• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. ACFTA (Asean China free Trade Area)pada 1 januari 2010, serta belaku

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. ACFTA (Asean China free Trade Area)pada 1 januari 2010, serta belaku"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Di era globalisasi saat ini, persaingan dunia usaha semakin kuat dan dapat berpengaruh dalam perkembangan perekonomian secara Nasional dan Internasional. Era perdagangan bebas telah dimulai, dengan berlakunya ACFTA (Asean China free Trade Area)pada 1 januari 2010, serta belaku secara penuhnya AFTA (Asean free Trade Area) pada tahun 2015, dan MEA (Masyarakat Ekonomi Asia) pada 1 januari 2016. Dengan berlakunya perdagangan bebas, persaingan yang terjadi tidak hanya pada antara perusahaan domestik, numun juga dengan perusahaan luar negri. Bagi perusahaan yang telah memiliki bisnis yang kuat dan berpengalaman akan mendapatkan keuntungan dari perdangan bebas ini, tetapi bagi perusahaan yang masih bersekala kecil atau bersekala Nasional pasti akan sulit untuk besaing dengan perusahaan asing, sehingga resiko financial distress semakin besar.

Salah satu contoh yang dirasakan adalah pada tahun 2008, saat terjadinya globaal financial crisis yang menyebabkan penurunan akitvitas bisnis secara umum. Banyak perusahaan di Amerika Serikat, Eropa, Asia, dan Negara lainnya yang mengalami kebangkrutan. Di dalam negeri, dampak dari global financial crisis tersebut menyababkan beberapa perusahaan mengalami

(2)

de-listing dari Bursa Efek Indonesia.Setidaknya dalam kurun waktu lima tahun atau periode 2009-2013 BEI sudah men-delisting sebanyak 20 perusahaan tercatat.Berikut sampel perusahaan yang delisting dari BEI Seperti pada tahun 2009 diantaranya PT Singar Indonesia Tbk (SING), PT New Century Development Tbk (PTRA),dan PT Sekar Bumi Tbk (SKBM). Saham delisting 2012 PT Surya Interindo Makmur Tbk (SIMM), PT Katrina Utama Tbk (RINA). Saham delisting 2013 PT Amsteloco Indonesia Tbk (INCF), PT Setu Bara Resaurces Tbk (CPDW), dll. (www.bnisecurities.co.id). Perusahaan-perusahaan tersebut mengalami delisting dari BEI disebabkan karena perusahaan mengalami kondisi kesulitan keuangan atau finacial distress.

Financial distress adalah suatu kondisi dimana perusahaan menghadapi masalah kesulitan keungan. Perusahaan dikatakan mengalami kondisi financial distress yaitu pada saat perusahaan tersebut tidak memiliki kemampuan untuk memenuhi jadwal pembayaran kembali hutangnya kepada kreditur pada saat jatuh tempo. Masalah keuangan yang dibiarkan berlarut-larut akan mengakibatkan terjadinya kebangkrutan. Ada banyak pihak yang akan terkena dampak dari permasalahan ini, tidak hanya dari pihak perusahaan tetapi juga dari pihak stakehoders dan shareholders perusahaan. Salah satu penyebab kondisi finaancial distress yaitu ketika perusahaan memiliki susunan aset yang tepat dan struktur keuangan yang baik namun demikian dikelola dengan buruk. Pengelolaan yang buruk tersebut dapat disebabkan karena adanya konflik keagenan antara manjer dan pemegang saham (Fuad, 2014).

(3)

Menurut Platt dan Platt (2002) dalam Sastrian (2013) Financial distress di definisikan sebagai tahap penurunan kondisi keuangan yang terjadi sebelum terjadinya kebangkrutan atau likuidasi. Suatu perusahaan mengalami kondisi financail distress terlebih dahulu sebelum akhirnya perusahaan tersebut mengalami kebangkrutan.

Good Corporate Governace merupakan salah satu elemen kunci meningkatkan efisiensi ekonomis, yang meliputi hubungan antara manajemen perusahaan, dewan direksi, stakehoders dan shareholderslainnya (Aachmad dan Deviacita, 2012). Pemegang saham sebagai pemilik tentunya mengaharapkan agar manajer bertindak secara profesional dalam mengelola perusahaan, dan setiap keputusan yang diambil hendaknya memperhatikan kepentingan para pemegang saham. Salah satu cara yang digunakan untuk mengendalikan perilaku para manajer demi melindungi pemgang saham adalah dengan mekanisme corporate governance (Fuad, 2014). Penerapan corporate governance yang baik akan meminimalkan resiko perusahaan mengalamikondisi financial distress.

Mekanisme Corporate governance terdiri dari beberapa elemen-elemen pembentuk di dalamnya. Secara umum elemen-elemen pembentuk corporate governance terdiri dari struktur kepemilikan perusahaan, yaitu kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional, dan elemen lainnya seperti ukuran dewan direksi, komite audit, dewan komisaris dan proporsi dewan komisaris independen.

(4)

Salah satu karakteristik yang menentukan pelaksanaan corporate governance adalah struktur kepemilikan perusahaan, yang diantaranya yaitu kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional.Kepemilikan manajerial adalah kepemilikan saham yang dimiliki oleh manajemen atau pengelola perusahaan tersebut.Kepemilikan saham oleh manajer dalam perusahaan membuatmanjer mempunyai fungsi ganda yaitu, sebagai pemilik perusahaan dan sekaligus pengelola perusahaan(Mayangsari,2015). Kepemilikan saham dalam manajemen akan menimbulkan efektivitas aktivitasmonitoring perusahaan. Sedangkan kepemilikan institusional akan membuat manajer memfokuskan perhatian pada kinerja perusahaan, sehingga dapat mengurangi tindakan manajer perusahaan yang meningkatkan dirinya sendiri (Corner et. al, 2006) dalam Merkusiwati dan Putri (2014).

Mekanisme corporate governance lain yang tidak kalah penting adalah dewan(board).Dalam konteks perusahaan di Indonesia, dewan terdiri dari dewan direksi dan dewan komisaris. Dewan direksi dalam satu perusahaan akan mentukan kebijakan yang akan diambil atau setrategi perusahaan tersebut jangaka pendek maupun jangka panjang (Mayangsari, 2015).

Sedangkan para dewan komisaris lebih ditekankan kepada fungsi monitoring dari implentasi kebijakan direksi, sehingga peran komisaris diharapkan dapat meminimalisir permasalahan agensi yang timbul antara dewan direksi dan pemegang saham.Oleh karena itu diharapakan dewan komisaris dapat mengawasi kinerja dewan direksi sehingga kinerja yang

(5)

dihasilkan sesuai dengan kepentingan pemegang saham.Kecilnya jumlah komisaris berarti fungsi monitoring yang dijalankan dalam perusahaan yang tidak mengalami tekanan keuangan sehingga hal itu tidak mempengaruhi potensi kesulitan keuangan (Triwahyuningtias, 2012).

Komite audit merupakan salah satu bagian dari mekanisme tata kelola perusahaan dalam melakukan pengendalian internal dan merupakan salah satu elemen kunci dalam struktur corporate governance yang membantu mengendalikan dan mengawasi manajemen. Komite audit adalah sekelompok orang yang dipilih dari dewan komisaris perusahaan yang bertanggungjawab untuk membantu auditor dalam mempertahankan indenpendensinya dari manajemen(Pradana, 2014).

Komite audit memiliki fungsi melindungi kepentingan dari para pemegang saham. Tugas lain dari komite audit adalah memberikan saran dan rekomendasi mengenai masalah keuangan dan operasional kepada jajaran dewan komisaris. Saran dan rekomendasi tersebut turut memberikan kontribusi dalam menghasilkan rencana strategis untuk meningkatkan kinerja perusahaan.Oleh karena itu, komite audit yang efektif harus berfokus meningkatkan performa dan daya saing perusahaan, khususnya dalam lingkungan bisnis yang berubah di luar kendali perusahaan.

Penelitian tentang mekanisme good corporate governance terhadap financial distress, terkait dengan variabel struktur kepemilikan. Kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional telah dibuktikan oleh beberapa

(6)

peneliti yaitu penelitian yang dilakukan oleh Purwanto dan Hanifah (2013) yang menyatakan bahwa kepemilikan manajerial dan institusional berpengaruh negatif terhadap financial distress. Hal ini menunjukan bahwa semakin besar kepemilikan manajerial dan institusional maka semakin kecil kemungkinan terjadinya financial distress. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Widyasaputri (2012) yang menyatakan bahwa kepemilikan manajerial dan institusional, tidak berpengaruh terhadap financial distress. Bahwa besar kecilnya kepemilikan tidak berpengaruh terhadap financial distress.

Penelitian yang dilakukan Purwanto dan Hanifah (2013) menyatakan bahwa dewan direksi berpengaruh negatif terhadap financial distress. Hal ini menunjukan semakin besar ukuran dewan direksi semakin kecil kemungkinan terjadi financial distress. Hal serupa juga diungkapkan oleh Mayangsari (2015) dalam penelitiannya menyatakan bahwa dewan direksi berpengaruh negatif terhadap financial distress. Bahwa semakin besar ukuran dewan direksi akan semakin kecil kemungkinan terjadi financial distress.Berbada dengan penelitan Widyasaputri (2012) yang menyatakan bahwa ukuran dewan direksi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap fiancial distress.

Penelitian Purwanto dan Hanifah (2013) menyatakan bahwa dewan komite audittidak berpengaruh negatif.Pendapat yang lain dikemukakan oleh Mayangsari (2015) yang menyatakan bahwa dewan komite audit berpengaruh negatif.Artinya semakin besar komite audit dalam suatu perusahaan akan semakin kecil kemungkinan terjadi financial distress.Sedangkan

(7)

menurutpenelitian yang dilakukan Achmad dan Deviacita (2012) menunjukan bahwa komite audit berpengaruh positif terhadap financial distress.

Penelitian yang dilakukan Purwanto dan Hanifah (2013) menyatakan bahwa dewan komisaris brepengaruh negatif terhadap financial distress.Hasil yang berbeda di tunjukan oleh penelitianFuad(2014)dan Mayangsari (2015) menyatakan bahwa dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap financial distress.Hal ini menunjukan bahwa besar kecilnya komisaris yang ada tidak berpengaruh terhadap kemungkinan terjadinya financiaal distress. Pendapat serupa didukung oleh Triwahyuningtias (2012) yang menyatakan kecilnya jumlah komisaris berarti fungsi monitoring yang dijalankan dalam perusahaan yang tidak mengalami tekanan keuangan sehingga hal itu tidak mempengaruhi potensi kesulitan keuangan.

Purwanto dan Hanifah (2013) dan Fuad (2014) menyatakan bahwa dewan komisaris independen berpengaruh negatif. Artinya semakin banyak jumlah komisaris independen akan semakin kecil potensi terjadinnya kesulitan keuangan karena pengawasan atas pelaksanaan manajemen perusahaan lebih mendapat pengawasan dari pihak independen. Sedangkan Achmad dan Deviacita (2012) menyatakan bahwa dewankomisaris independen berpengaruh tidak negatif.

Adanya inkonsistensi hasil penelitian sebelumnya yang terkait dengan pengaruh mekanisme good corporate governance terhadap kemungkinan terjadinya financial distress menjadi konsep dalam penelitian ini. Penelitian ini

(8)

penting untuk membuktikan kembali pengaruh mekanisme good corporate governance terhadap kemungkinan terjadinya financial distress.

Penelitian ini mengacu pada penelitaian Jeffry Hanafi dan Ririn Breliastiti (2016) yang meneneliti mekanisme good corporate governanceterhadap financial distress.Mekanisme good corporate governance yang digunakan yaitu dewan direksi, dewan komisaris independen, kepemilikan manajerial, dan kepemilikan institusional, dengan objek penelitian perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2011-2013. Untuk membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya,peneliti ingin menguji secara lebih menyeluruh dan mendalam mengenai mekanisme good corporate governancepada perusahaan yang kemungkinan mengalami financial distressdengan menambahkan dua variabel yang sebelumnya tidak ada yaitu komite audit dan dewan komisaris.Struktur good corporate governance perusahaan yaitu kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional,dewan direksi, komite audit, dewan komisaris, dan dewan komisaris independenterhadap kemunginan terjadinya financial distress pada perusahaan. Dengan objek penelitian perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2013-2015.

Alasan memilih perushaan manufaktur sebagai objek penelitian adalah disebakan karena perusahaan manufaktur yang ada di Indonesia dan terdaftar di Bursa Efak Indonesia karena memiliki jumlah perusahaan terbanyak dan terbagi atas sektor dan sub sektor. Selain itu penelitian ini penting dilakukan

(9)

karena perusahaan di Indonesia pada kondisi rawan mengalami krisis keuangan. Era perdagangan bebas serta tren melemahnya nilai tukar rupiah pada tahun 2015 akan memberikan dampak negatif kepada perusahaan di Indonesia.

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik mengambil judul

ANALISIS PENGARUH MEKANISME GOOD CORPORATE

GOVERNANCE TERHADAPFINANCIAL DISTRESS PADA

PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA 2013-2015”.

B.Rumusan Masalah

Berdasarkanlatar belakang diatas, maka permasalahan yang akan dibahas dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap financial distress? 2. Apakah kepemilikan institusional berpengaruh terhadap financial distress? 3. Apakah dewan direksi berpengaruh terhadap financial distress?

4. Apakah komite audit berpengaruh terhadap financial distress? 5. Apakah dewan komisaris berpengaruh terhadap financial distress?

6. Apakah dewan komisaris independen berpengaruh terhadap financial distress?

(10)

C. Tujuandan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas dapat diketahui tujuan penelitian adalah sebagai berikut:

a. Mengetahuipengaruh kepemilikan manajerial terhadap terjadinya financial distress.

b. Mengetahuipengaruh kepemilikan institusional terhadap terjadinya financial distress.

c. Mengetahuipengaruh dewan direksi terhadap terjadinya financial distress. d. Mengetahuipengaruh komite audit terhadap terjadinya financial distress. e. Mengetahuipengaruh dewan komisaris terhadap terjadinya financial

distress.

f. Mengetahuipengaruh komisaris independen terhadap terjadinya financial distress.

2. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Bagi perusahaan

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan acuan bagi pemilik perusahaan untuk mengetahui pengaruh implementasi good corporate

(11)

2. Bagi investor

Penelitian diharapkan dapat dapat menjadi bahan pertimbangan dalam mencari informasi pada perusahaan untuk berinvestasi.

3. Bagi peneliti dan akademisi

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan literatur serta bukti tambahan sumber referensi pada penelitian selanjutanya, sehingga dapat menambah pengetahuan pembaca mengenai financial distress pada sebuah perusahaan dan faktor apa saja yang dapat mempengaruhi terjadinya financial distress dalam perusahaan dan juga arti pentingnya corporate governance bagi perusahaan.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengelompokkan Kabupaten-kabupaten berdasarkan tingkat kesejahteraan sosial ekonomi rumah tangga di Provinsi Sulawesi Selatan.. Pada

The characteristic of flash flood by initially defining it as a rapid flooding of low-lying areas, rivers and streams that are caused by the intense rainfall also occur when

Daerah Radiasi Sedang, yaitu daerah kerja yang memungkinkan seseorang yang bekerja secara tetap pada daerah itu menerima dosis 15 mSv (1500 mrem) atau lebih dan 50 mSv (5000

Penelitian lebih lanjut mengenai buah yang terolah minimal dengan perlakuan pelapisan chitosan perlu dilakukan tidak hanya pada buah salak pondoh tetapi juga

Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa penolakan dan penilaian negatif dari lingkungan sosial membuat remaja indigo memandang dirinya secara negatif atau dengan kata

Symbolic Precognitive Dream ditandai dengan informasi prekognitif yang abstrak yang pada umumnya tidak disadari hingga kejadian yang sebenarnya terjadi.Hal ini sulit

Bank Central Asia, Tbk., Jember melalui kepuasan karyawan ?; (3) Apakah terdapat pengaruh langsung yang signifikan dari komunikasi informal dalam organisasi

Reaktivitas : Tidak ada data tes khusus yang berhubungan dengan reaktivitas tersedia untuk produk ini atau bahan bakunya.... Stabilitas