• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan Kawasan Perbatasan Negara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengembangan Kawasan Perbatasan Negara"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

Pengembangan Kawasan

Perbatasan Negara

buletin

M ei J un i 2 00 9 Kabupaten Sanggau

“ Kawasan Perbatasan Entikong : Perjalanan Panjang Menuju Beranda Depan “

Eksistensi Pulau-Pulau Kecil Di kawasan Perbatasan Negara

Program Pembangunan Kawasan Perbatasan

Akan Kita Apakan Kaasan Perba-tasan Negara Indonesia

Peran Serta Masyarakat Dalam Peny-elenggaran Penataan Ruang

Green Transport : Upaya Mewujudkan

Transportasi Yang Ramah Lingkungan Integrasi Pertimbangan Lingkungan Dalam Rencana Tata Ruang

Pengetahuan Politik Bagi Perencana Dalam Perencanaan Tata Ruang Parti-sipatif

BKPRN

Tatag Wiranto

Dari total 370 Kabupaten, 199 Kabupaten tertinggal. Kemudian dari total

6.131 Kecamatan, yang tertinggal itu 2.400, dan dari total 73.405 desa dan

kelurahan, yang 32.000 desa tertinggal..

(2)

dari redaksi

.

sekapur sirih

.

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena Buletin Tata Ruang yang kita cintai ini masih diberi kesempatan untuk hadir kem-bali, dalam edisi penerbitan Mei-Juni 2009. Juga, rasa terima kasih yang tidak terhingga atas kesempatan yang selalu diberikan kepada kita untuk terus berkarya. Penerbitan ini juga menyiratkan adanya semangat yang teguh di-pegang oleh Dewan Redaksi untuk selalu menyebarluaskan pemikiran baru bidang penataan ruang kepada seluruh pembaca setia.

Kawasan perbatasan antarnegara menjadi isu yang mendominasi ruang-ruang pemberitaan media massa, ketika kita membahas keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Berkembangnya pemberitaan tentang pelanggaran batas teritorial NKRI, seperti yang terjadi di sekitar Kepulauan Ambalat, selalu mengingatkan dan menyadarkan kita semua betapa penting-nya penanganan kawasan perbatasan secara efektif.

Peraturan Presiden nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM Nasional 2004-2009) telah menetapkan arah dan pengembangan wilayah perbatasan negara sebagai salah satu pro-gram prioritas pembangunan nasional. Pembangunan wilayah perbatasan memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan misi pembangunan nasional, terutama untuk menjamin keutuhan kedaulatan wilayah, pertahanan ke-amanan nasional, serta meningkatkan kesejahteraan rakyat di wilayah per-batasan.

Terkait dengan hal tersebut, pemilihan tema pada edisi ketiga ini, yaitu “Pengembangan Kawasan Perbatasan Negara” memiliki relevansi yang kuat dengan isu yang berkembang, terutama isu kedaulatan NKRI.

Tema tersebut juga sejalan dengan Peraturan Presiden lainnya, yaitu Per-aturan Presiden Nomor 38 tahun 2008 tentang Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2009, yang mengamanatkan pengembangan wilayah perba-tasan, yang umumnya merupakan daerah tertinggal, perlu memperoleh pri-oritas pembangunan.

Kenyataan yang dihadapi sampai dengan saat ini adalah masih dijumpainya kesenjangan sosial-ekonomi yang terjadi di kawasan perbatasan. Tak bisa di-pungkiri, kawasan perbatasan yang masih tertinggal atau relatif belum maju sangat memerlukan intervensi kebijakan pembangunan dari pemerintah. Harapan kami, penataan ruang bisa memberikan kontribusi yang nyata dalam upaya mengurangi sebesar mungkin kesenjangan yang terjadi di ka-wasan perbatasan negara, mendorong tercapainya keadilan sosial-ekonomi bagi masyarakat di kawasan perbatasan negara, dan meningkatkan kesada-ran pemangku kepentingan akan pentingnya kejayaan NKRI.

Direktur Jenderal Penataan Ruang-Departemen Pekerjaan Umum Selaku Sekretaris Tim Pelaksana BKPRN

Imam S. Ernawi Penerbitan Buletin Tata Ruang edisi kedua, bulan

Maret – April 2009 ini, bertepatan dengan genap dua tahun diundangkannya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Pengundangan Undang-Undang Penataan Ruang terpateri menjadi tonggak sejarah yang selalu kami ingat, karena saat-saat seperti itulah kami seakan dihadapkan pada sebuah cermin besar dan pertanyaan besar yang selalu bergaung, sudahkah penyelenggaraan penataan ruang di negeri ini berjalan dengan lebih baik ?

Pertanyaan mendasar yang tidak mudah dijawab. Namun yang pasti, kita memang masih harus bekerja lebih keras lagi untuk mewujudkan penataan ruang yang lebih baik. Bagi kami, Redaksi Buletin Tata Ruang, bekerja keras adalah komitmen, karena kami sangat sadar bahwa, kami harus hadir untuk menyajikan buah pemikiran maupun ide atau konsep pemikiran yang segar tentang penyelenggaraan penataan ruang. Melalui tulisan-tulisan yang kami sajikan tersirat harapan, meski sekecil apapun, akan dapat memberikan sumbangsih dalam mewujudkan penataan ruang yang lebih baik.

Kerja keras juga menjadi tuntutan etos kerja bagi Pemerintah Daerah dewasa ini, apabila tidak mau tenggelam dalam dinamika pembangunan yang semakin cepat. Otonomi dan globalisasi yang membawa kemandirian bagi setiap daerah dibarengi dengan persaingan yang semakin terbuka untuk memanfaatkan sumber daya alam yang dimilikinya dengan mengundang investor sebanyak mungkin masuk ke daerahnya. Kesadaran akan makna daya saing semakin meluas, seakan berlomba masing-masing daerah ingin mengundang investasi masuk ke daerahnya. Sejatinya, kesadaran akan perlunya daya saing yang berkelanjutan dan lestari akan menjadi keunggulan untuk memenangi persaingan.

Terkait dengan hal tersebut, berbagai tulisan, beragam pendapat dari masyarakat dan para praktisi kami coba himpun dan kami sajikan di hadapan sidang pembaca yang budiman.

Pada kesempatan yang baik ini, kami juga ingin menyampaikan terimakasih kepada Bapak Rano Karno, Wakil Bupati Tangerang, yang telah dengan sangat baik melayani kami ketika beliau kami wawancarai untuk kami tampilkan dalam rubrik profil tokoh. Juga kepada Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau yang telah membantu kami ketika kami menyiapkan tulisan rubrik profil wilayah. Tidak lupa kepada para penulis dan kontributor lainnya, kami sampaikan terimakasih yang mendalam. Sungguh kami sadar, tanpa sumbangan dari Bapak-Ibu sekalian tidaklah mungkin Buletin yang kita cintai dapat hadir menjumpai sidang pembaca secara lengkap.

Semoga kehadiran Buletin Tata Ruang ini akan menambah luas cakrawala pengetahuan dan pemikiran kita.

Terima kasih dan selamat membaca. Redaksi

(3)

topik utama

.

Eksistensi Pulau-Pulau Kecil Di Kawasan Perbatasan Negara

Oleh : Muhamad Karim Direktur Pusat Kajian Pembangunan Kelautan dan Peradaban Maritim

Program Pembangunan Kawasan Perbatasan

Oleh: Dr. Suprayoga Hadi Direktur Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal, BAPPENAS

Akan Kita Apakan Kawasan Perbatasan Negara Indonesia

Oleh : Buyung Nazar Rauf Perencana Madya, Ditjen Penataan Ruang Wilayah IV, Departemen PU

topik lain

.

Peran Serta Masyarakat dalam Penyelenggaraan Penataan Ruang

Oleh: Drs. Sjofjan Bakar, M.sc Direktur Fasilitas Penataan Ruang dan Lingkungan Hidup, Depdagri

Green Transport : Upaya Mewujudkan Transportasi

yang Ramah Lingkungan

Oleh : Doni J. Widiantoro

Lessons Learned Tata Ruang Kota Medan

Oleh : Prof Bachtiar Hassan Miraza

Ketua Program Studi Perencanaan Wilayah Sekolah Pacasarjana Universitas Sumatera Utara

wacana

.

Intergrasi Pertimbangan Lingkungan Dalam Rencana Tata Ruang

Oleh: Indra Sukaryono Kepala Bidang Ruang Darat, Laut dan Udara Pada Asisten Deputi Urusan Perencanaan Lingkungan Kementrian Lingkungan Hidup

Room For The River

Oleh : Dian Zuchraeni

agenda kerja BKPRN

.

Mei - Juni 2009

pengembangan profesi

.

Pengetahuan Politik Bagi Perencana Dalam Perencanaan Tata Ruang Partisipatif

Oleh : Hendricus Andy Simarmata Ketua Bidang Pengembangan Ikatan Ahli Perencanaan

Pelindung: Ir. Imam S. Ernawi, MCM, M.Sc., DR. Ir. Bambang Susantono, MCP, MSCE., Ir. Max Pohan., Ir. Hermian Roosita., Drs. Syamsul Arif Rivai, M.Si, MM. l Penanggung Jawab: Ir. Iman Soedradjat, MPM., Ir. Deddy Koespramoedyo, M.Sc., Ir. Heru Waluyo, M.Com., Drs. Sofjan Bakar, M.Sc., DR. Ir. Abdul Kamarzuki, MPM.

l Penasehat Redaksi: DR. Ir. Ruchyat Deni Dj, M.Eng., Ir. Iwan Taruna Isa, MURP., Ir. M. Eko Rudianto, M.Bus (IT), Ir. Harry Djauhari, CES.

l Pemimpin Redaksi: Ir. Maman Djumantri, M. Si., l Wakil Pemimpin Redaksi: Ir. Soerono, MT l Redaktur Pelaksana: Agus Sutanto, ST, M.Sc l Sekretaris Redaksi: Rahma Julianti, ST, M.Sc l Staf Redaksi: Ir. Nana Apriatna, MT., Ir. Gunawan, MA., Ir. Laksmi Wijayanti, MCP., Hetty Debbie R., ST., Tessie Krisnaningtyas, SP., Dian Zuchraeni, ST, Ayu A. Asih, S.Si.

l Koordinasi Produksi: Aron Nugraha, SH l

Staf Produksi: Endang Artati, S.Sos l Koordi-nasi Sirkulasi: Supriyono, S.Sos l Staf Sirku-lasi: Dhyan Purwati, S.Kom., Alwirdan, BE l

Penerbit: Sekretariat Tim Pelaksana BKPRN

l Alamat Redaksi: Gedung G II, Jalan Patti-mura No. 20 Kebayoran Baru, Jakarta 12110

l Telp. (021) 7226577 l Fax: (021) 7226577

l website BKPRN: http://www.bktrn.org l

Email: timteknis_bktrn@yahoo.com dan redaksi_butaru@pu.go.id

daftar

isi

.

02

profil tokoh.

Dr. Ir. Tatag Wiranto

Perencana Kota, Yang Concern Pada Masyarakat Miskin

profil wilayah.

Kabupaten Sanggau

“ Kawasan Perbatasan Entikong :

Perjalanan Panjang Menuju Beranda Depan “

08

13

19

25

29

32

36

38

42

40

Perbatasan Entikong.

45

(4)

prof il tokoh

.

Dr.Ir. TATAG WIRANTO, MURP

Perencana Kota, Yang Concern Pada Masyarakat Miskin

TATAG WIRANTO, lahir tahun 1953 di Kota Malang, Jawa Timur. Masa kecil dan remajanya, hingga lulus sekolah menengah atas dilaluinya di kota teduh itu. Pendidikan S1, Teknik Planologi, diselesaikannya di Institut Teknologi Bandung (ITB) pada tahun 1980, dengan skripsi berjudul: “ Pola Pengembangan Kegiatan Industri di Wilayah Surabaya dan Sekitarnya (Gerbangkertasusila)”. Setelah selesai kuliah, Tatag mengabdikan diri sebagai dosen di almamaternya. Namun kemudian, sejak 1987 dia memutuskan untuk mengawali karirnya sebagai PNS di Departemen Pekerjaan Umum dengan jabatan sebagai Kepala Seksi Perencanaan Jangka Panjang, Subdit Perencanaan Perkotaan. Sejak saat inilah awal perhatiannya pada masalah perkotaan, seperti lingkungan kumuh dan kemiskinan masyarakatnya dimulai.

Pada tahun 1991, Tatag melanjutkan pendidikan Urban and Regional Planning di University of Pittsburgh, USA, dan mendapatkan gelar Master pada tahun 1993. Tesis yang ditulisnya adalah masalah penurunan angka kemiskinan dengan judul: “ Evaluation of

The Presidential Instruction Program: Impact to the Poverty Reduction in Indonesia”. Setelah menyelesaikan pendidikan ini, Tatag

kembali mengabdikan diri di Departemen Pekerjaan Umum dengan jabatan sebagai Kepala Seksi Pembangunan Prasarana Kota Terpadu, Subdit Perencanaan Perkotaan. Sejak saat ini, perhatiannya yang sungguh-sungguh atas masalah perkotaan semakin menemukan bentuknya yang diimplementasikan dalam program-program bantuan pemerintah untuk lingkungan masyarakat miskin yang tinggal di Perkotaan.

Dalam rangka untuk lebih mengukuhkan peran dan kontribusinya dalam meningkatkan pembangunan masyarakat miskin di Indonesia, maka sejak tahun 1995 hingga tahun 2005, Tatag memutuskan untuk melanjutkan karirnya di Badan Perencanaan Nasional (Bappenas). Karirnya pada institusi ini dimulai dengan jabatan sebagai Kepala Bagian Pembangunan Desa Tertinggal dan Kawasan Khusus, Biro Pembangunan Daerah Tingkat II dan Perdesaan. Tahun demi tahun tanggungjawab yang diamanahkan pada Tatag semakin meningkat, hal ini sejalan dengan peningkatan jenjang karirnya pada institusi Bappenas ini. Jabatan terakhir yang dipegangnya yaitu sebagai Deputi Bidang Otonomi Daerah dan Pengembangan Regional.

Sejak tahun 2005 hingga sekarang, Tatag mendapat panggilan tugas di Lembaga Institusi Pemerintah yang relatif masih baru, yaitu Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT), yang dibentuk pada era pemerintahan Presiden Gusdur. Pengabdiannya pada institusi ini masih seputar lingkup tugas yang sama, yaitu mengurusi daerah khusus yang terlingkupi didalamnya Kabupaten tertinggal. Jabatannya di KPDT dimulai sebagai Deputi Menteri Bidang Pembinaan Ekonomi & Dunia Usaha selama kurang lebih 3 tahun (2005-2008). Karena “track record” Beliau yang panjang pada “dunia” masyarakat di Kabupaten-kabupaten tertinggal maka bukan sebuah kebetulan kalau Pemerintah Indonesia, saat ini mempercayainya sebagai “komandan” dengan jabatan Deputi Menteri Bidang Pengembangan Daerah Khusus, KPDT. Dengan jabatan barunya ini, tentu tugas dan tanggung jawab Tatag semakin berat, mengingat Kabupaten tertinggal di Indonesia masih lebih dari 50% ( 199 Kabupaten dari total 370 Kabupaten di Indonesia). Namun di tengah-tengah kesibukannya, Beliau masih sempat menyelesaikan pendidikan doktoralnya dalam bidang Kebijakan Publik dari Universitas Gajah Mada pada tahun 2008. Judul Tesisnya sangat terkait dengan bidang tugasnya saat ini, yaitu: “Kebijakan Pengembangan Wilayah di Indonesia: Transformasi Sosial-Ekonomi dan Lingkungan di Dalam Ruang Wilayah dan Kawasan”.

Dari hasil bincang-bincang kami dengan Beliau di kantor KPDT yang apik, kami mendapatkan kesan yang menarik bahwa betapapun beratnya tanggung jawab yang harus dipikulnya, maka seorang TATAG WIRANTO akan melaksanakannya dengan rendah hati serta percaya diri pada amanah dari Tuhan Yang Maha Esa yang saat ini diletakkan di pundaknya. Dengan integritas pendidikan dan profesionalismenya serta nasibnya yang terlahir sebagai “Arema” dengan sikap sportifitas, keterbukaan, serta humornya, maka masyarakat kabupaten tertinggal secara khusus dan Pemerintah Indonesia secara umum, dapat meletakkan harapan pada tokoh kita yang satu ini untuk dapat melakukan perubahan signifikan dalam kontribusinya mengentaskan sebagian Kabupaten tertinggal di Indonesia. Semoga.

Pembaca BUTARU yang budiman, itulah latar belakang tokoh kita pada edisi ini dan masih banyak hal-hal menarik dari pribadi seorang TATAG WIRANTO, seorang perencana kota humanis, yang dapat kita “gali” dari hasil wawancara kami dengan beliau pada suatu senja menjelang magrib di akhir bulan Juni 2009.

(5)

Butaru : Kami telah membaca dari tulisan-tulisan Bapak, banyak sekali topiknya yang pro kemiskinan. Jadi pertama-tama, mungkin kami diijinkan untuk mengajukan pertanyaan yang sedikit pribadi. Sebenarnya bagaimana cerita awalnya, apa memang sejak dulu sudah ingin mengabdi pada Negara untuk menjadi pembela rakyat kecil atau memang hanya atas dasar jabatan secara kebetulan?

Tatag Wiranto : Jadi pertama memang pada saat saya di Dep.PU, itukan mengurusi perkotaan. Sebetulnya perkotaan itu ditujukan untuk meningkatkan kehidupan dan kualitas masyarakatnya. Jadi, apapun, kita harus kembali pada hakikatnya. Kita harus membangun dan memberdayakan masyarakat itu. Pejabat dan Negara pun tugasnya harus seperti itu. Nah …pada waktu itu kebetulan para planner belajar bagaimana menyiapkan suatu wilayah atau kawasan yang bisa membahagiakan rakyat, hanya itu. Jadi kalau orang tinggal di suatu tempat bisa bahagia. Nyatanya ndak membahagiakan, nyatanya pindah ke tempat lain juga malah menyusahkan. Ada satu aktivitas di suatu daerah ternyata tidak menimbulkan kebahagiaan, hanya menyusahkan. Apa konsep bahagia itu? Suatu tempat yang membahagiakan. Karena pada seluruh aspek kehidupan itu, at the end adalah manusianya. Jadi manusianya itu harus bahagia. Kalo mau direduksi, bahagia apa kalo pendapatannya baik, bahagia apa kalo rumahnya baik , bahagia apa kalo pagi-pagi dia bangun tidur itu ada air. Ada lho yang bangun tidur cari air aja susah.

Butaru : Sampai saat ini pak, sebagian wilayah kita masih seperti itu ?

Tatag Wiranto : Iya sampai saat ini. Kemudian kalo dia sudah bangun mau berangkat kerja susah, cari pekerjaan itu susah, ada pekerjaan tapi jauh. Sekarang bukan soal itu, sekarang bagaimana kita menciptakan suatu kawasan, bagaimana kita menciptakan kemudahan buat orang. Tapi ini berkaitan dengan seluruh sistem ekonomi, sosial dan lingkungan. Saya selalu mengatakan bahwa Negara ini bertugas melakukan suatu pengarahan dari proses transformasi sosial, ekonomi dan lingkungan di dalam ruang yang menciptakan: pertama, pertumbuhan ekonomi; kedua, keserasian lingkungan; ketiga, keseimbangan perkembangan antar wilayah; dan keempat, keserasian dari perkembangan permukiman itu sendiri. Ini membutuhkan suatu penataan ruang, penatagunaan tanah, penyiapan infrastruktur. Tapi kita lihat juga daya dukung dan daya tampungnya. Nah disini dalam kontekstual prosesing ini ada sumber daya yang harus dimanfaatkan, yaitu manusia, lingkungan, sumber daya alam, manajemen, teknologi. Itu pokoknya. Nah kalo ini dijabarkan pada pelaku-pelaku, baik itu institusi, dia harus mengerti konsep ini. Sayangnya Indonesia itu tidak bersatu tapi satu-satu. Jadi bekerja satu-satu…ya tidak bersatu. Oleh karena itu saya selalu bilang kalau misalnya kita bisa melakukan suatu proses sinkronisasi dengan satu base yang benar ya ….itu tadi transformasi sosial, ekonomi dan lingkungan, nah dijabarkan dari fungsi-fungsi pemerintah pusat , provinsi dan daerah. Kemudian masyarakat, pemerintah dan dunia usaha ini semua bergerak. Dan ini semua harus ada yang mengatur. Kalau ingin bernyanyi bagus dirijennya mesti bener dan mengerti nyanyiannya apa.

Butaru : Dirijennya tadi mesti planner ya pak ?

Tatag Wiranto : Bukan mesti planner tapi orang-orang atau institusi yang mengetahui the concept sampai ke detailnya. Katakanlah misalnya, mulai desain dari makro ekonomi, desain dari satu wilayah, desain dari suatu kawasan, desain dari suatu structure didalam kawasan termasuk DED (Detail Engineering Design) dan construction nya, itukan mesti ada desainnya. kadang-kadang PU sendiri bekerjanya juga sendiri-sendiri, masing-masing sesuai Dirjennya. Karena institusi, terus dia punya patokan sendiri, punya kriteria sendiri, punya resources sendiri, akhirnya ya mengerjakan dengan resousces sendiri tanpa melihat yang lain. Ya ini suatu masalah. Kenapa ini semua bermuara pada manusia, karena kita ini memang diciptakan. Semua yang diciptakan untuk membahagiakan manusia di dunia ini. Negara pun adalah memberikan hak-hak dasarnya kepada warga Negara. Kira-kira begitu. Konsep hak dasarnya tidak sama dari setiap orang. Hak dasar lho!! Hak dasar itu ada di UUD 45, sudah ada, Kalaupun tidak ada di UUD 45, di UUD Tuhan itu ada. Membahagiakan. TO MAKE EVERYBODY HAPPY, happiness.

Butaru : Pak Tatag, tonggak ini yang mungkin mengawali bahwa Bapak committed pembangunan itu sebenarnya ujung titik dasarnya adalah bermula dari manusianya, memberdayakan manusianya ?

Tatag Wiranto : Iya. Itu suatu sistem. Suatu sistem yang memberikan kebahagian pada manusia. Sistem itu bisa dikerjakan oleh Pemerintah, swasta dan masyarakat itu sendiri. Tetapi kita lihat di dunia ada tiga mekanisme yang paling penting yaitu mekanisme pasar, mekanisme politik dan mekanisme swadaya. Didalam proses transformasi sosial, ekonomi dan lingkungan ada mekanismenya. Sekarang tinggal mem-Balance berbagai mekanisme-mekanisme ini yang menciptakan output dari bagaimana menciptakan kebahagiaan dan kesejahteraan masyarakat. Masalahnya kita tidak pernah membuat sistem. Kelihatannya ada sistem tapi is not a system .

Butaru : Jadi sebenarnya dalam “kacamata” politik bapak, berkarir pertama di PU kemudian di Bappenas dan sekarang disini (KPDT) pusat perhatian Bapak tetap ya, bahwa pembangunan itu tergantung pada

(6)

manusianya, dan bagaimana mengangkat harkat manusia pada nilai kemanusiannya.

Tatag Wiranto : Ya itulah, kadang-kadang kita lupa mengatakan kontekstual dari hubungan antara apa yang kita kerjakan dengan community empowerment. Ini yang paling mendasar. Saya waktu sekolah di Amerika dengan pak Iman Soedradjat jadi tahu kalau disana, nama badan perencanaan itu adalah community and local planning. Jadi bappedanya selalu mengerti tentang community. Dengan begini kita jadi tahu apakah pembangunan itu bisa merusak manusia atau membahagiakan manusia.

Butaru : Buletin Tata Ruang ini sudah masuk pada edisi 3 dan topiknya adalah daerah perbatasan, jadi pertanyaan kami adalah bagaimana keterkaitan masalah kawasan tertinggal dengan lebih fokus pada kawasan perbatasan?

Tatag Wiranto : Kalau dari kontekstual pengembangan wilayah, problem utama kita kan kesenjangan antarwilayah. Mengapa terjadi kesenjangan antarwilayah, karena mekanisme pasar itu kan berpihak pada tempat-tempat yang potensial sehingga dia menjadi pusat pertumbuhan. Karena distance atau jarak, mengakibatkan adanya perbedaan kesempatan antar tempat. Akibatnya ada satu spesialisasi dari kegiatan, maka semakin di pusat pertumbuhan itukan makin kompleks dan makin menjadi suatu potensi besar. Makanya terjadi aglomerasi ekonomi yang menciptakan terus bertumbuh akumulasi dari pertumbuhan itu sendiri. Sedangkan yang tertinggal semakin tertinggal. Itu karena distance. Itu alamiah. Tapi buat pemerintah yang paling penting adalah mengurangi kesenjangan. Mengurangi kesenjangan itu, kita harus melihat satu pendekatan lagi, yaitu manusianya. Manusia itu di daerah tertinggal maupun tidak tertinggal, di Pusat maupun yang jauh, dia harus punya kapasitas yang sama, kalau pun dia tidak punya kesempatan yang sama paling tidak kapasitasnya yang sama.

Butaru : Maksud Bapak, sumber daya alamnya boleh tidak sama tapi kapasitas sumber daya manusianya harus sama?

Tatag Wiranto : Iya dengan itu dia bisa punya suatu inovasi. Oleh karena itu kenapa tiba-tiba timbul di daerah tertentu muncul kesempatan baru, karena potensinya dan karena manusianya. Nah ini membuka suatu kesempatan dimana satu daerah semakin tumbuh seperti halnya contoh, tapi sayangnya karena tidak ditempati orang Indonesia, di TIMIKA tiba-tiba disana dipakai investasi besar, maka tumbuh dia, malah bikin kota yang bagus sekali, tapi rakyatnya tidak ikut, karena memang prosesnya dilakukan oleh orang luar. Tapi sebaiknya suatu saat nanti potensi lokal itu di manfaatkan oleh orang lokal atau oleh orang Indonesia paling tidak, tapi dengan institusi yang berkembang karena kemampuan manusianya. Oleh karena itu ada tiga masalah, yang pertama mengenai institusinya, yang kedua mengenai infrastruktur dan yang ketiga investment, udah itu ngga bisa lepas. Mengapa daerah itu bisa tumbuh atau tidak, institusi, infrastruktur, investment.

Butaru : Apakah itu berurutan pak ?

Tatag Wiranto : Yang pertama itu institusi, jadi dia mampu menggerakkan. Infrastruktur dan investment itu bisa menyatu. Tetapi infrasturktur dulu juga bagus baru investor masuk. Kebanyakan seperti itu. Tapi ada juga investor masuk semua di bongkar, semua baru, itu bisa. Tapi itu kalau dalam keadaan normal.

Butaru : Kalau daerah perbatasan kita itu rata-rata di katagorikan daerah tertinggal ya pak ?

Tatag Wiranto : Dari 26 kabupaten tertinggal di perbatasan, kecuali Batam. Tapi kalau kita ambil contoh perbatasan yang paling menarik itu di Nunukan, kalau misalnya di Papua nggak dramatis karena hampir sama, kan podo irenge . Kembali lagi pada kemampuan institusi kita itu tidak menghargai tanah, ada tanah ya didiemin saja. Coba kita lihat di Singapura setiap jengkal tanah itu emas, tidak ada yang tidak ada gunanya dan jadi menarik. Saya lihat disatu spot, tumbuhnya rumputnya, komposisi dari tanamannya, komposisi dari pedestrian pada

landscape disekitarnya, oleh karenanya arsitek itu penting. Tapi masalahnya kenapa kita tidak bisa melakukan

itu. Saya punya satu analisis, Negara yang pendapatan perkapitanya dibawah 3.500 USD (Indonesia 1.730 USD) kemampuan untuk melakukan pemerataan kesejahteraan dan pemerataan perkembangan wilayah masih bahaya dalam tanda kutip, negara itu belum bisa karena kemiskinan masih tinggi. Tapi kalau income perkapitanya diatas 3.500 sampai 10.000 USD, negara itu baru bisa melakukannya, seperti Malaysia dan Singapura sudah masuk kategori ini. Dan Negara yang pendapatan perkapitanya 10.000 sampai dengan 45.000 USD, sudah seperti Jerman dan Amerika, disana walaupun ada kesenjangan antar wilayah tapi tidak terlalu jauh, karena setiap orang dimana pun kapasitasnya sama, hanya berbeda komposisi dari kondisi geografisnya dan potensi-potensi lain. Tapi tetap saja namanya New York dengan Maryland dan Ohio, di tengah-tengahnya pasti ada daerah yang kurang berkembang, itu pasti, tapi rata-rata di mana-mana kapasitasnya sama. Kalau kita bertemu dengan orang Amerika yang ada di daerah itu dengan orang Amerika yang berada di London dan New York, itu kapasitasnya sama. Coba kalau disini, orang Jakarta dengan orang Wamena, itu jauh banget beda kapasitasnya.

Butaru : Jadi antara kemampuan manusia dan lingkungan atau dengan pembangunan fisik itu sebenarnya bisa

(7)

saling sinergi, maksudnya mungkin dia bisa membangun SDM nya dulu, kemudian lingkungannya juga mengikuti atau dia di pacu dari awalnya pembangunan fisik lingkungan dulu lalu manusianya mengikuti. Ini maksudnya agar semua aspek bisa sejalan.

Tatag Wiranto : Jadi ini makanya yang saya sebut transformasi harus di direct, hanya treatment nya saja yang beda, tapi kalau basic need nya sama , desainnya sama. Kalau di Amerika, kampung di desa dan kampung di kota sama, ya...karena apa, karena kemampuan pemerintahnya sudah bagus, income perkapitanya sudah naik, GDP perkapitanya juga tinggi, sehingga goverment expenditure nya juga bagus. Negara-negara yang sudah mampu menciptakan pemerataan, prosentase goverment spending terhadap GDP nya diatas 30%, seperti Amerika, sudah 58%, sedangkan Indonesia kira-kira baru 17%. Oleh karena itu posisi PU memang sulit, mau tarik kesana, disini kurang. That’s why Pemerintah harus meningkatkan kapasitasnya dan harus smart untuk meningkatkan income supaya Goverment spendingnya bagus. Tetapi memang pertumbuhan ekonominya harus dipacu. Dipacu dengan invesment. Nah invesment yang bagaimana yang sampai ke bawah, kalau di atas-atas saja ya repot. Apa ya bisa kalau invesment di Jakarta saja?. Oleh karena itu didalam pengembangan wilayah, bagusnya kita punya satu perhatian, untuk mengadakan balancing perkembangan antar wilayah dan balancing perkembangan antara kota dan desa. Tapi ini memerlukan banyak hal. Kadang-kadang orang tanya mana duluan, kita masuk dari mana entry point nya. Ini suatu masalah, tapi ini hanya soal pilihan. Kita membangun dari yang lemah, jadi memampukan orang yang lemah dulu. Kalau yang kaya itu, bagaimanapun juga dia, akibat dari perkembangan apapun dia tetap bisa menikmati. Karena pertama sumberdayanya ada, jadi dalam pikiran orang, kalau membangun kota ya pasti sudah lebih baik, ya begitu.

Butaru : Pak kalau kita melihat kondisi Indonesia sekarang ini, kira-kira perbandingan wilayah kab/kota yang tertinggal dengan yang tidak tertinggal itu ada berapa pak ?

Tatag Wiranto : dari total 370 Kabupaten, 199 Kabupaten tertinggal. Kemudian dari total 6.131 Kecamatan, yang tertinggal itu 2.400, dan dari total 73.405 desa dan kelurahan, yang 32.000 desa tertinggal.

Butaru : Tadi bapak mengatakan miskin dan tertinggal itu ada perbedaannya. Bedanya apa pak?

Tatag Wiranto : kalau tertinggal itu dilihat dari konteks wilayahnya sedangkan kalau miskin itu lebih kepada manusianya, jumlah jiwanya. Memang kalau tertinggal dan miskin itu punya perspektif yang beda. Kadang daerah tertinggal orangnya tidak terlalu miskin, tetapi pada umumnya daerah yang tertinggal banyak orang miskin.

Butaru : Termasuk daerah perbatasannya pak?

Tatag Wiranto : Iya, tapi ada lho orang yang hidup di daerah tertinggal tapi bisa makan enak, karena dia sudah menyatu dengan daerah itu, dia menikmati apa yang ada disitu. Cari ikan gampang mau makan ikan, tinggal bakar. Malam juga nggak ada yang mengganggu. Tidak bisa berkembang ini. Lhah ini apakah mereka bahagia. Orang Jakarta itu kadang-kadang kita lihat kaya tapi nggak bahagia.

Butaru : Bagaimana pendekatan perencanaan yang aplikatif di kawasan perbatasan ?

Tatag Wiranto : Perbatasan itu kita lihat secara menyeluruh di skala kabupaten. Kan ada 25 kabupaten tapi juga kita lihat kecamatan-kecamatan yang berhadapan langsung dengan perbatasan. Kita harus lihat dari pendekatan

security dan prosperity. Kalau kita lihat dari pendekatan security ya tentu pengamanan batas dan paling penting

sekarang itu mengenai patok. Perjanjian-perjanjian mengenai kesepakatan batas, ini untuk menjaga teritori, ini aspek security. Kelemahan sekarang adalah mengenai kapasitas, pemerintah dan masyarakat juga, sehingga kita disogok, oleh karena itu rakyat di ikut sertakan, ini pendekatan prosperity. Kalau prosperity bagus, mereka menjadi berdaya. Tapi masalahnya bukan hanya itu saja, karena yang namanya negara yang ingin mencaplok kemungkinan besar ada. Seperti contohnya Malaysia. Kalau memang kecamatan-kecamatan itu mau dibangun, pertama, saya melihat secara sistemik, jadi

mereka mendapat income yang bagus kalau sistem ekonomi lokal bagus, infrastruktur bagus, institusi bagus, invesment cukup, rata-rata orang nggak mau invest disana. Jadi ya nggak ada apa apanya. Persoalan itulah yang harus diatasi, di sana harus ada pemenuhan hak hidup yang layak, yang kedua dibantu pelayanan sosial dasarnya dengan pelayanan khusus karena di perbatasan. Karena kita image nya jelek kalau Indonesia masyarakatnya yang di perbatasan terlantar, kalau yang terlantar di Jakarta nggak

apa-apa. Karena kalau terlantar di perbatasan itu kawasan kumuh yang berada di sepanjang bantaran kali Daan Mogot, jakarta barat Sumber : Redaksi Butaru

(8)

suaranya keras.

Butaru : Kemudian begini pak, kalau kita lihat kewenangan untuk pembangunan kawasan perbatasan sebagai KSN kan ada pada Pemerintah, jadi siapakah yang harus banyak berperan disini?

Tatag Wiranto : Dulu kan tidak ada yg menangani kawasan perbatasan secara terkoordinasi . Oleh karena itu kami (KPDT), dengan pendekatan daerah itu sebagai kawasan tertinggal, akhirnya kami maju kedepan. Nah ini mengelola dan mengkoordinasikan pembangunan daerah perbatasan dari prespektif ketertinggalan. Karena itu posisi yang penting. Sementara itu Departemen Hankam atau Polhukam mengkoordinasikan soal security termasuk perjanjian lintas batas dan lain-lain. Itu sudah normal. Yang jadi masalah itu perhatian untuk mengangkat masyarakat ini dari segi prosperity nya tidak terkoordinasi. Dari satu sisi Pemdanya tidak mampu, karena daerah tertinggal semua ya memang begitu. Nah kita kan menggunakan pendekatan, mengapa membangun daerah tertinggal. Ya karena dia memberikan capacity kepada Pemerintah daerah tertinggal. Pertama meningkatkan

capacity supaya dia bisa membangun masyarakatnya, kedua membangun ekonominya dan ketiga membangun

kawasannya, jadi ada tiga masalah. Nah ini approach kawasan menjadi penting. Nah daerah tertinggal dan daerah perbatasan sama bu. Kami bisa membangun sekolah-sekolah, tapi tidak membangun kawasan dan infrastruktur karena tidak sustain dan tidak menimbulkan impact kepada ekonomi. Nah ini kan tugasnya PU, pertanian, perkebunan. KPDT hanya mengkoordinasikan saja karena kebetulan yang mengkoordinasi ngerti. Kalau yang mengkoordinasi nggak ngerti ya tidak jalan.

Butaru : Lalu pak, untuk kebijakan program pembangunan kawasan perbatasan itu penggagas pertamanya siapa pak ?

Tatag Wiranto : Sekarang KPDT. Koordinasi kebijakannya ada di KPDT sekarang. Nanti akan dipindahkan menjadi Badan Pengelolaan Kawasan Perbatasan. Sekarang sedang dalam proses pembentukannya. Nanti di sana unsur-unsur yang penting akan lebih dikelola seperti soal tata ruang. Tata ruang kawasan perbatasan itu penting, karena

base nya ada disana. Tapi tata ruang yg seperti apa, nah ini harus dilihat konsep ekonomi dibalik tata ruangnya

apa dan konsep security nya. Tapi kalau menurut saya kembali lagi ke konsep penataan ruang for the people.

Butaru : Kemudian pak, penanganan kawasan perbatasan pada era sebelum otonomi dengan era sesudah otonomi apakah ada perbedaannya ?

Tatag Wiranto : Kalau menurut saya ada potensi peningkatan capacity dari pemda karena otonomi, tapi tidak cukup, karena begitu beratnya masalah perbatasan dari segi tugas pokok dan fungsi dari pemda itu sendiri kalau dari segi

security. Tapi kalau dari segi sosial ekonomi sebenarnya dia bisa tapi tidak cukup juga. Jadi ini masih ada masalah,

oleh karena itu dalam penanganan darurat kami adakan Inpres khusus mengenai bantuan kepada Pemerintah Kabupaten yang menangani perbatasan. DAK itu uang tambahan untuk pemda yang akan digunakan untuk mengelola perbatasan.

Butaru : Programnya harus dari pemda itu sendiri pak ?

Tatag Wiranto : Iya harus dari mereka. Kami hanya men-direct. Mereka harus koordinasi dengan pusat dan daerah. Yang paling penting DAK adalah untuk infrastruktur.

Butaru : Pak, sebenarnya kalau perbatasan ingin dijadikan beranda depan negara, itu bagaimana konsepnya ?

Tatag Wiranto : Karena konsep itu harus ditangani melalui pendekatan kawasan maka kita harus mampu merekayasa approach jangka panjang antar kawasan. Ini yang paling penting. Contohnya perbatasan Korea Utara dan Korea Selatan itu wajahnya beda. Mereka punya imajinasi berbeda. Mereka punya image. Nah ini butuh desain. Jadi kita tidak bisa approach nya seperti membangun rusunawa yang kemudian tidak dihuni, kosong. Membangun kawasan itu harus punya jiwa, harus hidup. Hidup karena apa, karena ada produksi dan produksi itu dijual. Jadi ada

economic activities, jadi dia sustain, itu nyawanya. Itulah yang namanya economic perspektif dalam spasial, jadi

bukan hanya dalam gambar. Tapi intinya satu, membangun economic activities ini yang harus diatur lebih dulu.

Butaru : Bapak sebagai pendiri Komite Kemiskinan, bagaimana awal ceritanya keterlibatan disana?

Tatag Wiranto : Iya, saya yang membidani. Pertama memang pemerintah waktu itu menyiapkan suatu kebijakan untuk menanggulangi kemiskinan karena, kan semua tidak muncul tiba-tiba ada sebabnya karena bahwa tingkat kesejahtraan antara masyarakat semakin senjang pada jamannya pa Harto, meskipun sebetulnya membaik tapi senjang. Lalu timbul protes kenapa masih banyak masyarakat yang miskin, akhirnya kita bentuk IDT, bukan desa miskin, tapi INPRES DESA TERTINGGAL, fokus pada desa yang miskin-miskin. Nah dari situ langsung tembak, apa sih yang kongkrit. Ya udah setiap desa dapat 20 juta karena konsep pada waktu itu begitu, ini konsepnya Pak Mubiyarto. Lalu kita menambahkan infrastruktur, lalu ditambahkan juga community empowerment nya, pemberdayaan masyarakatnya. Sekarang jadi PNPM mandiri.

(9)

Butaru : Bapak juga sebagai Chairman of Board dari Indonesia Institute for Disaster Preparedness (IIDP)

Tatag Wiranto : Itu kebetulan bu, itu kan soal disaster. Jadi pada waktu itu memang kemiskinan, ketertinggalan dan keterpurukan biasanya terkena pada masyarakat yang terkena bencana. Jadi pertama yang kemiskinan memang tugas Pemerintah, harus menghapus kemiskinan, melindungi UU. Lalu kita membentuk Komite penanggulangan kemiskinan, kenapa?, kembali lagi pada kasus daerah perbatasan tadi. Semuanya ngomong kemiskinan tapi nggak nyampe-nyampe ke orang miskin.

Butaru : Sebenarnya apa hubungan antara Komite Kemiskinan dengan IIDP?

Tatag Wiranto : Itu beda. Kalau Komite Kemiskinan ini struktural, menangani kemiskinan secara struktural. Kalau IIDP itu menangani miskin karena bencana. Itu temporer, tapi bencana jangan terus-terusan bencana bu, jadi kalau ada bencana kita sudah siap, institusinya siap, masyarakatnya siap, dan dulu belum dibentuk Badan Koordinasi Bencana Nasional.

Butaru : jadi sekarang dengan adanya bakornas pak?

Tatag Wiranto : Ya saingan... (ha...ha...ha), iya nggak lah, ini swasta/yayasan kok. Dulu itu kita kumpulkan knowledge nya, dikumpulin, kadang-kadang mereka itu nggak mau ngumpulin knowledge nya. Hasilnya yang diketahui manusia dan pengetahuan manusia itu dikumpulin, kalau di pengembangan wilayah itu seperti URDI. Jadi pada saat dia jadi pejabat datanya masih ada. Saya pernah mengalami, kalau orangnya pergi ya datanya hilang, mudah-mudahan di PU ada di perpustakaan Tata Ruang. Kalau dibidang ilmu lain bagus, seperti geologi itu gedungnya besar dan bagus sekali. Sekarang saya tanya kalau buku-buku tata ruang mudah nggak dapetnya?

Butaru : Iya kalau sekarang kan kawasan perbatasan dijadikan beranda belakang bagi Kabupatennya, mengapa tidak bisa dijadikan beranda depan ?

Tatag Wiranto : Tentu bisa. Dari 25 perbatasan, kita buat saja entry tiga kali 25, kita membangun 75 entry. Makanya saya bilang ke PU mbok mbanguno (yang ini asli logat jawanya) 75 entry sing apik, dibikinnya harus bagus. Tempat-tempat atau spot-spotnya itu terus di teliti sama tata ruang. Kalau ini di fungsikan sebagai ruang tamu ya buatlah menurut standar ruang tamu seperti apa, jangan buat standard gudang (yang ini dikatakan sambil tertawa lepas). Ini perlu inovasi. Fungsi-fungsi di dalam daerah-daerah itu apa, kemudian kalau mau di tata, kira-kira kayak apa nyulapnya, ya kalau kita perhatikan sekarang tidak ada perencanaan yang benar, ada aja satu bikin pendopo, satu bikin itu, tapi nggak punya image, itu pakai desain mestinya. Saya pernah bilang sama pak Iman buatkan 1 model lalu buat sebanyak 78, paling banter cuma 4 miliar, kalau kita bangun 5 tahun, selesai. Perbatasan Indonesia kelihatan bagus... itu yang penting...dan harus diisi jiwanya. Kawasan itu harus ada jiwa dan nyawanya, yaitu dengan fungsinya kawasan itu. Kadang-kadang kita tahu fungsinya, tapi nggak diisi jiwa dan nyawanya.

Butaru : Ini yang terakhir pak,setelah dari KPDT, masih ada kemungkinan ditugaskan

prof il tokoh. Dr . Ir . Tatag Wiranto . Perencana Kota Yang Concern Kepada Rakyat Miskin prof il tokoh. Dr . Ir . Tatag Wiranto . Perencana Kota Yang Concern Kepada Rakyat Miskin

ke tempat lain atau mau kembali ke PU pak?

Tatag Wiranto : Yang penting kalau dari background saya adalah menata institusi. Kedua, dari segi pengerahan sumber dana dan infrastruktur. Kita ini ngomong begini kalau tidak ada duit, omong kosong. Terserah tempatnya dimana saja, monggo, gak masalah.

(10)

prof il wilayah

.

oleh: Redaksi Butaru

Kabupaten Sanggau

“ Kawasan Perbatasan Entikong :

Perjalanan Panjang Menuju Beranda Depan “

Dalam UU No. 43 tahun 2008 tentang Wilayah Negara

dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan Kawasan Perbatasan adalah bagian dari Wilayah Negara yang terletak pada sisi dalam sepanjang batas wilayah Indonesia dengan negara lain, dalam hal Batas Wilayah Negara di darat, Kawasan Perbatasan berada di kecamatan. Dan pada bagian penjelasan UU tersebut dinyatakan bahwa mengingat sisi terluar dari wilayah negara atau yang dikenal dengan Kawasan Perbatasan merupakan kawasan strategis dalam menjaga integritas Wilayah Negara, maka diperlukan juga pengaturan secara khusus. Pengaturan batas-batas Wilayah Negara dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum mengenai ruang lingkup wilayah negara, kewenangan pengelolaan Wilayah Negara, dan hak–hak berdaulat. Pengelolaan Wilayah Negara dilakukan dengan pendekatan kesejahteraan, keamanan dan kelestarian lingkungan secara bersama-sama. Pendekatan kesejahteraan dalam arti upaya-upaya pengelolaan Wilayah Negara hendaknya memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat yang tinggal di Kawasan Perbatasan. Pendekatan keamanan dalam arti pengelolaan Wilayah Negara untuk menjamin keutuhan wilayah dan kedaulatan negara serta perlindungan segenap bangsa. Sedangkan pendekatan kelestarian lingkungan dalam arti pembangunan Kawasan Perbatasan yang memperhatikan aspek kelestarian lingkungan yang merupakan wujud dari pembangunan yang berkelanjutan. Peran Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjadi sangat penting terkait dengan pelaksanaan fungsi-fungsi pemerintahan sesuai dengan prinsip otonomi daerah dalam mengelola pembangunan Kawasan Perbatasan.

Batas Wilayah Negara di darat, di Pulau Kalimantan ditetapkan dalam PP no. 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) berupa Kawasan Strategis Nasional, yaitu Kawasan Perbatasan Darat RI dan Jantung Kalimantan (Heart of Borneo) yang meliputi sebagian wilayah darat dari tiga Provinsi di Pulau Kalimantan yaitu Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Tengah. Dalam PP tersebut dinyatakan bahwa pengaturan kawasan-kawasan perbatasan disini direncanakan dengan prioritas pengembangan pertama dengan program berupa Pengembangan/peningkatan kualitas Kawasan Strategis Nasional dengan sudut kepentingan pertahanan dan keamanan. Mengingat peran dan fungsi dari kawasan perbatasan yang memiliki nilai geopolitics yang tinggi yang mencerminkan jatidiri Bangsa Indonesia dimata Internasional maka tulisan ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran tentang kondisi sosial budaya, ekonomi, dan fisik lingkungan, potensi dan masalah yang dihadapi serta perencanaan pengaturannya di salah satu Kawasan Perbatasan yaitu Kecamatan Entikong, Kabupaten Sanggau, Provinsi Kalimantan Barat.

WILAYAH KABUPATEN SANGGAU

Kabupaten Sanggau merupakan salah satu Kabupaten dari

10 Kabupaten yang terletak di Provinsi Kalimantan Barat. Wilayah administrative Kabupaten Sanggau terdiri dari 15 kecamatan, dimana 2 diantaranya yaitu kecamatan Entikong dan Sekayam merupakan kawasan perbatasan dengan Negara Malaysia. Wilayah Kabupaten Sanggau di sebelah Utara berbatasan dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia dan Kabupaten Bengkayang; sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Ketapang; sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Sekadau dan Sintang; dan sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Landak.

Total luas wilayah Kabupaten Sanggau adalah 12.858 km2 (12,47% ) dari total luas Provinsi Kalimantan Barat. Wilayah yang merupakan perbatasan sepanjang +/- 129,5 km (15%) dari total panjang 877 km perbatasan di provinsi Kalimantan Barat. Jumlah penduduknya sejumlah 375.776 jiwa pada tahun 2006, dengan kepadatan brutto 29 jiwa/km2.

KECAMATAN ENTIKONG DAN SEKAYAM SEBAGAI KAWASAN PERBATASAN DI KABUPATEN SANGGAU.

Kawasan perbatasan di Kabupaten Sanggau terdiri dari 2 lokasi yaitu Entikong yang berlokasi di Kecamatan Entikong dan Balai Karangan di Kecamatan Sekayam. Dua lokasi ini terletak di ujung paling Utara Kabupaten Sanggau yang berbatasan langsung dengan Negara tetangga Malaysia, tepatnya Negara Bagian Sarawak.

Kecamatan Entikong dengan ibukota kecamatan di desa Entikong memiliki luas 506,89 km2 dengan jumlah penduduk pada tahun 2006 adalah 12.828 Jiwa dan kepadatan penduduk brutto adalah 25 jiwa/km2. Secara administratif Kecamatan Entikong terdiri dari 5 desa dan 18 dusun. Kecamatan ini berjarak kurang lebih 147 km dari Ibukota Kabupaten Sanggau. Prasarana yang telah ada terdiri dari jalan Negara 14,5 km, jalan kabupaten 41,7 km, jalan desa 83,37 km. Sarana pendidikan yang tersedia terdiri dari 1 unit TK, 18 unit SD/MI, 2 unit SLTP dan 2 unit SMK. Sarana kesehatan terdiri dari 1 unit puskesmas dan 1 unit puskesmas pembantu.

Kecamatan Sekayam dengan ibukota kecamatan di desa Balai Karangan memiliki luas 841,01 km2 dengan jumlah

(11)

prof il wilayah. Kabupaten Sanggau “ Kawasan Perbatasan Entikong : Perjalanan Panjang Menuju Beranda Depan ”

penduduk pada tahun 2006 adalah 26.584 Jiwa dan kepadatan penduduk brutto adalah 32 jiwa/km2. Secara administratif Kecamatan Entikong terdiri dari 10 desa dan 35 dusun. Kecamatan ini berjarak kurang lebih 128 km dari Ibukota Kabupaten Sanggau. Prasarana yang telah ada terdiri dari jalan Negara 17 km, jalan kabupaten 65,7 km, jalan desa 102,027 km. Sarana pendidikan yang tersedia terdiri dari 3 unit TK, 28 unit SD/MI, 4 unit SLTP/MTS dan 2 unit SLTA/MA. Sarana kesehatan terdiri dari 1 unit puskesmas dan 4 unit puskesmas pembantu serta 2 unit poliklinik. Sarana telekomunikasi berupa STO Balai Karangan dengan kapasitas terpasang 978 SST dan kapasitas terpakai 528 SST. Sarana ekonomi yang berupa Bank terdiri dari Bank BRI dan BNI.

Meskipun Balai Karangan secara sosial budaya, ekonomi dan fisik lingkungan melebihi Entikong, namun tulisan ini akan lebih fokus pada pembahasan tentang Entikong karena kawasan inilah yang telah dikukuhkan sebagai pintu gerbang perbatasan yang diwujudkan dalam pembangunan Pos Pemeriksaan Lintas Batas (PPLB).

PERJALANAN MENUJU ENTIKONG

Untuk menuju Entikong dari Pontianak dapat ditempuh melalui jalan trans Kalimantan poros selatan sampai kecamatan Tayan kemudian melintas ke Utara melewati kecamatan Batang Tarang, Sosok, Kembayan dan akhirnya masuk ke Entikong melalui jalan trans Kalimantan poros Utara. Jalan trans Kalimantan baik poros selatan maupun utara pada umumnya kondisinya baik. Jarak dari Pontianak sampai Entikong 310 km dengan waktu tempuh kurang lebih 7 jam.

KONDISI SOSIAL BUDAYA, EKONOMI DAN FISIK LINGKUNGAN KECAMATAN ENTIKONG

Laju pertumbuhan penduduk rata-rata di Kecamatan Entikong adalah 9,51% per tahun. Angka ini sangat jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Kabupaten Sanggau yang hanya 1,44% per tahun. Adapun jenis pekerjaan penduduknya didominasi oleh lapangan pekerjaan dalam bidang pertanian. Apabila dilihat dari ragam jenis etnis masyarakatnya, disini sangat heterogen antara lain etnis

Dayak, Melayu, Jawa, Cina, Banjar, Bugis. Karena etnisnya sangat beragam maka agama yang dianut juga beragam. Namun demikian toleransi keberagamaan di wilayah ini sangat tinggi.

Kondisi sosial ekonomi di Kecamatan Entikong bila dilihat dari pendapatan perkapita penduduknya pada tahun 2005 adalah Rp 2,8 juta (berdasarkan harga konstan). Kondisi ini berada pada urutan ke 10 dari total 15 kecamatan yang ada di Kabupaten Sanggau. Namun bila ditinjau dari pertumbuhannya menunjukkan angka yang cukup signifikan yaitu sekitar 5% bila dibandingkan pada tahun sebelumnya. Aktifitas ekonomi di kawasan perbatasan Entikong ini menunjukkan fenomena yang cukup menarik bila dicermati dari lalu lintas keluar masuknya barang melalui PPLB nya. Pada tahun 2005 nilai barang masuk sebesar 748.328,54 USD sedangkan nilai barang keluar sebesar 2.231.714,16 USD. Angka ini menunjukkan nilai surplus perdagangan dengan Malaysia yang tentunya merupakan prospek yang perlu terus dipacu pada masa yang akan datang. Dengan memperbaiki infrastruktur ekonomi di kawasan ini maka diharapkan kinerja ekonomi dapat meningkat sehingga memberi manfaat langsung dalam kesejahteraan penduduknya.

Keadaan topografi Kecamatan Entikong bervariasi dengan dominasi bentuk permukaan daratan bergelombang, perbukitan rendah sampai pegunungan yang meliputi 90% dari luas wilayahnya. Fisik lingkungan yang berupa deretan pegunungan, secara geografis terletak membujur Timur – Barat sepanjang garis perbatasan Negara. Bentang alam ini tentu saja merupakan suatu potensi alam yang secara alamiah membentuk batas pemisah antar Negara.

Curah hujan di kawasan ini cukup tinggi yaitu rata-rata 2.856 mm/tahun dengan rata-rata hari hujan 196 hari/ tahun. Secara hidrologis kecamatan ini dilalui oleh Sungai Sekayam yang merupakan anak Sungai Kapuas. Keberadaan sungai ini memiliki peran yang penting dalam memacu tumbuhnya pusat-pusat permukiman penduduk di sekitarnya. Penggunaan lahan di Kecamatan Entikong di dominasi oleh areal hutan dan pertanian. Sekitar 60% wilayahnya merupakan kawasan lindung (30.413 Ha), dan hanya 40% (20.276 Ha) yang merupakan kawasan budidaya. Sumber pelayanan air bersih untuk kota Entikong yang diusahakan oleh PDAM Cabang Entikong saat ini berasal dari sumber air baku sungai Sekayam dengan kasitas 5L/dt dan mata air etentik dengan kapasitas 2,5 l/dt. Sebagian besar dari kapasitas air bersih yang berasal dari air baku Sungai

Kantor Camat Entikong Sumber : Redaksi Butaru

(12)

Sekayam digunakan untuk melayani kebutuhan rumah tangga sedangkan air bersih dari sumber air baku mata air etentik digunakan untuk melayani kegiatan perdagangan. Pelayanan energi listrik kota Entikong saat ini berasal dari PLN Wilayah Cabang Sanggau yang memproduksi listrik sebesar 34.600.000 KWH. Dari produksi listrik tersebut untuk Kecamatan Entikong hanya dilayani sebesar 3,5%.

VISI, MISI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN PERBATASAN ENTIKONG

Visi:

Menjadikan Entikong Sebagai Pusat Pertumbuhan (Growth Centre) Dan Sebagai Motor Penggerak Pembangunan Di Kawasan Perbatasan.

Misi:

1. Mengembangkan Kegiatan Industri Dan Pariwisata 2. Mengembangkan Kegiatan Perdagangan Dan Jasa

Berskala Lokal Dan Internasional

3. Meningkatkan Sarana & Prasarana Pendidikan, Kesehatan, Permukiman, Transportasi, Telekomunikasi, Listrik Dan Air Bersih

Strategi:

1. Pemantapan RUTRW Kabupaten Sanggau, RDTR dan Master Plan Border Development Centre (BDC) Entikong. 2. Mensinergikan Pembangunan Antar Wilayah Dengan

Negara Tetangga

3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Dan Dunia Usaha 4. Menciptakan Iklim Usaha Yang Kondusif Di Daerah

Perbatasan

5. Membangun Dan Meningkatkan Infrastruktur Dasar Dan

Penunjang Untuk Membuka Isolasi Kawasan

MASTERPLAN BORDER DEVELOPMENT CENTER (BDC) ENTIKONG

Border Development Centre (BDC) adalah kawasan strategis yang memiliki potensi untuk pemusatan kegiatan ekonomi baru yang mengarah pada dua kegiatan utama yaitu kawasan industri dan perdagangan bebas yang dibagi dalam satuan guna lahan utama sehingga membentuk struktur ruang yang terdiri dari blok-blok lingkungan dan menjadi satu kesatuan ruang yang sinergis sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi kawasan dan sekitarnya. Prasarana dan sarana yang direncanakan dibangun di BDC meliputi: a. Sarana perekonomian: Duty free shop, marketing point,

pasar tradisional, perkantoran,

b. Sarana olahraga dan rekreasi: lapangan golf dan Villa, lapangan olahraga, sarana rekreasi, hotel

c. Sarana industry: kawasan industri besar, menengah, kecil d. Prasarana transportasi : terminal penumpang dan barang e. Sarana permukiman dan penunjangnya: perumahan RSh

dan Rusunawa, sekolah SD, SMP, SMU, rumah sakit tipe C. f. Sarana penunjang keimigrasian: pintu gerbang PPLB, kantor imigrasi, karantina hewan dan tumbuhan serta pos polisi.

g. Ruang Terbuka Hijau.

Border Development Centre (BDC) adalah kawasan strategis yang memiliki potensi untuk pemusatan kegiatan ekonomi baru yang mengarah pada dua kegiatan utama yaitu kawasan industri dan perdagangan bebas yang dibagi dalam satuan

(13)

guna lahan utama sehingga membentuk struktur ruang yang terdiri dari blok-blok lingkungan dan menjadi satu kesatuan ruang yang sinergis sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi kawasan dan sekitarnya. Prasarana dan sarana yang direncanakan dibangun di BDC meliputi: a. Sarana perekonomian: Duty free shop, marketing point,

pasar tradisional, perkantoran,

b. Sarana olahraga dan rekreasi: lapangan golf dan Villa, lapangan olahraga, sarana rekreasi, hotel

c. Sarana industry: kawasan industri besar, menengah, kecil d. Prasarana transportasi : terminal penumpang dan barang e. Sarana permukiman dan penunjangnya: perumahan RSh

dan Rusunawa, sekolah SD, SMP, SMU, rumah sakit tipe C. f. Sarana penunjang keimigrasian: pintu gerbang PPLB, kantor imigrasi, karantina hewan dan tumbuhan serta pos polisi.

g. Ruang Terbuka Hijau.

KEBIJAKAN UMUM DALAM PENGEMBANGAN BDC ENTIKONG

1. Membangun pola pendanaan bersama untuk pembentukan dan operasionalisasi Badan Pengelola BDC Entikong. Badan Pengelola ini memiliki tugas menyusun kebijakan pengembangan dan mengkoordinasikannya di tingkat pusat.

2. Sinkronisasi kegiatan - kegiatan Pemerintah pusat dan daerah melalui penetapan anggaran pembangunan sektoral dan daerah yang diarahkan bagi pengembangan BDC Entikong.

3. Memacu pendekatan kerjasama dan perhatian yang lebih besar/khusus dengan instansi-instansi sektoral di pusat guna memacu pengembangan infrastruktur BDC Entikong.

4. Memperbesar kontribusi sumber pendanaan dari Dana Alokasi Khusus (DAK), disamping dari APBN, APBD Provinsi, APBD Kabupaten dan swasta/investor.

5. Menggalang dukungan dan fasilitasi dari instansi pusat dan pihak investor baik dalam maupun luar negeri untuk pengembangan BDC Entikong.

PROGRAM DAN KEGIATAN JANGKA MENENGAH KOTA ENTIKONG TAHUN 2007 – 2010

PROGRAM PEMBANGUNAN PERUMAHAN

• Kegiatan Lanjutan Pembangunan Perumahan baru dengan fasilitas KPR BTN di Kota Entikong

• Kegiatan Peningkatan Sarana dan prasarana dasar Perumahan baru

• Kegiatan Lanjutan Pembangunan Rumah Susun Sewa dikota Entikong.

PROGRAM PEMBANGUNAN KAWASAN INDUSTRI

• Kegiatan Penyusunan Master Plan Pengembangan Kawasan Industri

• Kegiatan Pembangunan Jalan-jalan poros dan lingkungan di Kawasan idustri sebagai pembentuk struktur ruang kawasan industri

• Kegiatan penyiapan Kavling peruntukan kegiatan Industri pengelolaan hasil Pertanian dikawasan industri

• Kegiatan Pembuatan Pagar untuk area Kawasan industri • Kegiatan promosi Investasi Pembangunan kawasan

Industri di Kota Entikong.

PROGRAM PENINGKATAN JARINGAN LISTRIK

• Kegiatan penyusunan studi kelayakan untuk menambah kapasitas daya listrik dalam rangka peningkatan pelayanan listrik untuk Kota Entikong , sehingga antisipasi melayani kegiatan industri pengolahan di kawasan industri baru.

• Kegiatan Pembangunan sarana dan prasarana Peningkatan daya listrik untuk Kota Entikong

• Kegiatan Pembangunan Sarana distribusi pelayanan listrik khususnya kekawasan industri baru.

PROGRAM PENINGKATAN AIR BERSIH

• Kegiatan Penyusunan Studi Kelayakan Untuk Menambah Kapsitas Pelayanan Air Bersih Khususnya Untuk Mengantisipasi Kebutuhan Kegiatan Industri Di Kawsasan Industri

• Kegiatan Pembangunan Sarana Dan Prasarana Yang

KONDISI EKSISTING PASAR TRADISIONAL

RENCANA PENATAAN PASAR TRADISIONAL

Program dan Kegiatan Jangka Menengah Kota Entikong Tahun 2007-2010, Program Peningkatan Infrastruktur, Kegiatan Pembangunan Pasar Tradisional Lengkap dengan sarana dan prasarana pendukung operasional

Terkait Dengan Peningkatan Kapasitas Pelayanan Air Bersih.

• Kegiatan Pembangunan Jaringan Distribusi Air Bersih Ke Kawasan Industri.

PROGRAM PENINGKATAN JALAN KOTA

• Kegiatan Peningkatan fungsi pelayanan jalan kota Entikong

• Kegiatan Peningkatan fungsi jalan poros arteri primer Entikong-Batas negara, dan Entikong-Sanggau-Pontianak

PERMASALAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN PERBATASAN ENTIKONG

1. Terbatasnya sarana dan prasarana dasar seperti transportasi, pendidikan, kesehatan, air bersih, listrik dan telekomunikasi serta sarana perekonomian.

(14)

Hingga saat ini kecamatan Entikong masih berstatus sebagai kawasan tertinggal. Kondisi ini mengakibatkan kesenjangan kesejahteraan masyarakat Entikong dengan masyarakat Sarawak.

2. Terdapat beberapa wilayah yang belum dapat dijangkau dengan transportasi darat (kawasan terisolir)

3. Rentan terhadap infiltrasi karena keterbatasan sarana dan prasarana yang dimiliki terutama dalam hal pengawasan dan pengamanan wilayah. Keadaan ini terlihat dengan adanya 11 jalan tikus di sepanjang garis perbatasan yang merupakan peluang bagi penyelundupan tenaga kerja maupun barang.

4. Rendahnya kualitas SDM yang terlihat dari tingkat pendidikan masyarakat rata-rata hanya tamat SD. 5. Pembangunan dilakukan secara parsial dan temporal

sehingga pembangunan yang dilaksanakan selama ini kurang sinergis dan terpadu.

6. Belum ada peraturan pelaksanaan terkait pengelolaan kawasan perbatasan yang menyangkut badan pengelola perbatasan negara sehingga hal ini mengakibatkan kurangnya koordinasi antar instansi – instansi terkait di tingkat daerah maupun pusat.

7. Kewenangan penanganan wilayah perbatasan antarnegara masih di pusat, namun jika terjadi permasalahan menjadi beban dan tugas Pemkab Sanggau.

8. PPLB Entikong setiap waktu menjadi salah satu tempat pengembalian TKI yang bermasalah dari luar negeri, namun belum ada instansi pusat yang menangani. 9. Belum tersedianya kajian sosiologis terkait dengan

transformasi sosial budaya masyarakat yang semula agraris menjadi masyarakat industrial atau pedagang. HARAPAN MENUJU BERANDA DEPAN

1. Perlu percepatan pembangunan melalui pembangunan pusat kegiatan ekonomi di kawasan perbatasan Entikong. BDC Entikong merupakan kawasan strategis yang potensial dan prospektif harus dikembangkan secara optimal sehingga dapat menjadi beranda depan negara. 2. Perlu fasilitasi untuk meningkatkan kinerja PPLB Entikong

melalui pembangunan prasarana , sarana dan kapasitas SDM.

3. Perlu fasilitasi untuk meningkatkan kinerja kawasan perkotaan Entikong dalam rangka meningkatkan fungsi sebagai pusat pelayanan PPLB, sebagai

pusat perdagangan, sebagai pusat kegiatan industri pengolahan hasil pertanian dan perkebunan serta sebagai kota pelabuhan darat (dryport).

4. Perlu percepatan pembentukkan institusi Badan Pengelola Nasional kawasan perbatasan Negara dan Badan Pengelola Daerah kawasan perbatasan Entikong sebagaimana amanat pasal 14 UU No. 43 tahun 2008 tentang Wilayah Negara.

5. Pada akhirnya seluruh Pemangku Kepentingan kawasan perbatasan Negara Entikong perlu memberikan komitmennya secara sungguh-sungguh bahwa pengelolaan kawasan ini yang merupakan BERANDA DEPAN WILAYAH NEGARA telah dilakukan dengan pendekatan kesejahteraan, keamanan dan kelestarian lingkungan secara bersama-sama

Sumber tulisan:

1. Paparan Bupati Sanggau dalam rangka pengembangan kawasan khusus di kabupaten sanggau, Jakarta 25 april 2007

LINGKUNGAN DI TEBEDU, SARAWAK

LINGKUNGAN DI ENTIKONG

TITIK LOKASI

JALAN TIKUS Kab. Sanggau :

1. Suruh Tembawang 2. Pala Pasang 3. Mangkau 4. Pangah 5. Peripin 6. Bantan 7. Lubuk Tengah 8. Segumun 9. Tapang Pelutan 10. Sei Tekam 11. Sei Beruang Malaysia : 1. Sabit 2. Sadir 3. Tepoi 4. Kujang Saung 5. Pang Amu 6. Mapu 7. Mongkat 8. Mongkos 9. Lubuk Nibung 2. Paparan profil p e n g e m b a n g a n kawasan perbatasan antar Negara entikong, sanggau 2007

3. Revisi Rencana Tata Ruang Kawasan Khusus Pelayanan Terpadu Entikong, Laporan Akhir 2003, Lembaga Penelitian Universitas Trisakti, Pemerintah Daerah Kabupaten Sanggau, Provinsi Kalimantan Barat.

(15)

topik utama

.

Oleh: Muhamad Karim

Direktur Pusat Kajian Pembangunan Kelautan dan Peradaban Maritim

EKSISTENSI PULAU – PULAU

KECIL DI KAWASAN

PERBATASAN NEGARA

Pendahuluan

Pulau – Pulau Kecil Perbatasan (PPKB) yang berada di kawasan perbatasan Negara jumlahnya mencapai 92 buah pulau. Menurut pasal 8 UU No. 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara Indonesia secara yurisdiksi berbatasan dengan wilayah yurisdiksi Australia, Filipina, India, Malaysia, Papua Nugini, Palau, Thailand, Timor Leste, dan Vietnam. Pulau – pulau tersebut memiliki nilai strategis secara geo-politik, geo- ekonomi, geografi maupun geo-kultural. Pertama, geo - ekonomi. Secara geo-ekonomi, PPKB memiliki potensi sumberdaya ekonomi yang meliputi (i) sumberdaya kelautan berupa perikanan tangkap (ikan, teripang, kepiting, dan moluska), budidaya laut, terumbu karang, dan lamun, serta (ii) sumberdaya non-kelautan berupa hutan mangrove, tanaman perkebunan (kelapa), cengkeh, dan pala maupun tanaman pangan. Sumberdaya ekonomi tersebut menjadi sumber mata pencaharian masyarakat yang menghuninya. Kedua, geo - politik. Secara geo-politik PPKB bernilai strategis untuk mengukuhkan eksistensi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), mengingat batas maritime Indonesia dengan Negara tetangga acuannya diawali dari pulau perbatasan yang terluar. Apabila, pulau perbatasan terluar mengalami degradasi akibat ancaman abrasi, tindakan destruktif manusia yang mengekpsploitasi sumberdaya mineral yang terkandung di dalamnya maupun di perairannya, otomatis akan berdampak pada keberadaan pulau itu. Apalagi, sekarang ini ancaman perubahan iklim global yang membuat permukaan air laut meningkat sehingga pulau – pulau kecil berpotensi akan tenggelam. Bila hal ini terjadi di PPKB Indonesia, otomatis akan mengancam batas maritime Negara kita dengan Negara tetangga (kedaulatan nasional).

Ketiga, secara geografis, PPKB merupakan titik awal untuk menunjukkan kepada negara – negara tetangga bahwa dari situlah batas wilayah Indonesia dengan mereka. Hal ini sejalan dengan ketentuan hukum laut internasional, UNCLOS 1982 bahwa batas terluar dari negara kepulauan ditentukan berdasarkan posisi pulau terluar ke arah laut bebas atau dengan negara tetangga yang berbatasan langsung secara geografis. Walaupun, Indonesia masih menyisahkan pelbagai kesepakatan yang belum tuntas dengan negara tetangga seperti Timor Leste, Palau dan Malaysia.

Keempat, geo - kultural. Kultur masyarakat di PPKB umumnya bersifat heterogen karena berasal dari berbagai etnik yang memiliki karakteristik sosio-kultural yang khas seperti orang Bugis, Makassar, Bajo, dan Buton. Mereka umumnya sebagai bangsa pelaut yang mencerminkan khasanah kultural tersendiri. Proses bermukimnya mereka di PPKB itu sudah berlangsung lama akibat kondisi sosial – ekonomi yang mereka hadapi di daerah asalnya maupun konflik peperangan yang kerap disebut sebagai proses “diaspora”. Akibatnya, masyarakat di PPKB mau tidak mau harus mengalami proses akulturasi budaya dari pelbagai etnik. Kondisi multikulturalisme yang mewarnai masyarakat di PPKB secara geo-kultural menjadi kekuatan potensial untuk merekatkan nilai-nilai kebangsaan Indonesia dan memperkuat eksistensi NKRI. Bahkan, etnik-etnik tersebut memiliki tradisi – tradisi kebudayaan (seni, sastera maupun teknologi perkapalan tradisional) yang sebenarnya merupakan kekuataan pengetahuan asli bangsa Indonesia. Sayangnya, sebagian pengetahuan ini terserabut dari akarnya akibat ”kolonialisasi” yang berlangsung lama sehingga mempengaruhi proses kemajuan dan kemampuan masyarakat Indonesia dalam bidang teknologi kelautan dan perkapalan.

Nilai–nilai strategis yang dikemukakan ini otomatis berpengaruh signifikan dalam menyusun tata ruang nasional di Indonesia. Pemerintah Indonesia sudah mengeluarkan peraturan perundangan yakni (i) UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau – Pulau Kecil (PWP3K) yang khusus mengatur pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau kecil. UU ini juga menjadi dasar untuk menata ruang wilayah Pulau – Pulau Kecil selain (ii) UU No 26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang yang memang menjadi dasar utama pengaturan ruang di wilayah Indonesia termasuk di pulau kecil perbatasan.

Bagaimana Kondisi dan Keberlanjutan Pulau Kecil Perbatasan?

Pulau–pulau kecil perbatasan di Indonesia jumlahnya 92 buah pulau itu memiliki permasalahan yang kompleks dari berbagai aspek baik secara ekonomi, ekologis, geologis, osenografis, politik, sosial-budaya maupun pertahanan keamanan.

Pertama, secara ekonomi PPKB memiliki akses ekonomi dan

topik utama. Eksistensi Pulau-Pulau Kecil Di Kawasan Perbatasan Negara

Pulau kecil yang sendirian ditengah samudra laksana gadis cantik yang memerlukan penjagaan dari seluruh aparat keamanan maupun masyarakat Indonesia agar tetap eksis.

(16)

dinamikanya lebih bergantung kepada negara tetangga Indonesia yang kerap memiliki disparitas yang jauh dari segi kesejahteraan masyarakat, dan infrastruktur sosial maupun pendidikan. Umpamanya, pulau Sebatik yang berbatasan langsung dengan Malaysia Utara dan wilayahnya dibagi dua antara Indonesia dan Malaysia, kondisi ekonomi masyarakatnya berbeda jauh dengan wilayah yang masuk teritorial Malaysia ketimbang Indonesia. Apalagi, bila dibandingkan dengan Tawau maupun Sabah di Malaysia, jaringan infrastruktur transportasi daratnya maupun sarana sosial amat timpang. Akibatnya, masyarakat di wilayah PPKB umumnya berada dalam kondisi miskin dan tertinggal, bila dibandingkan dengan wilayah induknya. Mungkin Pulau Sebatik masih relatif dekat dengan Kabupaten Nunukan ketimbang Pulau Miangas yang jaraknya amat jauh dengan daratan Provinsi Sulawesi Utara atau yang paling terpencil adalah Palau dengan Provinsi Papua.

Kedua, ekologis eksistensi PPKB dipengaruhi daya dukung pulau kecil yang amat rentang dengan perubahan lingkungan (perubahan iklim) yang terjadi secara global. Umpamanya, kenaikan suhu permukaan laut akan menyebabkan (i) air laut mengalami keasaman sehingga biota yang hidup di badan air dan siklus rantai makanan akan terputus; (ii) ekosistem terumbu karang yang banyak mengelilingi sekitar perairan pulau-pulau kecil seperti di pulau Bras akan mengalami pemutihan (bleching) sehingga secara ekologi, biota (ikan karang) yang berasosiasi dengan terumbu karang akan mengalami penurunan populasi maupun kelimpahannya. Belum lagi kerusakan ini otomatis akan mempengaruhi kehidupan sosial-ekonomi masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada sumberdaya tersebut. Ekosistem terumbu karang yang terpelihara dengan baik terutama tipologi karang penghalang (barrier

reef) amat berperan melindungi pulau dari hantaman

gelombang sehingga tak menyebabkan abrasi yang mengancam eksistensi pulau itu.

Eksistensi pulau kecil juga amat ditentukan oleh vegetasi yang tumbuh di sekeliling daratannya. Umpamanya, hutan mangrove ataupun jenis tanaman waru. Keberadaan vegetasi ini amat berperan dalam melindungi pulau dan masyarakat yang bermukim di dalamnya dari ancaman angin topan, dan gelombang laut tinggi. Bukan hanya itu, secara ekologis ekosistem mangrove juga berperan sebagai tempat biota laut (ikan dan udang) untuk berkembang biak dan mencari makan termasuk habitat burung, dan

hewan lainnya. Bahkan, perakaran mangrove dapat menjadi penyaring bahan pencemaran minyak yang kerap dibuang kapal yang melintasi perairan Indonesia. Apalagi beberapa pulau perbatasan kita berada di jalur Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I- III yang ramai dilayari kapal-kapal besar dari Asia ke benua Amerika melalui Pasifik.

Sebagaimana disebutkan sebelumnya, perubahan iklim global juga mempengaruhi kondisi dan keberlanjutan PPKB. Laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) tahun 2007 dalam Chapter 16 tentang Pulau-Pulau Kecil menyimpulkan bahwa perubahan iklim berdampak luas dan kompleks. Bahkan, ekstrimnya akan mampu menenggelamkan pulau tersebut. Barnet dan Adger (2003) yang meringkas penelitian Nurse dan Sem (2001) menyajikan dampak perubahan iklim global terhadap negara-negara di pulau attol di Pasifik misalnya yakni:

1. Terjadinya kehilangan lahan yang potensial apabila terjadi kenaikan permukaan air laut.

2. Terjadinya perubahan dalam komposisi dan kompetisi antar spesies yang hidup di pulau tersebut

3. Degradasi terumbu karang, mangrove, dan rumput laut akan berdampak negatif terhadap populasi ikan karang 4. Meningkatnya salinitas tanah pada batas wilayah pesisir

pulau-pulau

5. Meningkatnya perubahan turunnya curah hujan yang mengakibat kekeringan

6. Meningkatnya angin siklon yang disertai dengan gelombang dan badai yang menyebabkan banjir

7. Terjadinya dampak kegagalan panen tanaman makan pokok yang diakibatkan perubahan kelembaban tanah, salinitas dan curah hujan.

8. Menurunnya keamanan pangan akibat kegagalan panen. 9. Terjadinya erosi di wilayah pesisir akibat perubahan iklim

yang menyebabkan kerugian dalam bidang pariwisata 10. Terjadinya dampak ekonomi yang disebabkan kerusakan

infrastruktur di negara pulau yang diakibat bencana alam dan menurunkan pendapatan dari sektor pariwisata. 11. Menurunnya derajat kesehatan masyarakat akibat wabah

penyakit dan ketidaknyaman pangan.

Sementara itu, hasil penelitian lainnya yang mengkaitkan antara perubahan iklim dan pembangunan berkelanjutan (Hay et al, 2003, Hug dan Reid, 2004, Munasinghe, 2003, Koshy et al, 2005) dalam Briguglio et al, (2007), khususnya di negara-negara pulau kecil menunjukkan bahwa iklim merupakan “aset utama” yang mempengaruhi aktivitas pariwisata, perikanan dan kegiatan lainnya di wilayah pesisir secara alamiah. Sebab di Negara-negara itu aktivitas ekonominya bergantung pada pariwisata, perikanan dan kegiatan lain di pesisir. Penelitian Briguglio dan Cordina (2003) di Malta menunjukkan bahwa perubahan iklim telah mempengaruhi aktivitas pariwisata, perikanan tangkap dan utilitas publik. Artinya perubahan iklim di negara-negara pulau maupun attol tidak hanya berdampak secara ekologis, klimatologis maupun ekosistem, melainkan juga secara sosial maupun ekonomi. Akibatnya, kehidupan manusia yang bermukim di negara-negara itu terancam. Dampak yang diuraikan tersebut yang berdasarkan hasil-hasil penelitian setidaknya menjadi pelajaran berharga bagi bangsa Indonesia karena pada pulau-pulau kecil di perairan

Gambar

Tabel 1.   Proyeksi Peningkatan Suhu Udara (oC) berbagai Kawasan dalam  Periode 1961-1990
Tabel 2. Kewenangan Pemerintah Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota dalam Pengelolaan Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan
Gambar  2  menunjukkan  bahwa  ada  interaksi  dan  keterpaduan  dalam  penataan  ruang  pulau-pulau  kecil
Gambar 1. Sebaran 9 Kawasan Perbatasan dan 26 Pusat Kegiatan Strategis Nasional
+3

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan: 1) Sebagian besar keluarga yang membawa anggota keluarga berkunjung berobat memiliki beban keluarga sebanyak 47 orang (58,8%). 2) Sebagian besar keluarga

Perancangan database dapat digunakan untuk mendapatkan tabel-tabel agar tidak terjadi anomali-anomali (kelainan dan kesalahan) pada sistem yang sedang melakukan proses

Hasil yang diperoleh tentang hambatan siswa dalam pelaksanaan praktikum PME menunjukkan bahwa untuk kategori cukup terhambat pada sub variabel ketersediaan alat

Salah satu cara yang cukup efisien untuk menyelesaikan program integer adalah dengan mengaplikasikan algoritma Branch and Bound dibandingkan metode perhitungan

(Muhadjir: 1989). a) Deduksi, yakni metode yang bertitik tolak pada data-data yang universal (umum), kemudian diaplikasikan ke dalam satuan-satuan yang singular

Berdasarkan kajian pustaka di atas, hipotesis tindakan yang dirumuskan peneliti adalah diduga “Adanya Peningkatan Kemampuan Membaca Melalui Layanan Penguasaan Konten Dengan

Sehingga dalam hal ini penggunaan batu apung ( Pumice ) sebagai aggregat kasar dan pasir Bangka sebagai aggregat halus, merupakan campuran yang lebih menekankan pada

Tembaga ini akan menjadi lebih keras dengan tegangan yang tidak dapat direduksi oleh temperature penyolderan, penimahan (Tining) atau proses lain