• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. KONSEP TENTANG IMPLEMENTASI PROGAM. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI edisi ketiga 2002)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. KONSEP TENTANG IMPLEMENTASI PROGAM. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI edisi ketiga 2002)"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. KONSEP TENTANG IMPLEMENTASI PROGAM II.1.1. Pengertian Implementasi

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI edisi ketiga 2002) Implementasi sama dengan pelaksanaan atau penerapan.

Kamus Webste, merumuskan secara pendek bahawa to implent (mengimplementasikan) berarti to provide the means for carrying out;

(menyediakan sarana untuk sesuatu); to give practical effect to (menimbulkan dampak/akibat terhadap sesuatu), maka implementasi kebijaksanaan dapat dipandang sebagai sesuatu proses melaksanakan keputusan kebijaksanaan dalam bentuk undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan peradilan, perintah eksekutif, atau dekrit persiden. ( Wahab 1990: 50 )

Sedangkan Cheema dan Rondinelli dalam Wibawa (1994:19), Implementasi dalam pengertian luas, implementasi maksudnya adalah pelaksanaan dan melakukan suatu suatu program kebijaksanaan. Dan dijelaskan bahwa suatu proses interaksi diantara merancang dan menentukan sasaran yang diinginkan.

Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier dalam Wahab (1990:51), menjelaskan makna implementasi adalah:

Memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku dan dirumuskan merupakan fokus perhatian implementasi kebijaksanaan, yakni kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan yang timbul sesudah disahkannya pedoman-pedoman kebijaksanaan negara, yang mencakup baik usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat/dampak nyata pada

(2)

Implementasi kebijaksanaan merupakan aspek yang penting dari keseluruhan proses kebijaksanaan. Bahkan Udoji dalam Wahab (1990:45) dengan tegas mengatakan bahwa pelaksanaan kebijaksanaan adalah sesuatu yang penting, bahkan mungkin jauh lebih penting dari pada pembuatan kebijaksanaan.

Kebijaksanaan-kebijaksanaan akan sekedar berupa impian atau rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak diimplementasikan.

Lebih jauh Van Meter dan Van Horn dalam Wahab (1990:51) merumuskan proses implementasi adalah: tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu/pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan.

Mazmanian dan Sabatier dalam Wahab (1990:54) merumuskan proses kebijasanaan negara ini dengan lebih rinci, yaitu:

Implementasi adalah pelaksanaan keputusan kebijaksanaan dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan. Lazimnya, tersebut mengindentifikasikan masalah yang ingin diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan/sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai cara untuk menstrukturkan/mengatur proses implementasinya. Proses ini berlangsung setelah melalui sejumlah tahapan tertentu, biasanya diawali dengan tahapan pengesahan undang-undang, kemudian output kebijaksanaan dalam bentuk pelaksanaan keputusan oleh intansi pelaksanaan, kesediaan dilaksanakannya keputusan- keputusan tersebut oleh kelompok-kelompok sasaran, dampak nyata – baik yang dikehendaki atau yang tidak – dari output tersebut, dampak keputusan dipersepsikan sebagi oleh badan-badan yang mengambil keputusan, dan akhirnya perbaikan-perbaikan penting terhadap undang-undang/peraturan yang bersangkutan.

II.1.2. Program

Program merupakan dalam peyelesaian rangkaian kegiatan yang berisi langkah-langkah yang akan dikerjakan untuk mencapai tujuan dan merupakan

(3)

unsur pertama yang harus ada demi tercapainya kegiatan implementasi. Program akan menunjang implementasi, karena dalam program tersebut telah dimuat berbagai aspek antara lain:

1. Adanya tujuan yang ingin dicapai.

2. Adanya kebijaksanaan-kebijaksanaan yang akan diambil dalam mencapai tujuan itu.

3. Adanya aturan-aturan yang harus dipegang dan prosedur yang harus dilalui.

4. Adanya perkiran anggaran yang dibutuhkan.

5. Adanya strategi dalam pelaksanaan. ( Manila, 1996:43).

II.1.3. Implementasi Program

Unsur kedua yang harus dipenuhi dalam proses implementasi program yaitu adanya kelompok masyarakat yang menjadi sasaran program, sehingga masyarakat merasa ikut dilibatkan dan membawa hasil dari program yang dijalankan, adanya perubahan dan peningkatan dalam kehidupanya. Tanpa memberikan manfaat kepada masyarakat maka program tersebut telah gagal dilaksanakan.

Berhasil atau tidaknya suatu program diimplementasikan tergantung dari unsur pelaksanaannya. Unsur pelaksanaan ini merupakan unsur ketiga. Pelaksanaan penting artinya karna pelaksanaan baik, organisasi maupun perorangan bertanggung jawab dalam pengelolaan maupun pengawasan dalam proses implementasi.

(4)

Dalam tahap implementasi, eksekutif melaksanakan rencana yang tercantum dalam anggaran dalam bentuk kegiatan nyata. Anggaran merupakan kegiatan bagian dari program, dan program merupakan penjabaran dari strategic objectives dan strategic initiatives. Oleh karena itu, eksekutif harus menyadari

keterkaitan erat antara implementasi, anggaran, program, strategic objectives dan stratgic intatives dan startegi mewujudkan visi organisasi.

Dengan kata lain, dalam implementasi progam, khususnya yang banyak melibatkan banyak organisasi dan intasi pemerintah atau berbagi tingkatan struktur organisasi pemerintah sebenarnya dapat dilihat dari tiga sudut pandang, yakni:

1. Pemarakasa kebijaksana atau pembuat kebijaksanaan(the center atau pusat).

2. Pejabat-pejabat pelaksana dilapangan (the periphery).

3. Aktor-aktor perorangan diluar badan-badan pemerintahan kepada siapa program itu ditujukan, yakni kelompok sasaran (target group) Wahab (1990:49).

Dilihat dari sudut pandang pusat, maka fokus analisis implementasi kebijakasanaan itu mencakup usaha-usaha yang dilakukan oleh pejabat-pejabat atasan atau lembaga-lembaga ditingkat pusat untuk mendapat kepatuhan dari lembaga-lembaga atau pejabat-pejabat ditingkat yang lebih rendah atau daerah dalam upaya mereka untuk memberikan pelayanan atau untuk mengubah perilaku kelompok sasaran dari progam bersangkutan.

(5)

II.2. Konsep Pendidikan II.2.1 Pengertian Pendidikan

Pendidikan adalah usaha sadar dan terus menerus oleh manusia dalam menyelarakan kepribadiannya dengan keyakinan dan nilai-nilai yang beredar dan berlaku dalam masyarakat berikut kebudayaannya (Murtiningsih 2006:1)

Bertrand Russell dalam (Murtiningsih 2006:1) menyatakan bahwa ciri pendidikan ada pada nilai-nilai kejujuran dan keberanian. Seperti tertuang dalam peryataannya:

Pendidikan dimaksud supaya manusia mencerminkan lingkungannya dengan tepat lewat pengetahuannya yang diperoleh dengan kecerdasan supaya ia melibatkan diri secara emosional dengan cinta, keramahan, dan keadilan pada sesama.

Akhirnya, supaya ia mengembangkan kehendak dan kemampuannya untuk proyek-proyek kemanusian dan tidak mengalami kendala chauvinisme sempit.

Menurut Prof. Dr Imam Barnadib dalam (Darmaningtyas 2004:1) mengatakan pendidikan adalah usaha sadar dan sistematis untuk mencapai taraf hidup atau kemajuan yang lebih baik.

Menurut UU Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan

(6)

Dalam UU Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia,Pendidikan dibagi dalam 3 jalur, yaitu:

1. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.

2. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.

3. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.

II.2.2. Pendidikan Nonformal

1. Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.

2. Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional.

3. Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.

4. Satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan

(7)

majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis.

5. Kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

6. Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan.

II.3. PENDIDIKAN KESETARAAN II.3.1 Pengertian Pendidikan Kesetaraan

Pendidikan kesetaraan merupakan pendidikan nonformal yang mencakup progam Paket A Setara SD/MI, Paket B Setara SMP/MTs dan Paket C Setara SMA/MA dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan, ketrampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian professional peserta didik.

Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil progam pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah atau pemerintah daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan (UU Sidiknas Pasal 26 Ayat 6 ).

Setiap peserta didik yang lulus ujian kesetaraan Paket A, Paket B dan Paket C mempunyai hak eligibilitas yang sama dan setara dengan pemegang ijazah SD/MI, SMP/MTs dan SMA/MA untuk dapat mendaftar pada satuan pendidikan yang lebih tinggi. Status kelulusan Paket C mempunyai hak eligibilitas

(8)

yang sama dengan lulusan pendidikan formal dalam memasuki lapangan pekerjaan.

II.3.2. Progam Pendidikan Kesetaraan 1. Progam Paket A

Progam Paket A adalah progam pendidikan dasar pada jalur pendidikan nonformal setara SD/MI bagi siapapun yang terkendala kependidikan formal atau berminat untuk memilih pendidikan kesetaraan untuk ketuntasan pendidikan.

Pemegang ijazah Progam Paket A memiliki hak eligibilitas yang sama dengan pemegang ijazah SD/MI.

2. Progam Paket B

Progam Paket B adalah progam pendidikan dasar pada jalur pendidikan nonformal setara SMP/MTs bagi siapapun yang terkendala kependidikan formal atau berminat untuk memilih pendidikan kesetaraan untuk ketuntasan pendidikan dasar. Pemegang ijazah Progam Paket B memiliki hak eligibilitas yang sama dengan pemegang ijazah SMP/MTs.

3. Progam Paket C

Progam Paket C adalah progam pendidikan dasar pada jalur pendidikan nonformal setara SMA/MA bagi siapapun yang terkendala kependidikan formal atau berminat untuk memilih pendidikan kesetaraan untuk ketuntasan pendidikan menengah. Pemegang ijazah Progam Paket C memiliki hak eligibilitas yang sama dengan pemegang ijazah SMA/MA.

II.3.3. Tujuan Pendidikan Kesetaraan

• Memperluas pendidikan dasar Sembilan tahun melalui pendidikan

(9)

nonformal program Paket A setara SD/MI dan Paket B setara SMP/MTs yang menekankan pada ketrampilan fungsioanal dan kepribadian professional.

• Memperluas akses pendidikan menengah melalui jalur pendidikan nonformal program Paket C setara SMA/MA yang menekankan pada ketrampilan fungsional dan kepribadian profesional.

• Meningkatkan mutu daya saing lulusan serta relavansi program dan daya saing pendidikan kesetaraan progam Paket A, Paket B dan Paket C.

• Menguatkan tata kelola, akutanbilitas dan citra publik terhadap penyelenggara dan penilaian program pendidikan kesetaraan.

II.3.4. Sasaran Pendidikan Kesetaraan

1. Penduduk usia tiga tahun diatas usia SD/MI (13-15 tahun) untuk Paket A dan tiga tahun diatas usia SMP/MTs (16-18 tahun) untuk Paket B.

2. penduduk usia sekolah yang bergabung dalam komunitas elerning, sekolah rumah, dan sekolah alternatif, serta komunitas yang berpotensi khusus seperti pemusik, atlet, pelukis dan lain-lain.

3. penduduk usia sekolah yang terkendala kejalur formal karna berbagai hal berikut:

• Ekonomi seperti penduduk miskin dari kalangan petani, nelayan, penduduk kumuh dan miskin perkotaan, pekerja rumah tangga, tenaga kerja wanita, pengerajin, buruh dan pekerja lainnya.

• Kondisi geografis, etnik minoritas, suku terasing dan terisolir.

(10)

• Keyakinan seperti warga pondok pesantren yang tidak menyelenggarakan pendidikan formal.

• Mengalami masalah sosial/hukum seperti anak jalanan, korban NAPZA, dan anak Lapas.

4. Penduduk usia 15-44 tahun yang belum tuntas wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun.

5. Penduduk usia SMA/MA yang berminat mengikuti program Paket C terutama karna masalah ekonomi.

6. Penduduk diatas usia 18 tahun yang berminat mengikuti program Paket C karna berbagai alasan.

II.3.5. Kurikulum Pendidikan Kesetaraan

Kurikulum tingkat satuan pendidikan kesetaraan progam Paket A, Paket B dan Paket C dikembangkan berdasarkan pada prinsip berikut; berpusat pada kehidupan beragam dan terpadu, tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, menyeluruh dan berkesinambungan, dan prinsip belajar sepanjang hayat.

Struktur kurikulum tingkat satuan pendidikan kesetaraan memuat komponen mata pelajaran baik yang diujikan pada ujian nasional (UN) maupun yang tidak diujikan, ketrampilan fungsional, muatan lokal, seni budaya, pendidikan jasmani, olah raga, kesehatan dan pendidikan pengembangan diri.

Kedalam muatan kurikulum pada program pendidikan kesetaran dituangkan dalam kompetensi yang terdiri dari standar kompetensi (SK) dan kopetensi dasar (KD) pada tingkat atau semester. Standar kopetensi dan kopetensi dasar ditentukan sesuai kebutuhan minimal untuk melanjunkan ke jenjang pendidikan

(11)

lebih tinggi. Sementara, pemenuhan kebutuhan maksimal SK dan KD di isi dengan ketrampilan fungsional.

Beban belajar pada pendidikan kesetaraan dinyatakan dalam Satuan Kredit Kopetensi (SKK) yang menujukkan satuan kompetensi yang dicapai oleh peserta didik dalam mengikuti program pemeblajaran melelalui sistim tatap muka, praktek ketrampilan dan kegiatan mandiri yang terstruktur.

Kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabus pendidikan kesetaraan ditetapkan oleh dinas yang bertanggung jawab dibidang pendidikan sesuai dengan tingkat kewenangan, berdasar kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan, dan dikembangkan dilibatkan dengan pemangku kepentingan serta pedoman pada panduan penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan kesetaraan yang disusun oleh Badan Standarisi Nasional Pendidikan (BSPN).

II.3.6. Pendidik Dan Tenaga Kependidikan

Pendidik pada pendidikan kesetaraan harus memiliki kompentensi pedagogi, personal, professional, sosial serta didukung dengan kualifikasi pendidikan yang sesuai:

1. Kompetensi pedagogic, personal, professional, dan sosial.

Pendidik pada pendidikan kesetaraan harus memiliki kompentensi pedagogi adan adrogogik. Dengan demikian dapat mengelola pembalajaran nonformal menggunakan metode partisipatif, kelas campuran, ketuntasan belajar, dan melayani perbedaan individual dalam menerapkan maju keberlanjutan.

2. Kualifikasi Akademik

Syarat kulifikasi akademik yang dimiliki pendidik pada pendidikan kesetaraan

(12)

adalah sebagai berikut:

a. Pendidikan minimal D-IV atau S1 yang sederjat untuk Paket A, Paket B dan Paket C. Namun untuk tidak daerah yang tak memiliki sumberdaya manusia (SDM) yang sesuai, pendidikan minimal D-II dan yang sederjat untuk Paket A dan Paket B, dan D-III untuk Paket C

b. Guru SD/MI untuk Paket A, guru SMP/MTs untuk Paket B dan guru SMA/MA untuk Paket C

c. Kyai, Ustad di pondok pesantren dan tokoh masyarakat dengan kompetensi yang sesuai dengan pelajaran yang berkaitan.

d. Nara sumber teknis dengan kompentensi dan kualifikasi dengan mata pelajaran keterampilannya.

Tenaga kependidikan pada pendidikan kesetaran sekurang-kurangnya terdiri atas pengelola kelompok belajar, tenaga administratifdan tenaga perpustakan.

II.3.7. Peserta Didik

1. Peserta didik program Paket A Setara SD/MI adalah warga masyarakat yang:

a. Belum menempuh pendidikan di SD/MI dengan prioritas usia usia 13-15, kecuali bagi peserta didik yang menentukan Paket A atas pilihan sendiri.

b. Putus Sekolah Dasar.

c. Tidak menempuh sekolah formal karna pilihan sendiri.

d. Tidak dapat bersekolah karna berbagai faktor (waktu, geografi, ekonomi, sosial dan hukum, dan keyakinan).

(13)

2. Peserta didik program Paket B Setara SMP/MTs adalah warga masyarakat yang:

a. Lulus Paket A/SD/MI.

b. Belum menempuh pendidikan di SMP/MTs dari kelompok usia 15-44 tahun dengan prioritas usia 16-18 tahun.

c. Putus SMP/MTs

d. Tidak menempuh sekolah formal karena pilihan sendiri.

e. Tiadak dapat bersekolah karna berbagai faktor (waktu, geografi, ekonomi sosial dan hukum, dan keyakinan)

3. Peserta didik program Paket C Setara SMA/MA adalah warga masyarakat yang:

a. Lulus Paket B/SMP/MTs.

b. Putus SMA/MA, SMK/MAK

c. Tidak menempuh sekolah formal karna pilihan sendiri

d. Tidak dapat bersekolah karna berbagai faktor ( waktu, geografi, ekonomi, sosial dan hukum dan keyakinan).

II.3.8. Sarana dan Prasarana 1. Tempat Belajar

Proses belajar mengajar dapat dilaksanakan diberbagi lokasi dan tempat yang sudah ada baik milik pemerintah, masyarakat maupun pribadi, seperti gedung sekolah, madrasah, sarana-prasarana yang dimiliki pondok pesantren, Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), Sanggar Kegiatan Belajar Masyarakat (SKB), mesjid, pusat-pusat majlis taklim, gereja, balai desa, kantor

(14)

organisasi-organisasi kemasyarakat, rumah penduduk dan tempat-tempat lainnya yang layak digunakan untuk kegiatan belajar mengajar.

2. Adminitarsi

Untuk menunjang kelancaran pengelolaan kelompok belajar diperlukan sarana adminitrasi sebagai berikut:

1) Papan nama kelompok belajar.

2) Papan struktur organisasi penyelenggara.

3) Kelengakapan adminitrasi penyelenggara dan pembelajaran (format terlampir) yang meliput i:

a. Buku induk peserta didik, tutor dan tenaga kependidikan.

b. Buku daftar hadir peserta didik, tutor dan tenaga kependidikan.

c. Buku keuangan/kas umum d. Buku daftar inventaris.

e. Buku agenda pembelajaran.

f. Buku laporan bulanan tutor.

g. Buku agenda surat masuk dan keluar.

h. Buku daftar nilai peserta didik.

i. Buku tanda terima ijazah II.3.9. Pengelolaan

1. Pembinaan dan Pengawasan

a. Direktorat pendidiakan kesetaraan, Jendral pendidikan luar sekolah melaksanakan pembinaan terhadap penyelenggaran pendidikan kesetaran program Paket A, Paket B, dan Paket C.

b. Kasubdin provinsi dan Kabupaten/Kota yang membidangi PLS

(15)

membina pelaksanaan penyelenggaraan, kegiatan belajar, evaluasi, dan kegiatan lain yang berkaitan.

c. Penilik PLS di kecamatan memantau pelaksanaan kegiatan pendidikan dan pembelajaran secara rutin.

2. Proses Pelaksanaan a. Tahap Persiapan

1) Kasubdin Kabupaten/Kota yang membidangi PLS dan penilik PLS di kecamatan mengadakan komunikasi dengan tokoh masyarakat dan kepala desa/ kelurahan.

2) Kasubdin Kabupaten/Kota yang membidangi PLS dan penilik PLS di Kecamatan dengan para tokoh masyarakat mengadakan sosialisasi program kepada masyarakat luas.

3) Kabsudin Kabupaten/Kota yang membidangi PLS dan penilik PLS di Kecamatan dengan para tokoh masyarakat mengindentifikasi penyelengara program, tempat belajar, calon peserta didik dan tutor/pendidik.

4) Penyelengara program membuat kesepakatan dengan tenaga pendidik dan peserta didik tentang kegiatan belajar.

5) Penyelenggara program menyiapkan tempat kegiatan belajar, modul, bahan dan peralatan praktek dan pendidikan ketrampilan, dan perlengkapan lain.

b. Tahap Pelaksnaan

1) Tutor dan peserta didik mulai kegitan belajar sesuai dengan jadwal kegiatan.

(16)

2) Tutor dan peserta didik melaksanakan kegiatan belajar.

3) Tutor memberi bimbingan baik secara individu maupun kelompok.

4) Tutor melaksanakan kegiatan evaluasi.

c. Pasca Pembelajaran

1) Penyelenggara dan tutor membantu memfasilitasi peserta didik yang melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi.

2) Penyelenggara dan tutor membantu peserta didik yang telah lulus/tamat belajar untuk menciptakan kegiatan usaha.

3) Penyelengara dan tutor membantu peserta didik telah lulus/tamat untuk mendapatkan lapangan kerja.

4) Mendata peserta didik yang telah kerja.

II.3.10. Pembiayaan

Pembiayaan penyelenggaran program diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), swadaya masyrakat dan sumber dana lain yang sah dan tak mengikat. Diantra komponen pendanaan yang perlu mendapat perhatian adalah:

a. Pengadaan bahan dan peralatan belajar; buku/modul dan alat tulis.

b. Pengadaan bahan dan peralatan praktek dan ketrampilan.

c. Honorarium pendidik dan tenaga kependidikan.

d. Honorarium penyelengara.

(17)

e. Pelatihan pendidik dan tenaga kependidikan.

f. Evaluasi dan ujian.

g. Beasiswa bagi peserta didik yang cemerlang.

h. Monitoring dan evaluasi program.

II.3.11. Dasar Hukum

Dasar hukum penyelenggaran pendidikan kesetaraan program Paket A, Paket B, dan Paket C adalah:

1) Undang-Undang Dasar 1945

2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.

3) Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan.

4) Intruksi Persiden :

• No. 1 Tahun 2004 Tentang Pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun

• No. 5 Tahun 2006 Tentang Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan Pemberantasan Buta Aksara

5) Keputusan Mendikbud Nomor 0131/U1994 Tentang Program Paket A Dan Paket B

6) Keputusan Mendiknas No 0132/U/2004 Tentang program paket C

7) Surat Edaran Mendiknas No:107/MPN/MS/2006. Tentang Eligibilitas program kesetaraan.

(18)

II.3.12. Pendekatan Pendidikan Kesetaraan

Proses pembelajaran pendidikan kesetaraan menggunakan pendekatan induktif, tematik, partisipatif (andragogis), konstruktif dan berbasis lingkungan.

a. Indukif; adalah pendekatan yang membangun pengetahuan melalui kejadian atau fenomena empirik dengan menekankan pada belajar dan pengalaman langsung. Pendekatan ini mengembangkan pengetahuan peserta didik dari permasalahannya yang paling dekat dengan dirinya.

Membangunm pengetahuan dari serangkaian permasalahan dan fenomena yang dialami oleh peserta didik dan yang diberikan oleh tutor, sehingga peserta didik dapat membuat kesimpulan dari serangkaian penyelesaian masalah yang dibuat.

b. Tematik; adalah pendekatan yang mengorganisasikan pengalaman- pengalaman dan mendorong terjadinya pengalamn belajar yang meluas tidak hanya tersekat-sekat oleh batasan pokok bahasan, sehingga dapat mengaktifkan peserta didik dan menumbuhkan kerja sama .

c. Konstruktif; merupakan suatu pendekatan yang sesuai dalam pembelajaran berbasis kompetensi, dimana peserta didik membangun pengetahuannya sendiri. Dalam pendekatan ini peserta didik telah mempunyai ide tersendiri tentang suatu konsep yang belum dipelajari.

Peran tutor yaitu untuk membetulkan konsep yang ada pada peserta didik atau untuk membentuk konsep baru.

d. Partisipatif andragogis; adalah pendekatan yang membantu menumbuhkan kerja sama dalam menemukan dan menggunakan hasil- hasil temuannya yang berkaitan dengan lingkungan sosial, situasi

(19)

pendidikan yang dapat merangsang pertumbuhan dan kesehatan individu, maupun masyarakat.

PEDAGOGI ANDRAGOGI

Kategori Usia Peserta Didik

Anak Orang Dewasa

Konsep Diri Bergantung Lebih Mandiri

Pengalaman Pengalaman yang dapat dijadikan sumber belajar lebih terbatas

Pengalaman lebih unik, yang dapat dijadikan sumber belajar lebih kaya.

Kesiapan Belajar Bergantung pada

ketertarikan sesuai rasa ingin tahu, perkembangan fisik, dan emosinya

Diorentasikan pada tugas peran dan fungsinya dimasyarakat.

Orientasi Belajar Lebih berpusat pada subjek, bila tutornya tidak menarik perhatiannya akan kurang, menunda penerapan pegetahuan

Segera menerapkan pengetahuan dalam permasalahan yang dihadapinya. Bergeser dari berpusat pada subjek keberpusat lebih pada masalah.

e. Berbasis Lingkungan\Kontekstual; adalah pendekatan yang meningkatkan relevansi dan kebermanfaatan pembelajaran bagi peserta didik sesusai potensi dan kebutuhan lokal. Pendekatan pembelajaran ini harus terkait dengan lingkungan dimana peserta didik hidup dan bekerja.

Peserta didik merasa bahwa ilmu pengetahuan yang dipelajarinya terkait langsung dengan kehidupannya sehari-hari.

(20)

II.4. PKBM (Pusat Kegitan Belajar Masyarakat)

PKBM (Pusat Kegitan Belajar Masyarakat) merupakan institusi pendidikan nonformal yang dimiliki dan dikelola oleh masyarakat atau ormas, atau organisasi keagamaan. Pemerintah berperan sebagai faslitator. PKBM didirikan untuk pemberdayaan masyarakat; dalam aspek ekonomi, budaya, sosial.

Ia adalah tempat atau pusat belajar masyarakat; oleh, dari dan untuk masyarakat yang netral dan fleksibel. PKBM sebagi lembaga pendidikan nonformal, yang tersebar diberbagai desa dan kota, melayani berbagai program pendidikan nonformal, yang diantaranya adalah pendidikan anak usia dini, keaksaraan fungsional, kursus, dan pendidikan kesetaraan Paket A, B,dan C.

PKBM Emphaty Medan merupakan penyelenggara program Paket B Dan Paket C yang dilaksanakan oleh Yayasan Empahaty medan yang beralamat Jl.

Jamin Ginting No. 807 Padang Bulan Medan Kel. Beringin.

(21)

II.5. KERANGKA PEMIKIRAN

Sadar akan pentingnya pendidikan para pendiri bangsa merumuskannya dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang. Ini tercantum dalam UUD 45 Pasal 31 disini tertulis bahawa setiap warga negara berhak dapat pendidikan dan warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.

Dan lebih jauh diatur dalam UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pasal 26 mengenai pendidikan nonformal. Pendidikan nonformal diselengarakan bagi masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Menajadi sasaran disini adalah mereka yang tidak merasakan pendidikan formal karna berbagai alasan.

Dalam hal ini Yayasan Emaphaty medan bekerja sama dengan dinas pendidikan dan pemerintah daerah sebagai pengawas dan penyalur dana demi terwujudnya amanat Undang-Undang Dasar. Yayasan Emphaty sebagai penyelengara dan pengelola wajib menerima dan mengorganisasi masyarakat tanpa memungut biaya(gratis) tehadap peserta didik (warga belajar), dan melakukan proses belajar dan menyelengarakan Ujian Nasional UN pendidikan kesetaraan.

(22)

Urain dalam kerangka pemikiran tersebut dapat digambarkan dalam bagan dibawah ini:

PKBM EMPHATY

Warga Belajar Program

Paket B

Progam Paket C Masyarakat luas

Pendidikan Nonformal

(23)

II.6. Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional II.6.1. Defenisi Konsep

Konsep merupakan istilah atau defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadan, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial (Singarimbun, 1993:33).

Defenisi konsep bertujuan untuk merumuskan istilah yang digunakan secara mendasar dan penyamaan persepsi tentang apa yang diteliti serta menghindari salah pengertian yang dapat mengaburkan tujuan penelitian:

Ada pun pembatasan konsep dalam penelitian ini adalah:

1. Implementasi adalah suatu kegiatan guna melaksanakan sebuah program baik dilakukan secara individu, kelompok, organisasi, lembaga, maupun pemerintahan.

2. Pendidikan kesetaraan adalah pendidikan nonformal yang mencakup program Paket A Setara SD/MI, Paket B Setara SMP/MTs dan Paket C Setara SMA/MA dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan, ketrampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian professional peseta didik.

3. PKBM Emphaty adalah Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat yang dikelola oleh Yayasan Emphaty Medan yang beralamat di Jl. Jamin Ginting No. 807 Padang Bulan Medan Kel. Beringin.

(24)

II.6.2. Defenis Oprasional

Defenisi oprasional adalah petunjuk bagaimana suatu variable diukur dengan membaca suatu defenisi oprasional dalam suatu penelitian, seorang peneliti akan tahu pengukuran suatu variable, sehingga ia dapat mengetahui baik buruknya pengukuran (Singarimbun, 1989:46).

Untuk melihat variable dalam penelitian ini adalah:

1. Pelaksanaan program pendidikan kesetaraan

• Program Paket B

• Program Paket C

2. Keterlibatan PKBM Emphaty Medan dalam pelaksanaan Program Pendidikan Kesetaraan

• Ujian Nasional Pendidikan Kesetaraan (UNPK)

• Pendanaan Pendidikan Kesetaraan

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hal tersebut, agar Askot Ekonomi, Asmandat dan Fasilitator Ekonomi dapat memfasilitasi pendampingan dengan baik, maka perlu dilakukan penguatan kapasitas melalui

Efavirenz diubah menjadi 8-hidroksi-efavirenz (8-OH-EFV) di dalam tubuh. Metabolit 8-OH-EFV bersifat sepuluh kali lebih beracun dibandingkan dengan

LEMBAR PENILAIAN DIRI Nama Peserta didik : ... Berusaha mempelajari materi genetik pewarisan sifat mahkluk hisup. Bersedia bekerja sama dengan sesama teman atau guru dalam

ini adalah: Apakah terpaan iklan produk pakaian melalui media blackberry messenger online shop berpengaruh terhadap tindakan konsumsi. 1.3

[r]

Dari uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai” Peningkatan Kemampuan Mahasiswa Membuat Proposal Penelitian Melalui Model Pembelajaran Langsung

Sehubungan dengan pengadaan Jasa Konsultansi paket Pengawasan Pengaspalan Jalan Ruas Potoro - Amasara (Tahun Jamak) pada Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Kab. Konawe Selatan,

 Diartrosis adalah hubungan antara tulang yang tidak dihubungkan oleh jaringan sehingga memungkinkan terjadinya gerakan secara lebih bebas.  Ligamen, merupakan suatu jaringan yang