• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2018

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2018"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

(Pandanus amaryllifolius Roxb.) MENGGUNAKAN METODE PENGHAMBATAN ENZIM α-GLUKOSIDASE

SECARA IN VITRO

OLEH :

LYDIA PUSPITA SARI PARDEDE

140305008 / ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Di Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2018

SKRIPSI

(2)

UJI AKTIVITAS ANTIDIABETES PADA PERBANDINGAN EKSTRAK BUNCIS (Phaseolus vulgaris L.) DAN DAUN PANDAN WANGI

(Pandanus amaryllifolius Roxb.) MENGGUNAKAN METODE PENGHAMBATAN ENZIM α-GLUKOSIDASE

SECARA IN VITRO

OLEH :

LYDIA PUSPITA SARI PARDEDE

140305008 / ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Di Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

SKRIPSI

(3)
(4)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa segala pernyataan dalam skripsi yang berjudul “Uji Aktivitas Antidiabetes pada Perbandingan Ekstrak Buncis (Phaseolus vulgaris L.) dan Ekstrak Daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) Menggunakan Metode Penghambatan Enzim

α–Glukosidase Secara In Vitro” adalah benar merupakan gagasan dan hasil penelitian saya sendiri dibawah arahan pembimbing. Semua data dan informasi yang digunakan dalam skripsi ini telah dinyatakan secara jelas dan dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian akhir skripsi serta dapat diperiksa kebenarannya.

Skripsi ini juga belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar sarjana pada Program Studi sejenis di Perguruan Tinggi lain.

Demikian pernyataan ini dibuat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.

Medan, Oktober 2018

(Lydia Puspita Sari Pardede)

(5)

LYDIA PUSPITA SARI PARDEDE : Uji aktivitas antidiabetes pada perbandingan zxekstrak buncis (Phaseolus vulgaris l.) dan zxdaun pandan wangi (Pandanus zxamaryllifolius Roxb.) menggunakan metode penghambatan enzim α-glukosidase secara in vitro dibimbing oleh HERLA RUSMARILIN dan ERA YUSRAINI.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh ekstrak bubuk buncis dan ekstrak bubuk daun pandan wangi terhadap aktivitas penghambatan enzim α-glukosidase untuk menurunkan gula darah secara in vitro.

Metode penelitian dalam eksperimen ini adalah rancangan acak kelompok (RAK) dengan 5 perlakuan dan 3 kelompok. Penelitian ini terdiri dari 5 tahap yaitu : 1.) Pembuatan bubuk daun pandan wangi dan bubuk buncis, 2.) Pembuatan ekstrak daun pandan wangi dan ekstrak buncis, 3.) Dilanjutkan dengan pengujian fitokimia (uji polifenol, uji flavonoid, uji alkaloid, uji fenol, uji saponin, dan uji tanin) pada ekstrak daun pandan wangi dan buncis, 4.) Analisis antioksidan dengan Metode FRAP (ferric reducing antioxidant power), 5.) Pengujian penghambatan aktivitas enzim α-glukosidase (perlakuan terbaik). Perbandingan ekstrak buncis dan ekstrak daun pandan wangi yaitu 25% banding 75%

memberikan aktivitas antioksidan setara dengan vitamin C tertinggi yaitu 116,6 AAE (asam askorbat ekivalen) mg/g bahan dan unggul dalam senyawa fitokimia, serta mempunyai nilai penghambatan enzim α-glukosidase dalam kategori agak kuat yaitu 84,7378 ppm.

Kata Kunci : Buncis, daun pandan wangi, diabetes mellitus, FRAP, in-vitro, senyawa fitokimia, α-glukosidase.

ABSTRACT

LYDIA PUSPITA SARI PARDEDE : Analysis of antidiabetic activity in of ratio of bean (Phaseolus vulgaris l.) and pandan leaf (Pandanus zxamaryllifolius Roxb.) extract using in vitro enzyme α-glukosidase inhibition methode supervised by HERLA RUSMARILIN and ERA YUSRAINI.

This study was aimed to determine the effect ratio of extracts of bean and pandan leaf on the inhibitory activity of enzyme α-glukosidase to lower blood sugar levels using in vitro. This research method used a randomized block design with five treatments and 3 groups. This study consisted of 5 stages i.e 1.) making of bean and pandan leaf powder, 2.) Preparation of pandan leaf anf bean extract, 3.) phytochemical test such as flavonoid, phenol, poliphenol, tannin, alkaloid, and

(6)

which 116,6 AAE (ascorbid acid equivalen) mg/g extracts ingredients in phytochemical compounds and have enzyme α-glukosidase inhibition value in the rather strong category is 84,7378 ppm.

Keywords : Bean, pandan leaf, diabetes mellitus, FRAP, in-vitro, .phytochemical compounds, α-glukosidase.

(7)

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan tepat waktu. Adapun judul skripsi “Uji Aktivitas Antidiabetes pada Perbandingan Ekstrak Buncis (Phaseolus vulgaris L.) dan Ekstrak Daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) Menggunakan Metode Penghambatan Enzim α–Glukosidase Secara In Vitro” merupakan salah satu syarat untuk mendapat gelar sarjana di Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua (M. Aminuddin Pardede dan Rosmalawaty Siregar) yang telah memberikan kasih sayang, membesarkan, mendidik, dan selalu mendoakan serta terima kasih kepada saudara saya kak Adelia Pardede dan adik Inggrit Pardede serta seluruh anggota keluarga yang selalu mendukung penulis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Elisa Julianti, M.Si selaku ketua program studi, Bapak Ridwansyah, STP, M.Si selaku sekertaris program studi, Ibu Dr. Ir. Herla Rusmarilin, MP selaku ketua komisi pembimbing, dan Ibu Era Yusraini, STP, M.Si selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan, saran, dan masukan yang berharga kepada penulis dari mulai menetapkan judul, melakukan penelitian, penyusunan skripsi, dan sampai pada ujian akhir.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada staf pengajar dan pegawai di Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Asisten Laboratorium Teknologi

(8)

hingga 2017 dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas bantuan serta dukungan semangatnya membantu penulis saat penelitian hingga penulis menyelesaikan skripsi ini.

Semoga skripsi ini dapat memberikan masukan bagi peneliti selanjutnya.

Medan, Agustus 2018

Penulis

(9)

LYDIA PUSPITA SARI PARDEDE dilahirkan Medan pada tanggal 15 November 1996, dari Bapak M. Aminuddin Pardede dan Ibu Rosmalawaty Siregar. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Penulis menempuh pendidikan di SDN 104182 Paya Geli Medan, SMPS YPS Supriyadi Medan, penulis lulus dari SMAS YPS Supriyadi Medan pada tahun 2014 dan pada tahun yang sama penulis berhasil masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui Jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) di Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai asisten Laboratorium Teknologi Pangan pada tahun 2017-2018, anggota Ikatan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan (IMITP) USU, dan anggota Pemerintahan Mahasiswa (Pema) Fakultas Pertanian USU. Penulis telah melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Stasiun Karantina Ikan Kelas II Medan-Belawan (BKIPM) jalan Komplek Pelabuhan Perikanan Samudera Bagan Deli, Medan dari tanggal 20 Juli sampai 25 Agustus 2017. Penulis menyelesaikan tugas akhirnya untuk memperoleh gelar pada Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, dengan melakukan penelitian yang berjudul “Uji Aktivitas Antidiabetes pada Perbandingan Ekstrak Buncis (Phaseolus vulgaris L.) dan Ekstrak Daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) Menggunakan Metode Penghambatan Enzim α–Glukosidase Secara In Vitro” Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2017 sampai dengan Maret 2018 di Laboratorium Teknologi Pangan

(10)
(11)

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

PENDAHULUAN... 1

Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 5

Tujuan Penelitian ... 7

Kegunaan Penelitian... 7

Hipotesis Penelitian ... 7

TINJAUAN PUSTAKA... 8

Diabetes Mellitus ... 9

Oral Diabetik ... 11

Enzim α-Glukosidase ... 12

Uji Penghambatan Enzim α-Glukosidase ... 14

Buncis ... 16

Daun Pandan Wangi ... 19

Gula Darah ... 21

Antioksidan ... 23

Insulin ... 25

Senyawa Fitokimia ... 27

In-Vitro ... 31

METODE PENELITIAN ... 33

Waktu dan Tempat Penelitian ... 33

Bahan Penelitian... 33

Reagensia Penelitian ... 33

Alat Penelitian ... 33

Metode Penelitian... 34

Model Rancangan... 34

Pelaksanaan Penelitian ... 35

Pengamatan dan Pengukuran Data ... 37

(12)

Analisis skrining fitokimia ekstrak bubuk buncis dan ekstrak bubuk

daun pandan wangi ... 47

Kandungan Antioksidan dengan Metode FRAP (Ferric reducing antioxidant power) ... 55

Penghambatan Enzim -Glukosidase ... 59

KESIMPULAN DAN SARAN ... 63

DAFTAR PUSTAKA ... 65

LAMPIRAN ... 68 1. Hasil pengujian skrinning fitokimia

2. Standar larutan pembanding asam askorbat 3. Nilai aktivitas antioksidan

4. Data pengamatan dan data sidik ragam aktivitas anioksidan ekstrak buncis dan daun pandan wangi

5. Data pengujian penghambatan enzim –glukosidase

(13)

Hal Tabel 1. Kandungan gizi bahan Per 100 g bahan ... 18 Tabel 2. Jenis-jenis insulin (di pasaran) ... 26 Tabel 3. Kandungan gizi bahan baku buncis dan daun pandan wangi... 46 Tabel 4. Skrining fitokimia perbandingan ekstrak buncis dan daun pandan

wangi ... 48 Tabel 5. Uji LSR kandungan antioksidan perbandingan ekstrak buncis dan

ekstrak bubuk daun pandan wangi. ... 56 Tabel 6. Hasil uji IC50 aktivitas enzim α-glukosidase perlakuan P4

(Perlakuan terbaik) ... 60

(14)

Hal

Gambar 1. Siklus dan tahapan glikolisis ... 14

Gambar 2. Reaksi enzimatis enzim α–glukosidase dan p-nitrofenil-α-D-glukopiranosa ... 16

Gambar 3.Struktur Flavonoid ... 28

Gambar 4. Bagan alir pembuatan serbuk buncis dan daun pandan wangi .... 43

Gambar 5. Pembuatan ekstrak serbuk buncis dan daun pandan wangi... 44

Gambar 6. Pengujian penghambatan aktivitas α-Glukosidase ... 45

Gambar 7. Reaksi uji Meyer ... 50

Gambar 8. Reaksi uji Dragendroff ... 51

Gambar 9. Reaksi polifenol... 53

Gambat 10. Kandungan antioksidan pada setiap perlakuan perbandingan ekstrak bubuk buncis dan ekstrak bubuk daun pandan wangi ... 56

(15)

Latar Belakang

Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu gangguan kesehatan atau penyakit di mana tubuh penderita tidak bisa secara normal mengendalikan tingkat konsentrasi gula (glukosa) dalam darahnya. Penderita diabetes mellitus tidak bisa memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup, sehingga terjadi kelebihan gula di dalam tubuh. Kelebihan gula yang kronis di dalam darah (hiperglikemia) tersebut akan menjadi racun bagi tubuh. Penyakit diabetes mellitus merupakan penyakit degeneratif yang memerlukan upaya penanganan yang tepat dan serius karena, dampaknya akan membawa berbagai komplikasi penyakit serius lainnya, seperti penyakit jantung, stroke, disfungsi ereksi, gagal ginjal, kerusakan sistem syaraf dan lain-lain (Dipiro, et al., 2005).

Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Indonesia menempati urutan keenam di dunia sebagai negara dengan jumlah penderita diabetes mellitus terbanyak setelah India, China, Uni Sovyet, Jepang, dan Brasil. Jumlah penderita diabetes mellitus di Indonesia pada tahun 2000 mencapai 5,6 juta dengan peningkatan sebanyak 230.000 pasien diabetes mellitus per tahun, sehingga pada tahun 2015 diperkirakan akan mencapai 20 juta penderita (Dipiro, et al., 2005).

Penatalaksanaan diabetes melitus tipe 2 dimulai dengan diet, latihan fisik dan pengaturan aktivitas fisik. Jika diet yang dilakukan (minimal selama 3 bulan) dan latihan fisik tidak cukup untuk menurunkan kadar glukosa darah, maka diperlukan pemberian antidiabetika secara oral.

(16)

Kadar gula dalam darah akan dijaga keseimbangannya oleh hormon insulin yang diproduksi oleh kelenjar sel beta pankreas. Mekanisme kerja hormon insulin dalam mengatur keseimbangan kadar gula dalam darah adalah dengan mengubah gugusan gula tunggal (glukosa) menjadi gugusan gula majemuk (glikogen) yang sebagian besar disimpan dalam hati dan sebagian kecil disimpan dalam otak sebagai cadangan pertama. Namun, jika kadar gula dalam darah masih berlebihan, maka hormon insulin akan mengubah kelebihan gula tersebut menjadi lemak melalui suatu proses kimia, dan kemudian menyimpannya sebagai cadangan kedua (Widowati dan Wahyu, 2008).

Penderita DM terbagi menjadi 2, yaitu DM tipe I dan DM tipe II. DM tipe I merupakan penyakit hiperglikemia akibat ketiadaan absolut insulin, sedangkan DM tipe II merupakan penyakit hiperglikemia akibat insetivitas sel terhadap insulin. Penderita DM tipe II berkaitan dengan hiperglikemia postprandial, sehingga penderita harus menghadapi terapi dalam mengontrol hiperglikemia.

Mengontrol kadar glukosa postprandial merupakan salah satu strategi dalam menghadapi DM tipe II sehingga dapat dilakukan pendekatan terapeutik dengan menunda absorpsi glukosa dengan cara menghambat enzim penghidrolisa pati, yang terdapat pada organ pencernaan (Yuhao, et al., 2005).

Enzim-enzim α-glukosidase (maltase, isomaltase, glukomaltase dan sukrase) berfungsi untuk menghidrolisis oligosakarida dan disakarida pada dinding halus usus. Inhibisi kerja enzim ini secara efektif dapat mengurangi peningkatan kadar glukosa postprandial pada penderita DM tipe II. Beberapa inhibitor sintetik yang digunakan secara klinis seperti akarbosa dan miglitol, yang menginhibisi enzim glikosidase seperti enzim α-glukosidase. Namun penggunaan

(17)

inhibitor α-glukosidase memiliki efek samping. Efek samping utama dari inhibitor α-glukosidase seperti terjadi kembung, mual, diare, dan flatulensi.

Inhibitor α-glukosidase alami yang berasal dari bahan alam dapat digunakan sebagai pendekatan terapi dalam mengobati hiperglikemia postprandial karena memiliki efek samping yang rendah pada kadar darah (Sudha, et al., 2011).

Inhibitor enzim α-glukosidase merupakan salah satu agen antidiabetik yang bekerja dengan cara menghambat enzim α-glukosidase. Pengurangan penyerapan karbohidrat dari makanan oleh usus merupakan sebuah pendekatan terapeutik bagi hiperglikemia postpandrial. Polisakarida kompleks akan dihidrolisis oleh enzim amilase menjadi dekstrin dan dihidrolisis lebih lanjut menjadi glukosa oleh enzim α-glukosidase sebelum memasuki sirkulasi darah melalui penyerapan epitelium.

Pada pengujian secara in vitro, penghambatan enzim α-glukosidase diharapkan dapat mencegah proses glikolisis berlebihan yaitu, menghambat glukosa 6-fosfat untuk terus merangsang insulin maka digunakan antioksidan dan senyawa fitokimia dalam proses secara in vitro, PNPG (p-nitrophenyl-alpha-D- glucopyranoside) adalah substrat β-glukuronidase kromogenik yang menghasilkan larutan kuning, digunakan sebagai substrat, dihidrolisis secara aktif oleh enzim α- glukosidase (Dahlan, 2008).

Insulin adalah hormon di dalam tubuh manusia yang dihasilkan oleh sel beta pulau langerhans di dalam kelenjar pankreas yang merupakan suatu polipeptida (protein) di mana jika kadar glukosa darah meningkat, kelenjar pankreas akan mengeluarkan insulin dan masuk ke aliran darah, dan selanjutnya disalurkan ke berbagai tempat dengan pembagian yaitu pada reseptor hati sebesar 50 %, pada ginjal 10- 20%, pada sel darah, otot, dan jaringan lemak 30-40%.

(18)

Apabila kadar insulin keadaan normal atau tidak terganggu fungsinya, kelebihan gula dalam darah akan segera digunakan untuk metabolisme tubuh.

Tingkat glukosa tinggi pada penderita diabetes mellitus akan menghabiskan insulin yang rendah sehingga memacu meningkatkan kadar gula di dalam darah karena produksi insulin tidak mampu untuk mengubah glukosa darah menjadi glikogen di dalam sel. Senyawa antioksidan dan senyawa fitokimia dapat menghambat perubahan glukosa menjadi glukosa 6-fosfat, membantu insulin yang tidak maksimal dikeluarkan oleh beta pankreas (Dahlan, 2008).

Perumusan Masalah

Setiap hari manusia mengonsumsi makanan yang secara umum mengandung karbohidrat, lemak, dan protein. Fungsi gula di dalam tubuh ialah sebagai sumber tenaga atau energi gerak, sumber energi spesifik bagi sel otak dan jaringan saraf dan juga berfungsi dalam pembentukan protein dan lemak.

Penggunaan obat-obat alam, merupakan gerakan Kembali ke alam atau Back to Nature. Hal ini disebabkan oleh keyakinan bahwa mengkonsumsi obat alami relatif lebih aman dibanding dengan obat sintetik yang memiliki banyak efek samping negatif (Noer, et al, 2015).

Pemakaian obat-obat sintesis sebagai antidiabetes kemungkinan memiliki efek samping yang tidak dikehendaki jika digunakan dalam waktu relatif lama.

Oleh karena itu masyarakat lebih menyukai obat-obat herbal untuk terapi suatu penyakit, karena obat herbal diyakini lebih aman dan dapat meminimalkan efek samping terhadap tubuh. Ada beberapa tanaman yang dipercaya dapat menurunkan kadar gula darah, salah satunya adalah tanaman daun pandan wangi dan buncis. Penurunan kadar gula darah bagi penderita diabetes mellitus diduga

(19)

oleh kandungan senyawa aktif daun pandan seperti flavonoid, terpenoid, steroid dan senyawa fitokimia lainnya yang berpotensi sebagai antidiabetes secara in vitro (Dewi, et al., 2012). Indonesia merupakan penghasil buncis dan daun pandan wangi, tetapi pemakaian buncis dan daun pandan wangi di Indonesia masih rendah. Hal ini diduga karena masyarakat belum banyak mengetahui khasiat buncis dan daun pandan wangi selain untuk sayur dan pewangi serta pewarna pada makanan. Kandungan yang dimiliki pandan yaitu golongan senyawa flavonoid, alkaloid, saponin, tanin, polifenol, dan zat warna berfungsi sebagai antidiabetes (Dewanti dan Sofian, 2016).

Reaksi enzim α-glukosidase dengan substrat (karbohidrat) akan dipecah menjadi disakarida dan oligosakarida, proses ini terjadi pada hidrolisis alpha glukopiranosida, sehingga menghasilkan alpha-D-glukosa dari gula non reduksi.

Penghambatan enzim α-glukosidase memerlukan substrat PNPG. Substrat PNPG merupakan salah satu substrat yang aktif untuk dihidrolisis dalam penghambatan enzim α-glukosidase. Senyawa antioksidan dan senyawa fitokimia akan berperan dalam menghambat enzim α-glukosidase dalam menghidrolisis PNPG secara in- vitro.

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

 Bagaimana cara memanfaatkan buncis dan daun pandan wangi sebagai

salah satu pangan lokal menjadi pangan fungsional untuk penurunan gula darah secara in-vitro ?

 Apakah senyawa fitokimia pada ekstrak buncis dan ekstrak daun pandan wangi mempunyai senyawa fitokimia yang cukup untuk menurunkan

(20)

kadar gula darah pada setiap perbandingan perlakuan pada penelitian secara in-vitro ?

 Berapa besar peranan antioksidan pada ekstrak buncis dan ekstrak daun pandan wangi di setiap perlakuan berpengaruh dalam menghambat enzim α-glukosidase secara in-vitro?

 Perlakuan kombinasi ekstrak buncis dan ekstrak daun pandan wangi mana yang tepat untuk penurunan gula darah secara in-vitro ?

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

 Mengetahui cara pemanfaatan buncis dan daun pandan wangi sebagai salah

satu sumber pangan fungsional untuk menurunkan kadar gula darah secara in vitro.

 Mengetahui pengaruh ekstrak buncis dan daun pandan wangi serta kombinasinya terhadap aktivitas enzim α-glukosidase.

 Mengetahui perlakuan terbaik dalam menghambat aktivitas enzim α- glukosidase.

 Mengetahui efek ekstrak buncis dan daun pandan wangi dalam penurunan kadar gula darah secara in-vitro.

 Mengetahui aktivitas senyawa penghambat α-glukosidase untuk mengurangi kadar gula darah secara in-vitro.

 Mengetahui dosis yang tepat sehingga berpengaruh pada penurunan kadar gula darah secara in-vitro.

 Membandingkan nilai penghambatan perlakuan terbaik dengan IC50

(21)

Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :

 Memberikan sumbangan ilmiah yaitu informasi tentang fraksi senyawa aktif penghambat α-glukosidase secara in-vitro.

 Mengoptimalkan penggunaan buncis dan daun pandan wangi.

 Meningkatkan nilai ekonomis buncis dan daun pandan wangi.

 Meningkatkan wawasan masyarakat tentang tanaman herbal yang berpengaruh secara in-vitro.

 Menjadikan buncis dan daun pandan wangi sebagai pangan fungsional di masyarakat.

Hipotesis Penelitian

Adanya pengaruh perbandingan ekstrak bubuk buncis dan ekstrak bubuk daun pandan wangi terhadap aktivitas penghambatan enzim α-glukosidase untuk menurunkan gula darah secara in-vitro.

(22)

Diabetes Mellitus (DM)

Diabetes mellitus dalam istilah kedokteran dikenal dengan nama penyakit gula atau kencing manis. Penyakit diabetes mellitus merupakan sekumpulan gejala yang timbul, ditandai kadar glukosa darah melebihi normal (hiperglikemia) akibat tubuh kekurangan insulin baik absolut maupun relatif. Penyakit ini dapat terjadi pada semua lapisan umur dan bersifat menahun atau kronik. Masalahnya, lebih dari 50% penderita diabetes mellitus tidak menyadari bahwa ia mengidap penyakit tersebut dan tidak berobat ke dokter sehingga dapat menimbulkan berbagai komplikasi kronik.

Komplikasi kronik akibat perjalanan penyakit ini, yaitu gangguan pembuluh darah kecil (mikroangiopati) yang umumnya mengenai organ mata dan ginjal serta gangguan pembuluh darah besar (makroangiopati) yang umumnya mengenai pembuluh darah jantung, otak, dan kaki serta gangguan pada saraf (neuropati). Pengobatan yang diberikan pada pasien diabetes mellitus bertujuan untuk mengendalikan kadar glukosa darah agar selalu berada dalam kondisi normal atau terkontrol. Pemberian obat antidiabetik oral (glibenclamide, tolbutamid, biguanid, dan lain-lain) dapat menurunkan kadar glukosa darah pasien DM dengan dosis dan indikasi tertentu. Selain obat-obatan, penerapan pola hidup sehat berupa pengaturan diet dan olahraga juga dapat membantu kontrol gula darah pasien DM. Pengobatan dengan agen hipoglikemik dapat dilakukan dengan menggunakan obat kimiawi sintetis maupun obat tradisional (Jafar dan Nurhaedar, 2009).

(23)

Diabetes melitus dapat terjadi pada anak remaja dan semua golongan usia tetapi beberapa kasus ditemukan diabetes ini juga terjadi pada orang dewasa, khususnya yang non obesitas. Keadaan tersebut ditandai dengan gangguan katabolisme yang disebabkan tidak terdapat insulin dalam sirkulasi dan sel-sel ß- pankreas gagal merespon semua stimulus insulinogenik. Sekresi glukagon yang berlebih juga ditemukan pada pasien DM tipe 1, di mana normalnya, keadaan hiperglikemia akan menurunkan sekresi glukagon. Namun pada kasus DM tipe 1, sekresi glukagon tetap tinggi, sehingga memperparah kondisi hiperglikemia (Febrinda, dkk., 2013).

Sumber stres oksidatif pada pasien diabetes mellitus di antaranya karena perpindahan keseimbangan antara reaksi redoks ylaitu perpindahan metabolisme karbohidrat dan lipid yang akan meningkatkan pembentukan ROS (Reactive Oxygen Species) dari reaksi glikasi dan oksidasi lipid sehingga, menurunkan sistem pertahanan antioksidan. Pemberian antioksidan berupa vitamin dapat mengurangi stres oksidatif bagi penderita diabetes mellitus tipe-1 baik kronis maupun akut dan sebagian besar antioksidan dalam plasma darah dapat berkurang pada penderita diabetes mellitus tipe-2 karena komplikasi penyakit lain antara lain aterosklerosis dan penyakit jantung koroner. Antioksidan golongan fenol seperti catechin dan antioksidan sintetik BHT (butylated hydroxyl toluene) dan BHA (butylated hydroxyanysole) dapat menghambat proses Millard. Pemberian antioksidan dan komponen senyawa polifenol menunjukkan dapat menangkal radikal bebas, mengurangi stress oksidatif, menurunkan ekspresi tumor necrosis faktor-α (TNA-α) (Widowati dan Wahyu, 2008).

(24)

Oral Antidiabetik (OAD)

Oral antidiabetik dapat berguna untuk penderita diabetes mellitus yang alergi insulin atau tidak mau memakai obat. Kemudian, akhirnya ditemukan golongan obat OAD, yaitu sulfonilurea dan biguanid. Pemakaian klinis OAD harus didahului dengan pemeriksaan laboratorium dan penetapan diagnosis.

Diabetes mellitus pada usia muda, kehamilan dan diabetes mellitus berat disertai komplikasi mutlak memerlukan insulin dan tidak dapat ditolong dengan OAD.

(Widowati dan Wahyu, 2008). Selain itu, obat sintetis lainnya yang dapat meningkatkan resiko hipoglikemia (kadar glukosa kurang dari normal) adalah fenformin, sulfonamid, salisilat dosis besar, fenilbutazon, oksifenbutazon, probenezid, dikumarol, kloramfenikol, penghambat MAO, guanetidin, anabolik steroid, fenfluramin, dan klofibrat. (Rohmatussolihat, 2009).

Pengobatan dengan bahan herbal dikembangkan dengan dugaan dapat berkhasiat dalam menghambat aktivitas enzim α-glukosidase. α-glukosidase adalah enzim yang bertanggung jawab terhadap penguraian pati dan disakarida menjadi glukosa. Pati dicerna oleh enzim di dalam usus menjadi gula yang lebih sederhana, kemudian diserap ke dalam tubuh dan meningkatkan kadar gula darah.

Inhibitor α-glukosidase secara kompetitif menghambat enzim α-glukosidase di usus dan mengurangi lonjakan kadar gula darah setelah makan dengan memperlambat pencernaan dan absorpsi pati dan disakarida. Penghambatan pada enzim α-glukosidase dapat menunda penyerapan karbohidrat pada saluran pencernaan, sehingga dapat mencegah peningkatan konsentrasi glukosa darah setelah makan (Maritim, et al., 2003).

(25)

Enzim -glukosidase

Enzim α-glukosidase adalah enzim yang berperan dalam konversi karbohidrat menjadi glukosa. Karbohidrat akan dicerna oleh enzim di dalam mulut dan usus menjadi gula yang lebih sederhana kemudian diserap ke dalam tubuh dan meningkatkan kadar gula darah. Glukosa yang dihasilkan tersebut selanjutnya akan diabsorpsi pada lumen usus halus dan masuk ke dalam sirkulasi darah sehingga dapat meningkatkan kadar glukosa darah (Luo, et al., 2012). Oleh karena itu enzim α-glukosidase tersebut perlu dihambat untuk menekan peningkatan glukosa darah. Proses pencernaan karbohidrat menyebabkan pankreas melepaskan enzim α-glukosidase ke dalam usus untuk mencerna karbohidrat menjadi oligosakarida yang diubah menjadi glukosa dan dikeluarkan oleh sel-sel usus halus lalu diserap ke dalam tubuh dengan dihambatnya kerja enzim α-glukosidase, kadar glukosa dalam darah dapat dikembalikan dalam batas normal (Tera, 2011).

Obat antidiabetik alami termasuk kelompok obat baru, yang berdasarkan pada persaingan inhibisi enzim α-glukosidase di mukosa, duodenum sehingga penguraian polisakarida menjadi monosakarida menjadi terhambat dengan demikian, glukosa dilepaskan lebih lambat dan absorpsinya ke dalam darah juga kurang cepat, lebih rendah dan merata, sehingga memuncaknya kadar gula dalam darah dihindarkan. Kerja ini mirip dengan efek makanan yang kaya akan serat gizi. Tidak ada kemungkinan hipoglikemia terutama berguna pada penderita kegemukan, kombinasi dengan obat lain memperkuat efeknya. Obat golongan inhibitor α-glukosidase (akarbose) mempunyai mekanisme kerja menghambat kerja enzim α-glukosidase yang terdapat pada “brush border” di permukaan

(26)

membran usus halus. Mekanisme aksi dari α-glukosidase inhibitor hanya terbatas dalam saluran pencernaan beberapa metabolisme (Purba dan Martosupono, 2009).

Glukosidase dikenal juga sebagai amiloglukosidase. Sumber utama glukosidase adalah dari bakteri dan jamur. Selain itu, glukosidase juga terdapat di usus halus. Kisaran massa glukosidase berada pada rentang dari 37 -112 kDa, tidak memiliki kofaktor, dan menunjukkan optimasi pada kisaran pH 3,5 – 6,0 dan 40 – 70ºC. Glukosidase menghidrolisis karbohidrat dengan bekerja pada ikatan α- 1,4- glukosidin. Meskipun glukosidase selektif pada ikatan α-1,4-glukosidin, glukosidase juga dapat bekerja secara perlahan pada ikatan α-1,6 amilopektin dan pullulan. Produk hasil hidrolisis dari glukosidase adalah glukosa. Berdasarkan arah memutusnya ikatan glikosida dari amilum, maka enzim glukosidase termasuk ke dalam kelompok enzim eksoamilase. Hal tersebut karena glukosidase melakukan hidrolisis dari ujung nonreduksi dan dengan produk akhir molekul yang pendek yaitu glukosa. Glukosa yang dihasilkan tersebut selanjutnya akan diabsorpsi pada lumen usus halus dan masuk ke dalam sirkulasi darah sehingga dapat meningkatkan kadar glukosa darah (Luo, et al., 2012). Oleh karena itu enzim α-glukosidase tersebut perlu dihambat untuk menekan peningkatan glukosa darah. Siklus dan tahapan glikolisis dapat dilihat pada Gambar 1.

(27)

Gambar 1. Siklus dan tahapan glikolisis (Duke, 1981)

Uji Penghambatan Enzim α-glukosidase

Senyawa penghambat α-glukosidase bekerja menghambat enzim α- glukosidase yang terdapat pada dinding usus halus. Enzim α-glukosidase (maltase, isomaltase, glukomaltase dan sukrase) berfungsi untuk menghidrolisis oligosakarida pada dinding usus halus. Penghambatan kerja enzim ini secara efektif mengurangi pencernaan karbohidrat kompleks dan absorbsinya, sehingga dapat mengurangi peningkatan kadar glukosa post-pradial pada penderita diabetes. Efek samping penghambatan α-glukosidase yaitu kembung,

(28)

buang angin dan diare. Supaya lebih efektif harus dikonsumsi bersama makanan.

Obat yang termasuk penghambat enzim α-glukosidase adalah akarbose, miglitol dan oglibose (Maritim, et al., 2003).

Penghambatan enzim α-glukosidase merupakan salah satu cara untuk menurunkan kadar glukosa darah. Penghambatan enzim α-glukosidase dapat mengurangi pencernaan karbohidrat dan absorpsinya sehingga mengurangi peningkatan gula darah postprandial (Manaharan, et al., 2011). Senyawa yang dapat menghambat kerja enzim α-glukosidase tersebut dapat digunakan sebagai obat oral untuk penderita diabetes melitus tipe 2. Obat golongan penghambat enzim α-glukosidase tidak menyebabkan hipoglikemia dan tidak berpengaruh pada kadar insulin kecuali, akarbosa, miglitol, dan voglibosa. Semua substansi yang dapat mengurangi kecepatan reaksi yang dikatalisis oleh enzim disebut sebagai penghambat (inhibitor). Berdasarkan ikatan enzim, inhibitor dibagi menjadi 2 yaitu, inhibitor reversibel dan inhibitor irrevesibel. Inhibitor reversibel berikatan dengan enzim melalui ikatan non-kovalen, sedangkan inhibitor irrevesibel berikatan dengan enzim melalui ikatan kovalen (Champe, et al., 2005).

Pengujian penghambatan aktivitas enzim α-glukosidase dapat dilakukan secara in vitro. Salah satu substrat yang dapat digunakan untuk pengujian penghambatan aktivitas enzim α-glukosidase adalah p-nitrofenil-α-D- glukopiranosa (PNGP) sebagai substrat (Matsumoto, et al., 2002). Enzim α- glukosidase akan menghidrolisis p-nitrofenil-α-D-glukopiranosa menjadi D- glukopiranosa dan pnitrofenol (Pada Gambar 2.) yang berwarna kuning. Intensitas warna yang terbentuk dari p-nitrofenol ditentukan absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 400 nm. Semakin tinggi

(29)

kemampuan ekstrak tanaman menghambat aktivitas α-glukosidase, maka p- nitrofenol yang terbentuk akan semakin berkurang dan semakin kecil nilai absorbansi yang diperoleh (Hartati, et al., 2010).

Glukoamilase menghidrolisis substrat p-nitrophenyl-alpha-D- glucopyranoside (PNPG) sampai glukosa dan p-nitrophenol (PNP) pada kondisi pH basa. PNP yang dilepaskan proporsional dengan aktivitas enzim dan diukur di 400 nm. Aktivitas enzim dinyatakan dalam unit gluco amylase (GAU). Satu GAU didefinisikan sebagai jumlah glukoamilase yang melepaskannya gram glukosa per jam (= 5,6 mmol glukosa per jam) dari larut substrat pati pH 4,3 dan suhu 30 ºC.

Reaksi enzimatis PNPG dihidrolisis oleh α-glukosidase dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Reaksi enzimatis enzim α-glukosidase dan p-nitrofenil- α-D- qqqqqqqq.qqqglukopiranosa (Mohan, et al., 2013).

Buncis

Buncis merupakan salah satu jenis tanaman sayuran polong yang memiliki banyak kegunaan. Sebagai bahan sayuran, polong buncis dapat dikonsumsi dalam keadaan muda atau dikonsumsi bijinya. Tanaman buncis bukan tanaman asli Indonesia, tetapi berasal dari Meksiko selatan dan Amerika Tengah. Buncis yang dibudidayakan oleh masyarakat di Indonesia memiliki banyak jenis. Dari ragam

(30)

varietas tersebut, tanaman buncis secara garis besar dibagi dalam dua tipe, yaitu buncis tipe merambat dan buncis tipe tegak atau tidak merambat (Cahyono, 2007).

Sistematika tanaman buncis (Phaseolus vulgaris L.) dapat dilihat seperti berikut :

Superdivisio : Spermatophyta (menghasilkan biji) Divisio : Magnoliophyta (berbunga)

Classis : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) Sub-Classis : Rosidae

Ordo : Fabales

Familia : Fabaceae (suku polong-polongan) Genus : Phaseolus

Spesies : Phaseolus vulgaris L.

Sinonim : Phaseolus esculentus Salisb. (Duke, 1981).

Morfologi tanaman buncis merupakan semak yang menjalar, tingginya dapat mencapai 2-3 meter, dapat tumbuh baik pada ketinggian tempat 1.000-1.500 m dpl. Batang buncis berwarna hijau, tegak, bulat, lunak dan membelit. Sementara daunnya merupakan daun majemuk, berbentuk lonjong, panjangnya sekitar 8-13 cm dan lebar 5-9 cm, berambut dengan ujung meruncing, pangkal membulat, tepi rata, pertulangan menyirip, tangkai persegi, beranak daun tiga, tidak berwarna hijau tua. Bunga buncis merupakan bunga majemuk, berbentuk tandan yang tumbuh di ketiak daun, panjang tangkai sekitar 5 cm, warna hijau keunguan.

Kelopak bunga berbentuk segitiga, berambut, panjang 2-3 cm, mahkota berbentuk kupu-kupu dan berwarna ungu, benang sari berlekatan dan berwarna putih, sertamemiliki rambut berwarna ungu. Buncis merupakan buah polong dengan

(31)

panjang sekitar 10 cm. bila masih muda, buah berwarna hijau. Buncis dapat dipanen saat berumur 7-8 minggu setelah tanam (Cahyono, 2007).

Kandungan kimia dalam buah, batang, dan daun adalah alkaloid, saponin, polifenol, dan flavonoid, asam amino, asparagin, tannin, fasin (toksalbumin).

Sementara adanya kandungan kimia pada biji buncis adalah glukoprotein, tripsin inhibitor, hemaglutinin, stigmasterol, sitosterol, kaempesterol, allantoin dan inositol (Rukmana, 1998).

Kulit biji mengandung leukopelargonidin, leukosianidin, kaempferol, kuersetin, mirisetin, pelargonidin, sianidin, delfinidin, pentunididin dan malvidin. Buncis segar mengandung vitamin A dan vitamin C dan nilai antioksidan sebesar 89,90 μg/mL (Duke, 1981). Kandungan buncis per 100 g bahan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan gizi buncis per 100 g bahan

No. Jenis zat gizi Jumlah kandungan gizi

1. Energi (Kal) 54 l

2. Protein (g) 5,4

3. Lemak (g) 0,2

4. Karbohidrat (g) 7,7

5. Kalsium (mg) 6,5

6. Fosfor (mg) 4,4

7. Serat (g) 1,2

8. Besi (mg) 1,2

9. Vitamin A 630,0

10. Vitamin B1/Thiamin (mg) 0,08 11. Vitamin B2/Riboflavin (mg) 0,1 12 Vitamin B3/Niacin (mg) 0,7

13. Vitamin C (mg) 19,0

14. Air (g) 89

Sumber : Cahyono (2007)

(32)

Daun Pandan Wangi

Indonesia sebagai negara tropis memiliki beraneka tanaman yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan manusia. Masyarakat Indonesia sejak jaman dahulu telah mengenal dan memanfaatkan tanaman yang mempunyai khasiat obat atau menyembuhkan penyakit. Tanaman tersebut dikenal dengan sebutan tanaman obat tradisional atau obat herbal. Salah satu tanaman tersebut adalah daun pandan wangi (Dalimartha, 2009).

Klasifikasi pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) sebagai berikut:

Regnum : Plantae

Divisio : Spermatophyta Classis : Monocotyledonae Ordo : Pandanales Familia : Pandanaceae Genus : Pandanus

Species : Pandanus amaryllifolius Roxb.

Morfologi pandan wangi adalah jenis tanaman monokotil dari famili Pandanaceae. Daunnya merupakan komponen penting dalam tradisi masakan Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara lainnya. Di beberapa daerah, tanaman ini dikenal dengan berbagai nama antara lain: Pandan Rampe, Pandan Wangi (Jawa), Seuke Bangu, Pandan Jau, Pandan Bebau, Pandan Rempai (Sumatera), Pondang, Pondan, Ponda, Pondago (Sulawesi), Kelamoni, Haomoni, Kekermoni, Ormon Foni, Pondak, Pondaki, Pudaka (Maluku), Pandan Arrum (Bali), Bonak (Nusa Tenggara). Tanaman pandan umumnya merupakan pohon atau semak yang

(33)

tegak, tinggi 3–7 meter, bercabang, kadang-kadang batang berduri, dengan akar tunjang sekitar pangkal batang. Daun umumnya besar, panjang 1–3 m, lebar 8–

12cm; ujung daun pandan segitiga lancip-lancip tepi daun dan ibu tulang daun bagian bawah berduri, tekstur daun berlilin, berwarna hijau muda–hijau tua. Buah letaknya terminal atau lateral, soliter atau berbentuk bulir atau malai yang besar (Dahlan, 2008).

Pandan wangi memiliki aroma yang khas pada daunnya. Komponen aroma dasar dari daun pandan wangi itu berasal dari senyawa kimia 2-acetyl-1- pyrroline (ACPY) yang terdapat juga pada tanaman jasmin, hanya saja konsentrasi ACPY pada pandan wangi lebih tinggi dibandingkan dengan jasmin. Pandan wangi memiliki senyawa metabolik sekunder yang merupakan suatu senyawa kimia pertahanan yang dihasilkan oleh tumbuhan di dalam jaringan tumbuhannya, senyawa tersebut bersifat toksik dan berfungsi sebagai alat perlindungan diri dari gangguan pesaingnya (hama). Kandungan daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) mengandung alkaloida, saponin, flavonoida.

Zat antioksidan di dalam pandan dapat diambil dengan metode ekstraksi pelarut dengan pelarut etanol. Etanol digunakan sebagai pelarut karena harganya tergolong murah, mudah didapat, dan relatif lebih aman penggunaannya untuk bahan pangan dibandingkan dengan pelarut organik lainnya. Ekstrak daun pandan yang diperoleh dapat dimanfaatkan sebagai antioksidan alami. Sehingga penggunaan antioksidan sintetik dapat dikurangi atau bahkan dihilangkan dan diganti dengan antioksidan alami. Jumlah dosis antioksidan yang telah diuji sebesar 90,89 μg/mL (Rukmana, 1998).

(34)

Gula Darah

Secara umum, makanan manusia mengandung karbohidrat, lemak, dan protein. Beberapa unsur yang termasuk dalam kelompok karbohidrat adalah gula, tepung, dan selulosa. Karbohidrat dalam makanan mempunyai beberapa fungsi utama yang tidak dapat digantikan oleh zat makanan yang lain. Gula di dalam tubuh berfungsi sebagai sumber tenaga atau energi gerak, sumber energi spesifik bagi sel otak dan jaringan saraf. Selain itu, gula juga berfungsi dalam pembentukan protein dan lemak (Rohmatussolihat, 2009).

Proses penyediaan tenaga, gula merupakan bahan utama yang diperlukan dalam proses kimia untuk menghasilkan bahan energi tinggi ATP (Adenosin Triphospat). Pada saat otot berkontraksi, otot memerlukan tenaga. Pada saat itu, ATP dipecah menjadi ADP (Adenosin Diphosphat), sehingga dapat dihasilkan energi yang dapat digunakan untuk bekerja atau berolah raga. Oleh karena itu, gula dapat diibaratkan sebagai bahan bakar utama bagi aktivitas manusia. Gula dalam darah terutama diperoleh dari fraksi karbohidrat yang terdapat dalam makanan. Gugus atau molekul gula dalam karbohidrat dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu gugus gula tunggal (monosakarida), yaitu karbohidrat yang terdiri atas gugusan gula, misalnya glukosa dan fruktosa dan gugus gula majemuk, yang terdiri atas dua kelompok sebagai yaitu disakarida atau karbohidrat yang terdiri atas dua gugusan gula, misalnya sukrosa dan laktosa dan polisakarida yang terdiri atas banyak gugusan gula, misalnya tepung (amilum), selulosa, dan glikogen (Rohmatussolihat, 2009).

Kadar gula dalam darah dapat dijaga keseimbangannya oleh hormon insulin yang diproduksi oleh kelenjar sel beta pankreas di perut. Mekanisme kerja

(35)

hormon insulin dalam mengatur keseimbangan kadar gula dalam darah adalah dengan mengubah gugusan gula tunggal menjadi gugusan gula majemuk yang sebagian besar disimpan dalam hati dan sebagian kecil disimpan dalam otak sebagai cadangan pertama. Namun, jika kadar gula dalam darah masih berlebihan, maka hormon insulin akan mengubah kelebihan gula tersebut menjadi lemak dan protein melalui suatu proses kimia, dan kemudian menyimpannya sebagai cadangan kedua (Dahlan, 2008).

Gula setiap saat didistribusikan ke seluruh sel tubuh sebagai bahan bakar yang digunakan dalam seluruh aktivitas hidup. Jika dalam kondisi puasa sehingga tidak ada makanan yang masuk, maka cadangan gugusan gula majemuk dalam hati akan dipecah dan dilepaskan ke dalam aliran darah. Namun jika ternyata masih diperlukan tambahan gula, maka cadangan kedua berupa lemak dan protein juga akan diuraikan menjadi glukosa. Secara umum metode pengukuran glukosa darah dapat ditentukan dengan beberapa cara atau metode yaitu:

a. Metode kondensasi gugus amin

Prinsipnya adalah aldosa dikondensasi dengan orto toluidin dalam suasana asam dan akan menghasilkan larutan yang berwarna hijau setelah dipanaskan. Kadar glukosa dalam darah dapat ditentukan sesuai dengan intensitas warna yang terjadi, diukur secara spektrofotometri.

b. Metode enzimatik

Glukosa dapat ditentukan kadarnya secara enzimatik, misalnya dengan penambahan enzim glukosa oksidase (GOD) dengan adanya oksigen atau udara, glukosa dioksidasi oleh enzim menjadi asam glukuronat disertai pembentukan

(36)

H2O2. Enzim peroksidase (POD) mengakibatkan H2O2 membebaskan O2 yang mengoksidasi akseptor kromogen yang sesuai serta memberikan warna yang sesuai pula. Kadar glukosa darah ditentukan berdasarkan intensitas warna yang terjadi, diukur secara spektrofotometri.

c. Metode reduksi

Prinsipnya adalah dengan menentukan kadar glukosa darah secara reduksi dengan menggunakan suatu oksidan ferisianida yang direduksi menjadi ferosianida oleh glukosa dalam suasana basa dengan pemanasan. Kemudian, kelebihan garam feri dititrasi secara iodometri.

d. Metode pemisahan glukosa

Prinsipnya adalah glukosa dipisahkan dalam keadaan panas dengan antron atau timol dalam suasana asam sulfat pekat. Glukosa juga dapat dipisahkan secara kromatografi, akan tetapi jarang dilakukan (Maritim, et al., 2003).

Antioksidan

Antioksidan didefinisikan sebagai inhibitor yang bekerja menghambat oksidasi dengan cara bereaksi dengan radikal bebas reaktif dan membentuk senyawa non-radikal bebas yang tidak reaktif dan relatif stabil (Winarsi, 2007).

Antioksidan merupakan zat yang dapat menetralkan radikal bebas, atau suatu bahan yang berfungsi untuk mencegah sistem biologi tubuh dari efek merugikan yang timbul dari proses ataupun reaksi yang menyebabkan oksidasi yang berlebihan. Sementara, radikal bebas adalah senyawa kimia yang mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan, senyawa ini harus mencari elektron lain sebagai pasangan (Hernani dan Raharjo, 2005). Berbagai kemungkinan dapat

(37)

terjadi sebagai akibat dari kerja radikal bebas, termasuk gangguan fungsi sel, kerusakan struktur sel, penyakit degeneratif hingga kanker (Winarsi, 2007).

Antioksidan adalah senyawa yang berada pada konsentrasi lebih rendah dari substratnya secara signifikan dapat menunda atau mencegah oksidasi (Moein, dkk., 2007). Senyawa ini dapat menghentikan reaksi radikal bebas. Antioksidan yang sering digunakan sebagai pengawet pada bahan makanan adalah antioksidan sintetik seperti Butylated Hydroxyanisole (BHA), Butylated Hydroxytoluene (BHT), Propyl Gallat (PG), dan Etylene Diamine Tetra Acetic Acid (EDTA).

Penggunaan zat antioksidan ini dapat menimbulkan gangguan kesehatan bagi konsumen antara lain fungsi hati, paru, mukosa usus, dan keracunan (Suryo dan Tohari, 1995). Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka dicari alternatif lain dengan mengganti penggunaan antioksidan sintetik dengan antioksidan alami yang belum dapat dipastikan tingkat keamanannya (Orhan, et al., 2009).

Antioksidan dapat dibagi menjadi antioksidan alami misalnya senyawa fenolik dan antioksidan sintetis yang dapat menghambat proses oksidasi lemak, kerusakan dan perubahan komponen senyawa organik. Antioksidan alami merupakan antioksidan hasil ekstraksi bahan alam tumbuhan di mana kandungan antioksidannya berhubungan dengan komposisi senyawa kimia yang terdapat di dalamnya (Kulisic, et al., 2006). Tumbuhan umumnya merupakan senyawa fenolik yang terletak pada hampir seluruh bagian tumbuhan seperti pada kayu, biji, daun, buah, akar, bunga ataupun serbuk sari (Sarastani, dkk., 2002). Di dalam bahan pangan keberadaan antioksidan untuk memperlambat kerusakan, ketengikan dan perubahan warna yang disebabkan oleh proses oksidasi. Hal itu dikarenakan adanya, kemampuan antioksidan dalam menyumbangkan radikal

(38)

hidrogen yang dapat menunda tahap inisiasi dalam pembentukan radikal bebas.

(Dungir, et al., 2012).

Aktivitas dari antioksidan sangat tergantung pada sifat oksidan atau ROS yang dikenakan pada sistem biologis, aktivitas dan jumlah antioksidan serta sifat sinergis dari antioksidan. Antioksidan sendiri memiliki mekanisme kerja dengan beberapa cara, yaitu dengan memutuskan rantai reaksi pembentukan radikal bebas dengan memberikan atom H misalnya pada α-tokoferol, dengan cara mengurangi konsentrasi oksigen reaktif misalnya pada glutation, dengan mengurangi radikal bebas pada tahap inisiasi misalnya pada superoksida dismutase, ataupun dengan cara mengkelat katalis logam transisi seperti logam Fe2+ dan Cu2+ misalnya pada flavonoid dan fenol (Kumar, 2011).

Insulin

Pankreas adalah suatu organ lonjong kira-kira 15 cm, yang terletak di belakang lambung dan sebagian di belakang hati. Organ ini terdiri dari 98% sel- sel sekresi ekstern, yang memproduksi enzim-enzim cerna (pankreatin) yang disalurkan ke duodenum. Sisanya terdiri dari kelompok sel (pulau Langerhans) dengan sekresi intern, yakni hormon-hormon insulin dan glukagon yang disalurkan langsung ke aliran darah. Resistensi insulin bisa terjadi akibat berbagai sebab, antara lain obesitas di mana, orang gemuk membutuhkan lebih banyak insulin daripada orang normal, gangguan jantung (infark, dekompensasi), obat- obat, misalnya kortikosteroid, diuretik tiazid (di atas 25 mg/hari) dan betablokers, dan stimulasi aktivitas sistem simpatikus secara akut (Hernani dan Raharjo, 2005).

Sekresi insulin berlangsung dalam dua fase, yaitu ada early peak (fase 1) dan fase lanjut (fase 2). Early peak terjadi pada 3-10 menit pertama setelah makan

(39)

yang memanfaatkan insulin yang disimpan dalam sel β-pankreas dilanjutkan suatu fase yang terjadi 20 menit setelah stimulasi glukosa. Saat kadar glukosa darah meningkat, sinyalnya ditangkap oleh sel β pankreas melalui glucose transporter 2 (GLUT2). Kemudian, glukosa dibawa ke dalam sel dan mengalami fosforilase menjadi glukosa-6-fosfat (G6P) dengan bantuan enzim glukokinase yang akan mengalami glikolisis menjadi asam piruvat dan juga menghasilkan ATP, di mana glikolisis dalam jumlah besar akan menutup kanal kalium sehingga terjadi penumpukan kalium dalam sel yang mengakibatkan depolarisasi sel dan terbukanya kanal kalsium. Kalsium akan masuk ke dalam sel dan insulin akan dilepaskan ke dalam sel (Umamaheswari, et al., 2007).

Insulin ini mulai menurunkan kadar gula dalam waktu 20 menit, mencapai puncaknya dalam waktu 2-4 jam dan bekerja selama 6-8 jam. Insulin kerja cepat seringkali digunakan oleh penderita yang menjalani beberapa kali suntikan setiap harinya dan disuntikkan 15-20 menit sebelum makan. Contohnya adalah insulin reguler, yang bekerja paling cepat dan paling sebentar. Mulai bekerja dalam waktu 1-3 jam, mencapai puncak maksimun dalam waktu 6-10 jam dan bekerja selama 18-26 jam. Insulin ini dapat disuntikkan pada pagi hari untuk memenuhi kebutuhan selama sehari dan dapat disuntikkan pada malam hari untuk memenuhi kebutuhan sepanjang malam. Contohnya adalah insulin suspensi seng dan insulin isofan. Efeknya baru akan terlihat atau timbul setelah 6 jam dan bekerja selama 28-36 jam. Terdapat berbagai jenis insulin di pasaran yang dapat dilihat pada Tabel 2.

(40)

Tabel 2. Jenis-jenis Insulin (di pasaran)

Tipe Short (Singkat) Intermediate

(Sedang) Long (Panjang) Contoh Insulin regular

(larut)

Isofan, lente suspensi, insulin

zink

Ultralente, kristalin, suspensi

insulin-zink

Mulai kerja 30 menit 1 -2 jam 4 – 6 jam

Puncak 2 – 4 jam 6 – 12 jam 16 -18 jam

Durasi Sampai 8 jam 18 – 24 jam 20 -36 jam

Sumber : Jafar dan Nurhaedar (2009)

Farmakodinamika (efek obat) insulin mempunyai efek penting yang memudahkan gerak glukosa menembus membran sel. Insulin membantu meningkatkan penyimpanan lemak dan glukosa ke dalam sel-sel sasaran yang mempengaruhi pertumbuhan sel serta fungsi metabolisme berbagai macam jaringan. Insulin bekerja pada hidrat arang, lemak serta protein, dan kerja insulin ini pada dasarnya bertujuan untuk mengubah arah lintasan metabolik sehingga gula, lemak dan asam amino dapat tersimpan dan tidak terbakar habis (Molyneux, 2004).

Senyawa Fitokimia

Senyawa fitokimia adalah senyawa kimia yang terdapat secara alami dalam tanaman (fito berarti "tanaman" dalam bahasa Latin). Beberapa bahan mempengaruhi warna atau sifat organoleptik lainnya, seperti ungu tua pada blueberries dan bau pada bawang putih. Senyawa fitokimia dapat memiliki signifikansi biologis, contohnya karotenoid atau flavonoid, tetapi tidak tersedia sebagai unsur hara. Terdapat kurang lebih 4.000 senyawa fitokimia di alam (Kulisic, et al., 2006).

Golongan senyawa kimia dalam fitokimia mempunyai beberapa manfaat dan karakterisasi tersendiri dan dari berbagai tanaman, biasanya terdapat lebih

(41)

dari satu golongan senyawa kimia, sehingga dari berbagai tanaman mempunyai manfaat masing-masing sebagai pengobatan baik secara tradisional maupun berdasarkan penelitian. Berikut adalah beberapa golongan kimia secara luas, seperti berikut :

1. Alkaloid

Alkaloid adalah golongan senyawa yang bersifat basa, mengandung satu atau lebih atom nitrogen biasanya dalam gabungan berbentuk siklik. Alkaloid sebagian besar berbentuk kristal padat dan sebagian kecil berupa cairan (misalnya nikotin) pada suhu kamar, memutar bidang polarisasi dan terasa pahit dan biasanya tanpa warna.

2. Flavonoid

Flavonoid berupa senyawa aromatik yang terkonjugasi dan arena itu dapat menunjukkan pita serapan kuat pada daerah spectrum UV. Flavonoid terdapat dalam tumbuhan sebagai glikosida dan aglikon flavonoid. Flavonoid biasanya terdapat dalam semua tumbuhan berpembuluh. Proses ekstraksi flavonoid dilakukan dengan etanol mendidih untuk menghindari oksidasi enzim.

Pendeteksian adanya senyawa ini dapat dilakukan dengan menambahkan larutan besi (III) klorida 1% dalam air atau etanol yang menimbulkan warna hijau atau hitam kuat.

Flavonoid merupakan salah satu golongan fenol alam yang terbesar.

Dalam tumbuhan, aglikon flavonoid (flavonoid tanpa gula terikat) terdapat dalam berbagai bentuk struktur. Semuanya mengandung 15 atom karbon dalam inti dasarnya, yang tersusun dalam konfigurasi C6-C3-C6 yaitu dua cincin aromatik yang dihubungkan oleh satuan tiga karbon yang dapat atau tidak dapat

(42)

membentuk cincin ketiga. Flavonoid biasanya terdapat sebagai flavonoid O- glikosida, pada senyawa tersebut satu gugus hidroksil flavonoid (atau lebih) terikat pada satu gula dengan ikatan hemiasetal yang tidak tahan terhadap asam.

Pengaruh flavonoid menjadi kurang reaktif dan lebih mudah larut air, sifat ini memungkinkan penyimpanan flavonoid dalam vakuola sel (Markham, 1988).

Struktur flavonoid dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Struktur flavonoid (Markham, 1988).

Flavonoid tergolong ke dalam antioksidan jenis secondary antioxidant trap radicals yang dapat mencegah reaksi pembentukan rantai advanced glycosylation end products (AGE) penyebab perubahan patologis pada keadaan hiperglikemi akibat DM. Mekanisme kerja flavonoid dalam melindungi tubuh terhadap efek radikal bebas adalah dengan mengurai oksigen radikal, melindungi sel dari peroksidasi lipid, memutuskan rantai reaksi radikal, mengikat ion logam dari kompleks inert sehingga ion logam tersebut tidak dapat berperan dalam proses konversi superoxide radicals dan mengurangi peningkatan permeabilitas vaskuler pada saat peradangan memblokade jalur sorbitol, menginhibisi aldose reduktase (Wijaya, 1999).

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian ini dilakukan analisis secara deskriptif kualitatif, yaitu dengan menguraikan hasil perbandingan dari penghitungan daya perkecambahan, jumlah daun,

Penelitian eksperimental telah dilakukan di tiga lokasi yaitu: 1) Kajian jarak tanam dan pemupukan pada ciplukan (Physalis angulata L.) dengan Rancangan Acak

Aktivitas antioksidan ekstrak daun rambusa mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya senyawa yang bersifat antioksidan seperti total fenolik, total flavonoid dan

Kurva Respon Bobot Kering Daun Sampel Tanaman Nilam Pada Umur 9 MST Dengan Berbagai Perlakuan Kompos Limbah Padat Pengolahan Minyak Nilam dan Pupuk Fosfat………... Kurva Respon

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penggunaan beberapa jenis bonggol pisang pada pembuatan lawar berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar lemak lawar

Ekstrak daun kecombrang menggunakan pelarut Metanol, Etil Asetat, N- Heksana merupakan pelarut yang digunakan dalam penelitian ini, Pelarut yang sedikit

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok faktorial dengan ulangan tiga, yang terdiri dari faktor kompos lima taraf yaitu, 0 g (C0), 12,5 g (C2), 25,0 g, 37,5

Hasil penelitian menunjukkan dari semua perlakuan organoleptik bakso ikan mujair dengan campuran tepung sagu dan tepung tapioka untuk rasa memiliki nilai rata-rata 3,84