• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III KUALITAS TERJEMAHAN TEKS TERJEMAHAN PIAGAM MADINAH. berpendapat bahwa bahasa Indonesia yang baik dan benar dapat diartikan dengan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III KUALITAS TERJEMAHAN TEKS TERJEMAHAN PIAGAM MADINAH. berpendapat bahwa bahasa Indonesia yang baik dan benar dapat diartikan dengan"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

Di dalam dunia penerjemahan, pemakaian bahasa yang baik dan benar dimunculkan pada struktur gramatikal BSa yang serasi dan mengikuti kaidah bahasa BSa. Hal itu sesuai dengan pendapat Alwi dkk (1988: 21) yang berpendapat bahwa bahasa Indonesia yang baik dan benar dapat diartikan dengan pemakaian ragam bahasa yang serasi dengan sasarannya dan mengikuti kaidah bahasa yang baik dan benar.

Adapun Bahasa Sasaran (BSa) pada penelitian ini adalah berupa bahasa Indonesia dalam teks terjemahan PM. Kualitas yang dihasilkan dari susunan gramatikal BSa yang telah disusun penerjemah dapat dilihat dari hasil penilaian responden terhadap teks BSa tersebut.

Penilaian kualitas terjemahan teks PM dilakukan oleh enam responden. Informasi dari responden digunakan untuk mendapatkan nilai kualitas terjemahan yang terdiri dari tiga aspek penilaian, yakni pada aspek keakuratan, keberterimaan, dan keterbacaan. Adapun kriteria pemilihan responden adalah:

1. Responden memiliki pengetahuan mengenai teks PM dan dapat mengidentifikasi serta menganalisis teks tersebut.

2. Responden merupakan pakar bahasa Arab yang dapat mendeskripsikan dan menganalisis dengan baik kosakata Arab, struktur gramatika Arab, dan elemen struktural dalam bahasa Arab.

(2)

3. Responden merupakan pakar bahasa Indonesia yang dapat mendeskripsikan dan menganalisis dengan baik tata bahasa baku bahasa Indonesia, EBI/EYD, dan struktur gramatika bahasa Indonesia.

4. Responden memiliki pengalaman dalam bidang penerjemahan dan telah menghasilkan sebuah produk terjemahan.

Responden yang telah memberikan penilaian pada kualitas terjemahan teks PM ini terdiri dari enam orang. Empat responden adalah pakar di bidang penerjemahan bahasa Arab-Indonesia dan dua responden lainnya adalah pakar di bidang tata bahasa Indonesia. Keenam responden ini merupakan representasi dari sebagian pembaca hasil terjemahan teks PM ke dalam bahasa Indonesia.

Pemilihan keenam responden berdasarkan kriteria yang telah dijabarkan. Setelah terpilih keenam responden tersebut, peneliti melakukan pertemuan secara langsung dan menjelaskan maksud penelitian kepada responden. Peneliti menjelaskan tata cara penilaian sesuai dengan parameter kualitatif untuk menilai kualitas terjemahan. Saat menjabarkan parameter kualitatif, terjadi diskusi dan kesepakatan bersama dalam menentukan skor untuk masing-masing data yang ada. Kemudian peneliti memberikan batas waktu penyerahan hasil penilaian kepada keenam responden.

Penelitian terhadap kualitas terjemahan teks PM dilakukan selama 3 bulan. Peneliti melakukan pertemuan secara personal dengan keenam responden yang akan diminta untuk menilai lembar responden. Penelitian dilakukan pada awal bulan Mei 2016 hingga akhir bulan Agustus 2016. Berikut rincian jadwal penelitian lapangan yang dilakukan peneliti.

(3)

JADWAL PENELITIAN LAPANGAN No Kegiatan Mei 2016 Juni 2016 Juli 2016

Agustus 2016 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 A. Pengumpulan Data 1. Pemberian Kuesioner kepada Responden 2. Waktu Penilaian Responden terhadap Data Kuesioner 3. Pengambilan Hasil Penilaian dari Responden 4. Wawancara Mengenai Hasil Penilaian dengan Responden B. Analisis Data 1. Pengumpulan Keseluruhan Data Hasil Penilaian Responden 2. Pengelompo-kan Data Berdasarkan Aspek Kualitas 3. Reduksi Data Aspek Keakuratan Berdasarkan Tingkatan Skor (1,2,3) 4. Reduksi Data Aspek Keberterimaan Berdasarkan

(4)

Tingkatan Skor (1,2,3) 5. Reduksi Data Aspek Keterbacaan Berdasarkan Tingkatan Skor (1,2,3) 6. Penyajian Data di Bab III Mengenai Aspek Keakuratan Berdasarkan Tingkatan Skor (1,2,3) 7. Penyajian Data di Bab III Mengenai Aspek Keberterimaan Berdasarkan Tingkatan Skor (1,2,3) 8. Penyajian Data di Bab III Mengenai Aspek Keterbacaan Berdasarkan Tingkatan Skor (1,2,3)

C. Verifikasi Data dan Laporan Data 9. Verifikasi Data

10. Laporan Data Hasil Analisis

Tabel 3.1. Jadwal Penelitian Lapangan

Dari tabel 3.1 di atas, dapat disimpulkan bahwa penelitian mengenai kualitas terjemahan teks PM ini telah dilaksanakan selama 4 bulan. Dua bulan pertama, yakni bulan Mei dan Juni 2016, peneliti bertemu dengan responden serta menentukan tanggal pengambilan hasil penilaian responden. Masing-masing

(5)

responden diberikan waktu sebanyak 1 bulan untuk menilai data yang diberikan oleh peneliti. Bulan ketiga, yakni bulan Juli 2016, peneliti mengambil hasil penilaian responden dan melakukan wawancara mendalam terkait penilaian yang telah diberikan. Kemudian pada pertengahan bulan Juli 2016, peneliti mulai melakukan analisis data hasil penilaian responden tersebut. Adapun laporan penelitian diberikan pada awal bulan Agustus 2016 kepada dosen pembimbing skripsi yang kemudian dilakukan revisi lanjut untuk menjadikan laporan dapat terbaca dengan baik. Sehingga pada pertengahan Agustus 2016, laporan selesai dan diterima oleh dosen pembimbing skripsi.

Peneliti menemukan empat faktor pendukung yang menjadikan pertimbangan responden untuk mengkoordinasi skor nilai (satu, dua, dan tiga) selain bergantung pada parameter kualitatif yang diberikan. Keempat faktor tersebut adalah sebagai berikut.

Faktor pertama adalah penilaian mengenai pemilihan makna leksikalsebuah kata di dalam kamus untuk menerjemahkan kata BSu oleh penerjemah. Dalam memberikan penilaian, responden memperhatikan pilihan makna leksikal BSa untuk setiap kata BSu yang diterjemahkan. Menurut responden, pemilihan ketepatan makna leksikal adalah suatu hal yang penting dalam menerjemahkan elemen struktural BSu (kata, frasa, klausa, kalimat). Hal itu karena pilihan makna leksikal yang tepat dapat menjadikan hasil terjemahan lebih berkualitas, yaitu akurat, berterima, dan terbaca.

Faktor kedua adalah penilaian mengenai susunan gramatikal BSu (bahasa Arab) yang ditinjau dari segi sintaksis Arab (

وحنلا

/an-nachwu) dan morfologi Arab (

فرصلا

/ash-sharfu). Faktor kedua ini hanya dapat dipertimbangkan oleh

(6)

empat responden yang memiliki pemahaman gramatika Arab. Keempat responden tersebut melakukan perbandingan terhadap terjemahan BSu dengan susunan gramatikal pada BSu-nya. Terjemahan yang tidak sesuai dengan pesan BSu (dilihat dari kalimat BSu) akan diberikan usulan atau tawaran terjemahan lain oleh responden.

Faktor ketiga yakni penilaian mengenai susunan gramatikal BSa (bahasa Indonesia) yang sesuai dengan Ejaan Bahasa Indonesia (EBI) dan tata bahasa baku bahasa Indonesia. Responden dalam memberikan penilaian juga memperhatikan pola konstruksi BSa yang sudah sesuai atau belum dengan pola konstruksi bahasa Indonesia yang baku. Hal ini karena responden berpendapat bahwa teks PM ini merupakan ragam teks resmi yang membutuhkan terjemahan yang lebih efektif untuk mendapatkan hasil terjemahan yang akurat sehingga dapat berterima dan terbaca oleh masyarakat BSa selaku target terjemahan.

Kemudian faktor terakhir adalah penilaian mengenai makna semantis yang diberikan penerjemah dan informasi tambahan dalam teks terjemahan PM. Responden dalam memberikan penilaian untuk setiap skor pada setiap aspek juga memperhatikan makna semantis dari penerjemah dalam menyampaikan pesan BSu. Hal ini pula yang membantu responden untuk membedakan ketiga aspek kualitas terjemahan pada teks terjemahan PM.

Penilaian ketiga aspek kualitas terjemahan menggunakan sistem skoring yang meliputi skor 1/rendah, 2/sedang, dan 3/tinggi. Sistem skoring ini digunakan responden untuk memberikan penilaian pada kualitas teks terjemahan PM. Setiap skor dari responden pada masing-masing data dijumlahkan. Hasil penjumlahan dengan rerata yang tidak bulat membutuhkan standar pembulatan angka. Maka

(7)

peneliti membuat tabel standar pembulatan angka untuk skor hasil penilaian responden sebagai berikut.

Total Skor Pembulatan

0 s.d. 1,5 1

1,6 s.d. 2,5 2

2,6 s.d. 3,0 3

Tabel 3.2. Pembulatan Skor

Dari tabel 3.2 di atas, dapat disimpulkan bahwa total skor yang meliputi skor 0 s.d 1,5 dibulatkan menjadi 1/rendah. Total skor yang meliputi skor 1,6 s.d 2,5 dibulatkan menjadi 2/rendah. Sedangkan total skor yang meliputi 2,6 s.d 3,0 dibulatkan menjadi 3/tinggi.

Adapun hasil penilaian kualitas terjemahan teks terjemahan PM oleh keenam responden telah dilengkapi dengan beberapa alasan pendukung terkait nilai yang diberikan. Alasan pendukung berupa kritikan dan saran mengenai data yang dinilai. Responden menyampaikannya secara tertulis lewat kolom yang sudah disediakan pada lembar kuesioner. Kemudian peneliti melakukan diskusi dan interview lebih lanjut setelah membaca hasil penilaian responden. Interview

diperlukan untuk memudahkan peneliti dalam menjabarkan data lapangan pada lembar pembahasan. Berikut diagram hasil penilaian kualitas terjemahan teks PM dari keenam responden.

Diagram 3.1. Kualitas Terjemahan Piagam Madinah Keakuratan 32,32% Keterbacaan 34,43%

Kualitas Terjemahan

Keberterimaan 33,25 %

(8)

Pada diagram 3.1 di atas, dapat disimpulkan bahwa aspek keakuratan teks terjemahan PM memiliki prosentase lebih rendah dibandingkan kedua aspek lainnya, yaitu 32,32%. Kemudian menyusul setelahnya aspek keberterimaan dengan prosentase 33,25%. Sedangkan aspek keterbacaan memiliki prosentase tertinggi sebanyak 34,43%. Dari hasil prosentase yang terpaut tipis tersebut, peneliti berusaha menyimpulkan mengenai aspek keakuratan yang memiliki prosentase rendah dikarenakan masih terjadi penyimpangan makna dan terjemahan PM yang memiliki makna ganda. Sedangkan rerata dari aspek keterbacaan menunjukkan prosentase tertinggi. Hal ini karena terjemahan teks PM ini cukup terbaca tanpa ada pengulangan baca lebih dari sekali.

Nababan (2012: 52) memberikan pembobotan nilai yang berbeda pada ketiga aspek kualitas terjemahan. Pertama, aspek keakuratan memiliki bobot 3 (tiga). Kedua, aspek keberterimaan memiliki bobot 2 (dua). Adapun ketiga, aspek keterbacaan memiliki bobot 1 (Satu). Pembobotan ini digunakan untuk menyimpulkan rerata dari penilaian kualitas terjemahan. Untuk mendapatkan rerata dari penilaian tersebut, Nababan (2012: 53) terlebih dahulu mencari rerata nilai dari masing-masing aspek. Lalu setiap rerata dikalikan dengan bobot aspeknya. Hasil dari perkalian tersebut dijumlahkan dan kemudian dikalikan lagi dengan total perkalian pembobotan aspek berupa 6 (enam). Sehingga dapat disimpulkan mengenai kualitas terjemahan suatu produk terjemahan dari hasil rerata terakhir yang didapat. Berikut penerapannya terhadap penilaian kualitas terjemahan teks PM.

(9)

No Aspek Nilai Rerata (x) Pembobotan Jumlah

1. Keakuratan 2,49 x 3 7,47

2. Keberterimaan 2,56 x 2 5,12

3. Keterbacaan 2,65 x 1 2,65

Rerata = Jumlah rerata x perkalian pembobotan aspek 15,24 x 6 = 2,54 Tabel 3.3. Rerata Penilaian Kualitas Terjemahan Teks Piagam Madinah

Dari tabel 3.3 di atas, dapat disimpulkan bahwa rerata kualitas terjemahan pada teks terjemahan PM ini, memiliki skor 2,54. Skor ini termasuk dalam pembobotan 2 (dua) yang bermakna skor sedang. Artinya, kualitas terjemahan teks PM ini adalah kurang akurat, kurang berterima, dan kurang terbaca.

Ketiga aspek dalam kualitas terjemahan ini meliputi aspek keakuratan, keberterimaan, dan keterbacaan. Aspek keakuratan terbagi menjadi 3 bagian, yakni akurat, kurang akurat, dan tidak akurat. Aspek keberterimaan terbagi menjadi 3 bagian juga, yakni berterima, kurang berterima, dan tidak berterima. Adapun aspek keterbacaan meliputi 3 bagian pula, yakni terbaca tinggi, terbaca sedang, dan terbaca rendah. Hasil penilaian keenam responden terhadap ketiga aspek ini dapat dilihat pada penjabaran berikut.

A. Aspek Keakuratan

Aspek keakuratan dalam penelitian ini adalah aspek untuk menilai keakuratan teks terjemahan PM yang telah sesuai atau belum dengan pesan yang dikehendaki pada teks BSu. Adapun Nababan (2012: 44) menjelaskan keakuratan sebagai istilah yang diterapkan dalam pengevaluasian terjemahan untuk merujuk pada apakah teks BSu dan teks BSa sudah sepadan ataukah belum. Konsep kesepadanan mengarah pada kesamaan isi atau pesan antar keduanya. Suatu teks dapat dikatakan sebagai suatu terjemahan, jika teks

(10)

tersebut mempunyai makna atau pesan yang sama dengan teks lainnya –teks bahasa sumber.

Selaras dengan hal itu, Al Farisi (2011: 179) menjelaskan bahwa aspek keakuratan menilai pada tahapan kesepadanan pesan antara teks sumber (TSu) dan teks target (TSa). Aspek ini harus dijadikan prioritas utama dalam penerjemahan. Hal itu karena aspek keakuratan merupakan konsekuensi logis dari konsep dasar penerjemahan bahwa suatu teks disebut sebagai ‘terjemahan’ kalau teks tersebut memiliki hubungan padan dengan TSu.

Keenam responden diberikan parameter kualitatif untuk dapat mengalokasikan skor nilai pada data yang merujuk pada tiga bagian aspek keakuratan, yaitu akurat, kurang akurat, dan tidak akurat. Berikut tabel 3.2 parameter kualitatif aspek keakuratan.

Kategori

Terjemahan Skor Parameter Kualitatif

Akurat 3 Makna kata, istilah teknis, frasa, klausa, kalimat atau teks bahasa sumber dialihkan secara akurat ke dalam bahasa sasaran; sama sekali tidak terjadi distorsi makna.

Kurang Akurat

2 Sebagian besar makna kata, istilah teknis, frasa, klausa, kalimat atau teks bahasa sumber sudah dialihkan secara akurat ke dalam bahasa sasaran. Namun, masih terdapat distorsi makna atau terjemahan makna ganda (taksa) atau ada makna yang dihilangkan, yang mengganggu keutuhan pesan.

Tidak Akurat

1 Makna kata, istilah teknis, frasa, klausa, kalimat atau teks bahasa sumber dialihkan secara tidak akurat ke dalam bahasa sasaran atau dihilangkan (deleted).

(11)

Dari tabel 3.4 di atas dapat disimpulkan; pertama, apabila suatu teks BSu dialihkan secara akurat dan tidak terjadi sama sekali distorsi makna maka ia termasuk dalam teks BSa yang dinilai akurat. Kedua, apabila terdapat terjemahan ganda atau ada makna yang dihilangkan maka ia termasuk dalam teks BSa yang kurang akurat. Adapun yang ketiga,apabila terdapat pengalihan teks BSu yang tidak akurat atau dihilangkan dalam penyampaian pesannya maka ia termasuk dalam teks BSa yang tidak akurat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin akurat suatu teks BSuditerjemahkan maka akan semakin tinggi tingkat penilaian yang akan diberikan oleh penilai untuk keakuratan teks terjemahan tersebut.Adapun contoh penerapan skor penilaian aspek keakuratan berdasarkan pengamatan peneliti sebagai berikut.

(1) BSu:

َزَغ ٍةَيِزاَغ َّلُك َّنِإ َو

،اًضْعَ ب اَهُضْعَ ب ُبِّقَعُ ي اَنَعَم ْت

Wa inna kulla gha>ziyatin ghazat ma‘ana> yu‘aqqibu ba‘dhuha> ba‘dhan (Hisyam, 2006: 369).

BSa:

Setiap penyerangan yang dilakukan terhadap kita merupakan tantangan terhadap semuanya, yang harus memperkuat persatuan antara segenap golongan (Ahmad, 2014: 17).

Menurut pengamatan peneliti pada contoh data 1 di atas, terjemahan diberi penilaian ‘satu’ yang berarti terjemahan dinilai tidak akurat. Hal itu karena telah terjadi distorsi makna/penyimpangan makna pada teks BSa. Penyimpangan makna ini mempengaruhi penyampaian pesan BSu yang tidak tersampaikan secara akurat, yaitu dengan menerjemahkan klausa “

اَنَعَم ْت

زَغ

ghazat ma‘ana> diterjemahkan menjadi “penyerangan yang dilakukan terhadap kita”. Padahal di dalam teks BSu terdapat frasa “

اَنَعَم

” ma‘ana> yang memiliki arti “bersama kita”. Sebagaimana dalam kamus Al-Munawwir (1997: 1345)

(12)

kata “

عم

” ma‘a memiliki arti “dengan, bersama, beserta” dan partikel “

ان

” na< merupakan dhamir muttashil (pronomina yang menempel pada kata) bermakna “

نحن

”nachnu yaitu “kami, kita”. Sehingga terjemahan yang lebih akurat dalam menerjemahkan klausa “

اَنَعَم ْتَّزَغ

” ghazat ma‘ana> adalah “setiap pasukan yang berperang bersama kita”.

Adapun hasil penilaian aspek keakuratan dari keenam responden terhadap 85 data yang disajikan dari teks terjemahan PM, dapat dilihat pada tabel 3.5 berikut ini.

Aspek Keakuratan Terjemahan Piagam Madinah

No Jenis Jml

Data Nomor Data

Frekuensi (%) 1 Terjemahan Akurat 30 1, 26, 27, 30, 31, 33, 37, 38, 39, 41, 43, 44, 46, 47, 48, 49, 50, 51, 53, 54, 57, 64, 66, 69, 71, 73, 75, 76, 78, 85 35,29 2 Terjemahan Kurang Akurat 55 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 28, 29, 32, 34,35, 36, 40, 42, 45, 52, 55, 56, 58, 59, 60, 61, 62, 63, 65, 67, 68, 70, 72, 74, 77, 79, 80, 81, 82, 83, 84 64,71 3 Terjemahan Tidak Akurat 0 0 0 Total 85 85 100

Tabel 3.5. Penilaian Aspek Keakuratan Piagam Madinah

Dari tabel 3.5 di atas, penilaian hasil terjemahan aspek keakuratan memiliki 30 data terjemahan akurat, 55 data terjemahan kurang akurat, dan 0 data untuk terjemahan tidak akurat. Pada tabel 3.5 dapat disimpulkan bahwa hasil terjemahan teks PM tidak memiliki terjemahan yang tidak akurat menurut keenam responden. Hal ini karena makna kata, istilah teknis, frasa,

(13)

klausa, kalimat pada teks terjemahan PM telah akurat maupun kurang akurat diterjemahkan oleh penerjemah. Adapun penjelasan mengenai ketiga parameter tersebut adalah sebagai berikut.

1. Terjemahan Akurat

Terjemahan teks PM yang memiliki penilaian akurat adalah terjemahan dengan makna kata, istilah teknis, frasa, klausa, kalimat BSu (bahasa Arab) dialihkan secara akurat ke dalam BSa (bahasa Indonesia) dan sama sekali tidak terjadi distorsi makna.

Terjemahan akurat teks PM ini berjumlah 30 data (35,29%). Skor penilaian yang termasuk pada data terjemahan akurat berkisar antara 2,7 hingga 3,0. Kemudian diterapkan pembulatan skor sehingga data masuk pada rentan skor bernilai 3 (tiga). Berikut contoh dari terjemahan akurat menurut penilaian keenam responden.

(2) BSu:

ْمُهَّ نِإَف ،ُهَنْوُسِبْلَ ي َو ُهَنْوُحِلاَصُي ٍحْلُص ىَلِإ اْوُعُد اَذِإ َو

،ُهَنْوُسِبْلَ ي َو ُهَنْوُحِلاَصُي

Wa idza> du‘u> ila shulchin yusha>lichu>nahu wa yalbisu>nahu, fa innahum yusha>lichu>nahu wa yalbisu>nahu (Hisyam, 2006: 370).

BSa:

Apabila mereka diajak kepada perdamaian (dan) membuat perjanjian damai (treaty), mereka tetap sedia untuk berdamai dan membuat perjanjian damai (Ahmad, 2014: 23).

Empat responden memberikan penilaian ‘tiga’ dan dua responden memberikan penilaian ‘dua’ untuk data 2 di atas. Alasan kedua responden dalam memberikan penilaian ‘dua’ adalah pada (1) tata letak gramatikal BSa,dan (2) hasil terjemahan yang belum efektif. Berikut penjelasannya.

Pertama, konstruksi atau bentuk gramatikal BSa pada data 2 di atas, dinilai masih berkonstruksi lisan bukan konstruksi baku sebagaimana

(14)

seharusnya sebuah piagam diterjemahkan. Adapun yang dimaksud dengan kontruksi bahasa lisan adalah bahasa dengan kosakata yang tidak baku dari segi gramatika bahasa Indonesia. Sebagaimana Chaer (2011: 133) menjelaskan bahwa secara gramatikal, kata-kata baku harus dibentuk menurut kaidah-kaidah gramatika.

Kedua, penerjemah dinilai kurang teliti dalam menerjemahkan “

اْوُعُد

du‘u> dan “

ْمُهَّ نِإَف

” fa innahum yang diterjemahkan menjadi “mereka diajak” dan “mereka tetap bersedia”. Klausa pasif “

اْوُعُد

” du‘u> dalam kamus Al-Munawwir (1997: 406) dan Al-Maurid (2006: 363) berasal dari kata “

-

اعد

وعدي

” da‘a>-yad‘u> yang bermakna “memanggil, mengundang, meminta”. Dalam hal ini penerjemah melakukan strategi transposisi dalam menerjemahkan fi’l majhul (bentuk pasif Arab) “

اْوُعُد

”du‘u> menjadi bentuk pasif pula, yaitu dengan mengedepankan objek; “mereka diajak”.

Adapun kata “

اْوُعُد

” du‘u> dan “

ْمُهَّ نِإَف

” fa innahum memiliki referen/rujukan pronomina “mereka” yang berbeda. Pronomina “mereka” yang pertama pada klausa “

اْوُعُد

” du‘u> merujuk pada “pendukung piagam” karena data 2 di atas masih memiliki hubungan makna dengan kalimat sebelumnya, yakni “

،

ُهَّرَ بَأ َو ِةَفْ يِحَّصلا ِهِذَه يِف اَم ىَقْ تَأ ىَلَع َللها َّنِإ َو

”wa inna’l-La>ha ‘ala atqa ma> fi hadzihi’sh-shachi>fati wa abarrihi (Hisyam, 2006: 370) yang artinya “Allah berpegang teguh kepada piagam ini dan orang-orang yang setia padanya” (Ahmad, 2014: 23).

Adapun pronomina “mereka” yang kedua pada kata “

ْمُهَّ نِإَف

” fa

innahummerujuk pada “pihak lawan” sebagaimana masih berhubungan dengan kalimat sebelumnya, yakni “

،

َبِرْثَ ي َمَهَد ْنَم ىَلَع ُرْصَّنلا ُمُهَ نْ يَ ب َّنِإ

َو

wa inna

(15)

bainahumu’n-nashru’ala man dahama Yatsriba (Hisyam, 2006: 370) yang artinya “Di kalangan warga Negara sudah terikat janji pertahanan bersama untuk menentang setiap agresor terhadap kota Yatsrib” (Ahmad, 2014: 23).

Sehingga pronomina kedua “mereka” ini merujuk pada kalimat “

َبِرْثَ ي َمَهَد ْنَم

man dahama Yatsriba (setiap agresor terhadap kota Yatsrib).

Salah satu responden yang memberikan penilaian kurang akurat atau ‘dua’ memberikan saran terjemahan efektif untuk data 2 di atas, yakni: “Apabila mereka (pendukung piagam) diajak berdamai dan mereka (pihak lawan) memenuhi perdamaian serta menjalankan perjanjian itu, maka perjanjian itu harus dipatuhi”. Pada saran terjemahan, responden

memberikan penjelasan singkat untuk kedua pronomina, yakni “pendukung piagam” dan “pihak lawan” sebagai bentuk revisi terjemahan.

Keempat responden lain menilai bahwa data 2 di atas telah akurat karena pesan BSu tetap tersampaikan dengan baik dan dapat dimengerti. Selain itu, makna kata, istilah teknis, frasa, klausa, kalimat atau teks BSa pada PM sudah dialihkan secara akurat ke dalam BSu; sama sekali tidak terjadi distorsi makna.

Adapun menurut keempat responden tersebut, penggunaan istilah asing seperti “treaty” tidak mengurangi makna pesan yang ingin disampaikan

penerjemah dalam terjemahannya. Walaupun terdapat dua responden yang menilai data 2 di atas kurang akurat, namun rerata penilaian adalah ‘tiga’ setelah dilakukan pembulatan skor.

(16)

Terjemahan teks PM yang memiliki penilaian kurang akurat adalah terjemahan dengan sebagian besar makna kata, istilah teknis, frasa, klausa, kalimat atau teks bahasa sumber sudah dialihkan secara akurat ke dalam BSa (bahasa Indonesia). Akan tetapi masih terdapat distorsi makna, terjemahan makna ganda (taksa), dan ada makna yang dihilangkan yang mengganggu keutuhan pesan BSu pada teks PM.

Terjemahan kurang akurat pada teks PM ini berjumlah 55 data (64,71%). Skor penilaian yang termasuk pada data terjemahan kurang akurat berkisar antara 1,8 hingga 2,5. Kemudian diterapkan pembulatan skor sehingga data masuk pada rentan skor bernilai 2 (dua). Berikut contoh terjemahan kurang akurat menurut penilaian keenam responden.

(3) BSu:

،ٍرِفاَك يِف اًنِمْؤُم ٌنِمْؤُم ُلُتْقَ ي َلَ َو

Wa la> yaqtulu mu’minun mu’minan fi ka>firin

(Hisyam, 2006: 369).

BSa:

Tidak pula diperkenankan seseorang yang beriman membunuh seorang beriman yang lainnya lantaran seorang yang tidak beriman (Ahmad, 2014: 15).

Pada data 3 di atas, tiga responden memberikan penilaian ‘dua’ sedangkan tiga responden lainnya memberikan penilaian ‘tiga’. Alasan ketiga responden yang memberikan penilaian ‘dua’ adalah bahwa (1) hasil terjemahan masih terdapat makna ganda (taksa) sehingga tidak bisa dipahami secara langsung, dan (2) penggunaan kata sambung “yang” dan kata “seseorang/seorang” dinilai kurang tepat karena keduanya merupakan konstruksi bahasa lisan yang dituliskan.

(17)

Makna ganda (taksa) yang terdapat pada data 3 di atas adalah pada terjemahan frasa “

ٍرِفاَك يِف

” fi ka>firin yang diterjemahkan menjadi “lantaran seorang yang tidak beriman”. Kata “lantaran” dalam Kamus Tesaurus Indonesia (2008: 279) memiliki makna “alasan, pemicu, penyebab”. Di samping itu, Ramlan (1981: 69) menyatakan bahwa kata “lantaran” lebih lazim untuk digunakan dalam ragam tidak resmi. Maka pemakaian kata tersebut menjadikan hasil terjemahan ternilai kurang akurat.

Penerjemah dalam frasa “

ٍرِفاَك يِف

” fi ka>firin menerjemahkan partikel “

يِف

fi sebagai “lantaran” yang kemudian mengalami makna ganda dalam hasil terjemahannya, yaitu memberikan pemahaman berupa “bersebab seorang kafir itu, seorang mukmin tidak boleh membunuh mukmin lain”atau

bersebab seorang mukmin itu membunuh orang kafir tersebut, maka seorang mukmin tidak boleh membunuh mukmin lain”. Padahal apabila kita

merujuk pada pada kalimat sebelumnya telah dijelaskan bahwa seorang mukmin yang muttaqin harus bersatu menentang setiap kesalahan yang diperbuat mukmin lain walaupun pada anak mereka sendiri (Hisyam, 2006: 369; Ahmad, 2014: 15). Maka terjemahan yang akurat untuk frasa “

ٍرِفاَك يِف

” fi ka>firin adalah “bersebab mukmin itu membunuh orang kafir tersebut”.

Penggunaan kata sambung “yang” dan kata “seseorang/seorang” oleh penerjemah dinilai kurang akurat karena keduanya merupakan konstruksi bahasa lisan yang dituliskan. Dalam TBBI (1988: 299-300) kata sambung “yang” merupakan konjungtor subordinatif yang menghubungkan dua klausa atau lebih, dan klausa itu tidak memiliki status sintaksis yang sama. Pada pengelompokan konjungtor subordinatif terdapat anggota yang termasuk

(18)

dalam kelompok preposisi, yakni pertama kata konjungtor tersebut bertindak sebagai konjungtor dan kedua sebagai preposisi. Sehingga dapat diikuti dengan klausa atau kata. Adapun kata sambung “yang” pada data 3 dinilai kurang akurat karena mengganggu keutuhan pesan BSu. Kata sambung “yang” tersebut dapat dihilangkan untuk mendapat terjemahan yang lebih efektif dan akurat, sehingga menjadi “Seorang mukmin tidak boleh membunuh mukmin lainnya karena ia membunuh orang kafir”.

Adapun kata “seseorang/seorang” yang digunakan penerjemah untuk menjelaskan kata “

ٌنِمْؤُم

mu’minun dan “

ٌرِفاَك

” ka>firun sebagai “seseorang yang beriman” dan “seorang yang tidak beriman” adalah kurang efektif. Dalam TBBI (Sugono, 2003: 285-286) penggolongan yang menyatakan ketunggalan, seperti sebuah, seekor, dan seorang dalam konteks tertentu dapat dihilangkan tanpa perbedaan arti. Namun memang dalam konteks tertentu dapat mengubah kalimat. Penggolongan ini bersifat spesifik dan bukan generik. Maka penggunaan kata “seseorang/seorang” oleh penerjemah pada data 3 di atas, dapat dihilangkan sehingga kembali pada istilah BSu-nya, yaitu “

ٌنِمْؤُم

mu’minun menjadi “mukmin” dan “

ٌرِفاَك

” ka>firun menjadi “kafir”. 3. Terjemahan Tidak Akurat

Terjemahan teks PM yang memiliki penilaian tidak akurat adalah sejumlah 0 data atau 0%. Skor penilaian dari keenam responden memiliki rata-rata dengan pembulatan yang tidak masuk dalam kategori terjemahan tidak akurat. Adapun makna kata, istilah teknis, frasa, klausa, kalimat pada teks terjemahan PM telah akurat maupun kurang akurat diterjemahkan oleh penerjemah teks PM.

(19)

B. Aspek Keberterimaan

Aspek keberterimaan dalam penelitian ini adalah aspek untuk mengukur hasil penilaian responden terhadap keberterimaan teks terjemahan PM berdasarkan istilah teknis, kaidah, tata gramatikal BSa. Sebagaimana Nababan (2012: 44-45) menjelaskan mengenai aspek kedua dari terjemahan yang berkualitas adalah terkait dengan masalah keberterimaan teks BSa. Istilah keberterimaan merujuk pada apakah suatu terjemahan sudah diungkapkan sesuai dengan kaidah-kaidah, norma, dan budaya yang berlaku dalam BSa ataukah belum.

Dalam pengalihan bahasa kita mengenal adanya pengalihan bahasa dan budaya yang disesuaikan dengan teks BSa. Pertimbangan konteks situasi dan budaya menjadikan penerjemah tidak serta merta menerjemahkan suatu teks akan tetapi mencari kesesuaian antarteks BSu dengan konteks situasi dan budaya teks BSa, yang dalam penelitian ini adalah bahasa Indonesia. Sebagaimana Burdah (2004: 13) menjelaskan kata “

ربصلا

” a’sh-shabru (sabar) sebagai suata kata yang lebih dominan pada ‘aktivitas’ yang timbul dari kata tersebut. Misalnya sabar dalam berjuang. Sedangkan dalam bahasa Indonesia, makna dari kata “sabar” lebih bersifat ‘pasif’, seperti sabar menerima musibah, sabar menerima musibah. Sehingga kata “

ربصلا

” a’sh-shabru lebih tepat diterjemahkan menjadi “teguh, tegar, atau gigih”.

Keenam responden diberikan parameter kualitatif untuk dapat mengalokasikan skor nilai pada data yang merujuk pada tiga bagian aspek keberterimaan, yaitu berterima, kurang berterima, dan tidak berterima. Berikut tabel 3.6 parameter kualitatif aspek keberterimaan.

(20)

Kategori

Terjemahan Skor Parameter Kualitatif

Berterima 3 Terjemahan terasa alamiah, istilah teknis yang digunakan lazim digunakan dan akrab bagi pembaca; frasa, klausa, dan kalimat yang digunakan sudah sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa Indonesia.

Kurang Berterima

2 Pada umumnya terjemahan sudah terasa alamiah, namun ada sedikit masalah pada penggunaan istilah teknis atau terjadi sedikit kesalahan gramatikal. Tidak

Berterima

1 Terjemahan tidak alamiah atau terasa seperti karya terjemahan; istilah teknis yang digunakan tidak lazim digunakan dan tidak akrab bagi pembaca; frasa, klausa, dan kalimat yang digunakan tidak sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa Indonesia. Tabel 3.6. Instrumen Penilai Keberterimaan (Nababan, 2012:51)

Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa apabila terjemahan terasa alamiah, istilah teknis lazim diterapkan dan akrab bagi pembaca, serta sudah sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa Indonesia, maka ia termasuk dalam teks BSa yang berterima. Apabila teks terjemahan pada umumnya sudah terasa alamiah akan tetapi masih terdapat kesalahan dalam penggunaan istilah teknis atau gramatikal BSa, maka ia termasuk dalam teks BSa yang kurang berterima. Namun bila teks BSa tersebut terasa tidak alamiah dan seperti karya terjemahan juga tidak sesuai dengan kaidah-kaidah BSa (bahasa Indonesia) maka ia termasuk dalam teks BSa yang tidak berterima.

Adapun makna “alamiah” pada KBBI (2008: 35) adalah bentuk adjektiva yang berarti “bersifat alam”. Sedangkan dalam Tesaurus (2008: 13) bermakna “bersahaja, natural, dan wajar”. Sehingga yang dimaksud dengan istilah “terjemahan yang terasa alamiah” adalah terjemahan yang natural dan wajar yang tentu sesuai dengan kaidah bahasa teks BSa. Sedangkan Nida (1969: 12-13) berpendapat bahwa penerjemahan adalah usaha memproduksi BSa yang memiliki padanan natural terdekat dengan BSu-nya, yaitu padanan

(21)

pada makna dan gaya bahasa. Adapun untuk menghasilkan terjemahan yang natural, dapat berupa (1) memproduksi pesan, (2) kesepadanan lebih dari sekedar identitas, yaitu terjemahan bukan hanya sekedar terjemahan kata, tapi juga menyepadankan makna yang sama dengan BSu, (3) kesepadanan natural, yaitu terjemahan terbaik yang tidak seperti sebuah terjemahan, (4) padanan terdekat, (5) prioritas pada makna, (6) gaya bahasa yang relevan. Adapun contoh penerapan skor penilaian aspek keakuratan berdasarkan pengamatan peneliti sebagai berikut.

(4) BSu:

زَغ ٍةَيِزاَغ َّلُك َّنِإ َو

،اًضْعَ ب اَهُضْعَ ب ُبِّقَعُ ي اَنَعَم ْت

Wa inna kulla gha>ziyatin ghazat ma‘ana> yu‘aqqibu ba‘dhuha> ba‘dhan (Hisyam, 2006: 369).

BSa:

Setiap penyerangan yang dilakukan terhadap kita merupakan tantangan terhadap semuanya, yang harus memperkuat persatuan antara segenap golongan (Ahmad, 2014: 17).

Menurut pengamatan peneliti, skor penilaian keberterimaan pada terjemahan contoh data 4 di atas adalah ‘satu’ yang berarti terjemahan dinilai tidak akurat. Hal itu karena telah terjadi distorsi makna/penyimpangan makna pada teks BSa. Penyimpangan makna ini mempengaruhi penyampaian pesan BSu yang tidak tersampaikan secara akurat, yaitu dengan menerjemahkan klausa “

اَنَعَم ْت

زَغ

” ghazat ma‘ana> diterjemahkan menjadi “penyerangan yang dilakukan terhadap kita”. Padahal di dalam teks BSu terdapat frasa “

اَنَعَم

ma‘ana> yang memiliki arti “bersama kita”. Sebagaimana dalam kamus Al-Munawwir (1997: 1345) kata “

عم

” ma‘a memiliki arti “dengan, bersama, beserta” dan partikel “

ان

” na< merupakan dhamir muttashil (pronomina yang menempel pada kata) bermakna “

نحن

” nachnu yaitu “kami, kita”. Sehingga

(22)

terjemahan yang lebih akurat dalam menerjemahkan klausa “

اَنَعَم ْت

زَغ

” ghazat ma‘ana> adalah “setiap pasukan yang berperang bersama kita”.

Adapun hasil penilaian aspek keberterimaan dari keenam responden terhadap 85 data yang disajikan dari teks terjemahan PM, dapat dilihat pada tabel 3.7 berikut ini.

Aspek Keberterimaan Terjemahan Piagam Madinah

No Jenis Jumlah

Data Nilai Akhir

Frekuensi (%) 1 Terjemahan Berterima 42 1, 3, 22, 23, 26, 27, 30, 33, 37, 38, 39, 40, 41, 42, 43, 46, 47, 48, 49, 50, 51, 52, 53, 54, 55, 56, 57, 64, 65, 66, 67, 68, 69, 71, 72, 73, 74, 75, 76, 78, 83, 85 49,41 2 Terjemahan Kurang Berterima 43 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 24, 25, 28, 29, 31, 32, 34, 35, 36, 44, 45, 58, 59, 60, 61, 62, 63, 70, 77, 79, 80, 81, 82, 84 50,59 3 Terjemahan Tidak Berterima 0 0 0 Total 85 85 100

Tabel 3.7. Penilaian Aspek Keberterimaan Piagam Madinah

Dari tabel 3.7 di atas, penilaian hasil terjemahan aspek keberterimaan memiliki 42 data terjemahan berterima, 43 data terjemahan kurang berterima, dan 0 data untuk terjemahan tidak berterima. Pada tabel dapat disimpulkan bahwa hasil terjemahan teks PM tidak memiliki terjemahan yang tidak berterima menurut keenam responden. Hal ini karena terjemahan teks PM telah berterima maupun kurang berterima dalam masyarakat BSa berdasarkan akumulasi dari penilaian keenam responden. Tidak terdapat akumulasi nilai

(23)

yang merupakan kategori terjemahan tidak berterima. Adapun penjelasan mengenai ketiga parameter tersebut adalah sebagai berikut.

1. Terjemahan Berterima

Terjemahan teks PM yang memiliki penilaian ‘terjemahan berterima’ adalah terjemahan yang terasa alamiah, istilah teknis yang digunakan lazim digunakan dan akrab bagi pembaca, dan elemen struktural BSa (frasa, klausa, dan kalimat) yang digunakan sudah sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia.

Terjemahan dengan kategori berterima ini berjumlah 42 data (49,41%). Skor penilaian yang termasuk pada data terjemahan dengan kategori berterima ini berkisar antara 2,7 hingga 3,0. Kemudian diterapkan pembulatan skor sehingga data masuk pada rentan skor bernilai 3 (tiga). Berikut contoh data terjemahan yang berterima menurut penilaian responden.

(5) BSu:

ْوَأ ،ٍمْثِإ ْوَأ ،ٍمْلُظ َةَعْ يِسَد ىَغَ تْ با ِوَأ ،ْمُهْ نِم ىَغَ ب ْنَم ىَلَع َنْيِقَّتُم لا َنْيِنِمْؤُم لا َّنِإ َو

،َنْيِنِمْؤُم لا َنْيَ ب ٍداَسَف ْوَأ ،ٍناَوْدُع

Wa innal-mu’mini>nal-muttaqi>na ‘ala man bagha minhum, awibtagha dasi>’ata zhulmin, aw itsmin, aw ‘udwa>nin, aw fasa>din bainal-mu’mini>na (Hisyam, 2006: 369).

BSa:

Segenap orang-orang beriman yang bertakwa harus menentang setiap orang yang berbuat kesalahan, melanggar ketertiban, penipuan, permusuhan atau pengacauan di kalangan masyarakat orang-orang yang beriman (Ahmad, 2014: 15).

Lima responden untuk data 5 di atas memberikan penilaian ‘tiga’ yang artinya kelima responden tersebut sepakat bahwa data 5 di atas sudah merupakan terjemahan yang alamiah karena istilah teknis yang digunakan lazim dan akrab bagi pembaca. Akan tetapi, kelima responden memberikan saran, berupa (1) mengganti kata “segenap” di awal kalimat dengan kata “semua”, dan (2) menggunakan kosakata serapan bahasa Indonesia untuk kata

(24)

َنْيِنِمْؤُم لا

” al-mu’mini>na dan kata “

َنْيِقَّتُم لا

” al-muttaqi>na, yakni “mukmin” dan “muttaqin”. Lebih lanjut Chaer (2011: 168) dan PUEBI (2016: 58) menjelaskan mengenai kaidah penulisan unsur kata serapan dalam bahasa Indonesia terbagi menjadi dua macam, yakni pertama, kosakata serapan yang sudah menjadi bagian dari sistem kosakata bahasa yang penulisan dan pengucapannya disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia (seperti badan, waktu, atret). Dalam hal ini, penyerapan diusahakan agar ejaannya diubah seperlunya sehingga bentuk Indonesianya masih dapat dibandingkan dengan bentuk asalnya. Kedua, kosakata serapan yang ejaannya dibentuk menurut pedoman penyesuaian ejaan dan belum sepenuhnya terserap ke dalam bahasa Indonesia (seperti negosiasi, riset, de facto, de jure). Unsur-unsur itu dipakai dalam konteks bahasa Indonesia, tetapi cara pengucapan dan penulisannya masih mengikuti cara asing.

Adapun kosakata serapan untuk kata “

َنْيِنِمْؤُم لا

” al-mu’mini>na dan kata “

َنْيِقَّتُم لا

” al-muttaqi>na merupakan kosakata serapan yang ejaannya dibentuk menurut pedoman penyesuaian ejaan bahasa Indonesia. Sehingga pemakaian kosakata serapan berupa “mukmin” (KBBI, 2008: 979) dan “muttaqin” akan lebih efektif dan berterima karena pemakaian kedua istilah tersebut tidak asing bagi masyarakat BSa.

Satu responden lainnya memberikan penilaian ‘dua’ untuk data 5 di atas. Alasan responden tersebut adalah hasil terjemahan yang kurang efektif. Kemudian responden memberikan tawaran terjemahan yang efektif berupa

“Seluruh kaum mukminin yang bertakwa harus menentang setiap orang yang mencari atau menuntut sesuatu secara zalim, atau berniat jahat, atau

(25)

melakukan permusuhan, atau membuat kerusakan di antara kaum mukminin”.

2. Terjemahan Kurang Berterima

Terjemahan teks PM yang memiliki penilaian ‘terjemahan kurang berterima’ adalah terjemahan yang sudah terasa alamiah, namun ada sedikit masalah pada penggunaan istilah teknis atau terjadi sedikit kesalahan gramatikal.

Terjemahan dengan kategori kurang berterima ini berjumlah 43 data (50,59%). Skor penilaian yang termasuk pada data terjemahan dengan kategori kurang berterima ini berkisar antara 1,8 hingga 2,5. Kemudian diterapkan pembulatan skor sehingga data masuk pada rentan skor bernilai 2 (dua). Berikut contoh data terjemahan yang kurang berterima menurut penilaian keenam responden.

(6) BSu:

ِثَأ َو َمَلَظ ْنَم َّلَِإ

َم

،ِهِتْيَ ب ُلْهَأ َو ُ،هَسْفَ ن َّلَِإ ُغِتْوُ ي َلَ ُهَّنِإَف

Illa man zhalama wa atsima fa innahu la> yu>tigha illa nafsahu wa ahlu baitihi (Hisyam, 2006: 369).

BSa:

Kecuali kalau ada yang mengacau dan berbuat kejahatan, yang menimpa diri orang yang bersangkutan dan keluarganya (Ahmad, 2014: 19).

Pada data 6 di atas, empat responden memberikan penilaian ‘dua’ dan dua responden lainnya memberikan penilaian ‘tiga’. Data 6 mengalami pembulatan dari rata-rata nilai 2,3 menjadi masuk pada kategori 2. Sehingga data 6 di atas termasuk terjemahan yang kurang berterima.

(26)

Adapun alasan dari empat responden yang memberikan penilaian ‘dua’ adalah terjemahan yang kurang efektif karena pola kontruksi yang tersusun adalah kontruksi bahasa lisan bukan bahasa tulis.

Penerjemah telah melakukan strategi semantis-analisis komponensial dalam menerjemahkan kata “

َمَلَظ

” zhalama, “

َمِثَأ

” atsima, dan “

ُهسْفَ ن

” nafsuhu. Penerjemah mendeskripsikan ketiga kata tersebut menjadi “ada yang mengacau, berbuat kejahatan, orang yang bersangkutan”.

Dalam kamus Tesaurus (2008: 560) kata “

َمَلَظ

” zhalama telah diserap ke dalam bahasa Indonesia, yaitu “zalim, aniaya, lalim”. Responden menyarankan untuk menggunakan kata serapan bahasa Indonesia, yakni “zalim”. Hal itu karena menerjemahkan kata “

َمَلَظ

” zhalama dengan “ada yang mengacau” kurang berterima di masyarakat BSa dan sudah memiliki kata serapan dalam bahasa Indonesia.

Kata “

َمِثَأ

” atsima dalam kamus Al-Munawwir (1997: 8) memiliki makna “berbuat dosa/kesalahan, kejahatan”. Responden dalam hal ini sepakat dengan terjemahan “berbuat kejahatan” dari penerjemah. Namun perlu diringkas menjadi bentuk nominanya saja, yaitu kata “jahat”. Hal itu karena terdapat dua kata verba dalam satu kalimat pada data 6 di atas. Maka terjemahan dari “

َمِثَأ َو َمَلَظ ْنَم َّلَِإ

” illa man zhalama wa atsima menjadi “kecuali bagi yang berbuat zalim dan jahat”.

Adapun kata “

ٌسْفَ ن

” nafsun dalam kamus Al-Munawwir (1997: 1446) memiliki makna “jiwa, diri sendiri”. Maka arti harfiah bentuk frasa “

هسْفَ ن

nafsuhu pada data 6 di atas adalah “dirinya sendiri”. Responden berpendapat bahwa terjemahan berupa “orang yang bersangkutan” merupakan terjemahan

(27)

deskriptif yang kurang efisien. Penerjemah mengelaborasi terjemahan harfiah “diri sendiri” pada data 6. Hal ini menyebabkan pesan kurang dapat tersampaikan karena pemakaian istilah teknis yang kurang berterima. Sehingga terjemahan yang baik untuk kalimat “

ِهِتْيَ ب ُلْهَأ َو ُ،ه

سْفَ ن َّلَِإ

” illa nafsuhu

wa ahlu baitihi adalah “kecuali diri dan keluarganya”.

Pola kontruksi gramatikal yang terdapat pada terjemahan data 6 di atas memiliki kontruksi bahasa lisan. Hal itu dapat dilihat pada tambahan konjungsi “yang” dengan pengulangan sebanyak 3 kali pada kalimat. Penambahan konjungsi “yang” tersebut membuat kalimat sukar untuk dipahami dalam sekali baca. Sehingga usulan responden terhadap terjemahan pada data 6 di atas adalah “kecuali bagi yang berbuat zalim dan jahat, maka hanya akan menimpakan kerugian bagi diri dan keluarganya”.

3. Terjemahan Tidak Berterima

Terjemahan teks PM yang memiliki penilaian tidak berterima adalah sejumlah 0 data atau 0%. Skor penilaian dari keenam responden memiliki rata-rata dengan pembulatan yang tidak masuk dalam kategori terjemahan tidak berterima. Tidak terdapat akumulasi nilai yang merupakan kategori terjemahan tidak alamiah atau terasa seperti karya terjemahan, atau istilah teknis yang digunakan tidak lazim digunakan dan tidak akrab bagi pembaca, atau elemen struktural BSa (frasa, klausa, dan kalimat) yang digunakan tidak sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa Indonesia.Sehingga dapat disimpulkan bahwa aspek keberterimaan teks terjemahan PM telah berterima maupun kurang berterima berdasarkan akumulasi dari penilaian enam responden. C. Aspek Keterbacaan

(28)

Aspek keterbacaan dalam teks terjemahan PM merupakan representatif dari terjemahan yang sudah dapat dipahami pesan BSu di dalam BSa oleh masyarakat pembaca BSa. Aspek keterbacaan ini pun mengukur tingkat pemahaman pembaca –dalam hal ini diwakilkan enam responden– dengan membaca teks terjemahan PM yang dihasilkan penerjemah.

Nababan (2012: 45) menjelaskan pada mulanya istilah keterbacaan hanya dikaitkan dengan kegiatan membaca. Kemudian istilah keterbacaan itu dikaitkan pula dalam bidang penerjemahan karena konteks penerjemahan yang tidak lepas dari sifat membaca. Istilah keterbacaan itu pada dasarnya tidak hanya menyangkut keterbacaan pesan teks BSu, tetapi juga keterbacaan pesan teks BSa.

Keenam responden diberikan parameter kualitatif untuk dapat mengalokasikan skor nilai pada data yang merujuk pada tiga bagian aspek keterbacaan, yaitu terbaca tinggi, terbaca sedang, dan terbaca rendah. Berikut tabel 3.8 parameter kualitatif aspek keberterimaan.

Kategori

Terjemahan Skor Parameter Kualitatif Keterbacaan

Tinggi

3 Kata, istilah teknis, frasa, klausa, kalimat atau teks terjemahan dapat dipahami dengan mudah oleh pembaca.

Keterbacaan Sedang

2 Pada umumnya terjemahan dapat dipahami oleh pembaca; namun ada bagian tertentu yang harus dibaca lebih dari satu kali untuk memahami terjemahan.

Keterbacaan Rendah

1 Terjemahan sulit dipahami oleh pembaca.

Tabel 3.8. Instrumen Penilai Keterbacaan (Nababan, 2012: 52)

Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa apabila suatu teks BSa diterjemahkan dengan istilah teknis, kata, frasa, klausa, dan kalimat yang dapat dipahami oleh pembaca teks BSa, maka ia termasuk teks BSa yang

(29)

terbaca tinggi. Namun apabila terjemahan yang dihasilkan terdapat bagian tertentu yang harus dibaca lebih dari satu kali maka termasuk dalam teks BSa yang terbaca sedang. Adapun hasil terjemahan yang sulit dipahami pembaca, yaitu tidak sesuai dengan kriteria teks pada kualifikasi parameter skor 1 dan skor 2, maka ia termasuk teks yang terbaca rendah. Berikut contoh penerapan dalam pemberian skor nilai aspek keterbacaan.

(7) BSu:

.َمَّلَس َو ِهْيَلَع ُللها ىَّلَص ِللها ُلْوُسَر ٌدَّمَحُم َو

Wa Muchammadun Rasu>lu’l-la>h Sha’l-la>hu ‘alaihi wa Sallama (Hisyam, 2006: 370).

BSa:

Dan (akhirnya) Muhammad adalah pesuruh Allah, semoga Allah mencurahkan shalawat dan kesejahteraan atasnya (Ahmad, 2014: 24).

Menurut pengamatan peneliti, keterbacaan pada data 7 di atas adalah ‘tiga’ yang berarti teks BSu memiliki tingkat keterbacaan tinggi. Hal itu karena penerjemah sudah tepat dalam menerjemahkan teks BSa. Sehingga teks terjemahan berupa “Dan (akhirnya) Muhammad adalah pesuruh Allah, semoga Allah mencurahkan shalawat dan kesejahteraan atasnya” sudah

dapat dimengerti tanpa perlu membaca lebih dari sekali.

Adapun hasil penilaian aspek keterbacaan teks terjemahan PM oleh keenam responden dapat dilihat pada tabel 3.9 berikut.

Aspek Keterbacaan Terjemahan Piagam Madinah

No Jenis Jumlah

Data Nomor Data

Frekuensi (%) 1 Terjemahan Keterbacaan Tinggi 57 1, 2, 3, 6, 8, 10, 14, 16, 18, 20, 23, 26, 27, 30, 31, 33, 34, 37, 38, 39, 40, 41, 42, 43, 44, 46, 47, 48, 49, 50, 51, 52, 53, 54, 55, 56, 57, 58, 59, 60, 61, 62, 65, 66, 67,06

(30)

67, 68, 69, 71, 72, 73, 74, 75, 76, 78, 82, 83, 85 2 Terjemahan Keterbacaan Sedang 28 4, 5, 7, 9, 11, 12, 13, 15, 17, 19, 21, 22, 24, 25, 28, 29, 32, 35, 36, 45, 63, 64, 70, 77, 79, 80, 81, 84 32,94 3 Terjemahan Keterbacaan Rendah 0 0 0 Total 85 85 100

Tabel 3.9. Penilaian Aspek Keterbacaan Piagam Madinah

Dari tabel 3.9 di atas, penilaian hasil terjemahan aspek keterbacaan memiliki 57 data terjemahan dengan tingkat keterbacaan tinggi, 28 data terjemahan tingkat keterbacaan sedang, dan 0 data untuk terjemahan tingkat keterbacaan rendah. Pada tabel dapat disimpulkan bahwa terjemahan teks terjemahan PMtidak memiliki terjemahan dengan tingkat keterbacaan rendah menurut keenam responden. Hal ini karena terjemahan teks PM telah ‘terbaca tinggi’ maupun ‘terbaca sedang’ oleh masyarakat BSa berdasarkan akumulasi dari penilaian keenam responden. Tidak terdapat akumulasi nilai yang merupakan kategori terjemahan ‘terbaca rendah’. Adapun penjelasan mengenai ketiga parameter tersebut adalah sebagai berikut.

1. Terjemahan Keterbacaan Tinggi

Terjemahan PM yang memiliki penilaian dengan tingkat keterbacaan tinggi adalah terjemahan dengan kata, istilah teknis, frasa, klausa, kalimat BSa yang sudah dapat dipahami dengan mudah oleh pembaca.

Terjemahan dengan tingkat keterbacaan tinggi ini berjumlah 57 data (67,06%). Skor penilaian yang termasuk pada data terjemahan dengan kategori ‘terbaca tinggi’ ini berkisar antara 2,7 hingga 3,0. Kemudian diterapkan pembulatan skor sehingga data masuk pada rentan skor bernilai 3

(31)

(tiga). Berikut contoh data terjemahan ‘terbaca tinggi’ menurut penilaian keenam responden.

(8) BSu:

،ْمُهَ نْ يَ ب ٍلْدَع َو ٍءاَوَس ىَلَع َّلَِإ ،ِللها ِلْيِبَس يِف ٍلاَتِق يِف ٍنِمْؤُم َنْوُد ٌنِمْؤُم ُمِلاَسُي َلَ

La> yusa>limu mu’minun du>na mu’minin fi qita>lin fi sabi>li’l-La>hi illa ‘ala sawa>’in wa ‘adlin bainahum (Hisyam, 2006: 369).

BSa:

Tidak diperkenankan segolongan orang-orang yang beriman membuat perjanjian tanpa ikut sertanya segolongan lainnya dalam suatu peperangan di jalan Allah, kecuali atas dasar persamaan dan adil di antara mereka (Ahmad, 2014: 16).

Rata-rata penilaian data 8 di atas adalah ‘tiga’ tanpa pembulatan, artinya bahwa keenam responden telah memberikan penilaian ‘tiga’ secara bersamaan. Responden menilai bahwa terjemahan data 8di atas memiliki tingkat keterbacaan tinggi karena teks terjemahan dapat dipahami dengan mudah oleh responden yang mana merupakan pembaca teks tersebut. Akan tetapi responden memberikan saran mengenai terjemahan yang lebih efektif untuk data 8 di atas.

Penerjemah dalam data 8 menerjemahkan frasa “

ْمُهَ نْ يَ ب ٍلْدَع َو ٍءاَوَس ىَلَع

‘ala sawa>’in wa ‘adlin bainahum menjadi “atas dasar persamaan dan adil di antara mereka”. Dua nomina “

ٌءاَوَس

” sawa>’un dan “

ٌل

ْدَع

” adlun mengalami terjemahan yang tidak paralel karena pemakaian afiks/imbuhan yang tidak berdampingan. Nomina “

ٌءاَوَس

” sawa>’un dalam kamus Al-Maurid (2006: 487) memiliki arti “sama, mirip, serupa”. Sedangkan “

ٌلْدَع

” adlun dalam kamus Al-Munawwir (1977: 905) memiliki arti “keadilan, kejujuran”. Namun penerjemah hanya menambahkan afiks prefiks-sufiks berupa per-an pada nomina “sama” menjadi “persamaan” dan tidak menambahkan afiks pada nomina “adil”. Afiksasi dalam penurunan nomina sebagaimana yang

(32)

dijelaskan oleh Alwi dkk dalam TBBI (2003: 222) terdiri dari tiga prefiks dan satu sufiks yang dipakai dalam menurunkan nomina, yakni ke-, per-, dan

peng- serta sufiks -an. Karena prefiks dan sufiks dapat bergabung maka seluruhnya ada tujuh macam.

Adapun pada data 8 di atas, nomina “

ٌءاَوَس

” sawa>’un dan “

ٌلْدَع

” adlun adalah dua nomina yang saling berhubungan maknanya, sehingga responden menyarankan untuk diterjemahkan menjadi “kesamaan dan keadilan”. Yaitu menambahkan afiks ke-an pada nomina “sama” dan “adil”.Keduanya mengalami penambahan afiks prefiks-sufiks yang sama, yakni ke-an.

Saran kedua adalah mengenai terjemahan nomina “

ٌنِمْؤُم

” mu’minun yang diterjemahkan menjadi “segolongan orang-orang yang beriman”. Terjemahan ini menggunakan strategi penerjemahan semantis-perluasan dalam memperluas nomina “

ٌنِمْؤُم

” mu’minun. Terjemahan seperti ini menurut responden dinilai kurang efektif karena dalam masyarakat BSa terdapat istilah yang sudah baku akibat serapan dari bahasa asing (red: bahasa Arab). Nomina “

ٌنِمْؤُم

” mu’minun dalam kamus KBBI (2008: 979) memiliki arti “orang yang beriman dan percaya kepada Allah”. Sedangkan dalam kamus Tesaurus Indonesia (2008: 330) memiliki persamaan makna dengan “muslim, mukmin, mukminat, orang islam”. Sehingga terjemahan efektif yang ditawarkan oleh responden adalah mengganti terjemahan “segolongan orang-orang yang beriman” menjadi “seorang mukmin” karena nomina “

ٌنِمْؤ

ُم

” mu’minun

menunjukkan nomina tunggal.

Saran ketiga adalah mengenai penambahan semantis dalam terjemahan “

ٍنِمْؤُم َنْوُد ٌنِمْؤُم ُمِلاَسُي َلَ

” la> yusa>limu mu’minun du>na mu’minin

(33)

yang diterjemahkan menjadi “Tidak diperkenankan segolongan orang-orang yang beriman membuat perjanjian tanpa ikut sertanya segolongan lainnya”. Dalam terjemahan ini, penerjemah menggunakan strategi semantis-penambahan untuk menyampaikan pesan dari BSu. Namun responden memberikan pendapat bahwa ini merupakan hasil terjemahan yang kurang efisien karena kontruksi bahasa lisan yang masih terasa dikala penerjemah menggunakan kata “sertanya” dan “lainnya” pada hasil terjemahannya tersebut. Maka responden menyarankan untuk mengganti terjemahan tersebut menjadi “seorang mukmin tidak boleh membuat perjanjian damai tanpa ikut serta mukmin yang lain”.

2. Terjemahan Keterbacaan Sedang

Terjemahan teks PM yang memiliki penilaian dengan tingkat keterbacaan sedang adalah terjemahan yang secara umum dapat dipahami oleh pembaca BSa, namun ada bagian tertentu pada teks yang harus dibaca lebih dari satu kali untuk memahami terjemahan teks PM tersebut.

Terjemahan dengan tingkat keterbacaan sedang ini berjumlah 28 data (32,94%). Skor penilaian yang termasuk pada data terjemahan dengan kategori ‘terbaca sedang’ ini berkisar antara 1,8 hingga 2,5. Kemudian diterapkan pembulatan skor sehingga data masuk pada rentan skor bernilai 2 (dua). Berikut contoh data terjemahan ‘terbaca sedang’ menurut penilaian keenam responden.

(9) BSu:

،اَهِلْهَأ ِنْذِإِب َّلَِإ ٌةَمْرُح ُراَجُت َلَ ُهَّنِإ َو

Wa innahu la> tuja>ru churmatun illa bi idzni ahliha>

(Hisyam, 2006: 370).

(34)

Tidak seorang pun tetangga wanita boleh diganggu ketentraman atau kehormatannya, melainkan setiap kunjungan harus dengan izin suaminya (Ahmad, 2014: 22).

Rerata penilaian pada data 9 di atas adalah ‘dua’ tanpa ada pembulatan skor. Akan tetapi tidak semua responden memberikan penilaian yang sama. Keenam responden terbagi menjadi tiga kelompok dalam memberikan penilaian ‘satu’, ‘dua’, dan ‘tiga’. Adapun dua responden pertama yang memberikan penilaian ‘tiga’ memberikan alasan bahwadata 9di atas sudah dapat dipahami dengan mudah oleh pembaca BSa.

Dua responden selanjutnya yang memberikan penilaian ‘dua’ menyatakan bahwa data 9 di atas pada umumnya telah memiliki terjemahan yang dapat dipahami oleh pembaca. Akan tetapi terdapat bagian tertentu yang harus dibaca lebih dari satu kali untuk memahami terjemahan. Hal itu karena penerjemah melakukan (1) pemilihan makna leksikal BSa yang kurang tepat, dan (2) menyusunsusunan gramatikal BSa yang belum sesuai dengan Ejaan Bahasa Indonesia.

Alasan pertama adalah pemilihan leksikal yang kurang tepat. Pertama, pada kata “

ٌةَمْرُح

” churmatun yang diterjemahkan menjadi “tetangga wanita” kemudian diberikan tambahan informasi berupa “ketentraman atau kehormatannya”. Penerjemah dalam kata hal ini telah melakukan strategi semantis-analisis komponensial, yakni mendeskripsikan kata “

ٌةَمْرُح

churmatun dengan menggunakan dua atau lebih komponen leksikal kata tersebut. Di dalam kamus Al-Munawwir (1977: 256) kata “

ٌةَمْرُح

” churmatun berasal dari “

ُمُرْحَي

-

َمَرَح

” charama-yachrumu yang bermakna dasar “mencegah”. Kamus ini memberikan tawaran arti dari kata “

ٌةَمْرُح

churmatun

(35)

kesucian/

ُةَساَدُقلا

al-quda>satu, kehormatan/

ُهُكاَهِتْنِا ُّلِحَي َلَ اَم

ma> la> yachillu

intiha>kuhu, dan wanita/

ُةَأْرَم لا

al-mar‘atu”. Adapun dalam kamus Al-Maurid (2006: 291) kata “

ٌةَمْرُح

” churmatun memiliki arti “kesucian, sesuatu yang tidak dapat dilanggar”. Responden memberikan saran untuk menerjemahkan kata “

ٌةَمْرُح

” churmatun menjadi bermakna “

ٌةَّمِذ

” dzimmatun yaitu “jaminan” tanpa perlu diberikan deskripsi tambahan dari makna leksikalnya.

Katakedua adalah kata verba “

ُراَجُت

” tuja>ruyang memiliki asal kata “

ُرْ يِجُي

-

َراَج

” ja>ra–yuji>ru artinya “melanggar, melindungi” (Al-Munawwir, 1997: 222). Namun penerjemah menerjemahkan kata “

ُراَجُت

” tuja>ru menjadi bentuk pasif “diganggu”. Dalam hal ini, responden sepakat apabila kata “

ُراَجُت

tuja>ru diterjemahkan menjadi bentuk pasif agar dapat terbaca oleh masyarakat BSa. Akan tetapi kata “diganggu” harus diganti menjadi “diberikan” karena dalam KBBI (2008: 434) kata “diganggu” memiliki asal kata “ganggu” yang bermakna “menggoda, mengusik, merisaukan”. Sedangkan pesan yang terdapat BSu adalah mengenai sebuah jaminan yang tidak boleh diberikan kecuali seizin ahlinya.

Adapun pemilihan kata ketiga adalah kata “ketentraman” yang menggunakan afiks prefiks-sufiks berupa ke-an untuk nomina. Kata “ketentraman ini bukan kata baku dalam makna leksikal BSa. Menurut KBBI (2008: 1499) kata dasar “tentram” memiliki kata baku “tenteram”. Begitu pula pada penggunaan kata “ketentraman” memiliki kata baku “ketenteraman” yang bermakna “keadaan tenteram, ketenangan, dan ketenangan hati”.

(36)

Alasan kedua adalah responden berpendapat bahwa susunan gramatikal pada data 9 di atas tidak sesuai dengan tata bahasa BSa. Penerjemah menggunakan kata negasi “tidak” yang kemudian diikuti dengan kata “melainkan”. Padahal konstruksi BSa yang disusun penerjemah adalah menunjukkan “hubungan” antara anak kalimat (Tidak seorang pun tetangga wanita boleh diganggu ketentraman atau kehormatannya) dengan induk kalimat (melainkan setiap kunjungan harus dengan izin suaminya). Maka susunan gramatikal seperti ini tidak sesuai dengan tata bahasa BSa yang terdapat pada Ejaan Bahasa Indonesia (EBI). Hal itu karena dalam Ejaan Bahasa Indonesia (EBI) kata negasi “tidak” harus diikuti dengan “tetapi” jika keduanya adalah berupa kalimat gabungan yang saling berkaitan maknanya. Seperti contoh “Dia tidak mengantar, tetapi diantar” pada buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia/PUEBI (2016: 13).

Namun apabila kita memperhatikan pesan BSu pada data 4 di atas, partikel “

َّلَِإ

illa lebih tepat untuk diartikan sebagai “kecuali”. Maka terjemahan efektif yang sesuai susunan gramatikal BSa adalah “Tidak boleh jaminan itu diberikan, kecuali seizin ahlinya”.

Adapun dua responden lain yang memberikan penilaian ‘satu’ memberikan alasan bahwa terjemahan data 9 di atas sulit dipahami. Hal itu karena sebagai pembaca, responden harus melakukan pengulangan dalam membaca pesan dari hasil terjemahan yang diberikan.

3. Terjemahan Keterbacaan Rendah

Terjemahan teks PM yang memiliki penilaian ‘terbaca rendah’ adalah sejumlah 0 data atau 0%. Skor penilaian dari keenam responden memiliki

(37)

rata-rata dengan pembulatan yang tidak masuk dalam kategori terjemahan dengan tingkat keterbacaan rendah. Aspek keterbacaan teks terjemahan PM memiliki keterbacaan tinggi maupun sedang berdasarkan akumulasi dari penilaian keenam responden. Tidak terdapat akumulasi penilaian yang menunjukkan teks terjemahan PM ini sulit terbaca oleh keenam responden selaku repsentatif dari pembaca teks BSa.

D. Hubungan Antara Kualitas Terjemahan dengan Strategi Penerjemahan Teks Piagam Madinah

Kualitas terjemahan PM memiliki sembilan data yang termasuk dalam terjemahan yang akurat, berterima, dan keterbacaan tinggi. Kesembilan data tersebut menggunakan strategi penerjemahan yang berbeda. Namun dari penggunaan strategi yang berbeda-beda itu, ditemukan strategi yang memiliki intensitas penggunaan terbanyak dibanding strategi lain. Strategi penerjemahan yang digunakan pada sembilan data tersebut dapat dilihat pada tabel 3.10 berikut.

Jenis Strategi Nomor Data yang Menggunakan

30 41 54 1 47 48 49 50 51

Struk. Penambahan Struk. Pengurangan Struk. Transposisi Sem. Pungutan

Sem. Padanan Budaya Sem. Analisis Komponensial Sem. Sinonim

Sem. Perluasan Sem. Penambahan Sem. Penghapusan

Tabel 3.10. Penggunaan Strategi pada Data Berkualitas (Akurat, Berterima, dan Keterbacaan Tinggi)

(38)

Pengelompokan data seperti pada tabel 3.10 di atas, berdasarkan rata-rata yang diperoleh oleh keenam responden. Dari 85 data yang dimiliki, sembilan di antaranya memiliki penilaian dengan hasil ‘Akurat, Berterima, dan Keterbacaan Tinggi’. Pengambilan kesembilan data tersebut berdasarkan hasil rata-rata sebelum dilakukan pembulatan. Kesembilan data tersebut memiliki skor yang sama, yaitu ‘3-3-2’. Artinya, dari ketiga aspek kualitas terjemahan yang dinilai, terdapat satu data dengan hasil skor ‘dua koma delapan’ (2,8) yang belum mencapai skor bulat berupa ‘tiga koma enol’ (3,0). Namun kesembilan data tersebut sudah dapat dikategorikan menjadi terjemahan yang akurat, berterima, dan terbaca sedang.

Kesembilan data tersebut menggunakan strategi penerjemahan yang hampir sama. Yaitu dari ketigabelas strategi penerjemahan yang ada, sepuluh di antaranya telah digunakan penerjemah untuk menerjemahkan sembilan data ini. Pada tabel 3.10 dapat diambil kesimpulan bahwa penggunaan strategi semantis-penambahan adalah strategi yang paling sering diterapkan penerjemah teks PM. Hal itu dikarenakan intensitas penerapan strategi semantis-penambahan ini pada semua data (9 kali) oleh penerjemah saat menerjemahkan teks PM ini.

Tiga strategi lainnya yang sering diterapkan penerjemah adalah strategi struktural-transposisi, semantis-pungutan, dan semantis-penghapusan. Ketiga strategi ini digunakan pada delapan data yang berkualitas tinggi. Adapun strategi penerjemahan yang jarang diterapkan penerjemah adalah strategi semantis-sinonim, semantis-padanan budaya, dan semantis-analisis komponensial.

(39)

Setelah melihat tabel 3.10 di atas, dapat disimpulkan bahwa penerapan strategi penerjemahan dalam menerjemahkan sebuah piagam perjanjian (khususnya) tidak dapat ditentukan secara sistematis karena penerapannya adalah sesuai dengan kebutuhan penerjemah dalam menerjemahkan suatu piagam perjanjian.

Adapun terjemahan yang berkualitas, dalam hal ini peneliti mengawalinya dengan menganalisis strategi penerjemahan. Kemudian peneliti menyimpulkan mengenai hubungan antara strategi penerjemahan dan kualitas terjemahan (khususnya pada teks PM ini) adalah hubungan yang saling berkaitan. Hal itu dikarenakan alasan responden terhadap tiap data yang dinilai memiliki kesamaan dengan hasil analisa strategi penerjemahan pada teks terjemahan PM. Artinya, penerapan strategi penerjemahan oleh penerjemah dapat menunjang kualitas terjemahan teks PM ini khususnya.

Gambar

Tabel 3.1. Jadwal Penelitian Lapangan
Diagram 3.1. Kualitas Terjemahan Piagam Madinah
Tabel 3.4. Instrumen Penilai Keakuratan (Nababan, 2012: 51)
Tabel 3.5. Penilaian Aspek Keakuratan Piagam Madinah
+5

Referensi

Dokumen terkait

Subjek kajian adalah produktivitas peneliti, sedangkan objek kajian adalah KTI (artikel) yang dihasilkan peneliti Balitkabi yang dipublikasikan pada jurnal, buletin atau

Berdasarkan fokus penelitian di atas, terdapat beberapa faktor yang menjadi perhatian peneliti untuk dikaji dan dianalisis lebih lanjut dalam penelitian ini, yaitu:

(III/a) SEKSI KEWASPADAAN DINI DAN FASILITASI INTELIJEN (III/A) SEKSI PENANGANAN KONFLIK SOSIAL (IV/a) SEKSI ANALISA EVALUASI INFORMASI STRATEGIS (IV/a) SEKSI

Adapun alur produksi dimulai dari pengumpulan tulang basah, perebusan, pengeringan, pengumpulan tulang kering sampai penepungan; (2) manfaat pengembangan ekonomi

Pemberian perlakuan ( Treatment ) yang dilakukan yaitu terdapat empat (4) tahap dengan masing-masing tahapan yang menstimulasi aspek perkembangan kognitif anak usia 5-

Metode penciptaan pada karya ini menggunakan metode eksplorasi yaitu dengan mengeksplorasi bentuk sesuai kemampuan penulis, kemudian metode kedua yaitu menggunakan

Ketiga, terdapat perbedaan perubahan kadar hemoglobin antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan yaitu ibu hamil yang mengkonsumsi tablet Fe dengan kelompok ibu

Tidak lupa terima kasih penulis sampaikan kepada Mbak Indah yang telah banyak membantu penulis dalam hal administrasi kampus terutama pada saat pengambilan mata kuliah skripsi