• Tidak ada hasil yang ditemukan

ADRESAT HUKUM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "ADRESAT HUKUM"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

ADRESAT HUKUM ADRESAT HUKUM i

ADRESAT HUKUM

Editor:

Sidik Sunaryo

Penerbit Universitas Muhammadiyah Malang

(2)

ADRESAT HUKUM ADRESAT HUKUM ii

ADRESAT HUKUM

Hak Cipta Dilindungi Undang-undang

 Penerbit Universitas Muhammadiyah Malang Cetakan Pertama, Februari 2023

xii + 337 hlm.; 16 cm x 23 cm ISBN 978-979-796-775-8 e-ISBN 978-979-796-776-5

Editor: Sidik Sunaryo

Penulis: Sidik Sunaryo, Adini Dwi Putri Marzukizan, Ahmad Romadhoni, Akhmad Iqbal Khafid Zakariya, Alafa Nidaul Khoir, Alfia Nur Aulia, Almira Sahfiri, Andika Wira Adi Pratama, Faisal Nur Rachman, Fills Prayoga B., Gusmat, Husni Mubarak,Ilma Lailia Yusvida, Intan Purnama, Muhammad Iqbal Al Machmudi, Jodi Zulkarnain Yahya, Muhammad Hendra Sukmanegara, Mubdi Darsi, Mustari Muhajirin, Novianti Pratiwi, Rizal Edwindraputra, Roni Versal, Rostina, Muh Shaciful Supardi, Sayed Khalid Shahzad, Wafa’ Zaenassa’dy, Yosca Angga Kusuma

Setting Layout: Andi Firmansah & AH. Riyantono

Penerbit Universitas Muhammadiyah Malang Jl. Raya Tlogomas No. 246 Malang 65144

Telepon: 0812 1612 6067, (0341) 464318 Psw. 140 Fax. (0341) 460435

E-mail: ummpress@gmail.com http://ummpress.umm.ac.id

Anggota IKAPI Nomor: 183/Anggota Luar Biasa/JTI/2017 Anggota APPTI Nomor: 002.061.1.10.2018

(3)

ADRESAT HUKUM ADRESAT HUKUM iii

Sanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014

tentang Hak Cipta

(1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah).

(2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

(3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

(4) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).

(4)

ADRESAT HUKUM ADRESAT HUKUM iv

(5)

ADRESAT HUKUM ADRESAT HUKUM v

v

PENGANTAR EDITOR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Bismillahirrohmanirrohiim

Buku ini kumpulan dari ide dan gagasan lepas dari diskusi perkuliahan Filsafat Ilmu dan Filsafat Hukum pada Prodi Magister Hukum Universitas Muhammadiyah Malang. Dalam setiap diskusi kelas, saya melontarkan pernyataan-pernyataan filosofis mengenai apa saja, untuk direspon oleh semua peserta secara bebas sesuai dengan interes dan pengalamanya masing-masing. Sebagai pendidik dikelas saya berusaha menjaga otoritas subyektif agar tersedia cukup ruang dan waktu bagi semua peserta untuk menyampaikan kehendak-kehendaknya.

Setelah diskusi dalam banyak hal dianggap cukup maka diberikan kesempatan kepada semua peserta untuk menuangkan kehendak dan pendapatnya dalam tulisan yang tidak berbatas jumlah halaman, namun berbatas pada kehendak masing-masing secara tuntas. Semua tulisan yang dibuat oleh peserta (contributor) agar menjadi penanda dan pengingat terhadap semua yang telah menjadi kehendaknya, kemudian diterbitkan dalam buku agar kelak para peserta masih mengingat bahwa mereka telah menuangkan kehendak bebasnya dan terhadap kehendak bebasnya tersebut mereka telah mengambil pilihan untuk mempersilahkan para pembaca mendebat dan mengkritisinya.

Semua tulisan kontributor tidak dilakukan perubahan perbaikan dalam bentuk apapun, tapi disajikan apa adanya yang sudah ditulis oleh para penulisnya, tidak saja untuk menjaga orisinalitasnya tetapi untuk memberikan pilihan dan tanggung jawab bagi para penulisnya terhadap apa yang sudah menjadi kehendaknya dalam perspektif khalayak. Kaidah ilmiah dalam penulisan sudah pula dijelaskan kepada para penulis untuk dipedomani sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Buku ini diberikan title ADRESAT HUKUM, sekedar memberikan gambaran arah terhadap makna tulisan yang sudah dibuat oleh masing- masing penulis. Title ADRESAT HUKUM menjadi penuntun bagi para pembaca untuk menemukan dan mengkritisi substansi isu hukum

(6)

ADRESAT HUKUM ADRESAT HUKUM vi

apapun yang ditulis oleh para penulis. Sebagai kumpulan kehendak bebas dari para penulis dalam buku ini, sudah barang tentu substansinya tidak cukup memberikan justifikasi secara utuh dari isu hukum yang dipilih oleh masing-masing kontributor dalam perspektif khalayak pembaca.

Namun tulisan dimaksud cukup menjadi justifikasi subyektif dari para penulisnya perihal isu hukum yang dikemukakan.

Terima kasih kepada semua penulis yang telah berkenan memberikan tulisannya untuk diterbitkan, dan penghargaan serta rasa terhormat kami kepada khalayak pembaca yang sudah meluangkan waktunya untuk memahami ide tulisan dalam buku ini. Sebuah buku tidak cukup memberikan pengetahuan baru, tetapi membaca sebuah buku bisa jadi menemukan ide dan gagasan baru untuk membangun hukum dengan paradigma baru.

Wassalamu’alaikum. Wr. Wb.

Malang, Desember 2022 Editor,

Sidik Sunaryo

(7)

ADRESAT HUKUM

ADRESAT HUKUM vii

DAFTAR ISI

Pengantar Editor ~ v Daftar Isi ~ vii Pendahuluan ~ xi

Bagian Pertama : Adresat Hukum ~ 3 Penulis : Sidik Sunaryo

Tindak Kejahatan Pencurian yang Dilakukan oleh Anak Dibawah Umur ~ 15 Penulis : Adini Dwi Putri Marzukizan

Dampak Aktivitas Pertambangan Pasir Di Lumajang Selatan Ditinjau Dari Sisi Keadilan Sosial ~ 25

Penulis : Ahmad Romadhoni

Telaah Perkawinan Beda Agama Berbasis Keadilan Di Indonesia ~ 33 Penulis : Akhmad Iqbal Khafid Zakariya

Dampak Penerapan Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) Di Indonesia Alafa ~ 40

Penulis : Alafa Nidaul Khoir

Bagian Kedua :

Prinsip Keadilan Dalam Sustainable Development Goals (SDGS) ~ 57 Penulis : Alfia Nur Aulia

Asas Keadilan Dalam Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 Tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing Di Indonesia ~ 67

Penulis : Almira Sahfiri

Politik Hukum Pembentukan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Dalam Asas Hal Ikhwal Kegentingan Yang Memaksa (Kajian Yuridis Normatif Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan) ~ 79

Penulis : Andika Wira Adi Pratama vii

(8)

ADRESAT HUKUM ADRESAT HUKUM viii

Justice For All Dalam Pemilihan Kepala Daerah Serentak Untuk Pasangan Calon Tunggal ~ 103

Penulis : Faisal Nur Rachman

Konsep Keadilan Hukum Di Indonesia ~ 111 Penulis : Fills Prayoga B.

Analisis (Keadilan) Konsep Hak Asasi Manusia Terhadap Kasus Meninggalnya Ratusan Suporter Arema Di Stadion Kanjuruhan ~ 123 Penulis : Gusmat

Meninjau Nilai Keadilan Dalam Positivisme Hukum ~ 127 Penulis : Husni Mubarak

Konsep Keadilan Justice For All ~ 139 Penulis : Ilma Lailia Yusvida

Keadilan Harus Ditegakkan Untuk Semua ~ 149 Penulis : Intan Purnama

Justice For All Berdasarkan Kasus Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal ~ 155

Penulis : Muhammad Iqbal Al Machmudi

Konsep Keadilan Dalam Hubungan Poligami Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Menurut Perspektif Filsafat Keadilan ~ 165

Penulis : Jodi Zulkarnain Yahya

Hak Uang Pesangon Uang Penghargaan Bagi Pekerja Pasca Diterbitkannya Undang – Undang No. 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja ~ 178

Penulis : Muhammad Hendra Sukmanegara

Teori Dan Konsep Restorative Justice dan Penerapannya pada Hukum Indonesia: sebuah Tinjauan ~ 195

Penulis : Mubdi Darsi

Keadilan Hukuman Bagi Pelaku Perzinaan : Perbandingan Hukum Islam, Hukum Di Indonesia dan Hukum Adat ~ 207

Penulis : Mustari Muhajirin

Analisis Permasalahan Transformasi Dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan Menjadi Undang-Undang Cipta Kerja ~ 217

Penulis : Novianti Pratiwi

(9)

ADRESAT HUKUM ADRESAT HUKUM ix

Konsep Keadilan Antara Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), Pemberi Layanan Kesehatan Dan Peserta Jaminan Kesehatan Nasional

~ 225

Penulis : Rizal Edwindraputra

Tinjauan Legal Standing Pemenuhan Tuntutan Keadilan Dalam Tragedi Kanjuruhan Kabupaten Malang ~ 249

Penulis : Roni Versal

Marxisme Dan Justice For All ~ 263 Penulis : Rostina

Penerapan Larangan Klausula Baku Dalam Transaksi Jual Beli Antara Pelaku Usaha Dan Konsumen ~ 275

Penulis : Muh Shaciful Supardi

Taliban’s Regulations About Women’s Work And Education Rights It Seems A Clear Discrimination Against Women’s Rights ~ 297

Penulis : Sayed Khalid Shahzad

Access Justice For All Terhadap Rakyat Miskin Korban KDRT ~ 315 Penulis : Wafa’ Zaenassa’dy

Analisa Perbandingan Aturan ~ 327 Penulis : Yosca Angga Kusuma

Indeks ~ 333 Glosarium ~ 335 Tentang Penulis ~ 337

(10)

ADRESAT HUKUM ADRESAT HUKUM x

(11)

ADRESAT HUKUM ADRESAT HUKUM xi

xi

PENDAHULUAN

Buku ini dihadirkan sebagai upaya untuk menegaskan bahwa tujuan hukum dibuat tidak bisa dipaksakan hanya sebagai pranata yang mengharuskan dan melarang (dringen rechts), tetapi hukum kadangkala hadir untuk mencerminkan kehendak pemangku kepentingan secara subyektif (absolut) dari pembuatnya. Kehendak absolut subyektif inilah yang seringkali menjadi pemaksa secara hegemonic dalam rangkaian narasi rumusan norma yang disahkan. Legalitas hukum bermakna sebagai formalitas kehendak dari para pembuatnya.

Substansi dalam tiap tulisan yang disajikan masih merupakan ide awal secara eksploratif dari para penulisnya sehingga sangat mungkin memantik ketidaksetujuan dari para khalayak. Mempertautkan ide yang satu dengan ide yang lainnya tidak menjadi bagian penting dalam urutan penempatan urutan tulisan dalam buku ini, namun mencoba memahami keruntutan dari masing-masing tulisan dalam buku ini menjadi kehendak dari hadirnya buku ini.

Bagian awal tulisan menyajikan makna dari Adresat Hukum dalam perspektif teologis dan empiris. Tulisan awal ini menjadi pemandu untuk para khalayak pembaca dalam menemukan hakekat ide dalam tulisan- tulisan berikutnya. Konsep dari tindak pidana pencurian, makna aktivitas illegal pertambangan pasir, makna perkawinan beda agama, spirit penerapan electronic traffic law enforcement, dalam beberapa masalah merupakan ragam peristiwa yang perlu dilihat urgensi dan tujuannya.

Bagian kedua, menelisik adresat hukum perihal prinsip keadilan, keadilan dalam peraturan presiden, politik hukum pembentukan peraturan, justice for all dalam pemilihan kepala daerah, konsep keadilan hukum di Indonesia, analisis (keadilan) konsep hak asasi manusia, nilai keadilan dalam positivisme hukum, konsep keadilan justice for all, keadilan harus ditegakkan untuk semua, justice for all berdasarkan kasus kesehatan, konsep keadilan dalam hubungan poligami, hak uang pesangon, teori dan konsep restorative justice, keadilan hukuman bagi pelaku, analisis permasalahan transformasi hukum ketenagakerjaan, konsep keadilan terhadap badan, tinjauan legal standing, marxisme dan justice for all, penerapan larangan klausula baku, Taliban’s regulations about

(12)

ADRESAT HUKUM ADRESAT HUKUM xii

education, access justice for all, analisa perbandingan hukum, merupakan derivasi adresat hukum yang coba dikemukakan oleh para penulisnya.

Dalam tema yang sama ketika dikemukakan oleh penulis yang berbeda, maka berbeda pula adresat hukumnya.

Keadilan yang sering ditempatkan sebagai adresat hukum yang paling utama, dalam berbagai macam peristiwa hukum sebagaimana dalam ulasan para penulis, memunculkan beragam tafsir (subyektif) sesuai dengan pengalaman dan pemahamannya. Adresat hukum seringkali tidak melalui jalan yang sama untuk peristiwa hukum yang sama. Lintasan yang dilalui oleh hukum tidak saja lurus, tetapi seringkali berkelok dan berkelindan dengan aspek yang lain termasuk didalamnya kehendak subyektif dari para penulisnya. Ada yang harus melompati kanal keadilan untuk menggambarkan ketergesa-gesaan dari penulis.

Ada yang harus belok ke lorong kehendak yang samar hanya untuk menghindari persepsi yang sebenarnya dari penulisnya. Ada pula yang sekedar mengintip untuk sekedar ingin tahu perihal keadilan secara tekstual. Demikianlah sekali lagi urutan dalam tulisan buku ini tidak menganggap penting pengelompokan secara tematik, namun mencoba mempertautkan makna subyektif terhadap apa yang ingin dikemukakan.

Menegasikan kehendak subyektif dalam memahami hukum mengandung makna mengabaikan ide dan konsep yang dikemukakan.

Menegasikan ide dan konsep hukum dalam memahami kehendak subyektif mengandung makna “pembatasan” ruang nilai. Tetapi membiarkan kehendak dan ide subyektif dapat membentuk ruang nilai tersendiri. Adresat mencoba membangun “rel” yang dilalui oleh

“gerbong” hukum. Dalam kenyataan tidak semua “gerbong hukum” akan memilih melalui “rel adresat” tetapi kadang membangun “rel adresat”

sendiri yang dirasa sesuai dengan kebutuhan pragmatisnya. Realitas pragmatis sering harus dimenangkan dalam arena pertarungan bebas nilai guna menentukan adresat semu yang dilembagakan. Kesemuan adresat hukum terkadang menemukan jalan bebas dari hambatan kesejatiannya. Demikian seterusnya sehingga sulit diikuti dan dipastikan dimana terminal dan dermaga pemberhentian akhirnya.

(13)

Adresat Hukum Adresat Hukum 1

Bagian

Pertama

(14)

ADRESAT HUKUM ADRESAT HUKUM 2

(15)

Adresat Hukum Adresat Hukum 3

3

ADRESAT HUKUM

Sidik Sunaryo1

Pendahuluan

Hukum dilahirkan karena sebuah keniscayaan sebagai realitas2 dasar menuntun seisi semesta untuk tetap pada garis edarnya. Keniscayaan hukum menjadi titik mulai dan titik akhir perjalanan seisi semesta dalam orbit menuju hilir persinggahannya. Hukum kelahirannya diawalkan mendahului seisi semesta, oleh karena hukum menjadi rumah dan alam bagi sesisi semesta.

Hukum adakalanya dibentuk untuk sekedar memenuhi hasrat3 makhluk, sehingga bentuknya selalu tidak beraturan menyesuiakan format makhluknya. Ketidakteraturan format hukum menjadi penanda dan karakter hukum yang dibentuk sebidang dengan format makhluk pembentuknya. Hukum yang dibentuk justru menjauhi sifat dinamisnya sebagai sebuah keniscayaannya, sehingga wajah hukum lebih menggambarkan lekuk liku kekakuan makhluknya.

Hukum seringkali menampakkan wujud imitasinya oleh karena selalu dipoles dengan kepentingan-kepentingan sesaat makhluknya.

1 Lektor Kepala pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang.

2 Frederick Gopleston, S.J. 1993. “The fleeting multiplicity of phenomena, the data of experience, is seen against the background of the unitary realities of the exemplary Ideas, apprehended by the human mind in the concept, and this assertion of the Ideal realm of reality forces the philosopher to consider the problem of the One and the Many not only in the logical sphere, but also in the ontological sphere of immaterial being”. A History Of Philosophy Volume I Greece And Rome. Image Books Doubleda Y New York London Toronto Sydney Auckland. P. 487.

3 Camus, and Levi-Strauss Frederick Copleston. S.J. 1994. “The idea is obviously open to objections. Apart from any difficulty in reconciling human freedom with the unfailing realization of the divine purpose, the concept of revolutions and wars as divine punishments gives rise to the reflection that it is by no means only the guilty (or those who may seem to human eyes to be guilty) who suffer from such cataclysms.”. A History Of Philosophy Volume IX Modern Philosophy: From The French Revolution To Sartre,.

Image Books Doubleda Y New York London Toronto Sydney Auckland. P. 128.

(16)

ADRESAT HUKUM ADRESAT HUKUM 4

Hasrat dan syahwat makhluknya menjadi spirit hukum dalam melakukan kamuflase mempertahankan eksistensinya. Hukum kelihatan lebih menarik dan menjadi pusat perhatian tumpuan hasrat dan syahwat4 makhluknya meskipun jauh dari rasa adilnya. Hukum lambat laun tersesat dan tergelincir dari orbit edarnya dan semakin menjauh dari hilir singgasananya.

Sudah barang tentu kesesatan hukum akan melahirkan ke-sesaatan tujuan. Ke-sesaatan tujuan hukum hanya sekedar menampakkan kekakuannya5. Hukum secara generative tidak pernah bisa beranjak dari ke-sesaatannya. Hukum tersesat dalam ke-sesaatannya dan kemudian semakin menjauh dan sulit menemukan orbitnya sebagai jalan mulai dan jalan berakhir.

Adresat Hukum

Hukum sengaja diciptakan6 sebagai piranti abstrak untuk memerintah segenap seisi semesta sesuai dengan kehendaknya. Hukum menjelma menjadi subyek yang memiliki otoritas penuh untuk dipatuhi dan barangsiapa yang melanggarnya diberikan reaksi sesuai dengan hasratnya. Hukum tiba-tiba menempati singgasana semesta tanpa meminta persetujuan seisi semesta. Hukum tidak memberikan ruang kepada seisi semesta untuk sekedar bertegur sapa antara sesamanya.

Hukum tampil sebagai penguasa tunggal dalam semua perikehidupan seisi semesta. Tatanan dan keteraturan seisi semesta harus memaksa dirinya kedalam format hukum yang diciptakan. Hukum tidak membentuk dirinya sendiri, hukum dibentuk oleh hasrat dan syahwat

4 Andrew Altman And Christopher Heath Wellman. 2009. A Liberal Theory of International Justice. “Rights must be adjusted to accommodate competing rights. Empirical uncertainties abound and make many moral disputes... .”. P.196

5 Hans Kelsen. 2004. “The principle of truthfully describing reality and explaining it on a strictly empirical basis, without having recourse to theology or any other metaphysical speculation, is calIed positivism”. A New Science of Politics Hans Kelsen’s Reply to Eric Voegelin’s „New Science of Politics“ A Contribution to the Critique of Ideology.

Bibliographic information published by Deutsche Bibliothek. P. 18.

6 Brian Z. Tamanaha. 2010. “Balanced realism has two integrally conjoined aspects—a skeptical aspect and a rule-bound aspect. It refers to an awareness of the flaws, limitations, and openness of law, an awareness that judges sometimes make choices, that they can manipulate legal rules and precedents, and that they sometimes are influenced by their political and moral views and their personal biases (the skeptical aspect)”. Beyond The Formalist-Realist Divide The Role Of Politics In Judging. Princeton University Press Princeton and Oxford P. 6.

(17)

Adresat Hukum Adresat Hukum 5

makhluk penciptanya. Format7 hukum hasil bentukan makhluknya memiliki bentuk serupa tapi tidak beraturan dengan format makhluknya.

Hukum memiliki seribu wajah dan seribu hasrat yang mencerminkan pembentuknya. Hukum berubah sesuai dengan syahwat pembentuknya.

Keragaman tampilan pembentuknya seringkali asimetris8 dengan tampilan wajah hukum yang dibentuknya. Hukum tampil dengan format “pedang” untuk memberikan ancaman dan rasa takut bagi yang melanggarnya. Hukum tampil dengan format “neraca” untuk mencurangi timbangan nilai keadilannya. Hukum tampil dengan format “cakra”

untuk meyakinkan keampuhannya dalam menghegemoni pengikutnya.

Hukum tampil dengan format “sesosok buta” untuk menyamarkan ketajaman sifat represifnya. Hukum tampil dengan format “pohon kokoh nan rindang” untuk menarik simpati dan membentuk “kerumunan”

pengikutnya.

Hukum menyasar keseluruhan arah dan ruang seisi semesta hanya untuk menundukkan hasrat pengikutnya yang secara diam-diam membangkang dari syahwat pembentuknya. Hukum menjadi hulu balang yang dikerahkan untuk menyerang dan melumpuhkan hasrat kerumunan pengikutnya yang tidak sejalan dengan syahwat pembentuknya. Hukum dipersenjatai dengan seperangkat “kalimat bertuah” sebagai otoritas moral9 dalam wujud deretan pasal dan ayat yang menjadi jaring pukat harimau untuk memastikan seluruh kerumunan pengikutnya tidak ada yang tercecer dan lepas dari “garukannya”. Hukum dengan sifat memaksanya dipergunakan untuk membersihkan dari semua anasir yang dapat menggerus syahwat pembentuknya.

Hukum dibentuk dengan menggunakan material diluar orbit seisi makhluknya, sehingga “mengasingkan” dirinya dari kerumunan pengikutnya. Sterilisasi hukum dimaknai sebagai lepas dan tidak

7 Eric Rakowski, 1993 “Neither morality nor justice (which I take to be a subset of morality) requires considerable sacrifices of some persons for the sake of trifling gains to others, even if the ideal of equality may seem initially to point in that direction”. Equal Justice.

Clarendon Press • Oxford. P. 5.

8 Hans-Georg Gadamer Translated by Joel Weinsheimer. 1999 . “the experience of the natural or moral order of the world is traced back to its basis, the creator”. Hermeneutics, Religion, and Ethics. Copyright © by Yale University P.6.

9 Michael J. Perry. 1990. “Original beliefs, but not nonoriginal ones, are morally binding on government; that is, original beliefs, but not nonoriginal ones, have moral authority”.

Morality, Politics, And Law. Oxford University Press New York Oxford P. 161.

(18)

ADRESAT HUKUM ADRESAT HUKUM 6

tercampur dengan spirit material kerumunan pengikutnya. Hukum merupakan entitas lain yang membedakan prinsip kesetaraan10 dengan entitas kerumunan pengikutnya. Hukum merupakan entitas yang didalamnya berisi rangkaian syahwat kepentingan pembentuknya.

Hukum tidak lagi mengenal garis dan lintasan orbitnya oleh karena dibentuk dari material diluar orbitnya. Hukum yang dibentuk telah meretas dan merintis jalannya sendiri diluar orbitnya. Hukum keluar dan memisahkan dirinya dari senyawa dan material kerumunan pengikutnya.

Hukum menjadi subyek pembentuknya untuk menundukkan hasrat kerumunan pengikutnya. Pembentuk hukum menjadi subyeknya dan kerumunan pengikutnya menjadi obyek sasarannya.

Subyek pembentuk hukum menjelma menjadi penguasa dan memimpin syahwat kepentingannya. Kerumunan pengikutnya menjadi

“obyek” sasarannya untuk “melayani” dan mematuhi segala anasir- anasirnya. Subyek hukum merupakan prerogasi penguasa untuk mengatur dan menguasai kerumunan pengikutnya. Institusi hukum merupakan personifikasi penguasa atas kerumunan pengikutnya.

Determinasi hukum mencerminkan ego penguasa sebagai pembentuk tunggal entitas hukumnya. Aksentuasi syahwat penguasa sengaja dikemas untuk menghilangkan kepekaan11 sosial dalam tradisi untuk melakukan purifikasi substansi hukumnya. Alih-alih hukum menjadi justifikasi kehendak kerumunan pengikutnya, justru hukum menjadi alat provokasi dan demonstrasi sensasi anasir kehendak penguasanya.

Hukum terus melaju diluar orbitnya tanpa harus tahu akan menuju.

Keniscayaan Hukum

Hukum tidak diciptakan untuk dan atas nama apapun, tetapi hukum lahir begitu saja mengawali seisi semesta. Hukum akan hadir sebelum,

10 Edited by Barbara A. Mellers University of California, Berkeley Jonathan Baron University of Pennsylvania. 2008. “The notion of equality competes with other rules, like "First come, first served" in some situations, and the question of equality with regard to what is a lingering question of great social and political importance in modern society”. Psychological perspectives on justice Theory and applications Cambridge University Press. P. 28.

11 Amanda Coffey. 2004. “This suggests a social policy analysis that is sensitive to the role of discursive practice, as well as to the temporal, spatial, local and specific contexts of social policy formation and practice”. Reconceptualizing Social Policy Sociological Perspectives on Contemporary Social Policy Open University Press. P. 40.

(19)

Adresat Hukum Adresat Hukum 7

pada saat dan setelah12 seisi semesta diciptakan. Hukum tidak pula diciptakan untuk mengatur dan apalagi memaksa seisi semesta, tetapi hukum merupakan bagian integral dari keseluruhan seisi semesta.

Hukum tidak tunduk dan tidak bisa ditundukkan oleh seisi semesta, hukum menjadi ruh yang menggerakkan seisi semesta darimana mulai dan dimana berakhir.

Hukum merupakan keniscyaan yang substansinya terbatas akan sifat Ilahiah Pencipta seisi semesta. Hukum tahu jalan orbitnya dan menjaga seisi semesta untuk selalu pada jalan orbitnya. Hukum menjadi penanda karakter seisi semesta sehingga tidak dapat dijelaskan dengan standar rasionalitas makhluk seisi semesta. Hukum dengan sifat profetiknya13 menjadi spirit penuntun makhluk seisi semesta dalam wujud nuraninya.

Hukum tidak menjelma menjadi apapun dengan simbol apapun, oleh karena hukum tidak merupakan entitas apapun. Hukum akan selalu menjadi dirinya sendiri yang melebur dan mengkristal menjadi nurani makhluk seisi semesta.

Hukum lahir dan tidak pernah mati, sebab hukum memiliki sifat kekal sebagaimana sifat Kekal Sang Maha Pencipta seisi semesta. Hukum melekat dan melebur ke semua makhluk seisi semesta, namun hukum tidak akan pernah mati seiring dengan kematian makhluk seisi semesta.

Hukum akan terus hidup mencari dan menemukan makhluk seisi semesta yang akan menjadi rumhanya. Hukum akan tetap menjadi “semang” dari keseluruhan makhluk seisi semesta. Hukum akan terus menjadi “tuannya”

makhluk seisi semesta. Hukum akan tetap menjadi “semang” dan “tuan”

dari makhluk seisi semesta karena hukum hakekatnya merupakan

“gumpilan” sifat Sang Maha Pencipta. Hukum bukan ciptaan dan persepsi hakim14 , bukan pula nilai dasar yang dibangun dari persepsi, tetapi hukum datang bersama dengan datangnya makhluk semesta.

12 DAVID DYZENHAUS. 2006. “Indeed, the legislature and the executive have that same duty to uphold the rule of law in emergency times no less than in ordinary times, which is why judges are entitled to assert the rule of law in the face of what seem to be legislative or executive indications to the contrary”. The Constitution Of Law Legality In A Time Of Emergency. Cambridge University Press. P.4.

13 Ahmed E. Souaiaia. 2008. “A Messenger on the other hand, is a person the deity selects to lead the larger human community”. Contesting Justice Women, Islam, Law, and Society.

State University Of New York Press. P. xxii

14 David A. Strauss. 2010. “So a living constitution would not be the Constitution at all; in fact it is not even law any more. It is just a collection of gauzy ideas that appeal to the judges who happen to be in power at a particular time and that they impose on the rest of us”. The Living Constitution. Oxford University Press. P. 2.

(20)

ADRESAT HUKUM ADRESAT HUKUM 8

Hukum ditakdirkan lahir dengan kemampuan yang dapat melewati batasan ruang dan waktu makhluk seisi semesta. Hukum mampu menembus sekat dan dinding material sifat makhluk seisi semesta yang tidak kompatibel dengan sifat material orisinalitasnya. Hukum tidak berwujud apalagi persepsi15 yang identik dengan makhluk seisi semesta, tetapi hukum selalu identik dengan jiwa yang membuat hidup makhluk seisi semesta. Hukum tidak identik dengan format makhluk seisi semesta, tetapi hukum mempengaruhi format mind set dan perilaku makhluk seisi semesta. Hukum tidak sebangun dengan tampilan makhluk seisi semesta, tetapi hukum menjadi pengatur aksentuasi interaksi makhluk seisi semesta. Hukum tidak sejalan dengan langkah makhluk seisi semesta, tetapi hukum menjadi penyelaras kompas segala tindakan makhluk seisi semesta dalam meniti orbitnya. Hukum tidak menentukan aras makhluk seisi semesta, tetapi hukum membimbing makhluk seisi semesta menuju dan menduduki arasnya.

Hukum kehadirannya bukan untuk “menyapa” makhluk seisi semesta, tetapi hukum hadir untuk menciptakan equilibrium ruang tata kehidupan makhluk seisi semesta. Hukum bukan bagian dari logika16 ruang tata kehidupan makhluk seisi semesta, tetapi hukum yang menghidupkan ruang kehidupan makhluk seisi semesta. Hukum tidak mampu berkata seperti makhluk seisi semesta, tetapi hukum berkomunikasi dalam ruang interaksi makhluk seisi semesta. Hukum tidak terlibat dalam diskusi makhluk seisi semesta, tetapi hukum menjadi justifikasi kualitas diskusi makhluk seisi semesta. Hukum tidak mampu membangun narasi dan argumentasi kehendak makhluk seisi semesta, tetapi hukum mampu menegasi narasi yang hanya bermakna sensasi dari makhluk seisi semesta.

15 Raymond Wacks. 2006.. “Legal systems characteristically generate controversial or hard cases such as these in which a judge may need to consider whether to look beyond the strict letter of what the law is to determine what it ought to be”. Philosophy Of Law A Very Short Introduction. Oxford University Press. P. 43.

16 Bertrand Russell. 2010. “The best way to understand a philosophical theory is nearly always to try to appreciate the force of the arguments for it. Logical atomism is no exception. It is a theory about the fundamental structure of reality and so it belongs to the main tradition of western metaphysics. Its central claim is that everything that we ever experience can be analyzed into logical atoms. This sounds like physics but in fact it is metaphysics”. The Philosophy of Logical Atomism. London and New York. First published in the Routledge Classics by Routledge. P. vii.

(21)

327

327

Analisa perbandingan aturan mengenai Pemutusan Hubungan Kerja yang lama sesuai dengan 164 Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan aturan baru Pasal 43 PP Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja terkait Pemutusan Hubungan

Kerja Karena Efisiensi

Yosca Angga Kusuma

Pertumbuhan penduduk indonesia yang tergolong tinggi, mengakibatkan jumlah angkatan kerja setiap tahunnya semakin meningkat sedangkan kesempatan kerja tidak sebanding dengan laju pertumbuhan.

Hal ini mengakibatkan adanya kesenjangan antara besarnya jumlah penduduk yang membutuhkan kerja dengan lowongan kerja yang tersedia.

Selain itu, ada juga hak pengusaha untuk melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap pekerjanya yang nantinya akan menambah angka pengangguran di indonesia. Menurut UU No. 13 tahun 2003 Bab I pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.276

Tenaga kerja adalah salah satu langkah pembangunan ekonomi, yang mempunyai peranan signifikan dalam segala aktivitas nasional, khususnya perekonomian nasional dalam hal peningkatan produktivitas dan kesejahteraan. Tenaga kerja yang melimpah sebagai penggerak tata kehidupan ekonomi serta merupakan sumber daya yang jumlahnya melimpah. Oleh sebab itudibutuhkannya lapangan pekerjaan yang dapat menampung seluruh tenaga kerja, tetapi tenaga kerja yang memiliki keterampilan dan keahlian yang sesuai dengan kemampuannya, sehingga tenaga kerja yang dibutuhkan dapat meningkatkan produktifitas perusahaan.277

276 Sudibyo Aji Narendra Buwana, Mario Septian Adi Putra, ”Implementasi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Terhadap Pekerja status Perjanjian Kerja Waktu tertentu (PKWT) Pada PT X Di Kota Malang”, Jurnal Studi Manajemen, Vol.9,No 2, Oktober 2015

277 Zainal Asikin, dkk, 2002, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, Cet 4, Raja Grafindo Persada, Jakarta, Hlm.76

(22)

ADRESAT HUKUM ADRESAT HUKUM 328

Tenaga kerja yang terampil, banyak dibutuhkan perusahaan- perusahaan besar,untuk menjamin kesehatan dan kesejahteraan tenaga maka dari itu diperlukannya membentuk perlindungan ketenaga kerja, dikarenakan banyak resiko yang terjadi ketika melalukan perkerjaannya.

Apabila sewaktu ketika tenaga kerja mengalami kejadian seperti sakit, kecelakaan kerja maupun hari tua nsudah ada pengganti yang sesuai atas apa yang dikerjakannya. Peran tenaga kerjas ebagai modal usaha dalam melaksakan pembangunan harus didukung juga dengan jaminan hak setiap pekerja.

Dalam kegiatan produksi tenaga bagian terpenting selain bahan bakudan juga modal. Tenaga kerja merupakan aset terpenting bagi di beberapa negara, karena memberikan pemasukan besar di negara tersebut. Sangat beruntung jika suatu negara memiliki penduduk dengan jumlah yang sangat banyak, karena negara tersebut memiliki jumlah tenaga kerja yang besar pula. Negara-negara seperti ini sangat diincar oleh perusahaan-perusahaan asing untuk menawarkan investasi. Upah tenaga kerja yang rendah semakin mendukung lancarnya investasi kenegara tersebut sehinggah pendapatan perusahaan pun semakin besar.

Di era globalisasi pada saat ini berkembang begitu pesat sesuai dengan perkembangan zaman. Di era ini juga persaingan antar perusahaan maupun instansi menjadi semakin pesat dan canggih.

Keadaan ini memerlukan sumber daya manusia yang berkualitas yang dapat menjalankan kegiatan perusahaan atau instansi, karena pada dasarnya keberhasilan suatu perusahaan atau instansi terdapat pada sumber daya manusia yang berkualitas serta memiliki loyalitas yang tinggi dalam bekerja. Salah satu faktor yang sangat berpengaruh dalam sumber daya manusia adalah faktor efisiensi kerja. Menurut Hasibuan Mulyamah Efisiensi, merupakan suatu ukuran dalam membadingkan rencana penggunaan masukan dengan yang direalisasikan atau perkataan lain penggunaan yang sebenarnya.

Indikator efisiensi kerja dapat dilihat dari peningkatan penghematan waktu yang menunjukkan hasil yang baik, bekerja dengan mengikuti prosedur atau cara kerja efektif dan efisien yang ditetapkan, kepatuhan, ketaatan, kerapihan dan ketelitian bekerja, volume dan mutu kerja yang memuaskan, sikap dalam perjalanan dan sebagainya.

Salah satu permasalahan atau isu yang dibahas saat ini adalah Pemutusan Hubungan Kerja Karyawan karena Efisiensi. Di sini,

(23)

329 Efisiensi dijadikan dasar pengusaha dalam mengambil keputusan dalam melakukan pemutusan hubungan kerja kepada karyawan. Alasan pemutusan hubungan kerja yang dibenarkan adalah karena alasan efisiensi/ekonomi, misalnya penurunan hasil produksi, berkurangnya pendapatan perusahaan, rendahnya kemampuan perusahaan dalam membayar upah dan adanya penerapan efisiensi dan penyederhanaan/

pengurangan jumlah besar karyawan. Langkah efisiensi pengurangan tenaga kerja tentunya harus memenuhi persyaratan, terutama dalam proses pemutusan hubungan kerja yang mengacu pada Pasal 164 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.278

Apabila kita melihat dari aspek kemanfaatan, efisiensi hanya bisa digunakan sebagai alasan pemberhentian apabila efisiensi perusahaan dilakukan dengan menutup perusahaan. Dalam hal ini, Penutupan perusahaan berarti matinya kelangsungan usaha sehingga dapat menyebabkan hilangnya pekerjaan bagi seluruh pekerja yang akan menambah masalah baru yakni bertambahnya jumlah pengangguran yang ada di negara ini. Selain dari aspek kemanfaatan, tindakan pemutusan hubungan kerja karena perusahaan mengalami kesulitan dalam aspek ekonomi. Pemutusan hubungan kerja karena perusahaan melakukan efisiensi, sebenarnya menitikberatkan kepada kondisi pekerja yang sudah tidak produktif lagi dan akibat tidak produktif, akan mengganggu efisiensi perusahaan dalam memproduksi barang atau jasa.

Pemutusan hubungan kerja (PHK) merupakan masalah yang kompleks, dikarenakan mempunyai hubungan dengan masalah ekonomi maupun psikologis bagi tenaga kerja yang terkena dampak PHK.

Permasalah ekonomi akibat dampak PHK akan menyebabkan hilangnya pendapatan yang seharusnya di terima oleh si pekerja sebelum terjadinya PHK. Tentu ini akan menjadi sebuah permasalahan baru bagi pekerja tersebut, mengingat banyaknya kebutuhan yang harus di penuhi bagi keluarga. Dengan semakin meningkatnya harga kebutuhan pokok yang nantinya sangat memberatkan bagi pekerja/buruh tersebut apabila ia tidak lagi menerima pendapatan penghasilan, sedangkan masalah psikologi yang berkaitan dengan hilangnya status seseorang. Dalam skala yang lebih luas, dapat merambat ke dalam masalah pengganguran

278 Undang – Undang nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

(24)

ADRESAT HUKUM ADRESAT HUKUM 330

dan juga kriminalitas. Pengangguran yang tinggi sangat berdampak dengan banyaknya terjadi kriminalitas di Indonesia tentunya menjadi dampak buruk di negara kita.279

Berbicara mengenai Pemutusan Hubungan Kerja karena Efisiensi terdapat perbedaan di dalam aturan lama yang ada di Undang – Undang nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dengan aturan Baru yakni Undang – Undang Cipta Kerja, tepatnya PP 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktur Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat dan Pemutusan Hubungan Kerja. Banyak ahli dan pakar hukum menilai bahwa PP 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktur Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat dan Pemutusan Hubungan Kerja memberikan banyak kemudahan bagi perusahaan dalam melakukan Pemutusan Hubungan Kerja daripada UU 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Adapun kemudahan itu yaitu melakukan Pemutusan Hubungan Kerja karena Efisiensi. Menurut Pasal 154 ayat (1) Undang – Undang nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengatur bahwa pengusaha dapat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja karena perusahaan tutup disebabkan perusahaan mengalami kerugian secara terus – menerus selama 2 Tahun. Dalam hal ini, buruh berhak mendapat pesangon 1 kali sesuai dengan ketentuan Pasal 156 ayat (2), Uang Pernghargaan Masa Keja 1 kali ketentuan pasal 156 ayat (3); dan uang penggantian hak sesuai ketentuan pasal 156 ayat (4).

Di dalam Undang-Undang Cipta Kerja dan PP No. 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktur Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat dan Pemutusan Hubungan Kerja, Pemutusan Hubungan Kerja dibagi menjadi dua jenis yakni efisiensi karena perusahaan mengalami kerugian dan buruh berhak mendapatkan uang pesangon sebesar 0,5 kali sesuai ketentuan pasal 40 ayat (2); uang penghargaan masa kerja 1 kali ketentuan pasal 40 ayat (3); dan uang penggantian hak sesuai dengan ketentuan pasal 40 ayat (4), dan yang kedua yakni efisien untuk mencegah terjadinya kerugian pekerja mengalami pemutusan hubungan kerja mendapatkan pesangon sebesari 1 kali ketentuan pasal

279 Pratiwi Ulina Ginting, “Tinjauan Yuridis Terhadap Tenaga Kerja Yang Di PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) Secara Sepihak dan Tanpa Ganti Rugi Dari Perusahaan” jurnal VOL. No.

07 Oktober2016. Hlm 16-17

(25)

331 40 ayat (2); uang penghargaan masa kerja 1 kali ketentuan Pasal 40 nayat (3); dan uang penggantian hak sesuai dengan pasal 40 ayat (4).

Apabila dilakukan perhitungan lebih lanjut, maka jumlah besaran kompensasi pemutusan hubungan kerja dengan alasan efisiensi sesuai UU nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan jumlahnya lebih besar daripada yang diatur pada Undang-Undang Cipta Kerja dan PP No. 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktur Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat dan Pemutusan Hubungan Kerja. Selain jumlah perkaliannya yang berkurang dalam penghitungan uang pesangon, Undang-Undang Cipta Kerja dan PP No. 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktur Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat dan Pemutusan Hubungan Kerja juga memangkas pengganti perumahan serta pengobatan dan perawatan sebesar 15 % (persen) yang sebelumnya masih diatur pada Undang-Undang nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.280

Dalam hal ini apabila terdapat pekerja/ buruh yang keberatan dengan pemutuisan hubungan kerja karena alasan efisien ini maka bisa mengajukan upaya perundingan bipartit. Jika ternyata bipartit dirasa kurang efektif, maka dapat mengajukan tripartit/ mediasi ke Dinas Ketenagakerjaan setempat yang nantinya mediator akan menerbitkan anjuran yang harus dilaksanakan oleh para pihak, namun apabila masih terdapat pihak yang tidak sepakat maka mereka dapat mengajukan gugatan ke pengadilan hubungan industrial.

Besaran uang kompensasi karena pemutusan hubungan kerja dengan alasan efisiensi sebenarnya bisa lebih besar dari apa yang sudah ditetapkan oleh peraturan. Upaya tersebut bisa dilakukan melalui negoasiasi antara kedua belah pihak atau sebelumnya terkait besaran uang kompensasi juga diatur di dalam Peraturan Perusahaan dan Perjanjian Kerja Bersama.

Demikian Analisa perbandingan aturan mengenai Pemutusan Hubungan Kerja yang lama sesuai dengan 164 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan aturan baru Pasal 43 PP Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih

280 Undang – Undang Cipta Kerja dan PP No. 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktur Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat dan Pemutusan Hubungan Kerja

(26)

ADRESAT HUKUM ADRESAT HUKUM 332

Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja terkait Pemutusan Hubungan Kerja Karena Efisiensi.

Kesimpulan

Dari uraian di atas dapat kita tarik kesimpulan bahwa terdapat perbedaan dalam jumlah besaran uang kompensasi antara aturan Undang-Undang nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktur Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat dan Pemutusan Hubungan Kerja, perbedaan tersebut ada pada jumlah perkalian pesangonnya, dimana perkalian aturan baru lebih kecil daripada aturan yang lama namun sebenarnya uang kompensasi karena pemutusan hubungan kerja dengan alasan efisiensi bisa lebih besar dari apa yang sudah ditetapkan oleh peraturan, hal tersebut bisa dilakukan dengan cara negosiasi antara kedua belah pihak atau bisa juga diatur di dalam Peraturan Perusahan dan Perjanjian Kerja Bersama sehingga besaran Uang Kompensasi bisa adil untuk kedua belah pihak.

DAFTAR PUSTAKA

Asikin, Z. (2002). Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, 76.

Ginting, P. U. (2016). Tinjauan Yuridis terhadap PHK Sepihak tanpa Ganti Rugi dari Perusahaan. Pemutusan Hubungan Kerja tanpa Ganti Rugi dari Perusahaan, 16-17.

Kosidin, K. (2010). Aspek-aspek Hukum dalam PHK. Bandung.

Sudibyo Aji Narendra Buwana, M. S. (2015). Implementasi Pemutusan Hubungan Kerja, 1-5.

Yusra, D. (2004). Pengaruh Undang-Undang PHK Dalam Menciptakan Kepastian Hukum, 2-3.

Undang - Undang No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

PP No. 35 Tahun 2021 tentang tentang Perjanjian Kerja Waktur Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat dan Pemutusan Hubungan Kerja

(27)

333

333

INDEKS

Aras: 8.

Anasir: 5, 6.

Asimetris: 5.

Adil: 4, 18, 40, 58, 83, 173, 194, 207, 316, 322.

Adresat: 4.

Agama: 33, 39, 166, 266.

Aspek: 15, 72, 320.

Badan: 26, 88, 160, 226, 246, 317.

Birokrasi: 68, 181.

Cara: 15.

Derivation: 307.

Dinamis: 3, 106, 168, 227.

Dimensi: 20, 61, 260.

Etika: 224, 264, 265.

Format: 3, 5, 46, 91, 286.

Formil: 319.

Gagasan: 62, 94, 129, 169, 198, 270, 315.

Gerbang: 70.

Ghirah: 12.

Hak: 9, 75, 107, 124, 157, 218, 249, 316, 323, 328.

Harkat: 9, 19, 271.

Hakekat: 7, 105, 114, 321.

Hambatan: 67, 182, 220, 222, 253.

Hukum: 3, 8, 36, 63, 88, 113, 130, 153, 198, 214, 251, 264, 279, 318, 323, 330.

Ide: 51, 134.

Institusi: 6, 27, 60, 200, 256, 315.

Integral: 7.

Jalan: 4, 49, 88, 168, 201, 221, 317, 328.

Justice: 27, 193.

Justifikasi: 6, 8, 90, 269.

Karakter: 3, 7, 11, 28, 84, 117, 197, 257, 316.

Kasus: 15, 90, 128, 143, 151, 251, 268, 270.

Kesetaraan: 6, 60, 173, 190.

Keniscayaan: 3, 6, 40, 276, 286.

Keadilan: 5, 20, 39, 61, 69, 75, 114, 128, 136, 150,166, 172, 191, 207, 249, 267, 321.

Kewajiban: 9, 35, 86, 144, 162, 173, 201, 242, 257, 285, 323.

Kehendak: 6, 11, 33, 83, 172, 286.

(28)

ADRESAT HUKUM ADRESAT HUKUM 334

Kekuasaan: 12, 88, 112, 150, 199, 254, 318.

Kebijakan: 63, 75, 91, 160, 223, 257, 318.

Konsep: 36, 70, 117, 132, 168, 198, 265, 321, 324.

Kompas: 8, 249, 268.

Legal: 40, 249, 250, 308.

Legis: 79, 88, 97, 153, 197, 315.

Lembaga: 21, 97, 166, 233, 239, 315, 321.

Makna: 19, 106, 119, 149, 208, 316, 321.

Makhluk: 3, 5, 7, 9, 12, 116, 258, 275.

Materiil: 37, 257, 319.

Mematuhi: 6.

Menegasikan: 8.

Moral: 22, 94, 117, 170, 246, 265, 310, 322.

Narasi: 8.

Neraca: 5, 267.

Nilai: 5, 58, 115, 132, 135, 149, 197, 239, 264, 317, 330.

Norma: 59, 81, 115, 133, 169, 280.

Nurani: 7, 111, 114.

Orbit: 3, 6, 8, 155.

Otoritas: 4, 10, 84, 141, 255, 259.

Oligarkhi: 10.

Penguasa: 4, 71, 134, 151, 261.

Peristiwa: 9, 17, 126, 132, 141.

Provokasi: 6.

Pragmatis: 10, 199.

Pembatasan: 39, 288.

Pembaharuan: 92, 222.

Penegakan: 50, 87, 145, 270, 322.

Pedang: 5.

Prinsip: 6, 62, 85, 97, 171, 228, 246.

Relasi: 59, 170, 175, 286.

Rejim: 11, 12.

Reaksi: 4, 83.

Ruh: 7.

Ruang: 4, 38, 163, 268, 288.

Semesta: 3, 7, 8, 9, 12, 227.

Sesat: 4, 11, 12, 211.

Sekat: 8.

Spirit: 4, 6, 7, 38.

Syarat: 9, 73, 116, 166, 192, 259, 283, 318, 329.

Syahwat: 4, 5, 6, 11.

Struktur: 87, 153, 269, 278.

Tersesat: 4, 211.

Tradisi: 6, 12, 158, 165, 195, 226, 250.

Tunduk: 7, 81, 105, 276, 283, 193.

Urgen: 94.

Wajah: 3, 9, 10.

(29)

335

335

GLOSARIUM

Anasir : Faktor dan pengaruh tidak baik/ buruk.

Adresat : Sasaran hukum/ norma dibuat.

Asimetris : Tidak sejalan atau tidak selaras.

Absolut : Tidak terbatas.

Aksentuasi : Gaya atau pola mencirikan karakter tertentu.

Aras : Tempat dan kedudukan tertinggi/ supremasi.

Baju Toga : Simbol kebesaran tanpa makna.

Despotis : Dominasi kekuasaan eksekutif.

Derivasi : Makna yang tidak tunggal.

Entitas : Jenis kelompok atau institusi tertentu.

Ghirah : Semangat religious.

Garukan : Disisir habis tanpa melihat kepentingan dan nilai lain.

Gumpilan : Retakan atau patahan kecil.

Hedonis : Materialistis.

Hegemoni : Menundukkan dengan cara halus sehingga hilang kesadaran aslinya.

Integral : Satu kesatuan.

Ide : Gagasan pokok.

Jubah : Baju kehormatan untuk menutup substans yang sebenarnya.

Kanal : Saluran aspirasi nilai keadilan.

Kerumunan : Sekelompok kepentingan dengan kehendak memaksa.

Kelir : Batas tirai sebagai sekat pembeda kehendak/

kepentingan.

(30)

ADRESAT HUKUM ADRESAT HUKUM 336

Mereduksi : Mengurangi dan merendahkan makna.

Menegasikan : Mengesampingkan, membuat tidak penting.

Oligarkhi : Sifat mengutamakan kepentingan materi/keuntungan simbolis.

Orbit : Garis dan jalan yang wajib diikuti.

Profetik : Jalan kenabian/ kerasulan.

Semang : Induk sumber nilai dan hukum.

Teologi : Basis nilai Ketuhanan.

(31)

337

337

Sidik Sunaryo, Lektor Kepala pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang, menekuni kajian dalam filsafat keadilan dan isu-isu hukum korupsi serta putusan hakim.

Selain Sidik Sunaryo, semua penulis merupakan mahasiswa yang menempuh kuliah Filsafat Ilmu dan Filsafat Hukum pada Magister Hukum Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Malang.

Penulis dimaksud adalah: Adini Dwi Putri Marzukizan, Ahmad Romadhoni, Akhmad Iqbal Khafid Zakariya, Alafa Nidaul Khoir, Alfia Nur Aulia, Almira Sahfiri, Andika Wira Adi Pratama, Faisal Nur Rachman, Fills Prayoga B., Gusmat, Husni Mubarak,Ilma Lailia Yusvida, Intan Purnama, Muhammad Iqbal Al Machmudi, Jodi Zulkarnain Yahya, Muhammad Hendra Sukmanegara, Mubdi Darsi, Mustari Muhajirin, Novianti Pratiwi, Rizal Edwindraputra, Roni Versal, Rostina, Muh Shaciful Supardi, Sayed Khalid Shahzad, Wafa’ Zaenassa’dy, Yosca Angga Kusuma.

TENTANG PENULIS

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan dalam pemutusan hubungan kerja yang diatur dalam Pasal 150 tentang PHK Yaitu; Ketentuan mengenai pemutusan hubungan kerja dalam undang-undang ini meliputi

Dengan kata “efisiensi” yang terdapat dalam Pasal 164 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan tidak dapat diartikan bahwa hal tersebut menjadi

Penelitian hukum empiris dilakukan untuk melihat penerapan pengaturan mengenai perjanjian kerja waktu tertentu dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Adapun pengaturan hukum terkait keadaan memaksa dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan yakni dalam ketentuan pengaturan mengenai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dalam

Salah satu bentuk perlindungan hukum bagi pekerja dalam pemutusan hubungan kerja dengan alasan efisiensi akibat pandemi berdasarkan undang-undang ketenagakerjaan adalah

Peraturan Pemutusan Hubungan Kerja sebagaimana diatur dalam undang- undang ketenagakerjaan Singapura ini berlaku untuk karyawan yang dilindungi oleh undang-undang. Harap

Undang-undang No.13 Tahun 2003 Pasal 1 Angka 25 menjelaskan bahwa pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan

13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan; Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 adalah Undang-Undang Tenaga Kerja yang mempunyai aturan-aturan hak tenaga kerja, dan mempunyai peran