• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Pasal 1 ayat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 LANDASAN TEORI. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Pasal 1 ayat"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

14

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Bank dan Bank Syariah

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Pasal 1 ayat 2 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah, bank adalah “badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang rakyat”.

Bank syariah mempunyai definisi menurut Undang - undang 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah pada pasal 1 ayat (7) yakni: Bank syariah adalah “bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenis terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah”.

Menurut Wangsawidjaja (2012:16), bank syariah adalah “bank yang melakukan kegiatan usaha perbankan berdasarkan prinsip syariah. Kegiatan usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah meliputi kegiatan usaha yang tidak mengandung unsur riba, maisir, gharar, haram dan zalim”.

2.2 Produk, Jasa dan Kegiatan Perbankan Syariah

2.2.1 Produk dan Jasa Perbankan Syariah

Menurut Wangsawidjaja (2012: 47), Produk dan Jasa Perbankan syariah adalah sebagai berikut:

(2)

15 Gambar 2.1

Produk dan Jasa Perbankan Syariah

2.2.2 Kegiatan Usaha Bank Umum Syariah

Menurut Pasal 19 ayat (1) UU nomor 21 tentang Perbankan Syariah, Bank Umum Syariah dapat melakukan kegiatan usaha, yaitu sebagai berikut:

a. Menghimpun dana dalam bentuk simpanan berupa giro, tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan akad wadi’ah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah;

b. Menghimpun dana dalam bentuk investasi berupa deposito, tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan akad mudharabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah;

c. Menyalurkan Pembiayaan bagi hasil berdasarkan akad mudharabah, akad musyarakah, atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah;

d. Menyalurkan pembiayaan berdasarkan akad murabahah, akad salam, istisna, atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah;

e. Menyalurkan Pembiayaan berdasarkan akad qardh atau akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;

(3)

16 f. Menyalurkan pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak

bergerak kepada Nasabah berdasarkan akad ijarah dan/atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah;

g. Melakukan pengambilalihan utang berdasarkan akad hawalah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah;

h. Melakukan usaha kartu debit dan/atau kartu pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah.

i. Membeli, menjual, atau menjamin atas resiko sendiri surat berharga pihak ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata berdasarkan Prinsip Syariah, antara lain, seperti akad ijarah, musyarakah, mudharabah, murabahah, kafalah, atau hawalah;

j. Membeli surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah yang diterbitkan oleh pemerintah dan/atau Bank Indonesia;

k. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan pihak ketiga atau antarpihak ketiga berdasarkan Prinsip Syariah;

l. Melakukan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu Akad yang berdasarkan Prinsip Syariah;

m. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah;

n. Memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun kepentingan Nasabah berdasarkan Prinsip Syariah;

o. Melakukan fungsi sebagai Wali Amanat berdasarkan Akad wakalah;

p. Memberikan fasilitas letter of credit atau bank garansi berdasarkan Prinsip Syariah; dan

q. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan dibidang perbankan dan di bidang sosial sepanjang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2.3 Pembiayaan di Bank Syariah

2.3.1 Pengertian pembiayaan

Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah menurut UU No.10 Tahun 1998 pasal 1 ayat 12 Tentang Perbankan adalah “penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil”.

(4)

17 Pembiayaan menurut Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah pasal 1 (25) adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa :

a. Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah;

b. Transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik;

c. Transaksi jual beli dalam bentuk murabahah, salam, dan istishna’;

d. Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan e. Transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk

transaksi multijasa

Berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan / atau UUS dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil.

Menurut Wangsawidjaja (2012:79), dari pengertian mengenai pembiayaan tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa:

1. Sesuai dengan fungsinya, dalam transaksi pembiayaan bank syariah bertindak sebagai penyedia dana.

2. Setiap nasabah penerima fasilitas debitur yang telah mendapat pembiayaan dari bank syariah apa pun jenisnya, setelah jangka waktu tertentu wajib untuk mengembalikan pembiayaan tersebut kepada bank syariah berikut imbalan atau bagi hasil.

2.3.2 Akad Terkait Modal Kerja di BMI Roxy

(5)

18 Pengertian akad Murabahah, menurut Wangsawidjaja (2012:200) adalah sebagai berikut: transaksi jual beli suatu barang sebesar harga perolehan barang ditambah dengan margin yang disepakati oleh para pihak, dimana penjual menginformasikan terlebih dahulu harga perolehan kepada pembeli.

2.3.2.2 Akad Mudharabah

Menurut Wardiah (2013:95), akad Mudharabah adalah akad kerja sama antara dua pihak, yaitu pihak pertama menyediakan seluruh modal dan pihak lain menjadi pengelola. Keuntungan dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak. Apabila rugi, kerugian tersebut akan ditanggung pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat dari kelalaian pengelola.

Gambar 2.2

Bagan Pembiayaan Akad Mudharabah

Sumber : Wangsawidjaja (2012:194)

2.3.2.3 Akad Musyarakah

Menurut Wangsawidjaja (2012:196), akad Musyarakah adalah “transaksi penanaman dana dari dua atau lebih pemilik dana dan/atau barang untuk menjalankan usaha tertentu sesuai syariah dengan pembagian hasil

(6)

19 usaha antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang disepakati, sedangkan pembagian kerugian berdasarkan proporsi modal masing-masing”.

Tujuan / Manfaat Pembiayaan berdasarkan akad musyarakah menurut Wangsawidjaja (2012:198) adalah sebagai berikut:

1) Bagi Bank

Manfaat bagi bank syariah dalam memberikan pembiayaan musyarakah adalah sebagai salah satu bentuk penyaluran dana, dan memperoleh pendapatan dalam bentuk bagi hasil sesuai pendapatan usaha yang dikelola.

2) Bagi Nasabah

Sedangkan manfaat bagi nasabah yang menerima pembiayaan musyarakah adalah untuk memenuhi kebutuhan modal usaha melalui sistem kemitraan dengan bank.

Gambar 2.3

Bagan Pembiayaan Akad Musyarakah

Sumber: Wangsawidjaja (2012: 198)

(7)

20 Menurut Usanti (2010 : 9), kualitas pembiayaan ditetapkan menjadi 5 golongan yaitu “Lancar, Dalam Perhatian Khusus, Kurang Lancar, Diragukan dan Macet. Yang dikategorikan pembiayaan bermasalah adalah kualitas pembiayaan yang masuk mulai golongan perhatian khusus sampai golongan macet”.

2.4 Prosedur Pemberian Pembiayaan Bank

Menurut Usanti (2010:6), proses pemberian pembiayaan pada bank syariah maka tahapan yang dilakukan oleh bank syariah tidak jauh berbeda dengan tahapan yang dilakukan oleh bank konvensional dalam memberikan kreditnya. Proses pemberian pembiayaan diawali dengan tahapan:

1. Tahap sebelum pemberian pembiayaan diputuskan oleh bank syariah, yaitu tahap bank syariah mempertimbangkan permohonan pembiayaan calon nasabah penerima fasilitas . Tahap ini disebut tahap analisis kelayakan penyaluran dana.

2. Tahap setelah permohonan pembiayaan diputuskan pemberiannya oleh bank syariah dan kemudian penuangan keputusan tersebut kedalam perjanjian pembiayaan (akad pembiayaan) serta dilaksanakannya pengikatan agunan untuk pembiayaan yang diberikan itu. Tahap ini disebut tahap dokumentasi pembiayaan. 3. Tahap setelah perjanjian pembiayaan (akad pembiayaan)

ditandatangani oleh kedua belah pihak dan dokumentasi pengikatan agunan telah selesai dibuat serta selama pembiayaan itu digunakan oleh nasabah penerima fasilitas sampai jangka waktu pembiayaan berakhir. Tahap ini disebut tahap penggunaan pembiayaan.

(8)

21 4. Tahap setelah pembiayaan menjadi bermasalah tetapi usaha

nasabah penerima fasilitas masih memiliki prospek sehingga pembiayaan yang bermasalah itu dapat diselamatkan untuk menjadi lancar kembali. Tahap ini disebut tahap penyelamatan pembiayaan.

5. Tahap setelah pembiayaan menjadi macet. Tahap ini disebut tahap penyelesaian pembiayaan.

Menurut Wardiah (2013:218), Uraian-uraian kualitatif dan perhitungan-perhitungan dalam rangka penerapan prinsip 5C merupakan penilaian kelayakan (feasibility study) tentang perusahaan yang mengajukan permohonan pembiayaan. Dengan kata lain, merupakan penilaian tentang layak-tidaknya perusahaan tersebut diberi pembiayaan. Penilaian permohonan pembiayaan atau lebih lazim disebut sebagai analisis pembiayaan tersebut, merupakan salah satu tahapan dari proses pembiayaan bank yaitu sebagai berikut:

1. Persiapan Pembiayaan

Persiapan pembiayaan adalah kegiatan tahap awal, yaitu pengumpulan informasi dalam proses pemberian pembiayaan. Tahap ini cukup penting artinya, terutama terhadap calon debitur yang baru pertama kalinya mengajukan pembiayaan ke bank yang bersangkutan. Dalam hal ini, bank akan mengumpulkan informasi-informasi tentang calon debitur, baik dengan wawancara atau meminta bahan-bahan tertulis secara langsung kepada yang bersangkutan maupun dari sumber-sumber intern bank itu sendiri maupun sumber-sumber lain. Informasi tersebut

(9)

22 berkisar tentang keadaan usaha calon debitur, baik yang menyangkut sektor usaha, besarnya usaha, pembiayaan yang diminta serta tujuan penggunaannya, peralatan yang dimiliki, lokasi usaha, jaminan serta surat-suratnya, dan sebagainya.

Pada saat tersebut, calon debitur diminta mengisi formulir permohonan pembiayaan yang telah disediakan oleh bank, yang antara lain berisi informasi penting yang diperlukan bank. Semua informasi dasar, baik yang berasal dari hasil wawancara, keterangan tertulis formulir permohonan pembiayaan, data intern bank serta sumber-sumber lainnya, kemudian diolah dan dituangkan dalam Laporan Pengenalan Proyek.

2. Analisis Pembiayaan

Pembahasan ini pada dasarnya untuk meneliti apakah usaha permohonan pembiayaan memenuhi prinsip-prinsip 5C atau tidak. Analisis atau penilaian permohonan tersebut dikerjakan oleh aparat pelaksana yang khusus bertugas untuk pekerjaan tersebut yang dikenal dengan analisis pembiayaan. Hasil pekerjaannya merupakan laporan yang bersifat informasi detail dan akurat untuk kepentingan pemutus pembiayaan. Oleh karena itu, laporan tersebut memuat data lengkap, baik data kuantitatif tentang perusahaan debitur, yang menyangkut keadaan sekarang maupun estimasi yang akan datang. Karena tugasnya cukup strategis, penunjukan seseorang menjadi analis pembiayaan memerlukan pertimbangan yang matang dan cermat.

Aspek-aspek yang dinilai oleh analis pembiayaan pada tahap ini antara lain sebagai berikut:

(10)

23 1. Aspek Manajemen dan Organisasi

a. Aspek pribadi/perseorangan, menyangkut hal berikut: 1. Riwayat hidup secara singkat atau biodata

2. Riwayat pendidikan 3. Pengalaman kerja 4. Reputasi 5. Bonafiditas 6. Cara hidup 7. Temperamen 8. Gaya kepemimpinan

9. Kemampuan memandang ke masa yang akan datang 10. Kemampuan untuk bekerja sama

11. Integritas

12. Tanggungan keluarga 13. Dan sebagainya b. Aspek organisasi

Selain informasi menyangkut profil pimpinan, biasanya juga diteliti tentang hal berikut:

1. Struktur/bagan organisasi serta penjelasannya.

2. Dari bagan atau organ-organ tersebut hendaknya dapat ditarik kesimpulan apakah kegiatan-kegiatan yang sejenis telah dikelompokkan nsecara efisien atau belum.

3. Apakah organisasi tersebut tidak terlalu longgar sehingga perintah-perintah menjadi tidak efektif dan sebagainya?

(11)

24 4. Bagaimana syarat-syarat pengisian jabatan untuk mengisi

formasi-formasi yang ada pada setiap jenjang/tingkatan struktur tersebut?

2. Aspek Pemasaran

Untuk mengetahui pemasaran produk yang dihasilkan oleh perusahaan pembiayaan analis pembiayaan akan membahas hal-hal sebagai berikut:

a. Jenis-jenis barang dan/atau jasa-jasa apa saja diproduksi oleh perusahaan pemohon pembiayaan. Apakah kegunaan produk tersebut, bagaimana mutu atau kualitasnya?

b. Di wilayah mana saja produk tersebut dipasarkan, apakah khusus di Pulau Jawa atau meliputi seluruh wilayah Indonesia, atau bahkan diekspor ke negara tetangga?

c. Tipe atau jenis konsumen apa saja yang menjadi target market produk tersebut?

d. Untuk mengetahui jumlah atau volume pasar/pangsa yang telah dikuasai dan direncanakan perlu diteliti tentang penawaran dan permintaan dan barang-barang sejenis serta luas pasar bagi produk yang akan dibiayai oleh pembiayaan.

e. Penelitian tentang barang pengganti.

f. Penelitian tentang faktor saingan, sampai dimana kekuatan perusahaan pesaing pada saat sekarang dan bagaimana kecenderungan pada masa yang akan datang?

g. Bagaimana kebijakan tentang penentuan harga produk atau jasa yang dihasilkan?

(12)

25 h. Bagaimana saluran distribusinya, apakah perusahaan

menggunakan jalur panjang mulai agen tunggal/ distributor, agen pengecer, atau pedagang besar, pengecer, atau menjual langsung, baik dalam jumlah besar maupun kecil?

i. Bagaimana pembungkus/kemasan produk, apakah cukup baik sehingga barang tidak mudah rusak sekaligus memudahkan pengepakan dan pengangkutan, dan mengandung nilai-nilai keindahan?

j. Bagaimana syarat-syarat penjualnya, apakah harus tunai atau dapat pula dengan cara kredit?

k. Apakah usaha-usaha promosi dalam rangka peningkatan penjualan. Kalau ada, cara-cara apa saja yang digunakan? l. Apakah prinsip pemasaran terpadu telah dicoba dilaksanakan,

perlukah adanya langkah-langkah penyempurnaan, dan sebagainya?

m. Dengan cara apa produk tersebut disampaikan kepada konsumen, apakah melalui jalan darat, air, udara atau melalui pipa?

3. Aspek Teknis

Penelitian tersebut antara lain meliputi hal-hal berikut: a. Lokasi usaha yang dibiayai

b. Tata letak ruangan

c. Jumlah dan jenis mesin serta peralatan yang telah ada dan yang akan/perlu dibiayai.

(13)

26 d. Keadaan bangunan yang ada dan yang akan dibiayai. Apakah

bangunan yang ada masih cukup memadai luasnya, juga dari segi kekuatannya apakah tidak membahayakan pegawainya, dan sebagainya?

e. Bahan baku dan bahan pembantu, penilaian tentang bahan baku utama, yaitu apa dan dimana serta dengan cara apa diperolehnya. Demikian juga, bahan pembantu yang digunakan. f. Proses produksi dan kapasitas produksi. Penilaian tentang

urutan/proses produksi dari mulai sampai akhir, bila perlu dibuat dari kegiatan produksi tersebut.

g. Transportasi, yaitu apa dan bagaimana sarana angkutan yang telah digunakan dan/atau yang akan dibiayai dengan pembiayaan yang diminta.

h. Tenaga kerja, yaitu berapa dan dengan kualifikasi bagaimana tenaga kerja yang ada sekarang, serta berapa dan bagaimana kualifikasi tenaga kerja yang akan datang?

i. Kebutuhan modal tetap dan modal kerja sehubungan dengan aspek teknis ini.

4. Aspek Keuangan

a. Asumsi-asumsi seperti: - Penerimaan

- Harga pokok penjualan - Biaya umum dan administrasi - Biaya nonoperasional

(14)

27 c. Proyeksi neraca

d. Perhitungan pembiayaan usaha e. Ratio-ratio

f. Sumber dan penggunaan dana g. Proyeksi cash flow

h. Proyeksi titik pulang pokok i. Analisis sensitivitas

j. Periode pengembilan pembiayaan k. Proyeksi Debt Service Coverage (DSC) l. Jadwal pembayaran pembiayaan m. Internal Rate of Return (IRR) 5. Aspek Hukum/ Yuridis

Pembahasan aspek hukum meliputi hal berikut: a. Berkaitan dengan perusahaan calon debitur

Apakah perusahaan tersebut berupa perusahaan perseorangan, bentuk usaha bukan badan hukum (CV, Firma) atau bentuk usaha badan hukum (PT, Koperasi).

Surat-surat esensialia perusahaan:

- Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau Surat Izin Mengemudi (SIM) dari pimpinan perusahaan.

- NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) - Akta pendirian usaha

- Untuk PT, pengesahan dari Departemen Kehakiman. - Surat Izin Usaha

(15)

28 - Surat Izin tempat usaha yang berkaitan dengan undang-undang gangguan, apakah masih mempunyai masa berlaku atau telah lewat sehingga perlu diperbaharui.

- Surat keterangan tentang kualifikasi/ kelas usaha perusahaan yang bersangkutan.

- Surat-surat yang berkaitan dengan perizinan untuk mengekspor atau mengimpor apabila debitur bergerak di bidang-bidang tersebut.

- Surat kewarganegaraan dan surat tentang ganti nama (bila perlu).

b. Berhubungan dengan jaminan:

- Jenis jaminan yang diserahkan oleh debitur atas pembiayaan yang diambil.

- Penilaian atas jaminan, untuk menaksir nilai atas hak tagih/ cessie mungkin akan sangat mudah sebab nilainya tertera pada surat berharga itu sendiri, tetapi taksiran harga atas benda-benda berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, memerlukan ketrampilan khusus.

- Pengikatan jaminan tersebut harus disesuaikan dengan jenis jaminan sebagaimana ketentuan yang berlaku.

c. Dalam aspek yuridis ini perlu juga diperhatikan hal-hal berikut: - Apakah perjanjian pembiayaan (akta pembiayaan) yang harus

ditandatangani oleh kedua belah pihak (bank dan debitur) cukup dibawah tangan atau perlu secara notarial karena pertimbangan-pertimbangan keamanan tertentu?

(16)

29 - Apakah bea materai pembiayaan telah dipungut dari debitur

sesuai dengan ketentuan yang berlaku? 6. Aspek Sosial Ekonomi

Beberapa hal yang perlu dinilai dalam analisis permohonan pembiayaan, antara lain:

a. Penyerapan tenaga kerja

b. Pengaruh/proyek terhadap keadaan masyarakat sekitarnya. c. Apakah produk yang dihasilkan oleh perusahaan pemohon

pembiayaan tersebut merupakan barang baru yang menambah pilihan bagi konsumen untuk menikmatinya?

d. Besarnya nilai tambah dari proyek/usaha tersebut dan pihak-pihak yang mendatangkan nilai tambah tersebut, apakah pengusaha, karyawan, pemerintah atau masyarakat?

e. Apakah produk yang dihasilkan tersebut dapat menghasilkan devisa karena sebagian atau seluruh diekspor atau mungkin dapat menghemat devisa karena dengan memproduksi barang tersebut, impor dapat dikurangi atau bahkan dihentikan?

f. Apakah proyek atau usaha tersebut tidak bertentangan dengan agama, adat istiadat, dan kebiasaan setempat.

g. Apakah proyek/usaha tersebut mempunyai nilai pembangunan yang tinggi atau tidak?

1. Sistematika Laporan Hasil Analisis Pembiayaan

(17)

30 a. Data umum, berisi antara lain tujuan pembiayaan, skala

prioritas, perizinan, jumlah pembiayaan, cara pembiayaan, jadwal pencairan pinjaman.

b. Aspek manajemen dan organisasi, berisi antara lain sponsor dan latar belakangnya, uraian perusahaan sekarang dan proyeknya.

c. Aspek pemasaran, berisi antara lain uraian produk, daerah pemasaran, tipe konsumen, analisis permintaan dan penawaran, faktor saingan, barang subtitusi, rencana penjualan.

d. Aspek teknis, berisi antara lain uraian tentang usaha yang ada, lokasi dan gambar proyek, produk yang dihasilkan, bahan baku dan bahan pembantu, mesin dan peralatan, proses produksi dan kapasitas produksi, tenaga kerja, sarana lain, ekologi, dan implementasi proyek.

e. Aspek keuangan, berisi antara lain jumlah pembiayaan proyek, penjelasan tentang pembiayaan proyek, cara pembiayaan, jadwal pencairan pinjaman, pelaporan pembiayaan, metode penyusutan dan amortisasi, profitabilitas, proyeksi titik pulang pokok, analisis sensitivitas, proyeksi cash flow, perhitungan IRR dan ERR, rasio-rasio keuangan, payback period, debt service coverage, jadwal pembiayaan.

f. Aspek sosial ekonomi, berisi antara lain keuntungan sosial ekonomi ditinjau dari rencana pembangunan daerah/nasional, yaitu jumlah tenaga kerja yang terserap penggunaan bahan

(18)

31 baku dalam negeri, pengaruhnya terhadap pertumbuhan usaha lain, pajak bagi pendapatan negara, nilai tambah dan pembagiannya.

g. Aspek hukum, berisi antara lain bentuk hukum perusahaan, perizinan, bentuk dan pengikatan jaminan, dan sebagainya. h. Kesimpulan dan rekomendasi, berisi antara lain ringkasan

aspek-aspek yang dibahas dan rekomendasi bagi pemutus pembiayaan, termasuk persyaratan yang diperlukan.

2.5 Analisis Pembiayaan

Sebelum memberikan kredit/pembiayaan, maka Bank Wajib mempertimbangkan Nasabah Pemohon Kredit dengan cara melakukan Analisa Kredit. Analisa kredit merupakan kewajiban yang diamanahkan oleh Pasal 8 ayat (1) UU Perbankan yang menyatakan sebagai berikut :

Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berazaskan Prinsip Syariah, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan.

Adapun ”analisis” sebagai bahan pertimbangan Bank dalam memberikan Kredit dapat dikhususkan lagi menjadi beberapa faktor pertimbangan yaitu sebagaimana diatur dalam Penjelasan terhadap Pasal 8 ayat (1) UU Perbankan yang menyebutkan sebagai berikut:

Kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah yang diberikan oleh bank mengandung risiko, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah yang sehat. Untuk mengurangi risiko tersebut, jaminan pemberian

(19)

32 kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan Nasabah debitur untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh bank. Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dana prospek usaha dari Nasabah debitur. Mengingat bahwa agunan sebagai salah satu unsur pemberian kredit, maka apabila berdasarkan unsur-unsur lain telah dapat diperoleh keyakinan atas kemampuan Nasabah debitur mengembalikan utangnya, agunan hanya dapat berupa barang, proyek, atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan. Tanah yang kepemilikannya didasarkan pada hukum adat, yaitu tanah yang bukti kepemilikannya berupa girik, petuk, dan lain-lain yang sejenis dapat digunakan sebagai agunan. Bank tidak wajib meminta agunan berupa barang yang tidak berkaitan langsung dengan obyek yang dibiayai, yang lazim dikenal dengan agunan tambahan. Di samping itu, bank dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah harus pula memperhatikan hasil Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) bagi perusahaan yang berskala besar dan atau risiko tinggi agar proyek yang dibiayai tetap menjaga kelestarian lingkungan.

2.6 Penyelamatan Pembiayaan Bermasalah

Menurut Djamil (2012:82) penyelamatan pembiayaan adalah istilah teknis yang bisa dipergunakan dikalangan perbankan terhadap upaya dan langkah-langkah yang dilakukan bank dalam usaha mengatasi permasalahan pembiayaan yang dihadapi oleh debitur yang masih memiliki prospek usaha yang baik, namun mengalami kesulitan pembayaran pokok dan/atau

(20)

33 kewajiban-kewajiban lainnya, agar debitur dapat memenuhi kembali kewajibannya. Caranya adalah dengan restrukturisasi pembiayaan.

Restrukturisasi pembiayaan adalah upaya yang dilakukan bank dalam rangka membantu nasabah agar dapat menyelesaikan kewajibannya, antara lain:

a. Penjadwalan kembali (rescheduling), yaitu perubahan jadwal pembayaran kewajiban nasabah atau jangka waktunya;

b. Persyaratan kembali (reconditioning) c. Penataan kembali (restructuring)

2.7 Risiko Pembiayaan

Menurut Wahyudi (2013:91) dalam proses bisnis, dapat diidentifikasi bahwa setidaknya terdapat lima masalah yang dihadapi bank ketika menyalurkan dananya adalah sebagai berikut:

1. Masalah ketidakpastian kondisi pasar yang akan mempengaruhi kemampuan debitur dalam mengembalikan dana.

2. Adanya kemungkinan perbedaan nilai jual agunan pada waktu kontrak dan ketika terminasi. Hal ini mengarah pada risiko tidak kembalinya modal jika debitur mengalami gagal bayar.

3. Masalah kredibilitas informasi yang diberikan debitur pada waktu pengajuan proposal pembiayaan.

4. Masalah granularity akibat banyaknya debitur yang dibiayai namun nilainya kecil-kecil.

(21)

34 5. Masalah ketidakmampuan bank dalam membedakan sebab terjadinya

gagal bayar debitur.

2.8 Kebijakan Pembiayaan

Menurut Ginting (2005:3), agar pemberian pembiayaan dapat dilaksanakan secara konsisten dan berdasarkan azas-azas pembiayaan yang sehat, maka diperlukan suatu kebijakan pembiayaan yang tertulis. Berkenaan dengan hal tersebut, Bank Indonesia telah menetapkan ketentuan mengenai kewajiban bank umum untuk memiliki dan melaksanakan kebijakan pembiayaan bank berdasarkan pedoman penyusunan kebijakan perkreditan bank dalam SK Dir BI No. 27/162/KEP/DIR tanggal 31 Maret 1995.

Menurut Ginting (2005:3), berdasarkan SK Dir BI tersebut, Bank Umum wajib memiliki kebijakan pembiayaan bank secara tertulis yang disetujui oleh dewan komisaris bank dengan sekurang-kurangnya memuat dan mengatur hal-hal pokok sebagai berikut:

1. Prinsip kehati-hatian; 2. Organisasi dan manajemen;

3. Kebijakan persetujuan pembiayaan; 4. Dokumentasi dan administrasi 5. Pengawasan

6. Penyelesaian pembiayaan bermasalah

Kebijakan pembiayaan bank dimaksud wajib disampaikan kepada Bank Indonesia. Dalam pelaksanaan pemberian pembiayaan dan pengelolaan pembiayaan bank wajib mematuhi kebijakan pembiayaan bank yang telah disusun secara konsekuen dan konsisten.

(22)

35 2.9 Prinsip Kehati-hatian

Menurut Wulandari (2012:73), penjelasan mengenai prinsip kehati-hatian adalah sebagai berikut:

- Prudential banking mengharuskan bank untuk selalu berhati-hati dalam menjalankan kegiatan usahanya, dalam arti harus konsisten dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan di bidang perbankan berdasarkan profesionalisme dan itikad baik.

- Merupakan Prinsip ideal dalam suatu pemberian fasilitas pembiayaan. Prinsip kehati-hatian adalah prinsip keamanan maksimum atas suatu fasilitas kredit untuk menaati seluruh normative pemberian kredit.

- Penerapan prinsip kehati-hatian (prudential banking principles) dalam seluruh kegiatan perbankan merupakan salah satu cara untuk “menciptakan perbankan yang sehat, yang pada gilirannya akan berdampak positif terhadap perekonomian. Selain itu, implementasi prinsip prudential banking harus ditetapkan secara menyeluruh, sehingga tidak hanya menyangkut masalah kredit, tetapi dimulai saat bank tersebut didirikan.

2.10 Modal Kerja

Menurut Supriyono (2010:94), pembiayaan Modal Kerja adalah pembiayaan yang dibutuhkan untuk membiayai kebutuhan modal kerja suatu perusahaan, digunakan untuk menunjang perputaran usahanya.

Ada beberapa komponen yang merupakan tujuan pembiayaan menurut Supriyono (2010:94), yaitu:

(23)

36 2. Untuk membiayai piutang dagang

3. Untuk pembelian barang secara tunai (atau mengurangi hutang dagang kepada pemasok), mengejar cash discount.

Macam tujuan kebutuhan pinjaman modal kerja menurut Supriyono (2010: 93) : “stock financing, account receivable financing, pembelian cash ke supplier , proyeksi ekspansi penjualan secara signifikan, cadangan modal kerja, misalnya: untuk membeli barang-barang murah”.

2.11 Dewan Syariah Nasional (DSN) dan Dewan Pengawas Syariah (DPS) 2.11.1 Dewan Syariah Nasional (DSN)

Menurut Wangsawidjaja (2012:23), tugas dan wewenang DSN adalah sebagai berikut:

- Tugasnya antara lain : menumbuhkembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan perekonomian pada umumnya dan keuangan pada khususnya, mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis kegiatan keuangan, mengeluarkan fatwa atas produk dan jasa keuangan syariah, serta mengawasi penerapan fatwa yang telah dikeluarkan.

- Wewenangnya antara lain:

a. Mengeluarkan fatwa yang mengikat Dewan Pengawas syariah di masing-masing lembaga keuangan syariah dan menjadi dasar tindakan hukum pihak terkait.

b. Mengeluarkan fatwa yang menjadi landasan bagi ketentuan/peraturan yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang, seperti Departemen Keuangan dan Bank Indonesia.

(24)

37 2.11.2 Dewan Pengawas Syariah (DPS)

Pengertian, tugas dan fungsi dari DPS menurut Wangsawidjaja (2012:23) adalah

- Dewan Pengawas Syariah adalah bagian dari lembaga keuangan syariah yang bersangkutan, yang penempatannya atas persetujuan DSN.

- Tugas DPS adalah mengawasi kegiatan usaha lembaga keuangan syariah agar sesuai dengan ketentuan dan prinsip syariah yang telah difatwakan oleh DSN.

- Fungsi DPS adalah sebagai berikut:

1. Penasihat dan pemberi saran kepada direksi dan pimpinan unit dari lembaga keuangan syariah yang bersangkutan terkait dengan aspek syariah.

2. Mediator antara lembaga keuangan syariah dengan DSN dalam mengkomunikasikan usul dan saran pengembangan produk dan jasa dari lembaga keuangan syariah yang memerlukan kajian dan fatwa dari DSN.

Referensi

Dokumen terkait

Strategi yang digunakan perusahaan agar pelanggan tidak menggunakan barang substitusi tersebut adalah dengan menyediakan produk bahan kimia dalam jumlah yang dapat memenuhi

Penyusunan RPPS dan RPF diwajibkan untuk semua program studi S2, S1, DIII dan DIV serta fakultas untuk periode 4 tahun, dari tahun ajaran 2010/2011 – 2013/2014 berdasar Hasil

Sebagaimana terlihat dalam pembahasan, cukup banyak kepentingan yang menjadi taruhan China ketika memutuskan untuk meningkatkan kehadirannya di Pasifik Selatan,

Asam humat berstruktur amorf, setelah proses adsorpsi ion Au(III) muncul puncak karakteristik dari logam emas di daerah 2 q 38, 44, dan 64 pada difraktogram sinar X menunjukkan

Dalam menganalisa laporan keuangan sangat bergantung pada informasi yang diberikan dari laporan keuangan perusahaan. Salah satu cara untuk menilai kondisi dari laporan

Direktorat Jenderal Koperasi, Pengetahuan Perkoperasian (Jakarta: Balai Pustaka, 1981), hlm.. Bab kedua, merupakan tinjauan umum terkait dengan peran koperasi peternak

Pembangunan kesehatan suatu negara tidak dapat terlepas dari suatu sistem yang disebut dengan Sistem Kesehatan. Pada intinya sistem kesehatan merupakan seluruh aktifitas