• Tidak ada hasil yang ditemukan

Work-Family Conflict: Pengaruh Langsung Dan Tidak Langsung Terhadap Job Performance Dan Moderasi Self-efficacy Perawat Unit IRD RSUD Dr. Soetomo, Surabaya Repository - UNAIR REPOSITORY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Work-Family Conflict: Pengaruh Langsung Dan Tidak Langsung Terhadap Job Performance Dan Moderasi Self-efficacy Perawat Unit IRD RSUD Dr. Soetomo, Surabaya Repository - UNAIR REPOSITORY"

Copied!
159
0
0

Teks penuh

(1)

Work-Family Conflict:

Pengaruh Langsung Dan Tidak Langsung Terhadap

Job

Performance

Dan Moderasi

Self-efficacy

Perawat Unit IRD RSUD Dr. Soetomo, Surabaya

TESIS

Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai

Gelar Magister pada Program Studi Magister Sains Manajemen

ADIL ASVITA

041224153002

PROGRAM STUDI MAGISTER SAINS MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

(2)

Dedicated to my beloved Mom and Dad

And of course also to my future (husband)

(3)
(4)
(5)
(6)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penyusunan Tesis dengan judul “Work-Family Conflict:

Pengaruh Langsung Dan Tidak Langsung Terhadap Job Performance Dan Moderasi Self-efficacy Perawat Unit IRD RSUD Dr. Soetomo, Surabaya” dapat diselesaikan dengan lancar. Tesis ini disusun untuk memenuhi persyaratan yang harus ditempuh dalam meraih gelar Pasca Sarjana (S2) oleh setiap mahasiswa Magister Sains Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Arilangga.

Saya mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyusunan Tesis ini sehingga semua dapat terselesaikan dengan baik, terutama kepada:

1. Ibu Dr. Dra. Ec. Praptini Yulianti, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, saran dan motivasi atas terselesainya Tesis ini, serta jajaran dosen penguji.

2. Bapak Dr. Gancar Candra Premananto, SE., M.Si selaku Ketua Prodi Magister Sains Manajemen, Universitas Airlangga.

3. Pimpinan Unit IRD RSUD Dr. Soetomo, Surabaya yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian.

4. Seluruh staf perawat Unit IRD RSUD Dr. Soetomo Surabaya yang telah membantu pengisian kuesioner untuk penelitian ini.

5. Ibu dan Bapak serta seluruh keluarga, terima kasih atas doa, semangat, kasih sayang dan dukungan moral maupun material yang tidak ternilai harganya. Terima Kasih telah menjadi inspirasi untuk penulis.

6. Sahabat terkasih Verla, Novi, Sofi, dan teman-teman MSM angkatan 2012 Genap yang selalu memberikan motivasi dan semangat.

7. Bastian Yogaswara yang selalu memberi semangat dan dukungan untuk menyelesaikan penyusunan tesis ini.

(7)

Semoga Allah SWT selalu memberikan rahmat, hidayah, dan inayahNya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian Tesis ini. Penulis menyadari dalam penulisan Tesis ini masih banyak kekurangan, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di waktu yang akan datang. Akhirnya, penulis berharap semoga Tesis ini dapat berguna dan memberikan manfaat bagi kita semua yang membacanya. Amin.

Surabaya, April 2015 Penulis,

(8)

ABSTRAK

Perawat merupakan tenaga professional yang perannya sangat dekat dengan pasien selaku konsumen bagi rumah sakit. Perawat baik pria maupun wanita seringkali diteliti dan terbukti menghadapi work-family conflict yang dapat berdampak pada job satisfaction dan job performance. Selain itu telah diteliti sebelumnya bahwa self-efficacy dapat menjadi variabel moderator dalam hubungan langsung antara pengaruh work-family conflict terhadap job performance. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh langsung antarawork-family conflict terhadapjob performance, mengetahui pengaruh work-family conflict terhadap job performance

yang dimediasi olehjob satisfaction,dan mengetahui pengaruh moderasiself-efficacy

pada pengaruh antara work-family conflict terhadap job performance. Work-family conflict yang dimaksud dalam penelitian ini terbagi menjadi work interference with family dan family interference with work sesuai dengan konsep beberapa ahli. Hasil penelitian menunjukkan bahwa work interference with family berpengaruh negatif signifikan terhadap job performance, family interference with work berpengaruh negatif signifikan terhadap job performance, work interference with family

berpengaruh negatif signifikan terhadap job performance melalui job satisfaction, family interference with work berpengaruh negatif signifikan terhadap job performance melalui job satisfaction. Penelitian ini juga menemukan bahwa self-efficacy terbukti tidak signifikan memoderasi hubungan langsung antara work interference with family terhadap job performance dan hubungan langsung antara

family interference with workterhadapjob performance.

(9)

ABSTRACT

Nurses are the professional workforce whose have roles that very close to the patient. Male and female nurses often researched and proven face work-family conflict that can be affect to their job satisfaction and job performance. The previous researches have also shown that self-efficacy could be moderator at the direct effect of work-family conflict on job performance. This study has the goal to know the direct effect of work-family conflict on job performance, the effect of work-family conflict on job performance through job satisfaction, and the moderation effect of self-efficacy on the direct effect of work-family conflict on job performance. Work-family conflict defined in this study is divided into work interference with Work-family and family interference with work in according with the concept of experts. This study shown that work interference with family affect significant negatively on the job performance, family interference with work affect significant negatively on the job performance, work interference with family affect significant negatively on the job performance through job satisfaction, family interference with work affect significant negatively on the job performance through job satisfaction. This study also shown that self-efficacy is not significant moderating the direct effect of work interference with family on job performance and the direct effect of family interference with work on job performance.

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Sampul Depan i

Halaman Pengesahan ii

Halaman Penetapan Tim Penguji iii

Halaman Pernyataan Keaslian Tesis iv

Halaman Ucapan Terima Kasih v

Abstrak vii

BAB 1 PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 9

1.3 Tujuan Penelitian 9

1.4 Manfaat Penelitian 10

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 11

2.1 Penelitian Terdahulu 11

2.2 Landasan Teori 13

2.2.1Work-Family Conflict 13

2.2.1.1 DimensiWork-Family Conflict 15

2.2.1.2 BentukWork-Family Conflict 16

2.2.1.3 Faktor-faktor yang MempengaruhiWork-Family Conflict 18

2.2.2Self-Efficacy 19

2.2.2.1 PeranSelf-Efficacy 19

2.2.2.2 Faktor-faktor yang MempengaruhiSelf-Efficacy 20

2.2.3Job Satisfaction 23

2.2.3.1 FungsiJob Satisfaction 24

2.2.3.2 Faktor-faktor yang MempengaruhiJob Satisfaction 25

2.2.4Job Performance 29

2.2.4.1 Fungsi PenilaianJob Performance 29

2.2.4.2 Kriteria Untuk MengukurJob Performance 30

BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS 33

3.1 Kerangka Konseptual 33

3.2 Hipotesis Penelitian 34

3.2.1Work Family ConflictterhadapJob Performance 34 3.2.2Work Family ConflictterhadapJob Performancemelalui

Job Satisfaction 35

(11)

BAB 4 METODE PENELITIAN 38

4.1 Rancangan Penelitian 38

4.2 Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel 38

4.3 Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel 40

4.3.1Work-family Conflict 41

4.3.2Job Performance 42

4.3.3Job Satisfaction 43

4.3.4Self-efficacy 44

4.4 Jenis dan Sumber Data 45

4.5 Prosedur Pengumpulan Data 45

4.6 Cara Pengolahan dan Analisis Data 46

4.6.1 Uji Validitas dan Reliabilitas 46

4.6.2 Teknik Analisis Data 47

4.6.2.1 Langkah-langkah Analisis PLS 48

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 53

5.1 Gambaran Umum Perusahaan 53

5.1.1 Sejarah Singkat RSUD Dr. Soetomo Surabaya 53

5.1.2 Visi, Misi dan Kebijakan Dasar RSUD Dr. Soetomo 54 5.1.3 Instalasi Rawat Darurat (IRD) RSUD Dr. Soetomo 56

5.1.4 Struktur Organisasi IRD RSUD Dr. Soetomo 57

5.2 Deskripsi Hasil Penelitian 57

5.2.1 Deskripsi Identitas Responden 57

5.2.2 Analisis Model Pengukuran atauOuter Model 59

5.2.2.1 Uji Validitas 59

5.2.2.2 Uji Reliabilitas 65

5.2.3 Statistik Deskriptif 67

5.2.3.1 Deskripsi VariabelWork Interference with Family 69 5.2.3.2 Deskripsi VariabelFamily Interference with Work 70

5.2.3.3 Deskripsi VariabelSelf-efficacy 71

5.2.3.4 Deskripsi VariabelJob Satisfaction 72

5.2.3.5 Deskripsi VariabelJob Performance 73

5.3 Analisis Model dan Pengujian Hipotesis 75

5.3.1 Analisis Model Struktural (Inner Model) 75

5.3.1.1 Uji Kolinearitas 75

5.3.1.2 Model Struktural 76

5.4 Pengujian Hipotesis 86

5.4.1 Pengujian Hipotesis Pertama 86

5.4.2 Pengujian Hipotesis Kedua 86

5.4.3 Pengujian Hipotesis Ketiga 87

5.4.4 Pengujian Hipotesis Keempat 90

5.4.5 Pengujian Hipotesis Kelima 91

(12)

5.5.2 Pengaruh FIW TerhadapJob Performance 94 5.5.3 Pengaruh WIF TerhadapJob PerformanceMelaluiJob Satisfaction 96 5.5.4 Pengaruh FIW TerhadapJob PerformanceMelaluiJob Satisfaction100 5.5.5 Pengaruh WIF TerhadapJob PerformanceDimoderasiSelf-efficacy103 5.5.6 Pengaruh FIW TerhadapJob PerformanceDimoderasiSelf-efficacy105

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 107

6.1 Kesimpulan 107

6.2 Saran 108

(13)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 4.1Perhitungan Sampel Unit IRD RSUD Dr. Soetomo Surabaya 40

Tabel 5.1Karakteristik Responden 58

Tabel 5.2Hasil UjiConvergent Validity(NilaiOuter Loading) 60

Tabel 5.3Nilai AVE dan Akar AVE 62

Tabel 5.4Latent Variable Correlations 62

Tabel 5.5Matriks Perbandingan Akar AVE denganLatent Variable

Correlations 62

Tabel 5.6Cross Loadings 64

Tabel 5.7Hasil AnalisisComposite ReliabilitydanCronbach Alpha 66

Tabel 5.8Kategori Penilaian Berdasarkan Skala 67

Tabel 5.9Statistik Deskriptif 68

Tabel 5.10Deskripsi VariabelWork Interference with Family 69 Tabel 5.11Deskripsi VariabelFamily Interference with Work 70

Tabel 5.12Deskripsi VariabelSelf-efficacy 71

Tabel 5.13Deskripsi VariabelJob Satisfaction 72

Tabel 5.14Deksripsi VariabelJob Perfromance 74

Tabel 5.15Pengujian Kolinearitas Pengaruh X, Z1, Z2Terhadap Y 75 Tabel 5.16Hasil Pengujian Signifikansi Koefisien Jalur (Path) Model

Struktural 76

Tabel 5.17Hasil Pengujian SIgnifikansiTotal Effects 78 Tabel 5.18Nilai Koefisien Determinasi (R2) dan (Q2) 80 Tabel 5.19Analisis Nilai R2dan Q2Atas Variabel Eksogen yang

Dimasukkan dalam Model dan Dikeluarkan dari Model 83 Tabel 5.20Hasil Perhitunganƒ2Effect Sizedan q2Effect Size 83 Tabel 5.21Pengaruh WIF dan FIW TerhadapJob Performance

TanpaJob Satisfaction 88

(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1Self-efficacy Theory 22

Gambar 3.1Kerangka Konseptual Penelitian 33

Gambar 4.1Model Struktural Penelitian 48

Gambar 4.2Konstruk Diagram Jalur Penelitian 49

Gambar 5.1Hasil AnalisisOuter Model 66

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian

Lampiran 2. Struktur Organisasi IRD RSUD Dr. Soetomo Surabaya Lampiran 3. Tabulasi DataWork Interference with Family(X1) Lampiran 4. Tabulasi DataFamily Interference with Work(X2) Lampiran 5. Tabulasi DataSelf-efficacy(Z1)

Lampiran 6. Tabulasi DataJob Satisfaction(Z2) Lampiran 7. Tabulasi DataJob Performance(Y) Lampiran 8. Tabulasi Data Seluruh Variabel Penelitian Lampiran 9. Descriptive Statistics

Lampiran 10. Uji Multikolinearitas

Lampiran 11. Outer ModeldanInner Model

Lampiran 12. X1Excludeddan X2Excluded Lampiran 13. X3Excludeddan ZExcluded Lampiran 14. Cross Loadings

Lampiran 15. Latent Variable Correlations, Overview,danTotal Effects

Lampiran 16. Outer Loadings(Mean,STDEV, T-Values)

Lampiran 17. Outer Weights, Path Coefficients, Total Effects, dan Construct Crossvalidated Redundancy

Lampiran 18. Overview-X1 Excludeddan Construct Crossvalidated

Redundancy-X1 Excluded, Overview-X2Excluded dan Construct Crossvalidated

Redundancy-X2Excluded, Overview-X3Excluded

Lampiran 19. Construct Crossvalidated Redundancy-X3 Excluded, Overview-Z

(16)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rumah sakit merupakan organisasi yang bergerak di bidang pelayanan kesehatan dan menjadi pendukung bagi rujukan dari pelayanan kesehatan tingkat dasar, misalnya puskesmas. Rumah sakit, baik milik pemerintah maupun swasta tetap harus senantiasa menjaga kualitas pelayanan pada masyarakat. Salah satu upaya untuk menjaga kualitas pelayanan adalah dengan memperhatikan job performance perawat. Perawat merupakan tenaga professional yang perannya tidak dapat dikesampingkan dari pelayanan rumah sakit. Perawat memiliki peran yang melibatkan kontak langsung dengan pasien sebagai konsumen dari rumah sakit.

(17)

dalam keluarga maupun peran dalam pekerjaan. Salah satu contohnya adalah perawat rumah sakit, baik perawat wanita maupun pria.

Perkembangan zaman juga telah membuktikan bahwa peran wanita dan peran pria cenderung sama, baik pada keluarga maupun pada pekerjaan. Mereka saling bekerja sama untuk mengurus keluarga, anak, dan tugas-tugas rumah tangga. Bukan lagi hal yang dianggap tabu jika pria ikut serta berperan dalam tugas-tugas mengurus anak dan tugas-tugas rumah tangga lainnya. Begitu pun juga dengan peran wanita yang menjadi wanita karir di luar rumah, bukan lagi hal yang luar biasa. Fenomena seperti ini memunculkan gagasan bahwa baik pria maupun wanita mengalami peran ganda dalam kehidupannya, dimana mereka berperan dalam keluarga dan berperan dalam pekerjaannya di luar rumah.

(18)

buruk bagi kesehatan, individu, keluarga, maupun pekerjaan (Kalliath dan Brough, 2008).

Work family conflict menjelaskan terjadinya benturan antara tanggung jawab pekerjaan dengan kehidupan rumah tangga (Frone dan Cooper, 1992). Sebagai hasilnya, ada peningkatan dalam konflik peran ganda yang harus dihadapi karyawan dan mereka perlu menyeimbangkan peran dalam keluarga dan pekerjaan karena ini dapat menyebabkan konsekuensi negatif (Allenet al., 2000).

Work family conflict merupakan sumber umum dari stress, dimana hal ini akan banyak menimbulkan efek negatif misalnya meninggalkan pekerjaan (Lee dan Ashforth, 1996). Karatepe (2006) menambahkan bahwa jika karyawan dihadapkan pada tuntutan pekerjaan yang terlalu banyak dan kemudian mereka tidak dapat mengatur keseimbangan antara keluarga dan pekerjaan, maka mereka akan merasa tidak stabil dalam emosi dan kemudian menurunkan performa kerja.

(19)

fungsinya dalam keluarga atau seorang karyawan yang merasa frustasi karena terlambat pergi bekerja karena sebelumnya harus mengantar anaknya ke sekolah” (Byron, 2005).

Job Performance merupakan salah satu konsekuensi langsung dari work family conflict yang telah diuji oleh beberapa peneliti seperti Aryee (1992), Frone

et al. (1997), Karatepe dan Sokmen (2006) dan Netemeyer, Maxham, dan Pullig (2005), dimana mereka menemukan hasil hubungan negatif dan signifikan antara

work family conflict dan job performance. Selain itu terdapat penelitian yang menguji hubungan antara work family conflict dengan kepuasan kerja (job satisfaction). Terdapat hubungan negatif antara work family conflict dengan kepuasan kerja (job satisfaction) (Bedeian et al., 1988). Willis et al. (2008) menambahkan bahwa work family conflict memiliki konsekuensi organisasional diantaranya adalah ketidakpuasan kerja (job dissatisfaction) dan performance

rendah (low performance). Baik WIF maupun FIW memiliki hubungan negatif denganoutcomes pekerjaan sepertijob satisfactiondan job performance(Carlson

(20)

penelitian ini bahwa work family conflict dapat mempengaruhi job performance

melaluijob satisfaction.

(21)

Beberapa peneliti mencoba mengungkapkan beberapa hal yang dapat meminimalisir dampak dari work family conflict (Eby et al.,2005) diantaranya dengan strategi manajemen waktu (Jex dan Elacqua, 1999), self-esteem(Grandey dan Cropanzano, 1999), dan self-efficacy (Chelaraiu dan Stump, 2011). Berbeda denganself-efficacy, self-esteembersifat implisit dan tidak diverbalisasikan (Buss, 1973). Menurut Stuart dan Sundeen (1991), self-esteem sering disebut dengan harga diri yang menggambarkan sejauhmana individu tersebut menilai dirinya sebagai orang yang memiliki keberartian, berharga, dan kompeten. Karena sifatnya yang implisit,self-esteemcenderung lebih sulit untuk diukur.

Sebuah penelitian di Rumah Sakit Alzahra, Iran terhadap perawat menunjukkan fakta bahwa telah terjadi work family conflictyang tinggi (Baghban

et al., 2010). Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa jam kerja mempengaruhi perawat, dimana mereka mengalami kesulitan dalam mengatur

work family conflict. Carlsonet al.(2000) menemukan bahwa jam kerja dan work family conflictserta level self efficacy saling berkaitan. Perawat dengan levelself efficacytinggi memiliki kemungkinan yang rendah untuk mengalami work family conflict. Perawat dengan level self efficacy yang tinggi akan lebih mudah mempertahankan karirnya daripada perawat yang memiliki level self efficacy

(22)

Frese (1997) dalam penelitiannya pada warga Jerman Timur mengatakan bahwa

self-efficacy berperan penting untuk menghasilkan performance yang baik. Jika seseorang berpikiran bahwa dirinya tidak mampu untuk menyelesaikan suatu pekerjaan, maka kemungkinan dia akan benar-benar tidak mampu menyelesaikannya. Lebih lanjut Bandura (1986) menambahkan bahwa self-efficacy mempengaruhi ekspektasi seseorang dalam berkinerja untuk mencapai kesuksesan dalam pekerjaan. Sehingga dalam penelitian ini juga berfokus untuk meneliti pengaruh dari work family conflict terhadap job performance yang dimoderasi olehself efficacy.

Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa work family conflict

(23)

lain. Tuntutan pekerjaan untuk perawat pada unit IRD lebih tinggi dibanding pada unit lain karena unit IRD membutuhkan jam kerja 24 jam. Unit IRD harus memberikan pelayanan 24 jam tanpa henti karena ini merupakan satu-satunya unit yang melayani keadaan darurat. Untuk memenuhi pelayanan kepada masyarakat secara 24 jam tanpa henti, unit IRD tentunya memberlakukan sistem shift pada perawat. Perawat pun juga dituntut mau bekerja pada hari libur bahkan hari raya keagamaan. Melihat dari jam kerja serta beban kerja perawat unit IRD seperti ini, mengindikasikan bahwa perawat di unit IRD bisa saja mengalami work family conflict jika mereka tidak mampu memenuhi tuntutan keluarga dan tuntutan pekerjaan secara seimbang. RSUD Dr. Soetomo dipilih karena rumah sakit ini merupakan salah satu rumah sakit milik pemerintah terbesar di Provinsi Jawa Timur dan menerima berbagai rujukan dari rumah sakit di kota lain. Ini menimbulkan persepsi bahwa jumlah pasien yang semakin banyak berdatangan ke rumah sakit ini khususnya pada unit IRD (Instalasi Rawat Darurat), menimbulkan jam kerja yang padat serta beban kerja yang tinggi sehingga memicu timbulnya tekanan pada diri perawat. Kondisi seperti ini dapat mengarahkan para perawat sebagai karyawan rumah sakit pada kemungkinan terjadinya work family conflict

yang kemudian berdampak pada job satisfaction dan job performance.

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penelitian ini dilakukan dengan judul “Work-Family Conflict:Pengaruh Langsung Dan Tidak Langsung Terhadap

(24)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah

1. Apakahwork interference with family(WIF) secara langsung berpengaruh negatif signifikan terhadapjob performance?

2. Apakahfamily interference with work(FIW) secara langsung berpengaruh negatif signifikan terhadapjob performance?

3. Apakah work interference with family (WIF) berpengaruh negatif signifikan terhadapjob performancemelaluijob satisfaction?

4. Apakah family interference with work (FIW) berpengaruh negatif signifikan terhadapjob performancemelaluijob satisfaction?

5. Apakah self-efficacy memoderasi pengaruh work interference with family

(WIF) terhadapjob performance?

6. Apakah self-efficacy memoderasi pengaruh family interference with work

(FIW) terhadapjob performance?

1.3 Tujuan Penelitian

Sejalan dengan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah

1. Mengetahui pengaruh langsung work interference with family (WIF) terhadapjob performance

(25)

3. Mengetahui pengaruh work interference with family (WIF) terhadap job performancemelaluijob satisfaction

4. Mengetahui pengaruh family interference with work (FIW) terhadap job performancemelaluijob satisfaction

5. Mengetahui kemampuan self-efficacy untuk memoderasi pengaruh work interference with family(WIF) terhadapjob performance

6. Mengetahui kemampuan self-efficacy untuk memoderasi pengaruh family interference with work(FIW) terhadapjob performance

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat bagi sejumlah pihak, yakni:

1. Bagi pihak manajemen Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo, Surabaya

Penelitian ini diharapkan bisa memberikan gambaran mengenai levelwork family conflict yang dialami perawat unit IRD serta untuk mengetahui bagaimana tingkat kepuasan mereka terhadap pihak manajemen unit IRD RSUD Dr. Soetomo. Penelitian ini juga bermanfaat untuk memberikan masukan bagaimana cara meminimalkan work family conflict agar job performanceperawat tidak menurun karena dampak dari konflik tersebut. 2. Bagi penelitian lain

(26)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang berjudul ”Direct and Indirect Effects of Work Family Conflict on Job Performance” yang dilakukan oleh Ahmad (2008) meneliti hubungan antarawork family conflictdengan outcomes dalam pekerjaan. Penelitian tersebut bertujun untuk:

1. menguji hubungan langsung antara work family conflict dengan job performance

2. menguji apakah work family conflict meningkatkan emotional exhaustion

dan akan menurunkanjob performance

3. menguji apakah work family conflict menurunkan job satisfaction dan kemudian menurunkanjob performance

4. menguji apakah work family conflict meningkatkan emotional exhaustion

kemudian menurunkan job satisfaction dan kemudian menurunkan job performance

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) work family conflict memiliki pengaruh langsung dan tidak langsung terhadap job performance, 2) work family conflict dapat meningkatkan emotional exhaustion dimana ini dapat menurunkan

job performance, 3) work family conflict dapat menurunkan job satisfaction

dimana ini dapat menurunkan job performance, 4) work family conflict dapat menimbulkan emotional exhaustion dan kemudian menurunkan job satisfaction

(27)

Kesamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah meneliti pengaruh langsung work family conflict terhadap job performance dan meneliti pengaruh work family conflictterhadap job performancemelalui job satisfaction.

Perbedaannya adalah dalam penelitian ini tidak menggunakan variabel emotional exhaustion. Hal ini dikarenakan untuk membatasi penelitian agar mencapai hasil yang berbeda dengan penelitian terdahulu. Disamping itu penelitian ini menambahkan variabel self-efficacy sebagai variabel moderator antara work family conflict dengan job performance. Pada penelitian terdahulu juga tidak membagi work family conflict menjadi dua dimensi seperti yang dilakukan pada penelitian ini yakni membagi menjadi work family interference with family(WIF) danfamily interference with work(FIW).

Penelitian lain adalah The Relationship Between Work-family Conflict and The Level of Self-efficacy in Female Nurses in Alzahra Hospital yang dilakukan oleh Baghbanet al.(2010). Penelitian ini melibatkan 160 perawat sebagai sampel yang terdiri dari 80 perawat status kerja tetap dan 80 perawat status kerja kontrak dengan menggunakan metode random sampling. Hasil yang didapat dari penelitian tersebut adalah terdapat perbedaan yang signifikan antara perawat dengan status kerja tetap dan status kerja kontrak dalam kaitannya dengan work-family conflict. Jam kerja pada perawat status kerja tetap berbeda dengan jam kerja perawat kontrak dimana perawat kontrak memiliki jam kerja shifting

(28)

distress,dandepressive symptoms. Ini dapat mempengaruhi kualitasperformance

perawat. Lebih lanjut, dalam penelitian tersebut juga ditunjukkan bahwa adanya perbedaan signifikan level self-efficacy dari perawat kontrak dan perawat status kerja tetap. Penelitian tersebut menemukan bahwa adanya hubungan antara tipe status pekerjaan dan level self-efficacy. Dengan kata lain, level self-efficacy yang tinggi dimiliki oleh karyawan yang memiliki jaminan dalam pekerjaannya, misalnya dalam kasus ini adalah status kerja tetap.

Penelitian tersebut juga menunjukkan hubungan antara level work-family conflict yang tinggi dan level self-efficacy yang rendah serta pentingnya self-efficacy dalam memoderasi work-family conflict. Perawat dengan level self-efficacy yang tinggi mengalami work-family conflict dengan level rendah. Kesamaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah keduanya meneliti hubungan variabel self-efficacy untuk memoderasi work-family conflict. Perbedaannya adalah penelitian tersebut membandingkan level self-efficacy dan level work-family conflict yang dialami oleh perawat status kerja tetap dan perawat kontrak sedangkan penelitian ini mencoba meneliti pengaruhself-efficacy

sebagai moderator dalam hubungan antara work-family conflict dengan job performance.

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Work-Family Conflict

(29)

peran dari domain pekerjaan dan keluarga yang saling bertentangan dalam beberapa hal”. Konflik antar peran merupakan bentuk dari konflik peran dimana tekanan muncul karena adanya partisipasi dari peran lain. Khan et al. (1964) memberikan contoh konflik antar peran yaitu pekerjaan yang melebihi jam kerja atautake-home workyang kemudian memunculkan tekanan dari pasangan (suami/ istri) di rumah agar lebih diperhatikan, dan kemudian konflik ini muncul diantara peran sebagai seseorang yang vokal. Khan et al. (1964) menambahkan bahwa konflik antar peran dialami ketika tekanan meningkat di suatu peran yang bertentangan dengan peran lain. Khan et al. (1964) menegaskan bahwa ketidaksesuaian tekanan ini muncul ketika partisipasi di salah satu peran membuat peran yang lain menjadi dirasa sulit.

Voydanoff (2005) berpendapat bahwa “WFC adalah evaluasi kognitif dari sumber dan tuntutan pekerjaan dan keluarga. Keterlibatan satu domain (pekerjaan) membatasi partisipasi domain lain (keluarga)”. Greenhaus dan Beutell (1985) mendefinisikan work-family conflict sebagai sebuah bentuk dari konflik antar peran dimana tekanan muncul dari pekerjaan dan keluarga ketika keduanya menuntut tanggungjawab yang sama besarnya. Selain itu Frone (2000) mendefinisikanwork-family conflictsebagai bentuk konflik peran dimana tuntutan peran dari pekerjaan dan keluarga tidak dapat disejajarkan dalam beberapa hal.

Work-family conflict terjadi dalam bentuk yang beragam (Greenhaus dan Beutell, 1985). Kossek dan Ozeki (1998) menyatakan bahwawork-family conflict

(30)

kecenderungan untuk meninggalkan pekerjaan (Good et al., 1996). Work-family conflictmengakibatkan peningkatan stress, penurunanperformancebaik di rumah maupun pada pekerjaan, serta penurunan semangat dan kepuasan kerja (Allen et al., 2000; Froneet al.., 1992; Voydanoff, 2005).

2.2.1.1 DimensiWork-Family Conflict

Menurut Boyar et al. (2005) work family conflict (WFC) mempunyai dua arah yakniwork interference with family(WIF) danfamily interference with work

(FIW), sehingga konflik yang muncul terkait dengan dua domain tersebut keduanya merupakan hal yang berbeda sehingga mempunyai penyebab dan akibat yang berbeda pula. Beberapa studi menguji work family conflict dalam dua dimensi. Pertama disebut dengan work interference with family (WIF) yakni konflik ini dapat tumbuh dari pekerjaan yang kemudian mengganggu urusan keluarga. Sebagai contoh, orang tua yang merasa bahwa pekerjaan mereka menghalangi untuk menghabiskan waktu penting bersama anak-anaknya yang masih kecil di rumah. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa WIF menjadi kesatuan dengan kematian pekerjaan (Bacharach, 1991), depresi (Thomas dan Ganster, 1995) dan kualitas kehidupan keluarga yang rendah (Higgin dan Duxbury, 1992).

(31)

merasa frustasi karena terlambat pergi bekerja karena sebelumnya harus mengantar anaknya ke sekolah. Disamping penelitian mengenai WIF, beberapa penelitian mencatat FIW sebagai sebuah konsep yang berbeda (Guteket al., 1991; Froneet al., 1992; Netemeyeret al., 1996).

2.2.1.2 BentukWork-Family Conflict

Netemeyer, Boles dan McMurrian (1996) sesuai dengan Greenhaus dan Beutell (1985) dalam Carlson, dkk (2000) mengemukakan bahwa “ada tiga bentuk dari work-family conflict yaitu time-based, strain-based, dan behavior-based”. Ketiga sumber konflik ini terbukti mendukung terjadinya work-family conflict

(Froneet al.,1997).

a) Time-based Conflict

Konflik time-based terjadi ketika peran seseorang bersaing untuk waktu dan waktu tersebut dihabiskan untuk aktivitas yang menghalangi aktivitas lainnya. Konflik ini berkaitan dengan peran yang berlebihan. Sumber konflik time-based

(32)

b) Strain-based Conflict

Konflik strain-based memungkinkan timbulnya stress dalam pekerjaan maupun keluarga (Hertz, 1986). Ketika strain (ketegangan) muncul yang disebabkan karena salah satu dari pekerjaan atau keluarga, maka dapat mempengaruhi performance yang lainnya. Sumber konflik strain-based berasal dari pusat pekerjaan dan berhubungan dengan role ambiguity, rendahnya dukungan sosial dari organisasi, serta masalah pengembangan karir (Greenhaus dan Beutell, 1985). Contoh yang berhubungan dengan role ambiguity adalah ketidakjelasan peran yangoverloadsehingga menghalangiperformancedi domain yang lain. Netemeyeret al.(1996) menjelaskan bahwa konflikstrain-basedterjadi ketika meningkatnya ketegangan yang muncul akibat adanya tekanan pada ketidakpuasan, marah, khawatir atau ketakutan yang muncul dari salah satu domain sehingga mempersulit permintaan dari domain yang lain.

c) Behavior-based Conflict

Greenhaus dan Beutell (1985) berpendapat bahwa pola spesifik pada role behavior (perilaku peran) memungkinkan pertentangan antara harapan dengan kenyataan dalam perilaku di peran lain. Behavioral expectation adalah satu sumber ketidakcocokan dengan harapan dari sumber lain yang bisa menciptakan

(33)

rumah, sehingga perilaku tersebut mempengaruhi kehidupan keluarga (Edward dan Rothbard, 2000).

2.2.1.3 Faktor-faktor yang MempengaruhiWork-Family Conflict

Yang et al. (2004) menjelaskan bahwa terdapat dua faktor yang mempengaruhi munculnya work-family conflict, yaitu tuntutan kerja (work demand) dan tuntutan keluarga (family demand). Yang et al. (2004) menambahkan bahwa tuntutan kerja muncul karena adanya kelebihan beban kerja dan tekanan waktu dari pekerjaan sedangkan tuntutan keluarga muncul karena tekanan waktu yang berkaitan dengan tugas rumah tangga misalnya mengurus anak atau menjaga rumah.

(34)

2.2.2 Self-Efficacy

Dalam teori sosial kognitif, Bandura (1986) menjelaskan suatu model dimana faktor personal internal (mencakup sisi kognitif dan afektif), faktor lingkungan eksternal, dan faktor keterbukaan perilaku secara dinamis saling berhubungan dan mempengaruhi satu sama lain. Dalam model ini, teori sosial kognitif menguji berbagai variable sociocognitive, termasuk self-efficacy beliefs, yang mempengaruhi fungsi psychosocial (Bandura, 1986). Self-efficacy beliefs

merupakan keyakinan individual mengenai kapabilitas mereka untuk bekerja dengan baik (Bandura, 1977).

2.2.2.1 PeranSelf-Efficacy

Self-efficacy memiliki peran penting dalam aktivitas individual dan lingkungan. Teori sosial kognitif berpendapat bahwa keyakinan individual mengenai kemampuan mereka (self-efficacy beliefs) mempengaruhi tujuan individual dan perilaku (Bandura, 1986). Lebih lanjut, teori sosial kognitif mengemukakan bahwa self-efficacy beliefs dapat menggambarkan sejauh mana seseorang bertindak dalam pekerjaannya, seberapa besar usahanya, seberapa besar ketekunannya ketika hambatan muncul, dan keseluruhan level performance

(Bandura, 1986). Individu dengan self-efficacy beliefs yang kuat memiliki ketekunan yang lebih besar dan kemauan lebih untuk menyelesaikan pekerjaan yang sulit (Bandura, 1982).

(35)

psikologis serta reaksi afektif (Lent and Brown, 1996). Bandura (1997) menambahkan bahwa ada hubungan negative antara self-efficacy dengan tingkat stress. Individu yang merasa stress seringkali memiliki self-efficacy beliefs yang rendah, dimana mereka merasa kurang mampu menyelesaikan tugas-tugasnya.

Model kognitif memberikan gagasan bahwa penilaian seseorang terhadap kemampuan dirinya sendiri berdampak penting pada keberhasilan mereka mengatasi suatu masalah dan stress (Folkman, 2001; Lazarus and Folkman,1984). Secara khusus, self-efficacy diidentifikasi merupakan asset penting untuk membantu mengatasi stress karena peran ganda (Kosseket al., 2006; Thomas and Ganster, 1995). Berdasarkan teori sosial-kognitif yang dikemukakan Bandura mengenaiself-efficacy,self-efficacyyang kuat menunjukkanself-evaluationsyang positif sehingga individu memiliki keyakinan akan kemampuannya untuk memobilisasikan sumberdaya yang dimilikinya guna menyelesaikan tugas-tugas spesifik (Wood and Bandura, 1989). Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa orang tua yang bekerja dan memiliki self-efficacy yang lebih tinggi dapat mengurangi level FIW dan WIF (Cinamon, 2006).

2.2.2.2 Faktor-faktor yang MempengaruhiSelf-Efficacy

Teori self-efficacy memperkenalkan gagasan bahwa persepsi dari kemampuan individu dipengaruhi oleh empat factor: mastery experience, vicarious experience, verbal persuasion, dan somatic and emotional state

(36)

1. Mastery experience. Kita semua memiliki mastery experiences, yakni suatu pengalaman yang didapatkan ketika kita melakukan sesuatu dan berhasil, maka artinya kita telah ahli/masterdalam suatu hal tersebut. 2. Vicarious experience. Faktor lain adalah vicarious experience atau

observasi mengenai keberhasilan dan kegagalan yang dicapai diri sendiri. Ketika seorang individu melihat individu lain dengan banyak kesamaan telah mencapai suatu keberhasilan dalam melakukan sesuatu, maka itu dapat meningkatkanself-efficacy.

3. Verbal persuasion. Faktor ketiga adalah verbal or social persuasion. Ketika orang meyakini secara verbal bahwa dirinya bisa melakukan suatu hal, maka dia akan benar-benar dapat melakukannya. Mendapatkan dukungan verbal akan membuat seseorang merasa yakin pada dirinya sendiri.

(37)

Secara singkat, dalam teori self-efficacy, verbal persuasion, mastery experiences,vicarious experiences, dan somatic and emotional states

mempengaruhi self-efficacy, dan kemudian mempengaruhi kebiasaan (dapat dilihat pada gambar berikut).

Gambar 2.1Self-efficacy Theory(Bandura, 1997)

Treitsman (2004) dalam penelitian yang berjudul Work-family Conflict and Life Satisfaction in Female Graduate Students: Testing Mediating and

(38)

mungkin dihadapinya, setidaknya mereka merasa yakin bahwa mereka mampu dalam hal-hal berikut:

1. Penyelesaian tugas-tugas rumah

2. Penyelesaian tugas-tugas pada pekerjaan 3. Efektifitas peran dalam keluarga

4. Tekanan dari keluarga 5. Tekanan dari pekerjaan 6. Pengelolaan waktu

2.2.3 Job Satisfaction

(39)

Sutrisno menambahkan bahwa kepuasan kerja juga merupakan suatu sikap karyawan terhadap pekerjaan yang berhubungan dengan situasi kerja, kerja sama antar karyawan, imbalan yang diterima karyawan, dan hal-hal yang menyangkut faktor fisik dan psikologis. Pendapat ini didukung oleh Tiffin (1958) yang menyatakan bahwa kepuasan kerja berhubungan erat dengan sikap dari karyawan terhadap pekerjaannya sendiri, situasi kerja, kerja sama antara pimpinan dengan sesama karyawan.

2.2.3.1 FungsiJob Satisfaction

(40)

Beberapa ahli seperti Straus dan Sayles (dalam Handoko, 2001: 195) menyatakan bahwa kepuasan kerja penting untuk aktualisasi diri. Karyawan yang tidak mendapat kepuasan kerja tidak akan pernah mencapai kematangan psikologis, melainkan akan mencapai frustasi. Karyawan seperti ini akan mudah melamun, emosi tidak stabil, sering absen, dan melakukan kesibukan yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan yang harus dilakukan. Dessler (1992: 364) berpendapat bahwa karyawan yang mendapat kepuasan kerja akan mempunyai catatan kehadiran dan perputaran tenaga kerja yang lebih baik, kurang aktif dalam kegiatan serikat pekerja dan (kadang-kadang) kinerjanya lebih baik dibandingkan dengan karyawan yang tidak mendapatkan kepuasan. Dari pendapat Dessler (1992: 364) tersebut dapat dilihat bahwa kepuasan kerja mempengaruhi kinerja (job performance).

2.2.3.2 Faktor-faktor yang MempengaruhiJob Satisfaction

(41)

bawahannya. Khan dalam Husna (1997) mengemukakan keinginan karyawan terhadap fungsi pimpinan yaitu memenuhi kebutuhan bawahan, memberikan pedoman dalam pencapaian tujuan perusahaan sekaligus pencapaian tujuan karyawan, menghilangkan hambatan-hambatan dalam pencapaian tujuan, dan menciptakan tujuan karyawan yang menunjang tujuan perusahaan. Mengenai kepuasan terhadap gaji/ upah, Arnold dan Fieldman (1986) menyatakan bahwa gaji memainkan peran nyata dalam kepuasan kerja, sebab gaji dapat digunakan sebagai instrumen untuk memenuhi kebutuhan, symbol dari prestasi, dan sumber pengakuan pada pekerja sebagai refleksi penghargaan atas sumbangan karyawan pada perusahaan. Selanjutnya mengenai kepuasan terhadap kesempatan pengembangan diri di organisasi, Robbins (2003) mengatakan bahwa karyawan cenderung lebih menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi mereka kesempatan untuk menggunakan keterampilan dan kemampuan mereka dan menawarkan beberapa tugas, kebebabasn dan umpan balik tentang seberapa baiknya mereka melakukan pekerjaan itu, yang secara mental menantang.

Smith, Kendal, Hulin dalam Luthans (1998: 144) mengidentifikasikan lima dimensi atau faktor-faktor yang dapat mempengaruhi seseorang merasa puas atau tidak puas terhadap pekerjaannya, yaitu:

1. Gaji/ upah(pay)

Merupakan faktor pemenuhan kebutuhan hidup karyawan yang dianggap layak atau tidak

(42)

Setiap pekerjaan memerlukan keterampilan tertentu. Sukar atau tidaknya suatu pekerjaan akan meningkatkan atau mengurangi kepuasan kerja 3. Promosi(promotion)

Merupakan faktor yang berhubungan dengan ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh peningkatan karir selama bekerja

4. Penyelia(supervision)

Penyelia yang baik adalah yang mau menghargai pekerjaan bawahannya. Bawahan seringkali menganggap bahwa penyelianya adalah sebagai figur ayah atau ibu sekaligus atasan

5. Teman sekerja(coworkers)

Dapat digambarkan sebagai hubungan antara karyawan dengan atasannya dan dengan karyawan lain baik yang sama maupun berbeda jenis pekerjaannya

Menurut Robbins (2006), aspek-aspek yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja adalah:

1. Pekerjaan yang Menantang

(43)

2. Ganjaran yang Pantas

Imbalan yang pantas merupakan keinginan karyawan terhadap sistem upah dan kebijakan promosi yang mereka pandang adil dan segaris dengan harapan mereka. Bila upah yang didapat dirasa adil oleh karyawan berdasarkan tuntutan pekerjaan, tingkat keterampilan individu, dan standar pengupahan komunitas, maka akan dapat menghasilkan kepuasan.

3. Kondisi Kerja yang Mendukung

Karyawan lebih menyukai lingkungan fisik yang tidak berbahaya atau yang nyaman. Selain itu kebanyakan karyawan lebih suka bekerja tidak jauh dari rumah, dalam fasilitas yang bersih dan relatif modern, dan dengan alat dan perlengkapan yang memadai. Kondisi kerja yang mendukung baik dari fisik maupun non fisik dapat memberikan kepuasan kerja karyawan.

4. Rekan Kerja yang Mendukung

Robbins (2006) mengatakan bahwa “dari kerja, orang mendapatkan lebih dari sekadar uang atau prestasi-prestasi yang berwujud. Bagi kebanyakan karyawan, kerja juga mengisi kebutuhan akan interaksi sosial”. Perilaku dari pimpinan juga merupakan penentu utama kepuasan kerja.

5. Kesesuaian Kepribadian dengan Pekerjaan

(44)

besar kemungkinan untuk berhasil pada pekerjaan tersebut sehingga kemudian mereka akan merasa puas pada pekerjaannya.

2.2.4 Job Performance

Performance menurut Bernardin dan Russel (1993: 379) adalah “suatu catatan prestasi yang dihasilkan selama periode tertentu”. Sedangkan Byars dan Rue (1995: 482) menyatakan bahwa “performancemerupakan tingkat pencapaian tugas-tugas dari pekerjaan individu yang bersangkutan”. Porter dan Lawler dalam Byars dan Rue (1995: 499) menambahkan bahwa “performance adalah seperangkat hasil usaha seseorang yang dimodifikasikan dengan kemampuan, sifat atau karakteristik individu dan persepsinya terhadap peran yang harus dilakukannya”. Jika seorang karyawan dalam suatu perusahaan memiliki

performance yang baik, ini akan menunjang pencapaian tujuan perusahaan tersebut secara keseluruhan.

Menurut Rivai (2004: 309), performance merupakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan. Kemudian menurut Mangkunegara (2000: 67),performancekaryawan adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan kepadanya.

2.2.4.1 Fungsi PenilaianJob Performance

(45)

pengembangan karyawan, untuk membuat keputusan promosi dan penghargaan, untuk membuat keputusan demosi dan pemberhentian, serta mengembangkan informasi tentang seleksi organisasi dan keputusan penempatan (Nelson dan Quick, 2000). Sulistyani dan Rosidah (2003: 225) mengatakan bahwa manfaat penilaian performancebagi organisasi adalah untuk (1) penyesuaian-penyesuaian kompensasi, (2) perbaikan performance, (3) kebutuhan latihan dan pengembangan, (4) pengambilan kepitusan dalm hal penempatan promosi, mutasi, pemecatan, pemberhentian dan perencanaan tenaga kerja, (5) untuk kepentingan penelitian kepegawaian, dan (6) membantu diagnosis terhadap kesalahan desain karyawan.

Selain itu, Siswanto (1999: 25) mengatakan bahwa penilaianperformance

bertujuan untuk mengkomunikasikan tujuan-tujuan manajemen dan tujuan karyawan, memotivasi karyawan untuk meningkatkan kinerjanya, mendistribusikan imbalan, dan untuk mengadakan penelitian mengenai manajemen kinerja.

2.2.4.2 Kriteria Untuk MengukurJob Performance

(46)

tergantung pada jenis pekerjaan dan tujuan dari organisasi. Soedjono (2005) mengatakan bahwa beberapa kriteria yang dapat digunakan untuk mengukur

performancekaryawan secara individu adalah:

a. Kemampuan kerja. Pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan kualitas standar perusahaan

b. Kuantitas. Jumlah yang dihasilkan atau jumlah aktivitas yang dapat diselesaikan

c. Kualitas. Hasil pekerjaan yang dilakukan mendekati sempurna atau memenuhi tujuan yang diharapkan dari pekerjaan tersebut

d. Efisiensi waktu. Yaitu dapat menyelesaikan pekerjaan pada waktu yang telah ditetapkan serta memaksimalkan waktu yang tersedia untuk aktivitas yang lain

e. Memenuhi target kontribusi. Yaitu kontribusi kerja yang dihasilkan sesuai dengan target yang sudah ditetapkan perusahaan

Gomes (2000:142) mengemukakan kriteria performance yang didasarkan atas deskripsi perilaku yang spesifik, yaitu:

1. “Quantity of work, yaitu jumlah hasil kerja yang didapat dalam suatu periode waktu yang ditentukan;

2. Quality of work, yaitu kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan kesiapan;

(47)

4. Creativeness, yaitu keaslian gagasan-gagasan yang dimunculkan dan tindakan-tindakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul; 5. Cooperative, yaitu kesediaan untuk bekerjasama dengan orang lain

(sesame anggota organisasi);

6. Dependability, yaitu kesadaran dan dapat dipercaya dalam kehadiran dan penyelesaian kerja;

7. Initiative, yaitu semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan dalam tanggung jawab besar;

8. Personal qualities, yaitu menyangkut kepribadian, kepemimpinan, keramahtamahan, dan integritas pribadi”.

(48)

BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konseptual

Berikut adalah kerangka konseptual yang digunakan dalam penelitian ini dimana menggambarkan work interference with family dan family interference with work berpengaruh terhadap job performance melalui job satisfaction,

sedangkan hubungan langsung antara work interference with familyterhadap job performance dan family interference with work terhadap job performance

dimoderasi oleh variabelself-efficacy.

Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Penelitian

Work Interference with Family(WIF)

(X1)

Family Interference with Work(FIW)

(X2)

Job Performance

(Y)

Job Satisfaction

(Z2)

Self Efficacy

(Z1)

Self Efficacy

(49)

3.2 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan pada rumusan masalah, tujuan penelitian, dan kerangka konseptual yang telah dijelaskan sebelumnya, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:

3.2.1 Work Family ConflictterhadapJob Performance

Beberapa studi telah meneliti hubungan antara Work Family Conflict

(WFC) dengan job performance dengan hasil yang beragam. Buttler (2004: 554) menyatakan bahwa “jika work family conflict terjadi, maka secara tidak langsung akan berpengaruh pada mutu pekerjaan dan kemudian berimbas pada performa kerja seseorang”. Ini memunculkan gagasan bahwa work family conflict tidak hanya menjadi permasalahan dalam keluarga namun juga menjadi permasalahan dalam perusahaan. Karatepe dan Sokmen (2006) dalam penelitiannya pada karyawanfrontlinehotel di Turki menemukan bahwa work family conflict(WFC) berhubungan negatif dengan kinerja karyawan. Selain itu Netemeyer, Maxham III dan Pullig (2005) dalam penelitian dengan sampel karyawan customer service,

menemukan bahwa work family conflict (WFC) berpengaruh signifikan pada kinerja karyawan. Steenbergen dan Ellemers (2009) menambahkan, jika para pekerja seringkali merasa bahwa partisipasi mereka dalam keluarga membuat mereka sulit untuk memenuhi peran dalam pekerjaan, seharusnya kinerja dalam pekerjaan akan terkena dampaknya. Maka hipotesis pertama dan kedua adalah: H1: Work Interference with Family (WIF) berpengaruh negatif signifikan

(50)

H2: Family Interference with Work (FIW) berpengaruh negatif signifikan

terhadapJob Performance

3.2.2 Work Family Conflict terhadap Job Performance melalui Job

Satisfaction

Lambert et al. (2002) menyatakan bahwa work family conflict menjadi penting untuk diperhatikan oleh perusahaan karena hal ini berhubungan dengan adanya konsekuensi negatif, dimana salah satunya adalah penurunan kepuasan kerja. Boles dan Babin, 1996 dalam Boles et al., 2001 menambahkan bahwa “work family conflict berhubungan dengan sejumlah sikap dan konsekuensi pekerjaan yang negatif, termasuk rendahnya kepuasan kerja”. Selanjutnya Kossek dan Ozeki (1998) dalam Haar (2005: 3) menemukan bahwa “karyawan yang memiliki work family conflict tinggi cenderung memiliki kepuasan yang rendah pada pekerjaan”.

Dessler dalam Handoko (2001: 196) menyatakan bahwa “karyawan yang mendapatkan kepuasan kerja biasanya mempunyai catatan kehadiran dan perputaran yang lebih baik, kurang aktif dalam kegiatan serikat karyawan dan berprestasi kerja lebih baik daripada karyawan yang tidak memperoleh kepuasan”. Ivancevich (1978) mengindikasikan bahwa kepuasan kerja akan membuat karyawan berkinerja lebih efektif. Maka hipotesis ketiga dan keempat adalah: H3: Work Interference with Family (WIF) berpengaruh negatif signifikan

(51)

H4: Family Interference with Work (FIW) berpengaruh negatif signifikan

terhadapJob PerformancemelaluiJob Satisfaction

3.2.3 Work Family Conflict terhadap Job Performance dimoderasi

Self-efficacy

Self-efficacy didefinisikan sebagai kepercayaan diri seseorang terhadap kemampuannya untuk mengelola dan mengeksekusi tindakan yang dapat dikatakan sebagai kinerja/ performance (Bandura, 1986, p.391). Bandura mengatakan bahwa sel-efficacy berpengaruh penting pada human action dan

performance. Bandura menambahkan bahwa kebiasaan seseorang juga dapat mempengaruhiperformance, dimana penelitian empiris telah menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara self-efficacy dengan kebiasaan manusia (e.g., Barling dan Beattie, 1983; Stumpf, Brief, dan Hartman, 1987; Taylor, Locke, Lee, dan Gist, 1984). Meta-analysis yang telah dilakukan oleh Sadri dan Robertson (1993) menunjukkan bahwa self-efficacy berhubungan positif dengan performance dan kebiasaan dalam konteksorganizational behavior.

Speier dan Frese (1997) dalam penelitiannya pada warga Jerman Timur mengatakan bahwa self-efficacy berperan penting untuk menghasilkan

(52)

Dalam Cognitive Social Theory yang dikemukakan oleh Bandura, dikatakan bahwa self-efficacy merupakan kunci dalam perubahan psikologis dan kualitas dari performance ketika individu tersebut mengalami suatu pengalaman negatif atau tekanan/stress. Fungsi dariself-efficacyini dapat diaplikasikan dalam

work family conflict. Bernaset al.(2000) dalam penelitiannya menemukan bahwa

self-efficacy berperan sebagai moderator dalam hubungan antara bakat skolastik, kinerja akademik, dan ketekunan. Selain itu, Matsui et al. (2008) menemukan bahwa self-efficacy berperan sebagai moderator dalam hubungan antara work family conflictdan tekanan kerja.

Penelitian ini kemudian memberikan gambaran bahwa self-efficacy

memungkinkan menjadi variabel moderator dalam hubungan antara work family conflict dengan job performance. Seorang individu yang memiliki self-efficacy

tinggi, meskipun dia mengalami work family conflict, maka dia akan tetap dapat menghasilkan kinerja yang baik. Dengan demikian hipotesis selanjutnya adalah: H5: Work Interference with Family (WIF) berpengaruh negatif signifikan

terhadapJob Performancedengan moderasiSelf-efficacy

H6: Family Interference with Work (FIW) berpengaruh negatif signifikan

(53)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuntitatif yang bersifat explanatory,

yakni menjelaskan hubungan antar variabel melalui pengujian hipotesis. Penelitian untuk pengujian hipotesis bertujuan untuk menjelaskan sifat-sifat dari suatu hubungan sebab akibat. Penelitian ini menggunakan data primer yang dikumpulkan langsung dari responden melalui kuesioner.

4.2 Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perawat pria dan wanita yang telah menikah dan memiliki anak dan bekerja di Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya pada unit IRD. Jumlah populasi perawat yang sudah menikah dan telah memiliki anak pada unit IRD RSU Dr. Soetomo Surabaya adalah 191 orang. Untuk menyimpulkan sesuatu dari sebuah populasi, biasanya akan diambil sampel dari populasi tersebut. Sampel adalah suatu porsi atau bagian dari populasi tertentu yang menjadi perhatian. Jumlah sampel dalam penelitian ini dihitung menggunakan rumus dari Taro dan Yamane sebagai berikut:

Dimana: n = jumlah sampel N = jumlah populasi

(54)

Berdasarkan rumus tersebut dapat diperoleh jumlah sampel sebagai berikut:

n = 66 orang

Karena perawat IRD RSUD Dr. Soetomo Surabaya bekerja pada beberapa ruangan yang berbeda, maka dari jumlah sampel sebanyak 66 orang tersebut kemudian ditentukan jumlah masing-masing sampel pada setiap ruangan di unit IRD RSU Dr. Soetomo Surabaya dengan rumus:

Dimana: ni = jumlah sampel menurut ruangan N = jumlah sampel seluruhnya

Ni = jumlah populasi menurut ruangan N= jumlah populasi seluruhnya

(55)

Tabel 4.1

Perhitungan Sampel Unit IRD RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Ruangan Populasi Perawat Sampel

Lantai 1 32 orang 32/191 x 66 = 11 orang

Lantai 2 60 orang 60/191 x 66 = 21 orang

Lantai 3 48 orang 48/191 x 66 = 16 orang

Lantai 4 16 orang 16/191 x 66 = 6 orang

Lantai 5 35 orang 35/191 x 66 = 12 orang

Jumlah 191 orang 66 orang

Sumber: Data Instalasi Rawat Darurat RSU Dr. Soetomo Surabaya

Pengambilan sampel dilakukan dengan cara accidental sampling.Menurut Sugiyono (2004: 77), accidental sampling adalah mengambil responden sebagai sampel berdasarkan kebetulan. Yang dimaksud dengan kebetulan adalah siapa saja yang secara kebetulan bertemu dapat digunakan sebagai sampel bila orang tersebut cocok sebagai sumber data.

4.3 Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel

Variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Variabel endogen adalahjob performance

2. Variabel eksogen adalahwork family conflict

3. Variabel mediating adalahjob satisfaction

4. Variabel moderating adalahself-efficacy

(56)

4.3.1 Work-family conflict

Work- family conflict adalah konflik yang terjadi karena adanya pertentangan peran dalam keluarga dan dalam pekerjaan, dimana responden dituntut sebagai ibu rumah tangga dalam keluarga dan memiliki pekerjaan sebagai perawat dengan jam kerja dan beban kerja yang rawan menimbulkan konflik.

Work family conflict dalam penelitian ini dibagi menjadi dua dimensi dimana masing-masing akan diukur pengaruhnya terhadap job performance. Sehingga keduanya akan menjadi variabel yang masing-masing disebut sebagai X1dan X2 yakni work interference with family (WIF) sebagai X1 dan family interference

with work(FIW) sebagai X2. Pengukuran untuk masing-masing pernyataan dalam tiap variabel tersebut menggunakan ukuran 5 poin Skala Likert, dimana poin 1= sangat tidak setuju hingga poin 5= sangat setuju. Indikator yang digunakan untuk

work interference with family (WIF) dan family interference with work (FIW) disesuaikan dengan gagasan yang dikemukakan oleh Greenhaus dan Beutell (1985:77). Berdasarkan jurnal Carlson, Kacmar dan Williams (2000) yang mengacu pada pendapat Greenhaus dan Beutell (1985), Gutek dkk (1991), work family conflict dibagi menjadi work interference with family (WIF) dan family interference with work (FIW) dimana keseluruhannya memiliki 6 indikator sebagai berikut.

1. Work Interference with Family

(57)

b. Strain based work interference with family adalah konflik yang memandang ketegangan dari peran perawat yang mengganggu dan bertentangan dengan pratisipasi dari perannya di rumah.

c. Behavior based work interference with family adalah konflik yang terjadi ketika suatu perilaku spesifik yang diperlukan dalam peran perawat tidak kompatibel dengan harapan perilaku dalam peran di rumah.

2. Family Interference with Work

a. Time based family interference with work adalah konflik yang terjadi ketika peran di rumah secara serempak bersaing untuk waktu seseorang dan waktu itu dihabiskan untuk aktivitas yang menghalangi untuk menyelesaikan aktivitas pada pekerjaan.

b. Strain based family interference with work adalah konflik yang memandang ketegangan dari peran di rumah mengganggu dan bertentangan dengan partisipasi dari peran sebagai perawat.

c. Behavior based family interference with work adalah konflik yang terjadi ketika suatu perilaku spesifik yang diperlukan dalam peran di rumah tidak kompatibel dengan harapan perilaku dalam peran sebagai perawat.

4.3.2 Job performance

(58)

gagasan Gomes (2000: 142) namun menghilangkan satu indikator yaitu quantity of workkarena pekerjaan perawat tidak dapat diukur dari segi jumlah pekerjaan. a. Quality of work: ketepatan waktu bagi perawat untuk melaksanakan

tugas-tugasnya dan kesesuaian dengan prosedur kerja yang telah ditetapkan

b. Job knowledge: pengetahuan yang dimiliki perawat mengenai tugas-tugas utamanya

c. Creativeness:keterampilan tambahan yang menunjang pekerjaan

d. Cooperative: kesediaan bekerjasama dengan rekan sesama perawat maupun dokter

e. Dependability: dapat diandalkan dan dapat dipercaya jika harus bertugas sendirian

f. Initiative:semangat dan antusisame untuk melaksanakan tugas-tugasnya g. Personal qualities:memiliki kepribadian yang teliti dan tekun

Pernyataan kuesioner menggunakan ukuran 5 poin Skala Likert, dimana poin 1= sangat tidak baik dan poin 5= sangat baik.

4.3.3 Job Satisfaction

Job satisfaction adalah kepuasan individu atau reaksi emosional individu atas pekerjaan yang menjadi tanggungjawabnya. Indikator yang digunakan untuk variabel job satisfactionsesuai dengan gagasan Hartline dan Ferrel (1996) dalam Karatepe dan Killic (2007) yang menyatakan bahwa kepuasan kerja dapat digambarkan melalui hal-hal yang terkait dengan:

(59)

c. Kepuasan terhadap atasan

d. Kepuasan terhadap kebijakan organisasi

e. Kepuasan terhadap dukungan organisasi kepada karyawan f. Kepuasan terhadap gaji/ upah

g. Kepuasan terhadap kesempatan pengembangan diri di organisasi

Pernyataan kuesioner menggunakan ukuran 5 poin Skala Likert, dimana 1= sangat tidak puas dan 5= sangat puas.

4.3.4 Self-efficacy

Self-efficacy yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah keyakinan individu terhadap kemampuannya dalam mengatasi work family conflict yang dialaminya agar tetap dapat menunjukkan kinerja yang baik dalam pekerjaan. Dalam bagian ini responden akan diberi pertanyaan mengenai kemampuan dirinya dan seberapa besar mereka percaya diri akan kemampuannya itu. Treitsman (2004) menemukan bahwawork-to-family conflict self-efficacydanfamily-to-work conflict self-efficacy bukanlah dua faktor yang berbeda dan terpisah. Temuan ini diperoleh dari hasil uji faktor analisis yang dilakukannya terhadap item pernyataan yang digagas oleh Cinamon (2003). Penelitian ini menggunakan pernyataan yang dikemukakan oleh Cinamon (2003) untuk mengukur keyakinan individu terhadap kemampuannya mengatasi work-family conflict. Berikut indikator untuk mengukurself-efficacydalam mengatasiwork-family conflict.

(60)

b. Keyakinan terhadap kemampuan diri dalam penyelesaian tugas-tugas pada pekerjaan

c. Keyakinan pada kemampuan diri mengenai efektifitas peran dalam keluarga

d. Keyakinan pada kemampuan diri untuk mengatasi tekanan dari keluarga e. Keyakinan pada kemampuan diri untuk mengatasi tekanan dari pekerjaan f. Keyakinan pada kemampuan diri dalam pengelolaan waktu

Pernyataan kuesioner menggunakan ukuran 5 poin Skala Likert, dimana 1= sangat tidak yakin dan 5= sangat yakin.

4.4 Jenis dan Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh melalui kuesioner yang diberikan kepada perawat wanita yang sudah menikah yang bekerja di unit IRD RSU Dr. Soetomo Surabaya. Sedangkan data sekunder yang digunakan hanya untuk data pendahuluan dan bersifat sebagai data penunjang yang didapat dari literatur, internet, dan referensi lainnya.

4.5 Prosedur Pengumpulan Data

(61)

4.6 Cara Pengolahan dan Analisis Data

Setelah mengumpulkan kuesioner yang telah dijawab oleh responden, maka selanjutnya dilakukan proses tabulasi data. Proses tabulasi data dilakukan agar dapat diketahui apakah data tersebut layak untuk menuju proses berikutnya. Apabila terdapat kuesioner yang tidak memenuhi syarat atau belum terisi, maka akan dimasukkan ke dalam kategori kuesioner tidak lengkap. Langkah selanjutnya setelah pemeriksaan kelengkapan data adalah pemeriksaan kelayakan data. Ini dimaksudkan agar dapat diketahui data-data yang meragukan. Data-data yang meragukan nantinya dapat dipisahkan dari data-data yang siap diolah untuk proses selanjutnya.

4.6.1 Uji Validitas dan Reliabilitas

Instrumen penelitian yang digunakan harus memenuhi syarat validitas dan reliabilitas agar instrumen tersebut benar-benar dapat digunakan dalam memperoleh data penelitian yang tepat. Valid artinya instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang hendak diukur. Reliabel artinya instrumen dapat digunakan untuk mengukur objek yang sama beberapa kali dan akan menghasilkan data yang sama. Pengujian validitas dan reliabilitas instrumen ini melalui uji coba instrumen yang sudah disetujui para ahli terlebih dahulu terhadap sampel dimana populasi diambil.

4.6.2 Teknik Analisis Data

(62)

model yang menggunakan konstruk laten dengan multiple indicator. Pendekatan PLS tidak mengasumsikan data distribusi tertentu, dapat berupa nominal, kategori, ordinal, interval, dan rasio (Ghozali, 2006). PLS menghasilkan estimasi parameter statistic yang menjelaskan beberapa varians dengan maksimal seperti terjadi pada analisis regresi berganda OLS (Hair, 2010). Alasan penggunaan PLS untuk penelitian ini adalah:

1. PLS bisa mengolah semua jenis data

2. PLS memiliki dua uji didalamnya yaitu uji measurement model yang menyangkut validitas konstruk dan reliabilitas konstruk. Selain itu juga memiliki uji structural model, yaitu uji t dari partial least square itu sendiri. Sehingga dapat menyajikan berbagai hasil lengkap dan dapat dianalisa secara menyeluruh.

3. PLS dapat digunakan untuk prediksi, konfimasi teori, dan menjelaskan ada tidaknya hubungan antar variabel laten. (Jogiyanto dan Abdillah, 2009). 4. PLS memiliki hubungan antara variabel laten dan indikatornya dalam bentuk

refleksif maupun formatif. Model refleksif mengasumsikan bahwa konstruk atau variabel laten mempengaruhi indikator (arah hubungan kausalitas dari konstruk ke indikator atau manifest). Model refleksif sering disebut dengan

(63)

memberikan arti bahwa perubahan pada konstruk laten akan mempengaruhi perubahan pada indikator.

5. PLS merupakan pendekatan alternative yang bergeser dari pendekatan SEM berbasis covariance menjadi berbasis variance (Ghozali, 2006). SEM yang berbasis kovarian umumnya menguji kausalitas atau teori sedangkan PLS lebih bersifatpredictive model.

4.6.2.1 Langkah-Langkah Analisis PLS

Langkah analisis dalam PLS untuk penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Merancang Model Struktural (inner model). Struktural model adalah

model yang menspesifikasikan hubungan antar variabel laten. Model ini menggambarkan hubungan antar variabel laten berdasarkan teori substantif (Ghozali, 2006).

Work Interference with Family(WIF)

(X1)

Family Interference with Work(FIW)

(X2)

Job Performance

(Y)

Job Satisfaction

(Z2)

Self Efficacy

(Z1)

(64)

2. Merancang Model Pengukuran (outer model). Outer model adalah model yang menspesifikasikan hubungan antara variabel laten dengan indikator-indikatornya, atau dapat dikatakan bahwa outer model mendefinisikan bagaimana setiap indikator berhubungan dengan variabel latennya (Ghozali, 2006).

3. Mengkonstruksi Diagram Jalur. Langkah ini lebih mudah untuk dipahami, dimana hasil perancangan inner model dan outer model tersebut selanjutnya dinyatakan dalam bentuk diagram jalur seperti gambar berikut.

Gambar 4.2 Konstruk Diagram Jalur Penelitian

JP1

SE1 SE2 SE3 SE4 SE5 SE6

WIF2

JS2 JS3 JS4 JS5 JS6 JS7

JS1

(65)

4. Estimasi: Koefisien Jalur, Loading dan Weight. Metode pendugaan parameter (estimasi) didalam metode PLS adalah metode kuadrat terkecil (ordinary least square). Proses perhitungan dilakukan dengan cara interaksi, dimana interaksi akan berhenti jika telah mencapai kondisi konvergen.

5. Evaluasi Goodness of Fit. Evaluasi goodness of fit dibagi menjadi dua yaituouter modeldaninner model.

a. Outer modeldibagi menjadi dua, yaitu formatif dan reflektif. Dalam penelitian ini, indikator yang digunakan adalah indikator reflektif. Outer model dengan indikator refleksif dievaluasi dengan convergentdandiscriminant validitydari indikatornya dan composite reliability untuk blok indikator. Convergent validity dinilai berdasarkan korelasi antara item score/ component score

denganconstruct scoreyang dihitung dengan PLS. Ukuran refleksif individual dikatakan tinggi jika berkolerasi lebih dari 0,7 dengan konstruk yang ingin diukur. Namun untuk penelitian tahap awal dari pengembangan skala pengukuran nilai loading 0,5 sampai 0,6 dianggap cukup (Chin, 1998).

(66)

lainnya dalam model. Jika nilai kuadrat AVE setiap konstruk lebih besar daripada nilai korelasi antara konstruk dengan konstruk lainnya dalam model, maka dikatakan memiliki discriminant validity yang baik (Fornell dalam Ghozali, 2006). Fornnel dan Larcker (1981) dalam Ghozali (2006) menyatakan bahwa pengukuran ini dapat dilakukan untuk mengukur reliabilitas component score variabel laten dan hasilnya lebih konservatif dibandingcomposite reliability.Nilai AVE harus lebih besar dari 0,5.

Composite reliability blok indikator yang mengukur suatu konstruk dapat dievaluasi dengan dua macam ukuran yaituinternal consistencydancronbach alpha.

b. Inner model dievaluasi dengan melihat prosentase varian yang dijelaskan, yaitu dengan melihat R2. Perubahan nilai R2dapat digunakan untuk menilai pengaruh variabel laten independen tertentu terhadap variabel laten dependen apakah mempunyai pengaruh yang substantif. Nilai ƒ2 sama dengan 0,02; 0,15; dan 0,35 dapat diinterpretasikan bahwa predictor variabel laten memiliki pengaruh kecil, menengah, dan besar pada level struktural.

Selain itu dilakukan evaluasi Stone-Geisser Q-square untuk predictive relevance dan uji t serta signifikansi dari koefisien parameter jalur struktural.

Q-square mengukur seberapa baik nilai observasi dihasilkan oleh model dan juga parameternya. Nilai Q-square lebih besar dari 0 (nol) menunjukkan bahwa model mempunyai nilaipredictive relevance, sedangkan nilaiQ-square

(67)

6. Pengujian Hipotesis

Langkah terakhir adalah pengujian hipotesis dengan kriteria sebagai berikut:

Jika H : λ ≤ 0 ; maka berarti hipotesis ditolak

Gambar

Gambar 2.1 Self-efficacy Theory
Gambar 2.1 Self-efficacy Theory (Bandura, 1997)
Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Penelitian
Tabel 4.1
+7

Referensi

Dokumen terkait

(3) Dana yang diperoleh dari masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f pengelolaannya dilakukan oleh Direktur dengan persetujuan Senat dan sesuai dengan

 RPJPD Kabupaten Lingga 2005 – 2025. memiliki maksud dan tujuan

Grater (1976) diacu dalam Muntasib (2003) menyatakan bahwa sebelum menyusun perencanaan program interpretasi disusun dulu suatu prokpektus yang.. merupakan suatu

to be among them, allow's acquisition this book LaTeX Beginner's Guide By Stefan Kottwitz by downloading and install the book on link download in this site.. You can get the soft

Penekanan rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu pada faktor fisiologis terutama pada antropometrik atlet Scorpio club bandung terhadap kemampuan Shooting

Universitas Padjadjaran (Jl. Raya Bandung-Sumedang KM 21 Jatinangor-Sumedang) Email: malik_ahh@yahoo.co.id 6 pelayanan kesehatan berikutnya, serta dapat digunakan

Sebanyak 22 subjek pernah mengalami diare pada rentang satu tahun sejak terdiagnosa HIV/AIDS dengan kejadian diare sebagian besar berada dalam rentang waktu tiga bulan sejak

Sinyal kecepatan komponen zonal yang berpengaruh kuat terhadap SPL di JAW1 hingga SMB terjadi pada periode 51,6 minggu dimana koherensinya melebihi 0,93 dengan beda fase