• Tidak ada hasil yang ditemukan

Glaukoma Sekunder Bilateral sebagai manifestasi okular pada Sindroma Sturge-Weber

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Glaukoma Sekunder Bilateral sebagai manifestasi okular pada Sindroma Sturge-Weber"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

1

Bilateral Secondary Glaucoma as Ocular Manifestation of Sturge-Weber Syndrome

Abstract

Introduction: Sturge Weber's syndrome is a congenital disease involving the skin, brain and eye. The presenting complaint is usually a red spot on the face that present at birth. One of the ocular complications that often occurs is glaucoma, and if left unchecked it will cause damage to the optic nerve and corneal complication.

Purpose: To report ocular manifestation of sturge-weber syndrome and its management.

Case Report: A 2 years old female was referred with congenital glaucoma of both eyes. The parents complained that their child eyes had not been able to focus. She also had redness of the face since birth and a history of seizures. Ophthalmology examination shows reduces light reflex on both eyes with the pressure of the right eye were 36 mmHg and the left eye were 38 mmHg. The anterior chamber were within normal limits. She was diagnosed with bilateral secondary glaucoma, epilepsy and Sturge-Weber syndrome and was scheduled to undergo trabeculectomy with 5-FU on her right eye. One week after surgery, the pressure on the right eyeball with palpation within normal limits, while the pressure on the left eyeball is higher than normal. She was planned to have a trabeculectomy performed on the left eye.

Conclusion: Early detection of Sturge Weber’s Syndrome can be done by identifying reddish spots on the patient's face since birth. Early treatment and management can prevent more severe ocular complications. Filtering surgery such as trabeculectomy have a good success rate for this syndrome. Good referral system is needed so that patients can be immediately referred to a competent ophthalmologist.

Keyword: Sturge-Weber Syndrome, Trabeculectomy, Port-wine Stain

I. Pendahuluan

Sindroma Sturge Weber merupakan penyakit kongenital yang melibatkan organ kulit, saraf, dan okular. Sindroma ini disebabkan oleh mutasi somatik pada gen GNAQ pada kromosom sembilan. Insidensi penyakit ini cukup jarang, terjadi pada 1 dari 20.000-50.000 kelahiran, dan tidak memiliki predileksi jenis kelamin maupun ras. Keluhan yang paling sering terjadi adalah bercak kemerahan pada bagian wajah sejak lahir.1–3

Komplikasi dari sindroma ini mempunyai dampak yang berat pada kualitas hidup penderitanya. Pasien dengan sindroma sturge weber seringkali mengalami

(3)

kejang pada tahun pertama kehidupannya. Keluhan ini seringkali disertai juga dengan retardasi mental dan hemiparesis. Selain itu komplikasi pada bagian okular seringkali dapat menyebabkan kebutaan.1,4,5

Deteksi dini sangatlah penting pada sindroma ini untuk mencegah komplikasi okular yang lebih lanjut. Salah satu komplikasi yang sering terjadi adalah glaukoma, dan bila dibiarkan akan menyebabkan kerusakan saraf optik, dan kekeruhan kornea, Tindakan operasi yang awal dapat mengurangi tekanan bola mata dan mencegah komplikasi lebih lanjut.6–8 Laporan kasus ini bertujuan untuk membahas manifestasi okular dari sindroma sturge weber dan tatalaksananya.

II. Laporan Kasus

Pasien An. ASS usia 2 tahun dirujuk ke poli pediatrik oftalmologi dan strabismus dengan diagnosis glaukoma kongenital mata kiri dan kanan. Orang tua pasien mengeluhkan bahwa anaknya belum dapat fokus melihat disertai dengan mata yang bergerak secara terus menerus. Keluhan mata silau, kelopak mata sulit dibuka, dan mata sering berair disangkal oleh pasien. Keluhan disertai dengan bagian wajah yang kemerahan sejak lahir dan tidak memberat. Selain itu pasien mempunyai riwayat kejang sebelum pasien berusia sembilan bulan yang tidak disertai demam. Pasien terakhir kali mengalami kejang enam bulan yang lalu dan saat ini sedang rutin menggunakan obat asam valproat dua kali sehari sebanyak 3 ml. Pasien sudah menjalani pemeriksaan electroencephalogram (EEG) dan didiagnosis dengan epilepsy. Riwayat trauma dan demam disangkal pasien. Riwayat penyakit seperti ini di keluarga pasien disangkal. Pasien merupakan anak pertama yang lahir cukup bulan secara pervaginam. Berat badan pasien saat lahir adalah 3200 gram dan tidak disertai kesulitan bernafas. Orang tua pasien mengeluhkan kondisi tumbuh kembang pasien yang terhambat yaitu baru bisa telungkup saja. Pasien saat ini sudah menjalani fisioterapi sejak usia satu tahun.

Pemeriksaan fisik menunjukkan tanda-tanda vital masih dalam batas normal.

Pasien memiliki mikrosefali, spastisitas dan Port-Wine Stain pada kedua wajah pasien. Respon cahaya pada kedua mata pasien dinilai masih lambat dengan

(4)

3

tekanan bola mata dengan palpasi lebih tinggi dari normalnya. Keadaan bola mata pasien mengalami nystagmus.

Gambar 1. Gambaran Klinis An ASS

Pada kedua mata pasien tidak ditemukan adanya blefarospasme dan lakrimasi, dengan keadaan kelopak mata dan konjungtiva yang tenang. Kornea kedua mata pasien terkesan agak besar tanpa disertai kekeruhan maupun haabs striae. Bilik mata depan dinilai sedang, dengan pupil yang bulat dan refleks cahaya yang menurun. Iris tidak terdapat sinekia, lensa masih terlihat jernih, dengan refleks fundus yang positif.

Gambar 2. Pemeriksaan Segmen Anterior An ASS (a) Mata kanan dan (b) Mata Kiri

Pasien didiagnosis dengan glaukoma sekunder bilateral, nystagmus, epilepsi, dan sindroma sturge-weber. Pasien direncanakan untuk dilakukan pemeriksaan dalam anesthesi, disertai dengan pemeriksaan tekanan bola mata dan

(5)

trabekulektomi pada kedua matanya. Pasien juga dikonsulkan ke bagian anak untuk pertimbangan pemeriksaan neuroimaging untuk melihat kalsifikasi pada lobus oksipital dan parietal posteriornya.

Operasi dimulai dengan pemeriksaan tekanan bola mata pada mata kanan sebesar 36 mmHg dan mata kiri sebesar 38 mmHg. Pada pemeriksaan segmen anterior kedua mata terlihat dalam batas normal, dengan diameter kornea 13.5 mm.

Pemeriksaan funduskopi menunjukkan papil bulat dengan batas tegas dan cup/disc ratio 0.8-0.9.

Gambar 3. Prosedur Trabekulektomi dan pemberian 5-FU pada mata kanan. (A) Kendali otot rektus superior. (B) Insisi konjungtiva berbasis forniks. (C) Kendali hemostasis. (D) dan (E) Pembuatan flap sklera. (F) Pemberian 5-FU. (G) Keratektomi. (H) Penjahitan Flap superior. (I) Iridektomi perifer. (J) Penjahitan flap sklera. (K) Penjahitan konjungtiva. (L) Pemberian garamycin subkonjungtiva

Pasien dilanjutkan dengan tindakan operasi Trabekulektomi pada mata kanannya. Prosedur dimulai dengan kendali otot rektus superior untuk memberikan ruang kerja yang baik pada bagian superior mata. Tindakan operasi dilanjutkan

(6)

5

dengan insisi konjungtiva berbasis forniks dan menunjukkan adanya dilatasi vena episklera. Kendali hemostasis dilakukan dan dilanjutkan dengan pembuatan flap sklera berbentuk segitiga. Pasien diberikan spons yang telah direndam oleh cairan 5-FU dan didiamkan selama 1 menit, pemberian spons ini dilakukan sebanyak dua kali. Pasien lalu dilakukan keratektomi, penjahitan pada flap superior, dan iridektomi perifer. Penutupan dari flap sklera dilakukan dengan tiga jahitan, dan penutupan konjungtiva dilakukan dengan jahitan kontinyu. Prosedur diakhiri dengan pemberian garamycin subkonjungtiva. Pasien diberikan obat levofloksasin tetes mata 6x1 untuk kedua matanya, obat prednisolone asetat tetes mata 8x1 untuk mata kanan, dan obat homathropine tetes mata 2x1 untuk mata kanan. Pasien mendapatkan obat minum parasetamol 4x5 ml dan antibiotic cefixime 2x2,5 ml dari bagian anak. Obat asam valproate pasien masih dilanjutkan.

Pasien kontrol 1 minggu setelah operasi. Pemeriksaan fisik masih sama seperti

sebelumnya. Respon cahaya pada kedua mata pasien dinilai masih lambat dengan tekanan bola mata kanan dengan palpasi dalam batas normal, sedangkan tekanan bola mata kiri lebih tinggi dari normalnya. Keadaan bola mata pasien mengalami nystagmus. Pada mata kanan pasien ditemukan adanya bleb di bagian superior konjungtiva disertai jahitan yang utuh. Selain itu ditemukan adanya iridektomi perifer pada superior iris mata kanan. Pemeriksaan lainnya masih sama dengan sebelumnya. Pasien didiagnosis dengan glaukoma sekunder bilateral, nystagmus, epilepsi, dan sindroma sturge-weber. Pasien diberikan obat prednisolone asetat tetes mata 5x1 untuk mata kanan dan direncanakan untuk dilakukan trabekulektomi pada mata kirinya.

III. Diskusi

Sindroma sturge weber (SWS) merupakan suatu sindroma neuro-okular- kutaneus kongenital yang muncul pada saat pasien lahir. Sindroma ini merupakan bagian dari displasia neuroectodermal yang melibatkan bagian wajah, koroid, dan leptomeningeal. Sindroma ini termasuk dalam penyakit yang masih jarang ditemukan, dengan prevalensi sekitar 1:20.000-50.000 kelahiran. Sindroma ini tidak memiliki predileksi terhadap jenis kelamin maupun ras. Etiologi dari

(7)

sindroma ini diduga disebabkan adanya mutasi somatik pada gen GNAQ pada lengan panjang kromosom 9, yang berperan dalam meregulasi sinyal antar sel.

Mutasi genetik ini akan menyebabkan pertumbuhan pembuluh darah yang primitive pada trimester pertama kehamilan. Pembuluh darah primitive ini akan masuk ke bagian otak, kulit, dan mata. Klasifikasi SWS dapat dibagi berdasarkan bagian organ yang terlibat, SWS tipe 1 ditandai dengan keterlibatan kulit, otak, dengan maupun tanpa glaukoma dan keterlibatan sistemik. SWS tipe 2 ditandai dengan keterlibatan kulit, dengan maupun tanpa glaukoma, dan tanpa keterlibatan otak dan sistemik. SWS tipe 3 ditandai dengan keterlibatan otak, dengan maupun tanpa glaukoma, dan tanpa keterlibatan kulit dan sistemik. SWS tipe 4 ditandai dengan keterlibatan kulit, otak, dan sistemik, dengan maupun tanpa glaukoma. Pasien ini termasuk dalam SWS tipe 1 yang ditandai dengan Port-Wine Stain, riwayat kejang, dan keterlibatan okular.3,4,6,9,10

Gambar 4. Port Wine Stain pada sindroma sturge weber.

Dikutip dari : Hu, dkk.8

Manifestasi sindroma ini pada bagian kulit akan menyebabkan tanda Port-Wine Stain (PWS) atau Nevus Flamesus yang ditemukan sejak pasien lahir. Drainase

pembuluh darah vena superfisial yang tidak sempurna dikompensasikan oleh pembuluh darah kapiler dan vena-vena kecil yang berdilatasi. Hal ini akan terlihat sebagai makula berwarna merah dengan batas tegas di wajah pasien. Tanda ini dapat terlihat secara unilateral maupun bilateral, dan mengikuti distribusi dari saraf

(8)

7

trigeminal (V1 dan V2). Beberapa sumber juga mengatakan bahwa distribusi lesi ini mengikuti distribusi embriogenik pembuluh darah. PWS pada palpebra superior biasanya disertai dengan leptomeningeal dan hemangioma okular, selain itu distribusi PWS pada cabang saraf trigeminal yang lebih banyak disertai dengan kemungkinan terjadinya glaukoma dan manifestasi saraf yang lebih tinggi.

Tatalaksana dari manifestasi kulit SWS terdiri dari laser fotokoagulasi pada bagian wajah. Efek thermolisis akan menyebabkan kerusakan permanen pada pembuluh darah di wajah, dan memiliki respon yang lebih baik jika dilakukan pada usia dini.

Pada pasien ini terdapat PWS bilateral yang disertai dengan keterlibatan okular dan saraf.2,4,7,11

Manifestasi SWS pada bagian saraf biasanya ditandai dengan keluhan kejang pada tahun pertama kehidupan. Kejang dapat terjadi pada 95% pasien dengan bilateral leptomeningeal dan 75% pada pasien dengan unilateral meningeal.

Keluhan kejang ini awalnya dapat dicegah dengan obat-obatan anti kejang, namun seringkali berkembang menjadi refrakter hingga membutuhkan tindakan operasi.

Keluhan kejang ini dapat juga disertai dengan hemiparesis kontralateral, hemiplegia, retardasi mental, dan keterlambatan perkembangan anak. Pada pemeriksaan neuroimaging, seringkali dapat ditemukan adanya kalsifikasi gyriform pada lobus oksipital dan posterior parietal. Pada pasien ini, orang tua mengeluhkan adanya riwayat kejang yang terjadi sebelum usia sembilan bulan, namun untuk pemeriksaan neuroimaging saat ini belum dilakukan.1,3,12

Manifestasi okular biasanya terjadi unilateral dengan PWS dan dapat melibatkan konjungtiva, sklera, koroid, kelopak mata, bilik mata depan, maupun kornea. Pada konjungtiva dan sklera seringkali ditemukan adanya peningkatan vaskularisasi konjungtiva bulbar dan dilatasi pembuluh darah episklera. Hemangioma koroid dapat terjadi pada 71% pasien dengan gambaran Tomato-ketchup yang disebabkan oleh hemangioma berwarna merah gelap dan fundus yang berwarna merah terang.

Hemangioma ini seringkali terjadi pada satu mata, dan menyebabkan adanya unilateral anisometropia pada tahap awalnya. Pemeriksaan OCT menunjukkan adanya peningkatan ketebalan koroid, hilangnya pola pembuluh darah koroid dan batas sklerokoroidal. Hemangioma ini dapat menyebabkan komplikasi seperti

(9)

ablasio retina eksudatif dan edema makula. Tatalaksana hemangioma terdiri dari laser fotokoagulasi dan terapi foto dinamik. Pada pasien ini terlihat adanya dilatasi vena episklera yang abnormal, namun gambaran fundus pasien masih dalam batas normal.3,6,8,9

Gambar 5. Manifestasi Fundus Tomato-ketchup pada mata kiri dibandingkan dengan mata kanan yang sehat pada sindroma sturge weber.

Dikutip dari : Hu, dkk.8

Manifestasi utama PWS pada mata adalah glaukoma sudut terbuka yang terjadi pada 30-70% pasien. Manifestasi glaukoma dapat dibagi menjadi glaukoma onset awal (60%) dan glaukoma onset lambat (40%). Terdapat beberapa teori yang menjelaskan terjadinya glaukoma pada SWS. Teori pertama adalah kondisi bilik mata depan yang tidak normal yang ditandai dengan jaringan uvea yang lebih lebar, penempelan otot siliaris pada anyaman trabecular, scleral spur yang tidak berkembang secara sempurna, dan penempelan iris yang terlalu anterior. Kondisi bilik mata depan yang abnormal ini menyebabkan terjadinya glaukoma onset awal.

Teori lain melibatkan adanya pemindahan aliran menuju hemangioma episkleral yang menyebabkan peningkatan tekanan vena episkleral. Selain itu kanalis sklem dan saluran kolektor yang tidak terbentuk dengan baik juga akan menyebabkan adanya resistensi pada aliran distal dan menyebabkan peningkatan tekanan vena episkleral. Mekanisme ini akan menyebabkan terjadinya glaukoma onset lambat.

Teori lain menyebutkan adanya hemangioma koroid maupun badan siliar yang menyebabkan adanya hipersekresi cairan ke dalam bola mata. Selain itu diduga juga adanya penuaan dini pada anyaman trabecular yang menganggu proses hemodinamika episklera dan bilik mata depan. Glaukoma akut juga dapat terjadi

(10)

9

dan seringkali disebabkan oleh efusi badan siliar yang mendorong diafragma iridolentikular ke depan. Pada pasien ini terdapat glaukoma sudut terbuka di kedua mata dengan onset yang lambat. 2,7,8,11,13

Gambar 6. Dilatasi vena konjungtiva dan episklera sebagai pada Sindroma Sturge Weber.

Dikutip dari : Doan, dkk.1

Terapi utama glaukoma pada SWS adalah dengan obat-obatan anti glaukoma, namun pemberian obat ini seringkali tidak dapat menurunkan tekanan bola mata secara maksimal sehingga diperlukan adanya tindakan operasi. Tindakan operasi yang paling sering dilakukan adalah operasi sudut mata dengan tujuan untuk menurunkan resistensi anyaman trabecular dan meningkatkan aliran keluar, namun seringkali pasien membutuhkan lebih dari satu kali operasi untuk kontrol jangka panjang. Pemasangan implant glaukoma seringkali dapat dilakukan dengan tingkat kesuksesan yang cukup besar sekitar 75%. Prosedur siklodestruksi dapat dipertimbangkan pada pasien-pasien dengan potensi penglihatan yang rendah. Pada pasien ini dilakukan operasi filtrasi trabekulektomi pada mata kanan dan didapatkan hasil yang cukup baik untuk penurunan tekanan bola matanya, pasien akan dijadwalkan untuk dilakuka operasi trabekulektomi selanjutnya pada mata kirinya.2,3,5,13

IV. Simpulan

Deteksi awal pada sindroma sturge weber dapat dilakukan dengan mengidentifikasi bercak kemerahan di wajah pasien sejak lahir. Terapi dan tatalaksana yang awal dapat mencegah komplikasi okular yang lebih berat. Operasi penyaringan seperti trabekulektomi mempunyai tingkat kesuksesan yang baik untuk sindroma ini. Sistem rujukan yang baik diperlukan agar pasien dapat segera dirujuk ke dokter mata yang kompeten.

(11)

10

DAFTAR PUSTAKA

1. Doan A, Kwon Y. Sturge-Weber Syndrome: 4-year-old child with a history of seizures and glaucoma. EyeRound. 2005;

2. Higueros E, Roe E, Granell E, Baselga E. Sturge-Weber Syndrome: A Review. Actas Dermosifiliogr. 1 Juni 2017;108(5):407–17.

3. Maraña Pérez AI, Ruiz-Falcó Rojas ML, Puertas Martín V, Domínguez Carral J, Carreras Sáez I, Duat Rodríguez A, et al. Analysis of Sturge- Weber syndrome: A retrospective study of multiple associated variables.

Neurologia. 1 Juli 2017;32(6):363–70.

4. Pearl PL, Pinto A, Sahin M. Epileptogenesis in neurocutaneous disorders with focus in Sturge Weber syndrome. F1000Research. 2016;5.

5. Thavikulwat AT, Edward DP, AlDarrab A, Vajaranant TS.

Pathophysiology and management of glaucoma associated with phakomatoses. J Neurosci Res. 1 Januari 2019;97(1):57–69.

6. Shirley MD, Tang H, Gallione CJ, Baugher JD, Frelin LP, Cohen B, et al.

Sturge-Weber syndrome and port-wine stains caused by somatic mutation in GNAQ. N Engl J Med. 23 Mei 2013;368(21):1971–9.

7. Mantelli F, Bruscolini A, La Cava M, Abdolrahimzadeh S, Lambiase A.

Ocular manifestations of Sturge–Weber syndrome: pathogenesis, diagnosis, and management. Clin Ophthalmol. 13 Mei 2016;10:871.

8. Hu Z, Cao J, Choi EY, Li Y. Progressive retinal vessel malformation in a premature infant with Sturge-Weber syndrome: a case report and a

literature review of ocular manifestations in Sturge-Weber syndrome. BMC Ophthalmol. 1 Desember 2021;21(1):1–6.

9. Silverstein M, Salvin J. Ocular manifestations of Sturge-Weber syndrome.

Curr Opin Ophthalmol. 1 September 2019;30(5):301–5.

10. Basyach P. A rare case of bilateral ocular manifestations of Sturge-Weber syndrome. Int J Res Med Sci. 2021;9(12):3721.

11. Roditi E, Assayag E. Ocular Findings in the Sturge–Weber Syndrome. N Engl J Med. 11 November 2021;385(20):e68.

12. Hassanpour K, Nourinia R, Gerami E, Mahmoudi G, Esfandiari H. Ocular manifestations of the sturge-weber syndrome. J Ophthalmic Vis Res.

2021;16(3):415–31.

13. Irfani I, Hardwiyani S. Management of Sturge Weber Syndrome.

2015;41(3):229–32.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan menabung bisa juga digunakan untuk menambah penghasilan lebih banyak, dapat dilakukan untuk modal berwirausaha, maka dari sini orang tua dapat memberikan ide

Karakteristik HSIdaging sapi gelonggongan, daging sapi busuk, daging sapi busuk didinginkan, daging sapi busuk dibekukan dan daging dapi busuk

Pengguguran gugatan diatur dalam Pasal 124 HIR, “jika penggugat datang tidak datang menghadap pengadilan negeri pada hari yang ditentukan itu, meskipun ia

Berdasarkan pada teori keagenan terdapat perbedaan kepentingan antara manajer dengan pemilik perusahaan sehingga akan berpotensi terjadinya masalah keagenan atau

castaneum terhadap fosfin yang dikoleksi dari penyimpanan biji kakao di Makassar, Sulawesi Selatan dan mengonfirmasi hasil pengujian resistensi melalui pengujian efikasi lapangan

Lipstik merupakan pewarna bibir yang dikemas dalam bentuk batang padat (stick) terdiri dari zat pewarna yang terdispersi dalam pembawa yang terbuat dari lilin dan minyak,

MP-AEIP Bitung, Provinsi Sulawesi Utara yang terdiri atas sub-model industri berbasis perikanan laut, sub-model industri berbasis kelapa, sub-model industri berbasis

Dalam landasan teoritis penulis juga membatasi medan teori dengan memilih satu dari kelima faktor yang diberikan oleh Hendriks yaitu iklim, karena penulis merasa