4. Madapangga 4.828,04 4.985,75 -157,71

5. Woha 1.899,16 915,81 983,35

6. Belo 3.572,27 5.835,90 -2.263,63

7. Palibelo 897,25 686,49 210,76

8. Wawo 1.339,74 992,01 347,73

9. Langgudu 2.967,46 2.292,71 674,75

10. Lambitu 506,25 210,46 295,79

11. Sape 5.418,35 6.350,89 -932,54

12. Lambu 4.913,77 4.283,83 629,94

13. Were 1.376,43 966,28 410,15

14. Ambalawi 4.252,19 3.445,44 806,75

15. Donggo 5.283,56 3.837,19 1.446,37

16. Soromandi 7.083,74 3.794,32 3.289,42

17. Sanggar 3.327,51 2.091,08 1.236,44

18. Tambora 5.379,47 2.144,24 3.235,23

Jumlah 59.341,71 49.142,10 10.199,61

(39)

BAB VI

STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN PETERNAKAN SAPI POTONG

Penyusunan strategi pengembangan kawasan peternakan sapi potong didasari analisis SWOT. Dalam analisis SWOT digali faktor-faktor internal dan eksternal yang terkait dengan sumber daya yang berperan penting, seperti sumber daya lahan, ternak, manusia (peternak), kelembagaan, dan sarana-prasarana. Dalam strategi ini, pengembangan peternakan sapi difokuskan pada konsep Sentra Peternakan Rakyat (SPR).

Secara umum permasalahan-permasalahan yang terkait dengan rencana pembentukan SPR di Kabupaten Bima adalah:

1. Organisasi:

a. Pemeliharaan sapi di Kabupaten Bima umumnya dilakukan secara ekstensif dan semi ekstensif, sehingga pembentukan SPR harus memperhatikan hamparan padang penggembalaan yang digunakan.

b. Para peternak umumnya belum memahami dan belum merasakan manfaat dari adanya “prinsip kelompok usaha” sebagaimana yang terdapat dalam konsep SPR. Oleh karena itu diperlukan sosialisasi yang intensif kepada para peternak.

c. Kemungkinan terjadi kesulitan dalam merekrut manajer SPR yang memiliki kompetensi dan etos kerja tinggi. Hal ini didasari oleh pengalaman kegagalan dalam program SMD. Oleh karena itu diperlukan metode perekrutan yang teliti.

d. Belum ada petunjuk teknis dalam pembentukan SPR.

2. Infrastruktur dan Sarana-Prasarana:

a. Sebagian besar lahan sumber pakan, terutama padang penggembalaan, merupakan lahan kering sehingga kekurangan air terutama ketika musim kemarau, baik untuk pengairan maupun minum ternak. Untuk itu diperlukan infrastruktur pengairan.

b. Kawasan padang penggembalaan tidak jelas status dan wilayahnya. Umumnya peternak menggembalakan ternaknya pada lahan-lahan yang belum dimanfaatkan dan di kawasan hutan Negara.

c. Sarana-prasarana secara kuantitas relatif sudah baik, namun diperlukan

peningkatan kualitas pelayanannya. Semua kecamatan sudah memiliki

(40)

Poskeswan, kecuali Sekongkang. Demikian pula POS IB dan BPP telah ada di semua kecamatan.

3. Sumber Daya Ternak:

a. Kualitas sapi induk belum optimal. Para peternak belum sengaja memilih induk yang bagus dalam usaha ternaknya.

b. Kualitas sapi pejantan juga belum optimal. Para peternak masih banyak yang membiarkan ternaknya kawin secara inbreeding.

c. Struktur umur dan jenis kelamin ternak dalam suatu wilayah belum seimbang untuk memperoleh pertumbuhan populasi yang optimal.

4. Sumber Daya Manusia (Peternak):

a. Para peternak umumnya masih memelihara ternak secara individual dan tradisional, belum menggunakan prinsip bisnis.

b. Para peternak masih terbatas dalam akses permodalan, teknologi, dan pasar.

c. Para peternak belum memahami dan merasakan manfaat dari “usaha ternak dengan sistem/prinsip kelompok”.

d. Skala usaha pemeliharaan sapi masih relatif kecil hanya memiliki induk 2-3 ekor per peternak.

5. Kelembagaan Pendukung:

a. Lembaga perkreditan belum mendukung permodalan usaha ternak rakyat.

b. Lembaga penyuluhan belum optimal menyediakan penyuluh peternakan yang professional.

c. Lembaga penelitian dan pengembangan belum menghasilkan teknologi tepat guna untuk usaha ternak rakyat.

d. Belum terkoordinir harmonis antara pemerintah, swasta, dan perguruan tinggi dalam program pengembangan peternakan sapi.

Atas dasar permasalahan-permasalahan di atas, disusun strategi pengembangan kawasan peternakan sapi potong di Kabupaten Bima sebagai berikut:

1. Pengembangan Infrastruktur (jalan, irigasi, bangunan, dll):

Infrastruktur yang diperlukan dalam pengembangan kawasan peternakan sapi potong di Kabupaten Bima adalah:

a. Menetapkan status dan memetakan kawasan peternakan sapi baik dari lahan milik

pemerintah maupun milik petani-peternak.

Gambar

Tabel 4.1. Matrik Analisis SWOT Internal
Tabel 5.1. Luas wilayah menurut Kecamatan di Kabupaten Bima
Tabel 5.3.  Jumlah Curah Hujan dan Hari Hujan Menurut Bulan Stasiun Tahun 2015 Bulan Curah Hujan (mm 3 ) Hari Hujan (Hari)
Tabel 5.6.  Luas lahan hutan  dan perkebunan menurut kecamatan di Kabupaten Bima tahun 2015
+7

Referensi

Dokumen terkait

tentang asupan nutrisi pada anak.. yaitu menggali pengetahuan

Batang bawah siap di okulasi saat berumur 8-9 bulan dimana panjang batang ± 30 cm sedangkan untuk mata tempel yang siap untuk okulasi dapat diperoleh dari

Pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan pasir yang dicampurkan pada tanah lempung dengan variasi 0%; 10%; 20%; 25% dan 30% terhadap parameter uji

Latar Belakang: Higiene sanitasi makanan diperlukan untuk melindungi makanan dari kontaminasi maupun mikroorganisme penular penyakit. Praktik higiene dan sanitasi

Cara pengelasan ini paling banyak digunakan dimana nyala api diarahkan ke kiri dengan membentuk sudut 60° dan kawat las 30° terhadap benda kerja sedangkan sudut

Marjin reaktivitas padam teras silisida ditentukan dengan perhitungan neutronik teras seperti dalam teori, pada konfigurasi teras silisida sebagai fungsi jenis bahan penyerap

Amal (perbuatan) dalam pandangan kehidupan sehari-hari ialah perbuatan yang tidak melanggar ketentuan Allah Swt. yakni menjalankan perintah Allah Swt. dan menjauhi apa

Membantu Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah merumuskan kebijakan daerah dalam pelaksanaan kewenangan daerah di bidang perhubungan, komunikasi dan informatika