• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dalam dunia usaha maka diperlukan modal. Modal ini yang merupakan hal yang amat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Dalam dunia usaha maka diperlukan modal. Modal ini yang merupakan hal yang amat"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

PETITA, VOL 2 No.1 Juni 2015

81

ANALISISI YURIDIS PENDAFTARAN PENDAAFTARAN JAMINAN FIDUSIA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN

FIDUSIA

Seftia Azrianti

Fakultas Hukum, Universitas Riau Kepulauan Batam, Indonesia

seftia@fh.unrika.ac.id

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tata cara pendaftaran jaminan fidusia serta kedudukan kreditur sebagai penerima fidusia atas benda yang menjadi objek jaminan Fidusia.Tujuan penelitaian ini adalah untuk mengetahui tata cara pendaftaran jaminan fidusia pada kantor pendaftaran Fidusia dan untuk mengetahui kedudukan kreditur sebagai penerima fidusia menurut undang undang No 42 tahun 1999 Tentang Jaminan \Fidusia. Metode penelitian ini dilakukan secara yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder yang digunakan dalam melakukan penelitian perpustakaan atau studi dokumen dengan menganalisis berbagai peraturan perundang- undangan di bidang hukum jaminan, khusunya jaminan fidusia, buku-buku, artikel-artikel yang berkaitan dengan fidusia, dan karya ilmiah berkaitan dengan Fidusia. Hasil penelitian ini menjelaskan bagaimana tata cara pendaftaran jaminan fidusia melalui Kantor Pendaftaran Fidusia oleh penerima fidusia, kuasa, atau wakilnya dengan melampirkan pernyataan pendaftaran jaminan fidusia yang memuat identitas pihak Pemberi dan Penerima Fidusia;

tanggal, nomor Akta Jaminan Fidusia, nama dan tempat kedudukan Notaris yang membuat Akta Jaminan Fidusia;

data perjanjian pokok yang dijamin fidusia; uraian mengenai Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia; nilai penjaminan; dan nilai Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia. Permohonan pendaftaran jaminan fidusia dilengkapi dengan dokumen-dokumen terkait sesuai ketentuan yang berlaku. Tujuan Pendaftaran Jaminan Fidusia untuk memenuhi asas publisitas atau memberikan perlindungan terhadap kepentingan penerima fidusia (kreditur), karena fidusia merupakan jaminan yang hanya didasarkan atas dasar kepercayaan dari penerima fidusia, dimana barang fidusia tetap dalam penguasaan pemberi fidusia. Pejabat yang berwenang pada Kantor Pendaftaran Fidusia memeriksa kelengkapan dokumen permohonan Jaminan Fidusia sesuai hari dan tanggal penerimaan dokumen tersebut Apabila dokumen lengkap maka, sertifikat Jaminan Fidusia diterbitkan dengan mencantumkan kata-kata

“Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.”. Berdasarkan pendaftaran jaminan fidusia tersebut, kreditur sebagai penerima fidusia memiliki hak preferen atas benda yang menjadi obyek jaminan fidusia, dimana apabila terjadi cidera janji oleh debitur sebagai pemberi fidusia, maka kreditur sebagai penerima fidusia diutamakan terlebih dahulu haknya untuk memperoleh atau mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia dari kreditur-kreditur lainnya.

Kata Kunci: Jaminan Fidusia, tata cara pendaftaran, kedudukan hukum.

A. PENDAHULUAN

Dalam dunia usaha maka diperlukan modal. Modal ini yang merupakan hal yang amat vital dalam menjalankan sebuah bisnis, baik itu bisnis kecil, menengah maupun bisnis skala

(2)

PETITA, VOL 2 No.1 Juni 2015

82

besar. Finansial yang kokoh maka usaha apapun akan mampu terus bertahan dan menjadi sukses1. Oleh sebab itu, tak heran seorang pebisnis/pengusaha melakukan pinjaman ke pihak lain terutama ke bank agar modal usaha bertambah untuk mengembangkan usaha tersebut.

Strategi Keuangan2 memberikan beberapa alasan mengambil kredit/pinjaman, antara lain:

1. Income Smooting. biasa terjadi karena adanya gap antara pendapatan dan pengeluaran. Ini biasanya dialami oleh petani, yang sebelum musim panen tiba kekurangan keuangan untuk kelangsungan hidup setelah musim tanam. Dengan alasan inilah diajukan kredit/pinjaman kepada bank.

2. Cash Flow Injection adalah kebutuhan akan dana dalam jangka waktu pendek yang biasa terjadi karena adanya peluang usaha/bisnis dalam waku yang singkat, selain bisnis yang ditekuninya.

3. Emergency Relief. Cadangan keuangan, yaitu untuk mengatasi kebutuhan mendadak akibat event risk (musibah keluarga, sakit, bencana alam, pemutusan hubungan kerja, mencukupi

biaya pendidikan jangka pendek dan lainnya).

4. Asset Building. Menyiapkan dana untuk kebutuhan jangka panjang (asset building). Aset-aset ini dapat dikoversikan menjadi uang tunai, apabila harga jual asset tersebut bernilai jual tinggi.

5. Saving Down, yaitu mengkonversi pinjaman (lump sum of money) menjadi tabungan sebagai dana cadangan. Tujuannya untuk dapat digunakan sewaktu-waktu bagi berbagai macam keperluan.

1http://www.aviva.co.id/id/index.php?option=com_content&view=article&id=213:tips-sukses meminjam. modal-di-bank&catid=83&Itemid=741&lang=en, diunduh tanggal 26 November 2013, Pukul. 11.54 Wib.

2http://e-keuangan.blogspot.com/2008/07/alasan-mengambil-kredit-pinjaman.html,diunduh diuduh tanggal 26 November 2013, Pukul. 12.15 Wib.

(3)

PETITA, VOL 2 No.1 Juni 2015

83

Setelah lahirnya perjanjian utang piutang atau perjanjian kredit antara debitur dengan kreditur, maka tentunya akan menimbulkan hak dan kewajiban pada kedua belah pihak, yaitu kreditur mempunyai kewajiban untuk menyerahkan dana yang dijanjikannya kepada debitur dengan hak untuk menerima kembali dana yang dipinjamkan tersebut dari debitur pada waktu yang telah ditentukan sesuai dengan kesepakatan.

Jaminan ini menyatakan bahwa pihak ketiga yang dikenal sebagai penjamin, secara bersama-sama bertanggung-jawab dengan debitur terhadap utang.3 Pihak ketiga (penjamin) berkomitmen untuk menjamin pembayaran utang beserta bunga, apabila debitur tidak memenuhi kewajiban membayar utang. Kreditur membutuhkan penjamin, apabila kredibilitas debitur tidak memadai. Aval ini memberikan bank atau kreditur jaminan, apabila debitur mengalami gagal bayar, penjamin menjadi penanggung jawab terhadap sisa kredit yang belum terbayar.

Sri Soedewi Masjchun Sofwan menyebutkan lembaga fidusia dengan berbagai variasinya telah dipraktekkan juga di beberapa negara maju lainnya selain Belanda.4 Di Indonesia, Jaminan Fidusia telah digunakan dimasa penjajahan Belanda, seperti halnya yang berlaku di negeri Belanda. Maka jaminan fidusia yang ada di hukum perdata Belanda juga berlaku di Indonesia. Di negeri Belanda pemberlakuan hukum fidusia adalah berdasarkan keputusan Hakim Hoge Raad:

Bierbrouwerij Arrest tanggal 25 Januari 1929 yang berdasarkan yurisprudensi.5 Tidak ada kewajiban mendaftarkan jaminan fidusia waktu itu, adalah sebuah kelemahan dan kekurangan dalam pranata hukum fidusia. Menimbulkan ketidakpastian hukum, karena tidak ada kewajiban pendaftaran jaminan fidusia

3 Ibid.

4 Munir Fuady, Jaminan Fidusia, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003. Hal. 13.

5 Bachtiar Sibarani, Artikel Hukum “Soal Undang-Undang Fidusia”, Volume 10, Jurnal Hukum Bisnis, Jakarta : 2000. Hal. 36.

(4)

PETITA, VOL 2 No.1 Juni 2015

84

UU No. 42 tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia dimaksudkan untuk menjamin kepastian hukum bagi masyarakat karena dengan jaminan fidusia ini warga masyarakat merasa aman bila melakukan pengikatan perjanjian. Hal ini akibat lahirnya fidusia dari Yurisprudensi, yang tidak mewajiban pendaftaran untuk memperoleh sertifikat.

Pasal 1 angka 1 UU No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia menyebutkan bahwa

“fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda”.

UU No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia menentukan agar benda yang menjadi obyek jaminan fidusia pembebanannya dibuat dengan akta notaris dan didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Fidusia. Pendaftaran jaminan fidusia seperti yang ditentukan dalam Pasal 11 ayat 1 UU No. 42 tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia dimaksudkan untuk memenuhi asas publisitas sekaligus menjamin kepastian hukum bagi penerima fidusia. Selain itu, kreditur dapat mengambil barang yang menjadi jaminan bila debitur wanprestasi.

Dalam Pasal 1 butir 2 UU No. 42 tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia menyebutkan bahwa obyek fidusia meliputi benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud dan benda tidak bergerak. Obyek fidusia berupa benda bergerak antara lain adalah kendaraan bermotor dan benda tidak bergerak khususnya berupa bangunan yang tidak bisa dibebani hak tanggungan akan tetapi dengan syarat harus bisa dimiliki dan dialihkan.6

Sertifikat Jaminan Fidusia yang dikeluarkan oleh Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia mempunyai kekuatan hukum yang sempurna. Sertifikat Jaminan Fidusia tersebut mempunyai

6 J. Satrio, Hukum Jaminan, Hak Jaminan Kebendaan Fidusia, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2002. hal. 179.

(5)

PETITA, VOL 2 No.1 Juni 2015

85

kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap..

Hak preferen yang berkaitan apabila debitur sebagai pemberi fidusia melakukan wanprestasi atau ingkar janji dalam perjanjian kredit. Oleh karena itu menurut R. Subekti dalam pemberian kredit dengan jaminan perlu memperhatikan 2 (dua) hal sebagai berikut :7

1. Pengamanan kreditur yang piutangnya dijamin terhadap perbuatan debitur;

2. Pengamanan kreditur tersebut terhadap kreditur yang lain (kreditur konkuren).

Peneliti memilih judul “ Analisis Yuridis Pendaftaran Jaminan Fidusia Menurut Undang- Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia.” dalam penelitian ini.

Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah tersebut di atas, maka dirumuskan masalah, sebagai berikut : Bagaimana kedudukan kreditur sebagai penerima fidusia menurut Undang Undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia?

B. PEMBAHASAN

Perjanjian dalam hukum perdata Indonesia, tak lepas dari Hukum Belanda yang merupakan cikal bakal Hukum di Indonesia. Achmad Ichsan menggunakan istilah perjanjian untuk verbintenis dan persetujuan untuk overeenkomst. Menurut Kansil, verbintenis diterjemahkan perikatan dan perjanjian untuk menterjemahkan overeenkomst.8

R. Subekti, menyatakan perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana 2 (dua) orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal,

7 R. Subekti, Jaminan-Jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia, Bandung: Alumni, 1982. Hal. 87.

8 Sutarno. Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Bandung : Alfabeta, 2003.Hal. 72.

(6)

PETITA, VOL 2 No.1 Juni 2015

86

yang dalam bentuknya perjanjian itu dapat dilakukan sebagai suatu rangkaian perikataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan secara lisan maupun tertulis.9

Perjanjian menurut KUHPer. diatur di Pasal 1313 yaitu perjanjian adalah suatu perbuatan satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.

Rumusan di Pasal 1313 KHUPer. menyiratkan bahwa sesunguhnya dari suatu perjanjian lahirlah kewajiban atau prestasi baik satu orang atau lebih. Bahkan dengan berkembangnya ilmu hukum, pihak tersebut dapat juga terdiri dari satu atau lebih badan hukum10.

Adapun unsur-unsur yang terdapat dalam suatu perjanjian adalah sebagai berikut:

a. Ada pihak yang saling berjanji;

b. Ada persetujuan;

c. Ada tujuan yang hendak dicapai;

d. Ada prestasi yang akan dilaksanakan atau kewajiban untuk melaksanakan obyek perjanjian;

e. Ada bentuk tertentu (lisan atau tertulis);

f. Ada syarat tertentu yaitu syarat pokok dari perjanjian yang menjadi obyek perjanjian serta syarat tambahan atau pelengkap.

Syarat Sahnya Perjanjian

Syarat sah perjanjian diperlukan perjanjian atau kontrak yang mengikat secara hukum.11 Aturan mengenai syarat sahnya suatu perjanjian termaktub di Pasal 1320 KUHPer. Yang menyebutkan untuk sahnya suatu perikatan diperlukan empat syarat :12

9 R. Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta : PT. Intermasa, 1994. Hal. 1.

10 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Jaminan Fidusia. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2000, Hal. 13-14.

11 http://www.legalakses.com/syarat-sah-perjanjian/, diakses pada hari Jumat tanggal 06 Desember

(7)

PETITA, VOL 2 No.1 Juni 2015

87

a. Sepakat mereka yang mengikatkan diri.

b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.

c. Suatu hal tertentu.

d. Suatu sebab yang halal.

Di Pasal 1330 KUHPer, menyebutkan orang dianggap tak cakap adalah : a. Orang-orang yang belum dewasa;

b. Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan;

c. Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.

Ketiga syarat sahnya suatu perjanjian ini adalah obyek dari pada perjanjian, yang merupakan obyeknya barang-barang yang dapat diperdagangkan.

Pengertian dari suatu sebab yang halal yaitu, bahwa isi dari perjanjian tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, norma agama, kesusilaan, dan ketertiban umum.

Asas-Asas Perjanjian

Asas-asas penting dalam perjanjian antara lain:

a. Asas konsensualisme. Asas konsensualisme adalah suatu perjanjian cukup ada kata sepakat dari mereka yang membuat perjanjian itu tanpa diikuti dengan perbuatan hukum lain kecuali perjanjian yang bersifat formal.13

2013, pukul 14.18 Wib.

12 R. Subekti, R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Jakarta : PT Pradnya Paramita, 2001. Hal. 339.

13 A. Qiram Syamsudin Meliala, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Beserta Perkembangannya, Yogyakarta: Liberty, 1985. hal. 20.

(8)

PETITA, VOL 2 No.1 Juni 2015

88

b. Asas kebebasan berkontrak. Maksudnya setiap orang bebas mengadakan suatu perjanjian berupa apa saja, baik bentuknya, isinya dan pada siapa perjanjian itu ditujukan. Kebebasan berkontrak adalah salah satu asas yang sangat penting dalam hukum perjanjian. Kebebasan ini merupakan perwujudan dari kehendak bebas, pancaran hak asasi manusia.14 Kebebasan berkontrak memberikan jaminan kebebasan kepada seseorang untuk secara bebas dalam beberapa hal yang berkaitan dengan perjanjian, diantaranya:59

1. Bebas menentukan apakah ia akan melakukan perjanjian atau tidak;

2. Bebas menentukan dengan siapa ia akan melakukan perjanjian;

3. Bebas menentukan isi atau klausul perjanjian;

4. Bebas menentukan bentuk perjanjian; dan

5. Kebebasan-kebebasan lainnya yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan..

c. Asas mengikat kontrak (Pacta Sun Servanda). Asas ini merupakan asas yang berhubungan dengan mengikatnya suatu perjanjian dan berlaku seperti UU.

d. Asas itikad baik. Bahwa orang yang akan membuat perjanjian harus dilakukan dengan itikad baik, dalam pengertian yang subyektif dapat diartikan sebagai kejujuran seseorang yaitu apa yang terletak pada seseorang pada waktu diadakan perbuatan hukum. Sedangkan itikad baik dalam pengertian obyektif adalah bahwa pelaksanaan suatu perjanjian harus didasarkan pada norma kepatuhan atau apa-apa yang dirasa sesuai dengan yang patut dalam masyarakat.

14 Mariam Darus Badrulzaman, dkk., Op. Cit., hal. 84.

(9)

PETITA, VOL 2 No.1 Juni 2015

89

e. Asas berlakunya suatu perjanjian. Pada dasarnya semua perjanjian berlaku bagi mereka yang membuatnya dan tidak ada pengaruhnya bagi pihak ketiga kecuali undang-undang mengaturnya, misalnya perjanjian untuk pihak ketiga.15

Pengertian Fidusia

Fidusia berasal dari bahasa Romawi “fides”, berarti kepercayaan dibakukan ke dalam bahasa Indonesia dan sudah menjadi istilah resmi dalam hukum di Indonesia. Dalam bahasa Indonesia istilah “Fidusia” ini disebut “penyerahan Hak Milik Secara kepercayaan”.Secara terminologi “Fidusia” sering disebut secara lengkap yaitu Fiduciare Eigendom Overdracht (F.E.O.) yaitu penyerahan hak milik secara kepercayaan.16

Untuk lebih memahami tentang istilah fidusia, berikut beberapa pengertian fidusia menurut pendapat beberapa ahli :

a. Hamzah dan Senjun Manullang memberikan definisi tentang fidusia sebagai berikut : fiducia adalah suatu cara pengoperan hak milik dari pemiliknya (debitur), berdasarkan adanya suatu perjanjian pokok (perjanjian hutang piutang) kepada kreditur, akan tetapi yang diserahkan hanya haknya saja secara yuridische levering dan hanya dimiliki oleh kreditur secara kepercayaan saja (sebagai jaminan hutang debitur) sedangkan barangnya tetap dikuasai oleh debitur tetapi bukan lagi sebagai eigenaar maupun bezitter melainkan hanya sebagai detentor atau houder untuk dan atas nama kreditur eigenaar.17

15 Mariam Darus Badrulzaman, dkk., Op. Cit., hal. 19.

16 http://id.wikipedia.org/wiki/Jaminan_fidusia, diakses pada hari Jumat tanggal 06 Desember 2013, pukul 21.25 Wib

17 A.Hamzah dan Senjun Manullang, Op. Cit. Hal. 37.

(10)

PETITA, VOL 2 No.1 Juni 2015

90

Pasal 1 butir 1 UU 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia disebutkan bahwa “fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda”.

Lembaga fidusia diakui di Belanda oleh yurisprudensi untuk pertama kali dengan dikeluarkannya keputusan Hoge Raad (HR) tanggal 25 Januari 1929, yang terkenal dengan Bierbrouwerij Arrest (kilang bir) dalam perkara kasasi antara P. Bos sebagai penggugat yang

dalam hal ini adalah debitur dan N.V. Heineken Bierbrouwerij Maatschappij sebagai tergugat yang dalam hal ini adalah sebagai kreditur. Dalam putusan Bierbrouwerij Arrest tersebut HR mengakui jaminan fidusia dengan pertimbangan, sebagai berikut :18

a. Perjanjian fidusia tidak bertentangan dengan aturan gadai, karena maksud pihak-pihak disini bukanlah untuk mengikat perjanjian gadai;

b. Perjanjian fidusia tidak bertentangan dengan paritas creditorium, karena perjanjian tersebut mengenai barang-barang milik Heineken (kreditur), bukan barang milik Bos (debitur);

c. Perjanjian fidusia tersebut tidak bertentangan dengan asas kepatutan;

d. Perjanjian tersebut tidak merupakan penyelundupan hukum yang tidak diperbolehkan.

Di Belanda pemberian jaminan tanpa penyerahan penguasaan bendanya kepada kreditur diatasi dengan mengadakan perjanjian jual beli dengan hak membeli kembali, sedangkan di Indonesia pembentuk undang-undang mengatasinya dengan membuat peraturan tentang ikatan panen atau Oogstverband berdasarkan Koninklijk Besluit tanggal 24 Januari 1886 Staatblad

18 Mariam Darus Badrulzaman, Bab-Bab Tentang Credietverband, Op. Cit., hal. 91.

(11)

PETITA, VOL 2 No.1 Juni 2015

91

Nomor 57 Tahun 1886. Oogstverband adalah suatu jaminan untuk peminjaman uang, yang diberikan atas panenan yang akan diperoleh dari suatu perkebunan.19

Dengan adanya kedua Arrest tersebut yang mengakui keberadaan lembaga Jaminan Fidusia di Indonesia, maka fidusia semakin berkembang. sebagaimana dapat kita lihat dari keputusan-keputusan, diantaranya:

a. Keputusan Pengadilan Tinggi Surabaya Nomor 158/1950/Pdt tanggal 22 Maret 1950;

b. Keputusan Mahkamah Agung Nomor 26 K/Sip/1955 tanggal 11 Mei 1955;

c. Keputusan Mahkamah Agung Nomor 387 K/Sip/1959 tanggal 25 Februari 1959;

d. Keputusan Mahkamah Agung Nomor 302 K/Sip/1960 tanggal 8 Nopember 1960;

e. Keputusan Mahkamah Agung Nomor 34 K/Sip/1960 tanggal 10 Desember 1960;

f. Keputusan Mahkamah Agung Nomor 239 K/Sip/1969 tanggal 15 Maret 1969;

Obyek Jaminan Fidusia

Obyek fidusia tidak hanya benda bergerak saja, tetapi juga meliputi benda tidak bergerak.

Pasal 1 angka 4 UU No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia berbunyi “benda adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki dan dialihkan, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar dan benda tidak bergerak yang tidak dapat dibebani hak tanggungan maupun hipotik”.

J. Satrio menyimpulkan bahwa benda yang dapat menjadi obyek Jaminan Fidusia sekarang ini meliputi: Benda Bergerak dan Benda Tetap Tertentu yaitu benda tetap yang tidak bisa dijaminkan melalui lembaga jaminan hak tanggungan atau hipotik dan dengan syarat benda tetap tersebut dapat dimiliki dan dapat dialihkan.20

19 R. Subekti, Op. Cit., Hal. 69.

20 J. Satrio, Op. Cit., Hal. 179.

(12)

PETITA, VOL 2 No.1 Juni 2015

92

Lebih lanjut dalam ketetuan Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia menyatakan, bahwa Jaminan Fidusia tidak berlaku terhadap;

a. Hak tanggungan yang berkaitan dengan tanah dan bangunan, sepanjang peraturan perundang-undangan yang berlaku menentukan jaminan atas benda-benda tersebut wajib didaftar;

b. Hipotek atas kapal yang terdaftar dengan isi kotor berukuran 20 M3 atau lebih;

c. Hipotek atas pesawat terbang; dan d. Gadai.

Prinsip Jaminan Fidusia

Prinsip utama dari jaminan fidusia adalah: 21

a. Bahwa secara riil, pemegang fidusia hanya berfungsi sebagai pemegang jaminan saja, bukan sebagai pemilik yang sebenarnya;

b. Hak pemegang fidusia untuk mengeksekusi barang jaminan baru ada jika ada wanprestasi dari pihak debitur;

c. Apabila hutang sudah dilunasi, maka obyek jaminan fidusia harus dikembalikan kepada pihak pemberi fidusia;

d. Jika hasil penjualan (eksekusi) barang fidusia melebihi jumlah hutangnya, maka sisa hasil penjualan harus dikembalikan kepada pemberi fidusia.

Pembebanan Benda Jaminan Fidusia

21 Munir Fuady, Jaminan Fidusia, Op. Cit., Hal. 4.

(13)

PETITA, VOL 2 No.1 Juni 2015

93

Pasal 5 angka 1 Undang-Undang Republik Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia menentukan bahwa pembebanan benda dengan jaminan fidusia dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia dan merupakan akta jaminan fidusia. Dalam akta jaminan fidusia, selain dicantumkan hari dan tanggal, juga dicantumkan waktu (jam) pembuatan akta tersebut. Dari ketentuan Pasal 5 angka 1 tersebut, maka pembebanan jaminan fidusia yang merupakan perjanjian fidusia dibuat dalam bentuk tertulis dengan akta notaris.

Dari pengertian Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut, maka suatu akta untuk dapat dikatakan akta otentik harus memenuhi 3 syarat, yaitu:

a. Dibuat oleh atau di hadapan pegawai umum;

b. Dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang;

c. Pegawai umum itu berwenang membuat akta itu.

Pasal 1870 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menentukan, bahwa “suatu akta otentik memberikan diantara para pihak beserta ahli waris-ahli warisnya atau orang-orang yang mendapat hak dari mereka, suatu bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat di dalamnya”.

Jadi ketentuan untuk pembebanan jaminan fidusia dalam bentuk akta notaris merupakan upaya dalam memberikan kepastian dan perlindungan hukum bagi para pihak yang terkait, karena pada umumnya benda yang menjadi obyek jaminan fidusia adalah barang yang tidak terdaftar.

Pendaftaran Jaminan Fidusia

Dalam fidusia, pendaftaran merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi sebagai syarat lahirnya jaminan fidusia untuk memenuhi asas publisitas. Ini sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 11 ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 tahun 1999

(14)

PETITA, VOL 2 No.1 Juni 2015

94

tentang Jaminan Fidusia yang berbunyi : “benda yang dibebani dengan jaminan fidusia wajib didaftarkan”.

Pendaftaran tersebut memiliki arti yuridis sebagai suatu rangkaian yang tidak terpisah dari proses terjadinya perjanjian jaminan fidusia, dan selain itu pendaftaran jaminan fidusia merupakan perwujudan dari asas publisitas dan kepastian hukum.22 Hal ini sesuai juga dengan ketentuan dalam Pasal 14 ayat 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, bahwa jaminan fidusia lahir pada tanggal yang sama dengan tanggal dicatatnya Jaminan Fidusia dalam Buku Daftar Fidusia.

Hapusnya Jaminan Fidusia

Jaminan fidusia hapus karena beberapa hal, yaitu : a. Hapusnya hutang yang dijamin dengan fidusia;

b. Adanya pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh penerima fidusia;

c. Musnahnya benda yang menjadi obyek jaminan fidusia.

Dalam hal benda yang menjadi obyek jaminan fidusia musnah, dan apabila terdapat jaminan asuransinya maka klaim asuransi tersebut menjadi hak dari penerima fidusia. Penerima fidusia mempunyai kewajiban untuk memberitahukan kepada Kantor Pendaftaran Fidusia mengenai hapusnya jaminan fidusia, dengan melampirkan pernyataan mengenai hapusnya hutang, pelepasan hak atau musnahnya benda yang menjadi obyek jaminan fidusia.

Seiring dengan berjalannya waktu, ketidakadaan kewajiban untuk melakukan pendaftaran terhadap jaminan fidusia dalam praktek dirasakan sebagai sebuah kekurangan dan kelemahan bagi pranata hukum jaminan fidusia itu sendiri. Karena disamping menimbulkan ketidak pastian

22 Tan Kamelo, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, Bandung : Penerbit Alumni, 2006. Hal. 213.

(15)

PETITA, VOL 2 No.1 Juni 2015

95

hukum, dengan tidak adanya kewajiban untuk melakukan pendaftaran terhadap jaminan fidusia, menyebabkan jaminan fidusia tidak memenuhi unsur publisitas, akibatnya pihak kreditur kesulitan untuk mengontrol benda yang menjadi jaminan fidusia. Sehingga dalam prakteknya bisa saja terjadi fidusia dua kali tanpa sepengetahuan dari kreditur penerima fidusia, atau pengalihan terhadap barang yang menjadi jaminan fidusia tanpa sepengetahuan dari kreditur penerima fidusia.23

Di samping itu, dengan tidak didaftarkannya jaminan fidusia dalam register umum, maka jaminan fidusia dalam hal ini obyeknya akan sulit dikontrol atau diketahui oleh umum, terutama pihak-pihak yang berkepentingan khususnya pihak kreditur, apakah benda yang akan dijaminkan tersebut sudah dijaminkan kepada kreditur lain atau belum. Sebab debitur atau pemberi fidusia memiliki peluang yang sangat besar untuk menjaminkan kembali, menjual atau menyewakan kepada pihak lain tanpa seizin atau sepengetahuan kreditur penerima fidusia. Kemungkinan yang lain adalah, bahwa seorang debitur yang merasa bahwa ia tidak dapat memenuhi kewajiban perikatannya sebagaimana mestinya dan sudah melihat gejala akan datangnya sita jaminan atas harta miliknya yang telah dijaminkan secara fidusia, dengan mudah mengatakan bahwa untuk menghindari eksekusi mereka pura-pura menjaminkan lagi secara kepercayaan kepada orang lain.24

Mengingat pentingnya peran dari pendaftaran dalam memberikan perlindungan terhadap pihak kreditur penerima fidusia dalam jaminan fidusia, maka dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia diatur tentang kewajiban untuk

23 Munir Fuady, Jaminan Fidusia, Op. Cit., Hal. 29.

24 J. Satrio, Op. Cit., hal. 82-83.

(16)

PETITA, VOL 2 No.1 Juni 2015

96

melakukan pendaftaran terhadap setiap Jaminan Fidusia kepada pejabat yang berwenang di Kantor Pendaftaran Fidusia setempat.

Kewajiban untuk melakukan pendaftaran terhadap jaminan fidusia diatur dalam Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia yang berbunyi :

a. Benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia wajib didaftarkan;

b. Dalam hal benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia berada di luar wilayah Negara Republik Indonesia, kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tetap berlaku.

Begitu juga di dalam sub 3 Penjelasan Umum Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia menjelsakan mengenai manfaat pendaftaran jamianan fidusia, yang berbunyi:

Dalam undang-undang ini, diatur tentang pendaftaran Jaminan Fidusia guna memberikan kepastian hukum kepada para pihak yang berkepentingan dan pendaftaran Jaminan Fidusia memberikan hak yang didahulukan (preferen) kepada penerima fidusia terhadap kreditur lain, karena dalam Jaminan Fidusia memberikan hak kepada pemberi fidusia untuk tetap menguasai benda yang menjadi obyek jaminan fidusia berdasarkan kepercayaan, maka diharapkan sistem pendaftaran yang diatur dalam Undang-undang ini dapat memberikan jaminan kepada pihak penerima fidusia atau kreditur dan pihak yang mempunyai kepentingan terhadap benda tersebut.

Dari keterangan di atas terlihat bahwa tujuan utama dilakukannya pendaftaran dalam Jaminan Fidusia adalah untuk memenuhi asas publisitas. Dengan pemenuhan asas publisitas, maka akan memberikan perlindungan terhadap kepentingan penerima fidusia (kreditur), karena fidusia merupakan jaminan yang hanya didasarkan atas dasar kepercayaan dari penerima fidusia

(17)

PETITA, VOL 2 No.1 Juni 2015

97

dimana barang fidusia tetap dalam penguasaan pemberi fidusia. Atau dengan kata lain, Jaminan Fidusia merupakan jaminan yang memberikan hak kepada pemberi fidusia untuk tetap menguasai benda yang menjadi obyek jaminan fidusia berdasarkan kepercayaan, sehingga diperlukan perlindungan agar barang yang menjadi obyek jaminan fidusia tidak disalahgunakan.

Penyalahgunaan yang dimaksud adalah seperti barang yang menjadi obyek jaminan fidusia difidusiakan dua kali (fidusia ulang) tanpa sepengetahuan dari kreditur penerima fidusia, atau pemberi fidusia melakukan pengalihan terhadap barang yang menjadi jaminan fidusia yang berada dalam penguasaannya sesuai dengan sifat jaminan fidusia, tanpa sepengetahuan dari kreditur penerima fidusia dan sebagainya.

Sedangkan publisitas dimaksudkan untuk melindungi kepentingan pihak ketiga, yaitu pembeli atau kreditur lain. Selain itu dalam jaminan fidusia, pendaftaran merupakan hal yang wajib dilakukan. Sebab menurut ketentuan dalam Pasal 14 ayat 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, jaminan fidusia baru ada/lahir sejak tanggal didaftarnya atau dicatatnya jaminan Fidusia dalam Buku Daftar Fidusia oleh Kantor Pendaftaran Fidusia. Dengan melihat ketentuan tersebut menjelaskan bahwa jaminan fidusia bukan lahir sejak tanggal dibuatnya atau ditanda-tanganinya akta jaminan fidusia oleh para pihak di kantor notaris, akan tetapi lahir setelah didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia. Namun ketentuan tersebut tidak mengurangi berlakunya Pasal 613 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bagi pengalihan piutang atas nama dan kebendaan tidak berwujud lainnya.25

Pengajuan Permohonan Pendaftaran Jaminan Fidusia

25 Penjelasan Pasal 14 ayat 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.

(18)

PETITA, VOL 2 No.1 Juni 2015

98

Pengajuan permohonan pendaftaran dilakukan oleh penerima fidusia, kuasa atau wakilnya dengan melampirkan pernyataan pendaftaran jaminan fidusia. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, pada Pasal 13 ayat 1 yang berbunyi “permohonan pendaftaran Jaminan Fidusia dilakukan oleh Penerima Fidusia, kuasa atau wakilnya dengan melampirkan pernyataan pendaftaran Jaminan Fidusia”.

Dari keterangan tersebut terlihat bahwa apabila Penerima Fidusia tidak bisa melakukan pengajuan pendaftaran terhadap Jaminan Fidusia yang diterimanya sendiri, maka Penerima Fidusia (kreditur) boleh mewakilkan untuk melakukan pendaftaran terhadap jaminan fidusia yang diterimanya tersebut kepada kuasa atau wakilnya, untuk melakukan pendaftaran Jaminan Fidusia.

Yang dimaksud dengan “kuasa” menurut penjelasan Pasal 2 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 86 tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia Dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia adalah orang yang menerima pelimpahan wewenang berdasarkan surat kuasa dari penerima fidusia untuk melakukan pendaftaran fidusia, sedangkan yang dimaksud dengan “wakilnya” adalah orang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan berwenang untuk melakukan pendaftaran jaminan fidusia.

Pengajuan permohonan pendaftaran jaminan fidusia tersebut diajukan kepada Kantor Pendaftaran Fidusia, hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 12 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Kantor Pendaftaran Fidusia yang menjadi tempat pendaftaran jaminan fidusia adalah Kantor Pendaftaran Fidusia di daerah dimana pemberi fidusia berada atau berkedudukan. Ketentuan ini diterangkan dalam penjelasan Pasal 11

(19)

PETITA, VOL 2 No.1 Juni 2015

99

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia yang menyebutkan bahwa pendaftaran benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia dilaksanakan di tempat kedudukan Pemberi Fidusia dan pendaftarannya mencakup benda, baik yang berada di dalam maupun di luar wilayah Negara Republik Indonesia untuk memenuhi asas publisitas, sekaligus merupakan jaminan kepastian hukum terhadap kreditur lainnya mengenai Benda yang telah dibebani Jaminan Fidusia.

Saat mengajukan permohonan pendaftaran Jaminan Fidusia, Kantor Pendaftaran Fidusia di daerah dimana pemberi fidusia berada atau berkedudukan, pemohon harus mengisi formulir pendaftaran jaminan fidusia yang disediakan oleh Kantor Pendaftaran Fidusia. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 2 ayat 5 Peraturan Pemerintah Nomor 86 tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia Dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia yang berbunyi

“Pernyataan Pendaftaran Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan dengan mengisi formulir yang bentuk dan isinya ditetapkan dengan Keputusan Menteri”.

Pemeriksaan berkas pendaftaran Jaminan Fidusia

Pada saat mengajukan permohonan pendaftaran Jaminan Fidusia selain mengisi formulir pendaftaran jaminan fidusia yang disediakan oleh Kantor Pendaftaran Fidusia juga disertai dengan berbagai kelengkapan sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia yang berbunyi:

Pernyataan pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 memuat : a. identitas pihak Pemberi dan Penerima Fidusia;

b. tanggal, nomor Akta Jaminan Fidusia, nama dan tempat kedudukan Notaris yang membuat Akta Jaminan Fidusia;

(20)

PETITA, VOL 2 No.1 Juni 2015

100

c. data perjanjian pokok yang dijamin fidusia;

d. uraian mengenai Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia;

e. nilai penjaminan; dan

f. nilai Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia.

Lebih lanjut tentang kelengkapan dalam melakukan pendaftaran Jaminan Fidusia diterangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 86 tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia Dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia, yaitu pada Pasal 2 ayat 4 yaitu permohonan pendaftaran jaminan fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 dilengkapi dengan;

a. Salinan Akta Notaris tentang pembebanan Jaminan Fidusia;

b. Surat kuasa atau surat pendelegasian wewenang untuk melakukan pendaftaran jaminan fidusia;

c. Bukti pembayaran biaya pendaftaran Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (3).

Selain kelengkapan tersebut juga dilengkapi foto kopi yang dilegalisir oleh Notaris mengenai bukti kepemilikan hak atas obyek yang dibebani dengan jaminan fidusia. Bukti kepemilikan yang dimaksud misalnya untuk kendaraan bermotor berupa Buku Pemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB), sedangkan untuk benda persediaan/stok barang dagangan (inventory) berupa daftar barang yang dibuat dan ditanda tangani di atas meterai oleh pemilik barang (pemberi fidusia).

Petugas Kantor Pendaftaran Fidusia yang menerima permohonan pendaftaran jaminan fidusia, selanjutnya akan melakukan pengecekan atau pemeriksaan terhadap semua kelengkapan

(21)

PETITA, VOL 2 No.1 Juni 2015

101

berkas yang harus dipenuhi oleh pemohon yang akan melakukan pendaftaran Jaminan Fidusia.

Apabila semua berkas telah lengkap, petugas Kantor Pendaftaran Fidusia kemudian akan melakukan pencatatan dalam Buku Daftar Fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran, sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat 3 Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia yang berbunyi

“Kantor Pendaftaran Fidusia mencatat Jaminan Fidusia dalam Buku Daftar Fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran”.

Dalam penjelasan Pasal 13 ayat 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia diterangkan bahwa pejabat yang menerima permohonan pendaftaran jaminan fidusia atau Kantor Pendaftaran Fidusia tidak melakukan penilaian terhadap kebenaran yang dicantumkan dalam pernyataan pendaftaran jaminan fidusia tersebut, akan tetapi hanya melakukan pengecekan data saja.

Ketentuan diatas ditegaskan lagi dalam ketentuan Pasal 3 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 86 tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia Dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia, yang berbunyi; “pejabat yang menerima permohonan pendaftaran jaminan fidusia memeriksa kelengkapan persyaratan permohonan pendaftaran jaminan fidusia”.

Dari keterangan di atas terlihat bahwa terhadap semua kelengkapan yang disertakan dalam permohonan pendaftaran jaminan fidusia akan dilakukan pemeriksaan oleh pejabat yang menerima permohonan pendaftaran jaminan fidusia. Yang dimaksud dengan memeriksa kelengkapan persyaratan permohonan adalah tidak melakukan penilaian terhadap kebenaran yang dicantumkan dalam pernyataan pendaftaran jaminan fidusia, akan tetapi hanya melakukan pengecekan data. Apabila kelengkapan data tidak terpenuhi, maka Petugas Kantor Pendaftaran

(22)

PETITA, VOL 2 No.1 Juni 2015

102

Fidusia yang menerima permohonan pendaftaran jaminan fidusia harus mengembalikan langsung semua berkas pendaftaran jaminan fidusia tersebut untuk dilengkapi kembali oleh pemohon, sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 86 tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia Dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia.

Penerbitan Sertifikat Jaminan Fidusia

Pasal 4 ayat 1 PP No. 86 tahun 2000 Tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia Dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia .

Dalam hal kelengkapan persyaratan permohonan pendaftaran jaminan fidusia telah dipenuhi sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, pejabat mencatat Jaminan Fidusia dalam Buku Daftar Fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran. Oleh karena itu, setelah dilakukan pencatatan permohonan pendaftaran Jaminan Fidusia, maka pada tanggal pencatatan itu juga Jaminan Fidusia lahir, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 14 ayat 3 UU No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia. Begitu pula Penerbitan Sertifikat Jaminan Fidusia dan penyerahannya kepada pemohon dilakukan pada tanggal yang sama dengan tanggal pencatatan permohonan pendaftaran jaminan fidusia.

Berdasarkan hal yang dijelaskan diatas, terdapat ketentuan-ketentuan mengenai sertifikat Jaminan Fidusia adalah sebagai berikut :26

a. Diterbitkan oleh Kantor Pendaftaran Fidusia;

b. Sertifikat tersebut diserahkan kepada penerima fidusia;

c. Tanggal dari sertifikat tersebut adalah sama dengan tanggal penerimaan permohonan;

26 Munir Fuady, Op. Cit., Hal. 33-34.

(23)

PETITA, VOL 2 No.1 Juni 2015

103

Kedudukan Kreditur Sebagai Penerima Fidusia.

Istilah hak preferen ini dalam Pasal 1 ayat (2) UU No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia merupakan “hak yang dutamakan” dan dalam Pasal 27 menyebutkan “hak yang didahulukan”. Artinya bahwa kreditur sebagai penerima fidusia diutamakan terlebih dahulu untuk memperoleh atau mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia dari kreditur- lainnya.27 Tagihan kreditur sebagai penerima fidusia adalah tagihan preferen. Melihat kondisi seperti ini, maka kreditur lainnya adalah sebagai para kreditur konkuren.

Kreditur Konkuren adalah general creditur yaitu kreditur yang tidak mempunyai hak pengambilan pelunasan terlebih dahulu daripada kreditur lain.28

Oleh karena itu, pengaturan tentang pendaftaran jaminan fidusia dalam UU No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia guna memberikan kepastian hukum kepada pihak yang berkepentingan atas objek jaminan fidusia. Pendaftaran jamina fidusia ini memberikan kedudukan yang diutamakan atau hak yang didahulukan (preferen) kepada penerima fidusia terhadap kreditur yang lain. Hak yang didahulukan dari penerima fidusia tidak hapus karena adanya kepailitan pemberi fidusia, sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat 3.

Jaminan fidusia menganut prinsip droit de preference. Hal ini dikuatkan dalam Pasal 28 UU No. 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, yang berbunyi “ apabila atas benda yang sama menjadi obyek jaminan fidusia lebih dari 1 (satu) perjanjian Jaminan Fidusia, maka hak yang didahulukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27, diberikan kepada pihak yang lebih dahulu

27 Munir Fuady, Loc.Cit.

28 http://www.mediabpr.com/kamus-bisnis-bank/kreditur_konkuren.aspx, di akses tanggal 20 Desember Pukul 14.44 Wib.

(24)

PETITA, VOL 2 No.1 Juni 2015

104

mendaftarkannya pada Kantor Pendaftaran Fidusia”.. Berdasarkan Pasal di atas, itu mengartikan bahwa perjanjian jaminan fidusia yang tidak didaftarkan tidak akan mempunyai hak yang didahulukan (preferen) baik didalam maupun diluar kepailitan dan atau likuidasi pemberi fidusia.

Ketentuan Pasal 17 UU No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia, mengatur bahwa Pemberi Fidusia tidak boleh melakukan fidusia ulang terhadap benda yang menjadi obyek jaminan fidusia yang sudah terdaftar.

Larangan pemberi fidusia untuk memfidusiakan ulang obyek yang telah menjadi jaminan fidusia adalah menguntungkan kreditur sebagai penerima fidusia. Selain larangan memfidusiakan ulang, juga terdapat larangan terhadap pemberi fidusia sebagaimana diatur dalam Pasal 23 ayat 2 UU No. 42 tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia untuk tidak mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan kepada pihak lain Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia yang tidak merupakan benda persediaan, kecuali dengan persetujuan tertulis dari Penerima fidusia yang dalam hal ini adalah kreditur. Benda yang tidak merupakan benda persediaan yang dimaksud dalam ketentuan Pasal tersebut misalnya mesin produksi, mobil pribadi, atau rumah pribadi yang menjadi obyek jaminan fidusia.29

Dalam hal penerima fidusia menyetujui pengalihan, penggadaian atau penyewaan Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia yang tidak merupakan benda persediaan kepada pihak lain, maka hal itu dapat dilakukan oleh pemberi fidusia (debitor). Namun apabila pemberi fidusia (debitor) cidera janji, pemberi fidusia wajib menyerahkan benda yang menjadi objek jaminan fidusia, kalau kreditur sebagai penerima fidusia menghendaki.

29 Penjelasan Pasal 23 ayat 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia

(25)

PETITA, VOL 2 No.1 Juni 2015

105

Dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Rrepublik Indonesia Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia disebutkan bahwa fidusia adalah hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tetap dalam penguasaan pemilik benda. Sesuai dengan arti kata fidusia yang berarti kepercayaan, maka hubungan hukum antara debitur sebagai pemberi fidusia dengan kreditur sebagai penerima fidusia yang merupakan hubungan hukum atas berdasarkan kepercayaan. Pemberi fidusia percaya bahwa penerima fidusia akan mengembalikan hak milik barang yang telah diserahkan, setelah dilunasi hutangnya. Begitu juga sebaliknya, penerima fidusia percaya bahwa pemberi fidusia tidak akan menyelahgunakan barang jaminan yang berada dalam kekuasaannya.

C. KESIMPULAN

Dari pembahasan terhadap permasalahan pada Bab sebelumnya, dapat diambil beberapa kesimpulan, antara lain:

1. Pendaftaran jaminan fidusia diajukan secara tertulis, dalam Bahasa Indonesia melalui Kantor Pendaftaran Fidusia oleh penerima fidusia, kuasa, atau wakilnya dengan melampirkan pernyataan pendaftaran jaminan fidusia yang memuat identitas pihak Pemberi dan Penerima Fidusia; tanggal, nomor Akta Jaminan Fidusia, nama dan tempat kedudukan Notaris yang membuat Akta Jaminan Fidusia; data perjanjian pokok yang dijamin fidusia;

uraian mengenai Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia; nilai penjaminan; dan nilai Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia. Permohonan pendaftaran jaminan fidusia dilengkapi dengan salinan Akta Notaris tentang pembebanan Jaminan Fidusia; surat kuasa

(26)

PETITA, VOL 2 No.1 Juni 2015

106

atau surat pendelegasian wewenang untuk melakukan pendaftaran jaminan fidusia; bukti pembayaran biaya pendaftaran Jaminan Fidusia

2. Kreditur sebagai penerima fidusia memiliki hak preferen atas benda yang menjadi obyek jaminan fidusia, dimana apabila terjadi cidera janji oleh debitur sebagai pemberi fidusia, maka kreditur sebagai penerima fidusia diutamakan terlebih dahulu haknya untuk memperoleh atau mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia dari kreditur-kreditur lainnya.

Dari penelitian dan pembahasan atas permasalahan yang dilakukan oleh penulis, diberikan beberapa saran sebagai masukan dalam memperbaiki pranata hukum khususnya dalam jaminan fidusia, antara lain :

a. Dalam Pasal 11 ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia disebutkan bahwa yang didaftarkan adalah bendanya, sementara dalam Pasal 12 ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia adalah jaminannya (aktanya), sehingga menimbulkan kerancuan dan ketidakpastian bagi para pihak yang ingin mendaftakan jaminan fidusia. Oleh karena itu, perumus dan pembuat Undang-undang agar memperbaharui ketentuan pasal tersebut sesuai dengan pendaftaran lazimnya dimana akta jaminan yang didaftarkan.

b. Sebelum melakukan perikatan jaminan fidusia, agar calon kreditur memastikan terlebih dahulu memeriksa pada Kantor Pendaftaran Fidusia apakah benda yang menjadi obyek jaminan fidusia tersebut telah terdaftar atau tidak, sehingga kedudukan kreditur sebagai penerima fidusia terlindungi.

(27)

PETITA, VOL 2 No.1 Juni 2015

107

DAFTAR PUSTAKA Buku:

Badrulzaman, Mariam Darus, Bab-Bab Tentang Creditverband, Gadai & Fiducia, Bandung:

Penerbit Alumni, 1987.

Badrulzaman, Mariam Darus Dkk, Kompilasi Hukum Perikatan, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2001.

Bahsan, M., Hukum Jaminan Dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2007.

Fuady, Munir, Jaminan Fidusia, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2003.

---, Jaminan Fidusia, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2000.

---, Hukum Kontrak ,dari Sudut Pandang Hukum Bisnis, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1999.

Hadikusuma, H. Hilman, Hukum Waris Adat, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1999.

Hamzah, A. dan Manullang, Senjun, Lembaga Fidusia Dan Penerapannya Di Indonesia, Jakarta : Indhill Co., 1987.

Kamelo, Tan, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, Bandung : Penerbit Alumni, 2006.

Lubis, M. Solly, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung : Mandar Maju, 1994.

Meliala, A. Qiram Syamsudin, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Beserta Perkembangannya, Yogyakarta : Liberty, 1985.

Miru, Ahmadi, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2010.

Moleong, Lexy J.. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002.

Muhammad, Abdulkadir, Hukum Perdata Indonesia, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2000.

Oey Hoey Tiong, Fiducia Sebagai Jaminan Unsur-Unsur Perikatan, Jakarta : Ghalia Indonesia, 1985.

Patrik, Purwahid, Dasar-Dasar Hukum Perikatan, Bandung : Mandar Maju, 1994.

Prodjodikoro, Wirjono, Azas-Azas Hukum Perjanjian, Bandung : Mandar Maju, 2000.

---, Hukum Perdata Tentang Persetujuan-persetujuan Tertentu, Bandung: Sumur Bandung, 1981.

Satrio, J., Hukum Jaminan, Hak Jaminan Kebendaan Fidusia, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2002.

Sjahdeini, Sutan Remy, Hukum Kepailitan, Memahami Undang-Undang No. 37 tahun 2004 tentang Kepailitan, Jakarta : Pustaka Utama Grafiti, 2010.

Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : UI Press, 1986.

Subekti, R., Jaminan-jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia, Bandung : Alumni, 1982.

(28)

PETITA, VOL 2 No.1 Juni 2015

108

---, Jaminan-Jaminan Untuk Pemberian Kredit (Termasuk Hak Tanggungan) Menurut Hukum Indonesia, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1996.

---, Hukum Perjanjian, Jakarta : PT. Intermasa, 1994.

Subekti, R., Tjitrosudibio, R., Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Jakarta : PT Pradnya Paramita, 2001.

Suryabarata, Sumadi, Metodologi Penelitian, Jakarta : Raja Grafindo, 1998.

Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Bandung : Alfabeta, 2003.

Widjaja, Gunawan & Yani, Ahmad, Jaminan Fidusia (Seri Hukum Bisnis), Jakarta : PT.

Raja Grafindo Persada, 2001.

---, Jaminan Fidusia, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2000.

Wuisman, J.J.J M.. Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Asas-Asas, Penyunting : M. Hisyam, Fakultas Ekonomi, Jakarta : Universitas Indonesia, 1996.

Artikel:

Media Notariat, “Pendaftaran Fidusia”, Edisi Juli-September 2002.

Rahardjo, K. Agus, Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia, Bandung: Makalah disampaikan dalam pelatihan Sisminbakum tanggal 29-31 Maret 2004.

Sibarani, Bachtiar, Artikel Hukum “Soal Undang-Undang Fidusia”, volume 10, Jurnal Hukum Bisnis, Jakarta, Tahun 2000.

Ubbe, Ahmad, Putusan Hakim sebagai “Rekayasa Sosial” dalam Pembinaan Hukum Nasional, tulisan pada Majalah Hukum Nasional No.1 Tahun 2002 yang diselenggarakan BPHN Depkeh dan HAM, Jakarta

Undang-Undang:

Kitab Undang-Undang Hukuk Perdata

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.

Peraturan Pemerintah Nomor 86 tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia Dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia.

Internet:

http://www.aviva.co.id/id/index.php?option=com_content&view=article&id=21tips-sukses- meminjam-modal-dibank&catid=83&Itemid=741&lang= en

http://e-keuangan.blogspot.com/2008/07/alasan-mengambil-kredit-pinjaman.html http://www.mediabpr.com/kamus-bisnis-bank/kreditur_konkuren.aspx

http://id.wikipedia.org/wiki/Jaminan_fidusia http://id.wikipedia.org/wiki/Jaminan_fidusia http://id.wikipedia.org/wiki/Jaminan_fidusia http://www.legalakses.com/syarat-sah-perjanjian/

(29)

PETITA, VOL 2 No.1 Juni 2015

109

http://www.kamus.nl/index.php http://www.kamus.nl/index.php

http://www.artikata.com/arti-345410-piutang.html http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php http://id.wikipedia.org/wiki/Aval

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian di Afrika Selatan pada anak usia 2-5 th juga menyimpulkan bahwa asupan kalsium dan vitamin D yang tidak adekuat, yang kemungkinan disebabkan karena kurang

Pada grafika komputer, gambar dua dimensi dihasilkan komputer melalui proses yang dapat dianalogikan dengan proses pembentukan gambar pada sistem kamera, mikroskop,

Manfaaat praktis dari penelitian ini dapat menjadi acuan bagi para mahasiswa yang sudah menjadi anggota organisasi ekstra universitas kampus untuk Membina jiwa

Dari hasil output komputer dengan paket SPSS, memberikan deskriptif data total faktor-faktor yang dianggap mempengaruhi penurunan pergerakan indeks harga saham gabungan di Bursa

[r]

_____________, “Bermuhammadiyah di Zaman Penjajahan Belanda.” Manuskrip Bermuhammadiyah dalam Tiga Zaman... Zainuddin Dari Padang Menemui Penulis.”, Manuskrip Berdialog dengan

Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 6 Tahun 2012 tentang Pelayanan Informasi Publik Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Tengah;1. Peraturan Gubernur Jawa

Fungi endofit yang tumbuh diamati secara makroskopis (tipe koloni, sifat permukaan koloni, warna koloni) dan ri Pemurnian dilakukan sebanyak 4 kali hingga didapatkan