• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING & LEARNING (CTL) TERHADAP KETERAMPILAN BERBICARA DAN SOSIAL ANAK USIA DINI.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING & LEARNING (CTL) TERHADAP KETERAMPILAN BERBICARA DAN SOSIAL ANAK USIA DINI."

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

(CTL) terhadap Keterampilan Berbicara dan Sosial Anak Usia Dini

(Penelitian Eksperimen Kuasi pada Taman Kanak-kanak Kemala

Bhayangkari 43 Jatinangor Sumedang)

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Program Studi Pendidikan Olahraga

Dedah Jumiatin 1007308

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG

(2)

Contextual Teaching & Learning

(CTL)

terhadap Keterampilan Berbicara dan

Sosial Anak Usia Dini

(Penelitian Eksperimen Kuasi pada

Taman Kanak-kanak Kemala Bhayangkari

43 Jatinangor Sumedang)

Oleh

Dedah Jumiatin S.Pd IKIP Bandung, 1998

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Jurusan Pendidikan Dasar

© Dedah Jumiatin 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Agustus 2004

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,

(3)

Pembimbing I,

DR. Hj. Ernawulan Syaodih, M.Pd NIP. 196510011998022001

Pembimbing II,

Bachrudin Musthafa. M.A, Ph.D NIP. 195703101987031001

Mengetahui

Ketua Program Studi Pendidikan Dasar,

(4)

ABSTRACT

THE IMPACT OF CONTEXTUAL TEACHING & LEARNING (CTL) TO ELEVATE SPEAKING AND SOCIAL SKILL FOR EARLY CHILDHOOD

(Quasi Experiment Research in Taman Kanak-kanak Kemala Bhayangkari 43 Jatinangor, Kabupaten Sumedang)

Human resources development is a big agenda to elevate life quality of our nation. Our founding fathers in early periode were concerned with the interesting goal. In globalization recent era, human resources development most be stressed, because the productivity competition with others country being tightly. The real effort to realize human resources development is through education way, started by early childhood education (mentioned as PAUD).

In context early childhood education (PAUD) most interesting to develop speaking and social skill of early childhood. Speaking skill is an aspect of language skill use by children to communicate their ideas, minds, and feeling to someone else verbally. And social skill is a part of child learning process to adapt with group norm, morality, and tradition; to involve with social community, intercommunication, and cooperation. Both of skills very interesting to develop and improve to prepare our young generation to face globalization era.

The goal of this research is to gain view and make analysis about speaking and social skill of TK students which receive Contextual Teaching & Learning

(CTL), than compare the result with them which not receive CTL methode in learning. In CTL teaching contains experiencing, applying, cooperating, and

transfering; as a unity.

This research uses quasi experiment design, Non Equivalent Control Group Design. These is two group of children researched to; one a experiment group, another a control group. Location of research at Taman Kanak-kanak Kemala Bhayangkari 43, District of Jatinangor, Sumedang City. Subject of research is B class with students in 5-6 years old. All of datas taken by observation of child statements, using valid instrument and reliable. Than datas calculated and processed with SPSS statistical software version 17.

The conclution of this research is being significant difference of speaking and social skill for a group of children which receive Contextual Teaching & Learning (CTL); in compared with the other group which not receive.

(5)

ABSTRAK

PENGARUH PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING &

LEARNING (CTL) TERHADAP KETERAMPILAN BERBICARA DAN

SOSIAL ANAK USIA DINI

(Penelitian Eksperimen Kuasi pada Taman Kanak-kanak Kemala Bhayangkari 43 Jatinangor, Kabupaten Sumedang)

Pemberdayaan SDM merupakan agenda besar untuk meningkatkan kualitas hidup bangsa. Para founding fathers sejak awal telah menyadari tujuan besar tersebut. Di era globalisasi, upaya pemberdayaan SDM lebih ditekankan lagi, karena persaingan produktivitas dengan negara-negara lain semakin ketat. Upaya merealisasikan pemberdayaan ini ialah melalui pendidikan, dimulai dengan pendidikan anak usia dini (PAUD).

Dalam konteks PAUD, sangat penting mengembangkan keterampilan berbicara dan sosial anak usia dini. Keterampilan berbicara merupakan salah satu aspek kemampuan berbahasa yang digunakan oleh anak untuk mengungkapkan gagasan, pikiran, dan perasaannya kepada orang lain secara lisan. Sedangkan keterampilan sosial merupakan bagian dari proses belajar anak untuk menyesuaikan diri dengan norma kelompok, moralitas, dan tradisi; berinteraksi dengan lingkungan, saling berkomunikasi, dan bekerjasama. Kedua bentuk keterampilan sangat penting dikembangkan untuk mempersiapkan anak bangsa menghadapi tantangan globalisasi.

Tujuan dari penelitian ini ialah untuk memperoleh gambaran dan menganalisa hasil keterampilan berbicara dan sosial pada anak-anak TK yang mendapat pembelajaran Contextual Teaching & Learning (CTL), dengan mereka yang tidak mendapatkannya. Dalam pembelajaran CTL terkandung unsur mengalami (experiencing), menerapkan (applying), kerjasama (cooperative), dan mentransfer (transfering); sebagai satu kesatuan.

Penelitian ini menggunakan desain kuasi eksperimen, Nonequivalent Control Group Design. Di sini terdapat dua kelompok yang diteliti, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Lokasi penelitian di Taman Kanak-kanak Kemala Bhayangkara 43 Jatinangor, Kabupaten Sumedang. Subyek penelitian ialah anak Kelas B yang berusia 5-6 tahun. Data diperoleh dari hasil observasi terhadap pernyataan-pernyataan anak, menggunakan instrumen yang sudah diuji validitas dan reliabilitasnya. Data-data selanjutnya diolah dengan program hitung statistik SPSS versi 17.

Kesimpulan dari penelitian ini, terdapat perbedaan signifikan pada keterampilan berbicara dan sosial, pada kelompok anak yang mendapatkan pembelajaran Contextual Teaching & Learning (CTL) dibandingkan kelompok yang tidak mendapatkan pembelajaran CTL.

(6)

DAFTAR ISI

A. Metode Contextual Teaching & Learning

1. Latar Belakang Contextual Teaching & learning...

2. Pengertian Contextual Teaching & learning...

3. Ciri UtamaContextual Teaching & learning...

4. Keunikan PembelajaranContextual Teaching & learning...

5. Karakteristik PembelajaranContextual Teaching & learning...

6. Komponen Utama PembelajaranContextual Teaching & learning..

7. Strategi PembelajaranContextual Teaching & learning Contextual Teaching & learning...

8. Perbedaan PembelajaranContextual Teaching & learning dengan Pembelajaran konvensional... 9. Teori Belajar Pendukung Pembelajaran Contextual Teaching & learning

10.Tantangan Penerapan Contextual Teaching & learning di Indonesia

(7)

3. Kemampuan Dasar Berbicara………... 4. Komponen Keterampilan Berbicara...………. 5. Tujuan berbicara... 2. Proses Sosialisasi Anak Usia Dini... 3. Pola Perilaku sosial Anak Usia Dini... 4. Identifikasi Perkembangan sosial Anak...…… 5. Karakter Sosial Pada Anak Usia Dini...……….. 6. Faktor Pemicu Perilaku Sosial Negatif... 7. Cara Mengembangkan Keterampilan Sosial... 8. Komponnen Pendukung Pengembangan Keterampilan sosial... D. Hakekat Anak Usia Dini

1. Pandangan Para Ahli...………..... 2. Karakteristik Anak Usia Dini...………... 3. Prinsip Pembelajaran Anak Usia Dini...………... 4. Tujuan Pendidikan Anak Usia Dini...………... 5. Fungsi dan Tujuan Pendidikan AUD berdasarkan PP No.17 Tahun

2010... 6. Karakteristik PAUD sesuai PP No. 17 Tahun 2010...

(8)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Keterampilan Berbicara sebelum dan sesudah penerapan Contextual Teaching & Learning (CTL)

a. Penguasaan Awal (Pretest)………... b. Penguasaan Akhir (Posttest)………... c. Uji hipotesis... d. Perbedaan Peningkatan (Gain) Keterampilan Berbicara Anak

Setelah Dilakukan Pembelajaran dengan Pendekatan Contextual Teaching & Learning (CTL) ... 2. Keterampilan Sosial sebelum dan sesudah penerapan Contextual

Teaching & Learning (CTL)

a. Penguasaan awal (Pretest)………... b. Penguasaan akhir (Posttest)………... c. Uji Hipotesis... d. Perbedaan Peningkatan (Gain) Keterampilan Sosial Setelah

Dilakukan Pembelajaran dengan Pendekatan Contextual Teaching & Learning (CTL)....…...

3. Hasil Perhitungan Setiap Indikator

a. Keterampilan Berbicara………... b. Keterampilan Sosial...……….... 4. Peningkatan Keterampilan Berbicara dan Sosial per Anak pada Kelas Eksperimen ...

B. Pembahasan Hasil Penelitian

1. Peningkatan Keterampilan Berbicara Anak setelah Penerapan Pembelajaran dengan Pendekatan Contextual Teaching & Learning

(9)

DAFTAR PUSTAKA... 112

LAMPIRAN-LAMPIRAN A. Uji Coba Instrumen

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

BJ. Habibie, mantan Presiden Republik Indonesia sekaligus mantan Menteri Riset dan Teknologi, memiliki kepedulian terhadap upaya pemberdayaan SDM (human resources) anak bangsa. Menurut beliau, bangsa Indonesia tidak bisa terlalu bergantung kepada sumber daya alam yang ada, karena semua itu akan habis. Pilihan paling masuk akal bagi bangsa Indonesia adalah membangun kualitas SDM rakyatnya.(Fatkhul Anas, 2011).

Pembangunan SDM menjadi semakin urgen ketika kini dunia memasuki era globalisasi (Globalization Age), di mana satu negara terintegrasi dengan negara-negara lain. Arfani menjelaskan, “Globalisasi adalah kecenderungan umum terintegrasinya kehidupan masyarakat domestik (lokal) ke dalam komunitas global di berbagai bidang. Pertukaran barang dan jasa, pertukaran dan perkembangan ide-ide mengenai demokratisasi, hak asasi manusia (HAM) dan lingkungan hidup, migrasi dan berbagai fenomena human trafficking lainnya yang melintas batas-batas lokalitas dan nasional; kini merupakan fenomena umum yang berlangsung hingga ke tingkat komunitas paling lokal sekalipun.” (Arfani, 2004).

(11)

Dibutuhkan kualitas SDM unggul untuk menghadapi persaingan global. Sujarwo menyatakan, “Penguasaan teknologi informasi merupakan syarat mutlak yang harus dimiliki oleh masyarakat yang akan memenangkan persaingan di kompetisi global. Kondisi tersebut menuntut sumber daya manusia yang memiliki keunggulan komperatif dan keunggulan kompetitif. Manusia global adalah manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa (bermoral), mampu bersaing, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, serta memiliki jati diri. Salah satu wahana yang sangat strategis dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang unggul adalah melalui pendidikan.” (Sujarwo, September 2006).

Pendidikan merupakan sarana terbaik untuk menjawab tantangan globalisasi, karena ia merupakan sarana formal, reguler, sekaligus legal dalam rangka meningkatkan kualitas SDM. Hal ini bahkan telah disadari oleh para pendiri bangsa (founding fathers) ketika mereka menyusun Pembukaan UUD 1945; bahwa salah satu tujuan nasional ialah: “Mencerdaskan kehidupan bangsa.” Dantes menyatakan, merujuk konsep pendidikan UNESCO untuk abad ke-21, bahwa pendidikan di era global ditekankan pada empat prinsip, yaitu:

learning to know (belajar untuk mengetahui), learning to do (belajar untuk melakukan), learning to be (belajar untuk menjadi), dan learning to live together (belajar untuk hidup bersama). (Dantes, 2007).

(12)

dini (PAUD). Menurut Solehudin, pendidikan anak usia dini dimaksudkan untuk memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan anak secara optimal dan menyeluruh sesuai dengan norma dan nilai-nilai kehidupan yang dianut. Melalui pendidikan anak usia dini, anak diharapkan dapat mengembangkan segenap potensi yang dimilikinya (Solehudin, 1997: 50). Dengan demikian, lembaga pendidikan anak usia dini perlu menyediakan berbagai kegiatan yang dapat mengembangkan berbagai aspek perkembangan yang meliputi kognitif, berbicara, sosial, emosi, fisik dan motorik.

Salah satu aspek yang penting diajarkan pada anak usia dini adalah kemampuan berbicara. Kemampuan berbicara merupakan cara utama untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan diri kepada orang lain, sekaligus berfungsi untuk memahami pikiran dan perasaan orang lain. Tarigan mengemukakan, “Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan.” (Tarigan, 2008: 16).

Hal ini sejalan dengan pendapat Hurlock, “Bicara merupakan sarana komunikasi dan arena komunikasi penting bagi kehidupan sosial, maka anak-anak yang tidak dapat berkomunikasi dengan orang lain akan mengalami hambatan sosial dan akhirnya dalam dirinya tumbuh perasaan tidak mampu dan rendah diri.” (Hurlock, 1980: 135).

(13)

agar dimengerti orang lain cenderung diperlakukan sebagai bayi yang tidak berhasil memperoleh kemandirian yang diinginkan.” (Hurlock, 1980: 112).

Dalam berbicara, anak menggunakan bahasa. Welton dan Mallon menyatakan, “Bahasa merupakan bentuk utama dalam mengekspresikan pikiran dan pengetahuan bila anak mengadakan hubungan dengan orang lain. Anak yang sedang tumbuh-kembang mengkomunikasikan pikiran dan perasaannya melalui bahasa dengan kata-kata yang mempunyai makna unik.” (Moeslichatoen, 2004: 18).

Keterampilan berbicara pada anak usia dini selain berfungsi sebagai alat komunikasi untuk menyatakan pikiran, perasaan, kehendak; juga untuk membangun mentalitas anak agar tidak mereka rendah diri. Keterampilan ini perlu dikembangkan sebaik-baiknya agar anak tumbuh secara optimal.

Selain aspek keterampilan bicara, terdapat aspek lain yang tidak kalah pentingnya, yaitu perkembangan relasi sosial. Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Dapat juga diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral dan tradisi. Combs dan Slaby menyatakan:

Social skill is the ability to interact with other in a given social context in specific ways that are socially acceptable or valued and at the same time personality beneficial, mutually beneficial, or beneficial primary to other. (Cartledge & Milburn, 1992: 7).

(14)

manfaat personal, keuntungan bersama, atau keuntungan dasar bersama orang lain. Kebaikan-kebaikan ini tentu sangat dibutuhkan setiap anak.

Menurut Nurihsan dan Agustin, “Perkembangan sosial merupakan

pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Dapat juga diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral dan tradisi: meleburkan diri menjadi satu kesatuan, saling berkomunikasi, dan bekerjasama.” (Ahmad Juntika Nurihsan & Mubiar Agustin, 2011: 36).

Sementara Ballack dan Hersen menjelaskan, bahwa keterampilan sosial ialah kemampuan mengungkapkan perasaan positif dan negatif dalam berinteraksi dengan orang lain, tanpa penghilangan penguasan sosial yang mencakup respon verbal dan non verbal. (Elan, 2005: 78).

Setiap anak dilahirkan belum memiliki keterampilan sosial. Dalam arti, dia belum memilki kemampuan bergaul dengan orang lain. Untuk mencapai kematangan sosial, anak harus belajar cara-cara menyesuaikan diri dengan orang lain. Kemampuan ini diperoleh anak melalui berbagai kesempatan atau pengalaman bergaul dengan orang-orang di lingkungannya, baik orangtua, saudara, teman sebaya, atau orang dewasa lainnya (Yusuf, 2000: 122).

(15)

atau barang orang lain, merusak barang teman lain, dan ketidakmampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan baru. (Uyu Wahyudin & Mubiar Agustin, 2011: 45-46).

Kematangan keterampilan sosial anak berproses bertahap, sesuai pengalaman interaksi anak dengan orang lain. Namun ada kalanya muncul masalah-masalah dalam pergaulan sosial itu. Menurut penelitian Ernawulan (1999), permasalahan-permasalahan yang ditemukan pada anak SD kelas awal adalah ketidakmampuan bersosialisasi dan mengendalikan emosi. Permasalahan yang ditemukan di SD apabila dibiarkan, anak akan mengalami kesulitan untuk mengembangkan diri, dan akan mengalami hambatan pula dalam pencapaian tahap perkembangan berikutnya.

Dengan demikian, dalam proses pembelajaran domain sosial ada dua hal penting yang perlu dikembangkan, yaitu kecerdasan intrapersonal dan kecerdasan interpersonal. Kecerdasan intrapersonal yaitu kemampuan anak untuk mengenali kelebihannya, kekurangannya, dan perasaan-perasaannya sendiri; sedangkan kecerdasan intrapersonal yaitu kemampuan anak untuk mengenali bagaimana karakter, motivasi, dan ekspresi orang lain. (PLPG UPI Bandung, 2012: 61).

(16)

Di antara metode yang penulis coba terapkan untuk meningkatkan keterampilan berbicara anak dan keterampilan sosial anak usia dini, ialah

Contextual Teaching & Learning (CTL), atau dikenal juga sebagai Pembelajaran Kontekstual.

Kasihani menjelaskan tentang metode CTL, “Pengajaran dan pembelajaran kontekstual merupakan suatu konsepsi yang membantu guru mengaitkan isi materi pelajaran dengan keadaan dunia nyata. Selain itu juga memotivasi siswa untuk menghubungkan pengetahuan pengetahuan yang diperoleh dan penerapannya dalam kehidupan siswa sebagai anggota keluarga, sebagai warga masyarakat dan sebagai tenaga kerja nantinya.

Konsep ini diperkenalkan pertama kali pada tahun 1916 oleh John Dewey, yang mengetengahkan kurikulum dan metodologi pengajaran sangat erat hubungannya dengan minat dan pengalaman siswa. Proses belajar akan sangat efektif bila pengetahuan baru diberikan berdasarkan pengalaman atau pengetahuan yang sudah dimiliki siswa sebelumnya dan ada hubungan yang erat dengan pengalaman sesungguhnya (pengalaman nyata). Selanjutnya diikuti oleh Katz pada tahun 1981 dan Howey & Zipher pada tahun 1989.

(17)

pengetahuan lintas disiplin, pengumpulan, penganalisisan, pentesisan informasi dan data dari berbagai sumber dan pandangan.” (Kasihani, 2002).

Komalasari menyebutkan definisi CTL menurut beberapa ahli, yaitu Blanchard, Berns & Erickson, sebagai berikut:

Contextual teaching and learning is a conception of teaching and learning that helps teachers relate subject matter content to real world situations; and motivates students to make connections between knowledge and its applications to their lives as family members, citizens, and workers and engage in hard work that learning requires.”

Selanjutnya Hull’s dan Sounders menjelaskan proses pembelajaran kontekstual:

Students internalize concepts through discovery, reinforcement, and interrelationship. CTL creates team, whether in the classroom, lab, worksite, or on the banks of a river. CTL encourage educators to design learning environments that incorporate many forms of experience to achieve the desired outcomes.”

Selanjutnya Komalasari menyimpulkan, “Pembelajaran kontekstual adalah pendekatan pembelajaran yang mengaitkan antara materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata siswa sehari-hari, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, maupun warga negara, dengan tujuan untuk menemukan makna materi tersebut bagi kehidupaannya.” (Komalasari, 2011: 7).

Metode CTL memungkinkan berhasil karena ia memiliki kelebihan-kelebihan yang bersifat strategis. Ditjen Dikdasmen menyebutkan tujuh komponen utama pembelajaran kontekstual (CTL) yaitu:

(18)

2. Menemukan. Pengetahuan diperoleh bukan sebagai hasil mengingat, tetapi melalui proses menemukan sendiri, lewat observasi, bertanya, mengajukan dugaan, pengumpulan data, dan penyimpulan.

3. Bertanya. Pengetahuan yang diperoleh seseorang selalu dimulai dengan bertanya. Peran guru adalah untuk mendorong, membimbing, dan memberikan penilaian.

4. Masyarakat belajar. Hasil pembelajaran diperoleh melalui kerjasama dengan orang lain.

5. Pemodelan. Dalam pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang bisa ditiru. Model bisa dari guru, kawan, atau orang luar.

6. Refleksi. Anak mengendapkan apa yang baru dipelejarinya sebagai struktur pengetahuan baru yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya.

7. Penilaian sebenarnya (murni). Kemajuan belajar dinilai dari proses, bukan semata hasil, dan dinilai dengan berbagai cara. (Komalasari, 2011: 11-13).

(19)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan kondisi dan paparan yang telah disampaikan dalam latar belakang, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Adakah pengaruh pembelajaran Contextual Teaching & Learning (CTL) terhadap peningkatan keterampilan berbicara dan sosial anak usia dini?”

Dari rumusan masalah tersebut, diajukan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Adakah perbedaan keterampilan berbicara pada anak TK yang mendapat pembelajaran CTL dengan yang tidak mendapat pembelajaran CTL? 2. Adakah perbedaan keterampilan sosial pada anak TK yang mendapat

pembelajaranCTLdengan yang tidak mendapat pembelajaran CTL? 3. Adakah pengaruh pembelajaran CTL terhadap peningkatan keterampilan

berbicara dan sosial anak usia dini?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran dan menganalisa perbedaan hasil keterampilan berbicara dan sosial pada anak-anak TK yang mendapat pembelajaran Contextual Teaching & Learning (CTL), dengan mereka yang tidak mendapatkan pembelajaran Contextual Teaching & Learning (CTL).

(20)

1. Untuk mengetahui perbedaan keterampilan berbicara pada anak TK yang mendapat pembelajaran CTL dengan yang tidak mendapat pembelajaran CTL.

2. Untuk mengetahui perbedaan keterampilan sosial pada anak TK yang mendapat pembelajaran CTL dengan yang tidak mendapat pembelajaran tersebut.

3. Untuk mengetahui pengaruh pembelajaran CTL terhadap peningkatan keterampilan berbicara dan sosial anak usia dini.

D. Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan data yang akurat mengenai pengaruh pembelajaran Contextual Teaching & Learning

(CTL) terhadap keterampilan berbicara dan sosial anak TK, dan perbandingannya dengan mereka yang tidak mendapatkan pembelajaran CTL.

Secara lebih rinci manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan memberikan penguatan tentang aplikasi pembelajaran CTL terhadap keterampilan berbicara dan keterampilan sosial Anak Usia Dini, khususnya anak usia TK.

2. Manfaat Praktis.

(21)

a. Pengelola TK Kemala Bhayangkara 43 Jatinangor sebagai bahan masukan dalam menerapkan pembelajaran CTL terkait keterampilan berbicara dan sosial anak usia dini.

b. Guru sebagai pengembang, perencana, dan pelaksana program di kelas dalam rangka pengembangan pembelajaran.

c. Sebagai bahan masukan bagi guru-guru Taman Kanak-kanak yang lain dalam penerapan pembelajaran CTL terkait keterampilan berbicara dan sosial anak usia dini.

d. Orangtua, masyarakat, dan tenaga kependidikan dalam melaksanakan perannya agar tercapai hasil edukasi yang maksimal sesuai dengan tujuan pembelajaran.

E. Definisi Operasional

Dalam penelitian ini terdapat beberapa istilah operasional yang perlu diberikan penjelasan agar tidak terjadi salah penafsiran atau pengertian, yaitu sebagai berikut:

(22)

ditujukan kepada anak-anak untuk memahami materi pelajaran, melalui pengalaman nyata, kegiatan praktik, kunjungan lapangan, dan lainnya. 2. Tarigan menyatakan, “Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi

-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, serta menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan.” (Tarigan, 2008: 16). Keterampilan berbicara anak ialah kemampuan anak untuk mengkomunikasikan pikiran, gagasan, dan perasaannya lewat ucapan dan bahasa.

(23)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode penelitian yang penulis gunakan dalam tesis berjudul “Pengaruh Pembelajaran Contextual Teaching & Learning (CTL) terhadap Keterampilan Berbicara dan Sosial Anak Usia Dini” ini adalah metode eksperimen dengan menggunakan Quasi Experiment Design. Metode eksperimen, jika merujuk pendapat Arikunto (1992: 31) dan Nazir (2009: 63), adalah rangkaian percobaan yang dilakukan dengan maksud untuk melihat akibat dari suatu perlakuan terhadap obyek penelitian dengan adanya kontrol.

Bentuk desain kuasi eksperimen ini adalah Nonequivalent Control Group Design. Dalam desain ini terdapat dua kelompok yang digunakan, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kedua kelompok tersebut diperlakukan berbeda; kelas eksperimen diberikan perlakuan dengan pendekatan Contextual Teaching & learning (CTL); sedangkan kelompok kontrol tidak diberikan perlakuan dengan pendekatan CTL melainkan menggunakan metode ceramah yang biasa digunakan di TK Kemala Bhayangkari.

(24)

Di bawah ini adalah desain penelitian yang digunakan oleh peneliti, yaitu sebagai berikut:

X

Bagan 3.1. Nonequivalent Control Groups Design (Sugiyono, 2008: 79). Keterangan:

: Pretest kelas eksperimen

: Pretest kelas kontrol : Postest kelas eksperimen : Postest kelas kontrol

X : Perlakuan dengan pendekatan Contextual Teaching & learning (CTL)

B. Lokasi dan Subyek Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Taman Kanak-kanak Kemala Bhayangkari 43 Jatinangor Kabupaten Sumedang. Subyek penelitian yaitu anak Kelompok B yang berusia 5-6 tahun. Dipilih dan ditetapkan dua kelas sebagai kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

Alasan memilih TK Kemala Bhayangkari 43 Jatinangor Kabupaten Sumedang, karena TK tersebut sudah terakreditasi A dengan mempunyai 5 ruang kelas; jumlah peserta didik banyak (118 anak); sarana dan prasarana lengkap, serta sudah beberapa kali mendapat tropi kejuaraan.

(25)

keterampilan berbicara (Nurihsan dan Agustin, 2011: 31) dan keterampilan sosial (Chatlotte Buhler). Usia 5-6 tahun juga adalah usia dimana anak dipersiapkan untuk memasuki Sekolah Dasar.

Dalam menentukan subyek penelitian, tidak menggunakan teknik pengambilan sample tertentu, yaitu ketika menentukan kelompok yang akan dijadikan subyek penelitian. Subyek penelitian terdiri dari dua kelompok dengan jumlah 50 orang anak dan setiap kelompok masing-masing 25 anak.

Adapun subyek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1 Subyek Penelitian

No. Kelompok Jumlah anak Keterangan

1 B1 25 Kelompok eksperimen

2 B2 25 Kelompok kontrol

C.Instrumen Penelitian

Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah mengenai keterampilan berbicara dan sosial anak, sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran dengan

(26)

Observasi digunakan untuk mengetahui sejauh mana keterampilan anak dalam hal berbicara dan sosialnya. Anak diobservasi pada saat melakukan kegiatan berbicara dan sosialisasi, melalui instrumen yang telah disiapkan; sehingga memungkinkan guru dan peneliti dapat memantau keterampilan berbicara dan sosial setiap anak.

Pedoman observasi dalam penelitian ini sudah memiliki kriteria penilaian yang dibuat oleh peneliti. Adapun penilaian yang dibuat adalah dengan memberikan skor 3 (tiga) jika anak dapat melakukan dengan sangat baik; skor 2 (dua) jika anak dapat melakukan sesuai yang diharapkan; skor 1 (satu) jika anak bisa melakukan sebagian dari yang diharapkan.

Adapun kisi-kisi instrumen yang telah divalidasi dalam penelitian ini disebutkan dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 3.2

Kisi-kisi Instrumen Keterampilan Berbicara

Variabel Indikator Responden Teknik

(27)

Tabel 3.3

Kisi-kisi Instrumen Keterampilan Sosial Variabel Indikator Responden Teknik

Pulta

Kompetisi Anak Observasi

18,19, 20,

Langkah-langkah yang peneliti lakukan dalam mengembangkan instrumen penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Merumuskan definisi operasional variabel berdasarkan studi pustaka, landasan teoritis dan sumber-sumber lain.

(28)

Untuk memastikan akurasi dan obyektivitas instrumen yang digunakan dalam penelitian, dibutuhkan judgement ahli. Judgment ini sangat berguna untuk memperoleh instrumen yang memenuhi syarat dan kriteria instrumen yang baik menurut para ahli yang berkompeten di bidangnya. Pendapat para ahli dimaksudkan untuk memenuhi validitas konstruksi (construct validity).

Pengujian validitas dari suatu instrumen terdiri dari pengujian validitas konstruksi (contruct validity) dan pengujian validitas isi (content validity). Untuk menguji validitas konstruksi, dapat digunakan pendapat ahli (judgment experts). Setelah instrumen dikonstruksi sesuai aspek-aspek yang akan diukur dengan berlandaskan teori tertentu, selanjutnya ia dikonsultasikan ke para ahli untuk dimintakan pendapatnya tentang instrumen tersebut. (Sugiyono, 2008: 125).

Instrumen dalam penelitian ini telah peneliti konsultasikan ke dosen pembimbing. Setelah itu peneliti lakukan uji coba instrumen penelitian di TK Aisyiyah Jatinangor, Desa Cikeruh Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang. Setelah proses uji coba, peneliti melakukan analisis validitas dan reliabilitas instrumen penelitian. Penjelasannya sebagai berikut:

a. Uji Validitas Instrumen

(29)

Uji validitas dalam penelitian ini dengan menggunakan korelasi Pearson Product Moment secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 3.3 , kemudian menghitung harga t hitung. Nilai t tabel diperoleh dengan dk= n-1 dan tingkat signifikasi α=0,05; dimana n= jumlah siswa. Untuk mengetahui tingkat validitas dilakukan dengan membandingkan t hitung dan t table. Dengan berpedoman pada kaidah penafsiran, jika t hitung>t tabel berarti data valid; dan jika t hitung<t tabel berarti data tidak valid.

Hasil uji validitas instrumen kemampuan berbicara dipaparkan dalam tabel di bawah ini:

Tabel 3.4

Hasil Uji Validitas Keterampilan Berbicara No Item t-hitung t-tabel Keterangan

(30)

20. .506 0,334 Valid Dipakai

21. -0.25 0,334 Tidak Valid Tidak dipakai

22. .641 0,334 Valid Dipakai

23. .518 0,334 Valid Dipakai

24. -0.07 0,334 Tidak Valid Tidak Dipakai

Berdasarkan data di atas, instrumen keterampilan berbicara yang dinyatakan valid sebanyak 20 item, dan 4 item tidak valid (butir item no 6, 19, 21 dan 24).

Sedangkan hasil uji validitas instrumen keterampilan sosial dipaparkan dalam tabel di bawah ini:

Tabel 3.5

Hasil Uji Validitas Keterampilan Sosial

No Item t-hitung t-tabel Keterangan Keterangan

(31)

20. .043 0,334 Tidak Valid Tidak dipakai

(32)

pengumpulan data. Jika suatu alat ukur penelitian dapat digunakan dua kali untuk mengukur gejala yang sama dengan hasil pengukuran yang diperoleh relatif konsisten, maka instrument itu dianggap reliabel. (Akdon, 2008: 170).

Pengujian realibilitas menggunakan metode Alpha-Cronbach secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 3.4. Standar yang digunakan untuk menentukan realibel dan tidaknya suatu instrumen penelitian, adalah perbandingan antara nilai r hitung dengan r tabel pada taraf kepercayaan 95% atau tingkat signifikansi 5%. Apabila dilakukan pengujian realibilitas dengan metode

Alpha-Cronbach, maka nilai r hitung diwakili oleh nilai alpha. Menurut Santoso (2001: 227) apabila alpha hitung lebih besar daripada r tabel dan alpha hitung bernilai positif, maka suatu instrumen penelitian dapat disebut reliabel.

Berdasarkan hasil uji coba instrumen keterampilan berbicara dan sosial diperoleh kesimpulan seperti tabel di bawah:

Tabel 3.6

Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Keterampilan Berbicara dan Sosial

No Variabel r hitung r tabel Keterangan

1 Keterampilan Berbicara 0,811 0,51 Reliabel

2 Keterampilan Sosial 0.941 0,51 Reliabel

(33)

E. Pengumpulan dan Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif kuantitatif. Data-data yang diperoleh dari lapangan ditabulasikan dan dipersentasikan, kemudian dilakukan pengujian dengan menggunakan uji perbedaan. Menurut Akdon (2008: 172), jika menggunakan uji perbedaan data harus berdistribusi normal.

Teknik analisis data melalui langkah-langkah berikut:

1. Menentukan skor rata-rata standar deviasi pada tes awal dan tes akhir, untuk keterampilan berbicara dan sosial pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol.

2. Uji normalitas distribusi data keterampilan berbicara dan sosial untuk kelas eksperimen. Uji normalitas menggunakan program SPSS versi 17 yaitu dengan membandingkan angka signifikan (Sig.) dengan nilai alpha (α). Ketentuannya, jika angka signifikan (Sig) lebih besar dari α (0,05), maka data

tersebut normal; bila angka signifikan lebih kecil dari α (0,05), maka data tersebut tidaknormal.

3. Uji homogenitas, untuk memperlihatkan bahwa dua atau lebih kelompok data berasal dari populasi dengan variansi sama. Untuk menentukan tingkat homogenitas data dapat dilakukan dengan membandingkan angka signifikansi

(Sig) dengan uji alpha (α); dengan ketentuan jika angka signifikansi (Sig)

(34)

(sig) lebih kecil dari α (0,05), maka Ho diterima. Hipotesis uji homogenitas dengan menggunakan Kolmogorof Smirnov adalah sebagai berikut:

Ho : Kedua varians populasi adalah tidak homogen. Hi : Kedua varians populasi adalah homogen.

4. Uji Beda Dua Rata-rata (mencari nilai N-gain). Langkah selanjutnya adalah uji beda dengan menggunakan Analisis Independent Sample t-tes. Hipotesis pengujiannya adalah sebagai berikut:

Ho : Tidak terdapat perbedaan rata-rata skor pretest pada kelas kontrol dan kelas eksperimen.

Hi : Terdapat perbedaan rata-rata skor pada pretest pada kelas kontrol dan kelas eksperimen.

Dengan kriteria pengujian, jika angka p > 0,05 maka hipotesis Ho diterima dan Hi ditolak. Untuk menguji tingkat signifikasinya dapat dilakukan dengan membandingkan antara probabilitas Sig. dengan nilai alpha (α). Jika nilai probabilitas > nilai α, maka dianggap tidak signifikan; sebaliknya jika nilai probabilitas Sig. < nilai α, maka dinyatakan signifikan.

Untuk melihat peningkatan keterampilan berbicara dan sosial sebelum eksperimen dan sesudah eksperimen, pada kelas kontrol dan kelas eksperimen, dengan pendekatan Contextual Teaching & Learning dihitung dengan menggunakan gain skor ternormalisasi dengan rumus:

Gain =

Keterangan:

S post : Skor posttest

(35)

S maks : Skor ideal.

Kategori tingkatan gain adalah jika g>0,7, maka tingkat signifikan gain

dinyatakan dalam kategori tinggi; jika 0,03 ≤ g ≤ 0,7 maka tingkatan gain

dinyatakan dalam kategori sedang; dan jika g < 0,3 maka tingkatan gain

dalam kategori rendah.

F. Tahap Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap, yaitu: tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap analisis data.

1. Tahap Persiapan

Tahap ini diawali dengan studi literatur seputar pembelajaran dan buku-buku pendidikan anak usia dini, dalam upaya menganalisis konsep-konsep penting yang akan diaplikasikan dalam penelitian. Selanjutnya menyusun skenario penelitian dengan menggunakan pendekatan Contextual Teaching & Learning

(CTL) terhadap kelas eksperimen. Skenario ini dikembangkan sesuai definisi konsep, indikator keterampilan berbicara dan sosial, lalu diaplikasikan dalam menyiapkan rencana pembelajaran, media, penilaian, serta alokasi waktu.

(36)

2. Tahap Pelaksanaan

Pada tahap ini, diawali dengan memberikan pretest pada kelas kontrol dan kelas eksperimen untuk mengetahui kemampuan awal anak dalam keterampilan berbicara dan sosial. Setelah pretest, peneliti melaksanakan pembelajaran dengan pendekatan Contextual Teching & Learning pada kelas eksperimen, dan proses pembelajaran berlangsung dalam beberapa kali pertemuan. Sementara pada kelompok kontrol dilaksanakan pembelajaran dengan menggunakan metode ceramah.

Setelah beberapa kali proses pembelajaran berlangsung secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 3.5 mengenai gambaran pembelajaran, lalu diberikan

posttest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada peningkatan keterampilan berbicara dan sosial pada anak kelas eksperimen setelah diberikan perlakuan.

Tahapan pelaksanaan penelitian lebih rinci, seperti yang tercantum dalam tabel di bawah ini: metode Contextual Teaching & Learning (CTL).

Diberikan kepada guru kelas eksperimen di TK Kemala Bhayangkari 43 Jatinangor Kab. Sumedang.

3 Melakukan pretest Terhadap kelas eksperimen dan kontrol.

4 Pelaksanaan pembelajaran dengan metode Contextual Teaching &

(37)

Learning (CTL).

Pelaksanaan pembelajaran dengan cara konvensional

Kelas kontrol.

5 Melakukan posttest Kelas eksperimen dan kontrol.

3. Tahap Analisis Data

Data yang sudah terkumpul yaitu data dari tes awal (pretes) dan tes akhir

(38)

BAB V

SIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Simpulan

Penerapan Contextual Teaching & Learning (CTL) merupakan metode pembelajaran yang dimaksudkan agar pembelajaran berjalan lebih produktif dan bermakna. Penelitian ini menerapkan Contextual Teaching & Learning (CTL) untuk meningkatkan keterampilan berbicara dan sosial anak usia dini. Penerapan CTL pada anak usia dini meliputi kegiatan-kegiatan yang mengandung unsur mengalami (experiencing), menerapkan (applying), kerjasama (cooperating), dan mentransfer (transfering). Keempat kegiatan tersebut ada dalam satu kesatuan yang tidak terpisahkan satu sama lain dan dapat meningkatkan kemampuan anak usia dini.

Berdasarkan temuan-temuan selama penelitian di TK Kemala Bhayangkara 43 Jatinangor Kabupaten Sumedang, peneliti membuat beberapa simpulan sebagai berikut:

1. Terdapat peningkatan keterampilan berbicara pada anak yang mendapat pembelajaran Contextual Teaching & Learning (kelas eksperimen), jika

dibandingkan dengan anak yang tidak mendapatkan perlakuan (kelompok

(39)

51,56 dan kelas kontrol 43,72. Sebenarnya pada kedua kelas terdapat kenaikan skor, tetapi kenaikan pada kelas eksperimen lebih tinggi yaitu 22,88; sedangkan kenaikan kelas kontrol 15,60.

2. Terdapat peningkatan keterampilan sosial pada anak yang mendapat perlakuan dengan pembelajaran Contextual Teaching & Learning (kelompok eksperimen), jika dibandingkan dengan anak yang tidak mendapatkan perlakuan (kelompok kontrol). Pada awal pretest rata-rata skor kelas eksperimen sebesar 36,60; sedangkan rata-rata skor kelas kontrol 55,36. Namun setelah dilakukan pembelajaran dengan metode CTL pada kelas eksperimen, diperoleh skor hasil posttest kelas eksperimen 78,76 dan kelas kontrol 70,60. Pada awal pretest kemampuan kelompok eksperimen secara rata-rata lebih rendah dari kelompok kontrol, namun setelah mendapat perlakuan pembelajaran CTL, hasilnya kemampuan mereka meningkat lebih tinggi. Kenaikan skor keterampilan sosial kelas eksperimen mencapai 42,16; sedangkan kenaikan kelas kontrol 15,24.

(40)

B. Rekomendasi

Berdasarkan simpulan hasil penelitian dan temuan-temuan selama penelitian dengan menggunakan pendekatan pembelajaran Contextual Teaching &

Learning (CTL) terhadap keterampilan berbicara dan sosial anak usia dini di TK

Bhayangkara 43 Jatinangor Kabupaten Sumedang, peneliti mengemukakan beberapa rekomendasi, sebagai berikut:

1. Untuk Guru Taman Kanak-kanak

a. Guru dapat menggunakan metode pembelajaran Contextual Teaching &

Learning (CTL) sebagai alternatif pembelajaran di Taman Kanak-kanak,

untuk mengembangkan keterampilan berbicara dan sosial anak usia dini. Bahkan metode pembelajaran CTL juga bisa digunakan untuk mengembangkan aspek-aspek lain seperti kognitif, emosi, kemandirian, serta motorik anak usia dini.

b. Dianjurkan kepada guru untuk melibatkan anak secara aktif dalam pembelajaran, karena sejatinya anak memiliki kemampuan untuk membangun konstruksi pengetetahuannya sendiri, melalui aktivitas langsung (hands on experience); seperti melakukan percobaan dengan objek-objek nyata, melalui pengalaman-pengalaman konkrit dalam berkreasi, memanipulasi, dan mengembangkan iden; sehingga pada akhirnya pembelajaran tidak hanya berpusat pada guru.

(41)

bekerjasama karena ia akan lebih mengasah keterampilan sosial anak.

Keterampilan sosial yang diperoleh dalam pembelajaran besar artinya untuk

kehidupan anak kelak di masyarakat.

d. Mengingat pentingnya pembelajaran kontekstual, guru dan pihak sekolah perlu memikirkan metode pembelajaran yang menekankan makna ilmu pengetahuan, bersifat nyata dan kreatif, sehingga bisa memotivasi semangat anak usia dini. Untuk tujuan itu selain diperlukan transfer pengetahuan seputar pembelajaran, juga perlu disediakan sarana dan media-media yang mendukung.

2. Untuk Penelitian Selanjutnya

a. Diperlukan penelitian selanjutnya untuk menguji kehandalan pembelajaran Contextual Teaching & Learning (CTL) dalam meningkatkan keterampilan berbicara dan sosial anak usia dini; dengan jumlah sampel penelitian yang lebih banyak dan alokasi waktu lebih lama, sehingga diperoleh hasil penelitian yang lebih akurat dan representatif.

(42)
(43)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, M. (2003). Pendidikan bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Anas, F. (2011). BJ Habibie dan Mimpi Peradaban Teknologi. Online tersedia: http://sdnkedungdoro308surabaya.blogspot.com/2011/02/bj-habiebie-dan-mimpi-peradapan.html

Arfani, N. R. (2004). Globalisasi, Karakteristik dan Implikasinya. Jurnal Ekonomi Politik Al Manar.

Akdon (2008). Aplikasi Statistika dan Metode Penelitian untuk Administrasi dan Manajemen. Bandung: Dewa Ruchi.

Arikunto (1992). Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Azzet, A. M. (2010). Mengembangkan Kecerdasan Sosial Anak. Penerbit Katahati Ar Ruzz Media Group.

Cartledge & Milburn (1992). Teaching Sosial Skill to Children. New York: Perganon.

Dantes, N. (2007). Perspektif dan Kebijakan Pendidikan Menghadapi Tantangan Global. Singaraja Bali: Universitas Pendidikan Ganesha.

Depdiknas (2002). Kompetensi Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta. Dixon & Nessel (1993). LEA Described. Online tersedia:

http://www.pnc.edu/ed/eishenhaver/LEA.htm (10 April 2010). Dhieni, N. (2007). Metode Pengembangan Bahasa. Jakarta: Universitas Terbuka.

Ditjen Dikdasmen Depdiknas RI (2003). Pendekatan Contextual Teaching & Learning (CTL). Jakarta: Ditjen Dikdasmen Depdiknas.

Dodge, T. (2002). The Creative Curriculum for Preschool. Washington DC: Teaching Strategy, Inc.

Darrel, M. (1986). Teaching Reading in Kindergarten: A Language Experience Approach. US: Department of Education.

(44)

Dyer, L. (2009). Meningkatkan Kemampuan Bicara Anak. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer - Kelompok Gramedia.

Elan (2005). Upaya Menumbuhkan Keterampilan Sosial Anak dalam Partisipasinya sebagai Warga Negara melalui Pendekatan Belajar Kontekstual. Tesis Pascasarjana UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Fisher (1977). Children Language and the Language Art. New York: McGrow Hill Inc. Book Company.

Hainstock, E. G. (2002). Montessori untuk Prasekolah. Jakarta: Pustaka Delapratasa.

Hartati (1999). Program Membaca Dini bagi Anak Prasekolah. Makalah seminar pendidikan anak usia dini. Bandung: FIP UPI.

Herbert, D. A Borderless World: Dream or Nightmare? Online tersedia: www.acme-journal.org/vol2/hierbert.pdf

Hornby, AS. (2000). Oxford Advanced Learner’s Dictionary. New York: Oxford University Press.

Hurlock, E. (1980). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga.

Hurlock, E. (1986). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Penerjemah: Istiwidayanti. Jakarta: Erlangga.

Jamaris, M. (2003). Perkembangan dan Pengembangan Anak Usia Taman Kanak-kanak. Program Studi Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: UNJ.

Johnson, E. B. (2012). Contextual Teaching & Learning. Bandung: Penerbit Kaifa.

Kabanga, T. (2008). Kegiatan Pengembangan Kemampuan Membaca dan Menulis Permulaan di TK Katolik Angela Paku. Tesis Sekolah Pascasarjana UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Kasihani (2002). Contextual Learning and Teaching – CTL (Pengajaran dan Pembelajaran Kontekstual). Prosiding seminar pendidikan, vol. 2, 2002. Komalasari, K. (2011). Pembelajaran Kontekstual: Konsep dan Aplikasi.

(45)

Kurniati, E. (2006). Peran Bimbingan untuk Mengembangkan Keterampilan Sosial melalui Permainan Tradisional. Tesis Pascasarjana UPI Bandung: tidak dipublikasikan.

Marcia, T. (1992). The Language Experience Approach. Online tersedia: Http://www.ericdigests.org/1993/approach.htm (13 Agustus 2010)

Masitoh (2002). Model Pembelajaran Bahasa Berdasarkan Pendekatan Bahasa Menyeluruh (Whole language Approach). Tesis Sekolah Pascasarjana UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Masitoh, dkk (2005). Strategi Pembelajaran TK. Jakarta: Universitas Terbuka. Moeslichatoen (2004). Metode Pengajaran di Taman Kanak-kanak. Jakarta:

Rineka Cipta.

Musfiroh, T. (2004). Bermain Sambil Belajar dan Mengasah Kecerdasan. Jakarta: Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan Perguruan Tinggi.

Musthafa, B. (2007). Emergent Literacy: Literasi Dini. Makalah pada seminar pengembangan bahasa anak bagi guru TK dan KB Se-DIY. Yogyakarta: UNY.

____________ (2008). Dari Literasi Dini ke Literasi Teknologi. Bandung: Yayasan CREST.

Maulani, S. (2011). Language Experience Approach dapat Meningkatkan Membaca dan Berbicara Anak Usia Dini. Tesis Sekolah Pascasarjana UPI Bandung: tidak diterbitkan.

McLuhan, M. (1989). The Global Village: Transformations in World Life and Media in The 21st Century. New York: Oxford University.

Nazir, M. (2009). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Nurhadi & Senduk (2003). Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Malang: Universitas Negeri Malang.

Nurihsan, A.J. (2007). Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Sekolah Pascasarjana UPI.

(46)

Nurhasanah, S. (2013). Penggunaan Media Papan Planel untuk Meningkatkan Kemampuan Berbicara Anak Usia Dini. Skripsi STKIP Sebelas April Sumedang: tidak diterbitkan.

Nurjanah, W. (2012). Pembelajaran Kontekstual untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah (Aspek Kognitif) dan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa Sekolah Dasar. Tesis Sekolah Pascasarjana UPI Bandung: tidak diterbitkan.

PLPG UPI Bandung (2012). Pendidikan Anak Usia Dini. Bandung: UPI.

Sanjaya, W. (2009). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.

_____________ (2006). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Bandung: Kencana.

Setiawan, T. (2007). Membangun Value, Mari Berkaca pada Kaisar Hirohito. Online tersedia: http://www.andriewongso.com/awartikel-2-Artikel_Anda-Membangun_Value,_Mari_Berkaca_Pada_Kaisar_Hirohito

Shapiro, L. E. (1998). How to Raise A Child with A High EQ: A Parents Guide to Emotional Intelligence. Online tersedia: www.amazon.com. Format e-book.

Sujarwo (2006). Reorientasi Pengembangan Pendidikan di Era Global. Jurnal Dinamika Pendidikan, no. 2/Thn. XIII, September 2006.

Santoso, F. T. (2001). Riset Pemasaran Konsep dan Aplikasi dengan SPSS. Jakarta: PT. Elexmedia Computindo.

Santrock, J. W. (2007). Perkembangan Anak (terjemahan). Jakarta: Erlanggga. Solehuddin, M. (1997). Konsep Dasar Pendidikan Prasekolah. Bandung: FIP

IKIP.

Slocumb, L. & Penny, T. (1997). Language Experience Approach. Online tersedia: http://www.med.ufl.edu/mdtp/resource/LEA.htm (10 April 2010). Sugiyono (2007). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,

Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta.

Suhartono (2005). Pengembangan Keterampilan Bicara Anak Usia Dini. Jakarta: Depdiknas.

(47)

Sumarni, S. (1994). Perkembangan Kemampuan Membaca pada Anak Usia Pra Sekolah. Tesis Sekolah Pascasarjana UPI Bandung: tidak diterbitkan. Sujanto (1996). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Rineka Cipta.

Suyanto, S. (2005). Dasar-dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Yogyakarta: Hikayat Publishing.

Syaodih, N. (2005). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Syaodih, E. (1999). Peranan Bimbingan Guru Pengasuhan Orangtua dan Interaksi Teman Sebaya terhadap Perkembangan Perilaku Sosial Anak. Tesis Pascasarjana UPI Bandung: tidak dipublikasikan.

Syarifudin, T. (2003). Landasan Kependidikan Taman Kanak-kanak. Bandung: FIP UPI.

Tampubolon (1991). Mengembangkan Minat dan Kebiasaan Membaca pada Anak. Bandung: Angkasa.

Tarigan, H. G. (1994). Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.

_____________ (2008). Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.

Trevor, C. (2008). The Language Experience Approach (LEA). Online tersedia: http://www. language-experience-approach-lea.html (10 Juni 2010).

Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Universitas Pendidikan Indonesia (2012). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia (UPI).

Yuyun (2009). Pembelajaran Bahasa dengan Menggunakan Media Gambar sebagai Upaya untuk Meningkatkan Perbendaharaan Kosakata Bahasa Indonesia dan

Keterampilan Berbicara pada Anak Usia Dini. Tesis Sekolah Pascasarjana UPI

Gambar

Tabel 3.1 Subyek Penelitian
Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Keterampilan Berbicara
Tabel 3.3
tabel  di bawah ini:
+4

Referensi

Dokumen terkait

Dong Jung Indonesia meninjau kembali penggunaan sistem konvensional (tradisional) dan mulai mempertimbangkan penggunaan sistem Activity Based Costing pada perhitungan harga

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana respon (pandangan dan pengalaman) dosen UIN Alauddin Makassar dalam upaya mengatasi perkembangan gerakan Islam radikal

Harga saham yang akan dibayarkan adalah sebesar harga rata dari harga saham DVLA pada penutupan perdagangan harian di Bursa Efek Indonesia selama 90 (sembilan puluh) hari terakhir

Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa pada kedua model regresi linier berganda, seluruh variabel independen yaitu ukuran KAP, opini audit, dan audit commitee size

[r]

Untuk membuka ( decrypt ) data tersebut digunakan juga sebuah kunci yang dapat sama dengan kunci untuk mengenkripsi (untuk kasus private key.. cryptography ) atau dengan kunci

10.Ip adalah adalah deretan angka biner antara 32 bit sampai 128 bit yang dipakai sebagai alamat identifikasi untuk tiap komputer host dalam jaringan Internet.. Panjang dari angka

Fakta yang menjadi ciri model pembelajaran Problem Based Learning sesuai dengan pembelajaran ini, karena pada pembelajaran satu ini guru meminta siswa