• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Asam urat (uric acid) merupakan produk akhir metabolisme purin, yang merupakan konstituen asam nukleat. Asam urat terutama disintesis dalam hati yang dikatalisis oleh enzim xantin oksidase.

Pada abad yang semakin modern, pola makan seseorang juga mengalami pergeseran, yang berpotensi meningkatkan kadar asam urat. Selain dipengaruhi oleh faktor internal (usia, genetik, hormonal), juga faktor eksternal (makanan yang mengandung purin tinggi). Makanan yang berpotensi meningkatkan asam urat contohnya kacang- kacangan, melinjo, daging, jeroan, seafood dan minuman beralkohol.

Hiperurisemia (peningkatan kadar asam urat lebih dari normal ) bisa terjadi karena peningkatan metabolisme asam urat (overproduction) atau penurunan pengeluaran asam urat urin (underexcretion) atau gabungan keduanya. Penurunan pengeluaran asam urat urin (underexction) atau gabungan keduanya. Manifestasi hiperurisemia yang sering adalah terjadinya gout. Gangguan metabolisme yang mendasari gout adalah hiperurisemia yang didefinisikan sebagai peninggian kadar asam urat lebih dari 7,0 mg/dl (laki –laki) dan 6,0 mg/dl (perempuan) (Stefanus, 2009: 2556).

Gout adalah penyakit yang sering ditemukan dan tersebar di seluruh dunia. merupakan kelompok penyakit heterogen sebagai akibat deposisi kristal monosodium urat pada jaringan atau akibat supersaturasi asam urat di dalam cairan ekstraseluler. Keluhan dirasakan akibat asam urat yang terakumulasi dalam jumlah besar di dalam darah akan memicu beberapa hal, yakni: (a) pembentukan

(2)

kristal berbentuk jarum, (b) sendi-sendi biasanya menjadi bengkak, kaku, kemerahan, terasa panas, serta menimbulkan rasa nyeri (Damayanti, 2012: 9).

Hubungan umur dengan hiperurisemia menunjukkan bahwa semakin tua umur seseorang, akan semakin berisiko. Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian terdahulu (dalam Purwaningsih, 2010: 19) bahwa Prevalensi hiperurisemia asimptomatik di Amerika Serikat adalah 5%, sedangkan di Inggris sekitar 6,6% dan di Scotlandia sebesar 8%. Di New Zealand, hiperurisemia lebih banyak di jumpai pada laki-laki dari suku Maori (27,1%) di bandingkan dengan laki-laki Eropa (9,4%). Penelitian di Atayal, Taiwan pada 342 populasi di atas 18 tahun menunjukkan bahwa kejadian hiperurisemia sekitar 41,4%. Satu survei epidemiologik yang di lakukan di Bandungan, Jawa Tengah atas kerjasama WHO-COPCORD terhadap 4.683 sampel berusia antara 15 – 45 tahun didapatkan bahwa prevalensi hiperurisemia sebesar 24,3% pada laki-laki dan 11,7% pada wanita.

Penelitian lain yang dilakukan di Rumah Sakit Nasional Cipto Mangunkusumo, Jakarta, penderita penyakit gout dari tahun ketahun semakin meningkat. Hal ini tebukti dengan hasil rekam medik RSCM pada tahun 1995 jumlah kasus yang tercatat adalah 46 kasus, 37 pria dan 9 wanita yakni ada 2 kasus umur 2-25 tahun, 40 kasus umur 30-50 tahun dan 4 kasus umur >65 tahun (Krisnatuti, Rina, Vera, 1997 dalam Penelitian Andry, dkk, 2009: 26-27). Jadi prevalensi kejadian gout lebih banyak terjadi antara umur 30-50 tahun.

Hal ini selaras dengan pendapat Misnadiarly (2007:16) bahwa sekitar 90% penderita yang mengalami asam urat di atas normal adalah pria dan wanita usia 30-50 tahun yang tergolong kelompok usia produktif. Bila kadar asam urat tinggi tetapi tidak ada gejala serangan sendi disebut stadium awal. Hal tersebut terjadi pada setiap orang, dan berbeda-beda. Ada yang bertahun-tahun sama sekali tidak muncul gejalanya, tetapi ada yang muncul gejalanya di usia 20, 30, atau 40 tahun.

Pada penelitian lainnya yang dilakukan oleh Tinah Purwaningsih di RSU Kardinah Tegal, mulai dari kelompok umur 30-40, 41-50, 51-60 dan > 60 tahun. Berdasarkan jenis kelamin, wanita menopause (umur >50 th) memiliki risiko

(3)

hiperurisemia lebih besar, karena sudah terjadi penurunan estrogen, yang dapat menentralisir kadar asam urat dalam darah maupun urin (Purwaningsih, 2010).

Berdasarkan data-data kasus yang menyimpulkan bahwa peningkatan faktor umur dan hiperurisemia saling berhubungan, maka dari itu penulis tertarik untuk mengetahui profil kadar asam urat pada usia lebih dari 30 tahun di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangkaraya”.

B.Identifikasi Masalah

Berkaitan dengan tingginya prevalensi kasus hiperurisemia, maka dilakukan kajian data dalam bentuk studi observasional terhadap profil kadar asam, sehingga di buat identifikasi masalah sebagai berikut:

1. Maraknya penjual makanan tinggi purin contohnya (jeroan, seafood, dan juga minuman beralkohol.) sehingga sangat beresiko meningkatnya kadar asam urat. 2. Banyaknya pasien yang mengeluhkan gejala-gejala peningkatan asam urat

ketika usia lebih dari 30 tahun.

3. Adanya kemungkinan tingginya prevalensi hiperurisemia di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangkaraya Kalimantan Tengah.

4. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah tersebut di atas maka dapat dirumuskan permasalahan yakni bagaimana profil kadar asam urat pada usia lebih dari 30 tahun di RSUD dr.Doris Sylvanus Palangkaraya Kalimantan Tengah?”

5. Batasan Masalah

Penelitian ini dilakukan pada pria maupun wanita yang berumur >30 tahun tanpa mengetahui apakah pasien tersebut puasa atau tidak.

(4)

6. Tujuan Penelitian 1) Tujuan Umum

Untuk mengetahui profil kadar asam urat di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangkaraya Kalimantan Tengah.

2) Tujuan Khusus

a) Mendeskripsikan kadar asam urat pada usia lebih dari 30 tahun di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangkaraya Kalimantan Tengah.

b) Mendeskripsikan kadar asam urat berdasarkan jenis kelamin pasien yang berusia lebih 30 tahun.

c) Mendeskripsikan latar belakang diagnosis pasien yang mengalami hiperurisemia

7. Manfaat Penelitian 1. Bagi Rumah Sakit

Memberikan tambahan informasi kepada pihak rumah sakit tentang kadar asam urat pada usia lebih dari 30 tahun sehingga dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam Penegakan diagnosa penyakit.

2. Bagi Peneliti

Dapat menambah pengetahuan dan pengalaman dalam cara pembuatan dan penulisan materi ilmiah tentang asam urat.

3. Bagi Institusi Pendidikan

Bagi peneliti lainnya dapat meneliti hubungan asam urat dengan kondisi lainnya misal, hormonal atau obesitas.

(5)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Asam Urat

a. Pengertian Asam Urat

Asam Urat merupakan hasil akhir dari metabolisme purin. Purin merupakan degradasi dari purin nucleotide yang merupakan bahan penting dalam tubuh sebagai komponen dari asam nukleat dan penghasil energi dalam inti sel (Putra, 2009: 2555).

Peningkataan kadar asam urat dapat mengakibatkan gangguan pada tubuh manusia seperti perasaan linu-linu di daerah persendian dan sering disertai timbulnya rasa nyeri yang teramat sangat bagi penderitanya. Hal ini disebabkan oleh penumpukan kristal di daerah tersebut akibat tingginya kadar asam urat dalam darah. Penyakit ini sering disebut penyakit gout atau lebih dikenal di masyarakat sebagai penyakit asam urat. Hiperurisemia disebabkan oleh sintesa purin berlebih dalam tubuh karena pola makan yang tidak teratur dan proses pengeluaran asam urat dari dalam tubuh yang mengalami gangguan (Price &Wilson, 1992 dalam Andry, Saryono, Arif Upoyo, 2009: 26).

Kadar asam urat dipengaruhi oleh faktor internal (usia, genetik, hormonal) dan faktor eksternal (makanan yang mengandung purin tinggi). Makanan yang berpotensi meningkatkan asam urat contohnya kacang- kacangan, melinjo, daging dan minuman beralkohol.

Selaras dengan apa yang dikatakan oleh Damayanti (2012: 25) bahwa faktor usia merupakan faktor internal yang menyebabkan lebih banyak atau beresiko lebih besar terkena asam urat, disebutkan pula bahwa rentang usia di atas 40 tahun karena akibat proses penyimpangan metabolisme yang umumnya berkaitan dengan usia.

(6)

Bagi orang yang berusia 40 tahun ke atas, kelebihannya dalam darah akan menyebabkan pengkristalan pada persendian dan pembuluh kapiler darah, terutama yang dekat dengan persendian. Akibatnya, apabila persendian digerakkan akan terjadi gesekan kristal-kristal tersebut sehingga menimbulkan rasa nyeri. Penumpukan kristal asam urat yang kronis pada persendian menyebabkan cairan getah bening yang berfungsi sebagai pelincir (lubricant) tidak berfungsi. Akibatnya persendian tidak dapat digerakkan. Ini sering terjadi pada manula lantaran kelebihan asam urat yang tidak dihiraukan (Damayanti, 2012: 16).

Ditambahkan oleh Misnadiarly (2007:16) bahwa sekitar 90% penderita yang mengalami asam urat di atas normal adalah pria dan wanita usia 30-50 tahun yang tergolong kelompok usia produktif. Bila kadar asam urat tinggi tetapi tidak ada gejala serangan sendi disebut stadium awal. Hal tersebut terjadi pada setiap orang, dan berbeda-beda.

Tabel 1. Nilai Rujukan untuk Asam Urat Metode Usia dan

jenis kelamin Mg/dl Faktor konversi Satuan internasional (μmol/ L) Enzimatik <12 th Dewasa Lk Pr 60-90 th Lk Pr >90 th Lk Pr 2,0-5,5 4,4-7,6 2,3-6,6 4,2-8,0 3,5-7,3 3,5-8,3 2,2-7,7 59,48 119-327 262-452 137-393 250-476 208-434 208-494 131-458 Sumber:Pedoman Pemeriksaan Kimia Klinik Kementerian Kesehatan tahun 2010

(7)

b. Hiperurisemia

Hiperurisemia adalah keadaan dimana terjadi peningkatan kadar asam urat darah diatas normal. Banyak batasan untuk menyatakan hiperurisemia, secara umum kadar asam urat di atas 2 standar deviasi hasil laboratorium pada populasi normal dikatakan sebagai hiperurisemia. Batasan yang sering digunakan untuk hiperurisemia adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan kadar asam urat yang bisa mencerminkan adanya kelainan patologi.

Dari data WHO (World Health Organization) didapatkan hanya 5-10% pada laki-laki normal mempunyai kadar asam urat di atas 7mg%, dan sedikit dari gout mempunyai kadar asam urat di bawah kadar tersebut. Kadar asam urat di atas 7 mg/dl pada laki dan 6 mg/dl pada perempuan, dipergunakan sebagai batasan hiperurisemia (WHO, 1983 dalam Putra, 2009: 2550).

Terjadinya hiperurisemia disebabkan adanya kelainan metabolik sehingga sintesis asam urat menjadi berlebihan dan bersifat abnormal. Peningkatan biosintesis asam urat tersebut bisa terjadi karena adanya perubahan genetik sehingga mekanisme kontrol sintesis purin menjadi terganggu. Selain faktor genetik, proses biokimiawi juga ikut berperan. Karena itu hiperurisemia digolongkan sebagai penyakit gangguan metabolisme purin bawaan (Misnadiarly, 2007: 9-10).

Menurut Mellado (dalam Misnadiarly, 2007: 17), kandungan purin yang tinggi ditemukan pada produk makanan dan minuman berikut:

1. Daging (daging sapi, daging babi, juga daging ayam dan kalkun). Kandungan purin tidak hanya tergantung pada hewan sumbernya tetapi juga tergantung pada cara penyajiannya, misalnya kandungan purin pada daging iga berbeda dan bervariasi jika daging direbus atau dipanggang. Pada daging unggas dan ikan, kandungan purin lebih tinggi ditemukan pada kulitnya.

(8)

2. Ikan (tidak semua, tetapi pada beberapa daging ikan seperti sarden dan tuna) dan juga pada seafood (kerang,udang).

3. Beberapa sayuran, seperti buncis, asparagus, bayam dan jamur. 4. Semua minuman beralkohol, terutama bir.

5. Jeroan, terutama ampela dan ginjal.

Selain pengaruh pola makanan juga kadar asam urat mulai meninggi selama pubertas pada laki-laki tetapi wanita tetap rendah sampai menopause akibat efek urikosurik estrogen (Sofitri, 2012: 87). Jadi selama seorang perempuan mempunyai hormon estrogen, maka pembuangan asam uratnya ikut terkontrol, karena estrogen membantu meningkatkan ekskresi asam urat melalui ginjal (Sylvia, 2006 dalam Festy, Rosyiatul, Aris, 2010: 2). Ketika sudah tidak mempunyai kandungan hormon estrogen yang cukup, seperti saat menopause, barulah terjadi peningkatan asam urat (Mulyanto, 2012: 19).

2. Penyebab hiperurisemia

Berdasarkan Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (Putra, 2010: 2551) bahwa penyebab hiperurisemia terdiri dari penyebab hiperurisemia primer dan penyebab hiperurisemia sekunder.

a) Penyebab hiperurisemia primer, antara lain:

1) Produksi yang berlebihan (overproduction); tidak diketahui sebabnya (idiopathik)

2) Pemecahan yang berkurang (underexcretion); idiopathik 3) Kelainan enzim spesifik

b) Penyebab hiperurisemia sekunder, antara lain: 1) Produksi yang berlebihan ;

2) Hematologi; pada keganasan (leukemia, limfoma, mieloma), penyakit mieloproliferatif, anemia hemolitik kronik

3) Kekurangan enzim glucosa-6-phosphatase;

(9)

5) Peningkatan cell turnover; psoriasis

6) Peningkatan ATP turnover; alkohol, exercise

7) Penurunan pemecahan, antara lain: (a) gagal ginjal, (b) dehidrasi, (c) terapi diuretik, (d) obat-obatan; etambutol, pirazinamid, nicotinic acid, (e) hiperparatiroid.

Selain mengetahui penyebab, kita perlu memahami bagaimana langkah pemeriksaan lanjutan untuk mengetahui penyebab hiperurisemia yakni:

1) Pemeriksaan hematologi; pemeriksaan darah lengkap dan pemeriksaan apusan darah tepi

2) Pemeriksaan fungsi ginjal; termasuk klirens kreatinin dan elektrolit

Di atas terkait masalah faktor primer maupun sekunder, namun ada beberapa faktor lain sebagai penyebab hiperurisemia yang dapat dikoreksi, yakni obesitas, hipertrigliseridemia, hipertensi, terapi diuretik, konsumsi obat tertentu, dehidrasi, konsumsi alkohol.

3. Macam-macam Hiperurisemia a. Hiperurisemia dan gout primer

Hiperurisemia primer terdiri dari hiperurisemia dengan kelainan molekuler yang masih belum jelas dan hiperurisemia karena adanya kelainan enzim. Adapun penyebab penyakit ini berkaitan dengan kombinasi faktor genetik dan faktor hormonal yang menyebabkan gangguan metabolisme yang dapat mengakibatkan meningkatnya produksi asam urat atau bisa juga diakibatkan karena berkurangnya pengeluran asam urat dari dalam tubuh.

b. Hiperurisemia dan gout sekunder

Asam urat jenis sekunder ini kebanyakan disebabkan oleh karena meningkatnya produksi asam urat dan berkurangnya pengeluaran asam urat dalam urin. Kasus meningkatnya produksi asam urat, terjadi karena pengaruh makanan dengan kadar purin tinggi.

(10)

c. Gejala – gejala gout

Lebih dari 90 % pasien mengalami keterlibatan ibu jari kaki pada suatu saat selama perjalanan penyakit. Secara khas, sendi yang terkena terasa panas, merah, nyeri, dan agak bengkak. Mungkin sulit membedakan gejala ini karena reaksi radang gout dapat menunjukan tanda-tanda konstitusional, misalnya demam.

Endapan bertopi mungkin terdapat pada daerah sub kutan atau periosteum pada permukaan ekstensor siku, tulang kering, atau jari atau pada daun telinga. Keadaan yang biasa menyertai antara lain adalah obesitas, hipertensi, diabetes mellitus, aterosklerosis, dan hipertrigliseridenia.

4. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan asam urat dalam cairan tubuh mencakup beberapa metode Enzymatic colorymatic (Uricase), PTA Kimia (phosphotungstic acid) dan metode yang berdasar Kromatografi HPLC (High Performance Liquid Chromatography). a) Metode Enzymatic Colorymatic (Uricase)

Pemeriksaan asam urat memakai metode enzimatik, dengan memakai

Uricase. H2O2 akan bereaksi dengan katalis peroksidase, 3,5-dichloro-2-hydroxybenzenesulfonic acid (DCHBS) dan 4-aminophenazone (PAP) yang membentuk quinoneimine warna merah-violet/merah mudasebagai indikator.

Metode Uricase lebih spesifik dibanding PTA. Uricase akan mengoksidasi asam urat, sehingga terbentuk allantoin, hidrogen peroksida dan karbondioksida.

Prinsip reaksi :

uricase

Uric acid + O2 + 2 H2O Allantoin + CO2 + H2O2

peroksidase

2 H2O2 + DCHBS + PAP N-(4-antipyrl)-3-chloro-5-

sulfonate-p-benzoquinonimine + HCL + 4 H2O

(11)

Metode Enzymatic Colorymatic (Uricase) mempunyai kelebihan karena bermutu tinggi dan biaya rendah, serta tidak memerlukan protein. Sebagai alternatif, substrat dapat dipakai guanine, xanthine, dan beberapa struktur yang mirip.

Reaksi terjadi berdasarkan model kinetik dan keseimbangan, dengan panjang gelombang tertentu. Sebagai penghasil kromogen, dapat dipakai peroksidase dan oksigen. Hidrogen peroksida dengan bantuan horse radish peroksidase dan akseptor oksigen akan membentuk komplek warna yang dapat diukur dengan spektrofotometer. Sebaiknya dipakai bahan yang tepat untuk mendapatkan cukup absorbansi dan mengurangi interferen. Pengaruh luar yang dapat yang dapat mengganggu proses reaksi yaitu asam askorbat dan bilirubin. Sebagai contoh, beberapa metode oksidasi askorbat untuk menghapus asam askorbat. Penggunaan aminophenazone dengan phenol atau penambahan ferricyanide dapat meminimalkan pengaruh akibat adanya bilirubin.

Metode Enzymatic Colorymatic (uricase) dapat juga diterapkan pada pemakaian reagen kering (dry reagent), contoh pada sistem multilayer film, menggunakan uricase dan peroksidase yang dipisahkan dari warna leukosit oleh membran semipermeabel sehingga terbentuk komplek warna. Sistem yang lain, memakai bahan nitroselulose dengan melibatkan uricase, peroksidase dan MBTH (3-methyl-2-benzothiazolinone hydrazone) sebagai akseptor oksigen. Sistem berikutnya memakai bahan plasma dan uricase, peroksidase, dan penol yang ditambahkan untuk mengukur asam urat. Sistem-sistem tersebut menjadi dasar untuk pemeriksaan asam urat dengan POCT, sehingga menghasilkan akurasi dan presisi yang baik.

(12)

b) Metode Kimia ( Phosphotungstic Acid)

Metode ini merupakan reaksi warna biru tungsten dari PTA (phosphotungstic acid) yang direduksi oleh urat dalam suatu medium alkali. Absorbansi dari warna yang terjadi akan diukur dalam panjang gelombang antara 650-700 nm. Metode PTA mempunyai kelemahan karena pengaruh-pengaruh luar, sehingga diperlukan modifikasi.

c) Metode Kromatografi High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Metode ini menggunakan pertukaran ion (ion exchange) untuk mengukur kadar asam urat, pada panjang gelombang 293 nm. Kelebihan dari metode ini adalah; spesifik dan cepat, mobile phase sederhana, waktu retensi untuk asam urat kurang dari 6 menit. Metode ini dapat digunakan untuk acuan.

Adapun pra analitik pemeriksaan asam urat yakni melakukan puasa 10-12 jam sebelum diambil darah, pengambilan spesimen sebaiknya pagi hari antara pukul 07.00 – 09.00, hindari makanan yang mengandung purin. Dari pra analitik tersebut akan dapat melihat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil laboratorium pada pemeriksaan asam urat yakni, diet (bagi penderita asam urat untuk diet makanan tinggi purin), pengaruh obat (salah satunya jenis diuretik), merokok, konsumsi alkohol, aktivitas fisik yang berlebihan seperti olahraga, sampel serum/plasma hemolisis, lipemik, dan ikterik (Sofitry, 2012: 90, Pedoman Pemeriksa Kimia Klinik Kementrian Kesehatan Tahun 2010: 43-45).

5. Macam-macam Sampel untuk Pemeriksaan Laboratorium a) Pemeriksaan Kadar Asam Urat di dalam darah

Sampel nya dapat berupa : Serum, Plasma heparin dan Plasma EDTA. b) Pemeriksaan Kadar Asam Urat dalam Urin pagi hari dan 24 jam

(13)

Pengambilan sampel dilakukan pada pagi hari (Kee, 1997: 51). Ketentuan kadar asam urat dalam urin berlebihan bila kadarnya lebih dari 800 mg / 24 jam pada diet biasa atau lebih dari 600 mg / 24 jam pada diet bebas purin.

c) Pemeriksaan Cairan Sendi

Pemeriksaan cairan sendi ini merupakan pemeriksaan untuk melihat deposit Kristal monosodium urat. Pemeriksaan cairan sendir dilakukan pada daerah sendi yang mengalami peradangan (Mulyanto, 2012: 23-24).

Penyebab hiperurisemia dapat ditelusuri dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang yang rutin dikerjakan adalah pemeriksaan darah rutin asam urat darah, kreatinin darah, pemeriksaan urin rutin, kadar asam urat urin 24 jam, kadar kreatinin urat 24 jam, dan pemeriksaan penunjang lainnya (Putra, 2009: 2555).

(14)

BAB III

METODE PENELITIAN

A.Penentuan Lokasi dan Sasaran Penelitian 1) Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah di laboratorium Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Doris Sylvanus Palangkaraya-Kalimantan Tengah

2) Waktu penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan September sampai dengan Desember tahun 2012.

B.Metode Penelitian

Dalam penulisan karya tulis ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan tujuan untuk menggambarkan atau mendeskripsikan tentang suatu keadaan secara obyektif.

C.Definisi Operasional Variabel

1) Kadar Asam urat adalah hasil akhir metabolisme purin dalam darah yang diperiksa dengan fotometer dan hasilnya dinyatakan dalam mg/dl (Putra, 2009: 2555).

2) Usia lebih dari 30 tahun adalah rentang usia seseorang dimana kemungkinan sudah terjadi gangguan metabolisme tubuh termasuk hiperurisemia.

D.Populasi dan Sampel 1) Populasi

(15)

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah semua pasien yang melakukan pemeriksaan asam urat pada bulan September sampai dengan bulan Desember tahun 2012.

2) Sampel

Penelitian ini menggunakan teknik purpossive sampling yakni pasien yang berumur lebih dari 30 tahun, baik laki-laki maupun perempuan. Diperoleh sampel sebanyak 68 orang.

E.Teknik Pengumpulan Data

Teknik Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik eksperimen di laboratorium. Peneliti melakukan pengamatan, analisa dan membuat catatan hasil pemeriksaan darah beserta dengan data hasil pemeriksaan pendukungnya.

F. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini alat yang digunakan untuk melakukan pemeriksaan asam urat adalah fotometer 4020, sentrifuge , micropipette 1000μl, 20μl, tip, kit reagen asam urat, tissue dan buku catatan hasil pengamatan yang dilengkapi dengan data hasil pemeriksaan darah pasien.

G.Prosedur kerja

Metode : test warna enzimatik

Reagensia : Kit Reagen Asam Urat (Uric acid) R1: Enzim

R2: Standar asam urat Cara kerja :

1. Menyiapkan serum yang diperoleh dari sentrifuge 2. Menyiapkan tabung reaksi uk. 75x100 sebanyak 3 buah 3. Menyiapkan reagen dalam suhu ruang

(16)

μL Blanko Standar Sampel

R1 - 20 -

Sampel - - 20

WR 1000 1000 1000

5. Masing-Masing diinkubasi selama 10 menit pada suhu 20-25°C 6. Melakukan Pemeriksaan dengan fotometer 4020 pada panjang

gelombang 546 nm.

H.Pengolahan dan Analis Data

Dari Penelitian yang dilakukan diperoleh data hasil penelitian melalui pengumpulan data yang akan dibuat pengolahan data dalam bentuk tabel.

I. Keterbatasan Penelitian

Pemeriksaan sampel darah yang dilakukan pada penelitian ini memiliki keterbatasan, yakni dalam beberapa hal:

1) Peneliti tidak mengetahui apakah pasien yang melakukan pemeriksaan asam urat itu melakukan persiapan pasien dengan menghindari makanan yang mengandung purin;

2) Peneliti tidak mengetahui apakah pasien sedang melakukan puasa 10-12 jam sebelum diambil darah atau bahkan tidak melakukan puasa;

3) Peneliti tidak mengetahui apakah pasien telah mengkonsumsi obat-obatan yang dapat mempengaruhi tingkat kadar asam urat, contoh: diuretik.

(17)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.Hasil penelitian

Faktor usia merupakan faktor internal yang menyebabkan lebih banyak atau beresiko lebih besar terkena asam urat. Penelitian ini memiliki sasaran yang meliputi laki-laki dan perempuan yang berusia lebih dari 30 tahun. Penelitian ini diambil dari 68 sampel darah yang melakukan pemeriksaan asam urat di Laboratorium RSUD dr. Doris Sylvanus Palangkaraya. Dari jumlah tersebut, terdapat 35 orang pasien laki-laki dan 33 orang pasien perempuan yang berusia di atas 30 tahun.

Tabel 2. Jumlah pasien yang melakukan pemeriksaan asam urat berdasarkan jenis kelamin.

Jumlah pasien Laki-Laki Perempuan

68 orang 35 orang 33 orang

Persentase 51% 49%

Tabel 3. Jumlah pasien berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin Kelompok umur laki-laki Perempuan Jumlah %

30-40 2 3 5 7%

41-60 22 25 47 69%

>60 11 5 16 24%

Dari 68 sampel, 37 diantaranya mengalami peningkatan kadar asam urat (hiperurisemia), dengan distrisbusi usia dan kelompok umur seperti pada tabel 4 dan 5 berikut.

(18)

Tabel 4. Jumlah pasien hiperurisemia

Kadar asam urat Laki-laki Perempuan Jumlah

Meningkat 18 19 37

Normal dan rendah 17 14 31

Tabel 5. Jumlah pasien hiperurisemia berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin Kelompok umur Hiperurisemia

Laki-laki Hiperurisemia perempuan Jumlah 30-40 - 2 2 41-60 12 13 25 >60 6 4 10

Dari 68 sampel yang ada, latar belakang diagnosis dapat dilihat pada tabel 6 berikut.

Tabel 6. Macam-macam diagnosis pasien yang melakukan pemeriksaan asam urat

Diagnosis Jumlah Persentase

Hiperurisemia/Gout 16 Orang 24 %

DM 19 Orang 28 %

Hipertensi 11 Orang 16 %

Tuberkulosis 8 Orang 12 %

Chronic Renal Failure 3 Orang 4 %

HD (Hemodialisa) 6 Orang 9 %

Lain-lain 5 Orang 7 %

(19)

Dari 37 pasien hiperurisemia, latar belakang diagnosisnya adalah sebagai berikut: Tabel 7. Latar belakang belakang diagnosis pasien hiperurisemia

Diagnosis Jumlah Persentase

DM 10 27 % Hiperurisemia/Gout 9 24 % Hipertensi 6 16 % Gagal ginjal 6 16 % Tuberkulosis 4 11 % Decompensation cordis (DC) 1 3 % Lain-lain 1 3 % Jumlah 37 Orang 100% b. Pembahasan

Pemilihan sampel pada golongan usia lebih dari 30 tahun mengingat pada usia tersebut sudah mulai banyak keluhan yang berkaitan dengan peningkatan kadar asam urat. Hal ini mungkin pengaruh dari pola makan atau adanya kelainan metabolik yang mendasari. Hiperurisemia ini bisa terjadi karena peningkatan produksi (overproduction) atau penurunan ekskresi asam urat (underexcretion). Dari faktor asupan makanan yang dikonsumsi kebanyakan penduduk Indonesia, juga termasuk didalamnya kebanyakan penduduk di Kalimantan Tengah yang cenderung tidak sehat seperti maraknya makanan seafood (kerang, udang dan lain-lain), jeroan, terutama ampela serta konsumsi minuman beralkohol, seperti bir.

Dari 68 pasien yang diperiksa, laki-laki sedikit lebih banyak dibandingkan perempuan. Kelompok umur terbanyak yang mengalami hiperurisemia adalah usia 41-60 tahun, dimana jumlah pasien perempuan sedikit lebih banyak dibanding laki-laki. Hal ini disebabkan karena pada periode umur tersebut, perempuan kebanyakan sudah menuju periode menopause dimana terjadi penurunan kadar estrogen. Kadar estrogen yang berkurang akan menurunkan fungsi urikosurik, sehingga kadar asam urat meningkat.

(20)

Pada tabel 7 di atas telah ditampilkan beberapa penyakit yang menjadi latar belakang hiperurisemia. Selain gout, hiperurisemia dapat dilatar belakangi oleh diabetes melitus, hipertensi, gagal ginjal, tuberkulosis, decompensation cordis (DC) serta diagnosis penyakit lainnya. Hubungan beberapa diagnosis tersebut di atas dengan hiperurisemia, hal ini dapat dilihat secara ringkas pada tabel 8 di bawah ini.

Tabel 8. Penyakit dan hubungannya dengan hiperurisemia

Penyakit Hubungan dengan hiperurisemia

DM 1. Asam urat merangsang produksi sitokin dari

leukosit dan kemokin dari otot polos pembuluh darah

2. Merangsang perlekatan granulosit pada

endotelium, adesi platelet dan pelepasan radikal bebas peroksida dan superoksida serta memicu stres oksidatif.

3. Peranan potensial asam urat atau xantin

oksidase bagi terjadinya disfungsi endotel dan dalam memediasi respon inflamasi sistemik yang akhirnya bermuara pada terjadinya

resistensi insulin dan cardiovascular events.

Hipertensi 1. Disfungsi endotel akibat produksi ROS

(reactive oxygen species atau jenis oksigen

yang reaktif) yang berlebihan dan penurunan

jumlah NO (nitric oxide atau oksida yang

berisi nitrit).

2. Hiperurisemia juga menyebabkan inflamasi

(21)

produksi renin, dan lesi vaskuler pada ginjal

(Heinig dan Johnson, 2006; Feig, 2008, dalam

Mustafiza, 2010: 47).

Gagal ginjal 1. Hal ini terjadi bilamana seorang pasien

memiliki hiperurisemia karena underexcretion

(Pemecahan yang berkurang);

2. Kemungkinan pula disebabkan karena

gangguan sekresi asam urat dari tubulus ginjal (Putra, 2010: 2551).

Tuberkulosis Salah satu hubungan antara tuberkolosis dengan

hiperurisemia pada penyebab hiperurisemia

sekunder, sebagaimana disebutkan oleh Putra (2010: 2554), disebabkan oleh gangguan

fractional uric acid clearance (termasuk kategori

gangguan pengeluaran asam urat / underexcretion)

adalah pada hipertensi, kelaparan, peminum alkohol, juga dipengaruhi oleh adanya kontra indikasi atau efek samping pemakaian obat seperti diuretik dosis terapeutik, salsilat dosis rendah, pirazinamid, estambutol, asam nikotinat dan siklosporin.

Sebagaimana dijelaskan Soeparman (1998: 723-724) bahwa obat-obatan yang digunakan dalam terapi tuberkolosis adalah obat pirazinamid dan estambutol. Sehingga pada kondisi tertentu, efek

samping dari obat ini mengacu adanya

(22)

Penyakit Jantung Koroner Hiperurisemia memiliki hubungan yang jelas dengan angka kematian yang diakibatkan oleh berbagai macam penyakit jantung dan pembuluh darah. Pada orang yang menderita hiperurisemia

dan hipertensi terdapat peningkatan resiko

munculnya penyakit jantung koroner.

Hiperurisemia juga berhubungan dengan sindrom metabolik atau resistensi insulin, yaitu kumpulan kelainan-kelainan dengan meningkatnya kadar insulin dalam darah, hipertensi, kadar trigliserida darah yang meningkat dan lemak darah HDL-cholestrol yang rendah, yang pada umumnya sering mengakibatkan jantung koroner (Supriyono, 2008: 26).

(23)

BAB V PENUTUP

A.Kesimpulan

Sebagai bagian akhir dari penulisan karya ilmiah ini bahwa profil kadar asam urat pada usia lebih dari 30 tahun di RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangkaraya dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Penelitian ini melibatkan 68 pasien, 35 orang laki-laki dan 33 orang perempuan. Kelompok umur terbanyak yang mengalami hiperurisemia adalah diteliti usia 41-60 tahun dengan jenis kelamin perempuan sedikit lebih banyak.

2. Penyakit yang menyertai peningkatan kadar asam urat adalah diabetes melitus (10 pasien; 27%); hiperurisemia/gout (9 pasien; 24%), hipertensi (6 pasien; 16%), gagal ginjal (6 pasien; 16%), tuberkulosis (4 pasien; 11%), penyakit jantung koroner 1 pasien; 3%), diagnosis lainnya (1 pasien; 3%).

B.Saran

Adapun saran yang dapat diberikan dalam penulisan karya ilmiah ini adalah: 1) Bagi dokter klinisi

Permintaaan pemeriksaan asam urat hendaknya selalu dilengkapi diagnosis. 2) Bagi Mahasiswa

Agar dapat melakukan penelitian yang lebih lanjut, misal hubungan peningkatan kadar asam urat dengan hormonal atau obesitas.

3) Bagi Masyarakat

Pemeriksaan asam urat dapat menjadi pilihan untuk diperiksa secara rutin seiring dengan pertambahan usia.

Gambar

Tabel 1. Nilai Rujukan untuk Asam Urat  Metode  Usia dan
Tabel 6. Macam-macam diagnosis pasien yang melakukan pemeriksaan asam urat

Referensi

Dokumen terkait

Di image caption yang keempat narasumber berpendapat bahwa memang statement itu benar karena hal itu sesuai dengan apa yang ia alami, bahwa wanita yang memiliki suara

Bekas militer-wajib dan bekas militer-sukarela adalah tenaga yang telah terdidik dan terlatih dalam olah-jurit, Dalam keadaan darurat atau keadaan perang yang pada umumnya

Pada pengujian hipotesis untuk model regresi, derajat bebas ditentukan dengan rumus n – k. t hitung dari variabel bebas disiplin kerja sebesar 0,750 yang lebih

Bappeda sebagai pihak dari Pemerintah Kota Semarang dan koordinator utama kebijakaan program Gerdu Kempling ini menyatakan bahwa salah satu kendala yang dihadapi

Perbedaan: merancang ulang map berkas rekam medis rawat jalan sebelumnya sudah ada dengan menyesuaikan kebutuhan yang ada di UPT Puskesmas Wonosari II dengan merancang

Pada terbitan ini membahas aspek – aspek Biologi dan Kimia seperti: Ekstraksi Gelatin dari Tulang Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer), Komponen Kimia Kayu

Aplikasi diagnosis kanker payudara menggunakan algoritma SMO dengan nilai vonis hasil dari nilai tengah Q3 jinak dan Q1 ganas mengalami peningkatan akurasi