• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kemampuan Guru dalam Menyusun Instrumen Penilaian Berbasis Kompetensi di SMA. By: Adnan Abstract

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Kemampuan Guru dalam Menyusun Instrumen Penilaian Berbasis Kompetensi di SMA. By: Adnan Abstract"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Kemampuan Guru dalam Menyusun Instrumen Penilaian Berbasis Kompetensi di SMA

By: Adnan and_sbw@yahoo.com

Abstract

The study was aimed at obtaining the description of the ability of Indonesian language teachers of senior high schools in constructing assessment tests, especially related teachers’ ability to: (1) construct the blueprint, (2 write the test, (3) predict the quality of the test items, (4) analysis the quality of test, and (5) interpret the result of the analysis of the test. This research was a survey research. The subjects consisting of 13 senior high school teahers who have implemented the competency-based curriculum, 9 principals, and 250 students were established using the purposive sampling technigue. The data were collected through assignments, obsevations, and interviews. The instrument was interview and observation guidelines. The data were analyzed using the quantitative and qualitative descriptive approach, especially by:

(1) describing the data from the interviews and obsevations, (2) predictions and analysis of assignment result. The study reveals that the general ability of Indonesian language teachers in constructing the instrument tests items is in a sufficient category.

Specifically, the teachers’ ability in : (1) constructing the blueprint is in a good category, (2) constructing multiple-choice test items and essay test items is in a sufficient category, (3) analyzing test items is in a sufficient category, (4) analyzing tests is in a poor category, and (5) interpreting the result of the analysis of tests is in a poor category.

Key word: Teacher ability, construction of instrument, assessment of Indonesian language.

A. Latar Belakang Masalah

Penilaian dalam pembelajaran menduduki posisi yang tidak kalah penting dari pelaksanaan pembelajaran itu sendiri. Berbagai keputusan diagnostik, bimbingan dan konseling, tes penempatan (placement test), serta kelulusan diperoleh melalui penilaian. Dalam UU no. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pada pasal 58 ayat 2 disebutkan bahwa evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan untuk memantau proses, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan (Depdiknas, 2003: 38). Keberhasilan penilaian hasil belajar bahasa Indonesia di sekolah sangat tergantung pada profesionalisme guru dalam melakukan penilaian.

Guru dituntut untuk dapat merencanakan penilaian, melaksanakan penilaian, dan menindaklanjuti hasil penilaian. Dalam UU no. 20 tahun 2003 tentang Sistem

(2)

Pendidikan Nasional, pada pasal 39 ayat 2 juga disebutkan bahwa guru harus mampu melakukan evaluasi dan menilai hasil belajar siswa (Depdiknas, 2003: 27). Penilaian hasil belajar siswa dapat dilakukan dengan menggunakan instrumen penilaian, untuk itu guru dituntut untuk dapat menyusun instrumen penilaian dengan baik.

Kemampuan guru dalam menyusun instrumen penilaian merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan kegiatan penilaian di sekolah. Oleh karena itu, peningkatan pengetahuan dan keterampilan guru dalam menyusun instrumen penilaian yang baik harus menjadi prioritas, agar informasi tentang prestasi belajar siswa bisa terukur secara akurat. Informasi yang akurat hanya akan diperoleh bila kualitas instrumen penilaian baik.

Untuk dapat membuat tes prestasi belajar yang berkualitas, guru perlu memiliki sejumlah kemampuan, antara lain: (1) menguasi materi yang akan diujikan, (2) memahami tata nilai yang mendasari pendidikan, (3) memahami karakteristik peserta didik, (4) mampu menggunakan bahasa yang efektif, (5) menguasai teknik penulisan soal, dan (6) kesadaran akan kekuatan dan kelemahan dalam menulis soal (Sumadi Suryabrata, 1997: 28). Pemahaman guru terhadap materi yang akan diujikan sangat berpengaruh pada kualitas tes yang dibuat. Apabila guru tidak menguasai materi yang akan diujikan maka besar kemungkinan soal yang dibuat tidak valid atau tidak relevan dengan materi yang seharusnya diujikan. Selain itu, pamahaman terhadap karakteristik peserta didik juga sangat penting, karena menyangkut pilihan materi yang akan diujikan. Kemampuan untuk menggunakan bahasa yang singkat, lugas, dan komunikatif serta pemahaman terhadap teknik penulisan soal yang baik juga sangat berpengaruh terhadap kualitas tes yang dibuat.

Teknik penulisan tes berhubungan dengan perencanaan dan langkah-langkah yang harus dilakukan dalam menyusun tes. Secara teoretis sebelum menyusun butir tes, guru harus menyusun spesifikasi tes sebagai penunjang dalam menulis butir soal.

Menurut Sumadi Suryabrata (1997: 5) dalam menyusun spesifikasi tes ada beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan yaitu menentukan tujuan penyusunan tes, menyusun kisi-kisi, menentukan bentuk soal, menentukan taraf kesukarannya, menentukan banyak soal, menyiapkan penulisan soal, menulis soal dan penelaahan soal. Berdasarkan pertimbangan tersebut, yang paling penting dilakukan oleh guru adalah menyusun “blue-print” atau kisi-kisi soal. Kisi-kisi soal dibuat sebagai

(3)

pedoman atau kerangka acuan bagi guru dalam menentukan bentuk soal yang akan digunakan. Penentuan bentuk soal yang akan digunakan disesuaikan dengan ruang lingkup materi pelajaran, standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator.

Tetapi, berdasarkan hasil prasurvei jarang sekali guru bahasa Indonesia SMAN di Kabupaten Sumbawa yang menyusun kisi-kisi soal sebelum menyusun butir soal, meskipun menurut Dinas Pendidikan setempat, pelatihan untuk itu sudah pernah dilakukan. Namun yang menjadi permasalahan belum diketahui secara pasti tidak digunakannya kisi-kisi, karena belum menyadari pentingnya kisi-kisi atau karena kurang mampu menyusun kisi-kisi.

Setelah menyusun kisi-kisi, guru harus menyusun butir soal dan menganalisis kualitas soal, sehingga dapat diketahui butir soal yang berkualitas baik dan cocok digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa sesuai dengan standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator. Pada dasarnya guru dituntut untuk melakukan hal tersebut, tetapi hasil prasurvei menunjukkan guru bahasa dan sastra Indonesia di Kabupaten Sumbawa pada umumnya belum melakukan analisis kualitas soal yang dibuatnya.

Penelitian ini penting dilakukan untuk memperoleh dekripsi objektif tentang kemampuan guru SMA dalam menulis butir soal. Kemampuan guru dalam menulis butir soal sangat berpengaruh terhadap kualitas soal yang dibuat. Jika soal yang digunakan dalam melakukan penilaian mempunyai kualitas baik, maka informasi yang diperoleh melalui penilaian tersebut akan akurat dan reliabel. Berbagai keputusan yang diambil dari hasil penilaian dengan menggunakan soal yang berkualitas tidak memberikan informasi yang menyesatkan dalam menentukan perkembangan prestasi siswa. Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk meningkatkan kemampuan guru dalam melakukan evaluasi dan penilaian sebagai penunjang peningkatan mutu guru. Selain itu, penelitian ini penting dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang kesiapan guru dalam melakukan evaluasi dan penilaian berbasis kompetensi. Kemampuan guru dalam melakukan evaluasi dan penilaian menjadi salah satu aspek yang diujikan pada uji sertifikasi guru.

(4)

B. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian survei. Jenis penelitian survei dipilih dengan pertimbangan penelitian survei bertujuan untuk memperoleh deskripsi tentang keadaan populasi tertentu secara alami, yaitu deskripsi tentang kemampuan guru bahasa dan sastra Indonesia dalam menyusun instrumen penilaian berbasis kompetensi yang terdiri atas soal pilihan ganda, dan uraian. Subjek penelitian 13 guru bahasa Indonesia SMA, 9 kepala sekolah, dan 520 siswa yang ditentukan secara purpusip.

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan penugasan.

Penugasaan dilakukan dengan cara mengumpulkan guru bahasa dan sastra Indonesia yang mengajar pada kelas yang sudah menerapkan kurikulum berbasis kompetensi.

Guru-guru tersebut diminta untuk membuat kisi-kisi dan menulis soal, yang terdiri dari soal pilihan ganda dan soal uraian (esai). Kisi-kisi dan soal yang telah dibuat guru dikumpulkan menjadi dokumen. Dokumen kisi-kisi dan soal yang dibuat oleh guru kemudian ditelaah. Selain ditelaah, soal buatan guru juga diujicobakan pada siswa, kemudian lembaran jawaban siswa dikumpulkan menjadi dokumen.

Teknik pengunpulan data juga dilakukan melalui pengamatan dengan mengamati kegiatan dan perilaku guru pada saat kegiatan penyusunan instrumen penilian sedang berlangsung. Terutama kegiatan guru dalam menyusun kisi-kisi, menelaah kisi-kisi, menulis butir soal, dan menelaah butir soal. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan pedoman pengamatan. Selain itu, pengumpulan data dalam penelitian ini juga dilakukan dengan teknik wawancara yang dilakukan kepada guru dan kepala sekolah. Wawancara dilakukan untuk mengetahui kegiatan yang dilakukan oleh guru dalam melakukan penilaian dan menyusun instrumen penilaian serta kendala-kendala yang dihadapi dalam menyusun instrumen penilaian. Kegiatan wawancara dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara.

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara deskriptif, baik deskritif kuantitatif maupun deskriftif kualitatif. Teknik deskriptif bertujuan untuk memberikan gambaran realitas dan sistimatis tentang kemampuan guru dalam menyusun instrumen penilaian berbentuk tes yang meliputi: kemampuan menyusun kisi-kisi, telaah kisi-kisi, menulis butir soal, menelaah soal, menganalisis soal, dan menginterpretasi hasil analisis soal.

(5)

Analisis data hasil wawancara dan pengamatan dilakukan secara deskriftif kualitatif dengan mendeskripsikan kegiatan yang dilakukan guru dalam menyusun kisi-kisi, melakukan telaah kisi-kisi, menulis butir soal, menelaah butir soal, menganalisis soal, dan menginterpretasi hasil analisis soal. Analisis hasil pengamatan dilakukan dengan mendeskripsikan kegiatan dan perilaku guru pada saat kegiatan penyusunan instrumen sedang berlangsung. Analisis hasil penugasan dilakukan secara deskriftif kuantitatif, yaitu dengan menkuantifikasi data hasil telaah kisi-kisi dan soal serta menganalisis soal yang dibuat guru, baik soal uraian maupun soal pilihan ganda. Analisis kualitas soal dilakukan dengan menggunakan bantuan program Item MicroCat.

Menurut Allen & Yen (1979: 121) butir soal dapat diterima atau dikatakan baik apabila tingkat kesukarannya berkisar antara 0,30-0,70, sedangkan menurut Fernandes (1984: 26) butir soal yang mempunyai tingkat kesukaran berkisar antara 0,25-0,75 tergolong baik. Butir soal yang tingkat kesukarannya kurang dari 0,25 tergolong sukar, sedangkan butir soal yang tingkat kesukarannya lebih besar dari 0,75 tergolong mudah. Untuk menentukan tingkat kesukaran butir soal yang dibuat guru digunakan kisaran 0,25-0,75 dengan pertimbangan bahwa soal yang dibuat guru digunakan pada ulangan sumatif.

Lebih lanjut (Fernandes, 1984: 29) menyatakan jika disktraktor atau pengecoh dipilih oleh kurang dari 0,02 siswa, distraktor tersebut harus direvisi. Distraktor dinyatakan dapat berfungsi dengan baik apabila telah dipilih oleh 0,02 (2%) siswa.

Dengan demikian, butir soal dinyatakan baik apabila tingkat kesukaran terletak pada interval 0,25 ≤ p ≤ 0,75 dan proporsi siswa yang menjawab dengan salah atau memilih suatu pengecoh ≥ 0,02. Butir soal dinyatakan tidak baik apabila tingkat kesukaran p ≤ 0,25 atau p ≥ 0,75 dan proporsi siswa yang menjawab dengan salah atau memilih suatu pengecoh kurang dari < 0,02.

Untuk menentukan indeks kesukaran butir soal uraian dilakukan dengan perhitungan manual. Menurut Sumarna Surapranata (2004b: 19) untuk menentukan tingkat kesukaran butir soal uraian dapat dilakukan dengan menggunakan rumus berikut ini:

N Sm x

p

(6)

P = Indeks tingkat kesukaran butir

x = Jumlah skor keseluruhan siswa untuk setiap butir Sm = Skor maksimal untuk masing-masing butir N = Banyaknya peserta uji

C. Hasil Analisis dan Pembahasan

1. Kemampuan Guru menyusun Kisi-kisi

Berdasarkan hasil telaah 13 paket kisi-kisi yang dibuat oleh 13 guru dapat disimpulkan bahwa guru 30,77% (4 guru) mempunyai kemampuan sangat baik, 38,46% (5 guru) mempunyai kemampuan baik, 15,38% (2 guru) mempunyai kemampuan yang baik, dan 15,38% (2 guru) mempunyai kemampuan kurang, dan 0,00% (0 guru) mempunyai kemampuan sangat kurang. Uraian tersebut menunjukkan sebagian besar guru bahasa dan sastra Indonesia SMAN di Kabubaten Sumbawa yang mengajar di kelas yang sudah menerapkan kurikulum berbasis kompetensi mempunyai kemampuan baik. Dengan demikian, secara keseluruhan kemampuan guru bahasa dan sastra Indonesia SMAN di Kabupaten Sumbawa yang mengajar di kelas yang sudah menerapkan kurikulum berbasis kompetensi dalam menyusun kisi- kisi tergolong baik.

2. Kmemapuan guru Menulis Soal

Untuk mengetahui kemampuan guru bahasa dan sastra Indonesia dalam menulis butir soal, guru telah ditugaskan untuk menulis 30 butir soal pilihan ganda dan 5 butir soal uraian.

a. Menulis Soal Pilihan Ganda

Untuk mengetahui kemampuan guru dalam menulis soal pilihan ganda dilakukan dengan melakukan telaah dan analisis kualitas soal pilihan ganda yang dibuat guru. Hasil telaah butir soal menunjukkan 15,38% (2 guru) mempunyai kemampuan sangat baik, 15,38% (2 guru) mempunyai kemampuan baik, 30,77% (4 guru) mempunyai kemampuan cukup, 38,46% (5 guru) mempunyai kemampuan kurang, dan 0,00% (0 guru) mempunyai kemampuan sangat kurang. Hal ini berarti bahwa 61,45% (8 guru) berada pada kemampuan sangat baik, baik, dan cukup, sedangkan 38,46% (5 guru) mempunyai kemampuan kurang. Dengan demikian, dapat

(7)

disimpulkan bahwa kemampuan guru dalam menulis soal pilihan ganda menurut hasil telaah tergolong cukup baik.

Berbeda halnya dengan hasil analisis kualitas soal pilihan ganda dengan menggunakan program Iteman MicroCat. Hasil analisis kualitas soal pilihan ganda menunjukan 0,00% (0 guru) yang mempunyai kemampuan sangat baik, 7,69% (1 guru) mempunyai kemampuan baik, 46,15% (6 guru) mempunyai kemampuan cukup, 38,46% (5 guru) mempunyai kemampuan kurang, dan 7,67% (1 guru) mempunyai kemampuan kurang. Hal ini berarti bahwa 53,85% (7 guru) berada pada kemampuan sangat baik, baik, dan cukup, sedangkan 46,15% (6 guru) berada pada kemampuan kurang dan sangat kurang. Persentase tertinggi kemampuan guru berada pada kategori cukup. Dengan demikian, dapat disimpulkan kemampuan guru dalam menulis butir soal pilihan ganda berdasarkan hasil analisis tergolong cukup baik.

b. Kemampuan Guru Menulis Soal Uraian

Berdasarkan berdasarkan hasil telaah kemampuan dalam menulis soal uraian tergolong cukup karena 0,00% (0 butir soal) yang tergolong baik, 96,92% (63 butir soal) tergolong cukup, dan 2 butir soal yang tergolong tidak baik. Berbeda halnya dengan basil analisis kualitas soal uraian yang menunjukkan bahwa 7,69% (1 guru) mempunyai kemampuan sangat baik, 61,45% (8 guru) mempunyai kemampuan baik, 23,08% (3 guru) mempunyai kemampuan cukup, 0,00% (0 guru) mempunyai kemampuan kurang, dan 7,69% (1 guru) mempunyai kemampuan sangat kurang.

Sebagian besar kemampuan guru berada pada kategori baik. Hal ini berarti bahwa kemampuan guru dalam menulis soal uraian tergolong cukup baik baik.

3. Kemampuan Guru Melakukan Telaah Butir Soal

Untuk mengetahui kemampuan guru dalam melakukan telaah butir soal dilakukan dengan membandingkan hasil telaah butir soal yang dilakukan guru dengan hasil telaah oleh tim. Berdasarkan pengkategorian kesenjangan antara hasil telaah yang dilakukan guru dan dilakukan oleh tim menunjukkan bahwa kemampuan guru dalam menelaah butir soal tergolong cukup baik.

Informasi yang diperoleh melalui hasil wawancara tentang kegiatan yang dilakukan oleh guru dalam melakukan telaah butir soal memberikan gambaran

(8)

kegiatan yang dilakukan guru dalam melakukan telaah. Kegiatan yang dilakukan guru dalam melakukan telaah memberikan gambaran tentang kemampuan guru dalam melakukan telaah. Hasil wawancara menunjukkan setelah menulis butir soal secara keseluruhan guru menyatakan melakukan telaah terhadap butir soal yang telah dibuat.

Dalam melakukan telaah guru tidak menggunakan pedoman telaah butir soal atau kartu telaah. Guru melakukan telaah butir soal yang dibuat secara umum dengan membaca kembali butir soal yang telah dibuat. Apabila terdapat butir soal yang menggunakan kata atau kalimat yang kurang bisa dipahami oleh siswa, maka butir soal tersebut diperbaiki dengan mengunakan kosa kata atau kalimat yang mudah dipahami siswa.

Kegiatan telaah yang dilakukan oleh guru belum menyeluruh karena cenderung hanya difokuskan pada aspek bahasa saja, sedangkan aspek materi dan konstruksi terabaikan. Meskipun ada beberapa guru yang melakukan telaah dengan memperhatikan bahasa dan materinya. Hal ini berati bahwa kemampuan guru melakukan telaah butir soal tergolong pada kategori kurang karena guru tidak pernah mengikuti seminar atau pelatihan tentang tentang evaluasi dan penilaian. Sebagian besar guru yang menjadi sumber data dalam penelitian menyatakan tidak pernah mengikuti seminar atau pelatihan tentang evaluasi dan penilaian.

4. Kemampuan Guru Menganalisis Soal

Setelah menulis dan menelaah butir soal kegiatan penting yang harus dilakukan dalam menyusun instrumen adalah menganalisis soal. Analisis soal dilakukan untuk mengetahui kualitas butir soal. Idealnya untuk mengetahui kemampuan guru dalam melakukan analisis kualitas soal, dapat dilihat dari hasil analisis soal yang telah dibuat guru. Akan tetapi, untuk mengetahui kemampuan guru dalam melakukan analisis kualitas soal pada penelitian ini hanya ditentukan berdasarkan hasil wawancara dengan guru dan kepala sekolah. Hasil wawancara menunjukkan bahwa secara umum guru tidak pernah melakukan analisis terhadap kualitas soal yang dibuat. Guru tidak melakukan analisis disebabkan oleh beberapa hal diantaranya: (1) jam mengajar guru sangat padat, (2) pengetahuan dan pemahaman guru tentang analisis kualitas soal masih kurang, (3) guru kesulitan dalam menentukan sampel ujicoba, (5) guru kesulitan dalam melakukan analisis karena harus dilakukannya dengan metode klasik (secara manual), (5) guru belum

(9)

dapat mengunakan program komputer (Iteman MicroCat, Bigstaps dan lain-lain) dalam melakukan analisis. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kemampuan menganalisis soal tergolong kurang.

5. Kemampuan Guru Menginterpretasi Hasil Analisis Soal

Menginterpretasi hasil analisis merupakan kegiatan penting yang harus dilakukan untuk mengetahui dan memastikan bahwa butir soal tersebut tergolong mempunyai kualitas yang baik atau tergolong kualitasnya kurang baik. Butir soal dapat dinyatakan mempunyai kualitas yang baik apabila mempunyai validitas dan reliabilitas yang baik. Penentuan validitas butir soal dapat diketahui berdasarkan hasil telaah dan hasil analisis secara kuantitatif. Penentuan atau pengukuran reliabilitas butir soal dapat dilakukan dengan mengunakan rumus Alfa Cronbach, baik dengan menggunakan metode retes, ganjil-genap, dan belahan.

Namun, guru tidak pernah melakukan analisis terhadap butir soal yang dibuatnya. Guru juga tidak melakukan pengujian validitas dan reliabilitas butir soal yang dibuatnya. Guru menentukan tingkat kesukaran butir soal yang dibuatnya sebagian besar berdasarkan perkiraan dan berdasarkan tingkatan ranah kognitif yang diukur oleh butir soal, meskipun ada juga guru yang menentukan tingkat kesukaran butir soal berdasarkan distribusi jawaban siswa. Dengan demikian, secara tidak langsung guru dapat dinyatakan tidak pernah melakukan interpretasi hasil analisis kualitas soal yang dibuatnya.

Guru menentukan tingkat kesulitan butir soal yang dibuatnya berdasarkan jawaban siswa. Apabila butir soal tersebut dapat dijawab oleh siswa dengan baik, maka tingkat kesulitan butir soal tersebut tergolong baik. Sebagian besar guru menentukan baik dan tidaknya kualitas soal ditentukan berdasarkan hasil telaah dan perkiraan. Guru tidak menentukan kualitas soal yang dibuatnya berdasarkan hasil analisis kualitas soal. Hal ini berarti guru belum dapat mengenterpretasi hasil analisis dengan baik karena tidak pernah melakukan analisis kualitas soal yang telah dibuatnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kemampuan guru menginterpretasi hasil analisis kualitas soal tergolong kurang.

(10)

D. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan maka hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Kemampuan guru bahasa Indonesia dalam menyusun kisi-kisi tergolong baik.

2. Kemampuan guru bahasa Indonesia dalam menulis soal pilihan ganda dan menulis soal uraian tergolong cukup baik.

3. Kemampuan guru bahasa Indonesia dalam melakukan telaah butir soal tergolong cukup baik.

4. Kemampuan guru bahasa Indonesia dalam melakukan analisis butir soal tergolong kurang baik karena guru menentukan tingkat kesukaran butir soal yang dibuat hanya dengan menggunakan perkiraan yang disesuaikan dengan tingkatan ranah kognitif.

5. Kemampuan guru bahasa Indonesia dalam menginterpretasi hasil analisis butir soal tergolong kurang baik karena guru tidak pernah melakukan analisis kualitas soal. Guru hanya menentukan kualitas butir soal yang dibuatnya berdasarkan perkiraan yang tidak dapat dipertanggung-jawabkan kebenarannya.

Saran-Saran

Berdasarkan kesimpulan dan implikasi dari penelitian ini, kepada pihak terkait disarankan sebagai berikut:

1. Guru perlu lebih meningkatkan kemampuannya dalam menyusun kisi-kisi.

2. Guru perlu meningkatkan kemampuannya dalam menulis soal terutama dalam menentukan materi karena banyak butir soal yang terlalu sukar dan terlalu mudah.

3. Guru perlu meningkatkan kemampuannya dalam menulis soal pilihan ganda terutama dalam membuat distraktor karena banyak butir soal yang distraktor-nya tidak dapat berfungsi dengan baik.

4. Guru perlu meningkatkan kemampuannya dalam melakukan telaah butir soal karena telaah butir soal penting dilakukan untuk memastikan bahwa materi, konstruksi, dan bahasa butir soal yang dibuat dinyatakan sudah baik sebelum digunakan.

5. Guru perlu meningkatkan kemampuannya dalam melakukan analisis soal dan menginterpretasi hasil analisis soal karena analisis soal penting dilakukan untuk memastikan bahwa butir soal yang dibuat mempunyai kualitas empirik yang baik.

(11)

6. Kepala sekolah perlu merekomendasikan guru-guru untuk mengikuti pelatihan, terutama pelatihan tentang penyusunan instrumen penilaian.

7. Diknas perlu mengadakan pelatihan atau workshop tentang evaluasi dan penilaian terutama tentang tentang penyusunan instrumen penilaian.

DAFTAR PUSTAKA

Allen, J., & Yen, W.M. (1979). Intoduction to measerument theory. Montery: Brook/

Cole Publishing Company.

Depdiknas. (2003). Undang-undang republik Indonesia tentang sistem pendidikan nasional. Yogyakarta: Pustaka Widyatama.

Fernandes, H.J.X. (1984). Testing and measurement. Jakarta: national education Planning, Evaluation and Curriculum Development.

Pujiati Suyata. (1996). Teori dan pelaksanaan evaluasi pembelajaran berdasarkan kurikulum 1994 bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Pengembangan Agribisnis.

Sumadi, Suryabtara. (1997). Pengembangan tes hasil belajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Sumarna Surapranata. (2004). Analisis, validitas, reliabilitas dan interpretasi hasil tes: Implementasi kurikulum 2004. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, karena meneliti masalah- masalah actual yang berlangsung dilapangan khususnya mengenai pengaruh penggunaan media gambar

Namun gangguan kesehatan ini belum dapat dikatakan karena pajanan Hg atau As, karena masih banyak faktor lain yang perlu dipertimbangkan dalam desain

Ruang terbuka hijau di wilayah perkotaan merupakan bagian dari penataan ruang kota yang berfungsi sebagai kawasan hijau pertamanan kota, kawasan hijau hutan kota, kawasan

Dari gambar 4.6 dan gambar 4.7 dapat disimpulkan bahwa dengan semakin bertambahnya sudut defleksi flap maka perbedaan tekanan yang terjadi pada permukaan atas

Aplikasi zeolit dalam air sumur untuk keadaan maksimal dilakukan dengan cara memasukkan 0,125 gram zeolit kedalam 50 mL air sumur pada pH dan waktu kontak maksimal yang telah

1. Terbukti dari temuan penelitian bahwa bentuk produk kebijakan pembebasan tanah proyek BKT yang menggunakan Perpres, Keputusan Gubernur dan Walikota DKI Jakarta,

Data primer yang ada dalam penelitian ini merupakan hasil penyebaran kuesioner pada sampel yang telah ditentukan (pemegang usaha waralaba di wilayah Tembalang), berupa data