• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tahu merupakan kata serapan dari bahasa Hokkian (Tauhu) yang secara harfiah berarti “kedelai yang difermentasi”(Hermawan, 2013). Seperti halnya kecap, tauco, bakpau, dan bakso, tahu yang berasal dari negeri Tiongkok, di Indonesia merupakan makanan favorit yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena harganya yang relatif terjangkau. Selain itu, tahu merupakan makanan yang menyehatkan karena kandungan proteinnya yang tinggi serta mutunya setara dengan protein hewani. Tingginya kandungan protein disebabkan pada tahu terdapat asam amino yang memiliki daya cerna yang tinggi (85-98%). Selain memiliki kelebihan, tahu juga mempunyai kelemahan antara lain oleh karena kandungan airnya yang tinggi (86%) (Iskandar, 2009) akibatnya mudah rusak karena ditumbuhi oleh mikroba, sehingga umur simpan tahu tersebut pendek dimana daya tahannya rata-rata 1-2 hari pada kondisi suhu kamar (Suprihatin, 2010). Beragam cara digunakan untuk memperpanjang umur simpan tahu diantaranya dengan menyimpannya pada kulkas, diberi bubuk kunyit (Mulyadi, 1997), kayu manis (Lianti, 2010) sebagai pengawet alami dsb. Namun tidak jarang untuk memperpanjang umur simpan tahu, beberapa industri tahu telah menggunakan pengawet kimia yang berbahaya seperti formalin. Sebagai pengawet, formalin memang terbukti mampu memperpanjang umur simpan tahu, karena menurut Winarno (1978), perendaman tahu dalam larutan formalin 2% selama 3 menit, terbukti mampu memperpanjang umur simpan tahu sampai 4-5 hari, sedangkan tahu tanpa formalin dan hanya direndam dengan air mampu bertahan 1-2 hari. Berdasarkan hasil survey dan pemeriksaan laboratorium, ditemukan tahu yang beredar dipasaran berformalin dengan ciri sebagai berikut, tahu yang bentuknya sangat kenyal, tidak mudah hancur, awet beberapa hari dan berbau menyengat (Suwahono, 2009). Data survei pada tahun 1993 saja menunjukkan bahwa di DKI Jakarta, 2 dari 7 pasar swalayan (29 %), dan 8 dari 14 pedagang

(2)

dipasar tradisional (57%) menjual tahu berformalin, dengan kadar 1,25% hingga 3,8 miligram per 100 gram tahu. Akibat maraknya kasus tahu berformalin ini baik pemerintah dan masyarakat telah banyak melakukan antisipasi diantaranya dengan mengidentifikasi tahu berformalin menggunakan metoda yang sederhana sampai dengan canggih. Metode sederhana yang selama ini masih dilakukan adalah dengan menggunakan human tester. Metode ini menggunakan panca indra manusia berupa mata, peraba dan penciuman untuk membedakan warna dan aroma tahu berformalin dan tak berformalin. Indera mata akan melihat bentuk fisik dari tahu, kemudian indera peraba (tangan) akan meraba bentuk tahu tersebut. Jika hanya berdasarkan warna semata maka tahu yang telah dicampur dengan formalin tidak jauh beda dengan tahu murni, namun jika diraba dengan tangan maka bagi orang-orang tertentu akan dapat merasakan kekenyalan tahu yang telah diberi formalin terasa padat dan keras (Pahrudin, 2006). Sedangkan berdasarkan aroma bagi orang-orang yang peka akan bau menyengat formalin dapat membedakan hal tersebut namun bagi orang-orang yang kurang peka sulit untuk membedakan tahu tersebut. Hal ini disebabkan karena pada tahu disamping memiliki kandungan senyawa tak menguap (non volatile) yaitu isoflavones juga mempunyai kandungan senyawa yang mudah menguap (volatile). Adapun senyawa volatile yang berperan di dalam mencirikan aroma tahu berupa senyawa heksanal, etanol dan 1-heksanol. Walaupun tester manusia sejauh ini dikatakan metode yang paling realistis untuk mendapatkan informasi aroma sampel tahu namun masih terdapat beberapa masalah antara lain standarisasi pengukuran (standarization of measurements), kestabilan (stability), bersifat subyektif (subjective) dsb. (Banerjee, 2011). Sebagai alternatif digunakan metode analitik kimia konvensional. Salah satu metode analisa kimia konvensional yang dapat menentukan kandungan formalin, boraks, dan zat pewarna berbahaya lainnya adalah metode spot test. Metode ini menggunakan reagent kit atau kit tester untuk menentukan bahan individu tertentu dan susunan dalam suatu campuran (Mahdi, 2008). Spot test pada senyawa organik dan anorganik dapat digunakan untuk menentukan bahan individu tertentu dan susunan dalam suatu campuran (Schenk, 1981). Walaupun hasil yang diperoleh dapat diketahui dengan baik, namun metode ini tidak dapat diterapkan secara langsung oleh karena masih

(3)

membutuhkan ahli untuk menganalisanya. Sedangkan instrumen-instrumen canggih lainnya yang memiliki kinerja yang sangat tinggi seperti HPLC (high performance liquid chromatography) (Zuo, 2002), GC (gas chromatography) (Togari, 1995) dan CE (capillary electrophoresis) (Horie, 1997) membutuhkan biaya yang besar dan memerlukan sesorang ahli untuk mengoperasikannya (Sinha, 2012). Oleh karena tahu memiliki aroma khas yang dibentuk oleh beberapa senyawa kimia dan formalin merupakan senyawa mudah menguap maka dibutuhkan sebuah instrumen yang dapat berfungsi sebagai tester untuk mengidentifikasi tahu murni dan tahu berformalin.

Hadirnya teknologi biomimetik telah memunculkan sensor aroma yang memungkinkan untuk mengekstrak informasi dari sebuah sampel yang diberikan. Kemampuan dari sistem tersebut dapat menganalisa sampel yang memiliki komposisi yang kompleks sehingga dapat diketahui karakteristiknya dan analisa kualitatifnya. Ditinjau secara keilmuan sistem tersebut merupakan gabungan pengetahuan dari berbagai cabang ilmu dasar yaitu teknologi sensor, metode pengenalan pola (pattern recognition), kecerdasan buatan (artificial intelligence) dan kemometrika (chemometric) (Ciosek dan Wroblewski, 2007). Prinsip dasar dari sistem electronic nose mengkombinasikan sinyal dari sensor non-spesifik (non-specific) dan tumpang tindih (overlapping) dengan rutin-rutin pengenalan pola (pattern ricognition) (Rulcker, dkk, 2001). Tidak seperti metode analisis tadisional, sistem tersebut tidak memberikan informasi tentang sifat dari senyawa yang diselidiki, tetapi hanya memberikan sinyal pelacak digital (digital fingerprint) dari sampel, yang kemudian diselidiki dengan cara kemometrika (chemometric). Kemometrika adalah ilmu yang berkaitan dengan pengukuran pada sistem kimia yang diterapkan dengan menggunakan pendekatan matematika atau statistika. Penggunaan kemometrika berarti dapat diimplementasikan dengan menggunakan analisa multivarian yang didasarkan pada kenyataan bahwa sistem yang kompleks memerlukan banyak parameter sebagai penjelas dan banyak informasi yang dapat diambil dari sistem yang sedang dianalisis dengan pendekatan multivarian tersebut. Selain itu kemometrika terbukti mampu menangani sejumlah besar data yang dihasilkan dengan teknik analisis modern (modern analysis) dan telah berhasil

(4)

diterapkan pada data elektrokimia (electrochemical data) (Pravdova, dkk, 2002; Richards, dkk, 2002). Sedangkan penggunaan pengenalan pola pada kedua sistem ini tujuan utamanya ada dua hal pertama adalah reduksi data (data reduction) dan analisa struktur data (data structure analysis) berupa pengenalan pola tanpa pengawasan (unsupervised pattern recognition), atau kedua yaitu pemodelan data dengan model regresi dan klasifikasi berupa pengenalan pola terawasi (supervised pattern recognition) (Scott, dkk, 2006). Adapun penggunaan jaringan syaraf tiruan atau JST (artificial neural network) saat ini dianggap sebagai salah satu perangkat yang penting pada kemometrika (Zupan, 1994). Salah satu alasannya adalah kemampuan JST di dalam memecahkan permasalahan baik supervised dan unsupervised seperti pengelompokan (clustering), tanggap pemodelan kualitatif (Tang, dkk, 2006) dan kuantitatif (Gutes, dkk, 2005). Pada dasarnya cara kerja JST meniru aksi dari neuron jaringan biologis manusia, dimana setiap neuron menerima sinyal yang berbeda dari neuron tetangganya dan kemudian memprosesnya. JST biasanya bekerja dengan baik jika berhadapan dengan kondisi non-linier dimana terdapat ketergantungan antara masukan (input) dengan vektor keluaran (output) dan umumnya metode tersebut berhasil dengan baik untuk jenis kelas terpisah dengan batas non-linier (non-linier). Secara umum karena JST merupakan perangkat non parametrik dimana parameternya mempunyai kemampuan beradaptasi (seperti jumlah neuron, lapisan dan epoch), kebanyakan skema pembelajarannya membutuhkan pengujian untuk mengoptimalkan struktur modelnya (Scampicchio, dkk, 2008).

Sensor aroma (electronic nose) adalah sebuah mesin yang dirancang untuk mendeteksi dan mendiskriminasi antara aroma yang kompleks menggunakan larik sensor. Larik sensor tersebut terdiri dari sensor-sensor aroma umum yang dapat digunakan untuk berbagai aroma sensitif dari bahan biologi atau kimia. Oleh sebab itu di dalam sensor aroma ini tidak menggunakan sensor yang sifatnya selektif hanya untuk sebuah unsur atau senyawa saja hal ini disebabkan karena aroma terdiri ratusan unsur dan senyawa sehingga pola sinyal yang ditangkap oleh sensor gas bersifat tumpang tindih (overlapping) (Lelono, 2013). Sebuah stimulus aroma ditangkap oleh larik sensor gas yang tak terseleksi ini menghasilkan sebuah

(5)

karakteristik sinyal lacakan (fingerprint). Pola atau sinyal lacakan dari aroma yang tidak diketahui ini selanjutnya dapat diklasifikasi dan diidentifikasi dengan mesin pengenalan pola cerdas yang merupakan bagian dari sistem sensor aroma elektronik terintegrasi. Sinyal respon dari larik sensor dikondisikan dan diproses melalui rangkaian elektronik yang sesuai dan kemudian keluarannya diumpankan ke mesin pengenalan pola cerdas untuk diklasifikasi, dianalisis dan diidentifikasi (Bhattacharyya, dkk, 2004). Penerapan sensor aroma telah dibanyak diimplementasikan di berbagai bidang produk makanan seperti minuman anggur (Garcia-Martinez, dkk, 2011), cola (Kermani, dkk, 2005), daging (Boothe dan Arnold, 2002), ikan (O’Connell, dkk, 2001), kopi (Pardo dan Sberveglieri, 2002) dsb. Kemudian di bidang diagnosa medis (D’Amico, dkk, 2008) dan pemantauan lingkungan (Sironi, dkk, 2007) dan sebagainya.

Berdasarkan uraian di atas, maka pada skripsi ini difokuskan penelitian untuk mengidentifikasi tahu berformalin dengan menggunakan electronic nose. Oleh karena sistem ini digunakan untuk mengidentifikasi tahu berformalin dan tak berformalin maka diperlukan sebuah komputasi yang handal untuk menganalisanya. Komputasi yang dimaksud berupa pengenalan pola berbasis JST jenis galat mundur (backpropagation). Model komputasi khusus ini diharapkan dapat melakukan identifikasi tahu berformalin seperti halnya human tester.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah belum adanya penelitian untuk mengimplementasikan sistem berbasis jaringan syaraf tiruan backpropagation yang dapat mengidentifikasi tahu murni dan tahu berformalin dengan menggunakan electronic nose.

1.3. Batasan Masalah

Batasan masalah pada penelitian ini adalah :

1. Instrumen yang digunakan adalah electronic nose yang terdiri dari 5 sensor (TGS 2610, TGS 2620, TGS 2611, TGS 2602, dan TGS 2600) yang telah dibuat oleh Iswanto, 2014.

(6)

2. Instrumen yang digunakan adalah electronic nose dengan sistem udara terbuka berbasis larik sensor TGS (Tauguchi Gas Sensor). 3. Tahu formalin yang digunakan sebagai objek direndam pada

larutan formalin berkadar 2%.

4. Semua sampel yang diuji tidak divalidasi dengan instrumen analitik standar seperti GC (Gas Chromatography) dan HPLC (High Performance Liquid Cromatography).

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah merancang dan mengimplementasikan sistem berbasis jaringan syaraf tiruan backpropagation yang dapat digunakan untuk identifikasi tahu murni dan tahu berformalin berdasarkan pola aroma yang dihasilkan dari electronic nose.

Adapun manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat membantu dalam mengidentifikasi tahu murni dan tahu berformalin. Dari model komputasi yang telah dikembangkan berupa JST-BP dengan parameter yang optimal dapat digunakan untuk mengidentifikasi tahu murni dan tahu berformalin.

1.5. Metodologi Penelitian

Metodologi yang digunakan dalam melakukan penelitian ini adalah : 1. Studi Literatur

Melakukan identifikasi masalah dari tema yang dilatarbelakangi oleh keadaan dan permasalahan dari pengenalan pola dengan mengamati kondisi saat ini, menganalisis berbagai permasalahan yang masih ada, dan mencari solusi atas masalah yang ditentukan.

2. Pengambilan dan pemrosesan data

Pengambilan sampel dilakukan dengan mencari sampel tahu dari pabrik tahu, pasar serta pasar swalayan yang terdapat di sekitar Yogyakarta. Pengambilan dan pemrosesan data dilakukan dengan tujuan pengenalan aroma untuk mengidentifikasi tahu berformalin dan tahu tak berformalin dengan metode backpropagation.

(7)

3. Implementasi sistem

Sistem yang telah dirancang lalu diimplementasikan dalam bentuk software pengolahan data tahu murni dan tahu berformalin, implementasi dari jaringan syaraf tiruan dan implementasi GUI.

4. Analisis Hasil

Pada penelitian ini dilakukan juga analisis data dengan pengenalan aroma menggunakan jaringan syaraf tiruan yang terdiri atas proses pengenalan aroma melalui suatu pelatihan jaringan, kemudian proses pengujian jaringan menggunakan data perubahan voltase, sehingga dapat diketahui apakah proses pelatihan telah sesuai harapan atau belum. Dari proses ini dapat dilakukan evaluasi dan ditarik kesimpulan dari hasil penelitian yang dilakukan.

1.6. Sistematika Penulisan

Laporan penelitian ini terdiri dari tujuh bab, dimana isi dari setiap bab adalah : - BAB I: PENDAHULUAN

Bab ini berisi penguraian tentang latar belakang masalah yang diteliti, batasan masalah pada penelitian, tujuan penelitian, metode penulisan yang dilakukan serta sistematika penulisan laporan penelitian.

- BAB II: TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi penjelasan mengenai penelitian yang sesuai bidang yang telah diterapkan sebelumnya, serta menghubungkannya dengan penelitian yang akan dilakukan.

- BAB III: LANDASAN TEORI

Bab ini berisi tentang penjelasan dan dasar teori yang meliputi : dasar teori tentang tahu, Formalin, electronic nose, sensor bau, Jaringan Syaraf Tiruan dan backpropagation.

- BAB IV. ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

Bab ini berisi tentang prosedur atau cara yang ditempuh untuk mencapai tujuan tertentu. Dan terdapat tekhnik penelitian yaitu cara yang spesifik

(8)

dalam memecahkan masalah tertentu yang ditemukan dalam melaksanakan prosedur.

- BAB V. IMPLEMENTASI

Bab ini berisi implementasi dari rancangan pada perangkat lunak. Implementasi sistem meliputi penggunaan JST-BP yang menggunakan tools dari Matlab.

- BAB VI. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi pengujian dari sistem yang telah dibuat dan dilakukan pembahasan secara terperinci dari proses pengujian tersebut. Hasil dari pengujian ini akan didukung dengan gambar saat sistem dijalankan.

- BAB VII: KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi kesimpulan atas penelitian yang telah dilakukan, serta memberikan saran untuk pengembangan sistem lebih lanjut.

Referensi

Dokumen terkait

Kelemahan tersebut, seperti: (1) keharusan menulis identitas, sedangkan desain yang peruntukkan siswa awas yang hanya melingkari atau menghitamkan bulatan-bulatan utnuk

Belum adanya syslog server yang dapat menampilkan log jika terjadi serangan di sebuah jaringan client yang ditampilkan secara terpusat untuk memudahkan para admin wahana

Dari 20 hari kejadian hujan selama penelitian, 13 kejadian hujan menghasilkan limpasan pada plot lahan bertepal sebesar 58,96 mm dan 14 kejadian hujan

Toolbox merupakan tempat icon – icon untuk objek yang akan dimasukan dalam form pada pembuatan program aplikasi.. Secara default pada toolbox hanya terdapat objek - objek seperti

Rekomendasi untuk melindungi tenaga kerja Rekomendasi untuk melindungi tenaga kerja anak tentu akan lebih baik dengan memenuhi anak tentu akan lebih baik dengan memenuhi

Pada applikasi CTPS Yuk, pengguna dapat memilih halaman yang akan diakses, yaitu halaman fakta CTPS yang berisi fakta penting cuci tangan pakai sabun, selanjutnya halaman waktu

bahwa dalam rangka pemenuhan kebutuhan air irigasi untuk berbagai pihak berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Pasal 37 ayat (I) Peraturan Pemerintah Nornor 23

Ada beberapa cara yang dapat di lakukan oleh masyarakat awam untuk membedakan jamur beracun dengan jamur yang tidak beracun, umumnya jamur beracun mempunyai warna yang mencolok