PEMBUATAN BIODIESEL DARI BIJI
ALPUKAT DENGAN PROSES
TRANSESTERIFIKASI
Oleh :
1.
ULFIATI
0531010068
2.
TOTOK HERBI S.
0531010081
JURUSAN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
memberikan rahmat, karunia, serta kekuatan, sehingga kami selaku penulis dapat
menyelesaikan penyusunan penelitian dengan judul “PEMBUATAN
BIODIESEL DARI BIJI ALPUKAT DENGAN PROSES
TRANSESTERIFIKASI“.
Penelitian merupakan mata kuliah wajib dan diajukan sebagai usaha untuk
memenuhi salah satu persyaratan penyelesaian program pendidikan Strata Satu
(S–1) Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Laporan ini dapat terselesaikan berkat bantuan petunjuk, pengalaman,
bimbingan, dan dorongan dari berbagai pihak. Melalui tulisan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ir. Sutiyono, MT, selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri, Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Ir. Retno Dewati, MT, selaku Kepala Jurusan Teknik Kimia, Fakultas
Teknologi Industri, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa
Timur.
3. Ir.Sri Resnoyatiningsih,Mpd selaku Dosen Pembimbing Penelitian yang telah
memberikan pencerahan dalam menyelesaikan penelitian ini.
4. Ir. Siswanto, MS selaku Dosen Penguji I Penelitian.
Dalam menyusun penelitian ini, kami menyadari masih memiliki
kekurangan. Diharapkan kritik dan saran dari saudara sekalian memicu kami
dalam penyempurnaan yang lebih baik. Semoga semua ini bermanfaat bagi
pengetahuan kita semua. Amin ya rabbal alamin...
Surabaya, November 2010
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara penghasil minyak bumi di dunia namun sampai saat ini masih mengimpor bahan bakar minyak (BBM) untuk mencukupi kebutuhan bahan bakar minyak di sektor transportasi dan energi. Kenaikan harga minyak mentah dunia akhir-akhir ini memberi dampak yang besar pada perekonomian nasional, terutama dengan adanya kenaikan harga BBM. Kenaikan harga BBM secara langsung berakibat pada naiknya biaya transportasi, biaya produksi industri dan pembangkitan tenaga listrik. Dalam jangka panjang impor BBM ini akan makin mendominasi penyediaan energi nasional apabila tidak ada kebijakan pemerintah untuk melaksanakan penganekaragaman energi dengan memanfaatkan energi terbaharukan. (www.Geocities.com)
Biodiesel adalah salah satu bahan bakar alternatif yang ramah
lingkungan,tidak mempunyai efek terhadap kesehatan yang dapat dipakai sebagai bahan bakar kendaraan bermotor yang dapat menurunkan emisi
bila dibandingkan dengan minyak diesel. Biodiesel terbuat dari minyak nabati yang berasal dari sumber daya alam yang dapat diperbaharui. Bahan baku yang berpotensi sebagai bahan baku pembuat biodiesel antara lain kelapa sawit, kedelai, jarak pagar,alpukat dan beberapa jenis tumbuhan lainnya.(www.Geocities.com)
Peneliti pendahulu menggunakan minyak jarak dalam pembuatan biodiesel dengan proses transesterifikasi menggunakan katalis basa kuat. Hasil terbaik yang diperoleh yaitu pada penambahan methanol 40%
dengan katalis 0,5% - 0,6% berat NaOH. (Ahmad Baktir,2003)
Beragam penelitian mendukung penggunaan minyak biji alpukat sebagai biodiesel. The National Biodiesel Foundation (NBF) telah meneliti buah alpukat sebagai bahan bakar sejak 1994. Joe Jobe selaku direktur eksekutif NBF mengungkapkan bahwa biji alpukat mengandung lemak nabati yang tersusun dari senyawa alkil ester. Bahan ester itu memiliki komposisi yang sama dengan bahan bakar diesel, bahkan nilai cetane-nya lebih baik diibandingkan solar sehingga gas buangnya lebih ramah lingkungan. (Wahyu Hidayat,2007)
Kandungan minyak biji alpukat lebih tinggi bila dibandingkan dengan tanaman-tanaman seperti kedelai, jarak, biji bunga matahari dan kacang tanah. Namun,kandungan minyak alpukat masih lebih rendah bila dibandingkan dengan minyak kelapa sawit. Pemanfaatan biji alpukat sampai sekarang hanya digunakan sebagai obat penghilang stress saja dan belum dimanfaatkan untuk yang lainnya padahal biji alpukat memiliki kandungan fatty acid methyl ester sebagai bahan pembuat biodiesel. (Wahyu Hidayat,2007)
I.2. Tujuan Penelitian
Menetukan bahan bakar alternative baik sebagai pencampur maupun sebagai pengganti bahan bakar diesel.
Memanfaatkan biji alpukat agar memiliki nilai guna yang tinggi untuk diolah menjadi biodiesel.
I.3. Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Biodiesel
Biodiesel adalah sejenis bahan bakar yang termasuk kedalam
kelompok bahan bakar nabati (BBN) .Bahan bakunya bsa berasal dari
berbagai sumber daya nabati,yaitu kelompok minyak dan lemak (H.R
Sudradjat,2008).
Biodiesel mempunyai keunggulan dibandingkan dengan bahan bakar
diesel dari minyak bumi. Bahan bakar biodiesel dapat diperbaharui. Selain
itu,juga dapat memperkuat perekonomian negara dan menciptakan
lapangan kerja. Biodiesel merupakan bahan bakar ideal untuk industri
transportasi karena dapat digunakan pada berbagai mesin diesel,termasuk
mesin-mesin pertanian.
Jika 0.4% - 5% biodiesel dicampur dengan bahan bakar diesel
minyak bumi otomatis akan meningkatkan daya lumas bahan bakar.
Biodiesel mempunyai rasio keseimbangan energi yang baik. Rasio
keseimbangan energi biodiesel minimum 1 sampai 2.5. Artinya,untuk
setiap satu unit energi yang digunakan pada pupuk,minimum terdapat 2.5
unit energi dalam biodiesel berbagai rasio. Campuran 20% biodiesel dan
60% bahan bakar diesel minyak bumi disebut dengan B2O. Campuran
B2O merupakan bahan bakar alternatif yang terkenal di Amerika Serikat ,
terutama untuk bus dan truk. B2O mengurangi emisi,harganya relatif
murah dan tidak memerlukan modifikasi mesin.(Andi Nur Alam
Syah,2006)
Biodiesel dibuat melalui suatu proses kimia yang disebut
transesterifikas dimana gliserin dipisahkan dari minyak nabati. Proses ini
menghasilkan dua produk yaitu metil esters (biodiesel)/mono-alkyl esters
dan gliserin yang merupakan produk samping. Bahan baku utama untuk
pembuatan biodiesel antara lain minyak nabati, lemak hewani, lemak
bekas/lemak daur ulang.Semua bahan baku ini mengandung trigliserida,
pengolahan pendahuluan dari bahan baku tersebut. Sedangkan sebagai
bahan baku penunjang yaitu alkohol. Pada ini pembuatan biodiesel
dibutuhkan katalis untuk proses esterifikasi, katalis dibutuhkan karena
alkohol larut dalam minyak. Minyak nabati kandungan asam lemak bebas
lebih rendah dari pada lemak hewani, minyak nabati biasanya selain
mengandung ALB juga mengandung phospholipids, phospholipids dapat
dihilangkan pada proses degumming dan ALB dihilangkan pada proses
refining. Minyak nabati yang digunakan dapat dalam bentuk minyak
Produk biodiesel tergantung pada minyak nabati yang digunakan sebagai
bahan baku seta pengolahan pendahuluan dari bahan baku tersebut.
Alkohol yang digunakan sebagai pereaksi untuk minyak nabati
adalah methanol, namun dapat pula digunakan ethanol, isopropanol atau
butyl, tetapi perlu diperhatikan juga kandungan air dalam alcohol tersebut.
Bila kandungan air tinggi akan mempengaruhi hasil biodiesel kualitasnya
rendah, karena kandungan sabun, ALB dan trig;iserida tinggi. Disamping
itu hasil biodiesel juga dipengaruhi oleh tingginya suhu operasi proses
produksi, lamanya waktu pencampuran atau kecepatan pencampuran
alkohol.
Katalisator dibutuhkan pula guna meningkatkan daya larut pada
saat reaksi berlangsung, umumnya katalis yang digunakan bersifat basa
kuat yaitu NaOH atau KOH atau natrium metoksida. Katalis yang akan
dipilih tergantung minyak nabati yang digunakan, apabila digunakan
minyak mentah dengan kandungan ALB kurang dari 2 %, disamping
terbentuk sabun dan juga gliserin. Katalis tersebut pada umumnya sangat
higroskopis dan bereaksi membentuk larutan kimia yang akan dihancurkan
oleh reaktan alkohol. Jika banyak air yang diserap oleh katalis maka kerja
katalis kurang baik sehingga produk biodiesel kurang baik. Setelah reaksi
selesai, katalis harus di netralkandengan penambahan asam mineral kuat.
Setelah biodiesel dicuci proses netralisasi juga dapat dilakukan dengan
penambahan air pencuci, HCl juga dapat dipakai untuk proses netralisasi
phosphat(K3PO4). Proses Transesterifikasi yang umum untuk membuat
biodiesel dari minyak nabati (biolipid) ada tiga macam yaitu :
1. Transesterifikasi dengan Katalis Basa
2. Transesterifikasi dengan Katalis Asam Langsung
3. Konversi minyak/lemak nabati menjadi asam lemak dilanjutkan
menjadibiodiesel
Hampir semua biodiesel diproduksi dengan metode
transesterifikasi dengan katalisator basa karena merupakan proses yang
ekonomis dan hanya memerlukan suhu dan tekanan rendah. Hasil konversi
yang bisa dicapai dari proses ini adalah bisa mencapai 98%. Proses ini
merupakan metode yang cukup krusial untuk memproduksi biodiesel dari
minyak/lemak nabati. Proses transesterifikasi merupakan reaksi dari
trigliserin (lemak/minyak) dengan bioalkohol (methanol atau ethanol)
untuk membentuk ester dan gliserol.
(www.Geocities.com/markal_bppt/public)
Tabel II.2.1. Parameter biodiesel Indonesia berdasarkan SNI :
04-7182-2006
No Parameter Satuan Metode uji Nilai
1 Berat jenis pada 40oC Kg/m3 ASTM D1298 850-890
2 Viskositas kinematik
pada 40oC
mm2/s(cSt) ASTM D445 2,3-6,0
3 Flash point oC ASTM D93 Min.100
4 Pour point oC ASTM D2500 Maks 18
5 Heating value Kcal/kg ASTM D240 9321
6 Indeks setana - ASTM D613 Min. 71
II.2. Karakteristik biodiesel
Karakteristik biodiesel antara lain :
1. Densitas
Densitas dari minyak adalah perbandingan berat minyak per
unit volume. Minyak dengan densitas tinggi tergolong dalam minyak
berat sedangkan minyak dengan densitas rendah tergolong minyak
ringan. Hal ini karena minyak sebagian beasr tersusun atas karbin dan
hydrogen. Dengan demikian perbandingan karbon dan hydrogen
mempengaruhi densitas juga berhubungan erat dengan kalori atau
panas yang dihasilkan suatu bahn bakar, semakin tinggi densitas
minyak maka nilai kalorinya semakin rendah.
2. Viskositas
viskositas adalah suatu angka yang menyatakan besarnya
perlawanan atau hambatan dari suatu bahan cair untuk mengalir atau
ukuran besarnya tahanan geser dari bahn cair. Makin tinggi viskositas
minyak akan makin kental dan lebih sulit mengalir, demikian
sebaliknya makin rendah viskositas minyak akan makin encer dan
lebih mudah minyak itu mengalir. Cara mengukur besarnya viskositas
adalah tergantung pada alat viscometer yang digunakan dan hasilnya
(besarnya viskositas) yang didapat harus dibubuhkan nama viscometer
yang digunakan serta temperatur minyak saat pengukuran. Viskositas
bahan bakar minyak sangat penting artinya, terutama bagi mesin –
mesin diesel maupun ketel – ketel uap. Karena viskositas minyak
sangat berkaitan dengan suplai konsumen bahan bakar kedalam ruang
bakar dan juga sangat berpengaruh terhadap kesempurnaan proses
pengkabutan (atomizing) bahan bakar melalui injector.
3. Flash Point (Titik Nyala)
Titik nyala adalah suatu angka yang menyatakan suhu terendah
dari bahan bakar minyak dimana minyak akan timbul penyalaan api
sesaat, apabila pada permukaan minyak tersebut didekatkan pada nyala
pertimbangan mengenai keamanan (safety) dari penimbunan minyak
dan pengangkutan bahan bakar minyak untuk mesin diesel atau ketel
uap. Bahan bakar minyak yang mempunyai titik nyala rendah,
berbahaya dalam penyimpanan dan penanganan.
4. Pour Point (Titik Tuang)
Titik tuang adalah suatu angka yang menyatakan suhu terendah
dari bahan bakar minyak sehingga minyak tersebut masih dapat
mengalir apabila didinginkan pada kondisi tertentu karena gaya
gravitasi. Titik tuang ini diperlukan sehubungan dengan adanya
persyaratan praktis dari prosedur penimbunan dan pemakaian dari
bahan bakar minyak. Hal ini dikarenakan bahan bakar minyak sering
sulit untuk dipompa, apabila suhunya telah dibawah titik tuangnya.
Titik tuang juga penting untuk menstart dingin mesin dan untuk
menangani minyak dalam mesin maupun saat penyimpanan.
5. Angka Cetana (Cetane Index)
Angka Cetana menunjukkan kualitas pembakaran dari bahan
bakar mesin diesel yang diperlukan untuk mencegah terjadinya “diesel
knock” atau suara pukulan didalam ruang bakar mesin diesel. Angka
Cetana juga menunjukkan persentase Cetana didalam bahan bakar
berupa campuran n-Cetana (n-C16H36) dan -methyl-naphtalene.
n-cetana adalah hidrokarbon rantai lurus yang sangat mudah terbakar
sendiri dan karenanya diberi angka cetana 100, sedangkan
-methyl-naphtalene adalah suatu hidrokarbon aromatik bercincin ganda yang
sukar terbakar dan karenanya diberi nilai cetana nol. Angka cetana
juga dapat ditentukan oleh cetana index yang dilakukan dengan cara
perhitungan berdasarkan temperatur distilasi pada recovery 50%
volume dan densitas dari minyak solar pada 15oC. dari distilasi
tersebut juga dapat diketahui sifat kemudahan menguap suatu BBM
yang disebut IBP (Initial Boiling Point) yaitu pembacaan termometer
yang bekerja dengan putaran rendah cukup diperlukan bahan bakar
minyak dengan angka cetana yang rendah.
6. Carbon Residu (Sisa Karbon)
Carbon residu yang tertinggal pada proses pembakaran akan
menyebabkan terbentuknya endapan kokas yang dapat menyumbat
saluran bahan bakar. Hal ini dapat menyebabkan terhambatnya operasi
mesin secara normal, serta dapat menyebabkan bagian-bagian pompa
injeksi bahan bakar cepat menjadi aus. Dengan demikian, semakin
rendah sisa karbon, semakin baik efisiensi motor tersebut.
(Muharto,1986)
II.3. Keunggulan biodiesel
Keunggulan biodiesel antara lain :
1. Angka Cetane tinggi ( >50 ), yakni angka yang menunjukkan ukuran
baik tidaknya kualitas solar berdasarkan sifat kecepatan bakar dalam
ruang bakar mesin. Semakin tinggi bilangan Cetane,semakin cepat
pembakaran semakin baik efisiensi termodinamisnya.
2. Titik kilat tinggi, yakni termperatur terendah yang dapat menyebabkan
uap biodiesel menyala, sehingga biodiesel lebih aman dari bahaya
kebakaran pada saat disimpan maupun pada saat disimpan maupun
pada saat didistribusikan dari pada solar.
3. Tidak mengandung sulfur dan benzene yang mempunyai sifat
karsinogen, serta dapat diuraikan secara alami.
4. Menambah pelumas mesin yang lebih baik daripada solar sehingga
akan memperpanjang umur pemakaian mesin.
5. Dapat dengan mudah dicampur dengan solar biasa dalam berbagai
komposisi dan tidak memerlukan modifikasi mesin apapun.
6. Mengurangi asap hitam dari gas asap buang mesin diesel secara
siqnifikan walaupun penambahannya hanya 5% - 10% volume
biodiesel kedalam solar. ( http
II.4. Biji Alpukat
Buah alpukat termasuk dalam kelas Lauraceae yang didalamnya
terdapat 15 macam spesies,umumnya tumbuh didaerah Amerika tropis.
Yang membedakan buah ini dengan buah lainnya adalah kandungan
lipidnya yang tinggi, dikonsumsi sebagai makanan serta sebagai bahan
kosmetik dan farmasi.( Grasas y Aceites,2001)
Kandungan minyak tergantung pada sifat ekologis dan
ras(keturunan),contoh ras Guatemala mempunyai kandungan minyak dari
10-13%,dan ras Mexico mempunyai kandungan minyak 15-25%(Biale and
Young 1971)sedangkan buah dari Carrebian mempunyai kandungan lemak
yang rendah 2,5-5%.(Hatton et al.1964).
Dalam perdagangan dunia, buah alpukat merupakan komoditas
buah yang penting, volume perdagangannya menempati urutan kelima
susudah jeruk, pisang, nanas, dan mangga. Pengembangan tanaman
alpukat di tanah air pada era agribisnis saat ini kiranya akan dapat
memberikan manfaat dan meningkatkan berbagai aspek kehidupan
masyarakat dan ekonomi, khususnya dalam usaha perbaikan kesehatan
gizi, sosial ekonomi dan lingkungan hidup. (Benidiktus Sihotang,2008).
Klasifikasi lengkap tanaman alpukat adalah sebagai berukut :
Divisi : Spermatophyta
Anak divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Ranales
Keluarga : Lauraceae
Marga : Persea
Varietas : Persea americana Mill
Minyak biji alpukat mengandung fatty acid methyl ester yang
berpotensi sebagai bahan bakar alternatif, alpukat memiliki akndungan
yang cukup tinggi. Pada tabel dibawah ini menunjukkan perolehan
Tabel II.4.1 kandungan minyak dari beberapa tanaman
Sumber : Wahyu Hidayat,2007
Dari tabel II.4.1, dapat dilihat bahwa kandungan minyak alpukat
lebih tinggi dibandingkan tanaman-tanaman seperti kedelai, jarak, bunga
matahari, dan kacang tanah. Namun, kandungan minyak alpukat masih
lebih rendah dibandingkan sawit. Untuk membuat minyak dari biji ,
alpukat disimpan dalam suhu kamar (kira-kira 28oC) hingga masak,
setelah masak diambil bijinya kemudian digiling dan dikeringkan untuk
mengurangi kadar airnya. Setelah itu dilakukan ekstraksi untuk diambil
minyaknya.( Grasas y Aceites,2001)
Tabel II.4.2 komposisi biji alpukat
Constituents Dalam (%)
Moisture
Sumber : Pushkar S. Bora,2001
Tanaman Perolehan
Analisa dari biji alpukat ditunjukkan pada tabel II.4.2. Kandungan
karbohidrat biji alpukat sangat tinggi yaitu 33,17% tetapi memiliki
kandungan lipid dan protein yang sedikit yaitu 18,7%.
Tabel II.4.3 Sifat fisik dan kimia minyak biji alpukat
Sumber : Pushkar S. Bora,2001
Tabel II.4.3 menunjukkan beberapa data dari sifat fisik dan kimia
dari minyak biji yang diextraksi dengan heksan. Angka bias, specific
grafity dan nilai peroksida dari minyak biji alpukat sama dengan beberapa
literatur. Nilai ini sama dengan yang ditunnjukkan oleh Soares (1991)
walaupun ada perbedaan yang cukup besar pada angka penyabunan
minyak biji alpukat yaitu 231,6. Tanggo (1972) menunjukkan angka
penyabunan 190,1. Nilai iodine 69,4 berbeda sedikit dari nilai yang
ditunjukkan oleh Tanggo (1072) yaitu 99,7.
Tabel II.4.4 komposisi asam lemak bebas minyak biji alpukat.
Kandungan kimia (% fatty acid)
Oleic acid
Karakteristik Minyak biji alpukat
Palmitoleic acid
Margaroleic acid
0,606
0,017
( Sumber : pramudono,2004 )
Komposisi asam lemak dari minyak biji alpukat ditunjukkan pada
tabel II.4.4 Dapat dilihat bahwa kandungan asam lemak yang paling tinggi
adalah oleic yaitu 71,715 sedangkan kandungan asam lemak minyak
alpukat yang paling rendah adalah asam margaroleic yaitu 0,017.
II.5. Bahan baku untuk proses produksi biodiesel
a. Methanol (CH3OH)
Untuk membuat biodiesel, ester dalam minyak nabati perlu
dipisahkan dari gliserol. Ester tersebut merupakan bahan dasar
penyusun biodiesel. Selama proses transesterifikasi, komponen gliserol
dari minyak nabati dapat digantikan oleh alkohol, baik alkohol etanol
maupun metanol. Etanol merupakan alkohol yang terbuat dari
padi-padian sedangkan metanol adalah alkohol yang dapat dibuat dari batu
bara, gas alam atau kayu. Metanol lebih dipilih daripada etanol karena
mampu memproduksi reaksi biodiesel yang lebih stabil. Namun,
metanol merupakan alkohol yang agresif sehingga bisa berakibat fatal
bila terminum dan memerlukan kewaspadaan yang tinggi dalam
penanganannya. (Andi Nur Alam Syah,2006)
Alkohol yang paling umum digunakan untuk transesterifikasi
adalah metanol karena harganya yang lebih murah dan daya reaksinya
lebih tinggi dibandingkan dengan alkohol yang berantai lebih panjang.
Proses metanolisis berkatalis alkali dapat dilakukan pada suhu ruangan
dan akan menghasilkan ester lebih dari 80% beberapa saat setelah
reaksi dilangsungkan (sekitar 5 menit). Pemisahan fase ester dan
gliserol berlangsung cepat dan sempurna. Berbeda dengan etanol,
metanol tersedia dalam bentuk absolut yang mudah diperoleh sehingga
hidrolisa dan pembentukan sabun akibat air yang terdapat dalam
Biaya untuk memproduksi etanol absolut cukup tinggi.
Akibatnya, bahan bakar biodiesel berbasis etanol tidak berdaya saing
secara ekonomis dengan metil ester asam lemak, sehingga membiarkan
bahan bakar diesel fosil bertahan sendiri. Disamping itu, harga alkohol
juga tinggi sehingga menghambat pengguunaanya dalam produksi
biodiesel dalam skala industri. (Andi Nur Alam Syah,2006)
Sifat-sifat fisika dan kimia methanol :
Bentuk liquid
Warna jernih
Mudah menguap
Beracun
Mudah terbakar
s.g = 0.89
titik didih 64.5 0C
titik leleh -97.8 0C
Berat molekul 32.04215
Sangat laru dalam air
Rumus Kimia CH3OH
Rumus bangun H
H C O H
H
b. Natrium Hidroksida (NaOH)
Dari aspek ekonomi, proses transesterifiikasi tanpa katalis
tampaknya sangat sulit karena ester yang akan dibakar dalam mesin
diesel memerlikan input energi yang tinggi, waktu reaksi yang lama
dan harga pasar yang rendah. Karena itu, agar hasil esternya
memuaskan, produksi biodiesel secara umum perlu menggunakan
Katalis adalah suatu bahan yang digunakan untuk memulai
reaksi untuk bahan lain. Katalis yang mungkin untuk reaksi biodiesel
adalah natrium hidroksida (NaOH) dan kalium hidroksida (KOH).
Natrium hidroksida biasanya disubut dengan soda api. Kalium
hidroksida dapat digunakan jika natrium hidroksida tidak tersedia.
Keduanya berbentuk serbuk, butiran atau pelet. Natrium dan kalium
hidroksida dapat merusak kulit, mata, sumsum dan berakibat fatal jika
tertelan. (Andi Nur Alam Syah,2006)
Sifat fisika Natrium Hidroksida :
Bentuk padat
Bewarna putih
Melting point 318.4 0C
Boiling point 1390 0C Sifat kimia Natrium Hidroksida :
Rumus kimia NaOH
Berat Molekul 39.9971
s.g = 2.13
Larut dalam air dingin 0 0C 42 gr/100 gr air
Larut dalam air panas 100 0C 347 gr/100 gr air
Hydroskopis
Larut dalam alcohol dan glycerol
Tidak larut dalam aceton
II.6. Glyserol
Gliserin atau gliserol merupakan produk samping yang prospektif,
karena harganya lebih tinggi daripada reaktan metanol. Fasa gliserin
metanol dapat dibebaskan dari sisa-sisa katalis dengan penetralan oleh
asam, sehingga membentuk garam yang mengendap dan dapat dipisahkan
Fasa gliserin metanol bebas garam selanjutnya dipanaskan untuk
menguapkan metanol dan menghasilkan gliserin murni. Penjumputan
(recovery) gliserin dan metanol dari fasa gliserin metanol air biasa
dilakukan dengan pertama-tama menyingkirkan sisa-sisa katalis dengan
pertukaran kation, mengevaporasikan air dan metanol untuk menghasilkan
gliserin murni, serta mendistilasikan larutan metanol air untuk mendapat
metanol murni untuk didaur ulang. (Akhirudin,2006)
Sifat Fisika :
Warna jernih dan kuning
Bentuk semi padat,liquid pekat
Bau menyengat
Rasa manis terasa hangat
Melting point 17 0C
Boiling point 290 0C Sifat kimia :
s.g = 1.2653
Rumus kimia C3H5(OH)3
Rumus bangun
H H H
H C C C H
OH OH OH
Larut dalam air dan alcohol
Tidak larut dalam ester,benzene dan cloroform
II.7. Proses Pengambilan Minyak.
Ada dua metode dasar untuk memperoleh minyak dari biji, yaitu
pengepresan dan ekstraksi pelarut. Proses pengepresan biasanya dilakukan
dengan mesin. Proses pengepresan biasanya meninggalkan ampas yang
masih mengandung 7-10% minyak. Sedangkan pada ekstraksi pelarut
mampu mengambil minyak secara optimal, sehingga ampasnya kurang
dari 0,1% dari berat keringnya. Dengan demikian, ekstraksi dengan pelarut
lebih efektif untuk mengambil minyak dari biji. Cairan pelarut yang biasa
digunakan adalah heksana atau eter minyak bumi dengan rentang didih
60 – 70oC.
Biji atau bungkil giling umumnya tidak langsung diekstraksi
karena partikel-partikelnya yang halus sering kompak sehingga
mengakibatkan penyumbatan didalam bejanah ekstraksi (cairan
mengekstrak tidak bisa menerobos diantara partikel-partikel padat yang
diekstrak). Berdasarkan hal ini, sebelum proses ekstraksi biji atau bungkil
harus diubah bentuknya menjadi serpihan (flake) agar proses ekstraksinya
berlangsung lancar karena bentuk serpihan membuat padatan yang
diekstrak stabil dan mudah diterobos cairan pengekstrak. (Andi Nur Alam
Syah,2006).
II.8. Pemurnian Minyak
Untuk mendapatkan minyak yang bermutu baik, minyak dan lemak
harus dimurnikan dari kotoran atau bahan - bahan yang terdapat
didalamnya. Cara - cara pemurnian dilakukan dalam beberapa tahap :
1. Pengendapan (settling) dan pemisahan gumi (degumming), bertujuan
menghilangkan partikel - partikel halus yang tersuspensi atau yang
berbentuk koloidal. Pemisahan ini dilakukan dengan pemanasan uap
dan adsorben, kadang kadang dilakukan centifuge. (Ketaren,1986)
2. Netralisasi dengan alkali, bertujuan memisahkan senyawa - senyawa
terlarut seperti fosfatida, asam lemak bebas dan hidrokarbon. Lemak
dengan kandungan asam lemak bebas yang tinggi dipisahkan dengan
menggunakan uap panas dalam keadaan vakum, kemudian
ditambahkan alkali. Sedangkan lemak dengan kandungan asam lemak
sehingga asam lemak ikut fase air dan terpisah dari lemaknya.
(Ketaren,1986)
3. Pemucatan, bertujuan menghilangkan zat zat warna dalam minyak
dengan penambahan adsorbing agent seperti arang aktif, tanah liat atau
dengan reaksi reaksi kimia. Setelah penyerapan warna, lemak disaring
dalam keadaan vakum. (Ketaren,1986)
II.9. Landasan Teori
Produksi biodiesel dari biji alpukat dapat dibuat melalui proses
yang disebut trensesterifikasi. Transesterifikasi yaitu proses kimiawi yang
memerlukan grup alkoholis pada senyawa ester dengan alkohol. Untuk
mempercepat reaksi ini diperlukan bantuan katalisator berupa asam atau
basa. Asam mengkatalis reaksi dengan memberikan proton yang
dimilikinya kedalam grup alkoholis sehingga lebih reaktif
Proses transesterifikasi secara kimia hanya mengambil molekul
trigliserida atau asam lemak kompleks, menetralisasi asam lemak besar,
mengeluarkan gliserin atau ester membuat ester alkohol. Pada prakteknya
bisa dilakukan dengan mencampur alcohol dengan sodium hidroksida
untuk membuat sodium metoksida. Campuran ini kemudian direaksikan
dengan minyak tumbuh – tumbuhan.
Terdapat 3 jenis reaksi tranesterifikasi, yaitu :
1. pertukaran gugus alcohol (alkoholis)
R1COOR2 + R3OH R1COOR3 + R2OH
2. pertukaran gugus asam (acidolysis)
R1COOR2 + R3COOH R3COOR2 + R1COOH
3. ester – ester interchange
R1COOR2 + R3COOR4 R1COOR4 + R3COOR2
Ketiga reaksi tersebut adalah reaksi kesetimbangan yang dipercepat
adanya katalis asam (H2SO4 dan HCl) atau katalis basa biasanya ion
alkosida. Katalis ini digunakan dalam bentuk system anhydroses karena air
melarutkan sejumlah natrium didalam alcohol untuk selanjutnya
ditambahkan ke ester ( Groggin,1958)
Reaksi pembuatan biodiesel minyak biji alpukat dapat dinyatakan :
CH2- OOC - C18H34O2 CH2 - OH
CH - OOC - C18H34O2 + 3 CH3OH 3CH3COOC18H34O2 + CH- OH
CH2 - OOC - C18H34O2 CH2 - OH
(Triolein) (methanol) Methyl Oleat Gliserol
(Biodiesel)
Transesterifikasi pada dasarnya terdiri atas 4 tahapan, yakni:
1. Pencampuran katalis alkalin (umumnya sodium hidroksida atau
potassium hidroksida) dengan alkohol (umumnya methanol).
Konsentrasi alkalin yang digunakan bervariasi antara 0.5 - 1 wt%
terhadap massa minyak. Sedangkan alkohol diset pada rasio molar
antara alkohol terhadap minyak sebesar 9:1.
2. Pencampuran alkohol+alkalin dengan minyak di dalam wadah yang
dijaga pada temperatur tertentu (sekitar 40 – 60oC) dan dilengkapi
dengan pengaduk (baik magnetik ataupun motor elektrik) dengan
kecepatan konstan (umumnya pada 600 rpm - putaran per-menit).
Keberadaan pengaduk sangat penting untuk memastikan terjadinya
reaksi methanolisis secara menyeluruh di dalam campuran. Reaksi
methanolisis ini dilakukan sekitar 1 - 2 jam.
3. Setelah reaksi methanolisis berhenti, campuran didiamkan dan
perbedaan densitas senyawa di dalam campuran akan mengakibatkan
separasi antara metil ester dan gliserol. Metil ester dipisahkan dari
4. Metil ester yang notabene biodiesel tersebut kemudian dibersihkan
menggunakan air distilat untuk memisahkan zat-zat pengotor seperti
methanol, sisa katalis alkalin, gliserol, dan sabun-sabun (soaps). Lebih
tingginya densitas air dibandingkan dengan metil ester menyebabkan
prinsip separasi gravitasi berlaku: air berposisi di bagian bawah
sedangkan metil ester di bagian atas. (Sudrajat,2006)
5. Metil ester (biodiesel) sudah dapat diperoleh setelah 30 menit dari
awal proses dan dapat dipisahkan dari gliserol yang terbentuk setelah
didiamkan selama 24 jam. Biasanya gliserol akan mengendap dibagian
bawah berbentuk pasta putih. Bagian atas dari larutan ini diambil lalu
dibilas dengan air. Biodiesel siap digunakan. ( Unggul Priyanto,2007)
Faktor – faktor yang mempengaruhi dalam pembuatan biodiesel :
1. Kandungan asam lemak bebas dan kelembaban.
Pengaruh asam lemak bebas dan air pada alkoholis dari lemak
daging dan methanol telah diselidiki (Fangrui Ma,1999). Hasilnya
menunjukkan bahwa kandungan air dari lemak daging seharusnya
dijaga dibawah 0,06% berat dan kandungan asam lemak bebasnya
dibawah 0,5% berat untuk mendapatkan konversi terbaik. Kandungan
air adalah variabel yang lebih diperhatikan daripada asam lemak bebas.
Menurut Bioscience and Bioengineering (2001) bahwa transesterifikasi
tidak menghendaki adanya nitrogen dilingkungan. Reaktor terbuka ke
atmosfer melalui kondensor dan oksigen larut dalam minyak yang
menguap ke atmosfer ketika reaktor dipanaskan sehingga alkohol
menguap memudahkan prosesnya.
Minyak nabati yang akan ditransesterifikasi harus memiliki
angka asam yang lebih kecil dari 1. Banyak peneliti yang menyarankan
agar kandungan asam lemak bebas lebih kecil dari 0.5% (<0.5%).
Selain itu, semua bahan yang akan digunakan harus bebas dari air.
Karena air akan bereaksi dengan katalis, sehingga jumlah katalis
agar tidak mengalami reaksi dengan uap air dan karbon dioksida.
(Freedman, 1984)
2. Katalisator
Fungsi katalisator adalah mengaktifkan zat pereaksi sehingga
pada kondisi tertentu konstanta kecepatan reaksi bertambah besar.
Untuk mempercepat reaksi katalisator yang biasanya digunakan adalah
katalisator asam (misalnya asam klorida dan asam sulfat) atau
katalisator basa (misalnya natrium hidroksida dan kalium hidroksida).
Katalis digunakan untuk menyempurnakan reaksi dalam waktu yang
singkat yaitu 30 menit pada suhu rendah 50oC. katalis yang digunakan
kira-kira 0,1%. Jika konsentrasi katalis tinggi maka akan kehilangan
minyak secara berlebih sebagai pembentuk sabun dan methyl ester.
Alkali katalis (katalis basa) akan mempercepat reaksi
transesterifikasi bila dibandingkan dengan katalis asam. Katalis basa
yang paling populer untuk reaksi transesterifikasi adalah natrium
hidroksida (NaOH), kalium hidroksida (KOH), natrium metoksida
(NaOCH
3), dan kalium metoksida (KOCH3). Katalis sejati bagi reaksi
sebenarnya adalah ion metilat (metoksida). Reaksi transesterifikasi
akan menghasilkan konversi yang maksimum dengan jumlah katalis
0,5-1,5%-b minyak nabati. Jumlah katalis yang efektif untuk reaksi
adalah 0,5%-b minyak nabati untuk natrium metoksida dan 1%-b
minyak nabati untuk natrium hidroksida.
3. Perbandingan molar alkohol dengan bahan mentah
Perbandingan metanol dalam minyak juga sangat berpengaruh.
Perbandingan molar biasanya antara 5 : 1 sampai 10 : 1 walaupun
menggunakan metanol berlebih juga dapat mengakibatkan pemisahan
gliserin. (Kulchanat Kapilakarn,2007)
Secara stoikiometri, jumlah alkohol yang dibutuhkan untuk
reaksi adalah 3 mol untuk setiap 1 mol trigliserida untuk memperoleh
3 mol alkil ester dan 1 mol gliserol. Perbandingan alkohol dengan
ditunjukkan bahwa semakin banyak jumlah alkohol yang digunakan,
maka konversi yang diperoleh juga akan semakin bertambah. Pada
rasio molar 6 : 1, setelah 1 jam konversi yang dihasilkan adalah
98-99%, sedangkan pada 3 : 1 adalah 74-89% dan pada 8 : 1 adalah
79-81% karena metanol yang berlebih akan mengakibatkan sulitnya
pemisahan gliserol. Sisa gliserol yang masih terdapat pada biodiesel
akan mengurangi kadar metill ester yang terbentuk. (Ma, Fangrui.,
1999). Nilai perbandingan yang terbaik adalah 6:1 karena dapat
memberikan konversi yang maksimum.
4. Suhu reaksi
Temperature mempunyai peranan yang sangat penting pada
kualitas produk. Umumnya , batasan temperatur yang digunakan dalam
proses adalah 50oC – 65oC. Jika temperatur lebih besar dari titik didih
metanol (68oC) menyebabkan metanol akan lebih cepat menguap
sedangkan jika temperatur dibawah 50oC menyebabkan viscositas
biodiesel tinggi. (Kulchanat Kapilakarn,2007)
Menurut Brackman dkk temperatur transesterifikasi terjadi
mengikuti suhu didih metanol (60 - 70oC), sedangkan Korus Roger A
menyatakan bahwa temperatur yang lebih tinggi menyebabkan
berkurangnya waktu yang dibutuhkan untuk mencapai konversi
maksimum dan bahwa kecepatan pengadukan mempengaruhi
kecepatan tercapainya fasa homogen antara minyak dengan alkohol.
(Rita Arbianti,2008)
5. Waktu reaksi
Waktu reaksi mempengaruhi konsentrasi dari methyl ester,
konsentrasinya meningkat setelah 5 – 60 menit sedangkan konsentrasi
dari minyak nabati dan gliserol sedikit menurun. (Kulchanat
Kapilakarn,2007)
Kecepatan konversi meningkat dengan waktu reaksi (Fangrui
Ma,1999). Alkoholis yang termasuk dalam ineteresterifikasi dapat
tinggi <200oC selama waktu yang lama. Katalis digunakan untuk
menyempurnakan reaksi dalam waktu yang singkat misalnya 30 menit
pada suhu rendah 50oC. Katalis yang digunakan kira-kira 0,1%. Jika
konsentrasi katalis tinggi maka akan kehilangan minyak secara
berlebih sebagai pembentuk sabun dan methyl ester. Darnoko D
menyimpulkan bahwa waktu reaksi berbanding lurus dengan
konsentrasi metil ester yang dihasilkan. (Rita Arbianti,2008)
II.10. Hipotesa
Minyak biji alpukat mengandung fatty acid methyl esters yang
berpotensi sebagai bahan bakar alternatif: avocado biodiesel. Alpukat
memiliki kandungan minyak yang cukup tinggi Minyak alpukat bisa
dibuat biodiesel dengan proses tranesterifikasi dengan katalis methanol
BAB III
PELAKSANAAN PENELITIAN
III.1. Bahan – Bahan
Bahan utama dari penelitian ini ialah biji alpukat yang diperoleh dari penjual jus alpukat didaerah sekitar kampus UPN “VETERAN” JATIM. Sedangkan untuk bahan lain diperoleh dari toko kimia Bratachem,jalan tidar surabaya.
Bahan-bahan yang lain,yaitu:
Aquades
Methanol (CH3OH) 96% Natrium Hidroksida (NaOH).
Asam Fosfat (H3PO4) 85% N-Hexane
III.2. Alat dan Susunan alat Alat yang digunakan
Gambar 3.2 Peralatan Distilasi
III.3. Variabel yang dijalankan. 1. Variabel tetap
Volume minyak : 100 ml
Suhu transesterifikasi : ± 60oC
Kecepatan pengadukan : 600 rpm
Konsentrasi NaOH : 1 % 2. Peubah
Perbandingan molar metonol dan minyak : 4:1 , 6:1 , 8:1 , 10:1
dan 12:1
III.4. Skema penelitian
Di jemur di bawah sinar matahari 2 – 3
hari Pengecilan
partikel ± 1 cm
Ekstraksi n-hexane 60oC,2jam
Minyak biji alpukat kasar Bungkil / ampas
Degumming 90oC,30menit
Minyak biji alpukat Distilasi
Diagram proses transesterifikasi :
Minyak Biji Alpukat
Pencampuran dan pemanasan ±600C
Pengadukan 600 rpm sampai variabel waktu yang telah ditentukan
Pencucian biodiesel dengan air panas 2 atau 3 kali
Biodiesel
Diamkan selama 24 jam sampai terbentuk 2 lapisan
Biodiesel Giserol
Perbandingan molar methanol dan minyak + NaOH
Air
III.5. Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian meliputi tahap persiapan dan tahap percobaan. Tahap persiapan yaitu pengambilan minyak biji alpukat dengan cara pengecilan partikel, ekstraksi, distilasi dan degumming , sedangkan tahap percobaan adalah transesterifikasi.
III.6. Prosedur Penelitian
1. Proses pengecilan partikel
Biji alpukat dikeringkan dibawah sinar matahari selama 2 – 3 hari setelah itu dipotong kecil-kecil ± 1 cm.
2. Ekstraksi dengan hexane
Biji alpukat yang telah berukuran kecil dikeringkan selama 24 jam kedalam oven. Setelah kering biji ditimbang sebanyak 50gram ditambahkan 250ml hexane diekstraksi selama 2 jam dengan suhu 60oC kemudian disaring.
3. Distilasi
Campuran minyak biji alpukat dan hexane kemudian didistilasi pada suhu 70oC (titik didih hexane). Didapat minyak biji alpukat kasar,sedangkan n-hexane bisa dipakai buat ekstraksi lagi. 4. Proses Deguming
Minyak biji alpukat kasar ditambahkan asam fosfat 0,2% dari berat minyak kemudian dipanaskan pada suhu 90oC sambil diaduk sampai munhcul warna hitam dibawah campuran. Pisahkan dan ambil bagian atas.
5. Proses Transesterifikasi
Masukkan minyak biji alpukat kemudian tambahkan methanol dan NaOH sesuai variable yang ditentukan.
Setelah mencapai waktu yang diinginkan, larutan didinginkan sampai suhu kamar selama 24 jam.
Setelah larutan dingin, terbentuk 2 lapisan, yaitu lapisan atas (biodiesel) dan lapisan bawah ( sisa pereaksi dan gliserol ). Lapisan tersebut dipisahkan dengan menggunakan corong pemisah.
Lapisan atas dari larutan ini dibilas dengan air pan.as sebanyak 2 atau 3 kali.Lalu dipisahkan dengan air
Hasil yang diperoleh kemudian dianalisa kandungan biodiselnya.
III.7. Analisis Hasil
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil dari penelitian ini berupa methyl ester (biodiesel) yang diharapkan dapat digunakan sebagai alternatif pengganti minyak solar. Untuk itu perlu dilakukan analisa terhadap karakteristif biodiesel. Analisa yang dilakukan meliputi :
1. Flash Point. 2. Pour Point.
Pada penelitian ini, proses yang dilakukan adalah reaksi transesterifikasi tanpa melalui reaksi eksterifikasi karena dalam pengujian kandungan FFA yang telah dilakukan, dihasilkan kandungan FFA sebesar 1,55%. Syarat untuk melakukan
transesterifikasi adalah kandungan FFA dalam minyak harus < 2 %. Jika kandungan FFA > 2 % maka perlu dilakukan proses eksterifikasi sebelum melakukan tahap transesterifikasi (Ramandhas et al,2004).
IV.1. Hasil Karakteristik Biodiesel Dan Pembahasan IV.1.1. Flash Point (Titik Nyala)
Tabel IV-1. Flash point dari berbagai waktu dan perbandingan molaritas methanol dan minyak
Perbandingan Molaritas Methanol dan minyak
0
1:02 1:04 1:06 1:08 1:10 1:12 1:14
Fl
Gambar IV.1 Hubungan antara Flash Point dan Ratio Molar
Dari gambar IV.1 menunjukkan bahwa nilai titik nyala (flash point) tertinggi terdapat pada ratio molar terhadap minyak 1 : 4 yaitu 240oC. Sedangkan nilai flash point terendah terdapat pada ratio molaritas terhadap minyak 1 :12 yaitu sebesar 197oC. Dari hasil analisa diperoleh flash point sebesar 197 oC – 240oC, ini menunjukkan bahwa nilai flash point biodiesel minyak biji alpukat telah memenuhi standart biodiesel di Indonesia karena berada diatas batas minimal suhu flash point biodiesel di Indonesia, yaitu minimal suhu 100oC. Hal tersebut tentunya baik karena menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai flash pointnya maka bahan bakar tersebut lebih aman karena tidak mudah terbakar.
IV.1.2 Pour Point (Titik Beku)
Tabel IV-1. Pour point dari berbagai waktu dan perbandingan molaritas methanol dan minyak.
Perbandingan molaritas methanol dan minyak
‐5
1:02 1:04 1:06 1:08 1:10 1:12 1:14
p
Gambar IV.2 Hubungan antara Pour Point, Ratio Molar dan waktu
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1. Kesimpulan
1. Biodiesel dari minyak biji alpukat diperoleh dengan proses transesterifikasi. Dari hasil pengujian flash point dan pour point
didapat bahwa biodiesel dari minyak biji alpukat memenuhi standart sebagai bahan bakar alternatif.
2. Hasil pengujian titik nyala (flash point) terbaik terdapat pada ratio
molar terhadap minyak 1 : 4 pada waktu 5 menit sedangkan hasil pengujian titik tuang (pour point) terbaik terdapat pada ratio molar terhadap minyak 1 : 12 pada waktu 65 menit.
3. Pada ratio molar yang memberikan konversi maksimal ternyata tidak
mempunyai nilai flash point dan pour point yang terbaik.
V.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Andi Nur Alam Syah , 2005, “ Biodiesel Jarak Pagar ”, PT Agromedia Pustaka : Tangerang
Unggul Priyanto , 2007, “ Menghasilkan Biodiesel Jarak Pagar Berkualitas” , PT Agromedia Pustaka : Tangerang.
Sudradjat, 2006 , “ Memproduksi Biodiesel Jarak Pagar ” , Penebar Swadaya : Jakarta.
Tilani Hamid S., Rachman Yusuf. , 2002, “ Preparasi Karakteristik Biodiesel Dari Minyak Kelapa Sawit ” http://makara-teknologi.org/biodiesel.mi
ke_html,2002.
Tilani Hamid S., Andi Tryanto , 2003 , “ Pembuatan Biodiesel Dari minyak kelapa” , http://makara-teknologi.org/biodiesel.mi ke_html,2002.
Bambang P., Septian Adri W., Wawan R. , 2008 , “ Pengambilan Minyak biji Alpukat Menggunakan Pelarut N-Hexane Dan Iso Propil Alkohol ” , Martini Rahayu , 2005 ” Teknologi Proses Produksi Biodiesel ”, www.Geocities.com/markal_bppt/public
http://arhidayat.staff.uii.ac.id/2008/08/09/biodiesel-untuk-pemenuhan-sumber-energi/
http:// www.chemicalland21.com/industrialchem/inorganik/phosphoric acid.htm