• Tidak ada hasil yang ditemukan

POLA RESISTENSI BAKTERI PADA SPUTUM PASIEN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) TERHADAP BEBERAPA ANTIBIOTIKA DI LABORATORIUM MIKROBIOLOGI RSUP DR.M.DJAMIL PERIODE 2010 − 2012.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "POLA RESISTENSI BAKTERI PADA SPUTUM PASIEN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) TERHADAP BEBERAPA ANTIBIOTIKA DI LABORATORIUM MIKROBIOLOGI RSUP DR.M.DJAMIL PERIODE 2010 − 2012."

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

POLA RESISTENSI BAKTERI PADA SPUTUM PASIEN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) TERHADAP BEBERAPA

ANTIBIOTIKA DI LABORATORIUM MIKROBIOLOGI RSUP DR.M.DJAMIL PERIODE 2010 − 2012

SKRIPSI

Diajukan ke Fakultas Kedokteran Universitas Andalas sebagai pemenuhan salah satu syarat untuk mendapatkan

gelar Sarjana Kedokteran

Oleh:

ASHIMA SONITA No.BP. 1010313084

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

(2)

BSTRACT

Resistance Pattern of Bacteria in Sputum of Patients Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) to Some Antibiotics in Microbiology Laboratory

Dr.M.Djamil Hospital Peroid 2010 – 2012

by

Ashima Sonita

Increased resistance of bacteria that cause COPD to some antibiotics that are commonly used by clicicians in the provision of empiric therapy, it will cause a reduction in the effectiveness of the tratment of COPD. This study aims to determine the resistance pattern of Bacteria in sputum of patients COPD to Some Antibiotics in Microbiology Laboratory Dr.M.Djamil Hospital Peroid 2010 – 2012. The research method used is descriptive and retrospective.

According to the research result,the bacteria that causesCOPDisKlebsiella spp (42,44%), Streptococcus α hemolyticus (38,37%), Pseudomonas aeruginosa (12,21%), Staphylococcus aureus (4,65%), Proteus mirabilis (1,16%), Staphylococcus epidermidis(0,58%),andStreptococcus pneumoniae(0,58%).

It can be concluded that the bacteria which cause the highest number of COPD cases is Klebsiella sp.The highest level of resistance is to Ampicillin while the highest level of sensitivity is to Netilmycin. Ampicillin should not be used anymore as empirical therapyof COPD and replaced with Netilmycin because most of the bacteria in the sputum of COPD patients have been resistant to these antibiotics but sensitive to Netilmycin. It is expected that the study of resistance patterns of bacteria in sputum of COPD patients performed periodically to assess changes in patterns of bacteria and bacterial resistance patterns.

(3)

ABSTRAK

Pola Resistensi Bakteri Pada Sputum Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) terhadap Beberapa Antibiotika di Laboratorium

Mikrobiologi RSUP Dr.M.Djamil Periode 2010 − 2012

Oleh

Ashima Sonita

Peningkatan resistensi bakteri penyebab PPOKterhadap beberapa antibiotika yang lazim digunakan oleh klinisi dalam pemberian terapi empirik akan menyebabkan berkurangnya keefektifan terhadap terapi PPOK. Hal ini akan berdampak semakin tingginya morbiditas dan mortalitas yang disebabkan oleh PPOK. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola resistensi bakteri pada sputum pasien PPOK terhadap beberapa antibiotika di Laboratorium Mikrobiologi RSUP.Dr.M.Djamil periode 2010 – 2012.

Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan November 2013 sampai dengan Desember 2013 di Laboratotium Mikrobiologi RSUP Dr.M.Djamil Padang. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif retrosprktif.

Dari hasil penelitian didapatkan bakteri penyebab PPOK adalahKlebsiella spp (42,44%), Streptococcus α hemolyticus (38,37%), Pseudomonas aeruginosa (12,21%), Staphylococcus aureus (4,65%), Proteus mirabilis (1,16%), Staphylococcus epidermidis(0,58%),dan Streptococcus pneumoniae(0,58%).

Disimpulkan bahwa bakteri tersering pada sputum pasien PPOK adalah Klebsiella spp. Tingkat resistensi tertinggi adalah terhadap Ampicillin sedangkan tingkat kepekaan tertinggi adalah terhadap Netilmycin.Ampicillinsebaiknya tidak digunakan lagi sebagai terapi empiris PPOK dan diganti denganNetilmycinkarena sebagian besar bakteri pada sputum pasien PPOK telah resisten terhadap antibiotika ini namun sensitif terhadap Netilmycin. Diharapkan penelitian pola resistensi bakteri pada sputum pasien PPOK dilakukan secara berkala untuk mengetahui perubahan pola bakteri dan pola resistensi bakteri.

(4)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik

yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif

nonreversibel atau reversibel parsial (GOLD, 2013). Hambatan aliran udara ini

biasanya berhubungan dengan respon inflamasi paru terhadap gas (Wibsono,

2010). Karakteristik hambatan aliran udara pada PPOK disebabkan oleh hubungan

antara obstruksi saluran napas kecil (obstruksi bronkiolitis) dan kerusakan

parenkim (emfisema) yang bervariasi pada setiap individu (Perhimpunan Dokter

Paru Indonesia, 2011).

Penyaki Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyebab kesakitan

dan kematian yang cukup sering di dunia. Berdasarkan data World Health

Organization(WHO) pada tahun 2005, sebanyak 210 juta orang menderita PPOK

dan hampir 3 juta orang meninggal akibat PPOK. Menurut WHO, PPOK

menduduki peringkat kelima sebagai penyebab utama kematian di dunia dan

diperkirakan pada tahun 2020 penyakit ini akan menempati peringkat

ketiga(WHO 2011).

Prevalensi PPOK di Indonesia berdasarkan Survei Kesehatan Rumah

(5)

penyebab kesakitan terbanyak (Depkes RI, 2005). Menurut Riset Kesehatan Dasar

2007, angka kematian akibat PPOK menduduki peringkat ke-6 dari 10 penyebab

kematian di Indonesia (Kemenkes RI, 2008).

Pada PPOK dapat terjadi eksaserbasi akut yang merupakan perburukan

gejala pernapasan dibandingkan dengan kondisi sebelumnya yang terjadi secara

akut. Gejala eksaserbasi yaitu sesak bertambah, produksi sputum meningkat, dan

perubahan warna sputum (sputum menjadi purulen). Keadaan ini akan

memperburuk penurunan faal paru. Saat fase ini berlalu nilai faal paru tidak akan

kembali ke nilai dasar (Celli, 2008).

Penyebab eksaserbasi antara lain yaitu merokok, infeksi virus, infeksi

bakteri, dan polusi udara. Infeksi bakteri merupakan pencetus eksaserbasi yang

sangat penting. Eksaserbasi akut PPOK paling sering disebabkan oleh inkfeksi

trcheobronchial tree, dimana bakteri tersering penyebab infeksi ini adalah

Haemophilus influenzae, Streptococcus pneumoniae, dan Moraxella catarrhalis.

Suatu penelitian menunjukkan bahwa infeksi bakteri menyebabkan kurang lebih

40-50% eksaserbasi akut PPOK (Wibisono, 2010). Eksaserbasi akut yang

disebabkan oleh infeksi bakteri mudah terpicu karena pada pasien PPOK biasanya

terdapat kolonisasi bakeri (Hill dkk, 2000).

Pengobatan dengan menggunakan antibiotika telah terbukti efektif

terhadap PPOK eksaserbasi akut yang disebabkan oleh bakteri. Pemberian

antibiotika sebaiknya berdasarkan pada mikroorganisme penyebab dan hasil uji

kepekaan. Terapi empiris perlu segera diberikan sementara menunggu hasil

(6)

penyesuaian pemberian antibiotika untuk mendapatkan hasil yang maksimal

(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2011).

World Health Organization(WHO) telah menetapkan antibiotika untuk

pengobatan PPOK eksaserbasi akut yaitu amoksisilin atau eritromisin atau

kloramfenikol (WHO, 2008). Pengobatan ini merupakan terapi empiris. Berbagai

laporan menyebutkan bahwa sudah banyak bakteri yang resisten terhadap

antibiotika tersebut akibat penggunaan antibiotika yang tidak tepat. Direktoral

Bina Farmasi Komunitas dan Klinik DEPKES RI menyatakan bahwa dalam

sepuluh tahun belakangan ini telah ditemukan peningkan resistensi pneumokokus

terhadap penisilin. Hal ini mungkin juga akan berdampak terhadap meningkatnya

resistensi terhadap beberapa golongan antibiotika lain seperti sefalosporin,

makrolida, tetrasiklin, serta kotrimoksazol (Depkes RI, 2005).

Sementara itu, pengobatan PPOK eksaserbasi akut di RSUP Dr.M.Djamil

menggunakan seftriakson. Antibiotika ini diberikan sampai hasil uji kepekaan

bakteri keluar. Pemakaian antibiotika lini kedua ini disebabkan karena sudah

banyak bakteri yang resisten terhadap antibiotika lini pertama (amoksisilin,

eritromisin, dan lain-lain). Hal ini ditandai dengan tidak berkurangnya gejala

eksaserbasi yang dialami pasien. Pemberian seftriakson intravena terbukti lebih

efektif mengurangi gejala eksaserbasi akut PPOK pada banyak kasus di RSUP

Dr.M.Djamil dibandingkan dengan pemberian sefalosporin generasi ketiga

lainnya (sefiksim, sefotaksim, sefoperazon, dan lain-lain). Hal inilah yang

menjadi alasan dipilihnya sftriakson sebagai terapi empiris PPOK eksaserbasi

(7)

Pola kepekaan kuman terhadap antibiotika cenderung berubah-ubah

selaras dengan pemakaian antibiotika itu sendiri (Depkes RI, 2005).

Dikhawatirkan terjadi peningkatan resistensi bakteri penyebab eksaserbasi akut

PPOK terhadap beberapa antibiotika. Pada tahun 2009, di Laboratorium

Mikrobiologi RSUP M.Djamil didapatkan data bahwa sebanyak 60 pasien

diperiksa hasil biakan dan uji kepekaannya terhadap antibiotika. Dari hasil

pemeriksaan tersebut didapatkan bahwa sudah ada bakteri penyebab eksaserbasi

PPOK yang resisten terhadap amoksisilin, eritromisin, kloramfenikol, seftriakson

dan beberapa antibiotik lainnya. Bakteri tersebut antara lain Streptococcus

α-hemolitycus, Klebsiella sp,danPseudomonas aeruginosa.

Peningkatan resistensi bakteri penyebab PPOK eksaserbasi akut terhadap

beberapa antibiotika yang lazim digunakan oleh klinisi sebagai terapi empiris

tentu akan menyebabkan berkurangnya keefektifan terapi PPOK eksaserbasi akut.

Hal ini akan menyebabkan semakin tingginya morbiditas dan mortalitas akibat

PPOK eksaserbasi akut (Depkes RI, 2005).

Berdasarkan uraian di atas, perlu dilakukan penelitian mengenai pola

resistensi bakteripenyebab PPOK eksaserbasi akut terhadap beberapa antibiotika.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimana pola bakteri yang terdapat pada sputum pasien PPOK?

1.2.2 Bagaimana pola resistensi bakteri yang terdapat pada sputum pasien

(8)

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Uumum

Untuk mengetahui pola resistensi bakteri yang terdapat pada sputum

pasien PPOK terhadap beberapa antibiotika.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui polabakteri pada sputum pasien PPOK.

2. Untuk mengetahui pola resistensi bakteri yang terdapat pada

sputum pasienPPOK terhadap beberapa antibiotika.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Bagi Bidang Akademis

Sebagai sarana pendidikan dalam proses melakukan penelitian dan

melatih cara berfikir analitik sistematik.

1.4.2 Manfaat Bagi Bidang Ilmiah

Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai dasar gambaran, menambah

referensi untuk penelitian lebih lanjut mengenai pola resistensi bakteri

penyebab PPOK terhadap antibiotika dan sebagai salah satu literatur

serta pembanding bagi peneliti selanjutnya sehingga dapat melakukan

penelitian selanjutnya dengan desain penelitian yang lebih sempurna.

1.4.3 Manfaat Bagi Rumah Sakit

Hasil penelitian ini dapat menjadi sumbangan atau bahan

Referensi

Dokumen terkait

Hal penting yang harus diperhatikan adalah bila suatu balok hanya mengalami satu beban terpusat gaya geser bernilai konstan di antara beban dan momen lentur

Pemeliharaan Rutin/ Berkala Sarana dan Prasarana Pasar Produksi Peternakan. Belanja Modal

Halaman pada ribbon ini berisi tombol-tombol untuk mengatur tampilan kertas dari naskah yang sedang dikerjakan, seperti mengatur Margins (batas awal dan batas akhir

Diskusi Meminta persetujuan dari peserta dan meminta kesedian peserta untuk mengikuti pelatihan ini dari awal hingga akhir  Lembar informed consent Penyampaian Materi I:

Dengan menggunakan baterai Li-Po 1000 mAh saat pengujian dilapangan selama 12 jam dengan kondisi terjadi kebakaran, perhitungan dengan persamaan 1 energi yang terpakai

The research is limited on the sentence structure of discussion texts made by fourth semester students of English Education Department of the State Institute for Islamic

Diagram Perhitungan Beban Sandar 1 Pendahuluan Identifikasi Jenis Kapal dan Kondisi Perairan Perhitungan Kecepatan Sandar dan Koefisien Beban Sandar Penentuan faktor keamanan