1
Pembiayaan Diagnostik PAK
dan Pelayanan
Penyakit Kronis
Pasca Pensiun
Disampaikan pada The 11thIndonesian Occupational Medicine Update 2017 Jakarta, 30 September 2017
dr, Medianti Ellya Permatasari, AAK Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan BPJS Kesehatan
2
OUTLINE
1. Overview Program JKN-KIS
2. Penjaminan Penyakit Akibat Kerja
3. Demografi dan Utilisasi Kelompok Umur Lansia
4.
Program Pengelolaan Penyakit Kronis Pasca Pensiun
Pemerintah Telah Mencanangkan Peta Jalan
Menuju Jaminan Kesehatan Nasional Hingga Tahun 2019
4
*) Per 22 September 2017 jumlah peserta JKN : 181.952.680 jiwa.
Hampir 70% dari penduduk
Indonesia
*
Cakupan
Kepesertaan Cakupan Pelayanan Kesehatan Cakupan Efektif Cakupan Semesta2019
Mampu Bayar Iuran (Ability To Pay)
Mau Bayar Iuran (Willingness To Pay)
• Pendaftaran Peserta • Keabsahan Data • Identifikasi Peserta
secara unik (NIK) • Cara Pembayaran • Pemahaman/Persepsi • Kondisi kesehatan • Status Sosial • Latar Pendidikan • Jenis Pekerjaan • Program Pemerintah
Akses Utilisasi Kualitas
• Mudah dicapai • Bebas biaya • Diterima Tidak ada Pembedaan Pelayanan Sesuai Standar & Kaidah yang
berlaku
Persepsi +/-
Pengalaman peserta FaskesPeranEfektif
Akses Masyarakat Terhadap Layanan Kesehatan
Semakin Mudah
KONTRIBUSI LANGSUNG KESEHATAN: Membantu pemulihan kesehatan dan pencegahan kecacatan (+ upaya promotif dan preventif):
Menjaga masyarakat agar tetap produktif secara sosial dan ekonomis
Tahun 2014 (Laporan Audited) Tahun 2015 (Laporan Audited) Tahun 2016 (Laporan Audited) Tahun 2017 (Semester I) Kunjungan di FKTP (Puskesmas/Dokter Praktik Perorangan/ Klinik Pratama)
66,8 Juta 100,6 Juta 120,9 Juta 72,8 Juta
Kunjungan di Poliklinik Rawat Jalan Rumah Sakit
21,3 Juta 39,8 Juta 49,3 Juta 29,2 Juta Kasus Rawat Inap
Rumah Sakit 4,2 Juta 6,3 Juta 7,6 Juta 4,02 Juta TOTAL PEMANFAATAN 92,3 JUTA 146,7 JUTA 177,8 JUTA* 106,1 JUTA Total Peserta thn 2014: 133,4 Juta Total Peserta thn 2015: 156,79 Juta Total Peserta thn 2016: 171,9 Juta 51% 18% 15% 9% 2% 3% 2%
Jantung Gagal Ginjal Kanker Stroke Cirrhosis Hepatitis Thalassaemia Leukaemia Haemophilia Jumlah Kasus Penyakit Katastropik yang Ditanggung Program JKN-KIS sebanyak
9.861.378 Kasus
Sumber : Data BOA s.d. Bulan Pembebanan Juni 2017
Sumber data : LPP Jamsoskes
Mencegah Terjadinya Kemiskinan
Baru
JKN-KIS DAN DAMPAKNYA PADA PEREKONOMIAN INDONESIA
Sumber data : Kajian Kemiskinan & Perlindungan Sosial LPEM FEB UI
8
BIAYA MANFAAT PELAYANAN KESEHATAN
42
57
67
87*
0 20 40 60 80 100Year 2014 Year 2015 Year 2016 Est. Year 2017
Total Biaya pelayanan kesehatan dalam 3 tahun
Rp. 166 T
Pembiayaan JKN Untuk Penyakit
Katastropik
Belum Termasuk Biaya Obat Luar Paket Kapitasi/INA-CBG
Sumber : Data BOA bulan Pelayanan Januari 2014 – Juni 2017
9
Rp
Rp
Rp
37,32 % 32,41 % 24,81 %
Jumlah Biaya Pelayanan Kesehatan Penyakit Katastropik dari total biaya pelkes rujukan
Perkembangan Fasilitas Kesehatan Bekerjasama
*Dari jumlah Rumah Sakit teregistrasi di Indonesia Sumber data : LPP Jamsoskes
2016
21.095*
2.201*
JAMINAN SOSIAL NASIONAL
UU No 40 TAHUN 2004 UU NO 24 TAHUN 2011
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial*
BPJS KETENAGAKERJAAN**
BPJS KESEHATAN** PT TASPEN ASABRI
Jaminan Kesehatan Jaminan Kecelakaan Kerja Jaminan Kematian Jaminan Pensiun Jaminan Hari Tua
Cakupan manfaat dan teknis operasional: UU No 40 Tahun 2004 UU No 24 Tahun 2011 Perpres 12/2013 beserta perubahannya Permenkes Nomor 71/2013 Permenkes Nomor 52/2016 dst Asuransi Kesehatan Tambahan PT Jasa Raharja (Pelkes KLL) Irisan manfaat COB Manfaat tidak beririsan Koordinasi Pelayanan *UU No 40 Thn 2013 **UU No 24 Tahun 2011
13
Pelayanan Kesehatan
yang tidak dijamin
Perpres 19/2016 pasal 25
1. Pelayanan kesehatan yang dilakukan tanpa melalui
prosedur sebagaimana diatur dalam peraturan yang berlaku
2. pelayanan kesehatan yang dilakukan di Fasilitas
Kesehatan yang tidak bekerja sama dengan BPJS Kesehatan, kecuali dalam keadaan darurat;
3. pelayanan kesehatan yang dijamin oleh program jaminan
kecelakaan kerja terhadap penyakit atau cedera
akibat kecelakaan kerja atau hubungan kerja;
4. pelayanan kesehatan yang dijamin oleh program jaminan
kecelakaan lalu lintas yang bersifat wajib sampai nilai yang
ditanggung oleh program jaminan kecelakaan lalu lintas;
5. pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar negeri;
6. pelayanan kesehatan untuk tujuan estetik; 7. pelayanan untuk mengatasi infertilitas; 8. pelayanan meratakan gigi (ortodonsi);
9. gangguan kesehatan/penyakit akibat ketergantungan obat dan/atau alkohol;
BPJS Kesehatan tidak menjamin biaya pelayanan kesehatan
akibat KK dan PAK, termasuk biaya
pemeriksaan diagnostiknya
Koordinasi dengan institusi penjamin KK &
PAK yaitu PT Taspen, BPJS TK dan ASABRI
Kerja Sama Antar Institusi
Proses revisi
15
• Dilakukan untuk peserta yang memiliki kepesertaan aktif kedua belah pihak.
• BPJS Kesehatan tidak menjamin pelayanan kesehatan yang telah
dijamin oleh program jaminan kecelakaan kerja terhadap kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja.
• BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan melakukan
koordinasi pelayanan dan bukan koordinasi manfaat.
• BPJS Ketenagakerjaan menanggung :
– Biaya pelayanan kesehatan akibat KK–PAK sesuai kebutuhan medis di Rumah Sakit Pemerintah dengan kelas perawatan
kelas I atau Rumah sakit Swasta yang setara
– Biaya investigasi/prosedur pemeriksaan kesehatan dalam
TANTANGAN PENJAMINAN
PENYAKIT AKIBAT KERJA
Akses terhadap penjaminan PAK lebih kecil
Penduduk yang memiliki JKK hanya sekitar 30 juta jiwa (dari target 110 juta*), sedangkan cakupan JKN sudah mencapai 180 juta jiwa.
Jumlah fasilitas kesehatan rekanan Badan Penjamin JKK lebih sedikit daripada Faskes kerja sama BPJS Kesehatan
1
Tingginya jumlah kasus PAK yang tidak terdeteksi dan/atau waktu yang dibutuhkan untuk penegakkan diagnose PAK lama karena kurang
tersedianya SDM yang kompeten
Jumlah dokter umum tersertifikasi Perdoki berjumlah ± 700 orang Jumlah dokter spesialis Okupasi hanya berjumlah ±200 orang
*Peta Jalan Menuju Cakupan Semesta
2
Membutuhkan dukungan PERDOKI dalam
peningkatan jumlah dokter tersertifikasi serta
panduan dan standardisasi penegakkan diagnosa
Sumber asumsi prevalensi:
Asma http://www.medscape.com/viewarticle/722312_3
CTS https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3145125/
Dermatitis https://www.ejmanager.com%2Fmnstemps%2F62%2F621402483367.pdf&usg=AFQjCNGYx6_78YHNfol-ZXE9gpGvgCB6RQ
Hearing Loss https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/26249711
Low Back Pain https://bmcresnotes.biomedcentral.com/articles/10.1186/s13104-017-2492-1
Potensi PAK tidak terdeteksi
Keterangan: sd bulan pelayanan Juli 2017
Sumber data: Data warehouse BPJS Kesehatan sd bulan pelayanan Juli 2017
Asthma Related Coding Rp 2,5 Triliun 15% Rp 380,8 Miliar Carpal Tunnel Syndrome Related Coding Rp 81 Miliar 19% Rp 15 Miliar Dermatitis Contact Related Coding Rp 61 Miliar 10% Rp 6,1 Miliar Hearing Loss Related Coding Rp 42,9 Miliar 21% Rp 9 Miliar Low Back Pain Related Coding Rp 1,2 Triliun 72% Rp 868,6 miliar
Grand Total Rp 3,9 Triliun Rp 1,28 Triliun
*Filtrasi : Usia Produktif > 16 Tahun - 64
Top 5 Diagnosis Kasus berkorelasi dengan PAK*
Asumsi Prevalensi
Potensi Biaya undetected PAK berdasar asumsi
prevalensi Biaya Pelkes Kasus
berkolerasi PAK 2014-2017**
Membutuhkan Penguatan Posisi dan Peran PERDOKI dalam penegakkan diagnose PAK
Demografi dan Utilisasi Kelompok Umur
Lansia
Usia Pensiun dan Lansia
Batas Usia Pensiun Pegawai Negeri Sipil sesuai PP Nomor 11 tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil
a. 58 (lima puluh delapan) tahun bagi pejabat administrasi, pejabat fungsional ahli muda, pejabat fungsional ahli pertama, dan pejabat fungsional keterampilan;
b. 60 (enam puluh) tahun bagi pejabat pimpinan tinggi dan pejabat fungsional madya; dan
c. 65 (enam puluh lima) tahun bagi PNS yang memangku pejabat fungsional ahli utama.
Peraturan Pemerintah Nomor 43 thn 2004 tentang Pelaksaaan Upaya Peningkatan Kesejahteraan Lanjut Usia
Pasal 1:
Lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas2.
WHO: Kategori umur usia lanjut 60 (enam puluh) tahun ke atas*.
Populasi peserta Lansia
BPJS Kesehatan
Sumber: aplikasi BI tanggal 26 September 2017
Sebaran peserta lansia
program JKN-KIS
Peserta JKN-KIS umur 60 tahun ke atas berjumlah 21,4 juta
Sumber: aplikasi BI tanggal 26 September 2017
Demografi Peserta Segmen
Bukan
Pekerja
(BP)
Perpres 19/2016 pasal 4 ayat (4) Bukan Pekerja terdiri atas: a. investor;
b. Pemberi Kerja;
c. penerima pensiun;
d. Veteran;
e. Perintis Kemerdekaan;
f. janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis Kemerdekaan; dan
g. bukan Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf e yang mampu membayar iuran. Proporsi
terbesar: pensiunan
Kunjungan Per Kelompok Umur
Tahun Pelayanan 2016
RAWAT JALAN TINGKAT LANJUTAN RAWAT INAP TINGKAT LANJUTAN
19% dari total kunjungan pada usia 60+ 30% dari total kunjungan pada usia 60+
Kunjungan laki-laki usia 60 tahun ke atas 17% lebih banyak dari
peserta perempuan Kunjungan laki-laki usia 60 tahun
ke atas 8% lebih banyak dari peserta perempuan
CMG Terbanyak per Kelompok Umur
RAWAT JALAN TINGKAT LANJUTAN RAWAT INAP TINGKAT LANJUTAN0 - 4 P 274,688 34% 5 - 9 A 176,332 46% 10 - 14 A 129,496 45% 15 - 19 A 116,841 30% 20 - 24 O 163,957 31% 25 - 29 O 260,460 43% 30 - 34 O 250,424 39% 35 - 39 O 159,045 28% 40 - 44 K 70,057 15% 45 - 49 K 78,983 16% 50 - 54 K 87,197 16% 55 - 59 I 96,521 18% 60 - 64 I 91,176 19% 65 - 69 I 70,222 20% 70 - 74 I 54,473 20% 75++ I 64,159 20% Umur CMG Jumlah Kunjungan % Kunjungan
Casemix Main Groups (CMGs) RITL terbanyak pada usia 60 tahun ke
atas: penyakit jantung! Casemix Main Groups (CMGs) RJTL
terbanyak pada usia 60 tahun ke atas:
penyakit mukoskeletal tindakan rehabilitasi medis dan fisioterapi
Diagnosa
P
rimer
Terbanyak kelompok
umur 60 tahun
ke atas tahun 2016
RAWAT JALAN TINGKAT LANJUTAN
Kewajiban dokter untuk merujuk balik pasien kronis yang sudah stabil* Efektivitas rehabilitasi medis dan fisioterapi?
RAWAT INAP TINGKAT LANJUTAN
Dx primer terbanyak di
RITL adalah penyakit Jantung
*Permenkes 28 thn 2014 dan Permenkes 001 thn 2012
Kode Dx Nama Dx Primer Kasus
1 Z098 Follow-up exam after other treatment for other conditions 7.723.261 2 Z501 Other physical therapy 981.552 3 Z491 Extracorporeal dialysis 335.854 4 Z961 Presence of intraocular lens 284.406 5 Z760 Issue of repeat prescription 248.524 6 Z509 Care involving use of rehabilitation procedure, unspecified 243.955 7 Z867 Personal history of diseases of the circulatory system 193.685 8 Z09.0 Follow-up examination after surgery for other conditions 159.095 9 I10 Essential (primary) hypertension 131.465 10 H269 Cataract, unspecified 105.888
No Kode Dx Nama Dx Primer Jumlah Kasus
1 I500 Congestive heart failure 54,185
2 A09 Diarrhoea and gastroenteritis of presumed infectious origin 50,678
3 I10 Essential (primary) hypertension 46,992
4 I639 Cerebral infarction, unspecified 40,863
5 N40 Hyperplasia of prostate 34,015
6 I64 Stroke, not specified as haemorrhage or infarction 32,248
7 K30 Dyspepsia 32,127
8 Z511 Chemotherapy session for neoplasm 29,617
9 J189 Pneumonia, unspecified 28,976
OBAT KRONIS LUAR PAKET INA-CBG/KAPITASI TAHUN 2014 - 2016
Obat kronis berbiaya terbesar didominasi oleh
obat-obatDiabetes danHipertensi
Biaya obat hipertensi/diabetes mencapai
Rp
1,95 T
atau78%
dari total biaya obat kronis luar paket kapitasi/INA-CBGTahun 2016, pada kelompok usia 60 tahun ke atas: jumlah kasus diabetes RJTL mencapai
80 ribu
dan kasushipertensi
47 ribu
Harusnya eligible untuk PRB dan
PROLANIS
NAMA OBAT KASUS JUMLAH OBAT BIAYA (Rp)
1 Candesartan Cilexetil 2.158.425 57.126.623 287.292.104.559 2 Valsartan 2.202.049 59.419.698 245.109.010.658 3 Telmisartan 957.867 26.838.323 208.313.321.582 4 Mix Insulin Analog 313.086 1.139.289 151.045.511.837 5 Analog Insulin Rapid Acting 350.442 1.277.102 140.658.386.164 6 Analog insulin mix acting 277.640 1.006.950 139.165.977.136 7 Rapid Insulin Analog 327.679 1.160.716 128.255.368.251 8 Clopidogrel 884.013 22.627.242 100.780.593.250 9 Analog insulin long acting 431.613 794.544 85.088.636.487 10 Nifedipin 677.400 19.773.641 81.013.010.883
10 BESAR OBAT KRONIS BERBIAYA TERBESAR 2014-2016
JENIS OBAT BIAYA (Rp) OBAT DM Rp 899 Miliar
OBAT HIPERTENSI Rp 1,05 Triliun OBAT KRONIS TOTAL Rp 2,5 Triliun
Katastrofik Per Kelompok Umur
tahun layanan 2016
RAWAT JALAN TINGKAT LANJUTAN RAWAT INAP TINGKAT LANJUTAN28% dari total pada kelompok umur 65++ 27% dari total pada kelompok umur 65++
Biaya Pelkes Kelompok Umur 60
tahun ke atas
Biaya pelkes kelompok umur 61>
24%
dari total biaya pelkes FKRTL
Ket: Data tahun 2017 sd pelayanan Juli 2017
Sumber: data warehouse tanggal 26 September 2017
2016 2017 61 - 65 Rp 4.716.569.838.354 Rp 3.140.218.145.369 66 - 70 Rp 3.429.896.981.599 Rp 2.258.909.077.595 71 - 75 Rp 2.478.986.161.001 Rp 1.598.013.029.324 76++ Rp 2.271.559.615.119 Rp 1.452.330.416.162 TOTAL Rp 12.897.012.598.089 Rp 8.449.470.670.467 TAHUN PELAYANAN RangeUmur
Program Pengelolaan Penyakit Kronis
Pasca Pensiun
Tantangan Penuaan Populasi
WHO: Tantangan Penuaan Penduduk Dunia1
1. Peningkatan demand pelayanan kesehatan primer dan perawatan jangka panjang (long term care)
2. Membutuhkan tenaga pemberi pelayanan kesehatan terlatih dalam jumlah banyak
3. Meningkatnya kebutuhan akan lingkungan yang lebih ramah lansia 4. Perlu prioritas pengembangan sistem pelayanan primer yang terkoordinasi
dan terintegrasi untuk mencegah dan memperlambat berkurangnya kapasitas lansia Fokus pada promotif preventif
1 WHO, (2017), Agind and Life, http://www.who.int/ageing/en/diakses tanggal 27 Sep 2017
Peningkatan peran dan kualitas pelayanan kesehatan di FKTP
(primary care oriented)
Koordinasi untuk peningkatan kualitas layanan
dan efektivitas sistem pembayaran
Rujukan berbasis Kompetensi Rujuk Balik FKTP FKRTL Dokter umum Dokter gigi Dokter Spesialis/ Sub Spesialis Kualitas pelayanan dan pembayaran efisien 30 Mentoring spesialis
Program PRB dan Prolanis
meningkatkan akses peserta
Lansia pada pelayanan
kesehatan dengan mengurangi jarak dan waktu tempuh ke Faskes
Program Promotif dan Preventif BPJS Kesehatan Pengendalian
1. Skrining Riwayat Kesehatan
Mobile Screening Pengisian Form
Mengetahui 4 potensi risiko penyakit, yaitu:
- Diabetes Mellitus
- Hipertensi
- Ginjal Kronik
- Jantung Koroner
2. Skrining Preventif Sekunder (Pemeriksaan GDP/GDPP)
Dilakukan kepada peserta yang telah melakukan
Skrining Riwayat Kesehatan denganhasil Risiko Sedang/ Tinggi Diabetes Mellitus.
Pengelolaan
1. Program Rujuk Balik (PRB)
Pelayanan kesehatan yang diberikan kepada
penderita penyakit kronis dengan kondisi stabil dan masih memerlukan pengobatan atau asuhan keperawatan jangka panjang yang dilaksanakan di FKTP atas rekomendasi/rujukan dari dokter spesialis/sub spesialis yang merawat.
9 Penyakit Kronisyang masuk dalam PRB:
Diabetes Mellitus, Hipertensi, Jantung, Asma,
PPOK, Epilepsy, Schizophrenia, Stroke,
Systemic Lupus Erythematosus (SLE). 2. Program Pengelolaan Penyakit Kronis (PROLANIS)
Sistem pelayanan kesehatan dan pendekatan proaktif yang dilaksanakan secara terintegrasi yang melibatkan Peserta, Fasilitas Kesehatan dan BPJS Kesehatan dalam pemeliharaan kesehatan bagi peserta yang menyandang penyakit kronis (Diabetes Mellitus/ Hipertensi) untuk mencapai kualitas hidup yang optimal dengan biaya pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien.31
Program Rujuk Balik (PRB) pada
penyakit-penyakit kronis
: 1. Diabetes mellitus2. Hipertensi 3. Jantung 4. Asma
5. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) 6. Epilepsy
7. Skizofren 8. Stroke
9. Sindroma Lupus Eritematosus
Wajib dilakukan bila kondisi pasien sudah dalam keadaan stabil, disertai dengan surat keterangan rujuk balik yang dibuat dokter spesialis/sub spesialis.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pelaksanaan Program JKN
Tujuan Program Pelaksanaan Indikator Meningkatkan awareness Pendataan potensi risiko Meningkatkan
pengetahuan dan self-care
Perubahan gaya hidup Kepatuhan peserta akan pengobatan Klub Prolanis Screening Individual Feedback Peningkatan engagement peserta Komitmen peserta Awal FKTP Lanjutan Untuk peserta risiko tinggi Untuk semua peserta Prolanis = PPDM+ PPHT)
Wajib untuk Puskesmas
Survey risiko dan gaya hidup offline/online Pemeriksaan GDP/GDPP Pemeriksaan GDP/GDPP Profil lipid dan fungsi ginjal Basal Insulin (HBA1c) Tiap 3-6 bulan 1x per semester Individual Feedback* Pemeriksaan TD dan BMI Setiap kunjungan 1x sebulan
PROGRAM PENGELOLAAN PENYAKIT KRONIS
BPJS KESEHATAN
Mentoring spesialis
PROGRAM PENGELOLAAN PENYAKIT KRONIS (PROLANIS)
PROLANIS sebagai upaya
manajemen risiko CMD melalui: 1. edukasi/konsultasi medis 2. Pemantauan kesehatan 3. Aktivitas Klub
4. Home visit
5. Reminder pemberian obat dan pola hidup sehat
6. Mentoring FKTP oleh dokter Spesialis
Trend Peserta PROLANIS
No Jenis Pemeriksaan Periode Pemeriksaan Biaya*
1 Tekanan Darah Kapitasi 2 Tinggi Badan Kapitasi 3 Berat Badan Kapitasi 4 Gula Darah Puasa (GDP) 10,000-20,000 5 Gula Darah Post Prandial (GDPP) 10,000-20,000 6 Microalbuminuria 120,000 7 Ureum 30,000 8 Kreatinin 30,000 9 Kolesterol Total 45,000 10 Kolesterol LDL 60,000 11 Kolesterol HDL 45,000 12 Trigliserida 50,000 13 HbA1c 3-6 bulan 1x 160,000-200,000 2x dalam 1 tahun 1x dalam 1 bulan Setiap kunjungan ke FKTP
Benchmark keberhasilan
Disease Management Program Jerman*
tingkat mortalitas pasien turun tingkat hospitalisasi akibat stroke, serangan jantung, amputasi, kebutaan, nefropati, dll turun Mendorong perubahan
gaya hidup pasien dan kepatuhan terhadap pengobatan Tingkat survival pasien DMP 89% vs non DMP 86% Hari (t)
Benchmark keberhasilan
Disease Management Program Jerman*
Dampak Ekonomi
Penurunan biaya pelkes hingga 5% per tahun atau € 210 juta (Rp 3,9 T)* per tahun untuk program PPDM.
*kurs 1 Euro = Rp 15,823
ELSID, Evaluation of large scale implementation of disease management Programs for patients with type 2 diabetes, www.klinikum.uni-heidelberg.de
Age group
Potensi pengembangan pelayanan untuk
Geriatri di Indonesia
• Demografi peserta geratri sebagian besar di daerah rural :
peningkatan koordinasi dan kualitas layanan FKTP-FKRTL melaluiprogram mentoring spesialis dan telemedicine
program PRB dan Prolanis untuk mendekatkan peserta dengan pelayanan Faskes (mengurangi jarak dan waktu tempuh)
• Potensi implementasi home care dan
long term care
(LTC)
dalam program JKN
Kontinuitas pelayanan kesehatan untuk pasien geriatri
Potensi koordinasi antar Faskes untuk meningkatkan kualitas hidup, meningkatkan tingkat independensi dan pelayanan kesehatan jangka panjang pasien geriatric.
Dukungan
PERDOKI
untuk :
1. Turut aktif meningkatkan kompetensi dokter di Faskes kerja sama untuk penegakkan diagnosa kasus diduga PAK
2. Mengembangkan standardisasi dan panduan penegakkan diagnose kasus diduga PAK
3. Secara konsisten menerapkan pelayanan yang efisien, efektif dan berkualitas melalui penerapan kaidah-kaidah evidence based
4. Memberikan rekomendasi perbaikan program JKN kepada Pemerintah, BPJS Kesehatan dan Faskes
5. Turut aktif dalam implementasi clinical governance untuk menerapkan pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien
HARAPAN
Terima Kasih
Kartu Indonesia Sehat
Dengan Gotong Royong, Semua Tertolong
@BPJSKesehatanRI Fanpage:
BPJS Kesehatan BPJS Kesehatan
BPJS Kesehatan @bpjskesehatan_ri bpjskesehatan www.bpjs-kesehatan.go.id