1
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Kesehatan lingkungan ialah yang berhubungan dengan segala aspek fisika, kimia, serta biologis eksternal terhadap orang, dan seluruh aspek yang berkaitan dengan dampak terhadap perilaku. Hal tersebut meliputi penetapan serta pengendalian faktor-faktor lingkungan tersebut yang bisa berpotensi merugikan kesehatan.1 Perihal tersebut ditargetkan pada penangkalan penyakit dan menghasilkan lingkungan yang sehat dan tertuang pada PP No 66 Th 2014 pasal 1 yaitu kesehatan lingkungan ialah cara penangkalan penyakit ataupun kendala kesehatan dari aspek risiko lingkungan guna mewujudkan mutu lingkungan yang sehat, baik dari aspek fisika, kimia, biologi, ataupun sosial.2
Aspek pembangunan sanitasi mempunyai peranan yang berarti dalam mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat, sebab adanya kaitan antara pola hidup, kesehatan, keadaan lingkungan permukiman yang nyaman di kehidupan sehari-hari.3 Penurunan mutu lingkungan hidup terjadi peningkatan kejadian diare, sumber air untuk dikonsumsi yang tercemar, hingga timbulnya berbagai penyakit, merupakan efek negatif yang disebabkan dari buruknya keadaan dari sanitasi lingkungan.4 Dalam goals ke-6 SDGs, akses air bersih dan sanitasi yang layak yang merupakan salah satu target dalam Millenium Development Goals (MDGs) yang masih belum terpecahkan, khususnya di tempat terpencil harus dipandang sebagai kelompok yang harus diprioritaskan menerima bantuan untuk meningkatkan akses dan kesadaran mereka terkait sanitasi layak.5
Suatu kebiasaan manusia yang berdampak buruk dari sanitasi adalah masih banyaknya manusia yang Buang Air Besar (BAB) di mana saja, lalu berdampak ke bagian air yang juga dimanfaatkan untuk mencuci, mandi serta
kebutuhan kebersihan yang lain.6 Buang Air Besar Sembarangan (BABS) adalah perilaku yang tidak sehat, yaitu perilaku atau kebiasaan buang air besar sembarangan dilingkungan terbuka, misalnya di kebun atau sawah, sungai, tambak, pantai, atau diperkarangan rumah dengan membiarkan terjadinya pencemaran pada lingkungan yaitu tanah, udara, dan air sehingga dapat menimbulkan penyakit yaitu water-borne disease.7
Data World Health Organization dari tahun 2000-2020, kasus BABS terus menurun dari 1.229 juta menjadi 494 juta dengan rata-rata turun 37 juta orang pertahun. Meskipun di seluruh wilayah SDG’s mengalami penurunan, masih ada beberapa wilayah yang masih mengalami peningkatan serta lebih dari 5% penduduk yaitu di 55 negara masih melakukan BABS di tahun 2020, diantaranya 9 dari 10 orang di bagian asia tengah, selatan, serta afrika sub- sahara.8 Di Indonesia, Prevalensi BABS sebesar 8,44% di tahun 2018, lalu di tahun 2019 turun menjadi 7,27%, dan tahun 2020 sebesar 6.11%.9 Tetapi, World Health Organization tahun 2020 membuktikan Negara Indonesia merupakan wilayah yang penduduknya terbanyak kedua di dunia dengan buang air besar sembarangan (BABS). Dari sanitasi yang buruk menyebabkan kurang lebih 150.000 anak Indonesia meninggal setiap tahun akibat diare dan penyakit lain.10
Data pada profil kesehatan Provinsi Jambi tahun 2020 bahwa jumlah kabupaten atau kota yang telah stop buang air besar sembarangan ialah 593 dengan presentase 37,96%. Tanjung Jabung Timur merupakan daerah kedua dengan presentase tertinggi setelah Tanjung Jabung Barat yang menjadi jumlah kasus paling rendah angka Stop Buang Air Besar Sembarangan (SBS) dengan presentase 16,13%11 Menurut Kemenkes RI pada rencana aksi kegiatan penyehatan lingkungan tahun 2020-2024, persentase tersebut belum tercapainya target karena persentase desa atau keluarahan Stop BABS ialah penduduk desa atau kelurahan yang tidak melakukan lagi praktek buang air besar sembarangan.12
Data profil kesehatan Kabupaten Tanjung Jabung Timur tahun 2020, bahwa ada 93 desa/kelurahan yang berada di Kabupaten Tanjung Jabung Timur, tetapi hanya 16 desa yang SBS dengan presentasi 17.2%13 Berdasarkan data indikator kesehatan lingkungan, kesehatan kerja, dan kesehatan olah raga tahun 2020-2024, Persentase desa Stop Buang Air Besar Sembarangan (SBS) Tanjung Jabung Timur belum mencapai target yaitu dengan target sebesar 40%.
Hal tersebut menunjukkan kurangnya keberhasilan petugas puskesmas untuk memberikan pemicuan untuk masyarakat setempat.
Kecamatan Muara Sabak Timur menempati jumlah kasus BABS tertinggi pada tahun 2020 yaitu 2.729 KK dan persentase akses Jamban terendah yaitu 65.50%.22 Berdasarkan survey awal peneliti, masyarakat Kabupaten Tanjung Jabung Timur membangun rumah dengan tipe rumah panggung yang sebagian besar berada di sepanjang sungai atau pesisir pantai.
Kondisi alam yang berawa mengakibatkan adanya keterbatasan atau kendala.
Hasil survey pendahulu yang telah dilakukan terhadap penanggung jawab kesehatan lingkungan, diperoleh bahwa akses jamban tinggi di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Sabak Timur belum ada satupun desa yang Stop Buang Air Besar Sembarangan (SBS), sehingga tenaga kesehatan puskesmas tersebut terus mengupayakan penyuluhan terhadap masyarakat dengan intervensi pis-pk dan pemicuan STBM.
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Ronaldi, et al (2020) bahwa ada hubungan antara sikap dengan perilaku BABS.14 Hasil penelitian Alhidayat, et al (2017) pendidikan mempunyai hubungan dengan perilaku BABS.15 Zurni Seprina, et al (2020) menunjukkan ada hubungan antara pengetahuan pada masyarakat di Dusun Kenanga Desa Batang Duku Kabupaten Bengkalis.16 Menurut penelitian yang dilakukan Nissa Noor Annashr dan Iding Budiman (2019) bahwa status ekonomi memiliki hubungan yang signifikan dengan BABS.17
Perilaku masyarakat dalam BAB disebabkan oleh beberapa faktor, hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Amalinda Kris Wijayanti, et al (2016) bahwa faktor pekerjaan ada hubungan dengan perilaku buang air besar sembarangan.18 Faktor kepemilikkan jamban berpengaruh terhadap perilaku BABS didalam penelitian Febry Talakua, et al (2020).19 Faktor umur pun memiliki hubungan dengan perilaku BABS, terbukti di dalam penelitian yang dilakukan oleh Indah Yuni Astutik, et al (2021) bahwa hubungan antara umur responden dengan kebiasaan BABS menghasilkan nilai p-value sebesar 0,000.20 Menurut Alfan Aulia, et al (2021) bahwa hubungan ketersediaan air bersih dengan perilaku BABS ialah ada.21 Adapun hubungan peran petugas kesehatan dengan perilaku BABS yang dilakukan Kadek Nur Pita Sari dan I Wayan Sudiadnyana (2021) ialah hubungan yang kuat dengan nilai 0,000.22 dan Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Halenita Saliani, et al (2017) bahwa ada hubungan yang kuat juga antara peran tokoh masyarakat dengan praktek BAB.23
Diare merupakan gejala yang paling sering ditularkan melalui air akibat perilaku BABS. World Health Organization (WHO), mendefinisikan penyakit yang menggunakan air atau makanan sebagai media transmisi ialah penyakit yang ditimbulakan oleh mikroorganisme pada air dan makan yang telah terkontaminasi.24 Berdasarkan data Profil Kesehatan Kabupaten Tanjung Jabung Timur Tahun 2020 bahwa pada tahun 2016 terjadi peningkatan kasus diare dengan 26,8 per 1000 penduduk, lalu pada tahun 2017 adanya kasus penurunan menjadi 23,54 per 1000 penduduk, tahun 2018 mengalami peningkatan kasus menjadi 26,06 per 1000 penduduk kemudian menurun dengan tajam pada tahun 2019 menjadi 19,0 per 1000 penduduk, dan pada tahun 2020 kembali mengalami penurunan dengan angka kesakitan diare per 1000 penduduk sebesar 14,33.13 Kedudukan penyakit diare saat ini masih dalam 10 penyakit terbanyak terjadi di Wilayah puskesmas ataupun Rumah Sakit, walaupun dalam hal ini terjadi penurunan angka kesakitan diare. Pada
Kecamatan Muara Sabak Timur, salah satunya Wilayah Kerja Puskesmas Muara Sabak Timur yang memiliki jumlah penemuan kasus diare terbanyak yaitu sebanyak 405 kasus di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Sabak Timur.13
Karena latar belakang diatas, peneliti melakukan penelitian yang berjudul “Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Buang Air Besar Sembarangan (BABS) Setelah Pemicuan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Sabak Timur Tahun 2021”
1.2. Rumusan masalah
Dalam goals ke-6 SDGs, akses air bersih dan sanitasi yang layak yang merupakan salah satu target dalam Millenium Development Goals (MDGs) yang masih belum terpecahkan, khususnya di tempat terpencil harus dipandang sebagai kelompok yang harus diprioritaskan menerima bantuan untuk meningkatkan akses dan kesadaran mereka terkait sanitasi layak. Suatu kebiasaan manusia yang berdampak buruk dari sanitasi adalah masih banyaknya manusia yang Buang Air Besar Sembarangan (BABS). Berdasarkan data indikator kesehatan lingkungan, kesehatan kerja, dan kesehatan olah raga tahun 2020-2024, Persentase desa Stop Buang Air Besar Sembarangan (SBS) Tanjung Jabung Timur belum mencapai target yaitu dengan target sebesar 40%, sehingga peneliti merumuskan rumusan masalahpenelitian yaitu faktor yang berhubungan dengan perilaku Buang Air Besar Sembarangan (BABS) di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Sabak Timur tahun 2022
1.3. Tujuan penelitian 1.3.1. Tujuan umum
Menganalisis faktor-faktor yang hubungan dengan perilaku Buang Air Besar Sembarangan di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Sabak Timur.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi gambaran karakteristik (jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan) pada masyarakat di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Sabak Timur
2. Menganalisis hubungan sosial ekonomi dengan perilaku BABS di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Sabak Timur
3. Menganalisis hubungan tingkat pengetahuan dengan perilaku BABS di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Sabak Timur
4. Menganalisis hubungan kepemilikan jamban dengan perilaku BABS di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Sabak Timur
5. Menganalisis hubungan sikap dengan perilaku BABS di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Sabak Timur
6. Menganalisis hubungan ketersediaan air bersih dengan perilaku BABS di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Sabak Timur
7. Menganalisis hubungan peran tenaga kesehatan dengan perilaku BABS di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Sabak Timur
8. Menganalisis hubungan dukungan tokoh masyarakat dengan perilaku BABS di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Sabak Timur
1.4. Manfaat penelitian 1. Bagi Keilmuan
Ilmu pengetahuan dapat mengalami kemajuan dalam bidang ilmu kesehatan masyarakat khususnya tentang perilaku buang air besar sembarangan di masyarakat dan dijadikannya sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya.
2. Bagi Instansi
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan yang menyajikan informasi terkait faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku buang air besar sembarangan di Puskesmas Muara Sabak Timur dan pemerintah setempat
dan menjadi bahan acuan perbaikan program tersebut serta peningkatan kesehatan lingkungan di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Sabak Timur.