• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Diferensial Mengenai Spiritual Well-Being pada Dewasa Madya Laki-Laki dan Perempuan di Kota Bandung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Diferensial Mengenai Spiritual Well-Being pada Dewasa Madya Laki-Laki dan Perempuan di Kota Bandung."

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

viii Universitas Kristen Maranatha

Abstrak

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan Spiritual Well-Being pada dewasa madya laki-laki dan perempuan di kota Bandung. Responden dalam penelitian ini adalah dewasa madya laki-laki dan perempuan di kota Bandung yang menikah atau pernah menikah dan memiliki anak yang minimal sudah berkuliah. Responden yang didapat adalah sebanyak 102 orang.

Spiritual Well-Being diukur menggunakan Spiritual Well-Being Questionnaire yang dibuat oleh Fisher & Gomez (2003) yang telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dan dimodifikasi oleh peneliti dengan ditambahkan item. Alat ukur terdiri dari 20 item asli dan 20 item tambahan yang dibuat oleh peneliti. Dua kelompok yang terdiri dari dewasa madya laki-laki dan dewasa madya perempuan yang tinggal di kota Bandung dibandingkan dengan menggunakan uji Mann-Whitney dengan bantuan program SPSS v.23 for Windows.

Berdasarkan hasil pengolahan data secara statistik, Spiritual Well-Being pada dewasa madya laki-laki dan perempuan di kota Bandung tidak memiliki perbedaan signifikan (Asymp. Sig. = 0.286). Terdapat satu domain yang memiliki perbedaan signifikan antara dewasa madya laki-laki dan perempuan di kota Bandung, yaitu domain transcendental (Asymp. Sig. = 0,027). Sedangkan pada tiga domain lainnya yaitu, personal (Asymp. Sig. = 0,512), communal (Asymp. Sig. = 0,365), dan environmental (Asymp. Sig. = 0,510) tidak terdapat perbedaan yang signifikan.

Simpulan yang diperoleh adalah tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara dewasa madya laki-laki dan perempuan di kota Bandung. Sedangkan apabila ditinjau per domain, maka domain yang memiliki perbedaan signifikan adalah domain transcendental. Domain personal, communal, dan environmental tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Peneliti mengajukan saran untuk meneliti lebih lanjut mengenai Spiritual Well-Being pada sampel yang lebih spesifik dan mencaritahu penjelasan mengenai domain yang berbeda antara dewasa madya laki-laki dan perempuan, yaitu domain transcendental.

(2)

ix Universitas Kristen Maranatha

Abstract

This study was aimed to determine the difference of Spiritual Well-Being on middle adulthood men and women in Bandung. Respondents were middle adulthood men and women in Bandung who are or were married and have youngest child in college. Respondents gained were 102.

Spiritual Well-Being measured with Spiritual Well-Being Questionnaire by Fisher & Gomez (2003) which has been translated to Bahasa Indonesia and modified by researcher with 20 additional items. The questionnaire consists of 20 original items and 20 additional items. Middle adulthood men and women in Bandung were compared using Mann Whitney Test on SPSS v. 23 for Windows.

Based on statistical calculation, there is no significant difference on Spiritual Well-Being in Middle Adulthood Men and Women in Bandung (Asymp. Sig. = 0.286). There is only one domain with significant difference, transcendental domain (Asymp. Sig. = 0,027), and the rest domains, personal (Asymp. Sig. = 0,512), communal (Asymp. Sig. = 0,365), and environmental (Asymp. Sig. = 0,510) have no significant difference.

Conclusion from this study is there is no significant difference on Spiritual Well-Being in middle adulthood men and women in Bandung. Determine each domains, there is significant difference on transcendental domain and no significant difference on personal, communal, and environmental domains. Researcher suggest to explore Spiritual Well-Being on specific sample and explore more on transcendental domain which has difference between middle adulthood men and women.

(3)

x Universitas Kristen Maranatha DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN…. ... ii

LEMBAR ORISINALITAS… ... iii

LEMBAR PERNYATAAN PUBLIKASI ... iv

KATA PENGANTAR… ... v

ABSTRAK… ... viii

ABSTRACT ... ix

DAFTAR ISI… ... x

DAFTAR BAGAN… ... xiv

DAFTAR TABEL… ... xv

DAFTAR LAMPIRAN… ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Identifikasi Masalah ... 9

1.3. Maksud dan Tujuan ... 9

1.4. Kegunaan Penelitian ... 9

1.4.1 Kegunaan Teoritis ... 9

1.4.2 Kegunaan Praktis ... 10

1.5. Kerangka Pikir ... 10

1.6. Asumsi Penelitian ... 16

1.7. Hipotesis Penelitian ... 16

(4)

xi Universitas Kristen Maranatha

2.1 Spiritual Well-Being ... 17

2.1.1 Pengertian Spiritual Well-Being ... 17

2.1.2 Domain-domain Spiritual Well-Being ... 19

2.1.3 Manfaat Spiritual Well-Being ... 21

2.2 Dewasa Madya ... 22

2.2.1 Pengertian Dewasa Madya….. ... 22

2.2.2 Perkembangan Fisik dan Kognitif ... 22

2.2.3 Perkembangan Sosioemosional ... 23

2.2.4 Meaning in Life ... 25

2.3 Spiritualitas pada Dewasa Madya ... 25

2.4 Spiritualitas dan Gender………. ... 26

2.4 Spiritual Well-Being dan Gender ... 27

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 29

3.1 Rancangan Penelitian ... 29

3.2 Bagan Rancangan Penelitian ... 30

3.3Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 30

3.4Alat Ukur ... 32

3.4.1 Alat Ukur Spiritual Well-Being ... 32

3.4.2 Kisi-Kisi Alat Ukur ... 32

3.4.3 Sistem Penilaian ... 33

3.4.4 Data Pribadi dan Data Penunjang ... 35

3.4.5 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 35

(5)

xii Universitas Kristen Maranatha

3.4.5.2 Reliabilitas Alat Ukur ... 36

3.5Populasi dan Teknik Penarikan Sampel ... 37

3.5.1 Populasi Sasaran ... 37

3.5.2 Karakteristik Populasi ... 37

3.5.3 Teknik Penarikan Sampel ... 38

3.6Teknik Analisis Data ... 38

3.7Hipotesis Statistik ... 39

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 41

4.1Gambaran Responden ... 41

4.2Hasil Penelitian ... 43

4.2.1 Uji Hipotesis Penelitian ... 43

4.2.2 Hasil Uji Statistik Antara Data Sosiodemografis dan Spiritual Well-Being ... 46

4.2.2.1Usia dan Spiritual Well-Being ... 46

4.2.2.2Usia dan Domain Personal ... 47

4.2.2.3Usia dan Domain Communal ... 47

4.2.2.4Usia dan Domain Environmental ... 48

4.2.2.5Usia dan Domain Transcendental ... 48

4.2.2.6Status Marital dan Spiritual Well-Being ... 49

4.2.2.7Pekerjaan dan Spiritual Well-Being ... 50

4.3 Pembahasan... 50

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 56

(6)

xiii Universitas Kristen Maranatha

5.2Saran ... 57

5.2.1 Saran Teoretis ... 57

5.2.2 Saran Praktis ... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 59

(7)

xiv Universitas Kristen Maranatha DAFTAR BAGAN

(8)

xv Universitas Kristen Maranatha DAFTAR TABEL

1. Tabel 3.1. Item Asli Alat Ukur Spiritual Well Being Questionnaire ... 33

2. Tabel 3.2. Item Tambahan dari Peneliti ... 33

3. Tabel 3.3. Bobot Kuesioner Spiritual Well-Being ... 34

4. Tabel 4.1. Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 41

5. Tabel 4.2. Gambaran Responden Berdasarkan Status Marital ... 42

6. Tabel 4.3. Gambaran Responden Berdasarkan Pekerjaan ... 42

7. Tabel 4.4. Hasil Pengolahan Data Spiritual Well-Being ... 43

8. Tabel 4.5. Hasil Pengolahan Data Domain Personal ... 43

9. Tabel 4.6. Hasil Pengolahan Data Domain Communal ... 44

10.Tabel 4.7. Hasil Pengolahan Data Domain Environmental ... 45

11.Tabel 4.8. Hasil Pengolahan Data Domain Transcendental ... 45

12.Tabel 4.9. Hasil Pengolahan Data Hubungan Usia dan Spiritual Well-Being ... 46

13.Tabel 4.10. Hasil Pengolahan Data Hubungan Usia dan Domain Personal ... 47

14.Tabel 4.11. Hasil Pengolahan Data Hubungan Usia dan Domain Communal ... 47

15.Tabel 4.12. Hasil Pengolahan Data Hubungan Usia dan Domain Environmental ... 48

(9)

xvi Universitas Kristen Maranatha 17.Tabel 4.14 Hasil Pengolahan Data Hubungan

Status Marital dan Spiritual Well-Being ... 49 18.Tabel 4.15. Hasil Pengolahan Data Hubungan

(10)

xvii Universitas Kristen Maranatha DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I KISI – KISI ALAT UKUR L-1

Lampiran 1.1 Kisi – kisi Alat Ukur Spiritual Well-Being L-2 Lampiran II KATA PENGANTAR, INFORMED CONSENT & KUESIONER L-6 Lampiran 2.1 Kata Pengantar dan Informed Consent L-7

Lampiran 2.2 Data Pribadi L-8

Lampiran 2.3 Kuesioner L-9

Lampiran III VALIDITAS DAN RELIABILITAS ALAT UKUR L-12 Lampiran 3.1 Validitas Alat Ukur L-13 Lampiran 3.2 Reliabilitas Alat Ukur L-15

Lampiran IV DATA RESPONDEN L-17

Lampiran 4.1 Data Pribadi Responden L-18 Lampiran 4.2 Hasil Kuesioner Spiritual Well-Being L-23

Lampiran V HASIL PENGOLAHAN DATA L-28

Lampiran 5.1 Gambaran Responden L-29

(11)

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Menurut Santrock (2012), masa dewasa madya adalah masa yang dimulai ketika seorang memasuki usia 40-45 tahun hingga 60-65 tahun. Menurut seorang ahli life span, Gilbert Brim (1992) dalam Santrock (2012) menyatakan bahwa middle

adulthood atau dewasa madya adalah masa yang penuh perubahan dan konflik. Masa

dewasa madya disebutkan sebagai sebuah masa yang unik karena terjadinya loss and gain balance pada masa tersebut. Losses and gains terjadi seimbang baik pada aspek

biologis maupun sosiokultural, seperti pendidikan, karier, dan relationship (Willis & Schaie, 2005 dalam Santrock, 2012).

(12)

2

Universitas Kristen Maranatha perubahan kognitif pada dewasa madya mencakup adanya penurunan pada memori dan intelektual.

Perubahan pada aspek sosial juga muncul pada seseorang ketika memasuki masa dewasa madya. Misalnya saja, perhatian dewasa madya mulai terbagi dua, yaitu kepada anaknya yang semakin besar dan kepada orang tuanya yang semakin tua. Usia dewasa madya biasanya sudah mulai menyesuaikan diri dengan melepas anaknya yang berkuliah atau yang sudah menikah dan mulai membagi waktu untuk mengurus orangtua yang sakit. Dalam pekerjaan, dewasa madya sudah berada dalam posisi puncak dan mendapatkan karier yang memuaskan. Mereka juga dihadapkan pada situasi-situasi seperti memersiapkan keadaan finansial untuk biaya kuliah anak, atau bersiap memasuki masa pensiun.

Dewasa madya juga mulai dihadapkan pada pencarian makna hidup atau meaning in life. Viktor Frankl (1984) dalam bukunya Man’s Search of Meaning

mengatakan bahwa dengan menyadari keterbatasan eksistensi seseorang sebagai manusia dan kesadaran akan adanya kematian memberikan suatu makna bagi hidup. Frankl (1984) juga menjelaskan bahwa manusia memiliki tiga most distinct qualities yaitu spirituality, freedom, dan responsibility. Melalui spiritualitas, seseorang dapat memertanyakan mengapa ia ada di dunia ini, apa yang diinginkan, dan apa makna hidupnya. Memasuki usia dewasa madya, banyak individu yang mulai mengevaluasi apa yang dipertanyakan Frankl dalam bukunya tersebut (Cohen, 2009 dalam Santrock, 2012).

(13)

3

Universitas Kristen Maranatha spiritualitas. Jung (1964 dalam Wink & Dillon, 2002) mengatakan bahwa memasuki usia midlife, individu cenderung mulai mengeksplorasi aspek spiritual dari dalam diri mereka. Sebelumnya, individu lebih sibuk mengurus hal lain seperti mengembangkan karier atau mengurus keluarga. Spiritualitas sendiri adalah produk dari maturational process yang muncul dalam adult life (Alexander et al. 1990; Sinnott, 1994).

Spiritualitas akan muncul dan dikembangkan oleh seseorang untuk menciptakan spiritual well-being.

Spiritual well-being menurut Canda (1988 dalam Velasco-Gonzalez & Rioux,

2013) adalah pencarian seseorang terhadap makna personal dan hubungan yang saling melengkapi dengan orang lain, lingkungan non-human, dan Tuhan. Spiritual well-being merujuk pada suatu keadaan dan perasaan yang positif, terhadap perilaku dan

kognisi, terhadap hubungan dengan diri sendiri dan orang lain, dan terhadap dimensi transenden. Keberadaan spiritual well-being melahirkan sense of identity pada diri seseorang, integritas, kepuasan, keindahan, cinta, rasa hormat, sikap positif, inner peace dan harmoni, serta target dan tujuan dalam hidup.

Menurut Gomez dan Fisher (2003), spiritual well-being memiliki empat domain. Pertama, domain personal, menjelaskan tentang hubungan seseorang dengan dirinya sendiri terkait tujuan dan nilai hidup. Kedua, domain communal, yaitu kualitas dan kedalaman hubungan seseorang dengan orang lain terkait moral, kultur, dan agama. Ketiga, domain environmental, yaitu kepedulian dan kepekaan terhadap lingkungan. Terakhir, domain transcendental, yaitu hubungan diri dengan sesuatu yang bersifat lebih tinggi, transenden, atau Tuhan.

(14)

4

Universitas Kristen Maranatha penting bagi dewasa madya. Spiritual well-being bisa menjadi penopang seseorang dalam menghadapi traumatic stress akibat traumatic stressor (Lee & Waters, 2003, dalam Bonet 2009). Oleh karena itu, adanya spiritual well-being pada dewasa madya berguna untuk menghadapi perubahan-perubahan besar dalam hidup yang mulai dialami. Dengan spiritual well-being, seseorang menyadari bahwa meskipun mereka memiliki masalah, stressors, dan tantangan, mereka tetap tidak akan terpengaruh oleh situasi.

Individu yang memiliki spiritual well-being tidak akan bingung mengenai tujuan hidupnya, sehingga kehidupan kesehariannya pun akan lebih tertata dan memiliki maksud yang jelas. Individu akan memperhatikan kesehatan tubuhnya karena menyadari bahwa kesehatan merupakan sebuah karunia yang harus dijaga. Spiritual well-being membuat seseorang berusaha membina hubungan yang baik

dengan keluarga, tetangga, bahkan masyarakat luas, misalnya saja, seseorang tidak akan ragu untuk menolong tetangganya jika terjadi sesuatu. Spiritual well-being yang dimiliki seseorang mendorongnya untuk menjaga lingkungan sekitar, contohnya seperti menjaga kebersihan di lingkungan rumah atau membiasakan diri tidak membuang sampah sembarangan karena menyadari bahwa dampaknya akan buruk bagi lingkungan. Kemudian, seseorang yang memiliki spiritual well-being akan merasa kecil dalam artian ia menyadari bahwa ada sesuatu yang lebih besar darinya dalam kehidupan ini. Hal tersebut akan tercermin dengan menunjukkan ketaatan beribadah jika seseorang itu memeluk suatu agama tertentu. Spiritual well-being membantu seseorang untuk menumbuhkan rasa syukur, rasa cinta, memaafkan, dan menghilangkan rasa takut akan kematian.

(15)

5

Universitas Kristen Maranatha bahwa memasuki usia dewasa madya, mereka memiliki lebih banyak waktu luang bagi diri sendiri, karena anak-anak sudah besar dan sudah sibuk dengan urusan masing-masing. Satu orang dewasa madya perempuan (20%) memiliki anak yang sudah menikah, sementara 40% lainnya memiliki anak yang masih berkuliah. Dengan kebebasan waktu yang dimiliki, individu dewasa madya bisa melakukan kegiatan lain yang sebelumnya jarang dilakukan. Misalnya, bisa menjalankan hobi membaca buku atau bersepeda, juga lebih bebas untuk melakukan pertemuan dengan teman-teman lama guna melakukan kegiatan bersama, dapat kembali aktif untuk reuni sebagai kegiatan yang berguna terutama untuk menjalankan silaturahmi dan memeroleh informasi tentang keadaan teman-teman lainnya, misalnya sakit dan membutuhkan biaya yang banyak untuk berobat. Biasanya jika ada teman yang kesusahan, akan berinisiatif mengumpulkan uang untuk membantu. Selain itu, kegiatan yang tidak kalah intensnya yang dilakukan adalah beribadah dan belajar lebih banyak tentang agama, sebagai bekal dalam menjalani hidup yang sudah tidak muda lagi. Sebelumnya, dewasa madya ini mengakui lebih fokus kepada urusan rumah tangga, pekerjaan, dan anak-anak.

(16)

teman-6

Universitas Kristen Maranatha teman seusianya sudah banyak yang mulai mendalami agama, misalnya dengan cara mendengarkan kajian di tempat ibadah.

Pola perkembangan spiritualitas itu bervariasi berdasarkan gender dan cohort (Wink & Dillon, 2002). Perempuan akan concern pada isu spiritualitas lebih cepat dibandingkan dengan laki-laki. Perempuan akan lebih fokus pada relationships, feelings, dan memahami orang lain, sementara itu laki-laki akan lebih fokus pada

objektivitas moral dan memisahkan perasaan personal mereka dalam berbagai macam situasi (Rich, 2012). Pada awalnya, Kellums (1995, dalam Hammermeister et. al., 2001) melakukan penelitian tentang perbedaan spiritual well-being pada mahasiswa laki-laki dan perempuan dan mendapatkan hasil bahwa efek gender sangat kecil. Namun, Hammermeister et al. (2001) melakukan penelitian lebih lanjut mengenai perbedaan spiritual well-being pada mahasiswa laki-laki dan perempuan. Dari penelitian tersebut didapatkan bahwa spiritual well-being pada perempuan lebih tinggi daripada pada laki-laki pada rata-rata usia 23 bagi mahasiswa laki-laki dan 22 bagi perempuan. Kedua penelitian di atas menggunakan Spiritual Well-Being Scale yang disusun oleh Ellison (1991). Hasil dari penelitian Hammermeister et. al. (2001) sejalan dengan isu religiusitas dimana kecenderungan religiusitas yang lebih tinggi terdapat pada perempuan dibandingkan pada laki-laki (Koenig et. al., 1988 dalam Hammermeister et. al., 2001). Penemuan dari penelitian ini mengungkapkan bahwa mahasiswa dengan gender laki-laki harus lebih memperhatikan kembali spiritual well-being-nya, karena spiritual well-being memiliki hubungan langsung dengan kesehatan

(17)

7

Universitas Kristen Maranatha Ada beberapa alasan yang menjadi dasar mengapa dilakukan penelitian yang membedakan spiritual well-being pada laki-laki dan perempuan. Pertama adalah karena spiritual well-being adalah area yang jarang disentuh, berbeda dengan religiusitas yang sudah diteliti berkali-kali dan umumnya memiliki hasil yang sama, yaitu religiusitas perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Partisipasi perempuan dalam kegiatan keagamaan yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki menjadi batu loncatan bagi perempuan untuk menumbuhkan spiritualitas (Burke, 1999 dalam Bryant, 2007). Kedua adalah perkembangan laki-laki dan perempuan pada dasarnya berbeda, ditinjau dari moral reasoning, cara-cara dalam mengetahui sesuatu, gaya attachment, emosi, dan pembentukan identitas (Bryant, 2007). Ketiga adalah adanya pola perkembangan spiritual yang berbeda antara laki-laki dan perempuan. Ochs (1983, dalam Bryant, 2007) mengatakan bahwa spiritualitas pada laki-laki dianggap sebagai sebuah proses pendewasaan yang berupa individuation, sementara spiritualitas pada perempuan berupa nurturing in a relationship. Randour (1987 dalam Bryant, 2007) kemudian menyatakan bahwa bukan berarti laki-laki tidak memiliki fokus terhadap relationship, hanya saja bentuknya berbeda dari perempuan. Laki-laki berhubungan dengan lingkungan sosialnya dengan menggunakan moral, sementara perempuan lebih pada sensitivitas, kepedulian, dan rasa tanggung jawab. Hal tersebut membuat spiritualitas antara laki-laki dan perempuan memiliki keunikannya masing-masing.

(18)

8

Universitas Kristen Maranatha jemaat yang menghadiri pengajian di Mesjid selalu lebih banyak perempuan dibandingkan laki-laki, padahal dalam agama Islam yang menjadi agama mayoritas di Indonesia, laki-laki dipandang sebagai imam sehingga selain bertanggung jawab dalam hal nafkah juga bertanggung jawab untuk mengajak keluarganya untuk beribadah. Bukan berarti dewasa madya laki-laki tidak memiliki concern dengan kehidupan keagamaan mereka, namun pada prakteknya di dalam kehidupan sehari-hari, perbedaannya jelas terlihat antara dewasa madya laki-laki dan perempuan, dimana perempuan lebih konkrit dalam pengekspresian spiritualnya. Peneliti berasumsi bahwa fenomena ini bisa mengarah pada lebih rendahnya spiritual well-being dewasa madya laki-laki dibandingkan dengan spiritual well-well-being pada dewasa

madya perempuan.

Melalui paparan di atas dapat dilihat bahwa spiritual well-being adalah komponen penting bagi dewasa madya dalam menjalani kehidupan dan menghadapi permasalahan yang muncul. Dengan mengetahui perbedaan spiritual well-being pada dewasa madya laki-laki dan perempuan maka akan menjadi informasi bagi dewasa madya dan dapat dijadikan bahan evaluasi diri dalam upaya meningkatkan spiritual well-being masing-masing.

(19)

9

Universitas Kristen Maranatha 1.2. Identifikasi Masalah

Dari penelitian ini ingin diketahui apakah terdapat perbedaan spiritual well-being antara dewasa madya laki-laki dan dewasa madya perempuan di Bandung.

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1. Maksud Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui spiritual well-being pada dewasa madya laki-laki dan perempuan di kota Bandung.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan spiritual well-being antara dewasa madya laki-laki dan perempuan di kota Bandung serta empat

domain spiritual well-being yaitu personal, communal, environmental, dan transcendental

1.4. Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoretis

 Memberikan informasi bagi ilmu psikologi yaitu ranah psikologi klinis

(20)

10

Universitas Kristen Maranatha spiritual well-being pada dewasa madya laki-laki dan perempuan,

termasuk perbedaan yang ditinjau dari empat domain spiritual well-being.

Memerkaya penelitian spiritual well-being yang masih terbatas pada

beberapa sampel, terutama di Indonesia.

 Memberikan masukan bagi peneliti lain yang berminat melakukan

penelitian lanjutan mengenai spiritual well-being.

1.4.2 Kegunaan Praktis

Memberikan informasi kepada dewasa madya mengenai spiritual

well-being dan manfaatnya dalam keseharian, serta perbedaannya pada

dewasa madya laki-laki dan perempuan. Diharapkan mereka dapat menggunakan informasi ini untuk meningkatkan atau mempertahankan kualitas pada domain-domain spiritual well-being berdasarkan evaluasi diri masing-masing dengan tujuan meningkatkan spiritual well-being.

1.5. Kerangka Pikir

Masa dewasa madya adalah masa yang dimulai ketika seorang memasuki usia 40-45 tahun hingga 60-65 tahun. Memasuki masa dewasa madya, seseorang akan mengalami midlife crisis. Brim (1976 dalam Santrock, 2012) mengkarakterisasikan midlife crisis sebagai

suatu “dislokasi” atau perubahan pada kepribadian dasar, perilaku yang termanifestasi dan

(21)

11

Universitas Kristen Maranatha seseorang memasuki masa dewasa madya. Perubahan-perubahan tersebut seperti perubahan dalam karier, persiapan pensiun, memasuki masa pensiun, atau yang terkait dengan keluarga seperti the empty nest, yaitu ketika suami dan istri kembali tinggal berdua karena anak-anak sudah menikah atau pergi meninggalkan rumah, misalnya untuk kuliah. Perubahan fisik dan masalah kesehatan yang mulai muncul adalah seperti ulit mulai keriput, rambut mulai memutih, dan tubuh pun tidak lagi sebugar dulu, gangguan penglihatan jarak dekat dapat muncul dan mulai kesulitan mendengar suara yang low pitched. Selain itu, mortality rates yang meningkat, terutama di kalangan rekan-rekan sebaya, membuat dewasa madya menyadari bahwa mereka mulai tua dan sebentar lagi akan meninggal.

Kesadaran terhadap keterbatasan atas eksistensi seseorang sebagai manusia akan mendorong seseorang untuk mencari meaning in life atau makna hidup (Frankl, 1984 dalam Santrock, 2012). Dewasa madya mulai mengevaluasi apa makna hidupnya. Ketika dihadapkan dengan midlife crisis yang berasal dari berbagai macam aspek kehidupan, menjadi mungkin bagi dewasa madya untuk kehilangan atau kebingungan terhadap tujuan dan makna hidupnya. Untuk mengatasinya, dewasa madya mulai mengalihkan diri pada spiritualitas. Jung (1964 dalam Wink & Dillon, 2012) mengatakan bahwa memasuki usia midlife, individu cenderung mulai mengeksplorasi aspek spiritual dari dalam diri mereka.

Spiritualitas membantu seseorang untuk menemukan makna hidupnya, mengetahui tujuan-tujuannya dalam hidup, sekaligus juga menjadi sebuah coping dari berbagai macam krisis yang dialami dalam keseharian.

(22)

12

Universitas Kristen Maranatha ketenangan dan melakukan introspeksi. Selain itu, ekspresi energi spiritual seseorang terhadap orang lain ditunjukkan dengan mencintai hubungan dengan orang lain, melayani orang lain, kegembiraan, tertawa, keterlibatan dalam pelayanan keagamaan, menjalani persahabatan dan aktivitas bersama dengan orang lain, menumbuhkan rasa haru, empati, forgiveness, dan hope (Kozier et al, 2004 dalam Young & Koopsen, 2005). Hal tersebut

dilakukan oleh seseorang untuk menciptakan spiritual well-being.

Spiritual well-being, menurut Canda (1988 dalam Velasco-Gonzalez & Rioux, 2013)

adalah pencarian seseorang terhadap makna personal dan hubungan yang saling melengkapi dengan orang lain, lingkungan non-human, dan untuk Tuhan. Menurut Gomez dan Fisher (2003), spiritual well-being memiliki empat domain. Pertama, domain personal, menjelaskan tentang hubungan seseorang dengan dirinya sendiri terkait tujuan dan nilai hidup. Pada domain ini, seseorang akan berusaha mengetahui siapa dirinya, memiliki kesadaran terhadap keadaan diri dan memelihara dirinya sendiri. Seseorang akan mulai olahraga atau melakukan diet agar menjaga penampilan tubuhnya, terutama pada perempuan. Pada laki-laki, pengekspresian domain ini misalnya mencoba mengeksplorasi kemampuan diri di dalam suatu bidang. Munculnya berbagai macam penyakit memasuki usia dewasa madya juga mendorong seseorang untuk lebih memperhatikan kesehatannya karena muncul kesadaran bahwa kesehatan itu aspek penting dalam kehidupan. Selain itu, seseorang akan berusaha untuk menemukan tujuan dan makna hidupnya, mendapatkan kesenangan dalam hidup dan memiliki ketenangan jiwa, meskipun hidupnya tidak terlepas dari permasalahan.

(23)

13

Universitas Kristen Maranatha domain communal dapat dengan jelas terlihat dari perilaku menyayangi orang lain, karena perempuan pada dasarnya lebih emosional daripada laki-laki. Laki-laki menunjukkan aspek ini dengan melakukan kegiatan yang bersifat membantu kepada sesama. Hal ini juga berlaku pada hubungan di dalam keluarga. Seorang suami akan menumbuhkan rasa cinta terhadap istrinya dan mengekspresikannya agar terjadi keharmonisan rumah tangga. Sebuah keluarga berusaha berkomunikasi dengan baik satu sama lain agar terjadi rasa saling mengerti antar anggota keluarga sekaligus juga menghindari kesalahpahaman yang akan memicu pertengkaran.

Ketiga, domain environmental, yaitu kepedulian dan kepekaan terhadap lingkungan. Seseorang akan menumbuhkan kepedulian terhadap lingkungannya. Ia juga akan memiliki koneksi dengan alam, merasa kagum dengan pemandangan alam yang indah, memiliki rasa bahwa ia juga merupakan bagian dari alam, merasakan adanya harmoni dengan lingkungan

sekitar dan merasa bahwa lingkungan alam merupakan sesuatu yang “magis”. Ada kesadaran

bahwa lingkungan adalah sesuatu yang harus dijaga, sama halnya seperti menjaga diri sendiri. Dalam perilaku, seseorang akan mematikan lampu yang tidak dibutuhkan untuk menghemat energi. Dalam bentuk lain, seseorang mungkin akan turut serta dalam sebuah gerakan atau lembaga untuk menunjukkan kepedulian terhadap lingkungan. Misalnya mengikuti organisasi WWF yang aktif melindungi hewan-hewan yang terancam punah atau aktif dalam gerakan pencegahan global warming. Untuk aspek ini, tindakan yang lebih aktif seperti melakukan kegiatan langsung mungkin akan lebih banyak dilakukan oleh laki-laki dibandingkan oleh perempuan.

Terakhir, domain transcendental, yaitu hubungan diri dengan sesuatu yang bersifat lebih tinggi, transenden, atau Tuhan. Aspek ini adalah aspek yang religius dari spiritual well-being. Bisa ditunjukkan oleh seseorang dengan mendekatkan diri pada Tuhan, mempelajari

(24)

14

Universitas Kristen Maranatha untuk agama Islam atau mengikuti Ibadah Minggu untuk agama Kristen. Terlepas dari agama, seseorang juga akan merasa bahwa dirinya kecil, sehingga tidak pantas untuk menyombongkan diri di dunia karena menyadari bahwa terdapat suatu zat yang lebih tinggi yang mengatur kehidupan di dunia. Seseorang juga akan membaca buku terkait agama, spiritual, atau melakukan sharing dengan teman-teman terkait dengan spiritual experience yang pernah dialami. Dilihat dari perbedaan gender, perempuan akan lebih fokus pada keterikatan emosional terhadap Tuhan, sementara laki-laki akan fokus terhadap judgment, terutama ketika aspek ini berkaitan dengan agama atau Tuhan.

Hammermeister et al. (2001) melakukan penelitian mengenai perbedaan spiritual well-being pada laki-laki dan perempuan. Dari penelitian tersebut didapatkan bahwa spiritual

well-being pada perempuan lebih tinggi daripada pada laki-laki. Sementara itu, penelitian

terhadap spiritual well-being sendiri masih sedikit terkait dengan perbedaan pada gender, terutama di Indonesia.

(25)

15

Universitas Kristen Maranatha Guna memperjelas uraian diatas, kerangka pemikiran dalam penelitian ini digambarkan sebagai berikut :

1.1.Bagan Kerangka Pikir Perempuan Dewasa

Madya di kota Bandung

Domain-domain spiritual well-being:

- Personal - Communal - Environmental - Transcedental Laki-laki Dewasa

Madya di kota Bandung

Spiritual Well-Being

Terdapat perbedaan

(26)

16

Universitas Kristen Maranatha 1.6. Asumsi

1. Spiritual well-being akan muncul dan berkembang pada masa dewasa madya. 2. Terdapat perbedaan spiritual well-being pada dewasa madya laki-laki dan

perempuan

3. Adanya perbedaan spiritual well-being dari dewasa madya laki-laki dan perempuan mengasumsikan bahwa ada pengaruh gender pada spiritual well-being 4. Dilihat dari penelitian sebelumnya, spiritual well-being diasumsikan akan lebih

tinggi pada dewasa madya perempuan dibandingkan pada dewasa madya laki-laki.

1.7. Hipotesis

Terdapat perbedaan spiritual well-being pada dewasa madya laki-laki dan

perempuan di kota Bandung.

- Terdapat perbedaan spiritual well-being domain personal pada dewasa madya laki-laki dan perempuan di kota Bandung.

- Terdapat perbedaan spiritual well-being domain communal pada dewasa madya laki-laki dan perempuan di kota Bandung.

- Terdapat perbedaan spiritual well-being domain environmental pada dewasa madya laki-laki dan perempuan di kota Bandung.

(27)

56 Universitas Kristen Maranatha BAB 5

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat ditarik kesimpulan bahwa:

- Tidak terdapat perbedaan spiritual well-being antara dewasa madya laki-laki dan perempuan di kota Bandung. Artinya, gender laki-laki dan perempuan tidak berhubungan dengan perkembangan spiritual well-being dan tidak menentukan adanya spiritual well-being yang lebih tinggi pada salah satu jenis kelamin.

(28)

57

Universitas Kristen Maranatha - Terdapat hubungan negatif antara usia dan spiritual well-being pada dewasa madya laki-laki dan perempuan. Artinya, meningkatnya usia berbanding terbalik dengan meningkatnya spiritual well-being.

- Terdapat hubungan negatif antara usia dan domain personal, communal, environmental, dan transcendental pada dewasa madya laki-laki. Artinya,

semakin tua usia dewasa madya laki-laki maka ada kemungkinan semakin rendah kualitas domain-domain spiritual well-being-nya.

- Tidak terdapat hubungan antara usia dan domain personal, communal, environmental, dan transcendental pada dewasa madya perempuan. Artinya,

perkembangan masing-masing domain spiritual well-being pada dewasa madya perempuan tidak dipengaruhi oleh usia.

- Tidak terdapat hubungan signifikan antara status marital dan spiritual well-being pada dewasa madya laki-laki dan perempuan. Artinya, social support dari pasangan tidak memengaruhi spiritual well-being.

- Tidak terdapat hubungan signifikan antara pekerjaan dan spiritual well-being pada dewasa madya laki-laki dan perempuan. Artinya, spiritual well-being tidak dipengaruhi oleh apakah individu tersebut bekerja atau tidak bekerja.

5.2 Saran

5.2.1 Saran Teoretis

(29)

58

Universitas Kristen Maranatha sampel yang dijadikan responden penelitian, misalnya mengkhususkan pada dewasa madya yang sudah pensiun, dewasa madya yang memiliki anak masih kecil sehingga masih sibuk dengan urusan mengasuh anak, atau dewasa madya yang tidak menikah. Selain itu data demografis juga harus diperkaya, salah satunya dengan menambahkan isian agama.

Peneliti juga menyarankan agar terdapat penelitian lebih lanjut mengenai domain spiritual well-being yang berbeda antara dewasa madya laki-laki dan perempuan, yaitu domain transcendental untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai domain tersebut.

5.2.2. Saran Praktis

Hasil penelitian ini dapat ditujukan sebagai bahan informasi untuk masyarakat, khususnya dewasa madya laki-laki dan perempuan mengenai spiritual well-being dan manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari serta perbedaannya ditinjau dari domain-domain spiritual well-being yang ada. Informasi dapat diberikan dalam bentuk artikel yang dipublikasikan dalam media yang mudah dijangkau oleh dewasa madya laki-laki dan perempuan, misalnya di dalam koran, majalah, atau dalam media resmi yang dapat diakses melalui internet.

Dewasa madya laki-laki dan perempuan dapat melakukan evaluasi diri terkait dengan domain-domain spiritual well-being yang terdiri dari domain personal, communal, environmental, dan transcendental. Dewasa madya dapat mengetahui

domain mana yang harus ditingkatkan dan dipertahankan guna mencapai spiritual well-being. Selain itu, melihat pada perbedaan yang ditemukan dalam domain

(30)

59

Universitas Kristen Maranatha bagi dewasa madya laki-laki untuk meningkatkan hubungannya dengan zat transenden, atau yang pada penelitian ini difokuskan sebagai Tuhan.

(31)

STUDI DIFERENSIAL MENGENAI SPIRITUAL WELL-BEING PADA

DEWASA MADYA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DI KOTA

BANDUNG

SKRIPSI

Diajukan Untuk Menempuh Sidang Sarjana pada Fakultas Psikologi

Universitas Kristen Maranatha

Oleh:

ANYA YUTHIKA YANAPUTRI

1130215

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

BANDUNG

(32)
(33)
(34)

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT. karena atas bantuan-Nya lah penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi yang telah disusun ini belum sempurna. Oleh karena itu, besar harapan peneliti kepada pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan penulisan penelitian ini.

Penyusunan skripsi ini tentunya tidak terlepas dari kesulitan. Namun, berkat bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak, saya dapat menyelesaikannya dengan lancar. Ucapan terima kasih saya sampaikan pada:

- Dr. Irene P. Edwina, M. Si, Psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

- Dr. Ria Wardani, M.Si, Psikolog selaku dosen pembimbing I dalam penyusunan skripsi ini

- Ira Adelina, M. Psi., Psikolog selaku dosen pembimbing II dalam penyusunan skripsi ini

- Dra. Endeh Azizah, M.Si, Psikolog selaku dosen wali, terima kasih atas bimbingannya dari awal hingga akhir perkuliahan.

- Tery Setiawan, M. Si dan Ni Luh Ayu V., M. Psi, Psikolog selaku pembahas seminar usulan penelitian yang telah memberikan banyak masukan.

(35)

vi

- Seluruh dosen Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha, terima kasih atas ilmu dan inspirasinya yang telah diberikan kepada saya selama ini.

- Yunani Rahmawati, S.H. dan Yana Suryana, S.H., orang tua saya yang selalu memberikan dukungan atas apapun yang saya lalui selama ini. Terima kasih atas doa yang tidak pernah putus, cinta, dan kasih sayangnya.

- Ariq Muhammad, adik saya yang selalu mendengarkan keluh kesah selama penyusunan laporan ini. Terima kasih juga atas dukungan dan companionship-nya. - Ricky Andrianto Putra, orang paling spesial untuk saya, terima kasih atas kasih

sayangnya dan dukungannya untuk selalu rajin mengerjakan skripsi ini.

- Rozaliana Rahmani dan Renata Ayundhari, dua sahabat saya semasa perkuliahan. Terima kasih atas persahabatan, dukungan, dan kasih sayangnya selama ini. Terima kasih sudah mendengarkan keluhan dan permasalahan selama pengerjaan serta telah menjadi teman diskusi dalam menyelesaikan skripsi ini.

- Sahabat-sahabat di Fakultas Psikologi UKM angkatan 2011, terutama Jonathan Andreanus, Christian Ryota, Elsa Anggraeni, Nuansa Audi, Rahadjeng Indreswari, Veronica Caesarosa, dan Catur Octowibowo. Terima kasih sudah menjadi teman berbagi selama perkuliahan.

- Teman-teman organisasi di Fakultas Psikologi UKM, terutam Divisi Acara Psychology Fair 2015 dan SKP 2015, terima kasih telah menjadi bagian dari kehidupan perkuliahan saya.

(36)

vii

- Serta semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu, terima kasih atas bantuan dan dukungannya baik langsung mau pun tidak langsung dalam penyusunan skripsi ini.

Peneliti menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam laporan ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman. Semoga laporan ini bermanfaat bagi pembaca dan semua pihak yang memerlukan.

Bandung, Juni 2016

(37)

59

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA

Atchley R. C., (1997). Everyday Mysticism: Spiritual Development in Later Adulthood. Journal of Adult Development, 4(2), 1068-0667

Bonet, Mariannette, (2009). The Impact of Spiritual Well-Being and Stressful Life

Experiences on Traumatic Stress. Seton Hall University Dissertations and Theses (ETDs). Paper 1600.

Bryant, Alyssa N., (2007). Gender Differences in Spiritual Development During College Years. Springer Science and Business Media. DOI 10.1007/s11199-007-9240-2

Fernando, M., & Chowdhury, R., (2010). The Relationship Between Spiritual Well-Being and Ethical Orientations in Decision Making: An Empirical Study with Business Executives in Australia. Journal of Business Ethics, 95 (2), 211-225.

Fisher J.W., (2010). Development and Application of a Spiritual Well-Being Questionnaire Called SHALOM. Religions, 1, 105-121.

Fisher J. W., & Brumley D., (2010). Nurses’ and Carers’ Spiritual Well-Being in The Workplace. Australian Journal of Advanced Nursing Volume 25 Number 4.

Gilligan, C. (1982). In A Different Voice: Psychological Theory and Women’s Development. Harvard University Press, Cambridge, Masschussets, pp. 24-39.

Gomez, R. & Fisher, J. (2003). Domains of Spiritual Well-Being and Development and Validation of the Spiritual Well-Being Questionnaire. Personality and Individual Differences, 35(8):1975-1991.

Gomez, R., & Fisher, J. W. (2005). Item Response Theory Analysis of The Spiritual Well-Being Questionnaire. Personality and Individual Differences, 38, 1107-1121

Graziano & Raulin. (2006). Research Methods: A Process of Inquiry. New York: Pearson Education.

Hammermeister, J., Flint, M., El-Alayli, A., Ridnour, H., & Peterson, M. (2005). Gender Differences in Spiritual Well-Being: Are Females More Spiritually-Well than Males? American Journal of Health Studies, 20(2), 80–84.

Johnstone et. al. (2015). Relationships Between Spiritual Beliefs and Health Outcomes for Individuals with Heterogeneous Medical Condition. Journal of Spirituality in Mental Health.

(38)

60

Universitas Kristen Maranatha Moberg, D., et al. (1971). Spiritual Well-Being: Background and Issues. Washington D.C.:

White House Conference on Aging.

Paloutzian, R. F., & Park C. L. (Eds.). (2005). Handbook of The Psychology of Religion and Spirituality. New York: The Guilford Press.

Rooyen & Beukes. (2009). Narrating Spiritual Well-Being in Relationship to Positive Psychology and Religion. Koers 74 (1&2), 23-42.

Rowold (2010). Effects of Spiritual Well-Being on Subsequent Happiness, Psychological Well-Being, and Stress, 35, 1975–1991.

Santrock, John W. (2012). Life-Span Development 14th Edition. New York: McGraw Hill. Van Rooyen, B. & R. B. I. Beukes. (2009). Narrating Spiritual Well-Being in Relationship to

Positive Psychology and Religion. Koers 74 (1 & 2) 2009: 23-42.

Velasco-Gonzalez L., & Rioux L. (2013). The Spiritual Well-Being of Elderly People: A Study of French Sample. Springer Journal Religion Health, 53. 1123-1137

Wagenseller J. P., (1998). Spiritual Renewal at Midlife. Journal of Religion and Health, 37(3) Wethington, E. (2000). Expecting Stress: American and the “Midlife Crisis”. Motivation and

Emotion, 24 (2), 0146-7239.

Wink P., & Dillon M., (2002). Spiritual Development Across the Adult Life Course: Findings from A Longitudinal Study. Journal of Adult Development, 9(1), 1068-0667.

(39)

61

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN

Laili, Latifatul (2014). Pengaruh Kesejahteraan Spirtual Terhadap Burnout pada Mahasiswa Pendidikan Dokter di Universitas Islam Indonesia Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.

http://www.publishresearch.com/publication/57, diakses pada Jumat 16 Oktober 2015

http://nationalgeographic.co.id/berita/2015/05/risiko-stroke-di-usia-produktif-semakin-meningkat, diakses pada hari Jumat, 23 Oktober 2015

Referensi

Dokumen terkait

Media Gambar Seri Untuk Meningkatkan Keterampilan Menulis Karangan Deskripsi Siswa Kelas IV SDN 1 Sengobugel Jepara ” disusun guna memenuhi salah satu syarat

Sistem yang telah berjalan di Puskesmas Kebonsari dihadapkan dengan beberapa permasalahan diantaranya, pencatatan dan penyimpanan data rekam medis pasien, pencatatan

pada game online selain dengan tingkat kebosanan siswa dalam mendapatkan pelajaran yang berupa materi dari guru, dulu nilai-nilai yang didapat cukup baik tetapi akhir-akhir ini

Reaktor elektrokoagulasi merupakan salah satu alternatif dalam pengolahan limbah cair pabrik kelapa sawit, dimana penggunaan reaktor ini lebih efisien dari segi waktu dan

cacat yang dihasilkan oleh metode dust press pada bagian proses 12304. berupa produk piring dan mangkok pada

Alhamdulillahi Rabbil Alaamiin, segala puji syukur tiada hentinya penulis haturkan kehadirat Allah swt yang Maha Pemberi petunjuk, anugerah dan nikmat yang diberikan-Nya sehingga

Segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan berkah, rahmat dan hidayah-Nya, serta memberikan kemudahan sehingga penulis dapat

BULLETIN OF CHEMICAL REACTION ENGINEERING & CATALYSIS (BCREC), Volume 4, Number 2, Year 2009 is an electronic journal as a media for communicating all research activities