• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2018

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2018"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

PENGUJIAN EKSTRAK DAUN KECOMBRANG (Nicolaia speciose Horan) SEBAGAI PENCEGAH

PERTUMBUHAN JAMUR Saprolegnia sp. PADA IKAN GURAMI (Osphronemus gouramy) SECARA IN VITRO

HORAS M CHRISTIAN SIMATUPANG 110302012

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2018

(2)

PENGUJIAN EKSTRAK DAUN KECOMBRANG (Nicolaia speciose Horan) SEBAGAI PENCEGAH

PERTUMBUHAN JAMUR Saprolegnia sp. PADA IKAN GURAMI (Osphronemus gouramy) SECARA IN VITRO

SKRIPSI

HORAS M CHRISTIAN SIMATUPANG 110302012

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2018

(3)

PENGUJIAN EKSTRAK DAUN KECOMBRANG (Nicolaia speciose Horan) SEBAGAI PENCEGAH

PERTUMBUHAN JAMUR Saprolegnia sp. PADA IKAN GURAMI (Osphronemus gouramy) SECARA IN VITRO

SKRIPSI

HORAS M CHRISTIAN SIMATUPANG 110302012

Skripsi Sebagai Satu Diantara Beberapa Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2018

(4)
(5)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Horas M Christian Simatupang NIM : 110302012

Menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Pengujian Ekstrak Daun Kecombrang (Nicolaia speciosa Horan) Sebagai Pencegah Pertumbuhan Jamur Saprolegnia sp. Pada Ikan Gurami (Osphronemus gouramy) Secara In Vitro ” adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum dijadikan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan di dalam teks dan dicantumkan dalam bagian akhir skripsi ini.

Medan, Januari 2018

Horas M Christian Simatupang

NIM. 110302012

(6)

ABSTRAK

HORAS M CHRISTIAN SIMATUPANG. Pengujian Ekstrak Daun Kecombrang (Nicolaia speciosa Horan) Sebagai Pencegah Pertumbuhan Jamur Saprolegnia sp. Pada Ikan Gurami (Osphronemus gouramy) Secara In Vitro.

Dibimbing oleh YUNASFI dan DWY SURYANTO.

Kecombrang (Etlingera elatior) merupakan salah salah satu tanaman yang memiliki potensi sebagai pangan fungsional yang berfungsi sebagai antibakteri.

Kecombrang memliki kandungan kimia yang terdapat di batang, daun, bunga dan rimpang adalah saponin dan flavonoid.Tumbuhan ini juga mengandung polifenol dan, minyak atsiri dan saponin yang diekstrak dengan konsentrasi tinggi pada bagian-bagian tertentu khususnya pada bagian daun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi ekstrak daun Kecombrang (N. speciosa Horan) sebagai penghambat pertumbuhan jamur Saprolegnia sp., pada ikan gurami (O. gouramy), untuk mengetahui pengaruh peningkatan konsentrasi terhadap penghambatan pertumbuhan jamur Saprolegnia sp., pada ikan gurami (O. gouramy). Penelitian ini berlangsung pada bulan Januari – Maret 2016. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah persiapan dan ekstraksi daun kecombrang, skrinning daun kecombrang, uji daya hambat ekstrak kecombrang pada jamur Saprolegnia sp., uji ekstrak kecombang berdasarkan konsentrasi berbeda pada ikan gurami (O. gouramy), uji kerentanan ikan gurami (O. gouramy) terhadap jamur Saprolegnia sp., Pengobatan ikan gurami yang terinfeksi jamur Saprolegnia sp., dengan konsentrasi rendaman ekstrak yang berbeda. Hasil menunjukkan bahwa ekstrak daun kecombrang merupakan tanaman yang mengandung saponin yang merupakan senyawa yang mampu menghambat pertumbuhan dan perkembangan jamur Saprolegnia sp., terhadap ikan gurami dengan konsentrasi 0%, 20%, 40%, 60%, dan mengetahui konsentrasi optimal yang mampu mencegah pertumbuhan jamur pada ikan gurami (O. gouramy) pengukuran parameter kandungan DO, pH, suhu yang dikaji dalam kualitas air merupakan parameter kualitas air yang mendukung dalam penelitian

Kata kunci : Tanaman Kecombrang, Ekstrak Daun Kecombrang, Ikan gurami (Osphronemus gouramy), Saponin, jamur Saprolegnia sp,

(7)

ABSTRACT

HORAS M CHRISTIAN SIMATUPANG. Testing Leaf Extract of Kecombrang (Nicolaia speciosa Horan) as a Preventor of Mushroom Growth Saprolegnia sp.

on the Fish Gurami (Osphronemus gouramy) In Vitro. Under academic supervision by YUNASFI and DWY SURYANTO.

Kecombrang (Etlingera elatior) is one of the plants that has the potential as a functional food that serves as an antibacterial. Kecombrang have chemical content contained in stems, leaves, flowers and rhizomes are saponins and flavonoids. This plant also contains polyphenols, essential oils and saponins extracted with high concentrations in certain parts especially on the leaf. This study aims to determine the potential Leaf extract of Kecombrang (N. speciosa Horan) as inhibitor of fungus growth of Saprolegnia sp. in gouramy fish (O. gouramy), to know the effect of increasing concentration to inhibition of growth of Saprolegnia sp. mushroom on carp (O. gouramy). This research took place in January - March 2016. Used in this research is preparation and extraction of leaf of kecombrang, skrinning of leaf of kecombrang, inhibitory test of kecombrang extract on Saprolegnia sp., test of waves extract based on different concentration on gouramy, gouramy susceptibility test (O. gouramy) Saprolegnia sp. Treatment of infected gouramy fish Saprolegnia sp. with different concentration of marinade extract. The results showed that the leaf extract of kecombrang is a plant containing saponin which is a compound capable of inhibiting growth and development of Saprolegnia sp., fungus with 0%, 20%, 40%, 60% concentration of carp, and know the optimal concentration that can prevent the growth of fungus on Carp (O.gouramy) measurements of DO content, pH, temperature under study in water quality is a supportive water quality in research.

Keywords: Crops Kecombrang, Leaf Extract Kecombrang, Fish gouramy (Osphronemus gouramy), saponin, Saprolegnia sp.

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Panyabungan, 23 Desember 1992 dari pasangan Bapak Drs. Daulat Simatupang dan Ibu Tiurlan Odorlina boru Hutauruk. Penulis adalah anak pertama dari empat orang bersaudara. Pendidikan formal yang telah ditempuh penulis adalah SD Negeri 1 Padang Sidempuan tahun 2005, SMP Negeri 5 tahun 2008 dan SMA Negeri 5 Padang Sidempuan tahun 2011. Pada tahun 2011, penulis diterima di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) Undangan. Selain mengikuti perkuliahan, penulis menjadi anggota aktif Organisasi Ikatan Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan (IMASPERA) Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Asisten Laboratorium Mikrobiologi Akuatik pada Tahun 2014 - 2016, Asisten Laboratorium Hama dan Penyakit Ikan pada tahun 2015 - 2017, serta melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias (BPPBIH) di Depok, Jawa Barat pada tahun 2014.

Untuk menyelesaikan studi di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, penulis melaksanakan penelitian dengan judul skripsi “Pengujian Ekstrak Daun Kecombrang (Nicolaia speciosa Horan) Sebagai Pencegah Pertumbuhan Jamur Saprolegnia sp. Pada Ikan Gurami (Osphronemus gouramy) Secara In Vitro” yang dibimbing oleh Bapak Dr. Ir. Yunasfi, M.Si dan Bapak Prof. Dr. Dw iii Suryanto, M.Sc.

(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Pengujian Ekstrak Daun Kecombrang (Nicolaia speciosa Horan) Sebagai Pencegah Pertumbuhan Jamur Saprolegnia sp. Pada Ikan Gurami (Osphronemus gouramy) Secara In Vitro. Skripsi ini merupakan satu diantara beberapa syarat untuk dapat memperoleh gelar Sarjana Perikanan di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Kedua orangtua tercinta, Ayahanda Drs. Daulat Simatupang dan Ibunda Tiurlan Odorlina boru Hutauruk yang telah memberi dukungan doa, semangat, moril dan materil kepada penulis.

2. Bapak Dr. Ir. Yunasfi, M.Si selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan, ilmu, masukan, arahan dalam penulisan skripsi ini.

3. Ibu Dr. Eri Yusni, M.Sc selaku Ketua Program Studi, dan Bapak Ibu dosen, staf pengajar dan pegawai di lingkungan Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr Lamek Marpaung yang telah memberikan waktu, tenaga, dan tempat untuk penulis penelitian dan membantu penulis selama di laboratorium Kimia Bahan Alam, FMIPA USU.

(10)

5. Saudara/i penulis, Irwin Rivandi Simatupang, Wilda Novyanti boru Simatupang, dan Dodi Satriawan Simatupang yang telah memberikan waktu dan tenaga dalam membantu penelitian penulis, serta semangat dan doa kepada penulis.

6. Rekan-rekan mahasiswa/i seperjuangan, Arief Rahman Hakim S.Pi, Yenni Ningsih S.Pi, Daniel Abas H Silalahi, Adolf C Sinambela S.Pi, Roni Martin Sinaga, Hijau Erlyandi Rangkuti dan seluruh rekan mahasiswa/i MSP stambuk 2011 yang telah memberikan dukungan doa dan semangat kepada penulis.

7. Adik-adik junior MSP stambuk 2012 Alex Suheri Sianipar S.Pi dan Muhammad Fadhil S.Pi, adik-adik junior MSP stambuk 2013, adik-adik junior MSP stambuk 2014 Yonas Afrianto Tarigan, Fransiskus Bernas Deviero Siregar yang telah memberikan, semangat, waktu dan tenaga dalam membantu penelitian penulis.

Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat sebagai dasar penelitian selanjutnya dan dapat menjadi sumber informasi bagi pihak yang membutuhkan, khususnya dibidang budidaya perikanan.

Medan, Januari 2018

Penulis

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 2

Kerangka Pemikiran ... 3

Tujuan Penelitian ... 4

Manfaat Penelitian ... 4

Hipotesis Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kecombrang ... 5

Kandungan Pada Daun Kecombrang ... 6

Ekstraksi Daun Kecombrang... 8

Jamur Saprolegnia sp ... 9

Khasiat Daun Kecombrang ... 12

Ikan Gurami ... 13

Penyakit Ikan Gurami ... 13

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ... 15

Alat dan Bahan Penelitian ... 15

Prosedur Kerja ... 16

Persiapan dan Ekstraksi Daun Kecombrang ... 16

Uji Daya Hambat Ekstrak Daun Kecombrang Terhadap jamur Saprolegnia sp ... 17

Penentuan Zona Hambatan ... 18

Uji Toksisitas Ekstrak Daun Kecombrang Terhadap Ikan Gurami .. 19

Pengamatan Kualitas Air... 19

(12)

Analisis Data ... 20

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 21

Ekstraksi Daun Kecombrang... 21

Skrining Daun Kecombrang ... 22

Uji Toksisitas Ekstrak Kecombrang Pada Ikan Gurami ... 23

Penularan Jamur Saprolegnia sp pada Ikan Gurami ... 24

Uji Daya Hambat Ekstrak Daun Kecombrang Terhadap Jamur Saprolegnia sp. ... 26

Pengamatan Kualitas Air... 27

Analisis Data ... 30

Pembahasan ... 34

Ekstraksi Daun Kecombrang... 34

Skrining Daun Kecombrang ... 35

Penularan Jamur Saprolegnia sp. pada Ikan Gurami ... 36

Uji Toksisitas Ekstrak Kecombrang Pada Ikan Gurami ... 36

Uji Daya Hambat Ekstrak Daun Kecombrang Terhadap Jamur Saprolegnia sp. ... 37

Pengamatan Kualitas Air... 38

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 40

Saran ... 41 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(13)

DAFTAR TABEL

No. Teks Halaman

1. Hasil Ekstraksi Daun Kecombrang ... 21

2. Hasil Srining Ekstrak Daun Kecombrang ... 22

3. Hasil Uji Toksisitas Ektrak Dauk Kecombrang ... 23

4. Hasil Uji zona Hambat rata rata ... 26

5. Data Kualitas Air... 28

(14)

DAFTAR GAMBAR

No. Teks Halaman

1. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 3

2. Tanaman Kecombrang ... 6

3. Jamur Saprolegnia sp. ... 11

4. Ikan Gurami ... 13

5. Perhitungan Jari – jari zona hambat jamur Saprolegnia sp... 18

6. Gambar Indentifikasi Jamur ... 25

7. Hasil Uji Daya Hambat Ekstrak daun kecombrang ... 27

8. Hubungan Konsentrasi (ppm) dengan mortalitas ... 30

9. Hubungan Konsentrasi (ppm) dengan zona hambat dengan pelarut Metanol ... 31

10. Hubungan Konsentrasi (ppm) dengan zona hambat dengan pelarut Etil Asetat ... 32

11. Hubungan Konsentrasi (ppm) dengan zona hambat dengan pelarut N-Heksana ... 33

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Teks Halaman

1. Persiapan Pembuatan Ekstrak Daun Kecombrang ... 45

2. Proses Pembuatan Ekstrak Daun Kecombrang ... 46

3. Skrining Ekstrak Daun Kecombrang ... 48

4. Persiapan Media PDA ... 49

5. Zona Hambat Ekstrak Daun Kecombrang ... 50

6. Pengukuran Kualitas Air ... 51

(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kecombrang (Etlingera elatior) merupakan salah satu keluarga Zingiberacea yang asli Indonesia. Tanaman ini dikenal dengan berbagai nama antara lain ”kencong”atau ”kincung” di Sumatra Utara, ”kecombrang” di Jawa,

”honje” di Sunda, ”bongkot” di Bali, ”sambuang” di Sumatra Barat dan ”bunga kantan” di Malaysia. Orang barat menyebut tanaman ini torch ginger atau torch lily karena bentuk bunganya yang mirip obor serta warnanya yang merah memukau. Bunga kecombrang memiliki beberapa keunggulan antara lain sebagai edibleflower dan memiliki altivitas antibakteri perusak pangan. Pengembangan produk makanan berbasis kecombrang akan dapat memberikan gambaran pada masyarakat tentang aplikasi bunga kecombrang sebagai bahan pangan fungsional.

Salah satu tanaman rempah dan obat yang memiliki potensi sebagai pangan fungsional yang berfungsi sebagai antibakteri adalah kecombrang (Etlingera elatior). Kecombrang merupakan salah satu jenis tanaman rempah rempah yang sejak lama dikenal dan dimanfaatkan oleh manusia sebagai obat-obatan (Sukandar dkk, 2010).

Kecombrang merupakan tanaman yang sering dipakai sebagai bahan sayuran seperti pecal atau sebagai lalapan. Kandungan kimia yang terdapat di batang, daun , bunga dan rimpang kecombrang adalah saponin dan flavonoid.

Selain itu, kecombrang juga mengandung polifenoldan minyak atsiri. Saponin terdapat pada berbagai jenis tumbuhan dengan konsentrasi tinggi pada bagian- bagian tertentu (Adityo dkk, 2013).

(17)

Manfaat dan khasiat dari daun Kecombrang ini adalah pangan fungsional bermanfaat untuk mencegah penyakit, meningkatkan imunitas, memperlambat proses penuaan, serta meningkatkan penampilan fisik.Sebuah penelitian yang telah dilakukan Identifikasi kandungan metabolit sekunder dalam ekstrak dilakukan untuk menunjukkan bahwa senyawa yang dikandung pada daun kecombrang adalah saponin dan flavonoid; yaitu Sebanyak 2 mL larutan ekstrak ditambahkan air panas, dididihkan selama 5 menit, kemudian disaring. Filtrat ditambahkan sedikit serbuk Mg dan 1 mL HCl pekat, kemudian dikocok. Uji positif ditunjukkan oleh terbentuknya warna merah, kuning atau jingga; Sebanyak 2 mL larutan ekstrak ditambahkan air panas , kemudian ditambahkan beberapa tetes HCl pekat. Uji positif ditunjukkan dengan terbentuknya busa permanen ± 15 menit.

Perumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang diatas, maka perumusan masalah yang dapat diambil adalah :

1. Bagaimana pengaruh ekstrak daun kecombrang terhadap pencegahan dan penghambatan pertumbuhan Jamur Saprolegnia sp. pada ikan gurami?

2. Bagaimanakah pengaruh pemberian konsentrasi yang berbeda dari ekstrak daun kecombrang terhadap pencegahan dan penghambatan pertumbuhan jamur Saprolegnia sp. pada ikan gurami ?

(18)

Kerangka Pemikiran

Kecombrang merupakan tumbuhan banyak dijumpai di hutan hujan tropis dataran tinggi yang tumbuh pada lahan yang subur di tanah yang lembab. Hal ini menyebabkan kecombrang tidak sulit untuk ditemukan. Kecombrang terdiri dari tiga bagian yaitu bagian daun, bunga, batang dan rimpang/buah. Secara fermakologi daun kecombrang mempunyai sifat sebagai antibakteri yang mengandung senyawa saponin yang diketahui sebagai senyawa yang dapat menghambat serta mecegah penyakit ada. Untuk itu penulis mencoba melakukan penelitian dengan mengekstrak daun Kecombrang dan mengamati apakah daun Kecombrang dapat berpotensi sebagai antimikroba dengan peningkatan konsentrasi yang diberikan. Gambar kerangka pemikiran pada gambar 1.

Gambar 1. Kerangka Pemikiran.

Kecombrang

Kecombrang

Bunga

Ekstrak Daun

Batang Rimpang

g Daerah

Tropis

Daun

Antioksidan (Saponin)

Anti Mikroba/Parasi

t

1. Berpotensi sebagai penghambat dan pencegahan

pertumbuhan Jamur Saprolegnia sp.

2. Pengaruh peningkatan konsentrasi terhadap penghambatan dan pencegahan

(19)

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari dilaksanakannya penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui potensi ekstrak daun Kecombrang sebagai penghambat pertumbuhan jamur Saprolegnia sp. pada ikan gurami..

2. Untuk mengetahui pengaruh peningkatan konsentrasi terhadap penghambatan pertumbuhan jamur Saprolegnia sp. pada ikan gurami.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai penelitian dalam pemanfaatan daun Kecombrang serta dapat memberikan sumbangsih ilmu pengetahuan khususnya pada bidang ilmu Mikrobiologi sebagai penghambat pertumbuhan dan pencegahan Jamur Saprolegnia sp. sebagai mikroorganisme pathogen.

Hipotesis Penelitian

1. Ekstrak Daun Kecombrang mengandung senyawa kimia senyawa alkaloid, saponin, tanin, fenolik, flavonoid, triterpenoid, steroid, dan glikosida yang berperan aktif sebagai antioksidan.

2. Ekstrak Daun Kecombrang dapat menghambat pertumbuhan jamur Saprolegnia sp. karena mengandung senyawa antifungi.

3. Ekstrak Daun Kecombrang menunjukkan toksisitas yang rendah.

(20)

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Kecombrang

Kecombrang (Nicolaia speciosa Horan) merupakan tumbuhan yang tersebar cukup luas di Indonesia. Tumbuhan ini digunakan sebagai bahan pangan dan juga digunakan untuk pengobatan. Saat ini, pemanfaatan sumber daya hayati tumbuhan sebagai obat-obatan alami banyak dikembangkan pada daun, batang, bunga dan rimpang tanaman ini menunjukkan adanya beberapa jenis minyak esensial dan senyawa metabolit sekunder yang bersifat bioaktif. Suatu tumbuhan dapat berfungsi sebagai obat tradisional karena kandungan metabolit sekundernya dengan berbagai sifat farmakologis spesifik, seperti antifungi, antibakteri dan antiinflamasi. Kandungan metabolit yang dimiliki setiap tanaman bervariasi tergantung jenis tumbuhannya. Setiap metabolit yang dihasilkan tumbuhan memiliki fungsi yang spesifik, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Keberadaan bahan bioaktif dalam tumbuhan dapat diuji berdasarkan kandungan kimianya (kemotaksonomi), berdasarkan struktur dan ikatan kimianya (kimiawi) dan berdasarkan aktivitas biologinya terhadap makhluk hidup. Selain itu karakteristik anatomi juga dapat menjadi dasar pengidentifikasian suatu tumbuhan serta dapat menjadi data pendukung dari pengujian kandungan zat aktif khususnya dalam bidang kemotaksonomi pada suatu tumbuhan (Harborne, 1987).

Kecombrang merupakan tanaman yang multiguna. Dari rimpang sampai bunga. Kecombrang dimanfaatkan sebagai penambah citarasa masakan seperti urab, dan pecel. Sedangkan batangnya digunakan pada beberapa jenis masakan yang mengandung daging. Studi awal mengenai bunga Kecombrang telah dilakukan menganalisa kandungan kimia bunga Kecombrang yang terdiri atas

(21)

alkoloid, flavonoid, polifenol, steroid, saponin, dan minyak atsiri (Naufalin, 2005). Tanaman kecombrang dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Tanaman Kecombrang

Kandungan Pada Daun Kecombrang (N. speciosa Horan)

Senyawa antioksidan yang sering digunakan dalam industri pengolahan pangan adalah senyawa antioksidan sintetis seperti butylated hydroxyanisole (BHA), butylated hydroxytoluene (BHT), propil galat (PG), dan tert-butyl hydroquinone (TBHQ). Penggunaan antioksidan sintetis dinilai masih aman selama penerapannya sesuai dengan cara produksi pangan yang baik (CPPB).

Meskipun akhir-akhir ini para peneliti menemukan bahwa penggunaan antioksidan sintetis diduga dapat menjadi agen karsinogenik penyebab penyakit kanker dan mempunyai efek toksik. Kondisi demikian mendorong penggunaan kembali antioksidan alami yang aman dikonsumsi bagi manusia. Beberapa jenis bahan pangan yang dapat menjadi sumber antioksidan alami, misalnya rempah- rempah, teh, kokoa, biji-bijian misalnya biji atung, serealia, umbi-umbian seperti umbi akar ginseng, sayur-sayuran dan daun-daunan seperti daun suji. Menurut Pratt dan Hudson (1990), antioksidan alami banyak terdapat dalam tanaman dan komponen tersebut terkandung pada seluruh bagian tanaman seperti akar, daun, bunga, biji, batang, kulit, ranting, dan buah. Senyawa yang umumnya terkandung

(22)

dalam antioksidan alami adalah fenol, polifenol, flavonoid, turunan asam sinamat, tokoferol dan asam organik. Salah satu tanaman sumber antioksidan alami adalah tanaman kecombrang (N. speciosa Horan). Kandungan fitokimia bunga, batang, rimpang dan daun kecombrang hasil penelitian Naufalin (2005) diperoleh senyawa alkaloid, saponin, tanin, fenolik, flavonoid, triterpenoid, steroid, dan glikosida yang berperan aktif sebagai antioksidan., pada rimpang ditemukan senyawa alkaloid, flavonoid dan minyak atsiri yang bertindak sebagai antioksidan.

Kecombrang mengandung senyawa bioaktif seperti polifenol, alkaloid, flavonoid, steroid, saponin dan minyak atsiri yang diduga memiliki potensi sebagai antioksidan (Pristiadi, 2009)

Hasil penelitian Wijekoon et al (2011) tentang kandungan gizi bunga kecombrang mengandung protein (12,6%), lemak (18,2%) dan serat (17,6%), asam palmitoleik (16,4%), asam linoleat (14,5%) dan asam oleat (5,2%). Selain itu, juga mengandung asam amino esensial yaitu leusin (7,2 mg/100 mg protein) dan lisine (7,9 mg/100 mg protein), mineral utama seperti: K (1589 mg/100 g), Ca (775 mg/100 g), Mg (327 mg/100 g), P (286 mg/100 g) dan S (167 mg/ 100 g), dan juga terdapat senyawa saponin (3296 mg/100 g) serta asam fitat (2851 mg/100 g) (Lestari, 2015).

Ekstraksi Daun Kecombrang

Ekstraksi adalah kegiatan pemisahan kandungan kimia yang dapat larut dan terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair (Depkes RI, 2000). Sari (2008) menyatakan bahwa ekstraksi terdiri atas tahap penghancuran sampel, maserasi, penyaringan dan evaporasi. Penghancuran bertujuan untuk memperkecil ukuran partikel sehingga meningkatkan kontak

(23)

antara bahan dengan pelarutnya. Maserasi adalah proses perendaman sampel dalam pelarut dengan waktu tertentu sehingga senyawa dalam sampel larut dalam pelarut tersebut dan umumnya proses maserasi dibantu dengan pengadukan.

Pengadukan dimaksudkan untuk mencapai waktu ekstraksi yang lebih singkat.

Teknik ekstraksi didasarkan pada kenyataan bahwa jika suatu zat dapat larut dalam dua fase yang tercampur, maka zat itu dapat dialihkan dari satu fase ke-fase lainnya dengan mengocoknya bersama-sama. Beberapa pertimbangan dalam memilih pelarut yaitu:

1. Pelarut polar akan melarutkan senyawa polar dan pelarut non-polar akan melarutkan senyawa non-polar,

2. Pelarut organik cenderung melarutkan senyawa organik,

3. Air cenderung melarutkan senyawa anorganik dan garam dari asam maupun basa organik,

4. Asam-asam organik yang larut dalam pelarut organik dapat diekstraksi ke dalam air dengan menggunakan basa (NaOH, Na2CO3 dan NaHCO3).

Penyaringan bertujuan memisahkan sampel dengan senyawa bioaktif yang larut dalam pelarutnya. Evaporasi dilakukan untuk menguapkan pelarut sehingga ekstrak dapat terpisah dengan pelarutnya dan dilakukan pada suhu 30 – 40oC untuk mengurangi kerusakan senyawa aktif pada suhu tinggi.

Jamur Saprolegnia sp.

Secara umum penyakit ikan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu penyakit infeksius dan non infeksius. Penyakit infeksius terdiri dari penyakit yang disebabkan oleh parasit, jamur, bakteri dan virus. Penyakit non-infeksius disebabkan oleh lingkungan, makanan dan genetis. Salah satu penyakit yang

(24)

berbahaya bagi kegiatan budidaya adalah jamur. Jamur merupakan organisme eukariot, heterotrof, tidak dapat melakukan fotosintesis yang berkembang biak dengan spora. Beberapa jamur merupakan organisme uniseluler, tetapi kebanyakan jamur membentuk filamen yang merupakan sel vegetatif. Gejala yang dapat dilihat secara klinis adalah adanya benang halus menyerupai kapas yang menempel pada telur atau luka pada bagian eksternal ikan. Selain itu, perubahan warna sirip dan tubuh ikan menjadi merah. Jamur tersebut dengan cepat menular kepada ikan lain yang berada dalam satu kolam. Sehingga penyebarannya semakin cepat dan berpotensi kerugian yang cukup besar bagi pembudidaya Ikan air tawar, seperti ikan gurami, ikan mas, ikan sepat yang mengalami luka pada permukaan tubuh akan ditumbuhi oleh jamur. Penyakit yang disebabkan oleh jamur bersifat infeksi sekunder karena jamur tidak dapat menyerang ikan yang dalam keadaan sehat, melainkan menyerang ikan yang sudah luka atau lemah.

Desa Ngrajek merupakan sentra budidaya ikan air tawar dan ikan gurami merupakan salah satu komoditas yang paling banyak terinfeksi jamur sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui jenis jamur dan prevalensi jamur yang menyerang ikan gurami (O. gouramy) (Kismiyati dkk, 2010)

Permasalahan kesehatan ikan, nutrisi dan efisiensi pakan juga dapat diatasi dengan probiotik. Penggunaan probiotik dalam bidang akuakultur bertujuan untuk menjaga keseimbangan mikroba dan pengendalian patogen dalam saluran pencernaan, dan lingkungan perairan melalui proses biodegradasi. Suplementasi mikroorganisme probiotik diharapkan dapat memperkaya komponen penyusun perifiton dan berfungsi sebagai dekomposer dan membantu kecernaan pakan melalui aktivitas enzimatiknya dan menstimulasi respon imun antara lain melalui

(25)

peningkatan jumlah dan aktivitas makrofag ginjal serta meningkatkan sel darah putih. Budidaya ikan pada umumnya dilakukan dengan padatan jumlah tinggi melebihi kondisi normal di lingkungan bebas. Hal ini akan meningkatkan stres yang memicu munculnya penyakit yang disebabkan oleh bakteri maupun virus (Irianto dkk, 2012).

Perikanan budidaya di harapkan terus berkembang menjadi andalan produksi protein ikan untuk menutupi kesenjangan antara produksi hasil tangkapan yang dewasa ini mulai mendatar dengan kebutuhan yang terus bertambah seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Di sisi lain lahan bagi perkembangan perikanan budidaya, terutama perikanan budidaya air tawar, makin menyempit akibat persaingan dengan keperluan lain seperti pemukiman, industri, dan transportasi. Intensifikasi perikanan budidaya air tawar juga dihadapkan pada kenyataan ketersediaan air yang makin menurun. Infeksi jamur pada budidaya ikan umumnya merupakan infeksi sekunder, meskipun ada beberapa jenis jamur yang bersifat obligate parasite seperti Aphanomycosis. Jenis penyakit jamur yang sering dilaporkan menjadi kendala pada budidaya ikan air tawar adalah dari famili Saprolegniaceae (Saprolegnia sp. dan Achlya sp.) (Kristanto, 2008). Bentuk jamur Saprolegnia sp. dapat dilihat pada gambar 3

Gambar 3. Jamur Saprolegnia sp. (Widya, 2013)

(26)

Seiring dengan meningkatnya usaha dalam budidaya ikan, semakin besar juga tantangan yang akan dihadapi oleh para pelaku budidaya ikan hias pada umumnya dan khususnya ikan Maskoki untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

Timbulnya serangan penyakit merupakan hasil interaksi yang tidakseimbang antara lingkungan, kondisi inang (ikan) dan pathogen (penyakit). Interaksi yang tidak seimbang ini menyebabkan stres pada ikan, sehingga mekanisme pertahanan tubuh menjadi lemah dan akhirnya mudah diserang penyakit. Serangan parasit lebih sering mematikan pada beberapa ikan muda yang biasanya berukuran kecil karena belum berkembangnya sistem pertahanan tubuh (Kismiyati dkk, 2009).

Ikan Koi (Cyprinus carpio) merupakan salah satu jenis ikan yang bernilai ekonomis tinggi dan mudah dalam pemeliharaannya, karena mempunyai ukuran yang besar dan pertumbuhan yang cepat dan sebagian lagi digunakan sebagai ikan hias. Tingginya permintaan akan ikan koi baik untuk keperluan konsumsi dan ikan hias tersebut. Dalam usaha untuk meningkatkan produksi benih ikan koi sering menghadapi masalah yaitu adanya serangan jamur Saprolegnia sp., Acromyces, Branchiomyces, dan Achlya yang menyerang telur ikan koi, baik telur yang tidak dibuahi maupun telur yang dibuahi sehingga berakibat pada daya tetas telur (Hatching Rate). Penggunaan obat atau antibiotik hanyalah salah satu upaya untuk menekan infeksi sekunder oleh jenis patogen lain seperti bakteri, jamur, dan parasit, namun tidak berperan untuk mengobati jamur Saprolegnia sp., dan Achlya sp., yang dapat menyerang jenis telur, khususnya telur ikan Koi untuk menekan kematian benih maka perlu dilakukan penanganan telur yang baik dari serangan jamur Saprolegnia sp. (Faisol Mas„ud, 2012).

Khasiat Daun Kecombrang (N. speciosa Horan)

(27)

Penyakit yang muncul akibat bakteri biasanya dapat dengan mudah disembuhkan dengan pemberian antibiotik sintesis. Akan tetapi, pemakaian antibiotik sintesis yang terlalu sering akan membuat bakteri menjadi resisten terhadap antibiotik tersebut. Kegunaan dari kandungan senyawa kimia senyawa alkaloid, saponin, tanin, fenolik, flavonoid, triterpenoid, steroid, dan glikosida dari tanaman kecombrang, diduga karena salah satu bioaktivitasnya sebagai antibakteri yang cukup kuat. Oleh karena itu pencarian antibiotik alami yang mampu membunuh bakteri menjadi salah satu alternatif yang banyak dilirik oleh peneliti.

Antibakteri adalah zat yang menghambat pertumbuhan bakteri dan digunakan secara khusus untuk mengobati infeksi. Berdasarkan kerja antibakteri dibedakan menjadi bakterisidal dan bakteriostatik. Antibakteribakteriosatatik adalah zat yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri, sedangkan bakterisidal adalah zat yang bekerja mematikan bakteri. Beberapa zat antibakteri bersifat bakteriostatik pada kosentrasi rendah dan bakterisidal pada kosentrasi kosentrasi tinggi (Gani, 2007).

Ikan Gurami (Osphronemus gouramy)

Klasifikasi Ikan Gurami (Gambar 4) adalah sebagai berikut : Kerajaan : Animalia

Filum : Chordata Kelas : Actinopterygii Ordo : Perciformes Famili : Osphronemidae Genus : Osphronemus

(28)

Spesies : Osphronemus gouramy

Gambar 4. Ikan Gurami

Ikan Gurami (O. gouramy) merupakan salah satu sumberdaya perikanan air tawar Indonesia yang penting sebagai komoditas dengan kandungan protein yang tinggi.

Secara alami, ikan Gurami hidup bebas di perairan Sumatra, Jawa dan Kalimantan, dan juga sudah dibudidayakan di ketiga pulau tersebut.

Penyakit Ikan Gurami

Ikan gurami merupakan salah satu jenis ikan konsumsi yang cukup populer di Indonesia. Ikan ini diketahui memiliki daging yang tebal dan gurih serta metode pemeliharaan yang relatif mudah sehingga ikan gurami banyak dibudidayakan di Indonesia. Secara komersial ikan gurami termasuk ikan air tawar yang memiliki nilai jual tinggi dan permintaan yang meningkat.

Ketersediaan ikan gurami masih belum mencukupi pemintaan pasar, salah satu penyebabnya adalah tingginya mortalitas larva yang disebabkan oleh penyakit.

Salah satu penyakit yang berbahaya bagi kegiatan budidaya adalah jamur. Nilai prevalensi jamur yang menginfeksi ikan gurami adalah 91,67%. kebanyakan jamur infeksi pada ikan disebut dengan Saprolegniasis disebabkan oleh anggota keluarga Saprolegniaceae (Saprolegnia sp. dan Achlya sp. ).

(29)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan dari bulan Januari – Maret 2016. Pembuatan ekstrak dan pengujian fitokimia daun Kecombrang di Laboratorium Kimia Bahan Alam, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara. Pengujian efektivitas antifungi di Stasiun Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kelas I Medan I. Pengujian LC50 dilakukan di Laboratorium Budidaya Perairan Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan adalah kamera digital, alat tulis, pisau, cawan petri, laminar air flow, pipet tetes, mikropipet, gelas ukur, toples kaca, corong, tabung reaksi, botol vial, beaker glass, rak tabung, spatula, inkubator, penangas air (water bath), jarum ose, rotary evaporator, labu Erlenmeyer, blender, aluminium foil, plat TLC, kapas, kertas cakram, api bunsen, kertas saring, vortex, spreader, refrigerator, oven, cotton bud, timbangan analitik, autoklaf, hot plate, pinset, magnetic stirrer, akuarium ukuran 40 cm x 40 cm x 30 cm sebanyak 12 buah, aerator sebanyak 4 buah, DO meter, Termometer, dan pHmeter.

Bahan yang digunakan adalah pelarut N-heksana (non polar), Etil asetat (semi polar), metanol (polar), Daun Kecombrang, akuades steril, alkohol 70%, spirtus, biakan jamur Saprolegnia sp. diperoleh dari Balai Karantina Kelas I Medan I laboratorium Penyakit Kualanamu, besi (III) klorida (FeCl3) 1%, cerium sulfat (CeSO4) 1%, pereaksi Dragendorf, pereaksi Bouchardat, pereaksi Mayer,

(30)

pereaksi Wagner, standar triterpenoid dan ß-sitosterol, HCl 2 N, air laut, Dimethyl sulfoxide (DMSO), Potato Dextrose Agar (PDA), nistatin, larutan Mc.

Farland 0.5, larutan NaCl 0,9 %, dan benih ikan gurami berukuran 7 – 10 cm sebanyak 150 ekor.

Prosedur Kerja

Persiapan dan Ekstraksi Daun Kecombrang

Daun Kecombrang dikumpulkan sebanyak 9 kg dalam berat kering dari habitat hidup tumbuhan ini daerah Padang Sidempuan, Sumatera Utara.

Pemanenan daun kecombrang diambil daun yang masih muda atau 3 atau 4 helai sebelum pucuk daunnya dan hanya dilakukan pada tumbuhan dengan diameter 15 cm. Daun kecombrang dicuci dengan air mengalir dan dipotong kecil-kecil kemudian dikeringkan selama 7 hari dengan cara diangin-anginkan untuk mengurangi penguapan yang mengikutkan senyawa yang terkandung di dalamnya. Proses pengeringan ini bertujuan menurunkan kadar air sehingga tidak mudah ditumbuhi kapang dan bakteri serta menghilangkan aktivitas enzim yang dapat menguraikan lebih lanjut kandungan zat aktif yang terdapat di kulit batang tumbuhan tersebut (Gunawan dan Sri, 2004). Daun Kecombrang yang sudah kering selanjutnya dipotong menjadi potongan yang lebih kecil agar mudah dihaluskan dengan blender hingga berbentuk serbuk. Serbuk selanjutnya diayak menggunakan ayakan hingga diperoleh serbuk yang halus dan seragam. Serbuk hasil ayakan sebanyak 1,47 kg kemudian disimpan ke dalam stoples kaca karena tidak langsung digunakan untuk proses selanjutnya.

Langkah selanjutnya adalah ekstraksi bahan aktif. Ekstraksi merupakan suatu proses penarikan komponen atau zat aktif menggunakan pelarut tertentu

(31)

(Harborne, 1987). Ekstraksi dalam penelitian ini dilakukan dengan metode maserasi yaitu proses pengambilan senyawa zat aktif yang dilakukan dengan cara merendam serbuk dalam pelarut yang sesuai dengan kepolarannya. Dalam penelitian ini digunakan tiga pelarut dengan kepolaran berbeda yaitu n-heksana (non polar), etil asetat (semi polar) dan metanol (polar). Serbuk sampel masing- masing sebanyak 300 g direndam dengan 1:l pelarut etil asetat dan 1:l pelarut metanol dan sebanyak 870 g direndam dengan 1,5:l n-heksana di dalam labu erlenmeyer. Labu erlenmeyer yang berisi rendaman tersebut kemudian ditutup dengan alumunium foil selama 24 jam sambil sesekali diaduk untuk mempercepat kontak antara sampel dengan pelarut. Setelah itu sampel disaring dengan kapas sehingga diperoleh filtrat dan ampas. Filtrat yang diperoleh kemudian pelarutnya dievaporasi menggunakan rotary evaporator sehingga diperoleh ekstrak kental dari Kecombrang. Ekstrak kental yang diperoleh tersebut dipekatkan dengan penangas air (water bath) agar seluruh pelarutnya habis menguap dan diperoleh ekstrak pekat/kering. Ekstrak tersebut kemudian disimpan di dalam botol vial tertutup.

Uji daya hambat ekstrak Kecombrang terhadap Saprolegnia sp.

Peremajaan jamur Saprolegnia sp. dilakukan dengan mengambil potongan kecil miselium menggunakan blade dan menanamnya secara aseptis pada media PDA. Setelah itu diinkubasi pada suhu kamar/ambiven selama 2 – 3 hari.

Konsentrasi larutan yang digunakan adalah 20%, 40% dan 60% (b/v). Konsentrasi larutan 60% dibuat dengan cara menimbang ekstrak kecombrang sebanyak 0,60 gram yang kemudian dilarutkan 0,5 ml DMSO sampai dengan 1 ml DMSO.

Konsentrasi larutan 40% dibuat dengan cara menimbang ekstrak kecombrang

(32)

sebanyak 0,10 gram dan Konsentrasi larutan 20% dibuat dengan cara menimbang ekstrak kecombrang sebanyak 0,15 gram.

Pengujian aktivitas antifungi dilakukan dengan cara mengambil potongan kecil miselium Saprolegnia sp., dengan bentuk kubus dan menanamkannya di media PDA dengan posisi di tengah. Kertas cakram yang telah berisi ekstrak dengan berbagai konsentrasi diletakkan di sekitar potongan jamur tersebut dengan jarak yang sama. Setelah itu diinkubasi pada suhu kamar/ambiven selama 2 – 3 hari.

Penentuan zona hambatan

Untuk aktivitas antifungi ditentukan dengan rumus uji antagonis yaitu dengan mengukur jari-jari pertumbuhan hifa normal dikurang dengan jari-jari pertumbuhan hifa yang terhambat oleh ekstrak (Suryanto dkk., 2011). Perhitungan jari – jari zona hambat jamur Saprolegnia sp. dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Perhitungan jari-jari zona hambat jamur Saprolegnia sp.

Keterangan:

a = Pertumbuhan koloni jamur

b = Zona hambat ekstrak daun Kecombrang terhadap koloni jamur c = Blank disc yang telah berisi ekstrak

d = Letak koloni jamur yang ditanam

x = Koloni jamur yang terhambat pertumbuhannya

c b a

d

y x

(33)

y = Koloni jamur yang pertumbuhannya normal y – x = Jari-jari zona hambat

y = a + bx yang didapatkan dari grafik hubungan antara konsentrasi dengan mortalitas probit menggunakan program Microsoft excel.

Uji Toksisitas Ekstrak Daun Kecombrang Terhadap Ikan Gurami

Uji Toksisitas Ekstrak Daun Kecombrang dengan menguji cobakan secara langsung konsentrasi ekstrak Kecombrang terhadap benih ikan gurami dalam waktu 1 menit dengan kepadatan 10 ekor yang berukuran 7 – 10 cm dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan yakni:

A. Perlakuan kontrol 0 %

B. Perlakuan ekstrak kecombrang 20%, C. Perlakuan ekstrak kecombrang 40%, D. Perlakuan ekstrak kecombrang 60 %, dengan masing-masing sebanyak 3 kali ulangan.

Parameter yang diamati adalah jumlah mortalitas benih ikan gurami terhadap konsentrasi ekstrak Kecombrang yang berbeda dengan tetap menjaga kualitas air tempat hidup ikan uji.

Pengamatan Kualitas Air

Untuk pengukuran parameter kualitas air yang diukur meliputi suhu menggunakan Thermometer, DO menggunakan DO meter, dan pH menggunakan PH meter. Pengukuran dilakukan setiap hari, pagi dan sore.

Analisis Data

Untuk zona hambat, analisis data menggunakan ms.excel, dan apabila terdapat perbedaan yang nyata analisis data dapat menggunakan ANOVA.

(34)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Ekstraksi Daun Kecombrang

Tahapan ekstraksi adalah proses melarutkan senyawa senyawa bioaktif yang terdapat pada ekstrak daun kecombrang, sedangkan skrining adalah proses pengujian ekstrak dengan larutan tertentu untuk mengetahui kandungan senyawa aktif pada daun kecombrang, Pelarut yang dipakai antara lain N-Heksana, Etil Asetat, Etanol, Selanjutnya, larutan tersebut dimasukkan kedalam masing masing toples kaca yang berisi serbuk daun kecombang sebanyak 2 liter dan diendapkan selama 3 hari yang tujuan agar pelarutnya dengan serbuk daun kecombrang menjadi homogen dan menyatu atau disebut dengan tahapan maserasi. Proses waterbath merupakan suatu proses pemanasan menggunakan suhu panas dari air yang mendidih yang membuat larutan ekstrak daun kecombrang menguap sehingga meninggakan ekstrak padat dan kental dari larutan tersebut. Hasil dari ekstraksi daun kecombrang dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Ekstraksi Daun Kecombrang

No. Hasil Metanol Etil Asetat N-Heksana 1. Berat Sampel (gr) 200 200 200 2. Berat Ekstrak (gr) 1,877 3,698 0,325 3. Bentuk Pasta basah Pasta Basah Pasta Kering

4. Warna Hijau kemerahan Cokelat kemerahan Hijau Kekuningan Skrining Daun Kecombrang

Serbuk daun kecombrang diuji kandungan sifatnya dengan 8 larutan yaitu;

larutan FeCl3, larutan Coriksulfat, larutan Bouchardat, larutan Wagner, larutan Meyer, larutan Dragendorf, larutan Aqua ,larutan Etil Asetat. Tujuan dari skrining

(35)

ini untuk dapat membuktikan bahwa tumbuhan kecombrang merupakan tumbuhan aktioksidan mengandung senyawa saponin yang terdapat pada daun kecombrang tersebut. Hasil dari analisa uji kandungan sifat daun kecombrang dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Skrining ekstrak daun Kecombrang pada pelarut Etil Asetat, n-Heksana, dan Etanol

Sampel Dalam CH3OH Metabolit Sekunder

Fenolik/ Flavonoid/ Terpen/ Steroid Alkaloid

Tanin Saponin

Pereaksi Hasil Pereaksi Hasil Pereaksi Hasil Pereaksi Hasil FeCl3 (+++) FeCl3 (+++) Bouchardat(-) Aqua (+++) Tanin Terpen Wagner(-)

Meyer(-) Dragendorf(-)

FeCl3 (+++) FeCl3 (+++) Bouchardat(-) Aqua (+++) Tanin Terpen Wagner(-)

Meyer(-) Dragendorf(-)

FeCl3 (+++) FeCl3 (+++) Bouchardat (-) Aqua (+++) Tanin Terpen Wagner(-)

Meyer(-) Dragendorf(-) Keterangan:

(+++) = kuat sekali (++) = sedang (+) = lemah (-) = tidak ada

Dari hasil skrining pada Tabel 2, dapat dilihat bahwa ekstrak daun kecombrang dengan pereaksi FeCl3 mengandung tanin sebesar positif 3 dengan keterangan kuat sekali yang merupakan salah satu faktor warna skrining ekstrak daun kecombrang memiliki hijau kehitam hitaman dikarenakan sisa sisa ekstrak daun kecombrang atau ampas tidak ikut larut semuanya. Ekstrak daun kecombrang juga mengandung terpen sebesar positif 3 dengan keterangan kuat sekali yang merupakan salah satu faktor penyebab warna daun kecombrang

(36)

menjadi hijau kecoklatan dengan pereaksi FeCl3, Ekstrak daun kecombrang juga melalui uji skrining mengandung saponin dengan pelarut Aqua sebesar positif 3 dengan keterangan kuat sekali, saponin merupakan larutan yang mengeluarkan busa saat proses skrining berlangsung, saponin juga diketahui sebagai antioksidan yang juga dapat digunakan sebagai anti mikroba khususnya dalam penelitian ini sebagai antifungi atau antijamur.

Uji Toksisitas Ekstrak Daun Kecombrang Pada Ikan Gurami

Data Hasil Uji Toksisitas ekstrak daun kecombrang dengan pelarut Etil Asetat, n-Heksana, Metanol pada ikan gurami dalam waktu 1 menit pada Tabel 3.

Tabel 3. Data Hasil Uji Toksisitas ekstrak daun kecombrang dengan pelarut etil asetat,n- heksana, dan etanol

Perlakuan Konsentrasi Total Jumlah Persen LC48 (ppm) Populasi Kematian Mortalitas (%) (Ppm) Etil asetat 1000 10 10 100 22,7 100 10 7 41,2 10 10 4 30,3

0 (kontrol) 10 0 0

Metanol 1000 10 10 100 25,4 100 10 3 30

10 10 2 10 0 (kontrol) 10 0 0

n - heksana 1000 10 10 100 26,2 100 10 6 61,5

10 10 4 40 0 (kontrol) 10 0 0

Dalam konsentrasi 1000 ppm dalam uji toksisitas dalam waktu 1 menit yang di ujikan pada ikan gurami yang berukuran rata rata 7-10 cm, yang memiliki tingkat mortalitas yang paling tinggi adalah ekstrak kecombrang dengan pelarut N-heksana, Metanol, Etil Asetat sebanyak 10 ekor dalam masing masing perlakuan, hal ini disebabkan kandungan terpen dan tanin pada hasil skrining didalam tabel 2, yang kandungan tanin sebesar positif 3 dan kandungan terpen

(37)

juga memiliki kandungan sebesar positif 3 yang memiliki keterangan kuat sekali yang dapat mengubah faktor kondisi dalam air diakuarium, yang menyebabkan besarnya mortalitas sangat tinggi dalam masing masing ditiap perlakuan, yang memiliki tingkat mortalitas rendah dengan konsentrasi 10 ppm adalah ekstrak daun kecombrang dengan pelarut etanol memiliki mortalitas sebanyak 2 ekor, dan ekstrak kecombrang dengan pelarut etil asetat memiliki mortalitas sebanyak 4 ekor, dan ekstrak kecombrang dengan pelarut N-heksana memiliki mortalitas sebanyak 4 ekor, mortalitas rendah dengan konsentrasi 10 ppm darri ekstrak daun kecombrang dengan pelarut N-heksana, Etanol, Etil Asetat dalam konsentrasi yang masih dapat di tolerir oleh ikan gurami sehingga dapat bertahan dan memiliki mortalitas rendah, dan juga tidak mengubah faktor kondisi keseluruhan sehingga ikan gurami dapat hidup dalam konsentrasi tersebut.

Penularan Jamur Saprolegnia sp Pada ikan Gurami

Jamur Saprolegnia sp. merupakan salah satu jamur yang menyerang ikan konsumsi maupun ikan hias, salah satunya adalah yang menyerang ikan gurami, umumnya jamur ini menyerang ikan yang imunitas badannya yang tidak kuat menolerir kualitas air ditempat lingkungannya hidup sehingga mikroorganisme patogen dengan mudah menyerang inang yang lemah dengan kondisi lingkungan yang mendukung. Jamur Saprolegnia sp., umumnya menyerupai kapas yang berwarna putih ke abu – abuan atau pun putih kecoklatan yang terdapat pada sisik ikan, sirip ikan, atau bekas–bekas bagian luka yang bisa memunculkan pertumbuhan serta perkembangan jamur tersebut. Ikan yang sakit yang diduga terkena jamur saprolegnia didapat dari laboratorium Penyakit, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kelas I Medan I, kemudian dipotong bagian-

(38)

bagian ikan yang di duga terserang jamur di inkubasi di cawan petri yang berisi PDA selama 2 sampai 4 hari dengan suhu ambiven, dengan suhu tersebut dapat mendukung pertumbuhan serta perkembangan jamur tersebut. Metode slide culture potongan PDA yang sudah ditumbuhi oleh kapang/jamur, Setelah kapang/

jamur tersebut sudah tumbuh dicawan petri dilakukan pewarnaan sederhana yang bertujuan untuk memperhatikan bentuk-bentuk bagian jamur seperti hifa, dan sporangium. Pewarnaan menggunakan metilen biru pekat dengan gelas objek yang ditempel digelas preparat yang potongan kecil PDA ditumbuhi oleh kapang tersebut. Bentuk gambar jamur Saprolegnia sp. dapat dilihat pada gambar 6.

Gambar 6. Gambar jamur yang dikultur dan diamati dengan mikroskop perbesaran 10x102mm

Jamur tersebut dikultur / diremajakan hasilnya ke beberapa cawan petri yang berisi media PDA dan setelah tumbuh, disiapkan sebagai media untuk uji daya hambat ekstrak daun kecombrang terhadap jamur Saprolegnia sp. Metode pengenceran digunakan untuk memperbanyak spora jamur yang digunakan sebanyak 3 cawan petri. Dan sisanya diencerkan ditabung reaksi sebanyak 9 ml lalu dimasukkan kedalam masing masing akurarium yang berisi air yang sudah di aerasi sebanyak 12 buah yaitu 3 perlakuan dan 3 ulangan dan 3 kontrol untuk

(39)

menguji ektrak daun kecombrang dengan pelarut metanol, Etil Asetat, dan N- Heksana sebagai pencegah jamur Saprolegnia sp. pada ikan gurami.

Uji daya hambat ekstrak daun Kecombrang terhadap Jamur Saprolegnia sp.

Potongan PDA yang telah ditumbuhi oleh jamur Saprolegnia sp. kemudian di potong dan di inkubasi ke media PDA yang baru selama 1 sampai 2 hari, kemudian kertas cakram yang sudah direndam dengan larutan ekstrak daun kecombrang diletakkan kedalam cawan petri yang berisi PDA yang telah diinkubasi dengan potongan miselium jamur dan diamati perkembangan selama 1 sampai 5 hari yang bertujuan untuk mengetahui perkembangan jamur Saprolegnia sp. dan pengaruh hambat larutan ekstrak daun kecombrang terhadap jamur Saprolegnia sp. Aktivitas antifungi ditunjukkan dengan terbentuknya zona bening di sekitar kertas cakram, dan dengan rata rata diameter zona hambat ekstrak daun kecombrang terhadap jamur Saprolegnia sp. didalam Tabel 4. Dan gambar hasil uji ekstrak daun kecombrang pada gambar 7.

Tabel 4. Zona hambat rata – rata ekstrak daun kecombrang terhadap jamur Saprolegnia sp.

Hari Konsentrasi Zona Hambat (mm) Ekstrak Daun Kecombrang dengan berbagai Pelarut

Metanol Etil Asetat N-Heksana 1 60% 1,9 2,4 1

40% 1,5 1,7 1,1 20% 1,3 1,5 1,1

Kontrol 0 0 0

2 60% 2,5 3,3 1,2 40% 1,5 2,2 1,2 20% 1,4 1,9 1,0

Kontrol 0 0 0

3. 60% 2,7 9,7 1,3

40% 1,7 6,6 1,2 20% 1,4 4,8 1,2

Kontrol 0 0 0

(40)

Gambar 7. Hasil uji daya hambat ekstrak daun kecombrang dengan pelarut a) pelarut n – heksana, b) pelarut metanol, c) pelarut etil asetat

Dari Tabel 4, dapat dilihat bahwa zona hambat pada hari ke 1 dengan pelarut Etil Asetat dengan konsentrasi 60% memiliki zona hambat yang tinggi yaitu dengan ukuran sebesar 2,4 mm dan pelarut Etanol dengan zona hambat yaitu dengan ukuran 1,9 mm dan pelarut N- Heksana dengan yaitu dengan ukuran 1,3 mm yang mampu menghambat perkembangan dan pertumbuhan jamur Saprolegnia sp. Pada Hari ke 2, zona hambat yang paling tinggi dengan pelarut Etil Asetat yaitu dengan ukuran 3,3 mm, dan pelarut Etanol dengan ukuran yaitu 2,5 mm, dan pelarut N- Heksana dengan ukuran yaitu 1,2 mm. Pada Hari ke 3, zona hambat dengan pelarut dengan ukuran ukuran 9,7 mm, dan pelarut etanol dengan ukuran yaitu sebesar 2,7, dan pelarut N- Heksana dengan ukuran yaitu 1,3 mm.

Pengamatan Kualitas Air

Pengukuran parameter kualitas dilakukan selama penelitian berlangsung yang digunakan sebagai parameter pendukung dalam hasil penelitian, tujuan dari pengukuran ini bertujuan untuk mengetahui dan serta membandingkan parameter kondisi kualitas air pada penelitian ini. Pengukuran parameter dilakukan pada waktu pagi hari dan sore hari. Pengukuran kualitas air selama penelitian berlangsung dapat dilihat pada Tabel 5

(a )

( b

(c )

(41)

Tabel 5. Data Kualitas Air Selama Penelitian

Parameter Kualitas Air Perlakuan Ulangan

Suhu DO pH (OC) (mg/l)

1 29 7,2 7,4

P1(kontrol) 2 29 7,2 7,4 3 29 7,2 7,4

1 29 7,0 7,4 P2 2 29 7,0 7,4 3 29 7,0 7,4 1 29 7,1 7,4 P3 2 29 7,1 7,4 3 29 7,1 7,4

1 29 7,2 7,5

P4 2 29 7,2 7,5 3 29 7,2 7,5 Dari hasil pengamatan kualitas air pada tabel. 5 Pengukuran suhu dilakukan menggunakan termometer yang dicelupkanke dalam air diakuarium dan didapat hasil pada termometer tersebut pada tiap perlakuan dan ulangan dan diketahui bahwa rata- rata suhu pada perlakuan P1(kontrol), P2, P3, P4 adalah 28 sampai 30 oC. Suhu tersebut tetap pada saat penelitian dikarenakan berada pada suhu yang ambiven, agar tidak terjadi kenaikan serta penurunan suhu yang drastis, akan membuat ikan stress kemudian mati sebelum dan saat penelitian berlangsung, sehingga diperlukan suhu ambiven.

Oksigen terlarut merupakan salah satu faktor pendukung diparameter dalam penelitian ini, pengukuran oksigen terlarut menggunakan DO meter yang celupkan kedalam air diakuarium sehingga didapat hasil sesuai yang tertera dialat, diketahui rata–rata adalah 6,2mg/l sampai 7,5mg/l. Kandungan Oksigen terlarut yang paling rendah adalah 6,2 mg/l dan yang paling tinggi adalah 7,5 mg/l, salah

(42)

satu faktor rendahnya oksigen terlarut tersebut disebabkan saat penebaran ikan gurami di akuarium, sehingga mengalami proses aklimitisasi, yaitu proses adaptasi dari lingkungan yang lama ke lingkungan yang baru. Oksegen terlarut (Disolved Oksigen) juga memiliki pengaruhi dari suhu yang ambiven sehingga kandungan oksigen terlarut mengalami peningkatan dan stabil pada penelitian.

Derajat Keasaman (pH) diukur dengan menggunakan alat pHmeter yang dicelupkan kedalam air diakuarium dan didapat hasil sesuai yang tertera dialat.

Tujuan pengukuran Derajat keasaman ini untuk mengetahui kondisi asam basahnya sifat air diakuarium tersebut, diketahui rata – rata derajat keasaman (pH) adalah 7,0 sampai 7,8. Derajat keasaman (pH) yang paling rendah adalah 7,0 dan yang paling tinggi adalah 7,8. Perbedaan derajat keasaman juga dipengaruhi oleh suhu dan oksigen terlarut (Disolved oksigen). Derajat Keasaman (pH) yang paling rendah adalah 7,0 yang merupakan keadaan standar atau keadaan netral, tidak basah dan tidak asam pada kondisi air tersebut juga di pengaruhi oleh suhu yang ambiven, oksigen terlarut (Disolved Oksigen) yang tetap dan stabil, dan derajat keasaman (pH) yang tetap.

(43)

Analisis Data

Gambar 8. Grafik hubungan pemberian konsentrasi ekstrak daun kecombrang dengan mortalitas ikan gurami

Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa ekstrak daun kecombrang dengan pelarut n – heksana, pelarut etil asetat, pelarut metanol dengan kadar konsentrasi ppm yang berbanding dengan jumlah mortalitas (ekor), didalam grafik dapat dilihat bahwa besarnya kadar konsentrasi berbanding lurus dengan besarnya mortalitas yang ditimbulkan. Dalam kadar konsentrasi 0 ppm sampai 1000 ppm, dlihat dari grafik yang didapat bahwa ekstrak daun kecombrang dengan pelarut n- heksana, pelarut etil asetat, pelarut metanol memiliki jumlah mortalitas yang berbeda pada kadar konsentrasi 10 ppm, 100 ppm, 1000 ppm disebabkan oleh sifat dan jenis masing masing pelarut, didalam grafik ini menunjukkan bahwa ekstrak daun kecombrang dengan pelarut metanol, pelarut etil asetat, pelarut n- heksana dapat diketahui jumlah besar kadar konsentrasi ekstrak daun kecombrang yang menjadi toksik yang menyebabkan mortalitas yang tinggi dan tidak menjadi toksik, menjadi kadar konsentrasi yang optimal yang dapat ditolerir ikan gurami (O. gouramy) yang dapat bertahan hidup selama penelitian.

0%

20%

40%

60%

80%

100%

0 4 7 10

Konsentrasi (Ppm)

Mortalitas (ekor)

Hubungan Konsentrasi (Ppm) dengan mortalitas

Metanol Etil Asetat N- Heksana

(44)

Gambar 9. Grafik hubungan konsentrasi ekstrak daun kecombrang denganzona hambat pelarut Metanol

Dari grafik diatas diketahui hubungan kadar konsentrasi ekstrak daun kecombrang dengan pelarut metanol berpengaruh dengan zona hambat yang mampu menekan perkembangan dan pertumbuhan jamur saprolegnia sp., (a) diketahui sebagai pertumbuhan koloni jamur, (b) diketahui sebagai zona hambat ekstrak daun kecombrang terhadap koloni jamur Saprolegnia sp., (y) diketahui sebagai pertumbuhan koloni jamur Saprolegnia sp. yang normal, (x) diketahui sebagai koloni jamur Saprolegnia sp., yang pertumbuhannya yang terhambat, (a+bx) diketahui sebagai diameter keseluruhan jamur Saprolegnia sp., Dari grafik hubungan kadar konsentrasi dengan pelarut metanol dapat berpengaruh menekan dan menghambat dalam pertumbuhan jamur Saprolegnia sp. Dalam kadar konsentrasi 20%, konsentrasi 40% dari grafik diketahui mulai menghambat pertumbuhan jamur Saprolegnia sp (x) dan kadar konsentrasi 60% sudah menghambat pertumbuhan jamur tersebut, dilihat dari penyebaran pertumbuhan koloni jamur Saprolegnia sp., yang normal (a), berbeda dengan zona hambat yang ditimbukan zona bening dengan konsentrasi 20%, konsentrasi 40%, konsentrasi 60% didalam grafik tersebut.

0 10 20 30 40 50

y x a b a+bx

Konsentrasi (%)

zona hambat

Hubungan konsentrasi dengan zona hambat

pelarut Metanol

(45)

Gambar 10. Grafik hubungan konsentrasi ekstrak daun kecombrang dengan zona hambat pelarut Etil Asetat

Dari grafik diatas diketahui hubungan kadar konsentrasi ekstrak daun kecombrang dengan pelarut Etil Asetat berpengaruh dengan zona hambat yang mampu menekan perkembangan dan pertumbuhan jamur Saprolegnia sp., (a) diketahui sebagai pertumbuhan koloni jamur Saprolegnia sp., (b) diketahui sebagai zona hambat ekstrak daun kecombrang terhadap koloni jamur Saprolegnia sp., (y) diketahui sebagai pertumbuhan koloni jamur Saprolegnia sp.

yang normal, (x) diketahui sebagai koloni jamur Saprolegnia sp., yang pertumbuhannya yang terhambat, (a+bx) diketahui sebagai diameter keseluruhan jamur Saprolegnia sp. Dari grafik diatas menunjukkan kadar konsentrasi 20%, konsentrasi 40%, kosentrasi 60% bahwa pertumbuhan koloni jamur Saprolegnia sp., (a), mulai terhambat pertumbuhannya karena terciptanya zona hambat yang menekan serta menghambat pertumbuhan jamur Saprolegnia sp., (b), disertai dengan diameter keseluruhan jamur Saprolegnia sp., (a+bx) yang berbeda beda disebabkan perbedaan konsentrasi yang berbeda beda sehingga diameter zona hambat berbeda beda diameternya.

0 50 100 150 200

y x a b a+bx

Konsentrasi (%)

Zona Hambat

Hubungan konsentrasi dengan zona hambat

Pelarut Etil Asetat

(46)

Gambar 11. Grafik hubungan konsentrasi ekstrak daun kecombrang dengan zona hambat pelarut N – Heksana

Dari grafik diatas diketahui hubungan kadar konsentrasi ekstrak daun kecombrang dengan pelarut n - heksana berpengaruh dengan zona hambat yang mampu menekan perkembangan dan pertumbuhan jamur Saprolegnia sp., (a) diketahui sebagai pertumbuhan koloni jamur Saprolegnia sp., (b) diketahui sebagai zona hambat ekstrak daun kecombrang terhadap koloni jamur Saprolegnia sp, (y) diketahui sebagai pertumbuhan koloni jamur Saprolegnia sp.

yang normal, (x) diketahui sebagai koloni jamur Saprolegnia sp., yang pertumbuhannya yang terhambat, (a+bx) diketahui sebagai diameter keseluruhan jamur Saprolegnia sp. Dari grafik diatas menunjukkan kadar konsentrasi 20%, konsentrasi 40%, konsentrasi 60% menunjukkan bahwa koloni jamur Saprolegnia sp. yang terhambat (y), sedikit disebabkan oleh jenis - jenis dan sifat – sifat yang beda beda dari pelarut dari ekstrak daun kecombrang, dan zona hambat ekstrak daun kecombrang (b), terbentuk dan sedikit menghambat pertumbuhan dan perkembangan koloni jamur Saprolegnia sp., bentuk bentuk zona hambat dan pertumbuhan normal jamur Saprolegnia sp., dari ekstrak daun kecombrang dengan pelarut n- heksana ini pun berbeda – beda (a+bx).

0 5 10 15 20 25 30

y x a b a+bx

Konsentrasi (%)

zona hambat

Hubungan konsentrasi dengan zona hambat

Pelarut N - heksana

(47)

Pembahasan

Ekstraksi Daun Kecombrang

Tahapan ekstraksi kandungan pada daun kecombrang, serbuk daun kecombrang ditimbang sebanyak 200 g, kemudian disimpan kedalam toples kaca sebanyak 3 buah, total keseluruhan serbuk daun kecombrang yang dipakai sebanyak 600 g. Pelarut yang dipakai antara lain N-Heksana, Etil Asetat, Etanol.

Hal ini sesuai dengan literatur Radiati (2002) yang menyatakan bahwa proses ekstraksi meliputi penambahan etil asetat dengan perbandingan bahan dan etil asetat 1:2. Ekstraksi diawali dengan perebusan bubuk biji picung dalam waterbath pada suhu 70 oC selama 2 jam dalam 2 hari, yang sebelumnya telah disaring dengan kain saring dan kertas saring dalam proses maserasi didalam waterbath,sehingga dihasilkan filtrat dan residu dari ekstrak tersebut.

Untuk mendapatkan ekstrak padat berbentuk pasta dari ekstrak daun kecombrang dari larutan tersebut dibutuhkan proses maserasi dari alat waretbath.

Proses waterbath merupakan suatu proses pemanasan menggunakan suhu panas dari air yang mendidih yang membuat larutan ekstrak daun kecombrang menguap sehingga meninggakan ekstrak padat dan kental dari larutan tersebut. Hal ini sesuai dengan literatur Sumardi (2008) yang menyatakan bahwa Ekstrak yang sudah dimaserasi bertingkat diawali dengan perendaman menggunakan pelarut n- heksana, kemudian etil asetat dan terakhir etanol. Campuran bubuk daun dan pelarut tersebut dimaserasi atau direndam selama minimal 24 jam. Ekstrak kemudian disaring sampai jernih dengan menggunakan corong kaca yang dialasi kertas saring. dihasilkan kemudian dimasukkan ke dalam labu penguap, yang telah ditimbang, untuk menguapkan pelarutnya dengan menggunakan waterbath

(48)

pada suhu 50 sampai 60 0C. Setelah penguapan selesai, labu berisi ekstrak ditimbang lagi, Esktrak yang dihasilkan disebut ekstrak n-heksan, ekstrak etil asetat dan ekstrak metanol, yang kemudian disimpan dalam lemari pendingin (≤ 4 0C) hingga saat digunakan.

Skrining Ekstrak Daun Kecombrang

Ekstrak daun kecombrang dengan pereaksi FeCl3 mengandung Tanin sebesar positif 3 dengan keterangan kuat sekali yang merupakan salah satu faktor warna skrining ekstrak daun kecombrang memiliki hijau kehitam hitaman dikarenakan sisa sisa ekstrak daun kecombrang atau ampas tidak ikut larut semuanya. Ekstrak daun kecombrang juga mengandung terpen sebesar positif 3 dengan keterangan kuat sekali yang merupakan salah satu faktor penyebab warna daun kecombrang menjadi hijau kecoklatan dengan pereaksi FeCl3, Ekstrak daun kecombrang juga melalui uji skrining mengandung saponin dengan pelarut Aqua sebesar positif 3 dengan keterangan kuat sekali, saponin merupakan larutan yang mengeluarkan busa saat proses skrining berlangsung, saponin juga diketahui sebagai antioksidan. Hal ini sesuai dengan literatur Sitorus (2015) yang menyatakan bahwa untuk menguji ekstrak daun kecombrang Sebanyak 2 ml larutan ekstrak ditambahkan air panas, dididihkan selama 5 menit, kemudian disaring. Filtrat ditambahkan sedikit serbuk Mg dan 1 ml HCl pekat, kemudian dikocok. Uji positif ditunjukkan oleh terbentuknya warna merah, kuning atau jingga yang mengandung tanin. Uji steroid dan triterpenoid Sebanyak 2 ml larutan ekstrak ditambahka dengan perekasi Liebermann-Burchard. Uji positif steroid menghasilkan warna hijau atau biru dan triterpenoid menghasilkan warna merah atau violet. Uji saponin sebanyak 2 ml larutan ekstrak ditambahkan air panas,

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pemikiran.
Gambar 3. Jamur Saprolegnia sp. (Widya, 2013)
Gambar  6.  Gambar  jamur  yang  dikultur  dan    diamati  dengan  mikroskop  perbesaran 10x10 2 mm
Gambar 7. Hasil uji daya hambat ekstrak daun kecombrang dengan pelarut                     a) pelarut n – heksana, b) pelarut metanol, c) pelarut etil asetat
+3

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil pengolahan basis data Scopus terkait teknologi 5G, dapat dilihat negara mana yang memiliki minat yang tinggi terhadap penelitian teknologi yaitu negara dengan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah dikawasan studi faktor-faktor yang berpengaruh pada pemanfaatan tiap fasilitas sosial yaitu (1) Fasilitas Pendidikan,

Terutama nitrogen yang dapat membuat tanaman menjadi lebih hijau karena mengandung banyak butir-butir hijau yang penting dalam proses fotosintesa Nitrogen juga

Berdasarkan data penulis peroleh, tingkat keuntungan yang diperoleh oleh pedagang emas bukan hanya pada selisih harga beli dengan harga jual namun juga mereka siasati dari

Pengujian aktivitas dilakukan secara in-vitro melalui pewarnaan sel dengan alamar blue, yang kemudian diukur absorbannya untuk melihat viabilitas sel kanker dan ditentukan nilai

Ada beberapa metode beberapa metode pendidikan anak dalam islam neburut Abdullah Nasih Ulwan, dan menurut penulis yang paling mendasar adalah pendidikan

Dalam mengetahui self-esteem pada diri pelaku balap liar (joki) dapat dilihat dari pemahaman diri yang dimilki oleh para pelaku balap liar (joki) Pemahaman

Strategi dasar dalam pengembangan kawasan agroindustri terintegrasi berbasis ekspor di Provinsi Jambi harus memperhatikan beberapa hal yaitu (1) fokus pada pengembangan