• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 13/PUU-XV/2017

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 13/PUU-XV/2017"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

 

MAHKAMAH KONSTITUSI

REPUBLIK INDONESIA

---

RISALAH SIDANG

PERKARA NOMOR 13/PUU-XV/2017

PERIHAL

PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003

TENTANG KETENAGAKERJAAN

TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK

INDONESIA TAHUN 1945

ACARA

MENDENGARKAN KETERANGAN PRESIDEN, DPR, DAN

PIHAK TERKAIT (APINDO)

(III)

J A K A R T A

SENIN, 15 MEI 2017

 

(2)

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

--- RISALAH SIDANG

PERKARA NOMOR 13/PUU-XV/2017 PERIHAL

Pengujian Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan [Pasal 153 ayat (1) huruf f] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON

1. Jhoni Boetja

2. Edy Supriyanto Saputro 3. Airtas Asnawi 4. Syaiful 5. Amidi Susanto 6. Taufan 7. Muhammad Yunus 8. Yekti Kurniasih ACARA

Mendengarkan Keterangan Presiden, DPR, dan Pihak Terkait (Apindo) (III) Senin, 15 Mei 2017 Pukul 11.26 – 12.15 WIB

Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat

SUSUNAN PERSIDANGAN

1) Arief Hidayat (Ketua)

2) Aswanto (Anggota)

3) I Dewa Gede Palguna (Anggota)

4) Saldi Isra (Anggota)

5) Suhartoyo (Anggota)

6) Manahan MP Sitompul (Anggota) 7) Wahiduddin Adams (Anggota) Wilma Silalahi Panitera Pengganti

(3)

Pihak yang Hadir: A. Pemohon: 1. Muhammad Yunus 2. Syaiful Bahri 3. Jhoni Boetja 4. Taufan 5. Yekti Kurniasih 6. Edi Suprianto B. Pemerintah: 1. Haiyani Rumondang 2. Agatha Widianawati 3. Bambang Adi 4. Budiman 5. Ninik Hariwanti 6. Mulyanto 7. R. Tony Prayogo

C. Pihak Terkait (Apindo):

1. Gustaf Evert Matulessy 2. Agus Dwijanto

3. Myra H. 4. Adrinaldi

(4)

1. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Bismillahirrahmanirrahim, sidang dalam perkara Nomor 13/PUU-XV/2017, dengan ini dibuka dan terbuka untuk umum.

Pemohon, siapa yang hadir? Silakan.

2. PEMOHON: JHONI BOETJA

Assalamualaikum wr. wb.

3. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Walaikumsalam wr. wb.

4. PEMOHON: JHONI BOETJA

Terima kasih, Yang Mulia. Jadi, saya ambil dari sini, Bapak Muhammad Yunus sebagai Pemohon, Bapak Syaiful Bahri sebagai Pemohon, Jhoni Boetja, saya sendiri sebagai Pemohon, sebelah kanan saya Bapak Taufan sebagai Pemohon, Ibu Yekti Kurniasih, mantan pegawai PLN sebagai Pemohon, Bapak Edi Supriatno sebagai Pemohon. Untuk Bapak Amidi Pemohonnya enggak bisa hadir karena adiknya hari ini dimakamkan meninggal dunia, Pak, jadi mohon dimaafkan. Sedangkan Bapak Airtas lagi dinas luar, dan sudah kami berikan SP ... anu … Surat Kuasanya tempo hari, ini ada Surat Kuasa kembali. Itu saja, terima kasih, Yang Mulia.

5. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Baik, dari DPR tidak bisa hadir. Ada surat tertanggal 8 Mei yang

ditandatangani oleh Kepala Badan Keahlian DPR karena bersamaan dengan masa reses. Dari Pemerintah siapa yang hadir, silakan?

6. PEMERINTAH: MULYANTO

Terima kasih, Yang Mulia. Assalamualaikum wr. wb. Dari

Pemerintah, dari Kemnaker, Ibu Dra. Haiyani Rumondang, M.A., Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial. Kemudian, Bapak ... Ibu Agatha Widianawati. Kemudian, Bapak Bambang Adi. Kemudian, Bapak Budiman, S.H., Kepala Biro Hukum Kementerian

SIDANG DIBUKA PUKUL 11.26 WIB

(5)

Tenaga Kerja. Dari Kemenkumham, Ibu Ninik Hariwanti, S.H., LL.M., Direktur Litigasi. Kemudian, saya Pak Mulyanto. Kemudian, Bapak R. Tony Prayogo. Demikian, Yang Mulia.

7. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Baik, Mahkamah juga sudah menyetujui untuk menjadi Pihak

Terkait dari dua institusi, yang pertama dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan yang kedua dari SPSI yang pada hari ini yang sudah hadir dari Apindo, ya? Silakan, diperkenalkan siapa yang hadir?

8. KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT: GUSTAF EVERT. M

Terima kasih, Yang Mulia. Yang terkait dari Apindo yang hadir,

saya sendiri, Evert Matulessy. Yang kedua, Agus Dwijanto. Yang ketiga (...)

9. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Ini yang menerima Kuasa dari Pak Hariadi, ya? Dan kawan-kawan,

ya?

10. KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT: GUSTAF EVERT. M

Ya, Pak.

11. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Baik.

12. KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT: GUSTAF EVERT. M

Yang ketiga, Ibu Myra. Yang keempat, Pak Adri. Terima kasih, Yang Mulia.

13. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Baik, terima kasih. Agenda kita pada persidangan pada pagi hari

ini adalah mendengarkan keterangan DPR dan presiden. Karena DPR tidak bisa hadir, maka satu-satunya agenda adalah mendengarkan keterangan dari presiden.

Silakan, dari presiden yang mewakili? Silakan. Tidak perlu dibacakan secara keseluruhan pokok-pokok keterangan Pemerintah yang … silakan dibacakan. Untuk pokok permohonan, kedudukan hukum, saya

(6)

kira sudah tidak perlu. Silakan dari awal, kemudian langsung masuk ke halaman 5, bab ketiga itu. Silakan, Ibu.

14. PEMERINTAH: HAIYANI RUMONDANG

Assalamualaikum wr. wb.

15. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Walaikum salam.

16. PEMERINTAH: HAIYANI RUMONDANG

Selamat siang dan salam sejahtera untuk kita semua. Keterangan presiden atas permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kepada Yang Mulia Ketua, Anggota Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia di Jakarta.

Dengan hormat, yang bertandatangan di bawah ini:

1. Nama : Yasonna H. Laoly (Menteri Hukum dan Hak Asasi

Manusia Republik Indonesia)

2. Nama : Muhammad Hanif Dhakiri (Menteri

Ketenagakerjaan Republik Indonesia).

Dalam hal ini, baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri, bertindak untuk dan atas nama Presiden Republik Indonesia, selanjutnya sebagai Pemerintah. Perkenankanlah kami menyampaikan keterangan presiden baik lisan maupun tertulis yang merupakan satu kesatuan yang utuh dan tak terpisahkan, atas permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, selanjutnya disebut Undang-Undang Ketenagakerjaan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, selanjutnya disebut Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang dimohonkan oleh Ir. H. Jhoni Boetja, S.E. dan kawan-kawan, selanjutnya disebut sebagai Para Pemohon sesuai registrasi permohonan di Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Nomor 13/PUU-XV/2017 tanggal 13 Februari 2017 dengan perbaikan permohonan pada tanggal 6 Maret 2017. Kami lanjutkan langsung ke halaman 5.

17. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Bagian satu dan bagian dua dianggap telah dibacakan, ya.

18. PEMERINTAH: HAIYANI RUMONDANG

(7)

19. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Silakan, Ibu.

20. PEMERINTAH: HAIYANI RUMONDANG

Langsung bagian tiga. Keterangan Pemerintah atas materi permohonan yang dimohonkan untuk diuji. Bahwa alinea keempat pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 menentukan bahwa tujuan negara RI salah satunya adalah untuk memajukan kesejahteraan umum dan keadilan sosial. Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk meningkatkan harkat, martabat, dan harga diri tenaga kerja serta mewujudkan masyarakat sejahtera, adil, makmur, dan merata baik materiil maupun spiritual.

Pembangunan ketenagakerjaan mempunyai banyak dimensi dan

keterkaitan. Keterkaitan itu tidak hanya dengan kepentingan tenaga kerja sebagaimana juga keterkaitan dengan kepentingan pengusaha, pemerintah, dan masyarakat.

Oleh karena itu, hubungan industrial sebagai bagian dari pembangunan ketenagakerjaan harus diarahkan untuk terus mewujudkan hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan dengan tetap mendorong partisipasi yang optimal dari seluruh tenaga kerja dan pekerja buruh se-Indonesia untuk membangun negara Indonesia yang dicita-citakan.

Bahwa dibentuknya Undang-Undang Ketenagakerjaan merupakan amanat dalam Pasal 27 ayat (2), Pasal 28D ayat (2), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Tahun 1945 untuk mengatur lebih teknis pengaturan bidang ketenagakerjaan, salah satunya pengaturan mengenai hubungan industrial. Dengan kata lain, pengaturan mengenai hubungan industrial dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 merupakan kebijakan umum (legal policy) pembentuk undang-undang dalam menentukannya.

Dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan diatur mengenai hal-hal

yang terkait dengan hubungan industrial, termasuk perlindungan pekerja buruh, perlindungan atas hak-hak dasar pekerja buruh untuk berunding dengan pengusaha, perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja, perlindungan khusus bagi pekerja buruh perempuan, anak, dan penyandang cacat serta perlindungan tentang upah, kesejahteraan, dan jaminan sosial tenaga kerja.

Salah satu bentuk perlindungan pekerja buruh yang diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan adalah perlindungan dari adanya

(8)

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Ketentuan Pasal 151 ayat (1) Undang-Undang ketenagakerjaan secara eksplisit telah menyebutkan bahwa pengusaha, pekerja buruh, serikat pekerja serikat buruh, dan pemerintah dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja. Segala upaya dimaksud adalah segala kegiatan-kegiatan yang bersifat positif yang pada akhirnya dapat menghindari terjadinya PHK.

Dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan telah diatur mengenai

larangan bagi pengusaha untuk melakukan PHK yang didasarkan atas suatu sebab tertentu, yaitu sebagaimana diatur dalam Pasal 153 ayat (1) Undang-Undang Ketenagakerjaan yang berbunyi, “Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan:

a. Pekerja buruh berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 bulan secara terus-menerus.

b. Pekerja buruh berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban terhadap negara, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

c. Pekerja buruh menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya.

d. Pekerja buruh menikah.

e. Pekerja buruh perempuan hamil melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya.

f. Pekerja buruh mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan

perkawinan dengan pekerja buruh lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

g. Pekerja buruh mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja serikat pekerja buruh, pekerja buruh melakukan kegiatan serikat pekerja serikat buruh di luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

h. Pekerja buruh yang mengadukan pengusaha kepada yang berwajib mengenai perbuatan pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan.

i. Karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit,

golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan.

j. Pekerja buruh dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan

kerja atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.

k. Bahwa salah satu larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 153 ayat (1) huruf f Undang-Undang Ketenagakerjaan adalah karena alasan pekerja buruh mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan pekerja buruh lainnya di satu perusahaan

(9)

kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. Bahwa makna ketentuan a quo pada dasarnya ingin memberikan kesempatan bagi para pelaku hubungan industrial, baik pengusaha dan pekerja buruh untuk menentuan lain, dalam arti bahwa perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama merupakan suatu bentuk kesepakatan yang dibuat oleh pelaku hubungan industrial dan mengikat bagi para pihak.

l. Bahwa yang dimaksud dengan perjanjian kerja bersama yang

ditentukan dalam Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Ketenagakerjaan dinyatakan bahwa perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. Sedangkan pada Pasal 1 angka 20 Undang-Undang Ketenagakerjaan peraturan perusahaan adalah peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja dan tata tertib perusahaan, serta dalam Pasal 1 angka 21 Undang-Undang Ketenagakerjaan perjanjian kerja bersama adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggun jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban kedua belah pihak.

m. Bahwa perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama adalah suatu kesepakatan atau perikatan dan merupakan undang-undang bagi yang mengadakannya sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 1338 KUA Perdata yang berbunyi, “Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang berlaku sebagai undang ... berlaku bagi undang-undang ... sebagai undang-undang-undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan iktikad baik.”

n. Bahwa dengan diaturnya frasa kecuali telah diatur dalam perjanjian

kerja peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama dalam

Pasal 151 ayat (1) huruf f Undang-Undang Ketenagakerjaan pada dasarnya pembentuk undang-undang mengakui bahwa sumber hukum yang berlaku dan mendasari hubungan kerja antara pengusaha dan pekerja buruh adalah perjanjian kerja, peraturan perusahan, atau perjanjian kerja bersama sehingga secara substansi kewenangan untuk menentukan apakah dengan adanya pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan pekerja buruh dapat di-PHK atau tetap dapat bekerja di dalam satu perusahaan menjadi

(10)

kewenangan para pihak, yaitu pengusaha dan pekerja buruh untuk menentukannya sehingga pekerja buruh seharusnya sudah mengetahui dan dapat memperkirakan konsekuensi apabila mereka melakukan perikatan perkawinan sesama rekan sekerja yang dilakukan setelah perjanjian kerja disepakati oleh kedua belah pihak.

o. Bahwa frasa a quo dimaksudkan untuk mengakomodir sifat dan jenis pekerjaan serta karakteristik perusahaan dalam bisnis tertentu, namun demikian dengan adanya ketentuan yang memberlakukan perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama terlebih dahulu harus melalui proses pemeriksaan oleh pemerintah, maka hal ini untuk mencegah terjadinya pemaksaan kehendak secara sepihak oleh pengusaha terkait permasalahan hubungan pertalian darah dan ikatan perkawinan. Dalam hal ini pemerintah akan memeriksa substansi dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama dan apabila ditemukan hal-hal yang bertentangan peraturan perundang-undangan maka pemerintah akan memberikan koreksi sebagai bentuk pengawasan dari pemerintah,

sehingga diaturnya frasa kecuali diatur dalam perjanjian kerja,

peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama dalam Pasal

153 ayat (1) huruf f Undang-Undang Ketenagakerjaan tidaklah bertentangan dengan Pasal 28B ayat (1) dan Pasal 28D ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sehingga terhadap dalil para Pemohon tidak beralasan dan tidak berdasar.”

IV. Petitum.

Berdasarkan penjelasan dan argumentasi tersebut di atas, pemerintah memohon kepada Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Konstitusi Republik Indonesia dapat memberikan putusan sebagai berikut.

Satu. Menyatakan bahwa para Pemohon tidak mempunyai kedudukan hukum (legal standing).

Dua. Permo ... dua. Menolak permohonan pengujian Pemohon seluruhnya atau setidak-tidaknya menyatakan permohonan pengujian Pemohon tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard).

Tiga. Menerima keterangan presiden secara keseluruhan.

Empat. Menyatakan ketentuan Pasal 153 ayat (1) huruf f Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tidak bertentangan dengan ketentuan Pasal 28 ayat (1) dan Pasal 28 ayat (2) ... Pasal 28D ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Demikian keterangan ini, atas perkenan dan perhatian Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, diucapkan terima kasih.

(11)

Jakarta, 15 Mei 2017. Kuasa Hukum Presiden Republik Indonesia, Menteri Ketenagakerjaan, Muhammad Hanif Dhakiri, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna H. Laoly, ditandatangani.

Demikian, Yang Mulia, kami sampaikan keterangan Presiden ini

kepada Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Yang Mulia.

Assalamualaikum wr. wb. Terima kasih.

21. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Walaikum salam wr. wb. Terima kasih, Ibu. Silakan duduk kembali. Dari Apindo, Pihak Terkait, Pak Evert Matulessy dan Pak Agus, sudah siap untuk memberikan keterangan? Saya lihat sudah ada keterangan tertulis, ya? Siap, ya? Silakan dibacakan.

22. KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT: GUSTAF EVERT. M

Yang Mulia Ketua, Anggota Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, sesuai dengan undangan yang diberikan kepada kami sebagai Terkait, maka kami akan memberikan keterangan sebagai berikut.

1. Bahwa perkawinan antara pekerja laki-laki dan pekerja wanita dalam suatu perusahaan ataupun satu instansi pemerintah telah lama terjadi dan mengakibatkan dampak positif maupun negatif, baik kepada perusahaan maupun kepada pekerja itu sendiri dan pekerja lainnya sebagai bagian dari perusahaan tersebut.

2. Bahwa adapun dampak positif dari perkawinan sesama pekerja dalam suatu perusahaan adalah pasangan pekerja tersebut secara emosional akan saling menguatkan hubungan keluarganya sehingga merasa aman dan tenteram karena saling melindungi. Namun demikian, selain dampak positif tersebut, juga terdapat dampak negatif yang berhubungan dengan perasaan saling melindungi tersebut yang berpotensi negatif, yakni dapat mengurangi bahkan menghilangkan objektivitas kerja dari hubungan kerja antara pekerja dan manajemen perusahaan.

Sebagai contoh seorang manajer HRD di satu perusahaan mempekerjakan istri atau suami dari atasan kerjanya, yakni general manajer di satu perusahaan sebagai supervisor dimana pada satu keadaan tertentu istri atau suami atau manajer HRD tersebut melakukan pelanggaran, indisipliner, atau pelanggaran lainnya yang dapat dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam perjanjian kerja peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. Dengan kondisi tersebut, secara psikologis akan terjadi konflik batin bagi manajer HRD tersebut untuk meng ... menegakkan aturan di perusahaannya.

(12)

3. Bahwa dengan adanya dampak negatif dan positif tersebut, maka pemerintah mengatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 pada Pasal 153 ayat (1f) ... ayat (1) huruf f dengan tujuan untuk mencegah hal-hal yang negatif terjadi di lingkungan perusahaan dan membangun kondisi kerja yang baik, profesional, dan berkeadilan.

4. Bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada Bab 10A tentang Hak Asasi Manusia Pasal 28B ayat (1) menyatakan bahwa setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah. Kemudian, Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menegaskan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia yang kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa. Serta Pasal 33 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 ... 1974 tentang Perkawinan yang juga menegaskan bahwa suami-istri wajib saling mencintai, menghormati, setia, dan memberikan bantuan lahir dan batin yang satu kepada yang lain.

Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa perkawinan adalah hak setiap orang yang bersifat sakral dan terdapat kewajiban bagi suami-istri yang menjadikan hubungan keduanya menjadi sangat kuat dan khusus.

5. Bahwa pada prinsipnya perusahaan tidak melarang seorang untuk menikah, akan tetapi apabila suami-istri bekerja dalam suatu perusahaan yang sama, akan berpotensi menimbulkan konflik kepentingan (conflict of interest) dalam mengambil keputusan dalam internal perusahaan dan juga dapat mengganggu objektivitas serta profesionalisme dalam pekerjaannya, misalnya berkaitan dengan penilaian kinerja pekerja dalam pengembangan karier, dalam promosi, pemberian sanksi, dan sebagainya yang akan mengganggu rasa keadilan bagi pekerja yang lainnya yang tidak memiliki hubungan khusus sebagai suami-istri dalam suatu perusahaan yang tujuannya tentu lebih banyak sebagaimana diatur dalam Pasal 28D ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi, “Setiap orang berhak untuk bekerja, serta mendapat imbalan, dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.”

6. Bahwa ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 153 ayat (1) huruf f adalah tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Hal ini bertujuan untuk melindungi kepentingan yang lebih besar dalam menjaga hak setiap warga negara untuk menikah, tetap sekaligus juga untuk menjaga setiap hak setiap orang yang bekerja guna mendapatkan perlakuan yang

(13)

adil dimana kedua hal tersebut merupakan hak asasi manusia yang sama diatur di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28J ayat (1) yang menegaskan bahwa setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara. Dan ayat (2) yang berbunyi, “Dalam menjalankan hak dan kebebasannya setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan, serta penghormati … penghormatan atas hak kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, dan ketertiban umum di dalam suatu masyarakat demokratis.”

Berdasarkan keterangan-keterangan yang kami kemukakan di atas maka kami berpendapat.

1. Bahwa Ketentuan Pasal 153 ayat (1) huruf f Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang pada prinsipnya menegaskan bahwa pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan bahwa pekerja/buruh mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan pekerja/buruh lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama tidak bertentangan dengan Pasal 28B ayat (1) dan Pasal 28D ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2. Bahwa dengan adanya Pasal 153 ayat (1) huruf f Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan ini memberikan jaminan kondusif hubungan kerja sesama pekerja maupun pekerja dan manajemen perusahaan sehingga mempengaruhi profesionalitas kerja dan memberikan keadilan bagi antara pekerja itu sendiri maupun bagi perusahaan.

Demikianlah keterangan yang kami sampaikan ini selaku Pihak Terkait dalam sidang perkara ini. Jakarta, 15 Mei 2017, Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Pengusaha Indonesia (DPN Apindo) dalam hal ini diwakili Evert Matulessy dan Agus Dwijanto. Terima kasih, Yang Mulia.

23. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Terima kasih, Pak. Silakan duduk kembali. Sekarang giliran Hakim untuk memberikan pendalaman. Prof. Saldi, ada? Kemudian Pak Pal, yang terakhir Pak Suhartoyo. Ya, silakan Prof. Saldi terlebih dahulu.

24. HAKIM ANGGOTA: SALDI ISRA

Terima kasih, Yang Mulia. Ini bukan pendalaman, tapi ini … apa … catatan untuk Pemerintah atau … apa namanya ... tambahan bahan

(14)

kalau bisa disampaikan kepada kita. Ini terkait dengan kalau dibaca konstruksi Pasal 153 ayat (1) itu dari huruf a sampai huruf i ... huruf j, itu kan, hanya satu-satunya huruf f itu yang ada pengecualian. Semuanya tidak ada pengecualian.

Nah, dulu ketika Pasal 153 ayat (1) ini dibahas, kira-kira apa perdebatan perumusan pasal ini yang mengecualikan satu-satunya untuk huruf f itu? Jadi, mungkin Pemerintah bisa … apa namanya … menyampaikan kepada Mahkamah atau di pertemuan berikutnya

perdebatan apa sehingga muncul kecuali ini? Kan, tidak mungkin tidak

ada perdebatan atau datang dengan sendirinya saja ketika huruf f ini dikecualikan, satu-satunya pasal yang dikecualikan yang di … apa ... di antara poin-poin yang lain. Itu untuk Pemerintah.

Yang kedua untuk Apindo. Tadi dinyatakan bahwa orang yang punya ikatan perkawinan yang bekerja dalam perusahaan yang sama itu kan, ada positif ada negatifnya. Bisakah Apindo misalnya mengemukakan bukti-bukti empirik yang membuktikan bahwa dari keterangan ini kan, lebih banyak negatifnya sebetulnya dibandingkan positifnya kalau Apindo tadi sehingga pada akhirnya mengatakan bahwa ini … pasal ini bukan inkonstitusional atau pasal ini konstitusional. Bisa enggak Apindo memberikan data empirik kepada kami yang membuktikan sebetulnya bahwa orang yang bekerja dalam status hubungan suami-istri dalam perusahaan yang sama itu lebih banyak negatifnya dibanding positifnya? Nah, itu mungkin kalau bisa ditambahkan, itu akan makin ... apa … memperkaya Hakim dalam memeriksa atau memutus perkara ini.

Yang terakhir, Pak Ketua, ini kepada Pemohon. Ada beberapa penjelasan yang dikemukakan di dalam permohonan. Di antaranya mengatakan bahwa ada baiknya juga, ada sisi positifnya juga kalau perusahaan itu memperbolehkan atau melarang ... tidak melarang ada pasangan suami-istri yang bekerja dalam perusahaan yang sama. Salah satunya tadi kan, biaya ... apa namanya … kesehatan ya, dan lain-lain itu.

Jadi, bisa hanya satu berlaku untuk dua orang. Nah, ini sama dengan Apindo supaya ... apa namanya … supaya kelihatan seimbang. Ada/enggak bukti-bukti empirik lain yang bisa menguatkan bahwa sebetulnya sisi positifnya itu lebih besar dibandingkan sisi negatifnya kalau pegawai yang punya hubungan perkawinan, itu bekerja dalam satu perusahaan. Nah, itu mungkin yang bisa di-explore kepada kami, Majelis. Terima kasih, Pak Ketua.

25. KETUA: ARIEF HIDAYAT

(15)

26. HAKIM ANGGOTA: I DEWA GEDE PALGUNA

Sebenarnya, sama intinya dengan yang ditambahkan. Terima kasih, Yang Mulia. Sama ini intinya dengan yang dimintakan konfirmasi oleh Yang Mulia Prof. Saldi. Ini mungkin kepada Pemerintah dan Apindo. Pertanyaan faktual saja. Ya, apakah sisi negatif dan juga mungkin positif yang disampaikan dalam keterangan Apindo itu, itu hanya berdasarkan asumsi ataukah ada satu hasil riset? Ya, itu. Karena saya juga menyimak permohonan Pemohon. Ada masuk akalnya juga tadi keuntungan yang disampaikan di dalam permohonan tadi itu. Nah, itu.

Misalnya kalau ada hasil riset, akan bagus itu, ya kalau disampaikan kepada kami. Dari pihak Apindo juga mungkin dari Pemerintah yang mana itu dikaitkan dengan perdebatan yang terjadi pada waktu perumusan undang-undang ini. Ataukah ini hanya sekadar kompromi misalnya, antara ... apa namanya … hanya sekadar kompromi antara pihak perusahaan atau pengusaha dengan serikat pekerja atau serikat buruh misalnya ketika pembahasan undang-undang ini. Nah, itu tentu perlu kami butuhkan.

Misalnya kalau ada base practice misalnya, yang menunjukkan bahwa lebih banyak positifnya misalnya kalau satu … dalam satu perusahaan itu orang yang mempunyai hubungan suami-istri, ya, kenapa kita menolak? Atau sebaliknya, misalnya kalau ada yang data yang menunjukkan sebaliknya, justru kalau ada hubungan suami-istri itu, memang seperti yang dikatakan oleh Apindo umpamanya, itu cenderung negatif.

Nah, kita akan mendapatkan data yang benar-benar seimbang. Disebabkan … ya, walaupun Apindo tadi mengatakan bahwa tidak ada maksud untuk melarang perkawinan orang. Karena itu kan kita tidak bisa mencegah. Yang namanya jodoh, kan katanya itu berada di tangan Beliau ya, Tuhan Yang Maha Esa. Kita enggak bisa menentukan, kita berjodoh dengan siapa. Tetapi persoalannya, justru ada di situ. Karena kita tidak tahu, kita akan berjodoh dengan siapa. Bisa saja kita berjodoh dengan orang yang berada dalam satu perusahaan.

Nah, tetapi tentu ada rasionalitas yang bisa menjelaskan mengapa kemudian lahir norma yang seperti ini dan itu kemudian kita bisa terima sebagai ketentuan yang berlaku umum. Apakah norma itu semata-mata berdasarkan base practice misalnya di negara-negara ataukah itu? Yang saya khawatirkan atau paling tidak yang sampai saat ini belum terjawab adalah kalau semata-mata perumusan norma ini didasarkan pada asumsi. Nah, kalau rumusnya pada asumsi, kita tidak bisa lalu menilai bahwa ini adalah perumusan yang bisa kita anggap sebagai norma yang berlaku umum dan base practice di berbagai negara misalnya sesuai dengan ketentuan itu. Saya kira, data pembanding yang seperti itu, sangat dibutuhkan oleh Mahkamah terlepas dari persoalan

(16)

konstitusionalitasnya. Tapi ada alasan riil yang kemudian kita tahu yang menjadi latar belakang dari perumusan norma ini.

Mungkin Pemerintah dan Apindo bisa memberikan tambahan keterangan barangkali. Tidak perlu dijawab sekarang, barangkali nanti secara tertulis saja bisa disampaikan dalam persidangan berikutnya. Demikian, Pak Ketua, terima kasih.

27. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Terima kasih, Yang Mulia. Silakan, Yang Mulia Pak Suhartoyo.

28. HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO

Terima kasih, Yang Mulia Pak Ketua. Ya, saya juga ingin minta penjelasan tambahan dari Pemerintah dan sedikit juga dari Apindo nanti. Yang pertama begini. Kalau kemudian pengecualian frasa ini, yaitu

tentang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, dan

perjanjian kerja bersama, oleh Pemerintah tadi ditarik atau dirujukkan

kepada 1338 BW tadi, KUH Perdata bahwa persetujuan yang dibuat secara sah atau sesuai dengan peraturan perundang-undangan adalah merupakan undang-undang bagi para pihak yang membuatnya.

Nah, tentunya kita tahu bersama. Coba nanti mohon dicermati ya, ditambahkan kemudian. Bahwa kalau kita cermati, Pasal 1338 itu kan, embrionya 1320, ya kan? Salah satu elemen yang ada di 1320 adalah kesepakatan, di samping komponen berikutnya adalah kesepakatan, kecakapan, objek, dan kausa yang halal, kan. Syarat 1320 kan, absolut harus ada itu.

Nah, sekarang apakah kemudian kalau memang 1338 yang Ibu-Bapak tarik tadi secara normatif, secara formal memang sepertinya ini di permukaan enggak ada persoalan ini. Tapi kalau kita cermati secara ke dalam, secara substansial, saya ingin tahu penjelasan dari Pemerintah itu, kesepakatan yang seperti apa yang sebenarnya dibuat para pihak itu ketika membuat perjanjian ini? Karena syarat yang paling utama untuk orang bersepakat itu adalah duduk sama rendah, berdiri sama tinggi. Bagaimana ketika ini pengusaha atau perusahaan, “You kalau mau kerja di sini dengan peraturan seperti ini. Kalau tidak mau, silakan cari kerjaan lain.”

Sementara yang pekerja seperti apa? “Saya ini butuh pekerjaan, cari pekerjaan sekarang sangat sulit. Saingan pekerja, tenaga kerja banyak sekali. Mau tidak mau, saya ikut menandatangani atau turut kesepakatan yang dibuat seperti ini.”

Nah, dari persoalan substansi itu, mestinya kan, bisa dilihat. Apakah ditemukan kualitas duduk sama rendah, berdiri sama tinggi di situ? Itu yang mestinya dicermati.

(17)

Nah, kalau kemudian tadi katanya pemerintah menggunakan fungsi pengawasan, pengawasan seperti apa? Apakah juga sampai di situ? Bahwa sebenarnya pekerja ini adalah pihak yang lebih lemah. Yang membuat perjanjian … yang kemudian dianggap perjanjian itu adalah kesepakatan yang dibuat adalah sama-sama sepakat yang hakiki, yang sebenarnya.

Saya ingin itu penjelasan lebih lanjut dari pihak Pemerintah supaya jangan ini kemudian orang sepakat itu sebenarnya sepakat secara mulut, terpaksa, di mulut saja, di permukaan, dan hanya dibuat secara terpaksa.

Kemudian yang kedua, tadi belum di ... disebut juga, diuraikan juga mengenai pertalian darah itu, pertalian darah seperti apa, Ibu-Bapak sekalian? Sampai derajat ke berapa? Di undang-undang ini, setelah kami Para Hakim ketika itu membuka-buka penjelasannya juga cukup jelas begitu saja, ya. Barangkali ditambahkan nanti, Bu, itu, Bapak, supaya ... terutama yang dari Kementerian Tenaga Kerja. Itu kan, dimensi aspek keperdataannya sangat kuat. Jadi, mohon diberi ... apa ... pengayaanlah.

Kemudian dari Apindo, ya. Sedikit ya, Pak, ya. Ini yang dapat kuasa kan, cuma dua ini ... siapa ini? Pak Evert dan Pak Agus. Yang dua apa? Pendamping? Ya. Begini, Pak, kalau dari Apindo berpendapat bahwa ada negatif dan positifnya seperti yang disampaikan Para Yang Mulia sebelumnya tadi, kenapa di kesimpulan terakhir, Bapak mengatakan bahwa norma itu konstitusional? Ya, dalam tanda petik, ada “ketidakkonsistenan,” “tidak sportif,” begitu bisa dikatakan seperti yang disampaikan Prof. Saldi dan Pak Dr. Palguna tadi kalau memang ini ada segi ne ... positifnya, mestinya pasal ini tidak ada persoalan. Atau kalaupun ada persoalan, barangkali bisa digeser ke posisi yang di tengah-tengah sehingga menjadi pemaknaannya itu adalah saling melindungi. Mestinya hanya dimohon Apindo kan, seperti itu kalau memang konsekuen dengan argumentasi di depan bahwa ada positif dan negatifnya.

Kalau persoalan Bapak yang Bapak sampaikan bahwa ini soal implementasi misalnya, bagian HRD ada ewuh pakewuh ketika memberi penilaian. Itu hanya persoalan teknis, Pak. Perusahaan paling mengerti itu. Kalau begitu, ini jangan ditempatkan ke bagian HRD atau di ... perlu di ... ditempatkan orang-orang yang betul-betul independent di bagian HRD. Kan itu persoalan-persoalan teknis sebenarnya, kemudian tidak harus otak-atik norma undang-undang, kan? Barangkali. Tapi, saya pengin argumentasi yang lebih ... lebih ... mungkin lebih lengkap, Pak ... Pak Evert Matulessy ini. Paham, ya, Pak, ya? Baik. Terima kasih, Yang Mulia.

(18)

29. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Terima kasih, Yang Mulia. Yang terakhir dari saya, intinya Para Hakim itu pengin mendapat penjelasan yang lengkap dari para pihak untuk bisa sampai pada kesimpulan dan putusan.

Saya kepada Pemerintah, apakah bisa melengkapi data, ya? Ini pada umumnya kan, menyangkut perusahaan swasta? Saya pengin perbandingan, apakah dari ... misalnya, kalau pemerintah itu berkaitan dengan instansi pemerintah. Saya dengar BI, bank-bank nasional milik BUMN atau BUMD juga melarang hal yang semacam ini, ya.

Kemudian kalau institusi kementerian tidak melarang, misalnya MK saja, banyak yang ketemu jodoh di sini karena kita menerima fresh graduate, mereka sarjana awal, para ... di sini yang diterima ganteng-ganteng dan cakep-cakep, mereka berjodoh di Mahkamah Konstitusi. Tapi, di Mahkamah Konstitusi enggak ada masalah, ya. Boleh, enggak ada aturannya itu. Tapi saya dengar di institusi lain, ada. Saya minta dilengkapi data untuk menjadi pertimbangan. Instansi pemerintah dan Badan Usaha Milik Negara yang mana yang memperbolehkan, ya? Dan mana yang terutama yang melarang? Dasar pertimbangannya melarang itu apa kalau instansi pemerintah dan Badan Usaha Milik Negara? Yang pertama itu.

Kemudian yang kedua, saya minta apakah bisa dicarikan nanti juga dari Apindo ini, perbandingan dengan negara-negara lain, apakah di negara-negara lain juga begini? Perusahaan swasta itu tidak memperbolehkan suami-istri bekerja pada satu institusi atau pada satu perusahaan? Dan kalau bisa juga pertimbangannya apa? Kok, itu diperbolehkan dan kalau itu tidak diperbolehkan? Intinya itu apa? Apakah menyangkut rahasia negara ataukah menyangkut apa? Atau rahasia perusahaan itu? Atau menyangkut hal apa itu sebetulnya yang sangat penting dan sangat krusial sehingga kayak begitu itu dilarang? Itu.

Terus tadi sudah disinggung sedikit oleh Pak Suhartoyo, dari Pemerintah, dan dari Apindo. Ini perjanjian ini kan, kita semua lihat, pada awal masuk kan, biasanya dilakukan. Ini ada kondisi yang begini kalau nanti Anda kawin dengan sesama pegawai, Anda yang salah satu harus mengundurkan diri, kan begitu. Bukan … itu dilarangnya itu harus mengundurkan diri, kan begitu.

Lah, ini tadi makanya ditanya oleh Yang Mulia Pak Suhartoyo, “Kapan perjanjian itu? Apakah ini punya kedudukan yang sejajar, yang sederajat?” Karena kan posisinya jelas kalau begitu. Oh, sudah diterima di perusahaan besar, bagus, ya sudah, ada perjanjian ini atau ada kesepakatan yang kayak gini harus saya sepakat dan harus saya terima, kalau tidak kan, saya enggak bisa masuk di sini. Itu masalah nanti saya kawin, urusan nanti, gitu kan. Saya … yang mundur nanti istri saya atau saya sendiri yang harus mundur. Itu nanti. Yang penting diterima dulu.

(19)

Ini pertimbangan-pertimbangan ini sangat penting karena … apa namanya … perbandingan dengan yang di institusi Pemerintah itu juga bisa menjadi satu perbandingan yang bagus dan kemudian yang dari Apindo atau dari Pemerintah kalau bisa mencarikan di luar negeri itu, perusahaannya memang kayak apa, sih? Saya tahu persis perusahaan-perusahaan yang sudah bagus itu, misalnya di Jepang. Jepang malah hubungan kekerabatan di satu perusahaan itu sangat dipentingkan. Misalnya di Jepang yang saya ketahui kayak begitu sehingga di sana malah suami-istri bekerja di satu perusahaan, mereka berprestasi dengan sebaik-baiknya, malah perusahaan itu dianggap sebagai perusahaannya sendiri, malah. Dia akhirnya juga diberi sharing saham dan sebagainya. Ini yang mungkin bisa menjadi … apa … bahan pertimbangan dari Mahkamah untuk bisa memeriksa dengan sebaik-baiknya dan memutus seadil-adilnya.

Ya, itu saya minta tidak sekarang, tapi bisa di … segera dipenuhi dalam keterangan tertulis yang akan disampaikan kepada kita. Ada yang akan disampaikan dari Perintah atau dari Apindo? Atau cukup, nanti dengan tertulis saja? Pak Mul, silakan.

30. PEMERINTAH: MULYANTO

Dari Pemerintah cukup, Pak. Tertulis saja, Pak.

31. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Tertulis saja, ya. To … tolong dilengkapi betul, ya. Baik, dari Apindo ada yang disampaikan, Pak Evert?

32. KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT: GUSTAF EVERT. M

Ya, Yang Mulia, nanti secara tertulis saja, Pak.

33. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Tertulis, ya?

34. KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT: GUSTAF EVERT. M

Ya.

35. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Ya. Kita sangat berharap bisa dipenuhi apa yang berkembang di persidangan pada hari ini. Dari Pemohon ada yang akan disampaikan? Cukup, ya? Tadi pesan dari Prof. Saldi kalau tidak salah pada Apindo ada

(20)

beberapa latar belakang dari pemohonan ini yang perlu juga dilengkapi supaya menjadi … apa … berimbang, keterangan dari Pemohon juga lengkap, keterangan dari Pemerintah, dan dari Apindo itu lengkap, ya.

36. PEMOHON: JHONI BOETJA

Ya (...)

37. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Baik, silakan.

38. PEMOHON: JHONI BOETJA

Terima kasih, Yang Mulia. Saya kira cukup. Tapi perlu diketahui dari Pihak Pemerintah dan Pihak Apindo dalam satu bulan ini kami sudah kehilangan putera/puteri Bangsa Indonesia yang terbaik. Kemarin dua orang yang di-PHK karena melakukan perkawinan yang tanpa disengaja karena dalam diklat dia bertemu, akhirnya berjodoh, dia kawin, akhirnya di-PHK. Di Makassar satu orang, di Bengkulu satu orang, di Jambi satu orang, di Padang satu orang, baru jangka waktu satu bulan, dan satu lagi ini Ibu Yekti, ini korban, ini suaminya kerja di Makassar, Sulawesi Selatan (...)

39. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Ya, ya (...)

40. PEMOHON: JHONI BOETJA

Istrinya kerja di Sumatera Selat … di Provinsi Jambi (...)

41. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Ketemu di diklat?

42. PEMOHON: JHONI BOETJA

Ketemu di diklat, akhirnya Ibu Yekti di-PHK juga. Itu saja (...)

43. KETUA: ARIEF HIDAYAT

(21)

44. PEMOHON: JHONI BOETJA

Cuma kami minta dari ba … Pihak Pemerintah bahwa Pihak Apindo maupun Hakim, kami hanya minta kecuali diatur dalam peraturan perusahaan karena begitu kami mau masuk kerja, kami harus … teman-teman yang baru itu harus tanda tangan bahwa tidak bilah … bahwa tidak boleh melakukan perkawinan sesama pegawai, tapi kenyataannya jodoh di tangan Tuhan.

45. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Ya.

46. PEMOHON: JHONI BOETJA

Begitu dia suratan tangan, akhirnya dia di-PHK. Terima kasih, Yang Mulia.

47. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Ya (...)

48. PEMOHON: JHONI BOETJA

Assalamualaikum wr. wb.

49. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Walaikum salam wr. wb. Ya, makanya Para Hakim tadi itu meminta untuk lebih jelas duduk permasalahannya. Kan tadi juga secara objektif juga disampaikan ada positifnya, ya kan. Baik, nanti kita akan dalami lebih lanjut dalam persidangan-persidangan yang akan datang, ya. Agenda persidangan yang akan datang mendengarkan keterangan DPR dan Pihak Terkait dari SPSI dan juga … Pemohon apakah akan mengajukan ahli?

50. PEMOHON: JHONI BOETJA

Enggak ada kami, Pak.

51. KETUA: ARIEF HIDAYAT

(22)

52. PEMOHON: JHONI BOETJA

Ya, terima kasih, Pak.

53. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Oke, berarti keterangan dari Para Pihak dan tambahan penjelasan ini sangat penting, ya. Tapi, juga nanti Mahkamah bisa saja kalau menganggap perlu kita akan meminta keterangan dari apakah Pihat Terkait yang lain, misalnya nanti sudah ada jawaban dari Pemerintah. Misalnya, Bank Indonesia itu melarang, kenapa melarang? Atau PLN itu melarang, kenapa melarang? Bisa saja kita minta keterangan dari Bank Indonesia dan dari PLN. Ya, supaya se … lebih bisa karena apa? Dari Pemohon tidak menghadirkan ahli atau saksi, ya.

54. PEMOHON: JHONI BOETJA

Ya, Yang Mulia. Terima kasih.

55. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Baik, kalau begitu sidang berikutnya kita hanya mendengarkan keterangan DPR dan Pihak Terkait, dan apabila Mahkamah perlu nanti akan meminta keterangan ahli atau keterangan dari pihak-pihak yang memang kita butuhkan untuk didengar keterangannya, ya. Baik, sidang yang akan datang, Senin, 5 Juni 2017, pada pukul 10.00 WIB pagi hari, ya. Cukup, ya? Apindo juga, ya? Baik kalau begitu sidang selesai dan ditutup.

Jakarta, 15 Mei 2017 Kepala Sub Bagian Risalah,

t.t.d.

Yohana Citra Permatasari

NIP. 19820529 200604 2 004

SIDANG DITUTUP PUKUL 12.15 WIB KETUK PALU 3X

Referensi

Dokumen terkait

oleh karena itu, IHW dapat menyatakan telah memenuhi ketentuan untuk dinyatakan sebagai Pihak Terkait dalam Perkara Nomor 5/PUU dan seterusnya perihal Pengujian Undang- Undang

Poin berikutnya, Pasal 23 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik

3. Bahwa Para Pemohon Perkara Nomor 140/PUU-VII/2009 pada pokoknya memohon agar ketentuan Pasal 1, Pasal 2, Pasal 3, dan Pasal 4 Undang-Undang Pencegahan Penodaan Agama, tidak

Kemudian, menyatakan ketentuan Pasal 38 juncto Pasal 55 Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi atau Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

Kemudian Anda juga harus menyatakan bahwa karena Anda mengajukan permohonan terhadap Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris yang

Menyatakan Pasal 7 ayat (2) huruf s Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, Lembaran Negara 2016 Nomor 130 TLN 5898 yang berbunyi, “Menyatakan secara tertulis pengunduran diri sebagai

Bahwa ketentuan Pasal 32 ayat (3a) Undang-Undang KUP yang memberikan kewenangan kepada Menteri Keuangan untuk mengatur persyaratan serta pelaksanaan hak dan kewajiban penerima

Sehubungan dengan Permohonan Pengujian Ketentuan Pasal 1, Pasal 2, dan Pasal 8 Lampiran Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah