MAHKAMAH KONSTITUSI
REPUBLIK INDONESIA
---
RISALAH SIDANG
PERKARA NOMOR 13/PUU-XV/2017
PERIHAL
PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003
TENTANG KETENAGAKERJAAN
TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK
INDONESIA TAHUN 1945
ACARA
PERBAIKAN PERMOHONAN
(II)
J A K A R T A
RABU, 5 APRIL 2017
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA
--- RISALAH SIDANG
PERKARA NOMOR 13/PUU-XV/2017 PERIHAL
Pengujian Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan [Pasal 153 ayat (1) huruf f] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
PEMOHON
1. Jhoni Boetja
2. Edy Supriyanto Saputro 3. Airtas Asnawi 4. Syaiful 5. Amidi Susanto 6. Taufan 7. Muhammad Yunus 8. Yekti Kurniasih ACARA
Perbaikan Permohonan (II)
Rabu, 5 April 2017 Pukul 09.25 – 09.41 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat
SUSUNAN PERSIDANGAN
1) Suhartoyo (Ketua)
2) Aswanto (Anggota)
Pihak yang Hadir: A. Pemohon: 1. Muhammad Yunus 2. Jhoni Boetja 3. Edi Suprianto 4. Syaiful 5. Amidi Susanto
1. KETUA: SUHARTOYO
Kita mulai ya, Bapak-Bapak, ya. Persidangan Perkara Nomor 13/PUU-XV/2017 dibuka dan persidangan dinyatakan terbuka untuk umum.
Baik. Para Pemohon, supaya diperkenalkan, siapa saja yang hadir pada sidang hari ini.
2. PEMOHON: JHONI BOETJA
Terima kasih, Yang Mulia. Saya perkenalkan dulu. Dari Pemohon, dari sebelah kanan saya yang paling ujung Bapak Muhammad Yunus, di sebelahnya Bapak Edi Suprianto, sebelah saya … sebelah kanan saya ini Bapak Taufan, saya sendiri Jhoni Boetja, sebelah kiri saya Bapak Amadi … Amidi Susanto, dan Bapak Syaiful.
Ada … mohon maaf, Yang Mulia. Ada 2 Pemohon yang tidak dapat hadir dan memberikan surat kuasa dikarenakan satu dalam pendidikan dan pelatihan yang ditugaskan oleh perusahaan. Satu, Bapak Ir. Airtas Asnawi dan satunya Ibu Yekti karena permasalahan keluarga. Ini ada surat kuasanya, Yang Mulia.
3. KETUA: SUHARTOYO
Siapa yang tidak hadir, Pak?
4. PEMOHON: JHONI BOETJA
Bapak Ir. Artias Asnawi.
5. KETUA: SUHARTOYO
Artias Asnawi.
6. PEMOHON: JHONI BOETJA
Dan Ibu Yekti Kurniasih. Pemohonnya karena kan, ada 8 orang mewakili Pemohon. Ini ada 2 orang yang tidak hadir. Ada surat kuasanya, Yang Mulia.
SIDANG DIBUKA PUKUL 09.25 WIB
7. KETUA: SUHARTOYO
Yekti Kurniasih, A.Md, ini ya?
8. PEMOHON: JHONI BOETJA
Ya.
9. KETUA: SUHARTOYO
Memberi kuasa kepada?
10. PEMOHON: JHONI BOETJA
Kepada saya, Pak.
11. KETUA: SUHARTOYO
Oh, gitu?
12. PEMOHON: JHONI BOETJA
Ya.
13. KETUA: SUHARTOYO
Baik. Karena ini kan, saya lihat Pemohon ini bertindak untuk/atas nama sendiri. Jadi, masing-masing ada kewajiban harus hadir.
14. PEMOHON: JHONI BOETJA
Ya.
15. KETUA: SUHARTOYO
Tapi kalau sudah memberi kuasa untuk mewakilkan, tidak ada persoalan. Kemudian yang berikutnya, sudah diperkenalkan tadi yang hadir, ya?
16. PEMOHON: JHONI BOETJA
17. KETUA: SUHARTOYO
Baik.
18. PEMOHON: JHONI BOETJA
Enam orang, Pak.
19. KETUA: SUHARTOYO
Ya, baik. Kemudian Mahkamah sudah menerima perbaikan permohonan dari Bapak pada tanggal 6 Maret, pukul 13.00 WIB. Mahkamah juga sudah membaca, tapi untuk kelengkapan kegiatan permohonan Bapak supaya bagian-bagian perbaikan itu supaya disampaikan pada persidangan yang poin-poinnya saja. Siapa yang mau menyampaikan? Silakan.
20. PEMOHON: JHONI BOETJA
Terima kasih, Yang Mulia. Jadi, saya yang menyampaikan, Jhoni Boetja. Jadi, alasan pokok daripada permohonan untuk perbaikannya bahwa dalam satu perusahaan, perjanjian kerja itu dibuat oleh pengusaha dan pekerja, peraturan perusahaan dibuat oleh pihak pengusaha, sedangkan perjanjian kerja bersama dibuat oleh pengusaha dan para pekerja atau buruh.
Apabila dilihat kedudukannya, perjanjian kerja harus tunduk pada perjanjian kerja bersama, begitupun peraturan perusahaan tidak perlu ada apabila sudah ada perjanjian kerja sama. Akan tetapi, terdapat kesamaan di antaranya, yakni mengatur mengenai hak dan kewajiban para pihak serta syarat-syarat kerja. Di dalam syarat-syarat kerja inilah, aturan membatasi hak untuk menikah antara pekerja biasanya diatur. Jadi, dalam perjanjian bersama.
Aturan yang menyatakan dalam … antara pekerja menikah dalam satu perusahaan, maka salah satunya wajib keluar dan bahkan akan dilakukan pemutusan hubungan kerja yang diatur dalam perjanjian kerja. Peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama hal tersebut tercantum pada Pasal 153 ayat (1) huruf f Undang-Undang Ketenagakerjaan. Alasan-alasan yang dilarang oleh undang-undang perihal pemutusan hubungan kerja oleh pengusaha, salah satunya pengusaha dilarang melakukan pemutusan kerja karena pekerja buruh mempunyai pertalian darah atau ikatan perkawinan dengan pekerja buruh lainnya dalam satu perusahaan kecuali diatur lain dalam perjanjian kerja peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
Jadi, selama aturan tersebut ada dalam perjanjian kerja peraturan perusahaan dan perjanjian kerja, maka pekerja buruh wajib tunduk pada peraturan tersebut. Hak dan/atau kewenangan konstitusi Pemohon yang dirugikan adalah diberlakukannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 153 ayat (1) huruf f akan menyebabkan pemutusan hubungan kerja karena telah diatur dalam peraturan perusahaan, perjanjian kerja atau perjanjian kerja bersama, tentunya ini sangat merugikan pekerja buruh disebabkan hilangnya hak konstitusi Pemohon dengan hilangnya jaminan kerja dan penghidupan yang layak.
Pada Pasal 28B ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang dituangkan kembali dalam Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Hak Asasi Manusia dimana, “Setiap orang berhak membentuk suatu keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.”
Kemudian, dalam ayat (2) menyatakan, “Perkawinan yang sah hanya dapat berlangsung atas kehendak bebas calon suami dan calon istri yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.” Bukti P-8.
Dalam Undang-Undang Perkawinan, pada Pasal 1 menyatakan, “Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara pria dengan seorang wanita sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa.” Bukti P-6.
Dimana Pasal 2 menyatakan, “Perkawinan adalah sah apabila
dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya.”
Sedangkan pelarangan perkawinan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 Pasal 8 adalah orang yang memiliki garis keturunan lurus ke bawah, ke atas, atau hubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu, dan ibu/bapak tiri.
Apabila peraturan perjanjian kerja dan perjanjian kerja bersama mengharuskan suami-istri yang bekerja dalam suatu perusahaan salah satunya harus keluar bahkan dilakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja seperti yang dialami Pemohon Saudari Yekti Kurniasih. Dan masih banyak Yekti-Yekti yang lain yang terkena pemutusan hubungan kerja karena melakukan perkawinan dalam suatu perusahaan, tentunya peraturan perusahaan, perjanjian kerja, atau perjanjian kerja bersama yang memiliki payung hukum Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 153 ayat (1) huruf f sangatlah bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28D ayat (2), bukti P-1.
Apabila Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 153 ayat (1)
huruf f yang mencantumkan kata-kata, “Kecuali yang telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama” tidak dihapus/dibatalkan oleh Mahkamah, maka akan berpotensi besar pengusaha akan melakukan pelarangan perkawinan sesama pekerja
dalam suatu perusahaan yang sama. Dan pemutusan hubungan kerja akan terus terjadi dikarenakan pekerja tersebut melaksanakan perintah agamanya dengan melaksanakan ikatan perkawinan dimana jodoh dalam perkawinan tidak bisa ditentang disebabkan ikatan perkawinan antara seorang pria dan seorang wanita yang memiliki rasa saling mencintai sulit untuk ditolak.
Tentunya apabila sudah ada kecocokan dan sepakat, maka
hubungan tersebut akan melangkah kepada jenjang perkawinan. Masalah lain yang dapat timbul adalah pasangan pekerja tersebut akhirnya memutuskan untuk tidak jadi menikah guna bertahan di perusahaan tersebut. Kemudian, kedua belah pihak secara baik-baik berpisah, seharusnya tidak ada masalah. Tetapi, terbuka juga kemungkinan mereka memilih untuk tinggal bersama tanpa suatu ikatan perkawinan guna menghindari peraturan perusahaan. Hal ini tentunya sangatlah bertentangan dengan nilai-nilai kehidupan yang dianut oleh bangsa Indonesia yang masih menjunjung tinggi lembaga perkawinan.
Pembatasan hak untuk berkeluarga dan hak atas pekerjaan tidak perlu dilakukan apabila setiap individu yang bekerja dalam suatu perusahaan memiliki moral dan etika yang baik. Untuk itu, diperlukan individu-individu yang menanamkan etika yang baik tersebut. Perkawinan sesama pegawai dalam suatu perusahaan sebenarnya merupakan keuntungan perusahaan karena dapat menghemat pengeluaran perusahaan dalam hal menanggung biaya kesehatan pekerja disebabkan apabila suami istri bekerja dalam suatu perusahaan yang sama, maka perusahaan hanya menangung satu orang pekerja beserta keluarga, tetapi memiliki dua orang pekerja dimana suami atau istri yang menanggung sesuai yang didaftarkan di perusahaan dibandingkan dengan suami yang mempunyai istri ibu rumah tangga, maka perusahaan hanya mendapat satu orang pekerja. Tetapi perusahaan tetap menanggung istri dan anak-anak pekerja tersebut.
Apabila perusahaan beralasan untuk mencegah terjadinya unsur korupsi, kolusi, dan nepotisme dalam suatu perusahaan, menurut Pemohon hal ini sangatlah tidak beralasan karena unsur terjadinya korupsi, kolusi, dan nepotisme adalah tergantung dari mentalitas seseorang.
Apabila Pasal 153 ayat (1) huruf f yang tercantum kata-kata, “Kecuali yang telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama” dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi, maka perusahaan dalam hal ini pengusaha tidak dapat lagi memasukkan unsur pelarangan pekerja/buruh yang memiliki pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama dimana pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja karena pekerja buruh tersebut melaksanakan perkawinan sesama pekerja dalam suatu perusahaan.
Dengan dibatalkannya kata-kata, “Kecuali diatur ... kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama,” maka hak konstitusi pekerja/buruh terlindungi. Untuk itu, Pemohon memohon kepada Mahkamah Konstitusi untuk membatalkan sebagian Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 153 ayat (1) huruf f yang berbunyi, “Kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama” karena bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28B ayat (1) dan Pasal 28D ayat (2).
Bahwa hak konstitusi Pemohon melekat dalam Pasal 28B ayat (1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 28D ayat (2) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.
Petitum. Petitum yang dimohonkan oleh Pemohon:
1. Mengabulkan permohonan Pemohon.
2. Menyatakan membatalkan sebagian Pasal 153 ayat (1) huruf f Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang berbunyi, “Kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama” adalah bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 dan menyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat sejak diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi.
3. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam berita ... Lembaran Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian kami sampaikan perbaikan permohonan Nomor 13/PUU-XV/2017 perihal uji materi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 153 ayat (1) huruf f terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Atas kemuliaan dan kearifan Majelis Hakim, kami ucapkan terima kasih.
21. KETUA: SUHARTOYO
Ya, baik, terima kasih. Ini memang acaranya hanya menerima perbaikan dan penjelasan dari Pemohon.
22. PEMOHON: JHONI BOETJA
Ya, Yang Mulia.
23. KETUA: SUHARTOYO
Tidak ada diskusi lagi. Kemudian, dari Para Pemohon mengajukan bukti P-1 sampai dengan P-8, ya, Pak? Betul, ya?
Betul. Betul, Yang Mulia.
25. KETUA: SUHARTOYO
Ya, kami sahkan.
Baik. Oh, ya. Ini ada pesan tambahan dari Kepaniteraan, daftar barang buktinya, Pak, pengantarnya. Ini substansinya sudah ada, ya? Ini kan, fisiknya sudah ada.
26. PEMOHON: JHONI BOETJA
Barang bukti sudah.
27. KETUA: SUHARTOYO
Pengantarnya?
28. PEMOHON: JHONI BOETJA
Pengantarnya ada.
29. KETUA: SUHARTOYO
Ada? Ada, Mbak, apa yang dimaksud? Oh, di … maksudnya ... oh, ya. Memang sudah ada daftarnya, Bapak. Karena digabung dengan permohonan, kan?
30. PEMOHON: JHONI BOETJA
Ya, Yang Mulia.
31. KETUA: SUHARTOYO
Nah, itu maunya Kepaniteraan sesuai dengan … apa ... standar yang ada di Kepaniteraan, Bapak pisahkan, nanti diberi pengantar, kemudian ditandatangani, Pak. Yang menyatakan bahwa itu adalah bukti yang Bapak serahkan. Pengantar tahu, kan?
32. PEMOHON: JHONI BOETJA
Maksudnya pengantarnya yang (...)
33. KETUA: SUHARTOYO
Pengantar itu hanya, “Bersama ini kami serahkan daftar bukti” (...)
34. PEMOHON: JHONI BOETJA
Sudah, sudah (...)
35. KETUA: SUHARTOYO
Terus ditanda tangan, ini kan, enggak Bapak tanda tangan ini?
36. PEMOHON: JHONI BOETJA
Sudah (...)
37. KETUA: SUHARTOYO
Terpisah (...)
38. PEMOHON: JHONI BOETJA
Sudah.
39. KETUA: SUHARTOYO
Ha?
40. PEMOHON: JHONI BOETJA
Sudah, Pak. Jadi, kami ... kemarin justru kami ada kesalahan karena semuanya berkas kami bundel satu. Jadi, seperti ini kemarin (...)
41. KETUA: SUHARTOYO
Sudah dipisah? Dipisah?
42. PEMOHON: JHONI BOETJA
43. KETUA: SUHARTOYO
Dipisah?
44. PEMOHON: JHONI BOETJA
Ini kayak gini.
45. KETUA: SUHARTOYO
Antara permohonan dengan barang bukti dipisah?
46. PEMOHON: JHONI BOETJA
Pisah semuanya. Di satu bundel, satu bundel.
47. KETUA: SUHARTOYO
Enggak ini, ya ... ya, nanti Bapak bisa konsultasi bagian Kepaniteraan, ya? Apa yang dimaksudkan.
48. PEMOHON: JHONI BOETJA
Ya, terima kasih, Yang Mulia. Ya, kami akan sebagai perbaikan (...)
49. KETUA: SUHARTOYO
Ya, tapi secara sederhana bahwa barang bukti itu mestinya dipisah, kemudian diberi pengantar sendiri, diberi … apa (...)
50. PEMOHON: JHONI BOETJA
Ya (...)
51. KETUA: SUHARTOYO
Surat keterangan sendiri. Itu saja.
52. PEMOHON: JHONI BOETJA
Baik, baik. Baik, Yang Mulia.
53. KETUA: SUHARTOYO
54. PEMOHON: JHONI BOETJA
Baik, Yang Mulia.
55. KETUA: SUHARTOYO
Baik. Baik, ya. Karena sudah cukup, ada yang mau disampaikan lagi, Bapak?
56. PEMOHON: JHONI BOETJA
Tidak ada lagi, Yang Mulia.
57. KETUA: SUHARTOYO
Tidak ada, ya. Baik, ini nanti kami dari Panel akan melaporkan karena kami memang kewajibannya hanya terbatas untuk menerima permohonan ini. Kemudian, kami akan menjelaskan kepada Pleno tentang permohonan ini dan akhirnya nanti juga akan diputuskan bagaimana sikap Mahkamah oleh seluruh Hakim yang ada di Mahkamah Konstitusi.
58. PEMOHON: JHONI BOETJA
Ya, Yang Mulia.
59. KETUA: SUHARTOYO
Jadi untuk informasi selanjutnya, Bapak tunggu kabar dari Mahkamah Konstitusi.
60. PEMOHON: JHONI BOETJA
61. KETUA: SUHARTOYO
Baik. Ya, dengan demikian sidang dinyatakan selesai dan dengan ini ditutup.
Jakarta, 5 April 2017
Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d
Yohana Citra Permatasari
NIP. 19820529 200604 2 004
SIDANG DITUTUP PUKUL 09.41 WIB KETUK PALU 3X