• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISA KESTABILAN LERENG AKIBAT VARIASI TINGGI MUKA AIR TANAH (LOKASI DESA KEMUNING KABUPATEN JEMBER, JAWA TIMUR)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISA KESTABILAN LERENG AKIBAT VARIASI TINGGI MUKA AIR TANAH (LOKASI DESA KEMUNING KABUPATEN JEMBER, JAWA TIMUR)"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISA KESTABILAN LERENG

AKIBAT VARIASI TINGGI MUKA AIR

TANAH (LOKASI DESA KEMUNING

KABUPATEN JEMBER, JAWA TIMUR)

DISUSUN OLEH :

ANDIKA ZAIN N

3107 100 536

(2)

LATAR BELAKANG

RUMUSAN MASALAH

TUJUAN

BATASAN MASALAH

(3)
(4)

RUMUSAN MASALAH

Masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini mencangkup beberapa hal

sebagaimana berikut :

Bagaimana pengaruh pembasahan terhadap perubahan kadar air (w) ,angka

pori (e), dan derajat kejenuhan (Sr) dengan kepadatan dan kadar air kondisi

initial lapangan.

Bagaimana pengaruh perubahan kadar air akibat proses pembasahan

terhadap tegangan air pori negatife (suction) dan parameter tegangan geser

tanah (c).

Bagaimana perubahan angka keamanan lereng (SF) akibat pembasahan

pada berbagai kondisi kadar air yang berbeda.

(5)

TUJUAN

Tujuan dari penelitian ini adalah :

Untuk mengetahui perubahan kadar air akibat pembasahan terhadap

parameter fisik yaitu kadar air (w), angka pori (e), derajat kejenuhan (Sr)

dari kondisi initialnya.

Untuk mengetahui pengaruh pembasahan tanah terhadap perubahan

tegangan air pori negatif (suction) dan tegangan geser (c) pada tanah .

Untuk mengetahui proses pembasahan terhadap angka keamanan (SF)

stabilitas tanah dasar dengan disertai simulasi model dengan bantuan

program komputer.

Untuk mengetahui permodelan kelongsoran yang terjadi akibat pengaruh

(6)

BATASAN MASALAH

Untuk mendapatkan hasil penelitian yang memadai, tinjauan dalam

penelitian ini dibatasi sebagai berikut :

Sampel tanah yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah undisturb

yang diambil dari 4 titik didaerah lereng Desa Kemuning, Kab.Jember

dengan pengambilan sampel tiap 2 meter sampai kedalaman 30 meter.

Proses pembasahan dilakukan dengan cara menambahkan air kedalam

benda uji, hingga kadar air benda uji menjadi ; Wi+25%(Wsat-Wi) ,

Wi+50%(Wsat-Wi) , Wi+75%(Wsat-Wi) , Wi+100%(Wsat-Wi) ,dan Wi

adalah kadar air asli lapangan dan Wsat adalah kadar air kondisi jenuh.

Dalam penelitian ini dipakai studi parametrik ,disertai studi analisis model

dengan bantuan GEO SLOPE untuk mendapatkan gambaran perilaku

kelongsoran .

Kuat geser tanah diukur langsung menggunakan alat uji geser langsung

(direct shear test) ,untuk pengukuran suction digunakan kertas whatman

No.42.

(7)

MANFAAT PENELITIAN

Hasil penelitian ini diharapkan berguna untuk memberikan

gambaran tentang parameter fisik tanah, visualisasi

kelongsoran lereng, dan mekanik tanah seperti angka pori,

derajat kejenuhan, tegangan air pori negatif dan kekuatan

geser pada tanah asli dan tanah yang telah dikondisikan

pada berbagai variasi kadar air akibat dari proses

pengulangan siklus pembasahan.

(8)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

PARTIKEL – PARTIKEL TANAH

TANAH LANAU

TANAH LEMPUNG

KONSISTENSI TANAH

TANAH TIDAK JENUH AIR

PENGUKURAN SUCTION

UJI GESER LANGSUNG

PROSES PEMBASAHAN

(9)

PARTIKEL – PARTIKEL TANAH

Tanah memiliki berbagai ukuran butiran dan dikelompokkan sebagai kerikil (gravel), pasir (sand), lanau (silt), atau lempung (clay), tergantung pada ukuran partikel yang paling dominan pada tanah tersebut. Kerikil adalah kepingan-kepingan dari batuan yang kadang-kadang juga mengandung partikel-partikel mineral quartz,

feldspar,dan mineral lainnya. Begitu pula dengan pasir, sebagian besar terdiri dari

mineral quartz dan feldspar, serta mungkin juga terdapat mineral lainnya. Sedangkan lanau sebagian besar merupakan fraksi mikroskopis dari tanah yang terdiri dari butiran-butiran quartz yang sangat halus, dan sejumlah partikel berbentuk lempengan – lempengan pipih yang merupakan pecahan dari mineral mika. Dan berikutnya adalah lempung yang sebagian besar terdiri dari partikel mikroskopis dan submikroskopis yang berbentuk lempengan – lempengan pipih yang merupakan partikel dari mika, mineral-mineral lempung, dan mineral – mineral yang sangat halus lainnya. Selain itu lempung didefinisikan sebagai golongan partikel yang berukuran kurang dari 0,002 mm. Namun demikian, dibeberapa kasus, partikel berukuran antara 0,002 - 0,005 mm juga masih digolongkan sebagai partikel lempung.

(10)

TANAH LANAU

Menurut Bowles (1991), yang dikatakn tanah lanau adalah partikel – partikel mineral yang ukrannya berkisar antara maksimum 0,05 mm sampai 0,074 mm. Tanah lanau biasanya menunjukkan kohesi atau tarikan pertikel dan adhesi serta dapat juga kohesi semu. Umumnya kohesi pada tanah lanau disebakan oleh partikel – partikel lempung yang tersbar diseluruh massa tanah tersebut. Seringkali sejumlah kecil (5% - 8%) partikel lempungpun akan memberiakan karakteristik lempung yang berpengaruh pada lanau. Lanau pada umumnya bukan merupakan bahan pondasi yang baik, kecualai jika kering atau telah mengalami kompresi yang tiinggi sehingga menjadi batuan sedimenter (batu lanau) tanah lanau biasanya lepas dan sangat kompresibel.

(Mitcell, 1976), sama halnya dengan kerikil dan pasir, sebagian besar frakasi lanau tersusun atas mineral bukan lempung

Menurut Mitchell (1976), batuan beku yang merupakan smber material pembentuk tanah, mengandung mineral feldspar (sekitar 60%), dan pyroxenes beserta amphybol sekitar 17%. Selain feldspar dan amphybol, batuan beku juga mengandung quartz sekitar 12%, mika 4% dan mineral lainnya sekitar 8%.

Berdasarkan klasifikasi AASHTO (American Association of Stage Highway and Transportstion Officials) dan USCS (Unified Soils Classificatin System), lanau dan lempung tergolong kedalam material berbutir halus.

(11)

TANAH LEMPUNG

Lempung (Clay) sebagian besar teridiri dari partikel mikroskopis dan sub mikroskopis (tidak dapat dilihat dengan jelas dengan mikroskopis biasa) yang berbentuk lempengan – lempengan pipih dan merupakan partikel – partikel dari mika, mineral –mineral lempung yang merupakan senyawa alumunium silikat yang kompleks dan mineral – mineral yang sangat halus lainnya. Lempung didefinisikan sebagai golongan partikel yang berukuran kurang dari 0,002 mm (=2 mikron). Namun dibeberapa kasus partikel berkuran 0,002 mm sampai 0,005 mm juga masih digolongkan sebagai partikel lempung. Disini tanah diklasifikasikan sebagai lempung (hanya berdasarkan pada ukuran partikelnya)tapi belum tentu tanah dengan ukuran partikel lempung tersebut juga mengandung mineral –mineral lempung (clay minerals). Dari segi mineral yang disebut tanah lem[ung (dan mineral lempung) adalah yang mempunyai partikel mineral – mineral tertentu yang menghasilkan sifat –sifat plastis pada tanah bila bercampur dengan air (Grim, 1953).

(12)

KONSISTENSI TANAH

Menurut Attenberg, jika kadar airnya sangat tinggi, campuran tanah dan air menjadi sangat lembek seperti cairan. Oleh karena itu, atas dasar air yang dikandung dalam tanah, tanah dapat dipisahkan menjadi 4 keadaan dasar, yaitu : padat, semipadat, plastis, dan cair. Menurut Attenberg (1911), kadar air dinyatakan dalam persen, dimana terjadi transisi dari keadaan padat ke semi padat didefinisikan sebagai batas susut (shrinkage limit). Kadar air dimana transisi dari keadaan semipadat ke plastis dinamakan sebagai batas plastis (plastic limit). Dan dari keadaan plastis ke keadaan cair dinamakan batas cair (liquid limit). Batas-batas ini dikenal dengan batas –batas Attenberg. (Das, B.M, 1985)

Konsistensi lempung dan tanah kohesif lainnya biasanya dinyatakan dengan istilah lunak, sedang, kaku, atau keras. Ukuran kuantitatif konsistensi yang paling langsung adalah beban per satuan luas dimana contoh tanah bebas (unconfined) berbentuk silinder atau prismatik runtuh dalam uji pemampatan sederhana. Besaran ini dikenal sebagai kekuatan kompresif bebas (unconfined compressive strength) tanah. Nilai kekuatan kompresif yang berkaitan dengan aneka derajat konsistensi, beserta identifikasi lapangannya dapat dilihat pada tabel 2.1 dan tabel 2.2. Sedangkan nilai-nilai perkiraan daya dukung aman untuk tanah lempung dapat dilihat pada Tabel 2.3.

(13)

Tabel 2.1. Konsistensi Lempung dalam Bentuk Kekuatan Kompresif Bebas > 4 Keras 2,0 - 4,0 Sangat kaku 1,0 - 4,0 Kaku 0,5 - 1,0 Sedang 0,25-0,5 Lunak < 0,25 Sangat lunak (kg/cm2) Tanah Lempung Qu Konsistensi

(14)

Tabel 2.2. Identifikasi di Lapangan Terhadap Konsistensi Tanah

Dapat digencet dengan kuku ibu jari. Sangat kaku

Tidak dapat diremas dengan jari, dapat digencet dengan ibu jari.

Kaku

Dapat diremas dengan tekanan jari yang kuat Sedang

Dapat diremas dengan mudah. Lunak

Meleleh diantara jari-jari tangan ketika diperas Sangat lunak

Tanah Lempung

Identifikasi di lapangan Konsistensi

(15)

Tabel 2.3. Hubungan Nilai N, Konsistensi Tanah Lempung dan Kekuatan Kompresif Bebas > 4 < 30 Keras 2,0 - 4,0 15 – 30 Sangat kaku 1,0 - 4,0 8 – 15 Kaku 0,5 - 1,0 4 – 8 Menengah 0,25-0,5 2 – 4 Lunak < 0,25 < 2 Sangat lunak (kg/cm2) Tanah Lempung qu N Konsistensi

(16)

TANAH TIDAK JENUH AIR

Tanah di alam dapat dibagi menjadi dua kondisi, yakni tanah yang mengalami kondisi jenuh sempurna (fully saturated), dan tanah yang mengalami jenuh sebagian (partially saturated). Kondisi kejenuhan yang berbeda ini dapat disebabkan oleh adanya perbedaan fase didalam struktur partikel – partikel yang membentuk suatu massa tanah. Pada kondisi tanah jenuh sempurna, pori – pori tanah. Sedangkan pada tanah yang jenuh sebagian, maka pori – pori tanah sebagian terisi fase udara dan sebagian terisi fase air dan berat volume dan berat tiap fase sangat berguna untuk menggambarkan dan mengevaluasi sifat – sifat fisis dari tanah. Volume total tanah yang ditampilkan secara skematis dalam Gambar 2.1 adalah jumlah volume pori (Vv) dan volume bahan padat (Vs). Volume pori adalah jumlah dari volume gas (Va) dan volume air (Vw).

(17)
(18)

Grafik Kalibrasi suction untuk dua jenis kertas filter (Fredlund dan Raharjo, 1993)

(19)

Gambar Alat Uji Direct Shear

(20)

PEMBASAHAN

Proses pembasahan (wetting) adalah suatu kondisi

dimana terjadi peningkatan kadar air di dalam

pori-pori suatu massa tanah.

(21)
(22)

PEMPROGRAMAN GEO – SLOPE

Parameter Input Data Program Geo-Slope

(23)
(24)

BAB III

METODOLOGI

Mulai

Persiapan Penelitian: 1.Studi literatur

2.Review penelitian terdahulu

Penelitian Lapangan

(Sondir, Bor dalam , SPT sampai 30m)

Lokasi Penelitian : Desa Kemuning Jember

1. Tanah sampai kedalaman 30m 2. Sampel Undisturbed

Penelitian Laboratorium:

Identifikasi prop indeks (Kadar air dan konsistensi, Volumetri-gravimetri, Pembagian butir); prop kuat geser (kohesi dan sudut geser tanah ).

Proses wetting Mulai

Persiapan Penelitian: 1.Studi literatur

2.Review penelitian terdahulu

Penelitian Lapangan

(Sondir, Bor dalam , SPT sampai 30m)

Lokasi Penelitian : Desa Kemuning Jember

1. Tanah sampai kedalaman 30m 2. Sampel Undisturbed

Penelitian Laboratorium:

Identifikasi prop indeks (Kadar air dan konsistensi, Volumetri-gravimetri, Pembagian butir); prop kuat geser (kohesi dan sudut geser tanah ).

(25)

Proses Wetting

w = wi w = wi + 25%(wsat – wi) w = wi + 50% (wsat - wi) w = wi + 75% (wsat - wi) w = wi + 100% (wsat - wi)

Pengujian Prop. Indeks

Kadar air, derajat kejenuhan, berat volume, angka pori

Pengujian Prop. Kuat Geser

Kohesi dan sudut geser dalam

Pengukuran Kertas Filter

Tegangan air pori negatif

Kurva Hubungan Antara Kadar Air, Angka Pori,suction, Kohesi, Sudut Geser.

Analisis :

1.Perilaku Tanah Pada Kedalaman 30m 2.Penyusunan Laporan

KESIMPULAN

SELESAI Input data kedalam program Geo – Slope

dengan parameter berupa Berat volume, Kohesi, dan Sudut Geser dalam.

(26)

BAB IV

HASIL PENELITIAN LABORATORIUM

1.48 64.59 2.608 42.984 0.203 Lapisan 15 ( 29.50-30.00 ) 1.48 58.72 2.425 46.092 0.217 Lapisan 14 ( 27.50-28.00 ) 1.41 70.30 2.391 45.905 0.256 Lapisan 13 ( 25.50-26.00 ) 1.39 63.83 2.375 49.261 0.14 Lapisan 12 ( 23.50-24.00 ) 1.37 53.92 2.492 56.257 0.193 Lapisan 11 ( 21.50-22.00 ) 1.57 40.62 2.522 43.308 0.144 Lapisan 10 ( 19.50-20.00 ) 1.55 49.16 2.564 46.900 0.116 Lapisan 9 ( 17.50-18.00 ) 1.49 41.48 2.564 41.048 0.301 Lapisan 8 ( 15.50-16.00 ) 1.54 41.29 2.413 50.405 0.217 Lapisan 7 ( 13.50-14.00 ) 1.60 40.98 2.342 42.984 0.235 Lapisan 6 ( 11.50-12.00 ) 1.52 45.78 2.637 45.200 0.217 Lapisan 5 ( 9.50-10.00 ) 1.39 56.27 1.870 32.538 0.242 Lapisan 4 ( 7.50-8.00 ) 1.44 53.14 1.768 47.648 0.186 Lapisan 3 ( 5.50-6.00 ) 1.38 54.98 1.865 35.905 0.336 Lapisan 2 ( 3.50-4.00 ) 1.30 58.74 2.086 40.600 0.165 Lapisan 1 ( 1.50-2.00 ) ( gr/cc ) ( % ) ( º) ( kg/cm2 ) γ w e Φ C

KONDISI TANAH ASLI KEDALAMAN ( m )

(27)

Proses Pembasahan

1.47 67.97 1.769 26.839 0.160 1.47 65.66 1.739 36.907 0.170 Lapisan 7 ( 27.50-28.00 ) 1.41 71.70 1.889 33.862 0.130 1.40 67.08 1.843 34.294 0.186 Lapisan 6 ( 23.50-24.00 ) 1.52 57.96 1.625 40.265 0.086 1.56 43.81 1.328 48.593 0.165 Lapisan 5 ( 19.50-20.00 ) 1.46 58.05 1.783 32.129 0.098 1.49 52.30 1.617 45.791 0.109 Lapisan 4 ( 15.50-16.00 ) 1.58 53.81 1.277 30.922 0.180 1.58 49.53 1.211 40.958 0.210 Lapisan 3 ( 11.50-12.00 ) 1.41 61.48 1.421 25.080 0.196 1.28 56.51 1.584 29.423 0.220 Lapisan 2 ( 7.50-8.00 ) 1.43 78.59 2.176 34.683 0.168 1.40 77.77 2.246 47.518 0.189 Lapisan 1 ( 3.50-4.00 ) ( gr/cc ) ( % ) ( º) ( kg/cm2 ) ( gr/cc ) ( % ) ( º) ( kg/cm2 ) γ w e Φ C γ w e Φ C 50% 25% KONDISI TANAH KONDISI TANAH KEDALAMAN ( m )

(28)

Proses Pembasahan

1.49 78.32 1.901 16.331 0.120 1.48 70.54 1.785 25.080 0.140 Lapisan 7 ( 27.50-28.00 ) 1.45 85.12 2.032 20.957 0.126 1.43 75.66 1.927 25.080 0.144 Lapisan 6 ( 23.50-24.00 ) 1.53 74.29 1.882 26.839 0.091 1.51 67.48 1.799 27.067 0.177 Lapisan 5 ( 19.50-20.00 ) 1.60 62.52 1.609 27.294 0.086 1.54 61.26 1.678 30.114 0.221 Lapisan 4 ( 15.50-16.00 ) 1.58 54.74 1.291 29.249 0.100 1.58 54.05 1.277 30.114 0.140 Lapisan 3 ( 11.50-12.00 ) 1.47 65.62 1.391 21.504 0.090 1.44 64.09 1.408 23.557 0.158 Lapisan 2 ( 7.50-8.00 ) 1.51 79.16 2.036 32.579 0.100 1.49 78.84 2.064 33.425 0.116 Lapisan 1 ( 3.50-4.00 ) ( gr/cc ) ( % ) ( º) ( kg/cm2 ) ( gr/cc ) ( % ) ( º) ( kg/cm2 ) γ w e Φ C γ w e Φ C 100% 75% KONDISI TANAH KONDISI TANAH KEDALAMAN ( m )

(29)

BAB V

PEMBAHASAN

Hubungan Pembasahan Dengan Kadar Air

0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 - 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 Pembasahan (% ) K a d a r A ir ( % ) Kedalaman 3,5-4,0 m Kedalaman 7,5-8,0 m Kedalaman 11,5-12,0 m Kedalaman 15,5-16,0 m Kedalaman 19,5-20,0 m Kedalaman 23,5-24,0 m Kedalaman 27,5-28,0 m

(30)

Hubungan Pembasahan Dengan Derajat Kejenuhan (Sr) 50.00 75.00 100.00 125.00 - 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 Pembasahan (% ) D e ra ja t K e je n u h a n ( S r) Kedalaman 3,5-4,0 m Kedalaman 7,5-8,0 m Kedalaman 11,5-12,0 m Kedalaman 15,5-16,0 m Kedalaman 19,5-20,0 m Kedalaman 23,5-24,0 m Kedalaman 27,5-28,0 m

(31)

Hubungan Pembasahan Dengan Angka Pori (e) 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 - 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 Pembasahan (%) A n g k a P o ri ( e ) Kedalaman 3,5-4,0 m Kedalaman 7,5-8,0 m Kedalaman 11,5-12,0 m Kedalaman 15,5-16,0 m Kedalaman 19,5-20,0 m Kedalaman 23,5-24,0 m Kedalaman 27,5-28,0 m

(32)

Hubungan Pembasahan Dengan Kohesi (c) 0.01 0.11 0.21 0.31 - 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 Pembasahan (% ) K o h e s i (c ) Kedalaman 3,5-4,0 m Kedalaman 7,5-8,0 m Kedalaman 11,5-12,0 m Kedalaman 15,5-16,0 m Kedalaman 19,5-20,0 m Kedalaman 23,5-24,0 m Kedalaman 27,5-28,0 m

(33)

Hubungan Pembasahan Dengan Sudut Geser Dalam (Ø) 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 - 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 Pembasahan (% ) S u d u t G e s e r D a la m ( Ø ) Kedalaman 3,5-4,0 m Kedalaman 7,5-8,0 m Kedalaman 11,5-12,0 m Kedalaman 15,5-16,0 m Kedalaman 19,5-20,0 m Kedalaman 23,5-24,0 m Kedalaman 27,5-28,0 m

(34)

Permodelan Lereng

0.370 Jarak ( m ) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 E le v a s i ( m ) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 Kemiringan Lereng : 300 SF : 0.370 0.275 Jarak ( m ) 0123456789 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 E le v a si ( m ) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 Kemiringan Lereng : 450 SF : 0.275

(35)

0.141 Jarak ( m ) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 E le v a si ( m ) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 Kemiringan Lereng : 600 SF : 0.141 0.122 Jarak ( m ) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 E le v a s i ( m ) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 Kemiringan Lereng : 900 SF : 0.122

(36)

Hubungan SF dengan Kemiringan Lereng 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 Kemiringan Lereng A n g k a K e a m a n a n Kondisi Initial Pembasahan 25% Pembasahan 50% Pembasahan 75% Pembasahan 100% Kombinasi 1 Kombinsai 2 Kombinasi 3 Kombinasi 4 Kombinasi 5 Kombinasi 6 AMAN LONGSOR

(37)

Kesimpulan

1. Dari proses pembasahan benda uji dilaboratorium diketahui bahwa parameter kadar air ( Wc ), angka pori ( e ), dan derajat kejenuhan ( Sr ) nilainya cenderung meningkat .

2. Sedangkan untuk parameter tegangan air pori negatif ( suction ), tegangan kuat geser tanah ( c ), dan sudut geser dalam ( Ø ) nilainya cenderung menurun setelah dilakukannya proses

pembasahan .

3. Dari simulasi permodelan lereng yang disertai proses pembasahan didapat angka keamanan ( SF ) yang berbeda.Hubungan kemiringan lereng dengan angka keamanan yang ditinjau sesuai dengan lapisan tanah di lapangan menunjukan kemiringan maksimum sebagai berikut :

Kondisi initial

Kemiringan lereng maksimum yang di ijinkan adalah 70º

Kondisi pembasahan 25 %

Kemiringan lereng maksimum yang di ijinkan adalah 57º

Kondisi pembasahan 50 %

Kemiringan lereng maksimum yang di ijinkan adalah 45º

Kondisi pembasahan 75 %

Kemiringan lereng maksimum yang di ijinkan adalah 42º

Kondisi 100 %

Terjadi kelongsoran lereng seutuhnya.

Kondisi kombinasi 6

(38)

Saran

Setelah pengambilan bahan uji dari lapangan sebaiknya

segera mungkin dilakukan pengujian parameter-parameter

tanah di laboratorium agar kondisi tanah tidak berubah

akibat faktor suhu yang berbeda.

Pada proses pembasahan diperlukan ring besi yang

berukuran sama dengan ukuran alat pengujian direct shear

sebab jika menggunakan pipa PVC terlalu banyak

perlakuan terhadap tanah.

Mempelajari terlebih dahulu pemograman GEO-SLOPE

sebelum mengoperasikan software ini.

(39)

Gambar

Tabel 2.1. Konsistensi Lempung dalam Bentuk Kekuatan Kompresif Bebas &gt; 4Keras 2,0 - 4,0Sangat kaku1,0 - 4,0Kaku0,5 - 1,0Sedang0,25-0,5Lunak&lt; 0,25Sangat lunak(kg/cm2 )Tanah LempungQuKonsistensi
Tabel 2.2. Identifikasi di Lapangan Terhadap Konsistensi Tanah
Tabel 2.3. Hubungan Nilai N, Konsistensi Tanah Lempung dan Kekuatan  Kompresif Bebas &gt; 4&lt; 30Keras 2,0 - 4,015 – 30Sangat kaku1,0 - 4,08 – 15Kaku0,5 - 1,04 – 8Menengah0,25-0,52 – 4Lunak&lt; 0,25&lt; 2Sangat lunak(kg/cm2 )Tanah LempungquNKonsistensi
Grafik Kalibrasi suction untuk dua jenis kertas filter (Fredlund dan Raharjo, 1993)

Referensi

Dokumen terkait

Jenis tumbuhan yang mendominasi pada setiap lokasi baik di dalam wilayah hutan maupun di luar wilayah hutan dapat dimanfaatkan oleh tarsius baik sebagai tempat

Berdasarkan Permendiknas nomor 8 Tahun 2007 nama PPPG Matematika berubah menjadi Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK)

Seluruh dosen Program Studi Pendidikan Dokter Gigi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan dosen-dosen pakar yang telah banyak memberikan pengarahan kepada penulis

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Implementasi Peraturan Bupati No 12 Tahun 2016 tentang Presensi Elektronik bagi Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Kabupaten

Sistem pelayanan kesehatan dan pendekatan proaktif yang dilaksanakan secara terintegrasi yang melibatkan Peserta, Fasilitas Kesehatan dan BPJS Kesehatan dalam pemeliharaan

Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui peningkatkan prestasi belajar mahasiswa pada pembelajaran Kalkulus Diferensial yang disertai praktikum dengan

Tujuan dari penelitian ini adalah membuat model pemanas air energi surya sederhana (jenis kolektor CPC dengan sudut kurva 0 o , diameter pipa 3/4” dan 5/8”) menggunakan

(2017) menyebutkan bahwa peningkatan produktivitas lahan yang diikuti oleh peningkatan kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu indikator keberhasilan pengelolaan