• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. bukan alat atau objek. Oleh karena itu manusia mempunyai kepentingan di dunia ini,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. bukan alat atau objek. Oleh karena itu manusia mempunyai kepentingan di dunia ini,"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di dunia ini manusialah yang berkuasa. Yang mengeksploitasi dan mengeksplorasi dunia ini adalah manusia. Dengan demikian, manusia merupakan pelaku atau subjek dan bukan alat atau objek. Oleh karena itu manusia mempunyai kepentingan di dunia ini, mempunyai tuntutan yang untuk dipenuhi atau dilaksanakan. Selanjutnya kepentingan manusia selalu diganggu oleh bahaya, oleh karena itu manusia ingin hidup tentram dan damai. Kemudian terciptalah perlindungan kepentingan berwujud kaidah sosial, termasuk kaidah hukum.

Kaidah hukum dapat diartikan mempunyai fungsi mengatur hubungan di antara manusia serta melindungi kepentingan manusia terhadap bahaya yang mengancamnya.

Karena kaidah hukum memiliki fungsi melindungi kepentingan manusia, baik secara individual maupun secara kelompok, maka manusia berkepentingan sekali bila hukum itu dihayati, dipatuhi, dilaksanakan, serta ditegakkan1.

Selanjutnya dalam kegiatan manusia yang berkaitan dengan menjalankan kegiatan bisnis, usaha dan jasa diperlukannya sebuah wadah yaitu, perorangan, pengusaha, badan hukum, dan badan-badan lainnya2. Selanjutnya wadah tersebut terdapat dua subjek hukum yaitu pekerja/buruh dan pemberi kerja, oleh karena itu untuk mengatur serta melindungi

1 Mertokusumo Sudikno, Teori Hukum, Cetakan Ke-5, Cahaya Atma Pustaka, Yogyakarta, 2017, hlm. 16.

2 lihat pasal 1 angka (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

(2)

hak dan kewajiban antara pemberi kerja dan pekerja maka negara menciptakan suatu produk hukum yaitu Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Kemudian terdapat beberapa pengertian mengenai hukum ketenagakerjaan/perburuhan. Menurut Imam Soepomo, hukum perburuhan adalah himpunan peraturan, baik tertulis maupun tidak yang berkenaan dengan kejadian di mana seseorang bekerja pada orang lain dengan menerima upah.3 Kemudian menurut Molenaar, hukum perburuhan adalah bagian hukum yang berlaku, yang pokoknya mengatur hubungan antara tenaga kerja dan pengusaha, antara tenaga kerja dan tenaga kerja.4

Tenaga kerja/buruh menjadi kepentingan pengusaha merupakan sesuatu yang sedemikian melekat pada pribadi pekerja/buruh, sehingga pekerja/buruh itu selalu mengikuti tenaganya ke tempat di mana dipekerjakan, dan pengusaha kadang kala memutus hubungan kerja dengan pekerja/buruh karena sudah tidak dibutuhkan lagi, oleh karena itu pemerintah mengeluarkan peraturan perundang-undangan guna melindungi pihak yang lemah (pekerja/buruh).5 Hal tersebut merupakan hakikat hukum ketenagakerjaan.

Oleh karena itu, berdasarkan hakikat maka fungsi dari hukum ketenagakerjaan pada dasarnya adalah : (a) mengatur hubungan yang serasi antara semua pihak yang berhubungan dengan proses produksi barang maupun jasa, dan mengatur perlindungan tenaga kerja yang bersifat memaksa; (b) Fungsi sebagai sarana pembaharuan masyarakat

3 Soepomo Imam, Pengantar Hukum Perburuhan, Cetakan ke-II, Djambatan, Jakarta, 1974, hlm.

3.

(3)

yang menyalurkan arah kegiatan manusia ke arah yang sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh pembangunan ketenagakerjaan.6

Terdapat hubungan antara pekerja/buruh dengan pemberi kerja. Pada dewasa ini dikenal dengan hubungan kerja, merupakan kegiatan-kegiatan pengarahan tenaga/jasa seseorang secara teratur demi kepentingan orang lain yang memerintahnya (pengusaha/majikan) sesuai dengan perjanjian kerja yang telah disepakati.7 Kemudian Pasal 1 angka 15 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengemukakan, Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah.8

Untuk terjadinya hubungan kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh dibutuhkannya perjanjian kerja. Unsur-unsur dalam perjanjian kerja dalam Pasal 1 angka 15 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan buruh/pekerja berdasarkan perjanjian kerja yang mempunyai unsur pekerjaan, perintah, dan upah9. Selain itu adapun yang dimaksud dengan perikatan dalam hukum perjanjian, yaitu suatu hubungan hukum antara dua orang, yang memberi hak dan kewajiban antara kedua belah pihak. Namun pada dasarnya “perikatan” merupakan suatu pengertian abstrak, sedangkan perjanjian adalah suatu peristiwa hukum yang konkrit10.

6 Ibid., hlm., 22.

7 Ibid., hlm. 68.

8 Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

9 Najmi Ismail, Zainuddin, Jurnal Pekerjaan Sosial “Hukum dan Fenomena Ketenagakerjaan”, 2018, hlm., 166.

10 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Cetakan XXXII, Intermasa, Jakarta, 2003, hlm. 122.

(4)

Kemudian Prof. Soebekti, memberikan pengertian mengenai perjanjian kerja yaitu perjanjian antara seorang buruh dengan seorang majikan. Perjanjian mana ditandai oleh ciri-ciri: adanya upah atau gaji tertentu yang diperjanjikan dan adanya suatu hubungan diperatas, yaitu suatu hubungan berdasarkan nama pihak yang satu (majikan) berhak memberikan perintah-perintah yang harus ditaati oleh yang lain11.

Selanjutnya terdapat hak dan kewajiban antara pengusaha/pemberi kerja dengan pekerja. Hak yang didapatkan oleh pekerja, yaitu: pertama, Pekerja untuk memperoleh kesempatan dan perlakuan yang sama, kedua Pekerja berhak untuk memperoleh dan/atau meningkatkan dan/atau mengembangkan kompetensi kerja sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya melalui pelatihan kerja, ketiga pekerja mempunyai hak untuk memperoleh penempatan kerja, keempat pekerja memiliki hak berupa perlindungan, pengupahan, dan kesejahteraan. Kemudian Hak yang didapatkan oleh pengusaha/pemberi kerja yaitu, pertama berhak atas hasil dari pekerjaan karyawan, kedua berhak untuk memerintah/mengatur karyawan atau tenaga kerja dengan tujuan mencapai target. Ketiga berhak melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh/karyawan jika melanggar ketentuan yang telah disepakati sebelumnya. Selanjutnya kewajiban yang dimiliki oleh pekerja yaitu, pertama, melaksanakan tugas dengan baik sesuai dengan kerja dan kemampuannya. Kedua, melaksanakan tugas dan pekerjaannya tanpa bantuan orang lain, kecuali diizinkan oleh pengusaha. Ketiga menaati segala peraturan dan tata tertib yang berlaku di perusahaan. Keempat, patuh dan mentaati segala perintah yang layak dari pengusaha untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan perjanjian. Kewajiban yang didapat oleh pemberi kerja/pengusaha yaitu, pertama, wajib membayar upah tepat pada waktu yang

(5)

telah disepakati. Kedua, menyediakan pekerjaan sesuai dengan perjanjian. Ketiga, menjamin Kesehatan dan keselamatan kerja. Keempat, memberi perintah yang layak dan tidak berlaku diskriminatif. Kelima, menghormati hak kebebasan berserikat bagi pekerja/buruh dan perlakuan HAM dalam hubungan kerja.

Pemutusan hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha lazimnya dikenal dengan istilah PHK atau pengakhiran hubungan kerja, dapat terjadi karena telah berakhirnya waktu tertentu yang telah disepakati/diperjanjikan sebelumny dan dapat pula terjadi karena adanya perselisihan antara pekerja/buruh dan pengusaha, meninggalnya pekerja/buruh atau karena sebab lainnya.12

Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dan / atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima. Perhitungan uang pesangon berdasarkan Pasal 156 ayat (2) Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 dapat dilihat dalam table berikut:

NO. MASA KERJA BESAR PESANGON

1. Kurang dari 1 (satu) tahun 1 (satu) bulan upah 2. Antara 1 sampai dengan kurang 2 tahun 2 (dua) bulan upah 3. Antara 2 sampai dengan kurang 3 tahun 3 (tiga) bulan upah 4. Antara 3 sampai dengan kurang 4 tahun 4 (empat) bulan upah 5. Antara 4 sampai dengan kurang 5 tahun 5 (lima) bulan upah 6. Antara 5 sampai dengan kurang 6 tahun 6 (enam) bulan upah 7. Antara 6 sampai dengan kurang 7 tahun 7 (tujuh) bulan upah

12Abdussalam, Adri D., Hukum Ketenagakerjaan (Hukum Perburuhan), Cetakan Kelima, PTIK, Jakarta, 2016, hlm. 252.

(6)

8. Antara 7 sampai dengan kurang 7 tahun 8 (delapan) bulan upah

9. Antara tahun lebih 9 (sembilan) bulan upah

Adapun perhitungan uang pesangon penghargaan masa kerja menurut Pasal 156 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, adalah sebesar yang tercantum dalam tabel berikut:

NO. MASA KERJA BESAR UANG PENGHARGAAN

1. 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun

2 (satu) bulan upah

2. 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 (sembilan) tahun

3 (satu) bulan upah

3. 9 (sembilan) tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 (dua belas) tahun

4 (satu) bulan upah

4. 12 (dua belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 (lima belas) tahun

5 (satu) bulan upah

5. 15 (lima belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 (delapan belas) tahun

6 (satu) bulan upah

6. 18 (delapan belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 (duapuluh satu) tahun

7 (satu) bulan upah

(7)

7. 21 (duapuluh satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 (duapuluh empat) tahun

8 (satu) bulan upah

8. 24 (dua puluh empat) tahun lebih 10 (satu) bulan upah

Selanjutnya dijelaskan pada Pasal 164 Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal (1) Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perusahaan tutup yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 (dua) tahun, atau keadaan memaksa (force majeur), dengan ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2) uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4); Pasal (2) Kerugian perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dibuktikan dengan laporan keuangan 2 (dua) tahun terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik; Pasal (3) Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perusahaan tutup bukan karena mengalami kerugian 2 (dua) tahun berturut-turut atau bukan karena keadaan memaksa (force majeure) tetapi perusahaan melakukan efisiensi, dengan ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).

Bagian pendahuluan berisi latar belakang diadakannya penelitian. dalam hal ini hendak mengangkat isu hukum dalam putusan pengadilan tingkat kasasi Nomor 634 K/Pdt.Sus-PHI/2016. Berikut ulasannya :

(8)

Bahwa PT. Newmont Nusa Tenggara adalah perusahaan tambang Indonesia yang mengoperasikan tambang Batu Hijau. Kasus ini bermula PT. Newmont Nusa Tenggara sebagai penggugat ingin melakukan PHK terhadap para tergugat dalam hal ini adalah Yusniari, Marthen Lempang, Dwi Yantoro, dan Suryadi. Sebagai upaya untuk mempertahankan keberlangsungan kegiatan operasional Penggugat. Hal tersebut berkaitan dengan industri pertambangan global tengah menghadapi harga jual logam yang menurun sedangkan biaya operasional Penggugat terus meningkat. Bahwa Penggugat telah terlebih dahulu melakukan berbagai Langkah penghematan sebelum melakukan PHK telah sesuai dengan Pasal 151 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003. Selain itu hubungan kerja antara Penggugat dengan Para Tergugat sudah menjadi tidak harmonis sehingga hubungan kerja sudah tidak sesuai dengan salah satu tujuan dasar pembentukan UU No. 13 Tahun 2003.

Mengingat Pengusaha telah menjatuhkan skorsing dalam rangka proses pemutusan hubungan kerja dengan Para Tergugat. Oleh karena itu PHK terhadap Para Tergugat dengan alasan sebagai efisiensi yang bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan kegiatan operasional suatu perusahaan agar tidak tutup secara keseluruhan. Selain itu para Tergugat mengajukan gugatan bahwa gugatan oleh pihak Penggugat terkait Pemutusan Hubungan Kerja dengan dasar hukum Pasal 164 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tidak dapat dijadikan dasar hukum dalam melakukan Pemutusan Hubungan Kerja.

Hubungan kerja antara Penggugat dengan Para Tergugat putus dengan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhitung sejak tanggal 23 Januari 2014. Kemudian untuk perhitungan uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak atas

(9)

Pemutusan Hubungan Kerja Para Tergugat sesuai dengan ketentuan Pasal 156 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003, berikut uraiannya:

a. (Yusniari – NB3013) masa kerja 13 tahun, dan besarnya gaji/bulan Rp11.293.000,00

● Uang Pesangon: 9 bulan upah

=9 x Rp11.293.000,00 = Rp101.637.000,00

= Rp101.637.000,00 x 2 (Pengusaha melakukan PHK karena alasan efisiensi).

= Rp203.274.000,00

● Uang Penghargaan Masa Kerja: 5 bulan upah.

= 5 x Rp11.293.000,00

= Rp56.465.000,00

● Uang Penggantian Hak: 15% dari jumlah Pesangon dan Penghargaan Masa Kerja

= 15/100 x (Rp203.274.000,00 + Rp56.465.000,00)

= 15/100 x Rp259.739.000,00

= Rp38.960.850,00

b. (Marthin Lempang – NB4119) masa kerja 12 tahun 10 bulan dan besarnya gaji/bulan Rp9.873.000,00

● Uang Pesangon: 9 bulan upah

= 9 x Rp9.873.000,00

= Rp 88.857.000,00

(10)

= Rp 88.857.000,00 x 2 (Pengusaha melakukan PHK karena alasan efisiensi).

= Rp177.714.000,00

● Uang Penghargaan Masa Kerja: 5 bulan upah.

= 5 x Rp9.873.000,00

= Rp49.365.000,00

● Uang Penggantian Hak: 15% dari jumlah Pesangon dan Penghargaan Masa Kerja.

= 15/100 x (Rp177.714.000,00 + Rp49.365.000,00)

= 15/100 x Rp 227.079.000,00

= Rp. 34.061.850,00

c. (Dwi Yantoro – NB2046) masa kerja 13 tahun dan besarnya gaji/bulan Rp 12.099.000,00

● Uang Pesangon: 9 bulan upah.

= 9 x Rp12.099.000,00

= Rp108.891.000,00

= Rp108.891.000,00 x 2 (Pengusaha melakukan PHK karena alasan efisiensi).

= Rp217.782.000,00

● Uang Penghargaan Masa Kerja: 5 bulan upah.

= 5 x Rp12.099.000,00

= Rp60.495.000,00

(11)

● Uang Penggantian Hak: 15% dari jumlah Pesangon dan Penghargaan Masa Kerja.

= 15/100 x (Rp 217.782.000,00 + Rp60.495.000,00)

= 15/100 x Rp278.277.000,00

= Rp41.741.550

d. (Suryadi – NB3883) masa kerja 13 tahun 3 bulan dan besarnya gaji/bulan Rp13.778.000,00

● Uang Pesangon: 9 bulan upah.

= 9 x Rp13.778.000,00

= Rp124.002.000,00

= Rp124.002.000,00 x 2 (Pengusaha melakukan PHK karena alasan efisiensi).

= Rp248.004.000,00

● Uang Penghargaan Masa Kerja: 5 bulan upah.

= 5 x Rp13.778.000,00

= Rp68.890.000,00

● Uang Penggantian Hak: 15% dari jumlah Pesangon dan Penghargaan Masa Kerja.

= 15/100 x (Rp248.004.000,00 + Rp68.890.000,00)

= 15/100 x Rp316.894.000,00

= Rp47.534.100,00

(12)

Kemudian setelah Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Mataram telah diucapkan, Para Tergugat pada tanggal 23 Januari 2014 mengajukan permohonan kasasi pada tanggal 12 Februari 2014. Alasan diajukannya kasasi oleh Pemohon Kasasi dahulu tergugat yaitu, terkait keberatan Pemohon Kasasi dalam gugatan penggugat terkait Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dalam rangka efisiensi dan dasar hukum dalam melakukan pemutusan hubungan kerja yaitu Pasal 164 ayat (3) Undang- undang nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. serta hakim tidak mempertimbangkan Dalam Pasal 66 PKB PT. NNT periode 01 Januari 2011 s/d 31 Desember 2012 disebutkan "Perusahaan dapat melakukan pemutusan hubungan kerja karena berakhirnya kegiatan operasional perusahaan. Pembayaran hak-hak pekerja mengacu kepada peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan yang berlaku. Dari ketentuan ini PHK dapat dilaksanakan karena berakhirnya kegiatan operasional perusahaan (perusahaan tutup). faktanya PT NNT saat ini masih melakukan kegiatan operasional sebagaimana biasanya dan dasar hukum untuk menetapkan kompensasi pekerja/buruh sesuai dengan Pasal 164 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. Yaitu dengan kompensasi uang pesangon sebanyak dua kali lipat.

Kemudian permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi : Yusniarti, dkk.

tersebut harus ditolak bahwa Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Mataram dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang- undang.

Dalam putusan pengadilan tersebut terlihat terdapat kesenjangan antara teori dengan praktek. Bahwa dalam kasus ini hakim dalam putusannya tidak melihat alasan dari

(13)

perusahaan, namun berdasarkan pertimbangan pemerintah dan adanya musyawarah dengan organisasi buruh setempat maka perusahaan ini dinyatakan tetap berlanjut, maka Perusahaan dalam melakukan Pemutusan Hubungan Kerja kepada pekerja/buruh. Oleh karena itu pemberian kompensasi kepada pekerja/buruh yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja sesuai Pasal 156 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003.

Sedangkan dalam Pasal 164 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perusahaan tutup bukan karena mengalami kerugian 2 (dua) tahun berturut-turut atau bukan karena keadaan memaksa (force majeure) tetapi perusahaan melakukan efisiensi. Akan tetapi Pemutusan Hubungan Kerja sah dilakukan setelah perusahaan tutup secara permanen dan sebelumnya perusahaan melakukan sejumlah langkah terlebih dahulu dalam rangka efisiensi.

Uraian di atas yang melatarbelakangi penulis untuk meneliti masalah tersebut, akan tetapi penulis lebih memfokuskan pada Analisis Hukum Putusan Nomor 10/G/2013/

PHI.PN.MTR dan Putusan Nomor 518 K/Pdt.Sus-PHI/2014 Perspektif Teori Keadilan John Rawls, teori tersebut adalah dimana keadilan merupakan suatu kebajikan utama dalam institusi sosial, sebagaimana kebenaran dalam sistem pemikiran.

Oleh karena itu, berdasarkan putusan Putusan Nomor 518 K/Pdt.Sus-PHI/2014, sebagai landasan bagi penulis dalam penulisan penelitian ini, untuk melihat pertimbangan hukum hakim sudah sesuai dengan hukum yang berlaku dalam perspektif teori keadilan bermartabat. Kemudian suatu teori, hukum dan institusi betapapun elegan dan ekonomisnya, harus ditolak atau direvisi jika ia tidak benar, tidak peduli betapapun efisien dan rapinya, harus direformasi atau dihapuskan jika tidak adil. Setiap orang memiliki

(14)

kehormatan yang berdasar pada keadilan sehingga seluruh masyarakat sekalipun tidak bisa membatalkannya13.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan ulasan di atas dapat ditemukan berberapa hal yang penting untuk dikaji terhadap putusan hakim tersebut. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

Apakah pertimbangan hukum hakim Tingkat Kasasi sudah sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia dalam perspektif Teori Keadilan Rawls?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pertimbangan hukum hakim dalam Putusan Nomor 634 K/Pdt.Sus-PHI/2016 sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia dalam perspektif Teori Keadilan John Rawls.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Bagian yang menjadi manfaat teoritis untuk memberikan dan menambah pemahaman hukum tentang hukum ketenagakerjaan tentang hak-hak pekerja/buruh terkait pemutusan hubungan kerja dalam Teori Keadilan John Rawls.

(15)

2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis dalam penelitian ini adalah untuk memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada masyarakat tentang adanya hukum yang mengatur tentang hak-hak pekerja/buruh terkait pemutusan hubungan kerja serta melalui Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

E. Metode Penelitian

Metode penelitian adalah salah satu cara kerja dimana penulis dapat menghasilkan dan menjelaskan hasil yang konkrit dari suatu kegiatan yang dijalankan dalam memperoleh suatu hasil tersebut. Penelitian hukum adalah menemukan kebenaran koherensi, yang berarti adakah norma-norma hukum yang berisi perintah atau larangan sesuai dengan prinsip hukum yang ada14.

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang bertujuan untuk memuat, menemukan, dan mempelajari peraturan perundang-undangan, asas-asas, kaidah hukum serta teori hukum, tentang hak-hak pekerja/buruh terkait pemutusan hubungan kerja dalam perspektif teori keadilan bermartabat.

2. Bahan Hukum

Bahan hukum yang dipakai dalam penelitian ini antara lain:

14 Marzuki Mahmud, Penelitian Hukum Edisi Revisi, Kencana, Jakarta, 2005, hlm. 47.

(16)

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum Primer adalah bahan hukum yang ditemukan dalam Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 19/PUU-IX/2011 dan Putusan Pengadilan sebagai bahan penelitian penulis.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan tentang bahan hukum primer antara lain buku-buku hasil penulisan, jurnal, makalah, artikel, surat kabar, internet yang terkait dengan objek penulisan ini.

Adapun selain bahan hukum primer dan sekunder, bahan hukum tersier juga digunakan sebagai bahan penelitian penulis yaitu Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Kamus Hukum. Dalam penelitian ini, penulis juga menggunakan pendekatan penelitian meliputi pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan kasus (case law approach).

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier adalah kamus hukum maupun kamus umum. Bahan hukum ini digunakan hanya untuk membantu menjelaskan pengertian dari konsep-konsep dalam rumusan masalah. Sejauh pengertian dari konsep-konsep dalam rumusan masalah yang belum jelas. Dalam arti tidak dapat ditemukan dalam bahan hukum primer maupun hukum sekunder.

(17)

Pengumpulan bahan hukum dalam penelitian library research Adalah teknik dokumenter, yaitu dikumpulkan dari telaah arsip atau studi pustaka seperti, Buku-buku, makalah, artikel, majalah, jurnal, koran atau karya para pakar. Selain itu wawancara juga merupakan salah satu dari teknik pengumpulan bahan hukum yang menunjang teknik dokumenter Dalam penelitian ini Serta berfungsi untuk memperoleh bahan hukum yang mendukung penelitian jika diperlukan.

4. Pendekatan

a. Pendekatan Perundang-undangan (Statutory Approach)

Pendekatan perundangan-undangan adalah pendekatan yang dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang ditangani. Pendekatan kasus adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara melakukan telaah terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.

b. Pendekatan Kasus (Case Law Approach)

Pendekatan kasus dilakukan dengan menelaah kasus yang berkaitan dengan isu hukum yang dijadikan topik pembahasan dalam sebuah penulisan. bahan yang menjadi pendekatan kasus oleh penulis adalah sengketa PT. Newmont Nusa Tenggara melawan Para Pekerja yaitu Yusniari, dkk. pada putusan Putusan Tingkat Pertama Nomor 10/G/2013/PHI.PN.MTR dan Putusan Tingkat Kasasi Nomor 518 K/Pdt.Sus-PHI/2014.

c. Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach)

(18)

Pendekatan perbandingan digunakan dalam penelitian yang membahas mengenai adanya kekosongan norma hukum. Menurut Jimly Asshiddiqie norma hukum didefinisikan sebagai pelembagaan nilai nilai baik dan buruk di masyarakat dalam bentuk tata aturan yang berisi kebolehan, anjuran atau perintah.

d. Pendekatan Filosofis (Philosophical Approach)

Pendekatan Filsafat digunakan untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam atas implikasi antara pihak pemberi kerja dan pekerja/buruh dan dampak dari diterapkannya suatu peraturan Perundang-undangan terhadap masyarakat.

e. Pendekatan Sejarah (Historical Approach)

Pendekatan sejarah memberikan pengetahuan kepada peneliti untuk dapat lebih memahami sejarah terbentuknya sebuah peraturan hukum yang berlaku baik pada zaman sekarang hingga yang akan datang, sehingga peneliti dapat lebih memahami manfaat atau filosofi dari diberlakukanya sebuah peraturan hukum.

5. Teknik Analisis

Analisis Kualitatif (Menafsir)

Susunan laporan penelitian yang menggunakan metode kualitatif, yaitu metode penelitian yang tidak menggunakan statistik, berbeda dengan susunan laporan penelitian yang menggunakan metode kuantitatif.15

Tafsir arti dan makna dari kata-kata Membandingkan, mengkontraskan, compare dan kontras, cari yang sama, cari yang beda.

(19)

F. Orisinalitas Penelitian

No. Nama/ Nim Judul dan Rumusan Masalah

Temuan dapat dilihat BAB III Penutup, bagian a.

kesimpulan

Perbandingan dengan skripsi

penulis

1.

Alvin Moses Priyono/ 312015038

Judul :Jaminan Kecelakaan Kerja dan Pemeliharaan Kesehatan Pekerja Perspektif Teori Keadilan Bermartabat Rumusan Masalah : Bagaimana jaminan kecelakaan kerja dan pemeliharaan kesehatan pekerja

dalam perspektif teori Keadilan Bermartabat ?

Jaminan kecelakaan kerja dan pemeliharaan kesehatan pekerja adalah

Perlindunagan dan jaminan keselamatan dan kesehatan para pekerja sehingga terdapat dalam jiwa bangsa (Volksgeist), seperti dalam perspektif Keadilan Bermartabat. Kaidah itu dapat mengurangi resiko terjadinya kecelakaan kerja ataupun

Penyakit yang ditimbulkan pada saat bekerja sehingga kerugian secara ekonomis baik yang dialami oleh perusahaan maupun pekerja dapat terminimalisir.

Perbedaan dapat dilihat

sangat jelas pada judul dan

rumusan masalah

2.

Haposan Julyanto/

312012058

Judul : Tinjauan Yuridis Tentang Upah Proses Studi Kasus Putusan Nomor

01/G/2013/PHI.YK.

Antara Abdul Jalil Melawan Hotel OGH Doni Jogja

Rumusan Masalah : Apakah pertimbangan hakim tidak mengabulkan permohonan upah proses

1. Pertimbangan Hakim Tidak Mengabulkan Permohonan Upah Proses Yang Diajukan

Oleh Abdul Jalil Dalam Posita Gugatan Sudah Sesuai Dengan Pasal 155 Ayat (2) Dan (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

Perbedaan dapat dilihat sangat jelas pada judul dan rumusan masalah

(20)

Abdul Jalil sesuai dengan ketenntuan Pasal 155 ayat (2) dan (3) Undang- Undang Ketenagakerjaan?

Sumber: Diolah dan didapatkan dari skripsi-skripsi terdahulu publikasi Fakultas Hukum UKSW Salatiga.

G. Sistematika Penulisan

BAB I Pendahuluan berisi mengenai latar belakang penelitian, identifikasi masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, kerangka pemikiran dan metode penelitian. BAB II Kajian Pustaka, Hasil Penelitian dan Analisis. Bab Kedua ini berisi referensi bacaan untuk menunjang penulisan skripsi, hasil dari putusan yang sudah diteliti dan dianalisis. BAB III Penutup, terdiri dari Kesimpulan berdasarkan pembahasan permasalahan dalam skripsi ini dan Saran-saran sebagai rekomendasi temuan-temuan yang diperoleh selama proses penelitian pengerjaan skripsi ini.

Referensi

Dokumen terkait

Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan.. Jakarta:

Ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula renalis. Lapisan luar terdapat korteks renalis dan lapisan sebelah dalam disebut medula renalis.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kepatuhan wajib pajak badan merupakan suatu tindakan patuh dan sadar terhadap ketertiban pembayaran dan pelaporan

Darah Kristus yang menebus adalah darah perjanjian yang membawa kita masuk ke dalam hadirat Allah, ke dalam diri Allah sendiri, dan ke dalam kenikmatan yang penuh akan Allah

Bentuk tindakan yang dapat mengakibatkan persaingan tidak sehat sebagai dimaksud oleh Pasal 27 adalah (i) pemilikan saham mayoritas pada beberapa perusahaan yang

Hasil FTIR membuktikan bahwa CMC-g-PAM berhasil dilakukan dengan menggunakan metode kopolimerisasi cangkok dengan inisiator Amonium Persulfat dan Cerium Sulfat yang

Oleh karenanya menarik untuk dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui konsistensi pengaruh citra merek, kualits produk, kepercayaandan kepuasan konsumen