• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Nyeri pasca Operasi Herniorrhaphy Secara Lichtenstein Dengan Trabucco.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbandingan Nyeri pasca Operasi Herniorrhaphy Secara Lichtenstein Dengan Trabucco."

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

::'

'Fswlitfuld tL&tir

. G'hh.'

.

r@ie+llseqr

:

' P@19,

.

Dr.H.A$dIZ#

SS-ffiD

h-

EtHiuq

MS€

' ..

:

. -

':.

FAKIILTAS

KEDOKTERAN

ttN[Vi?RSfrAS

Ai{DA$s

RSTJP.

DR

h[

ETAMIL

PADA}.IG

..:

(2)

PerclitianAkhir

t

, l'

PERAAHSIHGAN I{YERI

HSCA

OPEMSI

:J'

}ERT.IIORRHAPHY SECARA UCT$T€tr$TE${ DENGAN

t

*a-a--'t-

: :

TRASUCCg

"''??,,,.:,,.;.,..

IIe

Pembimhing

Dr. H,

Asril

Zahari

SB-KBD

h.

Erkadisq M$€

.BAGIAN

ILMTJ

FESAI{

,

l

FAKULTAS

KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDAI*A.S

.

,., , .,1

..: :,a:::a

: '

, :

RSU?. DR:

M.

DTAMIL PADANG

(3)

.

PERBANDINGAN

NYERI

PASCA OPERASI

H

ERNIO

RRilAPHY SECARA

I.I C

I.ITE

I.I

STE

IN DENGAN

TRABUCCO

Oteh

Ile*drizal

Iscan

Peserta PPDS

I

IImu

Bedah

FK

Unand

No"

BP

:

A42220A5

I

it{o.

Register CHS

'..16677

Penelitian

ini

sebagai salatr satu syarat

untuk menyelesaikan

Pendidikari

Spesialis'

Bedah

Fakultas

Kedokteran U:riversitas Andalas

Padang.

Dibacakan tanggal

:

7 September 2010

DISETUJUI G{,EH

:

pembimb,ing

II

.

H.

Asril Zahari,

SpB.KtsD

(4)

KATA

PENGANTAR

Puji

syukur kehadirat

Allah

SWT atas rahmat dan karunia

Nya

penulis

dapat menyelesaikan penelitian akhir dengan

judul

"

PERBANDINGAN

NYERI

PASCA

OPERASI

HERNIORRHAPHY

SECARA

LICHTENSTEIN

DENGAN TRABUCCO

o.

Penelitian

ini

merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan keahlian dalam bidang ilmu bedah pada Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis llmu Bedah FK Unand Padang.

Ucapan terima kasih sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada

Dr.

H.

Asril

Zahari, SpB-KBD, dan

Dr.

Erkadius, M.Sc selaku pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan sampai selesainya penelitian ini.

Rasa terima kasih juga penulis sampaikan pada

Dr.

H.

Asril

Zahari, SpB

KBD

sebagai Ketua Bagiatr

llmu

Bodah

FK

Unatrd

/

RS

th-lvtDjamil

dan Dr. Dody

Efuansdl

SpB SpU s€bagai Ketua Program Studi PPDS

Ilmu

Bedah

FK

Unand yang telah memberikan kesernpatan seluas-luasnya kepada penulis untuk mengikuti pendidikan dan memberikan bimbingan.

Rasa hormat dan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada guru-guru :

kof,IhJ{-

Kamardi Thalut, SpB, Dr.H.

Rivai

Ismail, SpB,

Dr.H.

Ahmad Rizal, SpB,SpB0trICSr Dr- Juli Isnail,SpB.TKV, Prof.

Dr.

H. Azamris, SpB

(K)

Onk, DR. Dr.M€nlfrcr

tt{qias,

SpB, SpBO, FICS,

Dr.

H.

Asril

Zahari, SpB

KBD,

Dr.

H.Syaiftl

Saanin, SpBS,

Ih.

Dody Efrnansyah,. SpB, SpU,

Dr.

Yusirwan Yusuf, SpB, SpBA

,

Dr.H.

Wirsma

Arif

Harahap,

SpB

(K)

Onk,

Dr.

Achmad Luthfi, SpB KBD, Dr. Alvarino, SpB, SpU, Dr. H. Daan Khambri" SpB

(K)

Onlg M.Kes, Dr. Dedi Saputra, SpBP, Dr.

Yewi

Zulfiqar SpB, Dr. Ardian

Riza

SpOT, M.Kes,

Dr.

Raflis

Rustam, SpB

KBV, Dr,

Rizky

Rahmadian, SpOT,

M.Kes

dan Dr. Mochammad

Ridwan,

SpBS

atas bimbingan

dan

pengajaran selama dalam pendidikan.

Terima kasih

juga

kepada

dr.

Rudy Permadi, SpAn,

dr.

Nasman Poear,
(5)

Kepada teman sejawat residen bedah FK Unand penulis sampaikan ucapan

terima kasih atas bantuan, kerjasama dan dukungan moril selama ini.

Kepada orang tua"

istri ( Mira

Susanti SE,

Msi

)

dan serta kedua anakku @egina dan

Rifqi),

terima kasih atas dukungan

moril

dan cinta yang tulus yang diberikan selama ini.

Penulis menyadari bahwa tak ada gading yang tak retalq

kritik

dan saran

penulis

harapkan

untuk

kesempurnaan

penelitian

ini.

Semoga

Allah

SwT

diasa

relimpahkan berkah dan rahmat Nya bagi kita semua. Amin. &r.:'

ffi{l:' F;;

Padang Septernber 2010

(6)

Kepada teman sejawat residen bedah FK Unand penulis sampaikan ucapan

bimakasih

atas bantuan, kerjasama dan dukungan moril selama ini.

S..u

Kepada orang fua"

(Regina dan

Rifqi),

terima diberikan selama ini.

ishi (

Mira

Susanti SE,

Msi

)

dan serta kedua anakku kasih atas dukungan

moril

dan cinta yang tulus yang

trJ-.

F.'

Penulis menyadari bahwa tak ada gading yang tak retalg

kritik

dan saran

penulis'brapkan untuk

kesempumaan

penelitian

ini.

Sernoga

Allah

swr

senantiasa meliifupahkan berkah dan rahmat Nya bagi kita semua. Amin.

Padang, September 2010

Penulis

(7)

DAFTAR

ISI

Halaman

KATA

PENGANTAR

DAFTAR ISI

DAFTAR

GAMBAR

DAFTAR

TABEL

DAFTAR

LAMPIRAN

ABSTRAK

BAB

I

PENDAHT.'LUAN

l.l.

Latarbelakang 1.2. Batasan masalah

1.3. Tujuan penelitian 1.4. Manfaat penelitian BAB

IL

TINJAUANPUSTAKA

2.1.

Definisi Hernia

2.2.

Klasifikasi Hernia Menurut Lokasi

2.3.

Hemia Inguinalis

2.4.

GejalaKlinis

2.5.

Pemeriksaan Fisik

2.6.

Penatalaksanaan Hernia Inguinalis 2.7-

Kmplikasi

Hqnia

Inguinalis

2.8.

PengertianNyeri

2.9.

PengukuranNyeri

2. I 0. Jenis-jenis Pengukuran Nyeri

BAB

III.

KERANGKA

KONSEPTUAL DAN HIPOTESA PENELITIAN 3.1. Kerangka Konseptual

3.2.

Hipotesa Penelitian

BAB

IV.

METODOLOGI PENELITIAN

4.1.

Jenis penelitian

4.2.

Waktu dan tempat penelitian

4.3.

Subjek

Penelitian

...:...

4.4.

Kriteria inklusi dan

eksklusi

...:.
(8)

Lr-4.5.

Pemilihan dan Jumlatr sampel

4.6.

AlurPenelitian

....;-...,.

... 24

4.7.

Pelaksanaan

Penelitian

24

4.8.

Definisi operasional

4.9.

Analisa data

4.10,

Etikapenelitian

...

26

BAB

V

T{ASIL

PENELITIAN

27

BAB

VI FEMBAI{ASAN ...

33

BAB

VtI

KESIMP{JLAN

DAN

SARAN

37

7.1.

Kesimpulan

... 37

7.2.

Saran

...

37

DAFTAR

PUSTAKA

38

F.

&"=

ffi

lEf ,!r''

16.''-.. :l

F'ii

Ko;i;,

(9)

;::,1:: . ,

G+,

*4Ei

DAFTAR

GAilBAR

Bagian-bagian hernia..

Hernia inguinalis s€caftr

skematis...

...7 Tehnik Hemiorrhaphy L ichtenstein

Cratnbar

l.

Garnbar 2.

Garnbar 3.

Gambar4. Tehnik Herniorrhaphy Trabucco,..

t1

t2

(10)

Tabel

l.

Tabel 2.

Tabel

3.

T*cl 4

[image:10.423.17.403.59.692.2]

'

'

Tabel

6.

TatrJ| 7.

Tabel

8-DAFTAR

TAEEL

Distribusi Pendidikan

Pasien.

ZB

Disfibusi

PekerjaanPasien...

28

' 'r _]-:l-':::_

gr6i61$. ksieru...

28

Lama Pelaksanaan Opcfiasi

P@

Pasi9ru.r.r..i...i...

Zg

Intensitas Nyeri pada hari pertama setelah operasi pada

pasien...

30 IntensitasNyeri pada hari kedua setelah operasi

padapasien

30 Intensitas Nyeri pada hari ketiga set€lah operasi pada

pasien

3l

Intensitas Nyeri pada

uniltu

kffiol

ubng

@a

pasien- -... 32

.,:

:-

.

1,,;, *o,.,-:'.,,1-:€-:*i ".:'l *, ' . '

,. ', :' t:. t:--::nlt'::':t'a'':'- :'1" "1:

(11)

$$.=

l

DAFTAR

LAIf,PIRAN

1.

Master Tabel Hasil Penelitian

2.

kmbaran

Pengumpul data Penelitian

3.

Lembaran Persetujuan pasien unhrk mengikuti Penelitian

4.

Surat Keterangan Lolos Kaji Etik Penelitian oleh Komite

Etik

RS{JP. Dr.

MDjamil

Padang
(12)

PERBANDINGAN NYERI PASCA OPERASI HERNIORRHAPHY SECARA LICHTENSTEIN DENGAN TRABUCCO

Eendrizal Isean. Asril Zahari, Erkadius

Bagian Bedah Fakultas Kedokteran universitas Andalas / RS Dr. M. Djamil padang

Abstrak

Latar Belakang

:

Salah satu tehnik tension

free

herniorhaptty adalah tehnik Lichtenstein yang telah diperkenalkan sejak tahun 1986. Tahun l9B9 Trabucco

juga

memperkenalkan tehnik tension

free

herniorrhaplry sutureless. Perbedaan kedua tehnik

ini

terletak pada jenis mesh prostetik yang digunakan , jahitan dan penempatan meshnya.

Perbedaan perlakuan

dari

tehnik

Lichtenstein

dan

Trabucco

menimbulkan intensitas

nyeri

pasca operasi yang berbeda.

Maka

dilakukan penelitian yang membandingkan

nyeri

pasca operasi hemiorrhaphy secara Lichterctein dengan Trabucco.

Metode

:

Penelitian

ini

adalah Cohort Study Prospektif dengan membandingkan intensitas

nyeri

pasca

operasi

herniorraphy

menurut

Lichtenstein

dengan

Trabucco yang

dinilai

dengan menggunakan

visual

Analog scale

(vAS).

Data yang didapatkan diolah dan dilakukan pengujian

uji

statistik parametric,

Hasil

:

Pada penelitian

ini

didapatkan sebanyak 30 orang sampel, dimana 15

orang menggunakan tehnik herniorrhaphy secara Lichtenstein,dan sebanyak 15

orang hernionhaphy secara Trabucco. Terdapat perbedaan yang bermakna dalam

lama waktu pelaksanaan operasi secara Lichtenstein (65.0

I

12.4)

menit dan operasi s@ara Trabucco (52.0

+

12.4) menit (Tabel 4), dengan nilai

t

:2.g76

dan P

:

0.008. skala intensitas nyeri pada hari pertam4 kedua, kelima dan ketujuh setelah operasi tidak berbeda secara bermakna. Pada hari ketiga setelah opeiasi (Tabel

7)

merniliki

perbedaan secara bermakna

(t

:3,199;

r :

o.ool;

antara

operasi Lichtenstein (2.09

x

1.21) dan operasi Trabucco (0.95

t

0.65).

Kesimpulan

:

Teknik

Trabucco

membutuhkan

waktu yang

lebih

singkat dibandingkan dengan teknik Lichtenstein. Didapat perbedaan bermakna int€n;itas

nyeri

pada

hari

ke-3

dimana

intensitas

nyeri

trabucco

lebih

rendah dari Lichtenstein. Didapat perbedaan tidak bermakna intensitas

nyeri

pada hari

ke-l

hari ke-2 dan conbol pada kedua tehnik.

Kata

Kunci

:

Hernia,

Herniorhaplry Lichtenstein, Herniorrhaplry Trabucco, intensitas rgteri
(13)

BAB

I

PENDAHULUAN

1.1.

Latar

Belakang

Masalah

yang

sering dijumpai pada

penderita pasca operasi hemia inguinalis adalah rasa nyeri, tidak nyaman, pembatasan aktifitas

fisih

dan dalam jangka panjang adalah kekambuhan. Herniorrhaphy adalah tindakan operasi yang

cukup

sering dilakukan dalam bidang bedah umum.

Evolusi

tindakan untuk herniorrhaphy inguinalis dewasa

ini

telah

menunjukkan perubahan. Berbagai

tehnik

hemiorrhaphy

telah

dilakukan

mulai dari tehnik

Bassini,

Mc

Vay, Shouldice dan lain-lain dimana semua tehnik

ini

mempunyai kelemahan yaitu ketegangan pada jahitannya, sehingga rasa

nyeri

dan

kekambuhannya cukup tinggi .r'2'3

Pada

tahun

1979

ditemukan

tehnik

Tension

free

hernionhaphy oleh Lichtenstein dengan menggunakan material prostetik

(

Mesh

)

.

Tehnik ini

terbukti sukses mengurangi rekurensi, biaya operasi, dan waktu perawatan, serta

memperbaiki kualitas hidup pasien. Selain

itu

cara

ini juga

dapat mengurangi

nyeri

pasca operasi.

Sehingga

tehnik

Lichtenstein menjadi

pilihan

dalam penatalaksanaan hernia sejak tahun 1986. Telah banyak penelitian yang dilakukan untuk membandingkan tehnik

ini

dengan tehnik non tension free hernionhaphy

dan didapatkan hasil bahwa tehnik Lictenstein ini jauh lebih

baik.

r'2'3'6

Pada tahun 1989

,

Trabucco memperkenalkan tehnik baru yaitu Tension free hemiorrhaphy sutureless dimana menggunakan prostetik mesh tanpa jahitan
(14)

extemus. Trabucco menyatakan bahwa tehnik ini mempunyai angka rekurensi dan nyeri yang minimal. ts2s'26

Perbedaan tehnik Lichtenstein dan tehnik Trabucco terletak pada jenis mesh prostetik

yang

digunakan

,

jahitan

dan penempatan meshnya. Dengan adanya perbedaan perlakuan

dari

kedua

tehnik

ini,

sehingga

hal

ini

akan menimbulkan rasa nyeri atau intensitas nyeri yang berbeda oleh penderita pasca

operasi herrniorhaphy. Menurut Bonica (1990), biasanya periode nyeri akut rata-rata 1,5 hari

(l-3

hari).6 Dari Literatur yang saya dapatkan, belum ada penelitian yang membandingkan kedua tehnik ini.

Untuk itu penulis bermaksud melakukan penelitian yang membandingkan nyeri pasca operasi herniorrhaphy secara Lichtensteindengan Trabucco',

1.2.

Batasan

llasalah

Apakah

ada

perbedaan

nyeri

pasca

operasi

herniorrhaphy

secara

Lichtenstein dengan Trabucco ?

1.3.

Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan

umum

:

Mengetahui perbedaan

nyeri post

operasi

herniorrhaphy menurut Lichtenstein dan Trabucco.

1.3.2 Tujuan

khusus

:

l.

Mengetahui gambaran nyeri post operasi herniorrhaphy menurut Lichtenstein

-2.

Mengetahui gambaran nyeri post operasi hernionhaphy menurut
(15)

"

'

3.

Membandingkan

nyeri post

hernionhaphy

menurut

tehnik

Lichtenstein dan Trabucco .

1.4.

Manfaat

Penelitian

l.

Membrikan

informasi alternatif tehnik operasi bagi pasien

2.

Sebagai data ilmiah yang dapat digunakan sebagai bahan untuk penelitian
(16)

BAB

II

TII{JAUAN

PUSTAI(A

2.1.

Definisi

Hernia

Hernia yang dalam bahasa Latin sering disebut rupture, merupakan suatu penonjolan abnormal melewati suatu dinding rongga yang terbuka atau dinding yang lemah. Hernia pada dinding perut merupakan penyakit yang sering dijumpai dan memerlukan tindakan pembedahan. l'2'3

Hernia

terdiri

atas

tiga

bagian,

yaitu

kantong

herni4

isi

kantong dan pelapis hernia. Kantong hernia merupakan

divertikulum

dari

peritoneum dan mempunyai leher dan badan.

lsi

hernia dapat

terdiri

atas setiap struktur yang ditemukarq dan dapat merupakan sepotong

kecil

omentum sampai organ padat yang besar. Pelapis hernia dibentuk

dari

lapisan-lapisan dinding abdomen yang dilewati oleh kantong hemia.r2'3

Gantbar

l.

Bagian-bagian Hemia

t-lGntorg hemia: pada hemb abdominalis berupa peritoneum parietalis; 2. lsi hernia:

bettpa organ atau jaringan yang keluar melalui kantong hernia. Pada hernia abdominalis

ben+a usus;

3.

Lrcus Minoris Resisfence (LMR); 4. cincin hemia: Merupakan bagian

bans mircris resrisfene yang dilalui kantong hemia; 5. Leher hernia: Bagian terseirpit

ffirg

h€maa yang sesuaidengan kantong hemia.

Abdominal

(17)

2.2.

Klasifikasi hernia menurut

lokasi3'a

1.

Hernia inguinalis, terjadi apabila kantong dan

isi

hernia masuk ke dalam

annulus internus dan penonjolan pada trigonum Hasselbach .

2.

Hernia femoralis,

terjadi

bila

kantong

dan

isi

hernia masuk

ke

dalam

kanalis femoralis melalui annulus femoralis yang berbentuk corong sejajar dengan vena femoralis sepanjang kurang lebih dua cm dan keluar pada

fossa ovalis di lipat paha.

3.

Hemia hiatus terjadi apabila benjolan terjadi pada diaf.ragma

4.

Hemia venhalis merupakan nama semua hernia yang terjadi pada

antero-lateral dinding abdomerg seperti hernia sikatrikaliVhernia insisional

5.

Hernia umbilikalis

merupakan hernia kongenital pada

umbilikus

yang

hanya ditutup dengan peritoneum dan

kulit.

2.3.

Hernia

lnguinalis

Hernia inguinalis dapat tedadi karena anomali congenital atau kelemahan

dinding

(didapaQ.

Hernia inguinalis

lateralis merupakan suatu benjolan yang melewati annulus internus dan kanalis inguinalis yang terletak di lateral pembuluh darah arteri dan vena epigastrika

inferior

dan hernia dapat sampai

ke

scrotum yang disebut hemia scrotalis

.

Benjolan

ini

dapat keluar masuk tergantung dari tekanan

di

dalam

abdomen.

Hernia

inguinalis medialis merupakan suatu

benjolan

yang muncul

pada

trigonum

hasselbach

akibat

kelemahan fascia tranversalis

yang

terletak

di

medial

dari

pembuluh

darah

arteri dan

vena
(18)

Flernia inguinalis lateralis sering dijumpai pada pria. Angka kejadian pria adalah

12

kali

lebih

sering dibanding

wanita.

Terjadinya hernia pada orang dewasa" disebabkan oleh penyebab sekunder atau didapat yang adekuat. Hernia inguinalis lateralis dapat

terjadi

pada semua umur, namun tersering pada usia

antara 45 sampai 75 tahun.a5

Diagnosa hernia secara

dini

sangatlah penting untuk dilakukan tindakan pembedahan sehingga dapat mencegah terjadinya

hernia

inkarserata ataupun hernia strangulata. Angka kemungkinan terjadinya hernia stuangulata adalah2,8%o

setelah tiga bulan munculnya hernia dan 4,5Vo setelah dua tahun.2'45

Faktor yang dipandang berperan pada terjadinya hernia inguinalis adalah

:45:l

1.

Terbukanya prosessus vaginalis

2.

Tekanan intra abdominal yang meningkat

3.

Kelemahan otot dinding perut karena usia.

Penyebab hernia inguinalis lateralis pada orang dewasa dan orang tua sering dikatakan sekunder

oleh

karena peningkatan tekanan didalam aMomen.

Hal

ini

bisa

terjadi

karena batuk kronis, asiteg peningkatan cairan peritoneum oleh karena akesia bilier, pembesaran prosta! tumor abdomen dan obstipasi.3'4'5

Pada orang sehat ada

tiga

mekanisme yang dapat mencegah terjadinya H€rnia Inguinalis, yaitu :3'4'5

l-

Kmalis

inguinalis yang berjalan miring.

L

AdilJra

strulfir m.

oblikus

internus

abdominis

yang

menutup

annulus
(19)

3.

Adanya fasia transversa yang menutupi segitiga Hasselbach yang umumnya

hampir tidak berotot.

Gangguan pada mekanisme diatas dapat menyebabkan terjadinya hernia inguinalis. Insiden hernia meningkat dengan bertambahnya usia, yang mungkin disebabkan karena kelemahan otot dinding peru! bagian yang membatasi annulus internus

ikut

kendur. Pada keadaan

ini

tekanan intra abdominal tidak

tinggi

dan

kanalis

ingunalis berjalan

lebih

vertikal.

Sebaliknya

bila otot

dinding

perut berkonstraksi,

kanalis

ingunalis

berjalan trasnversal

dan

annulus

inguinalis tertutup sehingga dapat mencegah masuknya usus ke dalam kanalis ingunalis.3'a'7'8

Kelemahan otot dinding perut terjadi akibat kerusakan nervus ilionguinalis

dan nennrs iliofemoralis.t'8'e

lngulnal

Hsrnla

[image:19.426.103.309.308.519.2]

srnsl bdrtr€i

Gambar 2. Hernia Ingunalis secara skematis

2.4.

Gejala

klinis

Gejala dan tanda

knia

Gejala

yang

muncul

klinis

sebagian besar ditentukan biasanya berupa benjolan pada

oleh

keadaan isi
(20)

mrmcul pada waktu berdiri, bersin, batuk atau mengedan dan menghilang pada

saat

berbaring.

Rasa

nyeri

dirasakan didaerah epigastrium atau paraumbilikal berupa nyeri viseral karena rcgangan pada mesenterium sewaktu segmen usus

masuk

ke

dalam kantong hernia.

Nyeri

yang disertai

mual

atau muntah baru timbul kalau terjadi inkaserasi atau strangulasi.T9'ro

2.5.

Pemeriksaan

Fisik

Pemeriksaan fisik hernia adalah secara inspeksi, palpasi dan auskultasi

sebagai berikut:7'e'lo

Inspeksi: ketika pasien diminta mengedan akan terlihat beqjolan pada lipat pahq bahkan benjolan bisa saja sudah nampak meskipun pasien tidak mengedan.

Palpasi: dapat meraba benjolan yang kenyal, yang isinya mungkin berupa usus,

omentum atau ovarium. Palpasi

juga

dapat menentukan apakah hernia tersebut

dapat

didorong masuk

dengan

jari

(direposisi). Pada

pemeriksaan secara

auskultasi, bila isi hernia berupa usus maka bising usus dapat terdengar.

Pemeriksaan

fisik

dengan menggunakan metode

finger tip

test: hanya dapat dilakukan pada

pria

dan pada hernia reponiblis. Tujuan utamanya adalah untuk membedakan hemia inquinalis lateralis atau medialis,

di

samping dapat menentukan diameter

dan

ketebalan

cincin

hernia

Cara

pemeriksaan adalah

dengan

sebelumnya

meminta

pasien

untuk

mendorong

masuk

hernianya, kemudian salah satu

jari

tangan pemeriksa dimasuklian menelusuri

jalan

masuk

hernia

Pasien kemudian diminta mengedan. Jika hernia teraba atau menyentuh

ujmg

jari

berarti

ini

adalah hernia lateralis, dan

bila

hemia menyentuh bagran
(21)

2.6.

Penatalaksanaan Hernia

lnguinalis

Hernioplasty sejati pertama kali dilakukan oleh Edoardo Bassini lebih dari 100

tahun yang

lalu

(1884).

Semua

teknik

bedah rekonstruksi menemukan komplikasi umum yaitu ketegangan pada garis jahitan.

Ini

adalah

fa}for

utama etiologi hernia berulang. Tindakan operatif seperti hemiotomi atau hemioplasty merupakan satu-safunya pengobatan yang rasionul. I I' l2'l 3

Pada

herniotomi dilakukan

pembebasan

kantong

hernia

sampai

kelehernya, kantong

dibuka dan

isi

hernia dibebaskan

kalau

ada perlekatan, kemudian direposisi, kantong hernia dijahit ikat setinggi mungkin dan selanjutnya

dipotong.ra'ls'16

Fada

h€rnioplasty

rlibfrrkan

tidakan

memperk*il

anulus

inquinalis internus

dan

memperlnnt

dinding

belakang

kanalis

inquinalis.

Tindakan ini

dilakukan

untuk

mencegah

terjadinya

residif, yang bisa

dilakukan

dengan

menggunakan metode Bassini atau dengan metode

Mc Vay.

Metode Bassini adalah dengan memperkecil anulus inquinalis intemus dengan

jahitan

terputus, menutup dan memperkuat fasia transversa dan menjahitkan pertemuan musculus transversus

internus abdominis

dan

musculus

oblikus

internus

abdominis. Tindakan

ini

dikenal dengan narna

conjoint

tendon

ke

ligamentum inquinale Poupart.

Metode

Mc

Vay

dilakukan

dengan menjahitkan

fasia

transversa,

musculus tramsversus abdominig dan musculus

oblikus

internus abdominis ke ligamentum Cooper. t a' t t'' 6

Dengan menggunakan bahan prostetik modern (mesh dan

plug)

sekarang

dimungkinkan

untuk

melakukan semua operasi hernia tanpa

distorsi

anatomi

t$uh

nonnal dan

menghindarkan ketegangan

yang

tidak

diinginkan. Teknik
(22)

sederhana dan efisien disarankan dengan melakukan prosedur yang cepat dan

memberikan

hasil

klinis

yang

sangat

baik.

Kurangnya

nyeri

pasca-operasi

memungkinkan pasien

untuk kembali

beraktifitas

fisik

normal dalam

waktu

singka1.1+'15'to'tz

Diantara

teknik

tension

-free

herniorrhaphy superfrscial

adalah

Lichtenstein (1979) dan Trabucco (1998).

Teknik

Lichtenstein

telah

menjadi

pilihan

dalam penatalaksanaan

hemia

sejak

tahun

1986,

Tehnik

ini

terbukti memberikan hasil lebih baik, dimana pemulihan lebih awal, kebanyakan penderita kembali bekerja dalam 2 minggu, nyeri pasca operasi minimal dan rekurensi 0,1

aA

(Amid,

1997).

Pada

tahun

1989

diperkenalkan

teknik

Trabucco

yang

merupakan

teknik

tension.free

tarrp jahitan

(sutureless) dan telah melakukan penelitian pada3422 pasien

helia

dari tahun 1989 sampai tahun 1997. Tahapan

tehnik

pembedahan

pada

herniorrhaphy

secara

Trabucco.l62536 adalah

polypropylene mesh diletakkan datar

di

antara

2

lapisan fasia, bagian fasia transversalis dan aponeurosis oblikus tanpa menggunakan jahitan. Sehingga mesh

ini

membatasi pertumbuhan

jaringan

fibrotik

yang berlebihan

ke

dalam ruang intrafascial, mencegah terjadinya rekurens pada bekas

luka

dan

nyeri

pasca

operasi yang berkurang. Dengan teknik

ini,

korda spermatika ditempatkan dalam

jaringan

subkutan, bebas

dari

kontak langsung dengan mesh dan menghindari

peradangan kronis jaringan. 16

2-aL

Tclrik

Operasi

llerniotomi

Fcnderitadalam posisi supine dalam anestesi umurn, spinal atau lokal anestesi

IXhhrkan

aseptik dan antiseptik pada lapangan operasi
(23)

Lapangan operasi ditutup dengan doek steril

Dilakukan insisi oblique atau skin crease sejajar ligamentum inguinal Insisi diperdalam sampai tampak aponeurosis Muskulus Obliqus Externus

(MoE)

Aponeurosis MOE dibuka secara tajam

Funikulus spermatikus diluksir dan kantong hemia diidentifikasi

lsi hemia dimasukan ke dalam cawm abdomen, kantong hernia dipotong

secara transversal

Kantong hemia diligasi setinggi lemak preperitonium .

Selanjuhrya dilakukan Hemiorrhaphy

2.6.2.

Herniorrhaphy

Secara Lichtenstien

Tehnik

tension

free

hemionhaphy

pada

Lichtenstein:r2'13'15'r7 adalah

dengan menggunakan po$propylene mesh dengan ukuran 1Ox5

cm

diletakkan diatas Trigonom Hasselbach dan di bawah spermatik kord. Selanjutnya dilakukan penjahitan dengan benang non absorbsi 3/0 ke arah perios tuberkulum pubikum di medial, melingkari korda spermatik

di

lateral, pada

kor{oin

tendon

di

superior, dan pada ligamentum inguinal

di

inferior.ru

Dan kemudian Aponeurosis MOE [image:23.438.29.392.46.327.2]

€*it

dengan cromik 2/0 secara kontinous suture.

Gambar 3. Tehnik llcrniorrhephy Lichtenstein

(24)

2.63. Herniorrhaphy

Secara Trabucco

Tehnik tensian

free

hemiorrhaphy pada Trabucco 13'14'16 adalah dengan

menggunakan polypropylene mesh yang

rigit

dengan ukuran 10x5 cm diletakkan diatas Trigonom Hasselbach dan

di

proximal polypropytene mesh melingkari spermatik kord tanpa melakukan penjahian pada konjoin tendon

di

superior atau

@a

ligamentum inguinal

di

inferior.ru Selan;utnya korda spermatik diletakkan

diatas Aponeurosis MOE, dan kemudian Aponeurosis MOE dijahit dengan cromik

Z0

secara kontinous suture.

Gembar 4. Tehnik llerniorrhaphy Trebucco

(25)

Shin et al, dalam sebuah studi multicenter baru-baru ini, menyoroti resiko

cedera

vas

deferens

inguinale

setelah

tension

free

hernioplasty

metode Lichtenstein. Mereka mengamati azoospermia

obstruktif

pada 14 pasien yang menyebabkan kemandulan secara simultan, tetapi dengan patologi berbeda dari organ-organ reproduksi di sisi kontralateral. Salah satu solusi dengan memisahkan korrda spermatika

dari

mesh. Pada tension

free

herniplasty

teknik

Trabucco, polpropylene mesh yang telah dibentuk terlebih dahulu Qreshaped)ditempatkan

@a

dinding posterior kanalis inguinalis dan aponeurosis muskulus oblikus, hal

ini berbeda dengan teknik tensionfree yang lainnya-16

2-7.

Komptikasi

Hernia

lnguinalis

Komplikasi hernia dapat

f€rjadi

mulai

dari

inkarserata

sampai

Saggulata

dengan gambaran

klinik dari kolik

sampai

ileus

dan peritonitis.

Komplikasi operasi hernia dapat berupa

cedera

vena femoraliq

nervus

ilioinguinalis, nervus iliofemoralis, duktus

deferens,

ataa

buli-buli-

Nervus ilioinguinalis harus dipertahankan sejak dipisatrkan karena

jika

tidalq maka dapat

timbul nyeri padajaringan parut setelah jahitan dibuka-r3'ra'ls

Nyeri

pasca herniorhaphy

juga

disebut "inguinadynia" yang

biasanya

eabk;an

oleh kerusakan sara{

jepitan

saraf oleh jaringan parut, mesh atau

t*itan,

neurom4 jaringan parut,

misplace

mesh, mesh

yang

mengeras

(meshoma), infeksi, rekurensi hernia, penyempitan cincin inguinal di sekitar korda

sp€rmffi4

.lan periostitis.lT

Komplikasi

dini

pasca operasi dapat

pula terjadi,

seperti hematom4

LftLsi

luka,

bendungan vena,

fistel

urine atau feses, dan

residif.

Komplikasi
(26)

jangka

panjang dapat berupa

atrofi

testis karena

lesi arteri

spermatika atau

bendungan pleksus pampiniformiso dan residif. l3'la'15

2.8

Pengertian nyeri

Menurut Intemational Association for Study

of

Pain (IASP), nyeri adalah sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait &ngan kerusakanjaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi

terj adinya kerusakan. I 8' I e'20

Reseptor

nyeri

adalah

organ tubuh

yang

berfungsi

untuk

menerima ftmgsang nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas

di

dalam

kulit

yang berespon hanya terhadap stimulus

kuat

yang berpotensi merusak. Reseptor nyeri disebut juga nosiceptor, secara anatomis ada

yug

bermielien

dan

ada

juga yang tidak

bermielin.Berdasarkan letakny4

nciseptor

dapat dikelompokkan dalam beberapa bagian tubuh

yaitu

pada

kulit,

somatik dalarn, dan daerah

viseral

Karena letaknya yang berbeda-beda inilah, nyeri yang timbul juga memiliki sensasi yang berbeda-m2L'2z

Nosiceptor

kulit

berasal dari

kulit

dan subkutan, nyeri yang berasal dari drenah

ini

biasanya mudah

untuk

dilokalisasi dan diterangkan. Reseptor

kulit

n4'.El

dalam dua komponen yaitu reseptor

A

delta dan serabut

C.

Reseptor

A

ffi

merupakan serabut komponen

cepat

dengan kecepatan

tranmisi

6-30

acb/detik,

yang memungkinkan timbulnya nyeri tajam yang

juga

akan cepat

F

"g

rybila

penyebab

nyeri

dihilangkan.

Serabut

C

merupakan serabut

trymen

hmbd

dengan kecepatan tranmisi 0,5 meter/detik yang terdapat pada

H

yang lebih dalam, nyeri yang ditransmisikan biasanya bersifat tumpul dan
(27)

sdit

dilokalisasi. Struktur reseptor nyeri somatik dalam

meliputi

reseptor nyeri

y'ang terdapat pada tulang, pembuluh darah, syaraf,

otot

dan jaringan penyangga

lainnya. Karena struktur reseptornya komplelq nyeri yang timbul merupakan nyeri

5rang tumpul dan sulit dilokalisasi.ts'te'z2

Reseptor nyeri

jenis

ketiga adalah reseptor viseral, yang meliputi organ-organ viseral seperti jantung, hati, usus, gi4jal dan sebagainya. Nyeri yang timbul mda reseptor

ini

biasanya tidak sensitif terhadap pemotongan organ, tetapi sangat

srsitif

terhadap penekanan, i skem ia dan infl amasi. 1 e'20' 1

Meksnisme nyeri

pasca bedah diakibatkan karena adanya kerusakan jaringan

local

dengan disertai keluarnya bahan-2 yang merangsang rasa nyeri (algogenik substance) seperti; kalium dan ion Hydrogen, asam laktat, serotonin, bradykinin,

prostaglandin.

Inflamasi

perifer

menghasilkan prostaglandin dan berbagai

sitokin

yang menginduksi

COX-2

setempat

(local).

Selanjutrnya akan rensensitisasi nociceptor

perifer

yang ditandai dengan

timbulnya

rasa nyeri.

Sebagian

sitokin

melalui

aliran

darah sampai

ke

system syaraf

pusat

mingkatkan

kadar

interleukin-l

yang pada gilirannya menginduksi COX-2 di

datm

neuron otak.

Perubahan asam arakidonat meqiadi prostaglandin dengan bantuan enzim

$aooxygpnase (COX) dapat dihambat dengan pemberian

AINS

(anti-inflamasi

neoiQ

yang

juga

dikenal

sebagai

'Cox-inhibitor".

Pembentukan

trmd€lildin

dapat ditingkatkan

oleh

bradikinin

dan

interleukin-I.

Diperifer,

;@hUa qd

m€regsang reseptor EPI yang meningkatkan sensasi nyeri

dr rc*pr

EFf

yag

menrrunkm

ssasi

nyeri.

Namun prostaglandin yang

&fl.

dhi

&iuad

COX-2

b€rperan dalam percepatan transmisi

nyeri

di
(28)

s)'araf perifer dan

di

otak, terutama dalam peran sentralnya memodulasi nyeri hiperalgesia dan alodinia.

Oleh

karena kejadian

nyeri

inflamasi bukan hanya berkaitan dengan peningkatan produksi prostaglandin

oleh

aktivitas COX-2,

AINS yang

ideal

hendaklah

lebih

nyata

menghambat

aktivitas

COX-2

dan

juga

mampu menghambat

aktivitas

mediator-mediator

inflamasi

laiirnya seperti bradikinin, hisfamine dan interleukirl serta mampu masuk ke cairan serebrospinal.

29.

Pengukuran nyeri

Ada tiga

tipe

pengukuran

nyeri yaitu

self-report, observational, dan pangukuran fi siologis.2o'23

Self-report me,asure merupakan pengukuran yang seringkali melibatkan gurilaian nyeri pada beberapa jenis skala metrik. Seorang penderita diminta untuk menilai sendiri rasa nyeri yang dirasakan, apakah nyeri yang berat, sedang, atau

trrang.

Penggunaan

buku harian

merupakan

cara

lain

untuk

memperoleh

ffirmasi

baru tentang nyeri, misalnya terus menerus, menetap atau kronik. Cara

hi

sangat membantu untuk mengukur pengaruh nyeri terhadap kehidupan pasien

trsbrn

Penilaian terhadap intensitas

nyeri,

kondisi psikis dan emosional atau

'

r

afektif

nyeri

juga

dapat dicatat. Self-report dianggap sebagai standar

m

urtuk

pngukuran

nyeri karena konsisten dalam pengukuran makna nyeri.

@

termasuk dalam self-report measure adalah skala pengukuran nyeri seperti

VtS

(rrcrbal

rding

rcale), NRS $ftrrrerieal

Rning

kale) dan

VAS

(ursacl

*se

scate\

rz|P

(29)

Observational measure

atau

pengukuran secara observasi

ini

adalah

met&

lain

pengukuran

nyeri.

Observational measure biasanya mengandalkan

seorang terapis untuk mencapai kesempurnaan pengukuran dari berbagai aspek pengalaman

nyeri, dan

biasanya

berkaitan

dengan

tingkah laku

penderita. Pengukuran

ini

relatif

mahal karena membutuhkan waktu observasi yang

lam4

namun mungkin kurang sensitif terhadap komponen subyektif dan

afektif

dari rJrcri. Yang termasuk dalam pengukuran

ini

adalah pengukuran

tingkah

laku,

f,ngsi,

Range of motion (ROM), dan lain-lain.2t'2324

Perubahan fisiologis dapat digunakan sebagai pengukuran tidak langsung

@a

nyeri

akuf

tetapi respon biologis pada nyeri akut dapat distabilkan dalam beberapa

waktu

karena

tubuh

dapat

berusaha memulihkan homeostatisnya. Scbagai contoh, pernapasan atau denyut nadi mungkin menunjukkan beberapa

perubahan yang kecil pada awal migrain

jika

terjadi serangan yang tiba-tiba dan

k€nas- Tetapi beberapa waktu kemudian perubahan tersebut akan kembali sebelum

nigrain

tersebut menetap sekalipun migrainnya berlangsung lama. Pengukuran trsiologis berguna ketika pengukuran secara observasi lebih sulit dilakukan. Yang

Ermasuk

dalam

pengukuran

fisiologis adalah

pemeriksaan

denyut

nadi, pernapasan, dll.2o 2t 22

2.lO.

Jenis-jenis pengukuftrn nyeri

Pangukuran

nyeri

(

Self

report

)

terdiri dari

pengukuran komponen

sqrft

(intsnsitas

nyeri) dan

pengukuran komponen

afektif

(toleransi nyeri).

b

pengulunan kompooen

sensorik

terdapat

tiga

metode

yang

umumnya
(30)

'%.on[-q

unfitk memeriksa intensitas nyeri

yaitu

Verbal Rating Scale (VRS), Nrmerical Rating Scale (NRS) danVisualAnalogue Scala (VAS), .2023'24

l.

Verbal Rating Scale (VRS)

VRS adalah alat ukur yang menggunakan kata sifat untuk menggambarkan

hvel

intensitas nyeri yang berbeda, berkisar dari'no

pain'sampai

oextreme pain' (nyeri hebat).

VRS

merupakan alat pemeriksaan yang

etbktif

untuk memeriksa imensitas nyeri, yang biasanya diskor dengan membedkan angka pada setiap kata

sifat

sesuai dengan

tingkat

intensitas

nyerinya.

sebagai

contoh,

dengan

menggunakan skala 5-point yaitu tidak ada nyeri dengan skore.'0", ringan dengan

skore

"1",

sedang dengan skore

"2",

berat dengan

skor'03",

dan sangat berat dengan skore '04". Angka tersebut berkaitan dengan kata sifat dalam

vRS,

yang kemudian digunakan

untuk

memberikan

skor untuk

intensitas

nyeri.

vRS

m€mpunyai

keterbatasan

dalam

penerapan, beberapa

di

antarunya adalah

tetidakmampuan pasien menghubungkan

kata

sifat

yang cocok

untuk

level

irtensitas nyerinya,

dan

ketidakmampuan

pasien

yang buta

huruf

untuk memahami kata sifat yang digunakan.2t2a

2. Nnmerical Rating Scale (NRS)

0l

tiE

qi

7?

lhi*t-

t5s

Irtld&

7'

&!d

tir4

,10

tq;ri

hdl&lj. l*al*rt

NRS adalah alat ukur yang meminta pasien untuk menilai rasa nyeri sesuai

tlF

lerel

intensitas nyeri pada skala numerar dari 0

-

l0

atau 0

-

100. Angka 0
(31)

bcrarti tanpa nyeri dan

l0

atau 100 berarti sangat berat

Dengan skala NRS_lOl

dan skala NRS-I

I

point, dokter/terapis dapat memperoleh data dasar yang berarti

yang kemudian digunakan pada setiap pengobatan berikutnya untuk memonitor

apakah terj ad i kemaj uan. 23'2a

3. Visual Analogue Scala (VAS)

VAS

adalah alat

ukur

lainnya yang digunakan untuk memeriksa intensitas

nyeri

dan

secara khusus

melipufi

garis

10-15

cm,

yang

setiap ujungnya ditandai dengan level intensitas nyeri (ujung

kiri

diberi tanda .tanpa nyeri'

dan

ujung kanan diberi tanda

'nyeri

hebat'. Pasien diminta untuk memberi tanda

disepanjang

garis

tersebut sesuai dengan

rever

intensitas

nyeri

yang

dirasakannya. Kemudian diukur

jarak

dari batas

kiri

sampai pada tanda yang

diberikan pasien dalam

mm, dan itulah skor

yang

menunjukkan level intensitas

nyed.

Skor tersebut selanjutnya dicatat untuk melihat kemajuan pengobatan/terapi selanjuhrya. Secara potensial,

VAS

lebih sensitif terhadap intensitas nyeri daripada pengukuran lainnya seperti VRS skala 5-point karena responnya yang lebih terbatas.2s'2a

Ada

beberapa keterbatasan

dari

vAS

yaitu

pada

beberapa pasien &rrnsrsrrJna

oftrng

tua

akan

mengalami

kesulitan

merespon

gxafik

vAS

flEafiEk-a

dengan skala verbal nyeri

(vRS)

(Jensen

et.al, 19g6; Kremer et.al,

fiil|f,

B€be.qa

pasien mungkin sulit untuk menilai nyerinya pada

vAS

karena

rki

sry*

H

(32)

*rt

sulit

memahami

skala

VAS,

sehingga

supervisi

yang

teliti

dari

dobr/terapis

diperlukan untuk meminimalkan kemungkinan kesalahan (Jensen

et.al,

1986). Dengan demikian,

jika

memilih

VAS

sebagai

alat ukur

maka penjelasan yang akurat terhadap pasien dan perhatian yang serius terhadap skor

VAS adalah hal yang vital (Jensen

&

Karoly, 1992).2t22'23'23

KEUNTUNGAN

VAS

(

Rohmat Saputro Wibowo )

.

VAS merupakan metode pengukuran intensitas nyeriyang sensitif, murah

dan mudah dibuat

.

VAS lebih sensitif dan lebih akurat dalam mengukur nyeri dibandingkan

dengan pengukuran deskriptif

.

Mempunyai korelasi yang baik dengan pengukuran yang lain

.

VAS dapat diaplikasikan pada semua pasien, tidak terganhrng bahasa

bahkan dapat digunakan pada anak-anak di atas usia 5 tahun

.

VAS dapat digunakan untuk mengukur semua jenis nyeri

KEKURANGAN VAS

VAS

memerlukan pengukuran yang

teliti

untuk

memberikan penilaian,

psien

harus hadir saat dilakukan pengukuran, s€rta secara visual dan

kognitif

mampu melakukan pengukuran. VAS sangat bergantung pada pemahaman pasien

terhadap

alat ukur

tersebut. Sehingga edukasi

/

penjelasan terapis

/

pengukur Entang VAS terhadap pasien sangat dibutuhkan.
(33)

BAB

III

KERANGKA KOI{SEPTUAL

DA}I }IIPOTE$A

PENELITIAN

3-1. Kerangka Konseptual

Nyeri

t

u

Hipotesa Penelitian

lb

:

Tidak

terdapat perbedaan

nyeri

bermakna antara herniorrhaphy secara

Lichtenstein dan Trabucco pada pasien hernia inguinalis

mr

:

Terdapat

perbedaan

nyeri

bermakna

antara

herniorrhaphy

secara

Lichtenstein dan Tabucco pada pasien he.rnia inguinalis

@

v

ffi

I

ujungsyaraf

I

t

Prostaglandin Bradikinin

sitokin

As. Laktat

J

Histamin Potasium Serotonin

Reaksi local Jaringan

(34)

BAB

IV

HETODOLOGT PE]IELITTAN

i

li

l,l-

Jcnis Penelitian

Jenis

penelitian

ini

adalah

Cohort Study

prospektif

dengan

ddingkan

ram

nyeri pasca operasi herniorrhaphy

menurut

Lichtenstein

frgl

Trabucco.

taktu

dan Tempat

Penelitian

Penelitian dilakukan selama

lima

bulan. Pasien yang telah

di

diagnosa

, H

inguinalis lateralis dipersiapkan untuk operasi elektif. Operasi dilakukan di

\

&

G

ltf*-Itd-

Jamil Padang.

E

$

p

i'

l,L

Subyek penelitian

Subyek penelitian

terdiri

dari

pasien

yang telah

didiagnosa hernia

F

*,D-".lateralis

dan memenuhi kriteria inklusi.

ti.

$

llt-

lCiteria inklusi

dan

eksklusi

,a4[.f - Kriteria inklusi

l-

Pasien adalah laki-laki dengan umur >18 tahun

L

Fasien telah di diagnosa hernia inguinalis lateralis reponibilis

3-

Fasien menyetujui tindakan herniorrhaphy menurut Lichtenstein atau

Trahrcco.

ll

+

nrsknmengerti dan mernahami carapenilaian Visual Analogue Scale

i

(35)

5-

Fasien menandatangani surat persetujuan keikutsertaan dalam penelitian

ini setelah diberikan penjelasan.

1-1 -2- Kriteria eksklusi

l.

Pasien menolak dilakukannya tindakan pembedahan.

2.

Pasien hemia inguinalis lateralis inkarserata/strangulata

3.

Hemia

residif

4.

Pasien dengan penyakit diabetes melitus.

5-

Adanya kontra indikasi untuk dilakukan herniorrhaphy

6-

Pasien tidak memahami cara penilaian visual Analogue scale

7.

Menolak menandatangani persetujuan tindakan.

{5.

Pemilihan

dan

Jumlah

sampel

Pemilihan sampel dilakukan secara Simple Random Sampling pada pasien

HEmia inguinalis lateralis. Jumlah sampel yang akan

diteliti

adalah sebanyak 30

rang;

15 orang Hernionhaphy secara Lichtenstein dan 15 orang secara Tmbucco.

Rumus sampel

n:(Zalpha

+Zbeta)2

cara

perhitungan sampel dan alasan penentuan

jumlah

sampel adalah

ftqgrn

menghitung perbedaan rata-rata kelompok pada analisis dua arah dengan

.hha

o05

dan beta 0,20, sehingga diperoleh

n

:

(z

arpha

+

z

beta)2:

1.96 +

o$5)2

:8

dengan tingkat kebebasan 7. Faktor perubahan n adalah

(7+3)/(7+l):

135, sdringga sampel yang dibutuhkan 8

x

1,25

:

t0

pasangan.

untuk

antisipasi

fu

m follow up', kami menggunakan 15 orang untuk masing-masing kelompok.

fficl,

R'GD dan Torrie, JH, Principles and Procedures of Statistics,

A

Biom'etrical

qpd.

h

Second Edition, MacGraw-Hill Book Company, New

yorlq

l9g0)
(36)

t: &

f

i

t

It

t:

h

t'

1,6-

Alur Penelitian

Analisa data

|..I-

Felaksanean Ponelitian

Masing-masing penderita menjalani penilaian intensitas nyeri

(VAS)

pada

br

isian yang telah disiapkan dengan garis sepanjang lOcm

,

dan kemudian

mdai

intensitas

nyeri yang

dirasakannya pada graris

tadi,

penilaian

j'rga

f,**rn

pada komplil€si akut yang timbul pasca operasi.

ffihdoperasi

(0)

:

penderita immobilisasi.

O

Prdahari

I.

O

Fada hari

II.

O

P.dahariIII

penderita mobilisasi.

penderita jalan.

penderita pulang

ii

$o

{,:

@

Ada

hari

WI

sewakfu kontrol

hdr

bari

)ilV

apakah penderita zudah dapat melakukan alitifitas harian seperti biasa

Persiapan Operasi

Elektif

Visual Analog Scale (VAS) Visual Analog Scale

(VAS)

(37)

Saiappenderita tetap diberikan analgetik oral ( asam mefenamat ).

{.L

ltefriisi

operasional

Hernia inguinalis

Lateralis

:

adalah hernia dengan peno4jolan

isi

hernia

melalui

anulus dan inguinalis

Hernia

reponibilis:

nlrlah

dimana isi hemia dapat keluar masuk dari kantong hernia Hernia

irreponibilis:

dalah

isi

bemia

yang

menetap

dalam kantong

hernia

dan

nenimbulkan

nyeri.

Taik

l{erniorrhaphy

yang

dilakukan

:

zt"lah

herniorrhaphy metode Lichtenstein dan Trabucco.

kanalis tidak a t,, i J I fi hr $ lr !r fr H. F h

k

Pcrdidikan:

Adalah jenjang pendidikan yang telah

dilalui

penderita seperti

SD,

SLTP, S[,TA5 D3, Sarjana.

I^ur

operasi :

A&lah

Lamanya

waktu

yang digunakan

mulai dari insisi

sampai selesai

llrrci

I*xitps

Nyeri

:

Adthh

rasa nyeri subjektive yang dirasakan pada hari

ke-I,

ke-2, ke-3 dan

bol

poli

klinik

(38)

latsa

data

Ih

yang akan

didapatkan

dari

penelitian

ini

akan diolah

dengan

EEiErlrrat€n

komputerisasi, dan dilakukan pengujian uji statistik parametric.

Etika

Penelitian.

Karena memakai pasien untuk penelitian

ini

maka pasien diperlakukan trryak dan diberi penjelasan yang sebenarnya dan dapat dimengerti oleh &rsebut. Setiap pasien

yang

memenuhi

kriteria inklusi

akan

dimintai imnnya secara tertulis untuk ikut dalam penelitian

ini

dan meminta ethical

dari komite etik RS

M

Djamil Padang.
(39)

BAB

V

HASTL

PEHELITIAH

Telah

dilakukan

penelitian

cohort

study

prospektif

dengan

mernbandingkan

intensitas

nyeri

pasca operasi

herniorrhaphy

menurut Lictrtenstein dengan Trabucco.

pada

bulan Februari

-

juni

2010

di

RSUp Dr. ilt-Djamil Padang.

Pada Penelitian

ini

didapatkan sebanyak

30

orang

sebagai sample,

frgra

sebanyak

15

orang

menggunakan

tehnik herniorrhaphy

secara

riehtenstein,dan sebanyak 15

orang

herniorrhaphy secara Trabucco. Kemudian

'mil.'rkan

penilaian intensitas

nyeri

pasien pasca operasi hemiorraphy dengan

mggunakan

pengukuran Visual Analog Scale

(

VAS

)

pada hari pertam4 hari

rM4

hari ketiga dan saat control setelah dilakukan pasca herniorrhaphy.

Data yang didapat diolah secara komputerisasi dan dilakukan

uji

statistic

nrctric

( chi square

& t

test) dengan derjat kepercayaan F>0,05 dan disajikan

&n

bentuk tabel. Dari penelitian didapatkan hasil sebagai berikut :

[-

Tlhk

terdapat perbedaan yang bermakna dalam distribusi pendidikan pasien

frfri

square

:1,333; P0,05)

dan dalam distribusi pekerjaan pasien (chi square

:

l.l2l;

F0,05)

antara pasien yang menjalani operasi secara Lichten$ein dan

w:'ra

Trabucco, sebagai mana terlihat pada Tabel

l.

dan Tabel 2.
(40)

Pcndidikan

Herniorrhaphy

Total

Lichtenstein

Trabucco SD - SLTP

SLTA/> 7 8 8 7 15

l5

, Total:

l5

15 30

TId

l-

Distribusi

pendidikan pasien

Trh€|2.

Chi square

:

1,333, P > 0,05

Distribusi

pekerjaan pasien

Buruh

&

tani

Swasta

&

pegawai

56

109

l3

l9

Total 15

l5

30

Chi square

=

l,l2l,

P > 0,05

?- f,lisrribusi usia pasien yang menjalani operasi Lichtenstein (59.1

+

14.8) tahun

dan operasi Trabucco (60.3

t

12.6) tahun juga tidak memiliki perbedaan yang bermakna

(t:

0.239;

P:

0.813) seperti terlihat pada Tabel 3.

Hcl3.

Distribusi

usia pasien

Umur'

Herniorrhaphy

Total

20

-29

30-39

40

-49

50-59

ffi-69

m

-79

I I 7 4 9 7

Titrl

l5

t5

3g

F = 0,813

(41)

fi

i

3-

Terdapat perbedaan yang bermakna dalam lama

waktu

pelaksanaan operasi

secara Lichtenstein (65.0

t

12.4)

menit dan operasi secara Trabucco (52.0 +

12.4) menit (Tabel 4), dengan nilai t = 2.g76 dan p = 0.00g

Thbel4.

Lama pelaksanaan operasi pada pasien

h

{. eh

intensitas nyeri pada hari pertama setelah operasi (Tabel 5) tidak berbeda

I

n-{l}

dan operasi Trabucco (5.56

+

0.94).

skala

intensitas nyeri pada hari

ffir

st€lah

operasi

(tabel

6)iuga tidak berbeda secara bermakna

(t:1,299;

?:

o2o5

)

antara operasi Lichtenstein (3.79

t

1.35) dan operasi Trabucco

rfiIf,tO59).

0

-

9 menit

l0 -

19 menit 20 -29 menit 30 - 39 menit 40 - 49 menit

50 - 59 menit 60 - 69 menit 70 -79 menit 80 - 89 menit 90 - 99 menit

I

2 6 4

I

I

2 4 2 5 2 J 5 4

ll

6 1 I

t:2.876

dan

P:

0.008
(42)

md

5- rntensitas nyeri pada

hari

pertama setelah operasi pada pasien

Intensitas nyeri pada

hari

kedua setelah operasi pada pasien

t:1,722; P:0.096

t:1299;

P = 0205
(43)

5. skala intensitas nyeri pada hari ketiga setelah operasi (Tabel 7)

memiliki

perbedaan secara bermakna

( t

:3,198;

P

:

0.003

)

antara operasi Lichtenstein

Q.0g

+

1.21)

dan

operasi Trabucco

(0.95

+

0.65).

Skala intensitas

nyeri

pada

hari

kontrol (hari ke-7)

setelah operasi

(Tabel

8) kernbali tidak berbeda secara bermakna (

t:3,034;

P = 0.005 ) antara operasi Lichtenstein (0.5610.65) dan operasi Trabucco (0.05

t

0.99).

t:3,198;

P = 0.003

0.0 - 0.9

1.0 - 1.9

2.0

-2.9

3.0 - 3.9 4.0 - 4.9 5.0 - 5.9 6.0 - 6.9 7.0

-7.9

8.0 - 8.9

38

46

41

3-

t-ll

l0

5

3

I

(44)

Tebel 8. Intensitas nyeri pada

waktu kontrol

ulang peda pasien

0.0 - 0.9

1.0

-

1.9

2.0

-2.g

3.0 - 3.9 4.0

-

4-9 5.0 - 5.9 6.0 - 6.9

l

7.O

-7-9

i I

8.0

-

8.e

I

t2

15

2

t

t-27

2

I

t=3,034:

P:0.005

[xdapat

semua

dari

kedua tehnik herniorraphy Lichtenstein dan Trabucco

dTat

melakukan aktivitas atau kegiatan harian pada hari

ke

14 dan juga pada

ian tidak ditemukan komplikasi pasca operasi seperti hematom, seroma

infeksi.

(45)

BAB

VI

PEMBAHA$AI*

Hernia merupakan suatu penonjolan abnormal melewati suatu dinding

ngga

yang terbuka atau

dinding yang

lemah

Hernia

pada

dinding

perut

penyakit

yang

sering dijumpai

dan

memerlukan

tindakan

r2,3

Herniomhaphy adalah suatu

tindakan

bedah

untuk

therapy definitive hemia. Banyak tehnik herniorhaphy yang ditemukan mulai dari Bassini,

vay,

shouldice ( non tension free hemiorrhaphy

)

sampai tehnik tension free

seperti Lichtenstein

dan

Trabucco.

Herniorhaphy

secara

adalah hernioraphy yang menggunakan mesh prostetik nonrigit dan diiahitkan

ke

co4ioin

tendon

dan

ligamentum inguinare- sedangkan

y

menurut Trabucco menggunakan

mesh

yang

rigit

dan

tanpa

jahitan. Adanya perbedaan perlakuan dari tehnik Lichtenstein dan yang dapat menimbulkan rasa nyeri atau intensitas nyeri yang berbeda

penderita pasca operasi herrniorhaphy

.

Menurut Bonica (1990), biasanya

F

de nyeri akut rata-rata 1,5 hari

(l-3

hari).6

Dari

hasil penelitian diketahui derajat pendidikan penderita hernia yang

te

Rs Dr.

M.

Djamil

hampir merata

(

perbedaan yang tidak bermakna )

Giap

jenjang pendidikan, demikian

juga

dengan usia dan pekerjaannya

l-3)- Fattor

-

faktor yang mempengaruhi nyeri post operasi adalah usia m' pekerjaan dan pendidikantn32- Dengan didapatkan pendidikan, usia

*tsr

Srurg

tidak

berbeda pada penelitian

ini,

diharapkan faktor-faktor
(46)

tqg

mempengaruhi intensitas

nyeri

pasien selain

dari

kedua

tehnik

operasi

bmia

( Lichtenstein dzur Trabucco

)

ini dapat disingkirkan.

Iama

operasi

t€knik

Trabucco

lebih

singkat, secara statistik memiliki

pUaan

bermakna dibanding lama operasi teknik Lichtenstein (tabel4). Hal

ini

bjatdi

karena pada teknik Trabucco tidak dilakukan penjahitan mesh sementara

6de

Lichtenstein membutuhkan

waktu untuk

melakukan penjahitan Mesh,

iggn

dapat menambah lama waktu operasi.

Komplikasi operasi hernia dapat berupa cedera vena femoralis, nervus neryus

iliofemoralis, duktus

deferens,

atau

buli-buli.

Nervus inalis harus dipertahankan sejak dipisahkan karena

jika

tidak, maka dapat

nyeri pada jaringan parut setelah jahitan dibuka. 13' ta' 15

pasca herniorhaphy juga disebut "inguinodynia" yang biasanya disebabkan

fterusakan saraf,

jepitan

saraf oleh jaringan parut,

mesh atau jahitan, misplace mesho mesh yang mengeras (meshoma),

infeksi,

rekurensi

i;

penyempitan cincin inguinal di sekitar korda spermatika" dan periostitis.rT

Dileksnisme

nyeri

pasca bedah diakibatkan karena adanya kerusakan

local

dengan disertai keluarnya bahan-Z yang merangsang rasa nyeri substance) seperti; kalium dan ion Hydrogen, asam

laltat

serotonin,

hin,

prostaglandin.

Inflamasi

perifer

menghasilkan prostaglandin dan

il sitokin

yang menginduksi

COX-2

setempat

(local).

Selanjutnya akan

isaqi nociceptor

perifer yang

ditandai dengan timbulnya rasa nyeri.

lm

sitokin

melalui

aliran

darah sampai

ke

system syaraf

pusat

idH*4

kadar

interleukin-l

yang pada gilirannya menginduksi COX-2

di

smomk.

(47)

Pada penelitian

ini

terlihat intensitas

nyeri

pada tehnik trabucco lebih dimana hari pertama intensitas nyerinya (5.56

+

0.94) hari kedua (3.30 +

dan

hari

ketiga

(0.05

t

0.99)

sementara Lichtenstein mendapatkan nyerinya hari pertama (6.31

*

1.41) hari kedua(3.79

+

1.35) hari ketiga

+

1.21)

.

Setelah dilakukan

uji

statistic didapatkan hasil perbedaan yang

bwmakna pada intensitas nyeri pada hari pertama dan kedua (Tabel 5 dan 6).

i

pada hari ketiga terdapat perbedaan bermakna penumnan intensitas nyeri

Trabucco

dan

teknik

Lichtenstein.

(

table

z

).

pada

pasca operasi

terjadi

reaksi inflamasi, dimana

terjadi

pengeluaran histamine,

citokin,

yang

nantinya

akan

merangsang

nociseptor

dan

pasien merasakan nyeri . Pada penelitian

ini

intensitas nyeri pada

lebih

rendah dibandingkan Lichtenstein.

Hal

ini

terjadi karena pada

menggunakan

jahitan

pada

Mesh,

sehingga

jahitan

ini

dapat kerusakan

jaringan

(

nekrosis

jaringan

)

yang lebih

banyak dengan

tehnik

Trabucco, sehingga dapat memperpanjang masa

Fada penelitian

Albiner

(2003) yang

menilai nyeri

pada hemiorraphy Lichtenstein dan shauldice, intensitas nyeri terus meningkat sampai hari

mt

penderita melakukan

mobilisasi (berjalan)

baik

pada

kelompok

maupun

kelompok

Shouldice.2t

Schrenk

(1996)

mendapatkan

Lensitas

nyeri hanya pada hari pertama sela4iutnya pada hari ke 2, 3,

'q,

h

3()

tidak

dijumpai

perbedaan

yang

bermakna.

Hal

ini

semakin

bffisatmsion

free herniorraphy memang mengurangi keluhan nyeri
(48)

namun tidak terbukti secara statistik teknik tension frec mana yang dalam mengurangi nyeri pasca operasi.26

Erda penelitian

ini

didapatkan intensitas nyeri yang tidak bermakna pada

(

tabel 8

).

Masa inflamasi pada luka berlangsung sampai

hari

5

,

da

saat control hari ke-7 post

op

pasien tidak lagi merasakan nyeri .

H

fiakibatkan masa penyembuhan luka telah memasuki masa proliferasi nyeri berkurang atau menghilang.

&rnua

penderita

dari

kedua kelompok pada

hari

ke-14

sudah dapat

alcivitas sehari-hari. EIal

ini

disebabkan pada

hari

ke-7 saat control adanya rasa nyeri yang akan membatasi aktivitas atau kegiatan Kondisi

ini

sesuai dengan didapatkan oleh Albiner dimana nyeri post secara Lichtenstein dapat melakukan aktivitasnya dalan 14 hari.

&mdran

adarrya

komplikasi

pasca

operasi Herniorhaphy

secara

h

aaupun

secara Trabucco dalam penelitian

ini

seperti hematoma" dan residif . Menurut literature bahwa komplikasi yang ditimbulkan Tension free herniorhaphy sangat minimal .62s'26
(49)

BAB

KESIMPULAN

?.1.

Kesimpulan

Dari penelitian ini didapatkan hasil :

vtt

DAH

SARAI{

l-

Teknik

Trabucco

membutuhkan

wakru

yang

lebih

singkat

dibandingkan dengan teknik Lichtenstein.

2.

Didapat

perbedaan bermakna intensitas

nyeri

pada

hari

ke-3

dimana intensitas nyeri trabucco rebih rendah

dari

Lichtenstein.

3.

Didapat perbedaan tidak bermakna intensitas

nyeri

pada hari

ke-l

hari ke-2 dan control pada kedua tehnik.

4-

semua

penderita sudah dapat melakukan

aktivitas

sehari-hari

dalam 2 minggu.

Perlu penelitian lebih lanjut dengan sampel yang lebih besar. untuk operasi mendapatkan nyeri pasca operasi yang minimar dan

lama waktu

operasi

yang singkat

sebaiknya

dipakai

tehnik Trabucco.

Perlunya penelitian lebih lanjut untuk mengetahui komplikasi nyeri

kronik

pasca operasi

herniorraphy

teknik

Lichtenstein

dan

Trabrcco

S€bagai data dasar untuk penelitian selanjutnya

l.

2.

3.

(50)

4.

DAFTAR

PUSTAI(A

l.

Wantz G.E

:

Abdominal

Wall

Hernias,

in

Principles

of

Surgery ed

6

th, Toronto, Mc Graw

Hill,

1994

:

l5l7

40.

Schwartz. et al. Intisari prinsip-prinsip ilmu bedah. Ed. 6. Jakarta: penerbit buku kedokteran EGC, 2000.

Warko

I(

Ahmad

D,

editors. Dinding perut, hemia, retroperitoneum dan

omentum,

In:

Sjamsuhidayat R,

Wim

DJ, Buku

Ajar llmu

Bedah. Revisi

ed. Jakarta: EGC; 1998.p.700-10

Anon G, Indirect Inguinal

Herni4

Emerg Surg; Last up date August 15;

2AO7;91;947-52

Lichtenstein

IL.

Herniorrhaphy:

a

personal experience

with

6,321 cases.

Am J Surg 1987; 153: 553-9

Albiner

Simarmata. Perbandingan

Nyeri

Pasca Hemioplasty Shouldice

dengan Lichtenstein. Bedah FK. USU. 2003

Sabiston. Buku ajar bedah (Essentials

of

surgery. Bagian

2,

cetakan

I

:

Jakarta" penerbit buku kedokteran EGC. 1994.

f"

George

EW,

Abdominal

Wall

Hernias.

In:

Schwar@

Tom

S, Frank CS,

editors. Principles

of

Surgery.

7nd

ed. New

York

McGraw-Hill;

1999.p.1585-611

tt-

Swartz

MH.

Buku

Ajar

Diagnostik

Fisik.

Alih

Bahasa

:

Lukmanto P,

L{aulany R.F, Tambajong J. Jakarta: EGC, 1995. pp. 276-8

0fi-C-anong W.F. Review

of

Medicine Physiology. 17

to"d.

Sun Fransisco :

Appleton and Lange Inc, 1995

:

130

-

40.

0 L Abrahamson J. Hernias. In Maingot's Abdominal operations, 2002. Zinner

ilfJ,

Schwartz

S Ellis H,

editors.

10th.

Vol.l.

Appleton& hnge,Singap orel997 ;l 4: 479-5 80

@-Standalakis J.E., Skandalakis P.N., Skandalakis LJ. Surgical Anatomy and

Technique, New York, Springer

-

Verley 1995

:

123

-203.

lM- Soetamto

W

Puruhito, Setiono

B,

editors. Pedoman

Teknik

Operasi. rrabaya: Airlangga University; 200 I.p.89-98

f,"

(51)

14- Mcintosh

A,

Hutchinson

A,

Rob€rts

A

ct.l-

Evillene$ased

management

of groin hernia in primary carc.

oltrj $rg2m0;

17:412417.

15. E.E. Trabucco, A.F. Trabucco.

Tensfo*Ecr,

$nlreless,

Preshaped Mesh Hernioplasty. Nihus and Condons,

f

sdilfun, PhildctFhia 2002;

l-8

16. Nienhuijs

SW,

Staal JS,Keemers4el

f,{E,

Rmm

C,

Stobbe

LI.

Pain

After

Open

Preperitoneal

Repair

v€nils

Licfrmein

Repair

:

A

Randomized

Trial

World

Journal

of

Sqgery- Journal

of

the

American Collegeof Surgeon, 2007 ; 32:17 5

l-7

17.

Post

Herniorrhaphy

Pain

Syndrome.

Nor&

Penn

Hernia

Institute. www.nphernia.com akses 28 Desember 2009

[t-

Nienhuijs SW, Boelens OB, Stobbe LJ. Pain

After

Anterior Mesh Hemia Repair. Journal of the American Col legeof Srryeon, 2005; 200:885-9

19- Tamsuri,

A.

(2007). Konsep dan penatalaksanaan

ryeri- lakana:

EGC-Hlm

1-63

I!ll-

Price

DD,

Bush

FM,

Long

5,

Harkins

SW.

A

comparison

of

pain mqsurement characteristics

of

mechanical

visual

analogue and simple numerical rating scales. Pain 1994;56:217-26

a

,

J"k*tu:

EGC hal : 87.

I $

!

M-*'ewers

M.E.

&

Lowe

N.K.

(1990)

A

critical

review

of

visual analogue

],

sles

in the measurement of clinical phenomena. Research in Nursing and

*

llealth

13,227+236.

tf-Cmrpbell

WT,

Lewis

S.

Visual

Analogue Measurement

of

Pain.

Uster

MdJ

1990; 59: 149-54

0A

R-Rollino,R Pagell4R Maimone, Experience

with

the Trabucco

tension-['c

srnrless Hernioplasty: Hernia : New

York,

Springer

-

Verley 2000 :

!fi}-29r.

U"GCmpnlli

et al, Open suturless tension-free repair for primary inguinal

Lrrria

Hmnia : New York, Springer

-

Verley 1999

:

l2l

-

124.
(52)

tf

l,r

,t

0,t

Drort

?ldrk

rdr

n

I

,2 2.9 1,7 0,2

Drort

Tldrk rde

LTA Swmtr 40 6,4 3,1 1.1 0.2 Daoat Tldak ada

{t

SLTP Tanl 75 4.4 2.9 2.1 0.3 Dapat Tldak ada

rittrln

70 8D Tanl 60 6.8 3.7 0.8 0.2 Dapat Tidak ada

L

T=

un$u!!

lhhn.t.ln

c679 SLTASD Tanlpens, PNS 6070 6.36.1 3.53.3 J.O1,5 0.70 DaoatDaoat Tidak Tidak adaada

T, ,lohtrnrtrln 62 SLTP PNS 65 6.9 3.9 2 0.5 Daoat Tidak ada

l,

a7.tt{4

Llohtrnrtcln 6g SD PNS 80 8.6 4.9 3.8 1.5 Daoat Tidak ada

'10,

tt.t2{c

Llohtanatcln BO D3 Guru SLTA 65 7.5 5.7 4.5 2 Daoat Tidak ada

11, c7.26.36 Llchtcnetoln 59 SLTA Buruh 60 4.1 0.5 0.3 0 Dapat Tidak ada

12. 69.1 5.03 Llchtensteln 37 SD Buruh 70 7.7 4.9 2.4 1.7 Daoat Tidak ada

13, 69.08.74 Llchtenstein 43 SLTA PNS 60 4.9 2.6 0.8 0 Dapat Tidak ada

14. 69-8241 Lichtenstein 78

sl

Swasta 90 7.5 5.2 2.1 0.6 Daoat Tidak ada

15. 67-96-11 Lichtenstein 64 SLTA pens. PNS 75 7.3 4.6 1.5 o.2 Daoat Tidak ada

1, 68-65-18 Trabucco 75 SD Buruh 60 4.5 3.4 0.7 0 Dapat Tidak ada

2. 68-00-77 Trabucco 73 SLTA Pens. PNS 45 4.6 2.7 0,5 0 Daoat Tidak ada

3. 69-14-03 Trabucco 47 SLTA Swasta 40 3.7 2.1 0.3 0 Dapat Tidak ada

4. 69-00-90 Trabucco 76 SD Pens" PNS 70 6.1 3.1 2.1 0.3 Dapat Tidak ada

5. 21-04-21 Trabucco 53 S1 PNS 60 5.7 3.8 1.6 0.2 Dapat Tidak ada

6, 69-0541 Trabucco 49 SD Tani 55 7.2 4.2 1.5 0.2 Dapat Tidak ada

7. 69-19-86 Trabucco 66 SD Tani 30 5.3 4 1.2 0 Dapat Tidak ada

8. 69-32-51 Trabucco 52 SLTA Swasta 60 6.1 3.4 0.3 0 Dapat Tidak ada

o 69€7-28 Trabucco 52 SLTA Swasta 50

6.5 3.7 1.5 0 Dapat Tidak ada

10. 69-68-78 Trabucco 73 SD Tani 60 4.4 2.3 0.6 0 Dapat Tidak ada

11. 69-38-21 Trabucco 67 SD Swasta 70 6.2 3.8 1.6 0 Dapat Tidak ada

12. 69-58-34 Trabucco 47 SLTP Buruh 35 6.3 3.2 0,1 0 Dapat Tidak ada

13. 6941-72 Trabucco 48 SLTA PNS 40 5.8 3.2 0.1 0 Dapat Tidak ada

14. 69-92-20 Trabucco 79 SLTP Tani 60 5.2 3.1 4.7 0 Dapat Tidak ada

(53)

NYERI PASCA OPERASI HERNIORRHAPHY

SEGARA LICHTENSTEIN

DENGAN

TRABUCCO

----..,....

lturnia

lnguinalis Lateralis Reponibilis

/

tneponibilis,

:

Lichtenstein

/

Trabucco

:

Spinal/

General

Fyeri hari

ke-

I

L1reri

hari

ke-

7

(

kontrol poli

klinik)

llyeri

hari

ke-

2

(54)

Persetuiuan

untrk

mengiladi

pcnerurr

'Perbandingan nyeri

pasca operasi

tten*ortapny

secara

Lichbnsfiein

dengan

Trabueo-tangan dibauah

ini

,

dengan

sesungguhnya

telah mernberikan

PERSETUJUAN

yang berjudul

"

Perbandingan

nyeri

Fsca

Gambar

Tabel l.Distribusi Pendidikan Pasien. ZB
Gambar 2. Hernia Ingunalis secara skematis
Gambar 3. Tehnik llcrniorrhephy Lichtenstein

Referensi

Dokumen terkait

Sebagaimanadimaklumibersamabahwa para pelaksana Penelitian Unggulan Strategis Nasional, Penelitian Strategis Nasional, Penelitian Hibah Kompetensi, Penelitian Kerjasama

Kriteria untuk menentukan tanah telah diterlantarkan, baik berdasarkan Hukum Adat, Hukum Islam, UUPA, PP No 36 Th 1998 maupun juga PP No 11 Th 2010 secara substansial adalah

Pada tahap ini peneliti menyiapkan semua hal yang berkaitan dengan penelitian. Penelitian ini menggunakan media gambar seri, jadi peneliti menyiapkan gambar seri yang

tetapi jika saudara- saudara seibu itu lebih dari seorang, Maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau

Sehingga bukanlah hal yang berlebihan jika umat Islam selalu optimis bahwa betapa pun hebat perkembangan transaksi kontemporer di era globalisasi akan selalu dapat diikuti

Representative is a kind of speech act which refers to the things the speakers believe, the type of the expressions in this class are describing,

Sehingga terdapat perbedaan pada penelitian ini dan berdasarkan perhitungan statistika yang peroleh berarti bahwa tes akhir (post-test) lebih baik dari tes awal (pre- test)

Pada penelitian akan menerapkan logika fuzzy metode Tsukamoto dalam mencari penjurusan yang tepat pada siswa di SMA.. Keuntungan penggunaan logika fuzzy adalah dapat