PENGEMBANGAN MODEL PELATIHAN INKUIRI DALAM
PEMBEIAJARAN BAHASA INDONESIA
DI SEKOLAH DASAR
(Suatu Kaji Tindak Pembeiajaran Menulis di SD Sadang V Kabupaten Purwakarta)
Tssis
diajukan kepada Panitia Ujlan Tahap II
Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Bandung
untuk memenuhi sebagian syarat memperoieh gelar Magister Pendidikan
pada Program Pascasarjana Bidang Studi Pengajaran Bahasa Indonesia
Oleh
H. N. Hasanah, Dra.
NRP 9596112
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
-. BANDUNG
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING
UNTUK MENEMPUH UJIAN TAHAP 11
Perr-bimbirsg I
Prof D: H. Vus Rusyana
Pen-.birribifig II
Dr. H. Chaedar Alv.-Esilah, M. A.
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
ABSTRAK
Pengembangan Model Pelatihan Inkuiri
Dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar
Masalah kualitas pembelajaran bahasa Indonesia telah lama diperbincang-kan. Hal ini menjadi suatu isyarat bahwa pendidik perlu melakukan inovasi untuk memperbaiki pembelajaran, baik yang menyangkut proses maupun yang
me-nyangkut hasilnva. Penelitian dengan judul '"Pengembangan Model Pelatihan
Inkuiri dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar" ini merupakan salah satu realisasi dari upaya tersebut. Penelitian ini menawarkan alternatif model yang berorientasi pada pengembangan proses intelektual siswa.
Proses pengembangan model dalam penelitian ini berfokus pada tiga aspek model pelatihan inkuiri (MPI), yaitu (1) desain pembelajaran, (2) pelaksanaan,
dan (3) evaluasi. Berdasarkan fokus tersebut, metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode penelitian tindakan. Penelitian tindakan mampu mengembangkan suatu model pembelajaran sesuai dengan kurikulum yang
berlaku dan sesuai pula dengan kondisi lapangan.
Pada akhir penelitian ditemukan satu model mengajar dengan istilah MPI -1
yang memiliki empat karakteristik: (1) Bentuk desain pembelajaran lebih
sederhana dan fleksibel; (2) Pelaksanaan MPI dengan mengabaikan satu tuntutan
yang dikemukakan Suchman; (3) Bentuk organisasi materi pembelajaran yang
harus mampu memberikan stimulus pada proses intelektual siswa; (4) Bentuk evaluasi yang bervariasi. Untuk memperoleh hasil optimal dalam menerapkan
MPI -1, para guru di lapangan harus mampu mengaplikasikan empat karakteristik
yang disarankan.
D A F T A R ISI
A B S T R A K
K A T A P E N G A N T A R U C A P A N T E R L M A K A S I H D A F T A R ISI
D A F T A R B A G A N D A F T A R T A B E L D A F T A R G R A F I K D A F T A R L A M P I R A N B A B I P E N D A H U L U A N
1.1 Latar Belakang Masalah 1
1.2 Rumusan dan Batasan Masalah 6
1.1.1 Rumusan Masalah 6
1.2.2 Batasan Masalah
VI i viii x xii xvi xvii xviii xix 7
1. 3 Definisi Operasional 9
1.3.1 Model Pelatihan Inkuiri 9
i .3.2 Keterampilan Menulis 10
1.4 Tujuan Penelitian 12
1.5 Manfaat Penelitian 12
BAB H PENGEMBANGAN MODEL PELATIHAN INKUIRI DALAM PEMBELA- 13
JARAN BAHASA INDONESH DI SEKOLAH DASAR
2.1 Tinjauan Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar 13
2.1.1 Hakikat dan Tujuan 13
2.1.2 Program Pengaj aran 1g
2.2 Tinjauan Model Pelatihan Inkuiri 18
2.2.1 Pengertian 18
2.2.2 Tahap-Tahap Model Pelatihan Inkuiri 21
2.2.2.1 Penyajian Masalah 21
2.2.2.2 Pengumpulan/Yerifikasi Data - 21
2.2.2.3 Pengumpulan Unsur Baru 21
2.3 Penerapan Model Pelatihan Inkuiri 22
2.3.1 Pengantar 22
2.3.2 Prosedur Penerapan Model Pelatihan Inkuiri 23
2.3.2.1 Penyajian Masalah 23
2.3.2.2 Pengumpulan dan Verifikasi Data 24
2.3.2.3 Pengumpulan Unsur Baru 24
2.3.2.4 Perumusan Penjelasan 24
BAB ffl METODE PENELITLAN 25
3.1 Pemilihan Metode Penelitian 25
3.2 Lokasi Penelitian 30
3.3 Subjek Penelitian 3 \
BAB TV PELAKSANAAN PENGEMBANGAN MODEL, HASIL PENE- 35
LITIAN, DAN PEMBAHASAN
4.1 Pelaksanaan Pengembangan Model Pembelajaran 35
4.1.1 Tampilan Pertama 35
4.1.1.1 Perencanaan 35
4.1.1.2 Pelaksanaan 37
4.1.1.3 Observasi 38
4.1.1.4Refleksi 39
4.1.1.5 Revisi 41
4.1.2 Tampilan 2 41
4.1.2.1 Perencanaan 41
4.1.2.2 Pelaksanaan 43
4.1.2.3 Observasi 45
4.1.2.5 Revisi 45
4.1.3 Tampilan 3 48
4.1.3.1 Perencanaan 4.1.3.2 Pelaksanaan
4.1.3.3 Observasi 51
4.1.3.4 Refleksi 52
4.1.3.5 Revisi Tampilan Berikutnya 53
4.1.4 Tampilan 4 55
4.1.4.1 Perencanaan 55
4.1.4.2 Pelaksanaan 56
4.1.4.3 Observasi 57
4.1.4.4 Refleksi 58
4.1.4.5 Revisi 59
4.1.5 Tampilan 5 60
4.1.5.1 Perencanaan 60
4.1.5.2 Pelaksanaan 61
4.1.5.3 Observasi 62
4.1.5.4 Refleksi 63
4.2 Hasil Penelitian 64
4.2.1 Deskripsi Data Prasurvai 64
4.2.1.1 Guru 64
4.2.1.2 Faktor Siswa 66
4.2.1.3 Faktor Sumber Belajar 69
4.2.1.4 Faktor Media Pengajaran 70
4.2.1.5 Faktor Fasilitas 70
4.2.1.6 Kepala Sekolah dan Guru-Guru 71
4.2.2 Deskripsi Data Pembelajaran 72
4.2.2.1 Data Hasil Proses Pembelajaran 72
4.2.2.1.2 Perencanaan 74
4.2.2.1.3 Pelaksanaan Pembelajaran 75
4.2.2.1.4 Evaluasi Pembelajaran 77
4.2.2.2 Data Hasil Pembelajaran 78
4.2.2.2.1 Deskripsi Kemampuan Siswa Antarkomponen 79 pada Tl dan T5 Kategori Rendah, Sedang,
Tinggi
4.2.2.2.1.1 Komponen Penyajian Masalah (Kl) 80 4.2.2.2.1.2 Komponen Verifikasi Data (K2) 82 4.2.2.2.1.3 Komponen Penambahan Unsur Baru 84
(K3)
4.2.2.2.2 Deskripsi Kemampuan Siswa pada Antar- 89
komponen Tl danT5
4.2.2.2.2.i Komponen Penyajian Masalah 89
4.2.2.2.2.2 Komponen Verifikasi Data 91 4.2.2.2.2.3 Komponen Penambahan Unsur 93
Baru
4.2.2.2.2.4 Komponen Perumusan Informasi 95 4.2.2.2.3 Deskripsi Akumulasi Prestasi Antarkomponen 97
dalam Semua Tampilan
4.3 Pembahasan 103
4.3.1 Desain Model Pelatihan Inkuiri 104
4.3.2 Pelaksanaan Model Pelatihan Inkuiri -1 111
4.3.3 Evaluasi Model Pelatihan Inkuiri -1 120
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 121
5.1 Simpulan 121
5.1.1 Kelebihan MPI-1 125
5.1.2 Kekurangan MPI -1 126
5. 2 S a r a n
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RrWAYATHIDUP
DAFTAR BAGAN
Bagan 1
Skema Action Research Kurt Lewin (1946) dalam Hopkins, 1992 29
Bagan 2
DAFTAR TABEL
Tabel 1 2
Rekapitulasi Rata-Rata NEM Siswa SD Se-Provinsi Jawa Barat Tahun Pelajaran 1991/1992-1995/1996
Tabel 2 34
Model Penilaian Tugas Menulis dengan Pembobotan Setiap Unsur
Tabel 3
[image:9.595.68.498.147.778.2]Desain Pembelajaran 3
Tabel 4
Desain Pembelajaran 4
Tabel 5
Desain Pembelajaran 5
48
: o
60
Tabel 6 79
Penentuan Kategori Prestasi
Tabel 7
Deskripsi Akumulasi Prestasi Antarkomponen dalam Semua Tampilan
Tabel 8
Desain Pembelajaran 5
98
DAFTAR GRAFIK
Grafik 4.1
Gambaran Prestasi Siswa Kategori Rendah, Sedang, Tinggi
untuk Setiap Komponen pada Tl dan T5 88
Grafik 4.2
Gambaran Prestasi dalam Setiap Komponen
[image:10.595.72.473.213.789.2]Tampilan Pertama dan Kelima 97
Grafik 4.3
Data Akumulatif Prestasi dari Setiap Komponen
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6 Lampiran 7
DAFTAR LAMPIRAN
: Pedoman Wawancara
Sumber Data: Guru
: Pedoman Wawancara
Sumber Data: Kepala Sekolah : Materi Pembelajaran
: Pedoman Observasi Kegiatan Guru
: Pedoman Observasi Kegiatan Siswa : Wujud Karangan Siswa
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dalam pengembangan dunia pendidikan, pemerintah berusaha terus-menerus mengkaji ulang kurikulum yang beriaku. Salah satu bukti konkret usaha
pemerintah adalah pengkajian terhadap Kurikulum 1984 yang menghasilkan
Kurikulum 1994. Dalam pengajaran bahasa Indonesia, Kurikulum 1994 lebih
menekankan kembali pengajaran bahasa Indonesia ke arah keterampilan memahami
dan menggunakan bahasa sebagai alat berkomunikasi. Karena itu, kurikulum
terakhir ini memberikan peluang lebih luas kepada guru untuk menciptakan situasi
pembelajaran yang menuntut siswa mampu memahami bahasa yang digunakan
sebagai alat komunikasi.Untuk mencapai tujuan yang diinginkan oleh Kurikulum 1994, guru bahasa
Indonesia dituntut untuk mengembangkan kemampuan dan keterampilan dasar
penggunaan bahasa yang meliputi empat aspek berikut:
1). mendengarkan,
2). berbicara/bercerita; 3). membaca;
4). menulis/mengarang.
Keempat kemampuan berbahasa ini harus dimiliki siswa sebagai suatu
Pembentukan Kurikulum 1994 ditekankan pada penyempurnaan kajian Kurikulum 1984 yang masih memiliki kelemahan, baik dalam pembelajaran maupun
dalam hasil pembelajaran. Kurikulum 1984 sudah lama dilaksanakan, namun
banyak suara sumbang dan kritik yang diarahkan terhadap pembelajaran bahasa Indonesia, baik yang terkait dengan proses pembelajaran maupun dengan hasil pembelajaran. Banyak ahli yang berpendapat bahwa pembelajaran bahasa Indonesia dianggap belum memberikan hasil yang diharapkan. Harjasujana (dalam Saadi, 1995:8), misalnya, mengemukakan bahwa dunia pendidikan bahasa Indonesia belum menggembirakan bila dibandingkan dengan pendidikan bahasa-bahasa yang sudah maju di negerinya masing-masing.
Anggapan tersebut didukung dengan kenyataan yang terdapat pada
rata-rata Nilai Ebtanas Murni (NEM) siswa SD dalam tahun 1991/1992-1995/1996 di
[image:13.595.62.498.279.681.2]wilayah Jawa Barat seperti terdapat dalam tabel berikut.
Tabel 1
Rekapitulasi Rata-Rata NEM Siswa SD Se-Provinsi Jawa Barat
Tahun Pelajaran 1991/1992—1995/1996
Bidano Studi 91/92 92/93 93/94 94/95 95/96 Rata-Rata
IPS 6.66 6.40 6.32 5.83 6.07 6.25
PMP/PPKN 6.14 6.39 7.35 5.91 6.09 6.39
B. Indonesia 5.83 6.24 5.96 6.50 6.77 6.26
IPA 6.44 6.72 6.24 5.91 6.52 6.37
Matematika 6.86 6.78 6.26 5.96 6.24 6.46
Sumber : Kandepdikbud Jawa Barat
Tabel di atas menunjukkan bahwa prestasi siswa SD di wilayah Jawa Barat
dibandingkan dengan hasil bidang studi lain dilihat dari nilai rata-rata yang
diperoleh siswa.
Nilai rata-rata siswa SD di wilayah Jawa Barat ini hanya mencapai peringkat keempat daripada bidang studi lainnya, yaitu setelah Matematika, PPKN, EPA dan baru Bahasa Indonesia, dan kemudian yang terakhir bidang studi DPS. Hal inilah yang menjadi dasar penilaian negatifterhadap pembelajaran bahasa Indonesia
di SD-SD yang berada di wilayah Jawa Barat.
Menanggapi persoalan-persoalan di atas, banyak ahli yang mengemukakan pendapatnya. Tarigan (1991:4), misalnya, mengemukakan adanya tiga faktor yang menentukan keberhasilan proses belajar mengajar bahasa, yaitu: pembelajaran, pengajar, dan sistem. Sejalan dengan pendapat tersebut, Subyakto (1993:216) mengemukakan pendapatnya tentang proses pembelajaran bahasa bahwa yang
harus mutlak ada dalam pembelajaran bahasa adalah pelajar dan aktivitas belajar.
Hal ini yang mendasari falsafah mutakhir tentang pengajaran dan pendidikan yang
disebut dengan pengajaran yang berpusat pada kebutuhan pelajar {student
centered). Artinya pengajaran berkiblat pada keperluan pelajar (student oriented).
Menanggapi pendapat Subyakto bahwa pembelajaran bahasa harus
ber-orientasi pada kebutuhan pelajar yang ditekankan pada aktivitas pelajar bukan akti vitas guru sebagaimana yang terjadi pada sekolah-sekolah, maka guru mempunyai
peran yang sangat besar dalam proses belajar-mengajar. Padahal seharusnya bukan
guru, melainkan pelajarlah yang lebih banyak berperan karena sistem pembelajaran harus berorientasi pada siswa (student center), bukan pada guru (teacher center).
Bagaimanakah tugas guru kalau pelajar yang memegang peranan9 Tugas
ilmu pada pelajar. Guru diharapkan mampu menciptakan suatu pembelajaran yang
bisa membuat siswa aktif untuk berperan dalam proses intelektual, dalam proses berpikir untuk mencapai hasil yang optimal.
Sehubungan dengan masalah pembelajaran bahasa di atas, Masnur,
Hasanah, dan Saliwangi (1987:28) mengemukakan pendapatnya bahwa pengajaran
adalah seperangkat peristiwa yang mampu mengondisi, mendorong, melayani, dan
mengarahkan siswa pada kegiatan belajar.
Pendapat di atas mendudukkan guru pada posisi bukan sebagai sumber
informasi, melainkan pada suatu peristiwa seimbang antara guru dengan siswa. Dalam hal ini guru harus mampu menempatkan diri pada fungsi yang semestinya,
yaitu sebagai berikut:
a. motivator
b. fasilitator
c. organisator
d. evaluator.
Guru sebagai motivator harus mampu memfungsikan dirinya sebagai sumber pendorong bagi siswa-siswanya di dalam melakukan kegiatan proses belajar-mengajar dalam proses berpikir, dalam proses intelektual dan dalam menemukan informasi. Guru sebagai fasilitator harus mampu memfungsikan dirinya
sebagai penyedia situasi yang memungkinkan siswa memperoleh informasi. Sebagai
organisator guru harus mampu mengelola kegiatan siswa dalam upaya mencari
informasi serta harus mampu memberikan penilaian dan umpan balik kepada siswa
Gambaran sistem pembelajaran di atas bisa dilakukan melalui pendekatan
Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) yang sudah diberlakukan sejak kurikulum SD
tahun 1975. Pada hakikatnya CBSA merupakan sistem pengajaran yang
memberikan kesempatan kepada para siswa untuk mencoba mencari jawaban sendiri. Sistem belajar seperti ini akan lebih berhasil daripada sistem belajar yang hanya menjejalkan informasi. Sistem ini digambarkan oleh Kenchie (1954) dalam Masnur dkk. (1987:2) sebagai suatu sistem belajar yang menganut pola interaksi
optimal yang digambarkan sebagai gambar berikut:
Siswa I " ** Siswa II
Dengan menggunakan pendekatan CBSA yang didukung fleksibilitas Kuri
kulum 1994 yang berorientasi pada kemampuan memahami dan kemampuan meng
gunakan bahasa Indonesia, peneliti mencoba mengimplementasikan salah satu
model pembelajaran yang diharapkan mampu menjawab tuntutan kebutuhan siswa
dan tuntutan kurikulum dengan menggunakan model pembelajaran yang bertujuan untuk menolong siswa mengembangkan displin intelektual dan keterampilan yang
dibutuhkan dengan melakukan penyelidikan secara independen. Model ini diharap
kan mampu mengantisipasi permasalahan-permasalahan yang sedang terjadi pada
proses belajar-mengajar bahasa Indonesia di Sekolah dasar di Jawa Barat
khususnya, umumnya di Indonesia.
Peneliti mencoba menerapkan model pembelajaran pelatihan inkuiri dalam
yang bersifat mengembangkan proses intelektual siswa dengan melakukan
penyelidikan secara independen dalam mempelajari materi pelajaran bahasa
Indonesia di sekolah dasar.
1.2 Rumusan dan Batasan Masalah
1.2.1 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada bagian latar belakang, secara umum masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
1) Bagaimanakah persyaratan MPI diimplementasikan dalam pembelajaran bahasa
Indonesia di sekolah dasar;
2) Bagaimanakah kekurangan dan kelebihan MPI dalam penerapannya di sekolah dasar;
3) Bagaimanakah faktor yang menjadi pendukung dan penghambat penerapan
MPI.
Secara khusus rumusan tersebut dapat dirinci sebagai berikut:
(a) Bagaimanakah persyaratan MPI diimplementasikan di sekolah dasar, baik mengenai perumusan desain, pelaksanaan pembelajaran maupun mengenai
penyusunan pembelajarannya. Persyaratan ini mencakup tiga rumusan
mengenai rencana pembelajaran, pengelolaan pelaksanaan, dan penyusunan
evaluasi
Rencana Pembelajaran
- Bagaimanakah memilih topik pembelajaran yang tepat9
- Bagaimanakah merumuskan tujuan pembelajaran?
- Bagaimanakah menysun langkah-langkah pembelajaran?
- Bagaimanakah menyusun eveluasi pembelajaran?
Pengelolaan Pembelajaran
- Bagaimanakah pengelolaan pelaksanaan MPI dalam keterampilan menulis di sekolah dasar, baik tentang penyajian masalah, verifikasi data, penambahan unsur baru maupun perumusan informasi?
Penyusunan Evaluasi
- Bagaimanakah menyusun evaluasi untuk MPI yang meliputi evaluasi yang diarahkan pada proses pembelajaran dan hasil pembelajaran?
(b) Bagaiamanakah kelebihan dan kekurangan MPI dalam penerapannya di
sekolah dasar?
(c) Bagaimanakah faktor yang menjadi pendukung dan penghambat penerapan
MPI di sekolah dasar? Hal ini meliputi empat rumusan berikut:
- Bagaimanakah pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah
dasar selama ini?
- Bagaimanakah peandangan guru terhadap MPI dalam pembelajaran
bahasa Indonesia?
- Bagaimanakah partisipasi siswa dalam mengikuti proses
belajar-mengajar bidang studi bahasa Indonesia?
- Bagaimanakah kondisi, fasilitas, media, dan sumber belajar di sekolah
untuk pembelajaran bahasa Indonesia?
1.2.2 Batasan Masalah
berorien-tasi pada teacher centered Hal ini dianggap sebagai penyebab ketidakberhasilan
pembelajaran bahasa di sekolah dasar. Oleh karena itu, patut dipermasalahkan
bagaimana mengembangkan suatu model pembelajaran yang berfokus pada student
oriented dalam pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar9
Widdowson
(1987:4)
dalam
Pembelajaran
Bahasa
Komunikasi
menetapkan tujuan pengajaran bahasa didefinisikan ke dalam empat keterampilan
berbahasa:
a) menyimak b) berbicara c) membaca
d) menulis
Keempat keterampilan berbahasa ini berhubungan erat dengan aktivitas
siswa di dalam berbahasa. Siswa diharapkan mampu menyimak, berbicara,
membaca, dan menulis. Siswa diharapkan mampu memahami dan menggunakan
makna leksikal yang dipakai dalam susunan tata bahasa yang benar. Selain itu,
siswa juga harus mampu menggunakan kalimat untuk berkomunikasi, baik lisan
maupun tulisan.
Berdasarkan keempat tujuan pengajaran bahasa di atas, penelitian ini
memfokuskan sasarannya hanya pada aspek keterampilan menulis siswa dalam
pembelajaran bahasa Indonesia. Dengan demikian, penelitian ini mengarah pada
suatu desain model pembelajaran yang menekankan proses intelektual siswa dalam
mempelajari materi-materi" bidang studi Bahasa Indonesia dalam keterampilan
Salah satu model pembelajaran yang dianggap mampu mengantisipasi
kondisi ini adalah model pembelajaran pelatihan inkuiri. Model ini membatasi
pengkajian model pembelajaran secara pokok berkenaan dengan hal-hal berikut: (1) Merumuskan perencanaan model pembelajaran pelatihan inkuiri dalam kete
rampilan menulis.
(2) Mengelola pelaksanaan model pembelajaran pelatihan inkuiri dalam keteram pilan menulis.
(3) Mempersiapkan evaluasi untuk model pembelajaran pelatihan inkuiri dalam
keterampilan menulis.
1. 3 Definisi Operasional
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel penelitian. Pertama, model
pelatihan inkuiri, dan kedua adalah penguasaan keterampilan menulis sebagai
variabel terikat.
1.3.1 Model Pelatihan Inkuiri
Model ini merupakan suatu model pembelajaran yang bertujuan membantu
mengembangkan proses intelektual siswa dengan melakukan penelitian secara
inde-penden dalam pola interaksi optimal antara siswa dengan siswa dan siswa dengan
guru dengan tangkah-langkah sebagai berikut:1) menghadapi masalah; 2) memverifikasi data;
3) mengumpulkan/memasukkan unsur baru;
10
1.3.2 Keterampilan Menulis
Sesuai dengan tujuan pembelajaran melalui model pelatihan inkuiri, keterampilan menulis akan tergambar dalam tes sebagai berikut:
a) Apakah siswa mampu mengantisipasi masalah yang dihadapkan
kepadanya?
b) Apakah siswa mampu mengumpulkan informasi dari data yang diselidiki? c) Apakah siswa mampu menambah unsur baru pada data yang diselidiki? d) Apakah siswa mampu merumuskan informasi yang diperoleh dengan
menyusun sebuah rumusan?
Banyak ahli berpendapat bahwa keterampilan menulis lebih sulit dibanding
kan dengan keterampilan lainnya. Untuk menuangkan gagasan secara tertulis, kita
memerlukan dua pengetahuan mendasar. Pertama, pengetahuan menyangkut isi ka-rangan. Kedua, pengetahuan menyangkut kemampuan menggunakan bahasa dan teknik penulisan. Kedua pengetahuan tersebut erat sekali hubungannnya dengan proses berpikir. Hal ini beriaku pula bagi siswa sekolah dasar yang pertama kali belajar menuangkan gagasan secara tertulis. Bagaimanapun sederhananya gagasan yang akan dikomunikasikan, mereka dituntut dapat memilih kata secara tepat dan
menyusun kalimat sesuai dengan aturan yang beriaku.
Keterampilan atau kemampuan menulis (baca: menuangkan gagasan) dapat
dimiliki siapa saja asalkan didasari dengan pelatihan dan pembimbingan intensif yang sungguh-sungguh. Kemampuan ini merupakan keterampilan berbahasa untuk
mengomunikasikan ide, pengalaman, dan penghayatan penulis tentang sesuatu
11
ditingkatkan secara intensif sejak dini, mulai tingkat sekolah dasar sampai dengan
tingkat perguruan tinggi. Berhubungan dengan hal tersebut, Alwasilah (1996:128)
mengemukakan bahwa siswa banyak belajar dan mengintemalkan kosakata dan
struktur melalui menulis. Bagi beberapa siswa, terutama mereka yang tergolong
pembelajar introvert dan kognifitis, menulis merupakan metode belajar yang paling
baik.
Keterampilan menulis erat hubungannya dengan keterampilan membaca.
Semakin banyak membaca, kemampuan menulis seseorang akan semakin tinggi.
Hal ini disebabkan oleh informasi, termasuk di dalamnya aturan wacana, yang
diperoleh dari bacaan sangat diperlukan untuk menunjang keterampilan menulis.
Sehubungan dengan masalah ini, Krashen, sebagaimana dikutip Subyakto
(1993:181) menyatakan bahwa kalau pemerolehan bahasa dan keterampilan
mengarang sejajar perkembangannya, keterampilan mengarang paling efektif akan
diperoleh melalui kegiatan membaca secara ekstensif. Dalam hal ini, menurut
Krashen, fokus bacaan terletak pada isi atau pesan yang terkandung di dalam teks.
Menurut Alwasilah (1993: 35), aktivitas menulis dapat dibagi ke dalam tiga
kategori utama, yaitu menulis terkontrol, menulis terbimbing, dan menulis bebas.
Pada kegiatan menulis terkontrol, siswa berada dalam pengawasan/pengontrolan
guru secara langsung. Di sini keterlibatan guru sangat berperan dalam kegiatan
siswa. Pada tahap menulis terbimbing, peranan guru yang bertindak hanya sebagai
pembimbing menjadi agak berkurang. Dalam hal ini guru membimbing siswa
12
mengekspresikan gagasannya secara penuh. Oleh karena itu, pada tahap ini peranan
guru betul-betul tidak dilibatkan dalam kegiatan menulis siswa.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah untuk memperbaiki
kondisi pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar, baik mengenai proses
pembelajaran mapun mengenai hasil pembelajaran dengan mengembangkan proses
intelektual siswa dalam keterampilan menulis melalui pengembangan MPI.
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif terhadap
perbaikan mutu pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah dasar, baik dalam proses
pembelajaran maupun dalam hasil pembelajaran. Selain itu, penelitian ini juga seba
gai pembuktian bahwa model pelatihan inkuiri dapat diimplementasikan dalam
pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah dasar. Dengan demikian, penelitian ini
diharapkan dapat memberikan pembinaan, pembimbingan, dan pelatihan langsung
pada guru sebagai praktisi tentang cara-cara mengembangkan model pelatihan
inkuiri dengan cara menyusun perencanaan dan mengelola pembelajaran.
Selanjutnya, penelitian ini pun diharapkan dapat dijadikan bahan acuan bagi
*><&>
^
C-BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Pemilihan Metode Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengadakan perbaikan pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar dengan harapan ada perubahan dan peningkatan kualitas pembelajaran bahasa Indonesia. Karena itu, metode penelitian yang digunakan dititikberatkan pada upaya penemuan solusi praktis dan kontekstuai tanpa menafikan hal-hal yang bersifat teoretis generatif agar tujuan yang sudah digariskan dapat tercapai. Untuk tujuan tersebut, dalam pelaksanaannya metode yang digunakan adalah penelitian tindakan.
Penelitian tindakan adalah suatu bentuk penelitian yang bersifat refeltif yang dilakukan oleh partisipan dalam suatu situasi sosial (termasuk pendidikan) untuk memperbaiki kondisi sosial dan pendidikan yang dianggap belum memadai. Penelitian tindakan ini dilakukan secara kolaboratif antyara peneliti dengan partisipan, baik secara individu maupun secara kelompok.
Dalam literatur berbahasa Inggris penelitian tindakan kelas dikenal dengan
istilah action research (Elliot, 1991) yang pada saat ini sedang berkembang di negara-negara maju seperti Inggris, Amerika, dan Australia. Penelitian tindakan adalah suatu bentuk penyelidikan reflektif yang dijalankan oleh partisipan dalam suatu situasi sosial
(termasuk pendidikan) untuk memperbaiki pemikiran dan penilaian terhadap praktik dan pemahaman sosial dan pendidikan, serta terhadap situasi dan tempat praktik tersebut. Penelitian tindakan sebaiknya dilakukan secara kolaboratif oleh partisipan,
26
baik secara individual maupun secara kelompok. Jenis penelitian ini mampu me-nawarkan cara dan prosedur baru untuk memperbaiki dan meningkatkan profesio-nalisme guru dalam proses belajar-mengajar di kelas dengan melihat berbagai indikator keberhasilan proses dan hasil yang terjadi pada siswa.
Definisi tentang metode ini dikemukakan oleh para ahli. Robert Rapport sebagaimana dikutip oleh Hopkins (1993:44) mengemukakan bahwa action research adalah "... aims to contribute both to the practical concern ofpeople in an immediate
problematic situattion and to the goals ofsocial science byjoint collaboration with in
a mutually acceptable ethicalframework. "
Kemmis (1983) berpendapat demikian:
... is a form of self-reflective enquery undertaken by participants in social
(including educational) situations in order to improve the rationality and justice of fa) their own social on educational practices, (b) their understanding of these practices, and (cj the situations in which the practices are carried out. It is most rationally empowering when undertaken by
participants collaboratively, though it is often undertaken by individuals, and
sometimes in cooperation with "outsiders'. In education, action research has
been employed in school-based curriculum development, school improvement programs and systems planningandpolicy development.
Kemudian Hopkins (1993:45) mengutip pendapat Dave Ebbutt:
"... is about the systematic study of attempts to improve educational practice
by groups of participants by means of their own practical actions and by
means oftheir own reflection upon the effects of those situation."
Dalam kaitan yang sama, Suyanto (1996:2) menyatakan hal berikut:
27
reflektutif di kelas guna memperbaiki praktik-praktik pembelajaran yang lebih
efektif."
Secara singkat, dari deskripsi di atas dapat dirangkum bahwa tindakan kelas
adalah suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu agar dapat memperbaiki dan meningkatkan praktik-praktik
pembelajaran di kelas secara lebih profesional. Oleh karena itu, penelitian tindakan
terkait erat dengan praktik pembelajaran sehari-hari yang dihadapi guru.
Peneiitian tindakan dapat menjembatani kesenjangan teori dan praktik pendi dikan. Hal ini terjadi karena seteiah meneliti kegiatannya sendiri, di kelas sendiri, de ngan melibatkan siswa sendiri melalui sebuah tindakan yang direncanakan, dilaksa
nakan, dan dievaluasi, guru akan memperoleh umpan balik sistematis mengenai se-suatu yang selalu dilakukan dalam kegiatan belajar-mengajar. Dengan demikian, guru
dapat membuktikan apakah suatu teori belajar-mengajar dapat diterapkan di kelas de ngan baik. Selanjutnya, dengan tindakan kelas juga guru bisa melihat, merasakan, dan menghayati apakah praktik-praktik pembelajaran yang selama ini dilakukan memiliki
keefektifan yang tinggi. Dengan tindakan kelas juga, guru dapat mencari dan memilih terapi yang tepat terhadap kekurangefektifan suatu pembelajaran.
Tujuan utama tindakan kelas adalah memperbaiki dan meningkatkan layanan
28
persoalan-persoalan pembelajaran yang dihadapinya di kelas sendiri, bukan bertujuan
mencapai pengetahuan umum dalam bidang pendidikan (Suyanto, 1996:8).
Lebih jauh Suyanto menyinggung manfaat tindakan kelas yang erat kaitannya
dengan tiga komponen pembelajaran, yaitu inovasi pembelajaran, pengembangan kurikulum, dan profesionalisme guru.
a) Inovasi Pembelajaran
Guru perlu selalu mencoba mengubah, mengembangkan, dan meningkatkan
daya mengajarnya agar mampu melahirkan model pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan kelas. Inovasi pembelajaran seperti ini secara otomatis akan lebih efektif
daripada penataran-penataran untuk tujuan serupa karena tindakan kelas beranjak dari
teori yang sesuai dengan kebutuhan dan persoalan guru secara individual dalam prose
pembelajaran.
b) Pengembangan Kurikulum
Tindakan kelas akan membantu guru untuk lebih memahami hakikat
pendidikan, pengetahuan, dan pengajaran secara empiris, bukan sekadar pemahaman
yang bersifat teoretis. c) Profesionalisme Guru
Dilihat dari segi profesionalisme guru, tindakan kelas merupakan salah satu
29
pembelajaran yang dimulai dari langkah perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan
refleksi.
Dalam hubungan ini Lewin (1995:22) menggambarkan bahwa "Action
research as a spiral of step. Each step hasfour stages: planning, acting, observing,
and reflecting"' Pendapat tersebut dapat secara jelas dilihat dalam skema berikut:
Bagan 1
Skema Action Research menurut Kurt Lewin (1946) dalam Hopkins, 1992
Planning
I
\
i /Reflecting
Acting
Observing
Skema di atas memberikan gambaram bahwa action research merupakan proses pengkajian melalui sistem daur ulang dari segi kegiatan yang dimulai dari
perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi.
Selanjutnya Kemmis dan Taggat (1988) dalam Hopkons (1993:48) mengemu
kakan tahap penelitian tindakan lebih jelas yang terdiri atas lima tahapan, yaitu diskusi (refleksi), negosiasi (revisi), kesempatan (observasi), penelitian, dan kemungkinan
penilaian. Pada dasarnya penelitian tindakan model Kemmis memiliki unsur analisis
[image:29.595.76.484.281.524.2]pada tiap tahapannya. Oleh karena itu, peneliti menggunakan model tersebut.
pada bagan berikut yang diadopsi dari Kemmis dan McTaggat dalam Hopkins
(1993:48).
Bagan 2
Prosedur Dasar Pengembangan Program Tindakan
Identifikasi Masalah Penelitian
" V
[ Penyusunan Rencana Tindakan
SiklusI Pelaksanaan Ti&dakar
N
SikhisII Pelaksanaan TindakanN
Revisi Observasi - Refleksi' SSktasIV Pelaksanaan TindakanN
Revisi Observasi^--Refleksi'
Rencana Rencana Rencana Revisi Observasi '""^-Refleksi' SSkhalll Pelaksanaan Tindakan Revisi Observasi^ - Refleksi4
3.2 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SDN Sadang V Kabupaten Purwakarta dengan
mengambil sampel kelas V caturwulan II. Pemihhan lokasi ini diasari pertimbangan
berikut:
1. Sekolah dasar tersebut merupakan sekolah dasar yang muridnya mayoritas berasal
31
2. Dengan kondisi siswa seperti ini, dapat dikatakan bahwa sekolah tersebut memiliki
keunikan yang perlu diperhatikan. Kemungkinan guru-guru di sekolah itu menemu-kan sejumlah kendala dalam meraih keberhasilan pelaksanaan program sekolah,
khususnya dalam pembelajaran bahasa Indonesia.
3. Pemilihan kelas V didasarkan pada pemikiran peneliti karena kepraktisan tuntutan
model ini memerlukan siswa-siswa pada kelas tinggi sebagai pelakunya.
3.3 Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah guru dan siswa. Guru yang dilibatkan adalah guru kelas V SDN Sadang V Kabupaten Purwakarta. Siswa yang dilibatkan sebagai subjek penelitian berjumlah 48 orang yang terdiri atas laki-laki dan perempuan.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
3.4.1 Wawancara
Kata wawancara dalam bahasa Inggris dikenal adalah intennew. Dalam
kamusnya, Hornby (1974:447) mengemukakan "inteniew is meeting with somebody
for formal consultation or examination; e.g. meeting Mith somebody whose views are
requested." Deskripsi tersebut menjelaskan bahwa wawancara adalah pertemuan
dengan seseorang yang bertujuan mendapatkan informasi yang dibutuhkan untuk kepentingan konsultasi formal. Sejalan dengan hal itu, Moeliono (1988:115) menge mukakan bahwa wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang
mem-berikan jawaban). Lebih jauh, dengan mengutip pendapat Lincoln dan Guba, tujuan
wawancara dikemukakan Moeliono sebagai berikut: "mengoristruksi mengenai orang. kejadian, kegiatan, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian. dan Iain-lain."
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan jenis wawancara berpedoman. Wawancara jenis ini merupakan jenis wawancara yang dibekali dengan kerangka dan
pokok pertanyaan yang sudah tersedia sebelum pertanyaan itu sampai kepada res-ponden. Walaupun pertanyaan yang diberikan tidak harus berurutan, diharapkan dengan wawancara jenis ini akan diperoleh jawaban secara umum dari responden.
Untuk mewujudkan pelaksanaan, wawancara diarahkan terhadap kepala sekolah dan guru yang akan menjadi praktisi dalam pelaksanaan tindakan di dalam kelas. Hal itu dimaksudkan agar diperoleh data yang diharapkan sesuai dengan sum ber termaksud, yaitu kepala sekolah dan guru. Kepala sekolah diharapkan dapat mem
berikan gambaran tentang profil awal berdirinya sekolah yang bersangkutan, latar
kelas, profil guru, dan profil personal di sekolah yang bersangkutan. Guru diharapkan dapat memberikan gambaran tentang riwayat pendidikan, pengalaman mengajar,
proses pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah yang bersangkutan. dan
masalah-masalah yang dialami dalam pembelajaran bahasa Indonesia.
3.4.2 Catatan Lapangan
Catatan lapangan dgunakan untuk mendeskripsikan sesuatu yang
sesungguh-nya terjadi di lapangan selama penelitian tindakan dilaksanakan. Selain itu, catatan ini
J J
3.4.3 Pemberian Tes Hasil Belajar
Kegiatan ini dimaksudkan untuk menjaring data primer yang akan dijadikan tolok ukur dalam keberhasilan pengembangan model yang sedang dilakukan dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Tes diberikan secara kolaboratif dengan guru (prak-tisi) yang penyusunannya didasarkan target setiap pokok bahasan yang diajarkan. Tekanannya pada aspek pemahaman dan daya gerak intelektual yang tinggi sesuai dengan pengembangan model yang dilaksanakan.
Dalam penelitian ini rentangan nilai yang digunakan dalam penskoran hasil belajar siswa bergerak dari nilai 10 (terendah) sampai dengan 100 (tertinggi). Untuk mengetahui kecenderungan kualitas hasil belajar siswa ini akan dihitung sesuai dengan metode yang relevan dengan penelitian ini.
3.5 Analisis Data
Sebagaimana dikemukakan pada Bab I, ada dua variabel yang menjadi sasaran penelitian ini. Pertama, variabel bebas yang berkenaan dengan pengembangan model pelatihan inkuiri dan kedua adalah variabel terikat yang berkenaan dengan pemahaman siswa dalam suatu tindakan pembelajaran dalam keterampilan menulis.
Variabel pertama meliputi data yang bersifat kualitatif, yaitu data yang
34
siswa, kepala sekolah sampai dengan faktor fasilitas sekolah. Begitu pula halnya data
hasil proses pembelajaran akan dianalisis secara deskriptif agar memberikan gambaran yang jelas mengenai pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan menggunakan model yang sedang dikembangkan, baik yang berkenaan dengan kegiatan praktisi maupun
kegiatan siswa.
Variabel kedua meliputi data kuantitatif. Data ini berupa skor siswa berdasarkan tes yang diberikan pada tahap evaluasi Tl sampai dengan T5. Skor ini
diambil dari hasil penilaian karangan siswa berdasarkan acuan penilaian yang ditulis
oleh Nurgiantoro (1995: 305) dengan pembobotan sebagai berikut:
Model Penilaian Tugas Menulis dengan Pembobotan Setiap Unsur
! No.
Unsur yang dinilai SkorMaksimum
Skor
Siswa
1. Isi gagasan yang dikemukakan 35
2. Organisasi isi 25
Tata bahasa 20
4. Pilihan struktur dan Kosakata 15
5. Ejaan 5
Jumlah 100
Data tersebut dihitung dengan menggunakan statistik sederhana dan
selanjutnya dianalisis dalam deskripsi hasil pembelajaran yang memberikan gambaran
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Memperhatikan hasil-hasil yang diperoleh selama pelaksanaan penelitian
pengembangan pembelajaran pelatihan inkuiri untuk bidang studi bahasa Indonesia
di kelas VSD, dihasilkan suam model pembelajaran yang tepat untuk mengajarkan
topik-topik tertentu yang terdapat dalam GBPP 1994. Model ini mengacu pada
cara belajar siswa aktif (CBSA) yang sangat memperhatikan pengembangan proses
intelektual yang secara langsung mengembangkan aspek pemahaman dan
penerapan.
Untuk memanfaatkan model pembelajaran secara optimal, komponen
de-saiii pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran dan evaluasi pembelajaran
hendak-nya, gum memperhatikan pedoman perencanaan pembelajaran ini yang memuat
pcuangan yang bisa dijadikan landasan oleh g-um sebelum menyusun desain
pembelajaran.Dalam memmuskan perencanaan, minimal terdapat tiga komponen yang
terangkum dalam desain pembelajaran, yaitu tujuan pembelajaran, prosedur pembe
lajaran, dan sasaran evaluasi pembelajaran, dua komponen lagi disajikan secara
icrpisah, yaitu wujud materi pembelajaran dan woijud evaluasi pembelajaran.
Unmk tidak terlalu memberatkan gum, diupayakan suatu perencanaan
yang sederhana dan fleksibel, yang penting desain itu hams menampakkan
kon-sistensi atara komponen yang terkandung di dalamnya.
122
Berdasarkan observasi dalam Tl sampai dengan T5, ditetapkan berbagai hasil yang diperoleh untuk pembelajaran bahasa Indonesia dalam model pelatihan inkuiri. Dengan desain pembelajaran yang dirancang berdasarkan langkah-langkah yang jelas, m;ika pada tahap pelaksanaan pembelajaran, gum betul-beml diharapkan
mampu niengelola pembelajaran sesuai dengan yang direncanakan.
Pengelolaan yang dimaksud dalam pembelajaran ini adalah pembelajaran yang
menuntut kemampuan gum di dalam memfungsikan dirinya sebagai fasilitator,
motivator, dan evaluator, yang hams mampu menciptakan siswa unmk
mengekpiesikan proses pembelajaran.
Sebagai pengelola pembelajaran model ini, gum dituntut untuk mampu
menciptakan materi pembelajaran yang memberikan stimulus proses intelektual
siswa Materi pembelajaran hams mendukung proses penyelidikan yang dilakukan
siswa. Oleh sebab itu, materi pembelajaran hams berbentuk materi pembelajaran
yang mampu memberikan stimulus proses berpikir siswa, misalnya dengan gambar,
atau kalimat-kalimat yang membuat siswa bertanya-tanya.
Pelaksanaan pembelajaran yang terpola pada langkah-langkah seperti di atas
sekaligus memberikan gambaran yang jelas mengenai kegiatan evaluasi yang tepat
karena pada dasamya model pembelajaran ini berpandangan bahwa hasil belajar
adalah proses belajar, maka gum hams selalu memantau aktivitas proses intelektual
pembe-123
lajaran, namun model ini pun menuntut adanya evaluasi hasil yang akan
mengungkap kemampuan siswa secara individual.
Bentuk evaluasi yang disarankan dalam model ini tidak hams terpaku pada
satu bentuk evaluasi saja, tapi diperlukan bentuk evaluasi yang lebih bervariasi.
Misalnya, dengan pilihan ganda atau dengan esai, yang pada prinsipnya evaluasi
dalam model ini hams mampu mengembangkan proses intelektual siswa yang
temngkap dalam gagasan yang dituangkan dalam pekerjaan siswa.
Berdasarkan observasi pada Tl sampai dengan T5, peneliti dan praktisi
sama-sama menyimpulkan bahwa dalam pelaksanaan model pelatihan inkuiri im tidak
secara penuh sesuai dengan tuntutan Suchman, tetapi ada satu tuntutan model yang
tidak bisa dipenuhi. Hal ini karena disesuaikan dengan kondisi siswa SD di
lapangan tidak bisa dipaksakan untuk melaksanakan tuntutan model yang satu ini.
Tuntutan model yang satu ini, yaitu tentang pertanyaan yang hams dijawab dengan
"ya" atau "tidak", yang sesuai dengan tuntuan Suchman bahwa dalam penerapan
model pelatihan inkuiri siswa tidak diperbolehkan bertanya dengan pertanyaan
penuh, tetapi hams membentuk pertanyaan yang bisa dijawab oleh gum dengan
jawaban "ya" atau " tidak.
Pada tampilan ke satu dan ke dua sudah dicoba menerapkan semua tuntutan
model sesuai dengan yang disarankan Suchman. Namun demikian, pada
kenyata-annya sangat sulit bagi siswa untuk memahami materi pembelajaran. Oleh karena
itu, sejak tampilan ketiga dicoba dengan mengiizinkan siswa untuk membentuk
pertanyaan secara penuh yang dibarengi dengan menaikkan lagi kadar materi
124
Berdasarkan observasi pada T3 nampak sekali kemajuan yang diperoleh siswa,
siswa nampak aktif dalam melakukan tahap-tahap pembelajaran, proses intelektual
yang tampak dari hasil evaluasi proses yang dikemukakan setiap kelompok
menampakkan hasil yang lebih baik di bandingkan dengan tampilan-tampilan
sebelumnya.
Berdasarkan observasi mulai dari Tl sampai dengan T5, tampak kemajuan
siswa yang paling menonjol adalah pada komponen penyajian masalah yang
menduduki peringkat paling atas, kemudian diikuti oleh komponen verifikasi data
dan penambahan unsur bam, yang kemudian diikuti oleh pemmusan informasi
menduduki peringkat paling akhir (grafik tentang kemajuan ini sudah tergambar
pada Bab IV).
Komponen pemmusan informasi menduduki paling akhir dibandingkan dengan
komponen lainnya erat kaitannya dengan siswa yang belum biasa terlatih dengan
kegiatan "memmuskan". hal ini berkaitan erat dengan pembelajaran yang
konvensional yang jarang sekali melakukan pelatihan pada siswa dalam kegiatan
memmuskan sesuatu.
Untuk im tidak berarti bahwa tuntutan model ini tidak bisa diterapkan.
tuntutan model tentang komponen pemmusan informasi ini tetap bisa diterapkan
dengan hasil yang seperti tergambar pada bahasan pada Bab IV, namun kalau ingin
lebih meningkatkan hasil pembelajaran dalam komponen pemmusan ini diperlukan
lebih banyak waktu khusus untuk melatih siswa dalam komponen pemmusan
informasi.
Berdasarkan observasi, refleksi, dan revisi pada setiap tampilan di
125
ini bisa di terapkan di SD-SD yang ada di Indonesia, khususnya SD-SD yang ada di
Jawa Barat dengan satu konsepsi mengabaikan sam tuntutan model, yaitu tentang
jenis pertanyaan yang tidak bisa di terapkan di SD-SD di lapangan. Oleh karena itu.
model pelatihan inkuiri yang dianjurkan Suchman berdasarkan hasil pengembangan
di lapangan menjadi model pelatihan inkuiri minus satu disingkat dengan MPI -1
MPI -1 hasil pengembangan di lapangan ini pada dasamya sangat tepat dalam
mendukung pelaksanaan kurikulum SD tahun 1994 karena di samping tidak
memeriukan syarat yang terlalu khusus, model ini sangat tertumpu pada prinsip
CBSA. Secara umum hasil pengembangan model mi memiliki karakteristik sebagai
berikut;
1) Desain pembelajaran yang sederhana dan fleksibel, yang memuat keterpautan
antara tujuan pembelajaran, prosedur pembelajaran ,dan evaluasi pembelajaran.
2) Setiap tahapan pembelajaran mengandung kegiatan yang evaluatif.
3) MPI-1 ini membumhkan materi pembelajaran yang hams mampu memberikan
stimulus proses intelektual siswa
4) Bentuk evaluasi vang bervariatif
5) Setiap langkah-langkah pembelajaran hams selalu berorientasi pada
peningkatan proses intelektual siswa.
5.1.1 Kelebihan MPI -1
Model ini mempakan model yang memmuskan pembelajaran yang mengarah
pada penyelidikan aktif dan swantara. Model ini mampu membimbina siswa
126
instmksional, tetapi juga mampu menghasilkan kebaikan di luar instmksional
(Joice & Weil, 1980:73).(1) Instructional affects:
• Model ini mampu menciptakan keterampilan proses ilmiah,
• Model ini mampu menciptakan strategi penyelidikan yang kreatif.
(2) Nurturant effects:• Model ini mampu menciptakan spirit kreativitas siswa dalam melakukan
penyelidikan ilmiah,
• Model mi mampu menciptakan pembelajaran aktif dan swantara;
• Model ini mampu menoleransi ambiguitas;
• Model ini mampu memberikan pembuktian bahwa ilmu pengetahuan
bersifat tentatif
Berdasarkan pengalaman-pengalaman yang diperoleh selama peneliti
bagaimanapun baiknya sebuah model tentu tidak akan teriepas dari kekuranga
model itu sendiri yang disesuaikan dengan kondisi sekolah di lokasi penelitian. Oleh
karena itu, di samping kelebihan (kebaikan), sudah barang tentu ada juga beberapa
kekurangan (keburukan).
5.1.2 Kekurangan MPI-1
1. Terbatasnya pokok bahasan yang bisa menggunakan MPI -1. Artinya MPI -1
ini tidak bisa diterapkan pada semua pokok bahasan yang ada dalam GBPP.
Pokok bahasan yang bisa menggunakan MPI -1, hanya terbatas pada
pokok bahasan yang diperkirakan mampu memberikan stimulus proses
intelektual siswa. Oleh karena itu, gum yang mau mencoba menggunakan
tian.
127
MPI -1, disa-rankan untuk mengamati pokok bahasan. sebelum
mengimplementasikannya dengan MPI.
2. Jenis materi pembelajaran dalam MPI hams bersifat pembelajaran vang
memberikan stimulus proses intelektual siswa. Oleh karena itu. gum yang
akan menerapkan MPI -1 hams selalu menyiapkan media pembelajaran
yang mampu memberikan stimulus proses intelektual siswa dalam bentuk
yang membingungkan siswa. Dengan penyiapan media, berarti diperlukan
sarana dan prasarana yang hams mendukung penyiapan media pembelajaran
yang dibutuhkan. Dengan kondisi seperti ini apa sekolah atau gum yang
bersangkutan siap atau tidak^ Pertanyaan ini yang masih mempakan
pertanyaan besar.
3. MPI -l memeriukan keseriusan dari fasilitator pembelajaran vang akan
mene-rapkannva, baik dalam pemmusan desain maupun dalam pelaksanaan
MPI -1. Penerapan model ini diperlukan pemahaman yang sangat baik dari
gum yang akan menggunakannya. Karena bila gum tidak memahami kosep
maupun langkah-langkah model dengan baik, MPI -1 malah akan lebih
memperburuk kondisi pembelajaran bahasa Indonesia.
5. 2 S a r a n
Berkenaan dengan temuan-temuan yang diperoleh dari MPI -1, berikut ini
disarankan beberapa hal yang dapat dimanfaatkan sebagai acuan untuk pihak
terkait:
128
Dalam menerapkan MPI -1 ini para pengguna model ini hams memperhatikan
rambu-rambu sebagai berikut:
a. Pemmusan desain pembelajaran hams dimmuskan secara relevan antara
tujuan pembelajaran, prosedur pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran.
b. Pemmusan tujuan khusus pembelajaran hams berorientasi pada peningkatan
proses intelektual siswa.
c. Pelaksanaan pembelajaran MPI -1 mengabaikan salah satu tuntutan model
yang dikemukakan Suchman. Gum membolehkan siswa bertanya dengan
pertanyaan penuh.
d. Bentuk evaluasi yang digunakan dalam pembelajaran MPI -1 disarankan
dalam bentuk variatif.
e. Materi pembelajaran hams bersifat yang memberikan stimulus proses
intelektual siswa.
2. PihakDepdikbud dan LPTK
MPI menyambut sifat kurikulum 1994 yang fleksibel yang memberikan
banyak kesempatan pada pelaku pendidikan untuk berkreasi baik dalam hal materi
pembelajaran maupun dalam model-model pembelajaran. Oleh karena itu,
penelitian ini menyodorkan salah satu altematif model yang bisa diimplementasikan
di SD-SD melalui penataran-penataran atau jenis pendidikan lainnya vang sekiranya
bisa di lakukan di SD-SD.
Di samping im, model ini juga disarankan untuk dijadikan bahan materi
perkuliahan bagi mahasiswa LPTK yang hams dibekali berbagai model
pembelajaran yang salah satunya adalah MPI -1 yang bisa dijadikan salah satu
129
3. Peneliti berikutnya
Berdasarkan data-data yang di peroleh di lapangan, sangat dianjurkan
pada peneliti berikutnya untuk lebih mengembangkan MPI -1 lebih baik lagi
dengan waktu penelitian yang lebih panjang diharapkan akan menghasilkan
hasil penelitian yang lebih sempurna, yang belum sempat terjangkau dengan
pengembangan model yang sekarang karena keterbatasan waktu vang tersedia.
Oleh karena itu, disarankan pada peneliti berikutnya untuk menyediakan waktu
lebih lama agar bisa menjangkau hal-hal yang memeriukan pelatihan lebih lama
LJJ ^
y~~ }—
Q
<0\D1K4/V ,
W.'P
^
PPS
<2-
-f-CD J—
DAFTAR PUSTAKA
Azies,F.Y. Alwasilah_A.CH. 1996. Pengajaran Bahasa Komunikatif. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Badudu, J.S. 1993. Membma Bahasa Indonesia Baku. Bandung: Offset Universal.
BaduduJ.S, 1995. Membina Bahasa Indonesia Baku. Bandung: Pustaka Prima.
Badudu,J.S. 1993. Cakrawala Bahsa Indonesia. Jakarta: Grmedia Pustaka Utama.
BaduduJ.S. 1993. Sari Kesusastraan Indonesia. Bandung: Pustaka Prima.
Bachman,F. 1990. Fundamental Cocideration In Language Testing. London:
Oxford University Press.
Baradja. M.F. 1989 Kapita Selecta Pengajaran Bahasa. Malang: Penerbit IKIP
Malang.
Bloom,B. 1975. Taxonomy of Education Objectives: The Calisifikation of
Education Croad. New York: David Mc. Kay Company Inc.
Bogdan, R.C. & Biklen S.K. 1982. An Introduction to Theory and Method*
Boston: Allyn & Bacon Inc.
Depdikbud. 1988. Kamus Besar Bahsa Indonesia Jakarta: Balai Pustaka.
Depdikbud. 1968. Kurikulum Pendidikan Dasar 1968.
Depdikbud. 1975. Kurikulum Pendidikan Dasar 1975.
Depdikbud. 1984. Kurikulum Pendidikan Dasar 1984.
Depdikbud. 1994. Kurikulum Pendidikan Dasar 1994.
Depdikbud. 1994. Kurikulum Pendidikan Dasar, Direktorat Jendral Pendidikan
Tinggi, bagian Pengembangan Pendidikan Gum Sekolah Dasar
Depdikbud. 1994. Garis-Garis Program Pengajaran, Direktorat Jendral
Pendidikan Tinggi, Bagian Proyek Pengembangan Pendidikan Gum
Sekolah Dasar.Depdikbud. 1994. Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Belajar Mengajar Kelas I'
Sekolah dasar.
Elliot,! 1991. Action Research for Educational Change. Philadelphia: Open
University Press.
FPBS IKIP Jakarta. 1992. Seminar Nasional Bahasa dan Saslra Indonesia.
Hornby.
1974. Oxford Advanced Learner's Dic/onary of Current English.
Oxford Univ ersity Press.
Hopkin, D. 1993. A Teachers Guide to Classroom Research. Open
University-Press.
Joyce,B, dan Weil,M. 1980. Model ofTeaching. New Jersey: Englewood Cliffs.
Kemmis,S. & Mc Taggart. 1990. The Action Research Reader. Victona: The
Deakin University.
Lincoln Y Guba 1985. Naturalistic Inquiry. London: Sage Publication. Inc.
Moleong,L.J. 1988. Metodologi Penelitian Kualitatif Jakarta: Dep Dik Bud.
Mackey,W.F. 1965. Language Teaching Analysis. London: Longman Group Ltd.
Moody,H.LB. 1971. Teaching ofLiterarture. Longman Group Ltd.
Nasution, S. 1978. Azas-Azas Kurikulum. Bandung: Terate.
Nasution,S. 1992. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito.
Nurgiyantoro. 1995. Penilaian Dalam Pengajaran Bahasa dan saslra
Yogyakarta: BPFE.Natawidjaja,R. 1997. Penelitian Tindakan Bandung: Depdikbud IKIP-Bandung
Rusyana,Y. 1992. Metode Pengajaran Sastra. Bandung: Pustaka Pnma.
Rusyana,Y. 1984. Bahasa dan Saslra dan Gamilan Pendidikan. Bandung: CY
Diponegoro.Suharsimi,A. 1993. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Suyanto.
1996. Pedoma Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas Yo^vakara
D1KT1-1KJP.
Slameto.
1995. Belajar dan Faklor-Faktor Yang Mempengaruhmya. Jakarta:
Rineka Cipta.
Subyakto,N. 1993. Metodologi Pengajaran Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka
SeefeldtX. 1976. Teaching Young Children. New Jersey: Prentice HalUnc.
SaliwangLB 1987. Dasar-Dasar Interaksi Belajar Mengajar Bahasa Indonesia
Bandung: Jemmars.
Sayiuti,S.A. 1985. Puisi dan Pengajarannya. IKIP Semarang Press.
Tuckman,B.W. 1972. Conducting Educational Research. Harcourt Brce
Javanovich,INC.
Tarigan,H.G. 1988. Metodologi Pengajaran Bahasa. Jakarta: Dep Dik Bud.
The Reder's Digest Association. 1975. Family Word Finder. Canada: The R.D.A.
Weller.RY. 1995. TeoriKesusash-aan. Jakarta: Dep. Dik. Bud.