• Tidak ada hasil yang ditemukan

SILASE KULIT BUAH KOPI SEBAGAI PAKAN DASAR PADA KAMBING BOERKA SEDANG TUMBUH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SILASE KULIT BUAH KOPI SEBAGAI PAKAN DASAR PADA KAMBING BOERKA SEDANG TUMBUH"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

SILASE KULIT BUAH KOPI SEBAGAI PAKAN DASAR PADA

KAMBING BOERKA SEDANG TUMBUH

(Coffee Pulp Silages as Basal Feed for Boerka Goats on Growth Phase)

KISTON SIMANIHURUK dan J. SIRAIT

Loka Penelitian Kambing Potong PO. Box 1, Sei Putih, Galang 20585, Sumatera Utara

ABSTRACT

Coffee pulp is a by-product of coffee processing that potential to be used as feedstuff for goat. Twenty heads of male Boerka growth phase (average initial body weight is 10,57 ± 2,23 kg) were used on an-experiment to study the effect of coffee pulp silage usage as basal feed to replace grasses on its growth. This experiment was run in completely randomized design which consist of 4 feed treatment and 5 replications. The animal were allocated randomly into feed treatments. The composition of concentrate, native grass and coffee pulp silage for R0, R1, R2, and R3 were 60 : 40 : 0%, 60 : 30 : 10%, 60 : 20 : 20% and 60 : 10 : 30% respectively. The crude protein of concentrate was 17.1% while Digestible Energy 2.8 Kkal/kg. The ration of feed was offered at 3.8% of body weight based on dry matter. The result of the experiment showed that all variables observed were not affected of grass substitution by coffee pulp silage (P>0.05). The highest dry matter intake, dry matter and organic matter digestibilities, average daily gain, feed efficency and income over feed cost were found in R2 treatment. It was conclude that coffee pulp silage can be used as goat basal feed till 20%. Coffee pulp silage is one of alternative basal feed to substitute grass.

Key Words: Coffee Pulp, Silages, Basal Feed, Boerka Goats

ABSTRAK

Kulit buah kopi merupakan limbah yang berasal dari pengolahan tanaman kopi memiliki potensi untuk digunakan sebagai pakan ternak kambing. 20 ekor kambing Boerka jantan fase pertumbuhan (rataan bobot badan awal 10,57 kg ± 2,23) digunakan dalam suatu penelitian untuk mempelajari pengaruh pemanfaatan silase kulit kopi sebagai pakan basal pengganti rumput terhadap pertumbuhannya. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap yang terdiri atas 4 perlakuan pakan dan 5 ulangan. Ternak secara acak dialokasikan ke dalam perlakuan pakan yaitu perbandingan komposisi konsentrat, rumput lapang dan silase kulit kopi adalah: 60 : 40 : 0%, 60 : 30 : 10%, 60 : 20 : 20% dan 60 : 10 : 30% berturut-turut sebagai perlakuan pakan R0, R1, R2 dan R3. Susunan konsentrat memiliki kandungan protein kasar 17,1% dan DE 2,8 Kkal/kg. Pemberian pakan sebanyak 3,8% dari bobot badan berdasarkan bahan kering. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi bahan kering pakan, kecernaan bahan kering dan bahan organik, pertambahan bobot hidup, efisiensi penggunaan pakan dan income over feed cost tidak dipengaruhi oleh substitusi rumput

dengan silase kulit kopi (P>0,05). Konsumsi bahan kering pakan, kecernaan bahan kering dan bahan organik, pertambahan bobot hidup harian efisiensi penggunaan pakan dan nilai income over feed cost tertinggi

diperoleh pada perlakuan R2. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa silase kulit kopi dapat digunakan sampai 20% sebagai pakan basal ternak kambing, dan merupakan pakan basal alternatif untuk menggantikan rumput.

Kata Kunci: Kulit Buah Kopi, Silase, Pakan Basal, Kambing Boerka

PENDAHULUAN

Ternak kambing pada umumnya diberikan makanan dari hijauan apa saja yang tersedia terutama hijauan pada lahan-lahan marjinal yang dicirikan tinggi serat kasar, rendah protein, energi dan mineral. Sementara itu

penanaman tanaman pakan ternak (rumput dan leguminosa berkualitas) juga memiliki kendala karena terbatasnya lahan, yang sebahagian besar sudah digunakan untuk kepentingan non pertanian. Oleh karena itu, produksi kambing untuk mendukung swasembada daging hanya mungkin dicapai selain dengan penambahan

(2)

populasi ternak dan penggunaan teknologi, juga tidak kalah pentingnya memanfaatkan sumber daya pakan yang ada.

Perkebunan kopi yang dikelola oleh rakyat sampai saat ini terus berkembang di beberapa propinsi di Indonesia sehingga perluasannya terus meningkat. Luas perkebunan kopi di Indonesia 1,31 juta hektar, dari luasan tersebut dapat diproduksi buah kopi sebanyak 686.768 ton (KOMPAS, 2008). Produksi buah kopi di Indonesia menempati urutan ke empat terbesar di dunia setelah Kolumbia, Brazil dan Vietnam. Kulit luar kopi yang merupakan limbah hasil pengolahan buah kopi memiliki proporsi 40 – 45%, sehingga jumlah limbah tersebut adalah sebanyak 752,6 – 846,7 ton/hari. Kulit buah kopi cukup potensial untuk digunakan sebagai bahan pakan ternak ruminansia termasuk kambing. Kandungan zat nutrisi yang terdapat pada kulit buah kopi seperti; protein kasar sebesar 10,4%, serat kasar sebesar 17,2% dan energi metabolis 14,34 MJ/kg (ZAINUDDIN dan MURTISARI,

1995) relatif sebanding dengan kandungan zat nutrisi rumput. PONDet al. (1994) melaporkan bahwa protein kasar rumput yang ada di Sumatera Utara berkisar 7 – 14%. Dengan kandungan zat nutrisi tersebut, maka kulit buah kopi diperkirakan hanya mampu memenuhi kebutuhan hidup pokok, sehingga untuk pertumbuhan, bunting dan laktasi diperlukan pakan tambahan untuk memenuhi kebutuhan protein dan energi.

Kuli buah kopi termasuk kategori limbah basah (wet byproducts) karena masih mengandung kadar air 75 – 80%, sehingga dapat rusak dengan cepat apabila tidak segera diproses. Perlakuan melalui pengeringan membutuhkan biaya yang relatif tinggi, sehingga perlu dikembangkan melalui teknologi alternatif lain agar produk tersebut dapat dimanfaatkan secara lebih efisien. Teknologi silase adalah suatu proses fermentasi mikroba merubah pakan menjadi meningkat kandungan nutrisinya (protein dan energi) dan disukai ternak karena rasanya relatif manis. Silase merupakan proses mempertahankan kesegaran bahan pakan dengan kandungan bahan kering 30 – 35% dan proses ensilase ini biasanya dalam silo atau dalam lobang tanah, atau wadah lain yang prinsifnya harus pada kondisi anaerob (hampa udara), agar mikroba anaerob dapat melakukan

reaksi fermentasi (SAPIENZA dan BOLSEN,

1993). Keberhasilan pembuatan silase berarti memaksimalkan kandungan nutrien yang dapat diawetkan. Selain bahan kering, kandungan gula bahan juga merupakan faktor penting bagi perkembangan bakteri pembentuk asam laktat selama proses fermentasi (KHANet al., 2004). Pada fase awal proses ensilase, enzim yang bekerja dalam proses respirasi pada bahan mengoksidasi karbohidrat yang terlarut, menghasilkan panas dan menggunakan gula-gula yang seyogianya siap pakai untuk proses fermentasi. Kehilangan gula pada proses respirasi merupakan hal yang menyulitkan baik dari sudut pandang pengawetan melalui proses pembuatan silase maupun dari segi nilai nutrisinya. Gula merupakan substrat bagi bakteri penghasil asam laktat yang akan menghasilkan asam yang berfungsi sebagai pengawet bahan yang disilase tersebut. Mengingat limbah tersebut mempunyai potensi yang tinggi sebagai bahan pakan basal menggantikan rumput untuk ternak kambing, maka perlu dicoba pemanfaatannya dalam bentuk silase sehingga optimalisasi pemanfaatannya akan lebih jelas. Berdasarkan hal tersebut diatas maka perlu dilakukan penelitian pemanfaatan silase kulit buah kopi sebagai pakan basal untuk menggantikan rumput pada ternak kambing. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh substitusi rumput dengan silase kulit buah kopi sebagai pakan dasar pada kambing jantan Boerka fase pertumbuhan.

MATERI DAN METODE

Penelitian ini dilaksanakan di kandang percobaan dan laboratorium Loka Penelitian Kambing Potong Sei Putih dan laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.

Dua puluh ekor kambing jantan Boerka fase pertumbuhan (rataan bobot badan awal 10,57 ± 2,23 kg), ditempatkan dalam kandang individu, dilengkapi dengan palaka yang terbuat dari papan. Air minum disediakan secara bebas dalam ember plastik hitam berkapasitas 5 liter. Ternak secara acak dialokasikan ke dalam 4 perlakuan pakan (5 ekor per perlakuan).

(3)

Perlakuan pakan percobaan adalah sebagai berikut:

R0: Konsentrat 60% + rumput lapangan 40% + silase kulit kopi 0%

R1: Konsentrat 60% + rumput lapangan 30% + silase kulit kopi 10% R2: Konsentrat 60% + rumput lapangan

20% + silase kulit kopi 20% R3: Konsentrat 60% + rumput lapangan

10% + silase kulit kopi 30%

Limbah pengolahan kopi diperoleh dari sekitar Desa Gurgur, Balige Kabupaten Tobasa yang merupakan salah satu sentra tanaman kopi di Sumatera Utara, dengan kisaran umur tanaman 3 – 5 tahun. Tahap awal pembuatan silase adalah melakukan pengurangan kadar air kulit buah kopi (menggunakan panas matahari) selama ± 4 – 5 jam tergantung intensitas sinar matahari sehingga kadar air limbah pengolahan kopi tersebut berkisar 50 – 60%, kemudian diproses menjadi silase melalui cara dicampur dengan bahan aditif molases (gula tetes) 10% untuk merangsang aktivitas mikroba dalam proses fermentasi pembuatan silase, selain itu juga untuk meningkatkan kandungan energi dan protein silase yang dihasilkan nantinya. Setelah dicampur merata dimasukkan ke dalam kantong plastik (dua lapis) dengan ukuran 50 kg, dipadatkan untuk meminimumkan udara (proses fermentasi anaerob). Kemudian disimpan di tempat teduh (bebas sinar matahari) selama ±3 minggu tergantung cepat lambatnya proses silase. Setelah 3 minggu diambil sampel silase kulit kopi sebanyak 500 gram untuk dianalisis kandungan nutriennya. Bahan penyusun konsentrat adalah; dedak halus, jagung giling, bungkil kelapa, urea, tepung

ikan, tepung tulang, ultra mineral dan garam. Konsentrat yang disusun memiliki kandungan DE 2,8 Kkal/kg dan protein 17,1%. Pemberian pakan disesuaikan dengan kebutuhan bahan kering pakan untuk setiap ekor kambing dan diasumsikan bahwa kebutuhan adalah sebesar 3,8% dari bobot badan berdasarkan bahan kering (NRC, 1981). Komponen konsentrat pada penelitian ini adalah sama sedangkan komponen silase limbah pengolahan kopi dan rumput lapangan berbeda sesuai dengan perlakuan pakan. Konsentrat dan silase kulit buah kopi diberikan kepada ternak secara terpisah (pagi jam 9.00 WIB), rumput lapangan diberikan pada sore hari (jam 16.00 WIB). Ternak dibiarkan beradaptasi dengan perlakuan pakan selama 1 bulan sebelum pengumpulan data dilakukan. Konsumsi pakan dicatat setiap hari dengan menimbang jumlah yang diberikan dan sisanya. Pertambahan bobot badan harian diperoleh dari penimbangan ternak setiap minggu selama 3 bulan masa pengamatan.

Untuk mengetahui tingkat kemampuan ternak mencerna nutrien yang dikonsumsi dilakukan pada minggu terakhir masa pengamatan, dengan cara menimbang jumlah pemberian dan sisa pakan serta jumlah produksi feses dan urin yang dihasilkan setiap hari. Contoh bahan (pakan, sisa pakan dan feses) ditimbang dan selanjutnya untuk kepentingan analisis, ditetapkan sub-contoh sebanyak 10% dari jumlah koleksi setiap harinya. Sub-contoh selama periode pengamatan disatukan dalam satu kantong plastik dan secara komposit ditetapkan 10% untuk kepentingan analisis. Contoh yang telah kering dihaluskan dengan alat penghalus dan melewati saringan yang berukuran 0,8 mm.

(4)

Analisis kimia sampel pakan (rumput, konsentrat dan silase kulit buah kopi) dilakukan sesuai dengan metode analisis proksimat. Analisis bahan kering dilakukan dengan metode pemanasan di dalam oven 60°C selama 48 jam dan 140°C selama 2 jam. Analisis protein kasar dilakukan dengan cara mengukur kandungan total nitrogen contoh dengan menggunakan macro-Kjedahl (AOAC, 1995). Analisis kandungan serat (serat detergen netral dan serat detergen asam) ditentukan menurut metode GOERING dan VAN SOEST

(1970), kandungan energi ditentukan dengan menggunakan alat bomb kalorimeter, sedangkan kandungan abu dilakukan dengan membakar contoh dalam tanur dengan suhu pembakaran 600°C selama 6 jam.

Tabel 1. Susunan konsentrat penelitian (% bahan kering)

Bahan pakan % (bahan kering)

Dedak halus 37 Jagung 20 Bungkil kelapa 37,5 Tepung ikan 1 Urea 1,5 Ultra mineral 1 Garam 1 Tepung tulang 1 Jumlah 100 Protein kasar (%) 17,1 DE (K.kal/kg) 2,8

Peubah yang diamati adalah tingkat konsumsi, kecernaan, pertambahan bobot hidup harian (PBHH) dan efisiensi penggunaan pakan dan Income over feed cost (IOFC). Pengamatan jumlah konsumsi dilakukan setiap hari dengan cara menimbang jumlah pakan yang diberikan dan sisa pada keesokan harinya. Kecernaan pakan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kecernaan pakan semu. Tujuan pengukuran ini adalah untuk menilai daya cerna pakan percobaan, dan diukur dengan persamaan:

Kecernaan =

Pertambahan bobot hidup harian dihitung berdasarkan data bobot hidup yang diperoleh dari penimbangan ternak setiap minggu selama 13 minggu masa pengamatan. Efisiensi penggunaan pakan dihitung berdasarkan data pertambahan bobot hidup per unit bahan kering pakan yang dikonsumsi (TILLMANet al, 1991). Nilai income over feed cost (IOFC) diperoleh berdasarkan perhitungan dari harga penjualan ternak setelah dikurangi biaya pakan. Dilakukan perhitungan yang akurat untuk mendapatkan biaya per kg silase kulit kopi sehingga diketahui harga pakan penelitian.

Penelitian dirancang menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari atas 4 perlakuan pakan dan 5 ulangan (STELL dan TORRIE, 1993). Setiap ulangan

terdiri atas satu ekor kambing, sehingga jumlah ternak

Gambar 2. Silase kulit buah kopi setelah 3 minggu pembuatan

× 100% Zat makanan yang dikonsumsi

(5)

yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 20 ekor. Data yang diperoleh diolah dengan analisis keragaman (ANOVA) menurut petunjuk SAS (1998), dan bila hasil analisis keragaman menunjukkan terdapat pengaruh nyata (P < 0,05) dari perlakuan terhadap peubah yang diukur, maka akan dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan (KAPS dan

LAMBERSON, 2004). Model umum dari

rancangan ini adalah: Yij = μ + αij + εij

Yij: respon peubah yang diamati μ : rataan umum

αij : pengaruh pakan ke-I pada ulangan ke-j εij : pengaruh komponen galat

I : 1, 2, 3, 4 J : 1, 2, 3, 4, 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Komposisi kimiawi pakan penelitian

Kompisisi kimiawi silase kulit kopi, rumput dan konsentrat penelitian disajikan pada Tabel 2. Kandungan protein kasar, serat kasar dan energi kasar silase kulit buah kopi yang digunakan pada penelitian ini adalah berturut-turut 10,64; 15,74% dan 3,748 kkal/kg. Hasil ini menunjukkan bahwa

perlakuan silase dapat meningkatkan kandungan protein kasar (relatif kecil) dan energi kasar (relatif besar) juga menurunkan kandungan serat kasar kulit kopi yang relatif kecil dibandingkan dengan yang didapatkan oleh (ZAINUDDIN dan MURTISARI, 1995) yaitu berturut-turut 10,4%; 3.380 kkal/kg dan 17,2%. Kandungan NDF dan ADF silase kulit kopi adalah sebesar 39,08 dan 27,73% angka ini relatif sebanding dengan kandungan NDF Leucaena leucocephala dan ADF Calliandra calothyrsus. KARACHI (1998) melaporkan

bahwa kandungan NDF Leucaena leucocephala adalah 38,40%. MERKEL et al. (1999b) menyatakan bahwa kandungan ADF Calliandra calothyrsus adalah 27,00%. Kandungan protein kasar rumput yang digunakan pada penelitian ini adalah 8,78%, hasil ini relatif sama dengan yang dilaporkan POND et al. (1994) dan SIRAIT et al. (2005) yaitu 7 – 14%.

Konsumsi bahan kering pakan

Rataan konsumsi bahan kering pakan selama penelitian adalah 449,14; 412,73; 443,49 dan 411,96 g/ekor/hari berturut-turut untuk perlakuan R0, R1, R2, dan R3 seperti disajikan dalam Tabel 3. Konsumsi bahan

Tabel 2. Komposisi kimiawi pakan penelitian

Uraian GE Kkal/kg BK (%) BO (%) Abu (%) PK (%) LK (%) NDF (%) ADF (%) SK (%) Silase kopi 3.748 46,89 42,03 4,86 10,64 0,69 39,08 27,73 15,74 Rumput 3.372 16,43 9,02 7,41 8,78 6,32 53,87 42,35 - Konsentrat 3.698 90,57 78,80 11,77 14,96 12,75 48,46 19,38 9,76 Tabel 3. Konsumsi bahan kering pakan

Konsumsi (g/ekor/hari) Perlakuan pakan

Konsentrat Rumput Silase kopi Jumlah

R0 260,58 188,56 0,00 449,14

R1 238,87 134,98 38,88 412,73

R2 259,97 97,82 85,70 443,49

R3 244,69 45,11 122,16 411,96

R0: Konsentrat 60% + Rumput 40% + Silase kulit buah kopi 0%; R1: Konsentrat 60% + Rumput 30% + Silase kulit buah kopi 10%; R2: Konsentrat 60% + Rumput 20% + Silase kulit buah kopi 20%; R3: Konsentrat 60% + Rumput 10% + Silase kulit buah kopi 30%

(6)

kering tertinggi diperoleh pada perlakuan R0 yaitu 449,14 g/ekor/hari, sedangkan yang terendah pada perlakuan R3 yaitu 411,96 g/ekor/hari. Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa konsumsi bahan kering pakan tidak dipengaruhi oleh substitusi rumput dengan silase kulit kopi (P > 0,05). Hal ini berlaku diduga karena silase kulit kopi memiliki palatabilitas yang cukup tinggi. Salah satu faktor yang memempengaruhi konsumsi adalah palatabilitas jenis makanan yang diberikan. Tidak adanya gangguan penggunaan silase kulit kopi terhadap nafsu makan ternak dalam penelitian ini menunjukkan bahwa bahan makanan ini cukup palatabel. Hal ini mungkin disebabkan aroma silase kulit kopi disukai oleh ternak, sehingga pakan yang diberikan dapat dikonsumsi dalam jumlah besar. Molases yang digunakan sebagai bahan aditif silase kulit kopi pada penelitian ini diduga mempengaruhi palatabilitas kulit kopi. Kandungan gula yang terdapat pada silase kulit kopi dapat menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi palatabilitas (CHARRAY et al., 1992). MORANDFER (2003) menyatakan bahwa

kandungan gula yang terdapat pada suatu jenis bahan pakan dapat meningkatkan konsumsi pada ternak kambing. Sedangkan pakan yang mempunyai palatabilitas rendah akan dikonsumsi hanya sebatas pemenuhan hidup pokok ternak tersebut. Faktor penting berasal dari makanan yang mempengaruhi konsumsi adalah aroma dari bahan makanan itu, ternak dapat saja menolak bahan makanan yang diberikan tanpa merasakan terlebih dahulu, karena tidak menyukai aromanya.

SIANIPAR et al. (2008) menyatakan bahwa pemberian pakan silase kulit buah kakao sebanyak 20% menggantikan rumput, konsumsi bahan keringnya sebesar 414,23 g/ekor/hari. Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan konsumsi perlakuan pakan R2 (Konsentrat 60% + Rumput 20% + Silase kulit kopi 20%) pada penelitian ini yaitu sebesar 443,49 g/ekor/hari. GINTING et al. (2007) melaporkan bahwa pemberian silase limbah nenas sebanyak 25% dan konsentrat 75% dalam komponen pakan kambing Boerka, konsumsi bahan keringnya sebesar 797 g/ekor/hari, angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan konsumsi keempat perlakuan pakan pada penelitian ini. Hal ini berlaku terkait dengan bobot hidup materi ternak dan komponen konsentrat yang berbeda diantara kedua penelitian. Jika dikalkulasi berdasarkan bobot badan metabolis konsumsi bahan kering pakan kedua penelitian relatif sebanding.

Kecernaan bahan kering dan bahan organik

Kecernaan zat-zat makanan dari pakan akan menentukan kualitas dan nilai biologisnya, karena akan diperoleh berapa persen yang dapat dicerna dan berapa dikeluarkan melalui feses. Zat makanan yang terkandung di dalam bahan makanan tidak seluruhnya tersedia untuk tubuh ternak, akan dikeluarkan lagi melalui feses. Kecernaan dipengaruhi bentuk fisik pakan, jumlah bahan makanan yang diberikan dan komposisi bahan makanan itu sendiri.

(7)

Pengukuran jumlah zat makanan yang dapat dicerna tubuh ternak ruminansia termasuk kambing dapat dilakukan dengan mengetahui koefisien cerna bahan kering dan bahan organik. Nilai koefisien cerna bahan kering dan bahan organik menunjukkan derajat cerna pakan pada alat-alat pencernaan dan berapa besar sumbangan suatu pakan bagi ternak, selain itu juga menunjukkan kemampuan ternak untuk memanfaatkan suatu jenis pakan tertentu.

Tabel 4. Kecernaan bahan kering dan bahan organik Kecernaan

Perlakuan

pakan Bahan kering (%) Bahan organik (%) R0 64,60 63,85 R1 62,71 61,96 R2 64,98 63,71 R3 62,24 61,19

Rataan kecernaan bahan kering adalah 64,60; 63,71; 64,98 dan 62,24% masing-masing untuk perlakuan R0, R1, R2 dan R3 seperti yang disajikan pada Tabel 4. Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa kecernaan bahan kering tidak dipengaruhi oleh perlakuan pakan (P > 0,05). Hal ini terjadi diduga terkait dengan konsumsi bahan kering pakan yang juga tidak dipengaruhi oleh perlakuan pakan.

Rataan kecernaan bahan organik adalah 63,85; 61,96; 64,71 dan 61,19% berturut-turut untuk perlakuan R0, R1, R2 dan R3 seperti yang dicantumkan pada Tabel 5. Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa kecernaan bahan organik juga tidak dipengaruhi oleh perlakuan pakan (P > 0,05). Keadaan ini berlaku terkait dengan kecernaan bahan kering yang juga tidak dipengaruhi oleh perlakuan pakan, karena sebahagian besar bahan kering terdiri atas bahan organik (MCDONALD et al., 2002). Bahan kering terdiri atas bahan organik dan abu (mineral), kecernaan bahan organik pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan kecernaan bahan kering, hal ini terjadi kemungkinan karena kecernaan mineral pada penelitian ini relatif tinggi.

Kecernaan bahan organik pada perlakuan pakan R0, R1 dan R3 lebih rendah dibandingkan dengan R2. Keadaan ini berlaku diduga terkait dengan konsumsi bahan kering dan kecernaan bahan kering perlakuan pakan R0, R1 dan R3 juga lebih rendah dibandingkan dengan R2. Kecernaan bahan kering dan bahan organik yang relatif sebanding pada keempat perlakuan pakan diduga terkait dengan proporsi konsentrat yang sama dalam ransum (60%).

Pertambahan bobot hidup dan efisiensi penggunaan pakan

Pertambahan bobot hidup merupakan suatu refleksi dari akumulasi konsumsi, fermentasi, metabolisme dan penyerapan zat-zat makanan di dalam tubuh. Pada pemeliharaan ternak muda pertumbuhan merupakan salah satu tujuan penting yang ingin dicapai. Kelebihan makanan yang berasal dari kebutuhan hidup pokok akan digunakan untuk meningkatkan bobot badan. Pertambahan bobot badan ternak merupakan cerminan kualitas dan nilai biologis pakan yang diberikan kepada ternak.

Rataan pertambahan bobot hidup harian selama penelitian adalah 80,00; 68,56; 80,88 dan 63,30 g/ekor/hari berturut-turut untuk perlakuan R0, R1, R2 dan R3 seperti disajikan pada Tabel 5. Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa pertambahan bobot badan harian tidak dipengaruhi oleh substitusi rumput dengan silase kulit kopi (P < 0,05). Tidak adanya perbedaan yang nyata terhadap pertambahan bobot hidup harian terkait dengan konsumsi bahan kering yang juga tidak dipengaruhi oleh perlakuan pakan. Disamping itu juga diduga komposisi kimiawi pakan pada semua perlakuan penelitian relatif sama, sehingga ketersediaan kandungan nutrien untuk kebutuhan tubuh juga relatif sebanding.

Pertambahan bobot badan tertinggi dicapai pada kambing Boerka yang mendapat perlakuan pakan R2 (Konsentrat 60% + Rumput 20% + Silase kulit kopi 20%) yaitu 80,88 g/ekor/hari, angka ini relatif sama dengan yang didapatkan GINTINGet al. (2007) bahwa pemberian silase limbah nenas

(8)

Tabel 5. Rataan pertambahan bobot hidup dan efisisensi penggunaan pakan

Taraf silase kulit kopi Uraian

R0 (0%) R1 (10%) R2 (20%) R3 (30%)

Bobot hidup awal (kg) 10,56 10,58 10,60 10,56

Bobot hidup akhir (kg) 17,84 16,82 17,96 16,32

Pertambahan bobot hidup (g/ekor/hari) 80,00 68,56 80,88 63,30

Efisensi penggunaan pakan 0,112 0,106 0,115 0,103

sebanyak 50% dan konsentrat 50% dalam komponen pakan kambing Boerka, pertambahan bobot badan hariannya sebesar 82,60 g/ekor/hari. SIANIPAR et al. (2008) menyatakan bahwa pemberian silase kulit kakao 30% + rumput 30% + konsentrat 40% dalam komponen pakan, kambing kacang pertambahan bobot badan hariannya sebesar 44,64 g/ekor/hari. Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan pakan R3 (Konsentrat 60% + Rumput 10% + Silase kulit kopi 30%) pada penelitian ini yaitu 63,30 g/ekor/hari. Hal ini berlaku diduga karena komponen konsentrat pada penelitian ini lebih tinggi penggunaannya (60% vs 40%).

Efisiensi penggunaan pakan berkaitan dengan konsumsi bahan kering pakan dan pertambahan bobot hidup yang dihasilkan ternak, karena efisiensi penggunaan pakan adalah rasio antara pertambahan bobot badan dengan jumlah pakan yang dikonsumsi. Khususnya pada ternak ruminansia, efisiensi penggunaan pakan dipengaruhi oleh kualitas dan nilai biologis pakan, besarnya pertambahan bobot badan dan nilai kecernaan pakan tersebut.

Rataan efisiensi penggunaan pakan selama penelitian adalah 0,112; 0,106; 0,115 dan 0,103 berturut-turut untuk perlakuan R0, R1, R2 dan R3 seperti yang dicantumkan dalam Tabel 5. Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa efisiensi penggunaan pakan tidak dipengaruhi oleh substitusi rumput dengan silase kulit kopi (P > 0,05). Tidak terdapatnya perbedaan yang nyata terhadap efisiensi penggunaan pakan terkait dengan konsumsi bahan kering pakan dan pertambahan bobot hidup yang juga tidak dipengaruhi oleh perlakuan pakan. Pertambahan bobot hidup tertinggi diperoleh pada perlakuan pakan R2, tetapi konsumsi bahan kering pakan tertinggi diperoleh pada

perlakuan R0. Hal ini mengakibatkan efisiensi penggunaan pakan yang tertinggi diperoleh pada perlakuan pakan R2. Konsumsi bahan kering pakan terendah diperoleh pada perlakuan pakan R3, pertambahan bobot hidup terendah juga diperoleh pada perlakuan ini, sehingga efisiensi penggunaan pakan terendah didapatkan pada perlakuan ini.

Income over feed cost (IOFC)

Nilai ekonomi pemanfaatan silase kulit kopi pada penelitian ini dapat diketahui dengan menghitung income over feed cost (pendapatan yang diperoleh dari nilai jual ternak setelah dikurangi biaya pakan). Pengaruh substitusi rumput dengan silase kulit kopi dalam komponen pakan terhadap rataan nilai IOFC dicantumkan pada Tabel 6. Rataan nilai IOFC selama penelitian berturut-turut 146.731; 124.075; 161.595 dan 118.873 rupiah per ekor untuk perlakuan R0, R1, R2 dan R3 seperti disajikan pada Tabel 6.

Nilai IOFC tertinggi diperoleh pada perlakuan pakan R2 (Rp. 161.595 per ekor selama 3 bulan), keadaan ini berlaku terkait dengan pertambahan bobot hidup, konsumsi dan biaya pakan. Pertambahan bobot hidup tertinggi diperoleh pada perlakuan pakan R2, jumlah konsumsi pakan 91,35 kg/ekor dan jumlah biaya pakan Rp. 96.005 per ekor. Nilai IOFC terendah diperoleh pada perlakuan pakan R3, meskipun jumlah konsumsi pakan (68,35 kg/ekor) dan jumlah biaya pakan (Rp. 82.727 per ekor) juga lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan pakan lainnya, hal ini terjadi terkait dengan pertambahan bobot hidup pada perlakuan ini juga lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan pakan R0, R1 dan R2.

(9)

Tabel 6. Analisis ekonomi pemanfaatan silase kulit kopi sebagai pakan basal kambing Boerka Taraf silase kulit kopi Uraian

0% (R0) 10% (R1) 20% (R2) 30% (R3) Konsumsi pakan (segar)

Konsentrat (kg/ekor) 26,06 23,89 26,00 24,27

Rumput (kg/ekor) 94,28 67,50 48,90 22,55

Silase kopi (kg/ekor) 0 7,46 16,45 21,52

Jumlah konsumsi pakan (kg/ekor) 120,34 98,84 91,35 68,35 Harga pakan (Rp/kg)

Konsentrat (Rp. 2700) 70.387 64.495 70.192 65.526

Rumput (Rp. 400) 37.712 26.996 19.564 9.022

Silase kopi (Rp. 380) 0 2.835 6.250 8.180

Jumlah biaya pakan (Rp/ekor) 108.069 94.326 96.005 82.727

Rataan PBH (kg/ekor) 7,28 6,24 7,36 5,76

Nilai jual (Rp/ekor)* 254.800 218.400 257.600 201.600 IOFC (Rp/ekor selama 3 bulan) 146.731 124.075 161.595 118.873 * Harga jual ternak Rp 35.000/kg bobot hidup (Akhir tahun 2008); PBH: Pertambahan bobot hidup

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil rataan konsumsi bahan kering, kecernaan bahan kering dan bahan organik, pertambahan bobot badan efisiensi penggunaan pakan dan nilai income over feed cost penggunaan silase kulit buah kopi sebesar 20% dapat direkomendasikan untuk menggantikan rumput sebagai pakan basal ternak kambing.

Perlu dilakukan penelitian berikutnya yaitu penggunaan silase kulit buah kopi sebagai komponen pakan komplit pada ternak kambing.

DAFTAR PUSTAKA

AOAC. 1995. Official Methods of Analysis. 16th Ed. HELRICH, K. (Ed.). Association of Official Analytical Chemist, Inc. Arlington, Virginia, USA.

CHARRAYM, J., J.M. HUMBERT and J. Levif. 1992. Manual of Sheep Production in the Humid Tropic of Africa. CAB International. Wallingford, UK.

GINTING, S.P., R. KRISNAN dan K. SIMANIHURUK. 2007. Silase kulit nenas sebagai pakan dasar pada kambing persilangan Boer x Kacang sedang tumbuh. JITV 12: 195 – 201.

GOERING, H.K. and P.J. VAN SOEST. 1970. Forage Fiber Analyses (apparatus, reagents, procedures and some application). Agric.

Handbook 379. ARS. USDA, Washington DC. KAPS, M. and W.R. LAMBERSON. 2004. Biostatistic for Animal Science. CABI Publishing, Cambridge, USA.

KARACHI, M. 1998. The performance and nutritive value of Leucaena leucocephala in a unimodical rainfall environment in Western Tanzania. Tropical Grassland 32: 105 – 109. KHAN, M.A., M. SARWAR and M.M.S. KHAN. 2004.

Feeding value of urea treated corncobs ensiled with or without Enzose (corn Dextrose) for lactating crossbred cows. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 8: 1093 – 1097.

KOMPAS. 2008. Indonesia Ingin Meningkatkan Produksi Kopi pada tahun 2008 (Serial on line). http://www.kompas.com. (6 Mei 2009). MCDONALD, P., R.A. EDWARDS, J.F.D. GREENHALD

and C.A. MORGAN. 2002. Animal Nutrition. 6th Ed. Ashford Colour Pr. Gosfort.

MERKEL, R.C., K.R. POND, J.C. BURNS and D.S. FISHER. 1999b. Intake, digestibility and nitrogen utilization of three tropical tree legumes II. As protein supplements. Anim. Feed Sci. Tech. 82: 107 – 120.

(10)

MORAND-FEHR, P. 2003. Dietary choices of goats at the trough. Small Rum. Res. 49: 231 – 239. NRC. 1981. Nutrient Requirement of Goats:

Angora, Dairy, and Meat Goats in Temperate and Tropical Countries. National Academy Pr., Washington DC.

POND, K.R., M.D. SANCHEZ, P.M. HORNE, R.C. MERKEL, L.P. BATUBARA, T. IBRAHIM, S.P. GINTING, J.C. BURNS and D.S. FISHER. 1994. Improving feeding strategies for small ruminants in the Asian Region. Proc. of the Small Ruminant Workshoop Held at the 7th Australian Asian Animal Production Congress. Bali. Indonesia.

SAPIENZA, D.A. and K.K. BOLSEN. 1993. Teknologi Silase (Penanaman, Pembuatan dan Pemberiannya pada Ternak). Diterjemahkan oleh: MARTOYONDO RINI, B.S.

SAS. 1998. SAS User’s Guide: Statistic. 7th Ed. SAS Institute Inc., Cary, NC, USA.

SIANIPAR, J., K. SIMANIHURUK, J. SIRAIT dan M. HUTAURUK. 2008. Penggunaan Tape Kulit Kakao sebagai pakan kambing sedang tumbuh. Laporan Tahunan, 2008. Loka Penelitian Kambing Potong Sei Putih, Sumatera Utara.

SIRAIT, J., N.D. PURWANTARI dan K. SIMANIHURUK. 2005. Produksi dan Serapan Nitrogen Rumput pada Naungan dan Pemupukan yang Berbeda. JITV 10: 175 – 181.

STELL, R.G.D. and J.H. TORRIE. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika: Suatu Pendekatan Biometrik. Penerjemah: SUMANTRI B. P.T.

Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

TILLMAN, D.A., HARTADI H, REKSOHADIPRODJO S, PRAWIROKUSUMO dan S. LEBDOSOEKOTJO. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Univeritas Gadjah Mada Press, Yogyakarta.

ZAINUDDIN, D. dan T. MURTISARI. 1995. Penggunaan limbah agro-industri buah kopi (kulit buah kopi) dalam ransum ayam pedaging (Broiler). Pros. Pertemuan Ilmiah Komunikasi dan Penyaluran Hasil Penelitian. Sub Balai Penelitian Klepu, Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 71 – 78.

Gambar

Gambar 1. Kulit buah kopi dan proses penjemurannya
Tabel 1.  Susunan konsentrat penelitian (% bahan  kering)
Tabel 2. Komposisi kimiawi pakan penelitian
Gambar 3. Pemberian silase kulit buah kopi pada ternak kambing penelitian
+4

Referensi

Dokumen terkait

yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian skripsi berikut yang berjudul “IMPLEMENTASI KEPUTUSAN WALIKOTA PALEMBANG

Pengujian metalografi dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari temperatur solution treatment dan aging terhadap fasa yang terbentuk dan diameter rata-rata butir.. Etsa

Pada bentuk ini perhatian utama lebih ditujukan pada standar keluaran, yakni memantau dan menilai penampilan pelayanan kesehatan, maka obyek yang dipantau dan dinilai bersifat

Jarak pandang pekerja canting batik dibawah jarak pandang normal (lebih kecil dari 30 cm) disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah umur pekerja canting

Pengaplikasian Beauveria bassiana dilakukan dengan menggunakan sprayer dengan cara disemprotkan pada tanaman padi saat 7 hari setelah tanaman diinfestasi hama wereng batang

anisopliae yang diaplikasikan secara disemprot menunjukkan efektifitas yang rendah terhadap nimfa wereng coklat, sedangkan yang diaplikasikan di sekitar perakaran

Analisis data dilakukan secara diskriptif dengan fokus ke atas pola belanjawan, amalan penelitian, penilaian perbelanjaan dan perancangan kewangan secara konsisten

Masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah bahwa tata letak lantai produksi PT Sinwa Perdana Mandiri saat ini tidak efisien, pada mesin Injeksi dengan Ultra Sonic